Anda di halaman 1dari 9

Nama : Muhammad Rizal

Nim :1512321084

A. Pengertian Teori Akuntansi


Istilah teori sering di gunakan secara berbeda tergantung dalam sudut pandang apa kita
melihatnya. Teori sering di namakan dengan hipotesis atau proposisi. Proposisi merupakan kalimat
indikatif (pernyataan tentang suatu konsep) yang memiliki nilai kebenaran jika dikaitkan dengan
suatu fenomena (misalnya, benar atau salah, mungkin benar dan lain-lain). Proposisi yang telah
melewati beberapa tahapan serta pengujian secara empiris di sebut sebagai hipotesis.
Bentuk yang paling sederhana dari teori adalah pernyataan terhadap sesuatu kenyakinan yang
dinyatakan dalan bahasa (logosentris). Salah satu defenisi teori yaitu sistem deduktif yang
menyatakan berkurangnya unsur generalisasi. Teori ilmiah merupakan sistem deduktif dimana
konsekuensi yang diobservasi secara logis mengikuti hubungan antar fakta yang diobservasi dengan
seperangkat hipotesis dari sistem tersebut. Oleh karena itu, studi tentang teori ilmiah merupakan studi
sistem deduktif yang digunakan dalam teori tersebut. (Braithwaite; 1969 dalam anis dan iman
2007:29)
Dari pernyataan yang dikelontarkan oleh Brainthwaite dapat dikatakan bahwa teori
merupakan bahasa yang dinyatakan secara logis yang telah diuji secara emperis dari pernyataan atau
penomena yang dinyakini sehingga menghasilkan suatu prediksi yang merupakan suatu hipotesis. Jadi
teori terdiri seperangkat premis atau pernyataan yang di hubungkan secara logis untuk menghasilkan
suatu hipotesis.
Jika menghubungkan kata teori dan akuntansi dimana akuntansi merupakan proses
pencatatan, pengorganisasian, penggolongan, pengukuran, pengungkapan dan pemeriksaan terhadap
aktivitas keuangan. Jadi teori akuntansi merupakan seperngkat konsep, defenisi, dan proposisi
(pernyataan) yang saling berkaitan secara sistematis yang di ajukan untuk menjelaskan dan
memprediksi fenomena yang terjadi dalam pelaporan keuangan. Fenomena yang menjadi perhatian
jika di pandang berdasarkan sifat positifnya adalah keputusan atau perilaku pihak dalam hal ini
user(manusia) yang berkepentingan dalam akuntansi untuk memperkuat penalaran logis yamg
melandasi praktik akuntansi untuk menjustifikasi kelanyakan praktek, standar, atau prinsif akuntansi
tersebut.
B. Teori Sebagai Penalaran

Telah di sebutkan pada pembahasan mengenai pengertian teori akuntansi yang memfokuskan
pada pengertian teori sebangai suatu penalaran logis untuk menjelaskan bagaimana suatu standar
akuntansi di turunkan, dikembangkan atau dipilih. Penalaran sangat penting peranannya dalam
mempelajari teori akuntansi karena teori akuntansi menuntut kemampuan penalaran yang memadai.
Teori akuntansi banyak melibatkan proses penilaian kelayakan dan validitas suatu pernyataan dan
argumen. Penalaran memberikan kenyakinan bahwa suatu pernyataan atau argumen lanyak untuk di
terima atau ditolak. Penalaran logis merupakan salah satu sarana untuk memverifikasi validitas suatu
teori.
Penalaran merupakan pengetahuan tentang prinsip-prinsip berpikir logis yang memjadi basis
dalam dikusi ilmiah. Penalaran juga merupakan suatu ciri sikap (anttitude) ilmiah yang sangat
menuntut kesungguhan (commitment) dalam menemukan kebenaran ilmiah. Sikap inilah
membentengi untuk memecahkan masalah secara serampangan, subjektif, pragmatik, dan emosional.
Penalaran dalam teori akuntansi sangatlah perlu dibahas oleh sebab itu dalam bab ini akan membahas
secara khusus pengertian penalaran dan berbagai aspeknya serta aplikasinya dalam akuntansi.
Penalaran dapat dikatakan bahwa proses berpikir logis dan sistematis untuk membentuk dan
mengevaluasi suatu kenyakinan (belief) terhadap suatu pernyataan atau asensi (assention). Pernyataan
dapat berupa teori (penjelasan) tentang suatu penomena atau realitas alam, ekonomik, politik, ataupun
sosial. Penalaran perlu diajukan dan dijabarkan untuk membentuk, mempertahankan, atau mengubah
kenyakinan bahwa sesuatu (misalnya teori, pernyataan, atau penjelasan) adalah benar. Penalaran
melibatkan inferensi (inference) yaitu proses penurunan konsekuensi logis dan melibatkan pulah
proses penarikan simpulan/konklisi dari serangkaian pernyataan atau asensi. Proses penurunan
simpulan sebangai sustu konsekuensi logis dapat bersifat deduktif dan induftif. Penalaran mempunyai
peranan penting dalam pengembangan, penciptaan, pengevaluasian, dan pengujian suatu teori atau
hipotesis.
Teori (pernyataan-pernyataan teoritis) merupakan sarana untuk menyatakan suatu kenyakinan
sedangkan penalaran merupakan proses untuk mendukung kenyakinan tersebut. Oleh kerena itu,
kenyakinan (terhadap suatu teori atau pernyataan) berkisar antara lemah sampai kuat sekali atau
memaksa (compelling) bergantung pada kualitas atau keefektifan penalaran dalam menimbulkan daya
bujuk atau dukungan yang di hasilkan.
C. Unsur dan struktur penalaran
Struktur dan proses penalaran dibangun atas dasar tiga konsep penting yaitu: asersi
(assertion), kenyakinan (belief), dan argumen (argument). Struktur penalaran menggambarkan ketiga
konsep tersebut dalam menghasilakan daya dukung atau bukti rasional terhadap kenyakinan tentang
suatu pernyataan.
1. Asersi
Asersi adalah suatu pernyataan (biasanya positif) yang menegaskan bahwa sesuatu (misalnya
teori) adalah benar. Bila seseorang mempunyai kepercayaan bahwa “statemen keuangan bermamfaan
bagi investor” merupakan kenyakinannya. Asersi mempunyai pungsi ganda dalam penalaran yaitu
sebagai elemen pembentuk argumen dan sebagai kenyakinan yang dihasilkan oleh penalaran (berupa
simpulan). Artinya, kenyakinan yang dihasilakan dinyatakan dalam bentuk asersi pula. Dengan
demikian, asersi merupakan unsur penting dalam penalaran karena asersi menjadi komponen argumen
(sebagai masukan penalaran) dan merupakan cara untuk merepresentasi atau mengungkapkan
kenyakinan (sebangai keluaran penalaran). Asersi atau pernyataan memuat penegasan tentang sesuatu
realitas. Pada umumnya asersi dinyatakan dalam bentuk kalimat. Berikut ini beberapa asersi dalam
akuntnasi:

· Partisispasi mempengaruhi kinerja,


· Statemen aliran kas bermamfaat bagi investor dan kreditor,
· Perusahaan besar akan memiliki metoda MPKP,
· Informasi sumber daya manusia harus dicamtumkan di naraca,
· Dalam sektor publik, anggaran merupakan alat pengendalian dan pengawasan yang paling handal.
Beberapa asersi mengndung pengkuantifikasi yaitu semua (all), tidak ada (no), dan beberapa
(some). Asersi yang memuat pengkualifikasian semua dan tidak ada merupakan asersi universal
tetapi yang memuat pengguantifikasi beberapa merupakan asersi spesifik. Asersi spesifik dapat
disusun dengan pengkuantifikasi sedikit, banyak, sebagian besar, atau bilangan tertentu.
Pengkualifikasian diperlukan untuk menentukan ketermasukan (inclusiveness) atau keuniversalan.

a. Interpretasi Asensi
Untuk menerima kebenaran suatu asersi, harus dipastikan lebih dahulu apa arti atau maksud
esersi. Sangat penting sekali untuk memahami arti asersi untuk menentukan kenyakinan terhadap
kebenaran asersi tersebut. Untuk dapat memahami maksud asersi, orang juga harus mempunyai
pengetahuan tentang subjek atau topik yang dibahas. Kesalahan interprentasi dapat terjadi karena dua
bentuk asersi yang berbeda, dapat berarti dua hal yang sama atau dua hal yang sangat berbeda.
b. Jenis Asersi (pernyataan)
Untuk menimbulkan keyakinan terhadap kebenaran suatu asersi, asersi harus didukung oleh
bukti atau fakta. Untuk keperluan argumen, suatu asersi sering dianggap benar atau diterima tanpa
harus di uji dahulu kebenarannya. Bila dikaitkan dengan fakta pendung, asersi dapat di klasifikasikan
menjadi asumsi (assumption), hipotesis (hypothesis), dan pernyataan fakta (statement of fact).
Asumsi adalah asersi yang diyakini benar meskipun orang tidak dapat mengajukan atau
menunjukkan bukti tentang kebenarannya secara metakinkan atau asersi yang orang bersedia untuk
menerima sebagai benar untuk keperluan diskusi atau debat.
Hipotesis adalah asersi yang kebenarannya belum atau tidak di ketahui tetapi diyakini bahwa
asersi tersebut dapat diuji kebeneraunnya. Untuk disebut sebangai hipotesis, suatu asersi juga harus
mengndung kemungkinan salah. Bila tidak ada kemungkinan salah, suatu asersi akan menjadi
pernyataan fakta. Hipotesis biasanya diajukan dalam rangka pengujian teori. Dalam pengujian ilmiah
suatu teori (hipotesis), terdapat prinsip yang disebut prinsip keterbuktisalahan (principle of
falsifiability) yang berbunyi bahwa untuk diperlakukan sebangai teori yang serius dan ilmiah, harus
dapat dibuktikan slah kalau memang kenyataannya salah. Teori yang kuat atau yang menyakinkan
adalah teori yang tidak hanya dapat dibuktikan salah tetapi juga yang tegar bertahan tehadap segala
upanya untuk membuktikan salah (to disrpve). Prinsip ini didasarkan oleh pemikiran bahwa teori itu
tidak dapat dibuktikan benar tetapi yang dapat dibuktikan bahwa dia salah. Oleh sebab itu pengujian
teori baru (hipotesis) biasanya diarahkan untuk menyangga teori lawan pendekatan atau strategi
semacam ini dikenal sebagai pendekatan penyanggahan ilmiah (scientific refutation)
Pernyataan fakta adalah asersi yang bukti tentang kebenarannya diyakini sangat kuat atau
bahkan tidak dapat dibantah.
c. Fungsi Asersi
Asersi merupaka bahan olah dalam argumen, dalam argumen asensi dpat berfungsi sebagai
premis dan konklusi. Premis adalah asensi yang digunakan untuk mendukung suatu konklusi.
Konklusi adalah asersi yang diturunkan dari serangkaian asersi. Suatu argumen paling tidak berisi
satu primis atau konklusi. Karena premis dan konklusi keduanya merupakan asersi, konkluswi
(berbentuk asersi) dalam suatu argumen dapat menjadi premis dalam argumen lain.
Ketiga jenis asensi yang telah di bahas dalam isi makalah ini (asumsi, hipotesis, dan
pernyataan fakta) dapat berfungsi sebagai premis dalam suatu argumen. Dalam hal ini prinsip yang
harus dipengang adalah bahwa kredibilitas konklusi tidak dapat melebihi kredibilitas terendah
peremis-peremis yang digunakan untuk menurunkan konklusi. Artinya, kalau konklusi diturunkan
dari serangkaian premis yang salah satu merupakan pernyataan fakta dan yang lain asumsi, konklusi
tidak dapat dipandang sebangi pernyataan fakta. Dengan kata lain, keyakinan terhadap konklusi
dibatasi oleh kenyakinan tehadap premis.

2. Keyakinan

Kenyakinan adalah tingkat kebersediaan (willingness) untuk menerima bahwa suatu


pernyataan atau teori (penjelasan) mengenai suatu penomena atau gejala (alam dan sosial) adalah
benar. Orang mendapatkan kenyakinan akan suatu pernyataan kerena dia melakukan kepercayaan
terhadap peryataan tersebut. Orang dapat dikatakan mempunyai keyakinan yang kuat kalau dia
bersedia bertindak (berpikir, berperilaku, berpendapat, atau berasumsi) seakan-akan keyakian tersebut
benar. Keyakinan merupakan unsur penting penalaran karena keyakinan menjadi objek atau sarana
penalaran dan karena keyakinan menentukan posisi (paham) dan sikap seseorang terhadap suatu
masalah yang menjadi topik bahasan.
Keyakinan terhadap asersi adalah tingkat kebersediaan untuk menerima bahwa asersi tersebut
benar. Keyakinan diperoleh karena kepercayaan (confidence) tentang kebenaran yang dilekatkan pada
suatu asersi. Suatu asersi dapat dipercaya karena adanya bukti yang kuat untuk menerimanya sebagai
hal yang benar. Orang dikatakan yakin terhadap suatu asersi bila dia menunjukkan perbuatan, sikap,
dan pandangan seolah-olah asersi tersebut benar karena dia percaya bahwa asersi tersebut benar.10
Kepercayaan diberikan kepada suatu asersi biasanya setelah dilakukan evaluasi terhadap asersi atas
dasar argumen yang digunakan untuk menurunkan asersi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa
keyakinan merupakan produk, hasil, atau tujuan suatu penalaran. Berbagai faktor mempengaruhi
tingkat keyakinan seseorang atas suatu asersi. Karakteristik (sifat) asersi menentukan mudah-tidaknya
keyakinan seseorang dapat diubah melalui penalaran.
a. Properitas Keyakinan
Semua penalaran bertujuan untuk menghasilkan keyakinan terhadap asersi yang menjadi
konklusi penalaran. Pemahaman terhadap beberapa properitas (sifat)
keyakinan sangat penting dalam mencapai keberhasilan berargumen. Argumen dianggap berhasil
kalau argumen tersebut dapat mengubah keyakinan. Berikut ini dibahas properitas keyakinan yang
perlu disadari dalam berargumen.

Keadabenaran
Sebagai produk penalaran, untuk dapat menimbulkan keyakinan, suatu asersi harus ada
benarnya (plausible). Keadabenaran atau plausibilitas (plausibility) suatu asersi bergantung pada apa
yang diketahui tentang isi asersi atau pengetahuan yang mendasari (the underlying knowledge) dan
pada sumber asersi (the source). Pengetahuan yang mendasari (termasuk pengalaman) biasanya
menjamin kebenaran asersi. Oleh karena itu, konsistensi suatu asersi dengan pengetahuan yang
mendasari akan menentukan plausibilitas asersi. Dalam hal sumber, autoritas sumber menentukan
plausibilitas asersi. Artinya, kalau sumber asersi diyakini dapat dipercaya dan ahli di bidangnya
(knowledgeable) tentang topik asersi, orang akan lebih bersedia meyakini asersi daripada kalau
sumbernya tidak dapat dipercaya dan tidak ahli. Oleh karena itu, kadang-kadang orang menyerahkan
penilaian plausibilitas asersi kepada ahli dengan pemeo “serahkan saja pada ahlinya.” Dengan pikiran
ini, keyakinan diperoleh karena keautoritatifan sumber. Mengacu argumen pada autoritas sumber
untuk mendukung kebenaran asersi disebut dengan imbauan autoritas (appeal to authority).
Bukan pendapat
Keyakinan adalah sesuatu yang harus dapat ditunjukkan atau dibuktikan secara objektif
apakah salah atau benar dan sesuatu yang diharapkan menghasilkan
kesepakatan (agreement) oleh setiap-tiap orang yang mengevaluasinya atas dasar fakta objektif.
Pendapat atau opini adalah asersi yang tidak dapat ditentukan benar atau salah karena berkaitan
dengan kesukaan (preferensi) atau selera. Berbeda dengan keyakinan, plausibilitas pendapat tidak
dapat ditentukan. Artinya, apa yang benar bagi seseorang dapat salah bagi yang lain. Walaupun dalam
kenyataannya kedua konsep tersebut tidak dibedakan secara tegas, penalaran logis yang dibahas di
sini lebih ditujukan pada keyakinan daripada pendapat.
Bertingkat
Keyakinan yang didapat dari suatu asersi tidak bersifat mutlak tetapi bergradasi mulai dari
sangat maragukan sampai sangat meyakinkan (convincing). Tingkat keyakinan ditentukan oleh
kuantitas dan kualitas bukti untuk mendukung asersi. Orang yang objektif dan berpikir logis tentunya
akan bersedia untuk mengubah tingkat keyakinannya manakala bukti baru mengenai plausibilitas
suatu asersi diperoleh.
Berbias
Selain kekuatan bukti objektif yang ada, keyakinan dipengaruhi oleh preferensi, keinginan,
dan kepentingan pribadi yang karena sesuatu hal perlu dipertahankan. Idealnya, dalam menilai
plausibilitas suatu asersi orang harus bersikap objektif dengan pikiran terbuka (open mind). Pada
umumnya, bila orang mempunyai kepentingan, sangat sulit baginya untuk bersikap objektif. Dengan
bukti objektif yang sama, suatu asersi akan dianggap sangat meyakinkan oleh orang yang mempunyai
kepentingan pribadi yang besar dan hanya dianggap agak atau kurang
meyakinkan oleh orang yang netral. Demikian pula sebaliknya.
Bermuatan nilai
Orang melekatkan nilai (value) terhadap suatu keyakinan. Nilai keyakinan adalah tingkat
penting-tidaknya suatu keyakinan perlu dipegang atau dipertahankan
seseorang. Nilai keyakinan bagi seseorang akan tinggi apabila perubahan keyakinan
mempunyai implikasi serius terhadap filosofi, sistem nilai, martabat, pendapatan
potensial, dan perilaku orang tersebut.
Berkekuatan
Kekuatan keyakinan adalah tingkat kepercayaan yang dilekatkan seseorang pada kebenaran
suatu asersi. Orang yang nyatanya tidak mengerjakan apa yang terkandung dalam asersi menandakan
bahwa keyakinannya terhadap kebenaran asersi lemah. Dapat dikatakan bahwa semua properitas
keyakinan merupakan faktor yang menentukan tingkat kekuatan keyakinan seseorang.
Veridikal
Veridikalitas (veridicality) adalah tingkat kesesuaian keyakinan dengan realitas. Realitas yang
dimaksud di sini adalah apa yang sungguh-sungguh benar tentang asersi yang diyakini. Veridikalitas
adalah mudah tidaknya fakta ditemukan dan ditunjukkan untuk mendukung keyakinan. Misalnya
keyakinan bahwa besi yang dipanasi akan memuai lebih mudah ditunjukkan (lebih veridikal) daripada
keyakinan bahwa sistem sosialis dapat mengurangi kemiskinan. Dalam banyak hal, penilaian apakah
benar suatu asersi sesuai dengan realitas merupakan hal yang sangat pelik dan bersifat subjektif. Oleh
karena itu, untuk tujuan ilmiah tingkat veridikalitas keyakinan dievaluasi berdasarkan kaidah
pengujian ilmiah (scientific rules of evidence).
Berketertempaan
Ketertempaan (malleability) atau kelentukan keyakinan berkaitan dengan mudah-tidaknya
keyakinan tersebut diubah dengan adanya informasi yang relevan. Berbeda dengan veridikalitas,
ketertempaan tidak memasalahkan apakah suatu asersi sesuai atau tidak dengan realitas tetapi lebih
memasalahkan apakah keyakinan terhadap suatu asersi dapat diubah oleh bukti. Kelentukan ini
biasanya ditentukan oleh kesungguhan pemegang keyakinan, lamanya keyakinan telah dipegang (baik
secara pribadi maupun secara sosial/umum), dan konsekuensi perubahan keyakinan bagi diri
pemegang. Tujuan suatu argumen adalah untuk mengubah keyakinan kalau memang keyakinan
tersebut lentuk untuk berubah. Beberapa sifat keyakinan di atas perlu disadari mengingat bahwa
tujuan argumen adalah dalam rangka mencari kebenaran (the search of truth) dan bukan untuk
menyembunyikan kebenaran dengan cara pengelabuhan (deception) dan pengecohan. Jadi, tujuan
argumen adalah untuk merekonsiliasi ketidaksepakatan (disagreement) untuk menemukan kebenaran.
Hal inilah yang mendasari pemikiran ilmiah untuk mengembangkan pengetahuan. Sifat-sifat
keyakinan di atas menunjukkan bahwa mengubah keyakinan melalui argumen dapat merupakan
proses yang kompleks karena pengubahan tersebut menyangkut dua hal yang berkaitan yaitu manusia
yang meyakini dan asersi yang menjadi objek keyakinan. Manusia tidak selalu rasional dan bersedia
berargumen sementara itu tidak semua asersi dapat ditentukan kebenarannya secara objektif dan
tuntas.

3. Argumen
Argumen adalah serangkaian asersi beserta keterkaitan (artikulasi) dan inferensi atau
penyimpulan yang digunakan untuk mendukung suatu keyakinan. Bila dihubungkan dengan argumen,
kenyakinan adalah tingkat kepercayaan yang dilekatkan pada suatu pernyataan konklusi atas dasar
pemahaman dan penilaian suatu argumen sebagai bukti yang masuk akal. Oleh karena itu, argumen
menjadi unsur penting dalam penalaran kerena digunakan dalam membentuk, memelihara,atau
mengubah suatu keyakinan. Argumen dalam proses penalaran merupakan salah satu bentuk bukti
yang oleh Mautz dan Sharaf (1964) disebut sebagai argumentasi rasional (rasional argumentation).
Dua jenis bukti yang lain adalah bukti natural (natural evidence) dan bukti ciptaan (created evidence).
Bukti dalam bentuk argumen rasional akan banyak diperlukan dalam teori akuntansi yang membahas
mengenai masalah konseptual khususnya bila akuntansi di pandang sebagai teknologi dan teori
akuntansi diartikan sebagai penalaran logis.
Dalam kehidupan sehari-hari, istilah argumen sering digunakan secara keliru untuk menunjuk
ketidaksepakatan, perselisihan pendapat (dispute), atau bahkan pertengkaran mulut. Dalam
pengertian ini, argumen mempunyai konotasi negatif. Orang yang suka bertengkar dan ingin
menangnya sendiri akan menikmati dan memburunya tetapi orang yang ingin mencari solusi atau
alternatif pemecahan masalah yang terbaik akan menghindarinya. Dalam arti positif, argumen dapat
disamakan dengan penalaran logis untuk menjelaskan atau mengajukan bukti rasional tentang suatu
asersi. Bila seseorang mengajukan alasan untuk mendukung suatu gagasan atau pandangan, dia
biasanya menawarkan suatu argumen. Argumen dalam arti positif selalu dijumpai dalam bacaan,
percakapan, dan dalam diskusi ilmiah. Argumen merupakan bagian penting dalam pengembangan
pengetahuan. Agar memberi keyakinan, argumen harus dievaluasi kelayakan atau validitasnya.
a. Jenis Argumen
Berbagai karakteristik dapat digunakan sebagai basis untuk mengklasifikasi argumen.
Misalnya argumen dibedakan menjadi argumen langsung dan tak langsung, formal dan informal, serta
meragukan dan meyakinkan. Klasifikasi yang ditinjau dari bagaimana penalaran (reasoning)
diterapkan untuk menurunkan konklusi merupakan klasifikasi yang sangat penting dalam pembahasan
makalah ini. Dalam hal ini, argumen dapat diklasifikasi menjadi argumen deduktif dan induktif.
Argumen Deduktif
Argumen atau penalaran deduktif adalah proses penyimpulan yang berawal dari suatu
pernyataan umum yang disepakati (premis) ke pernyataan khusus sebagai simpulan (konklusi).
Argumen deduktif disebut juga argumen logis (logical argument) sebagai pasangan argumen ada
benarnya (plausible argument). Argumen logis adalah argumen yang asersi konklusinya tersirat
(implied) atau dapat diturunkan/dideduksi dari (deduced from) asersi-asersi lain (premis-premis) yang
diajukan. Disebut argumen logis karena kalau premispremisnya benar konklusinya harus benar
(valid). Kebenaran konklusi tidak selalu berarti bahwa konklusi merefleksi realitas (truth). Hal inilah
yang membedakan argumen sebagai bukti rasional dan bukti fisis/langsung/empiris berupa fakta.
Salah satu bentuk penalaran deduktif adalah suatu penalaran yang disebut silogisma. Silogisma terdiri
atas tiga komponen yaitu premis major (major premise), premis minor (minor premise), dan konklusi
(conclusion).
Dalam silogisma, konklusi akan benar bila kedua premis benar dan premis minor menegaskan
anteseden (disebut pola modus ponens) atau premis minor menyangkal konsekuen (disebut pola
modus tollens). Jadi, konklusi mengikuti kedua premis secara logis. Penalaran deduktif lebih dari
sekadar silogisma karena penalaran deduktif dan unsur-unsurnya (asersi-asersi) akan membentuk
argumen untuk mengubah suatu keyakinan. Misalnya, keyakinan bahwa penilaian aset atas dasar kos
sekarang lebih relevan dari pada kos historis. Contoh lain adalah keyakinan bahwa istilah biaya lebih
tepat dari pada beban sebagai padan kata expense.
Penalaran deduktif dalam akuntansi digunakan untuk memberi keyakinan tentang simpulan-
simpulan yang diturunkan dari premis yang dianut. Dalam teori akuntansi, premis major sering
disebut sebagai postulat (postulate). Sebagai penalaran logis, argumen-argumen yang dihasilkan
dengan pendekatan deduktif dalam akuntansi akan membentuk teori akuntansi. Semua premis dan
konklusi berbentuk suatu pernyataan atau penegasan yang semuanya merupakan asersi. Dalam
akuntansi, premis major dapat berasal dari konklusi penalaran deduktif.
Penalaran deduktif untuk suatu masalah menghasilkan argumen untuk masalah tersebut. Oleh
karena itu, penalaran dalam akuntansi dapat menjadi panjang
dan terdiri atas beberapa argumen. Apakah suatu argumen cukup meyakinkan?
Dengan kata lain, bersediakah orang menerima kebenaran konklusi. Untuk menjawab ini, perlu dinilai
apakah struktur penalaran logis dan premis-premisnya dapat diterima (dapat dipercaya sebagai benar).
Argumen Induktif
Penalaran ini berawal dari suatu pernyataan atau keadaan yang khusus dan berakhir dengan
pernyataan umum yang merupakan generalisasi dari keadaan khusus
tersebut. Berbeda dengan argumen deduktif yang merupakan argumen logis (logical
argument), argumen induktif lebih bersifat sebagai argumen ada benarnya (plausible argument).
Dalam argumen logis, konklusi merupakan implikasi dari premis. Dalam argumen ada benarnya
(plausible), konklusi merupakan generalisasi dari premis sehingga tujuan argumen adalah untuk
meyakinkan bahwa probabilitas atau kebolehjadian (likelihood) kebenaran konklusi cukup tinggi atau
sebaliknya, ketakbenaran konklusi cukup rendah kebolehjadiannya (unlikely). Karena konklusi
(generalisasi) didasarkan pada pengamatan atau pengalaman yang nyatanya terjadi, penalaran induktif
disebut pula generalisasi empiris (empirical generalization). Akibat generalisasi, hubungan antara
premis dan konklusi dalam penalaran induktif tidak langsung dan tidak sekuat hubungan dalam
penalaran deduktif. Dalam penalaran deduktif, kebenaran premis menjamin sepenuhnya kebenaran
konklusi asal penalarannya logis. Artinya, jika semua premis benar dan penalarannya logis, konklusi
harus benar (disebut necessary implication dan oleh karenanya necessarily true). Dalam penalaran
induktif, kebenaran premis tidak selalu menjamin sepenuhnya kebenaran konklusi. Kebenaran
konklusi hanya dijamin dengan tingkat keyakinan (probabilitas) tertentu. Artinya, jika premis benar,
konklusi tidak selalu benar (not necessarily true).

b. Argumen dengan Analogi


Argumen induktif sebenarnya merupakan salah satu jenis penalaran nondeduktif. Salah satu
penalaran nondeduktif lainnya adalah argumen dengan analogi (argument by analogy). Penalaran
dengan analogi adalah penalaran yang menurunkan konklusi atas dasar kesamaan atau kemiripan
(likeness) karakteristik, pola, fungsi, atau hubungan unsur (sistem) suatu objek yang disebutkan dalam
suatu asersi. Analogi bukan merupakan suatu bentuk pembuktian tetapi merupakan suatu
sarana untuk meyakinkan bahwa asersi konklusi mempunyai kebolehjadian untuk benar. Dengan kata
lain, bila premis benar, konklusi atas dasar analogi belum tentu benar.

Anda mungkin juga menyukai