Anda di halaman 1dari 10

C.

KETERKAITAN HASIL DATA OBSERVASI PENGEMBANGAN


PERILAKU DAN KEMAMPUAN DASAR ANAK USIA 5-6 TAHUN
KELOMPOK B TK AISYIYAH II MAKAM HAJI DENGAN TEORI DAN
HASIL PENELITIAN.

1. Perilaku

Glanz (2008) menjelaskan teori dan penelitian menunjukkan bahwa


intervensi perubahan perilaku yang paling efektif adalah strategi dengan
menggunakan banyak strategi dan bertujuan untuk mencapai berbagai tujuan
kesadaran, transmisi informasi, pengembangan keterampilan, dan lingkungan dan
kebijakan yang mendukung. Strategi intervensi yang menargetkan tingkat
individu mencakup penetapan tujuan, kontrak perilaku, dan komunikasi kesehatan
yang disesuaikan. Strategi ini paling sering mengacu pada Social Cognitive
Theory (SCT) dan tahap perubahan dari Model Transtheoretical. Social Cognitive
Theory (SCT) menjelaskan perilaku manusia dalam hal model tiga arah, dinamis,
timbal balik dimana faktor personal, pengaruh lingkungan, dan perilaku terus
berinteraksi. Konstruk kunci teori kognitif sosial yang relevan dengan intervensi
perubahan perilaku meliputi pembelajaran observasional, penguatan,
pengendalian diri, dan self efficacy. Self efficacy, atau keyakinan seseorang
terhadap kemampuannya untuk mengambil tindakan dan bertahan dalam tindakan
tersebut meskipun ada hambatan atau tantangan, sangat penting untuk
mempengaruhi upaya perubahan perilaku kesehatan. SCT merupakan teori yang
diartikan paling baik oleh Bandura yang menjelaskan bahwa perilaku manusia
dalam hal model tiga arah yaitu dinamis, timbal balik dimana faktor personal,
pengaruh lingkungan, dan perilaku terus berinteraksi. Beberapa elemen modifikasi
perilaku berdasarkan konstruk SCT untuk pengendalian diri, penguatan, dan self-
efficacy meliputi penetapan tujuan, pemantauan diri dan kontrak perilaku.

Model ekologi sosial membantu memahami faktor-faktor yang


mempengaruhi perilaku dan juga memberikan panduan untuk mengembangkan
program yang berhasil melalui lingkungan sosial. Model ekologis sosial
menekankan berbagai tingkat pengaruh (seperti kebijakan individu, interpersonal,
organisasi, masyarakat dan publik) dan gagasan bahwa perilaku terbentuk dan
dibentuk oleh lingkungan sosial. Prinsip model ekologi sosial konsisten dengan
konsep teori kognitif sosial yang menunjukkan bahwa menciptakan lingkungan
yang kondusif untuk berubah penting untuk mempermudah penerapan perilaku
sehat.

Berdasarkan pada dua teori yang telah dijelaskan diatas maka kami
melihat bahwa pengembangan perilaku pada anak-anak kelompok B
dikembangkan melalui pembiasaan, instruksi (perintah), nasihat dan pesan-pesan
moral yang selalu disisipkan sepanjang kegiatan pembelajaran khususnya pada
kegiatan akhir pembelajaran. Beberapa perilaku yang kami dapati ketika observasi
dilakukan meliputi membuang sampah pada tempatnya dan mengantri (tidak
meyerobot antrian). Hal ini menunjukkan bahwa guru berusaha membangun
lingkungan sosial yang memberikan dukungan terhadap pengembangan perilaku
yang ditargerkan. SCT (Social Cognitive Theory) dan model ekologi sosial
merupakan teori yang paling cocok dan dipilih menjadi salah satu dasar dalam
membangun lingkungan yang membantu anak-anak kelompok B TK Aisyiyah II
Makamhaji dalam membangun perilaku target.

2. Kemampuan Dasar (NAM, SOS-EM, KOGNITIF, FISIK MOTORIK,


BAHASA, SENI)

a. NAM (Nilai, Agama, Moral)


Menurut Sardila(2015) penanaman dan pengembangan nilai etika
atau pembentukan nilai moral pada anak dalam pembelajaran
menggunakan kombinasi pendekatan yang disesuaikan dengan
perkembangan anak yang berbasis ajaran agama sehingga dapat
divariasikan dalam berbagai metode. Sedangkan teknik pengembangnnya
dikaitkan dengan setiap tema, karena kompetensi pembelajaran di Taman
Kanakkanak lebih bersifat tematik. Kita ketahui, pendekatan dan metode
dalam hal ini merupakan alat untuk mencapai tujuan dari suatu
kegiatan.Untuk mencapai kegiatan tersebut belum tentu setiap metode dan
pendekatan yang telah dipiliht dinilai akan selalu memadai. Guru perlu
mempertimbangkan alasan yang kuat untuk memilih pendekatan dan
metode tersebut. Perlu disadari bahwa penentuan metode dalam
pembelajaran nilai moral anak Taman Kanakkanak sangat erat
hubungannya dengan proses pengenalan perilaku. Sekian metode yang
berlaku dalam pembelajaran yang ada dapat diapresiasikan dalam
pembelajaran, mulai dari pembiasaan; bercerita; bermain; karyawisata;
bernyanyi; sajak; dan sebagainya. Satu hal yang tidal boleh dilupakan guru
adalah prinsip bermain bagi anak. Teknik bermain dapat menentukan
keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran. Pengembangan NAM (Nilai
Agama Moral) pada anak-anak kelompok B TK Aisyiyah II Makam haji
dilakukan dengan pembiasaan. Pembiasaan dilakukan khususnya pada
kegiataan awal dan pra kegiatan pembelajaran. Pada saat observasi
kegiatan yang dilakukan berupa kegiatan mengaji, hafalan surat
pendek,hadis serta hafalan asmaul husna dari 1-10.

b. Bahasa
Menurut pudjaningsih(2013) Ada beberapa metode pengembangan
bahasa yang dapat diterapkan di TK. Metode-metode tersebut antara lain:
(1) bercerita, (2) bercakap-cakap, (3) tanya jawab, (4) bermain peran, (5)
sosiodrama, dan (6) karya wisata. Pengembangan bahasa pada anak-anak
kelompok B TK Aisyiyah II Makamhaji dilakukan sepanjang kegiatan
pembelajaran. Pengembangan bahasa juga dilakukan pada kegiatan inti,
Kegiatan pengembangan bahasa sengaja dirancang melalui kegiatan-
kegiatan dan metode yang telah dipilih. Kegiatan dan metode yang
diterapkan oleh TK Aisyiyah II Makamhaji dalam mengembangkan
kemampuan bahasa anak meliputi: percakapan, tanya-jawab, dan
pemberian instruksi serta metode. Kegiatan yang dilakukan anak pada saat
observasi adalah anak diminta untuk mengerjakkan LKA, guru
mengevaluasi hasil pekerjaan anak diminta untuk maju kedepan dan
diminta untuk menulis kata yang disebutkan oleh guru, setelah itu anak
disuruh untuk melaflkan kata yang ditulis.

c. Sosial Emosional
Perilaku anak memberikan gambaran perubahan selama masa
belajar dan perkembangan yang terjadi dapat mempengaruhi masyarakat
sosiokultural (Gardner & Shaw, 2008). Berkaitan dengan perilaku
sosialemosional pada anak, setiap daerah tempat tinggal anak memiliki
berbagai macam budaya yang diterapkan. Penekanan terjadi pada orang
tua anak yang dapat memberikan perhatian yang lebih untuk
mengembangan perilaku sosialemosial anak. Seperti pendapat yang
dikemukakan dalam penelitian oleh Gardner & Shaw (2008), bahwa
permasalah perilaku anak terjadi karena lingkungan keluarga yang kurang
mendukung anak untuk dapat mengembangkan perilakunya.
Berdasarkan teori diatas peneliti yang telah melakukan observasi di
TK Aisyah II Makamhaji mendapatkan beberapa korelasi yang cukup
akurat, dimana kondisi anak-anak memiliki latar belakang keluarga yang
cukup baik. Sehingga tidak dipungkiri bahwa sebagian anak mendapatkan
stimulus perilaku yang baik. Mulai dari bersama keluarga, guru maupun
teman sebaya, anak telah menunjukkan perilaku yang baik. Seperti ketika
ada seorang anak yang bertengkar, maka sebagai orang ketiga berusaha
untuk melerai dengan memberi pengertian kepada dua anak yang
bertengkar. Pada akhirnya dua anak yang bertengkar tersebut dapat saling
memaafkan.
Kejadian tersebut penulis mencoba mengklarifikasi pada guru
pengampu. Guru pun membenarkan akan kebiasaan saling memaafkan
pada setiap anak yang merasa dirinya membuat kesalahan. Awalnya
memang susah untuk menerapkannya, dengan kebiasaan dan memberikan
informasi pada orang tua untuk lebih memperhatikan setiap perilaku anak,
khususnya diajarkan untuk saling meminta maaf apabila berbuat salah.
Keluarga dianggap sebagai lingkungan yang cocok untuk menerapkan
pembiasaan saling memaafkan, sehingga guru memberikan metode
pembentukkan perilaku dengan bantuan orang tua anak. Metode tersebut
dirasa terbukti memiliki pengaruh yang besar bagi pembentukan perilaku
anak.

d. Seni
Pengembangan seni di Taman Kanak-kanak merupakan salah satu
dari bidang pengembangan kemampuan dasar yang dipersiapakan oleh
guru untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas anak sesuai dengan
tahap perkembangannya. Ada 7 fungsi fungsi dari pengembangan seni
(Direktorat Pembinaan Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar, 2007: 17),
yaitu:
1. Melatih ketelitian dan kerapian anak
2. Mengembangkan fantasi dan kreativitas anak
3. Melatih motorik halus
4. Memupuk pengamatan, pendengaran dan daya cipta anak
5. Mengembangkan perasaan estetika dan menghargai hasil karya anak
lain
6. Mengembangkan imajinasi anak
7. Mengenalkan cara mengekspresikan diri dengan menggunakan teknik
yang telah dikuasai oleh anak.

Kompetensi dasar bidang pengembangan kemampuan dasar seni di


Taman Kanak-kanak adalah sebagai berikut:
1. Untuk Kelompok A : Anak mampu mengekspresikan diri dengan
menggunakan berbagai media/bahan dalam berkarya seni melalui
kegiatan eksplorasi.
2. Untuk Kelompok B : Anak mampu mengekspresikan diri dan
berkreasi dengan berbagai gagasan imajinasi dengan menggunakan
berbagai media/bahan menjdi suatu karya seni.
Pengembangan seni pada anak-anak kelompok B TK Aisyiyah II
Makamhaji dilakukan terutama pada kegiatan pembelajaran dan kegiatan
ekstrakulikuler tari, drumband dan melukis. Umumnya pengembangan
seni pada anak-anak usia prasekolah menempati prosentasi lebih banyak
dikarenakan anak-anak usia prasekolah menunjukkan ketertarikan yang
lebih besar pada bunyi, warna, dan gerak. Berdasarka hasil observasi
yang dilakukan, pengemabangan seni dilakukan melalui kegiatan
drumbund, dengan bermian drumbund anak dapat konsentrasi sehingga
perilaku yang ditimbulkan dapat terkontrol dan anak dapat mengikuti
instruksi dari pelatih

e. Fisik-Motorik dan Kognitif


Camargosa, Mendonc, Oliveiraa, deAndradea, Leitea, daFonsecab,
Vieirac, Juniorc, dan Lacerdaa (2017) menunjukkan hasil bahwa tingkat
plasma berkaitan dengan peningkatan perkembangan kognitif dan
motorik pada bayi berusia antara 6 dan 24 bulan. Peningkatan kadar
leptin dalam plasma mengurangi perkembangan kognitif pada rentang
usia ini (6 dan 24 bulan). Tandon, Tovar, Jayasuriya, Walker, Schober,
Copelend, Dev, Murriel, Amso, dan Ward (2016) menyatakan bahwa
aktivitas fisik atau diet terjadi sebelum usia lima tahun. Sebelas
penelitian melaporkan bukti yang menunjukkan bahwa aktivitas fisik
atau keterampilan motorik kasar terkait dengan kognisi atau
pembelajaran. Pola diet yang lebih sehat dikaitkan dengan hasil kognitif
yang lebih baik dalam semua penelitian. Hasil penelitian menyimpulkan
bahwa aktivitas fisik dan diet sehat di masa kanak-kanak dikaitkan
dengan hasil kognitif yang lebih baik pada anak kecil.

Sanders dalam Beaty (2013) setuju bahwa sebagian besar anak


secara alami mengembangkan setidaknya tingkat minimal kemampuan
fisik hanya dengan bergerak dilingkungan rumah dan sekolah setiap hari.
Tetapi banyak anak yang tidak mendapatkan kesempatan untuk
mengasah kemampuan fisik pada tingkatan dimana mereka merasa
mampu terlibat dalam permainan populer dan kegiatan fisik. Tandon,
Tovar, Jayasuriya, Walker, Schober, Copelend, Dev, Murriel, Amso, dan
Ward (2016) menambahkan bahwa tahun-tahun awal kanak-kanak sangat
penting untuk pencegahan obesitas dan pengembangan neurokognitif.
Perilaku sehat yang sama dapat dipromosikan dalam intervensinya di
masa depan. Beaty (2013) menyatakan bahwa meningkatnya menonton
televisi bersamaan dengan kurangnya tempat bermain luar ruang yang
aman telah sangat menurangi motivasi dan kesempatan bagi anak-anak
kecil untuk berlari, melompat, dan menggerakkan tubuh mereka. Ketidak
aktifan fisik telah berkontribusi terhadap peningkatan 100% munculnya
obesitas dikalangan anak-anak di amerika serikat. Hunter (2000) yang
berpendapat bahwa duduk diam membuat kita bodoh. Otak tidak tumbuh.
Tanpa gerakan, tubuh juga tidak tumbuh. Otot lebih lemah dan demikian
juga tulang. Beberapa cedera tertentu pada kalangan remaja saat ini
belum pernah dilihat sebelumnya, mungkin dimasa usia dini anak lebuh
suka duduk-duduk, sering di depan layar, baik televisi maupun komputer.

Barbosaa, Coledamb, Netoa, Gonc, Elias, deOliveirac (2016)


menyatakan bahwa infrastruktur dan lingkungan sekolah harus dilihat
sebagai strategi untuk mempromosikan aktivitas fisik dan mengurangi
perilaku tidak aktif pada anak prasekolah. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sekitar 10% waktu pada anak-anak sekolah terlibat dalam kegiatan
fisik dan pada waktu yang tersisa mereka tidak banyak duduk. Ruang
rekreasi dalam ruangan dan taman kanak-kanak melindungi anak-anak
prasekolah terhadap perilaku duduk tinggi. Anak-anak usia empat dan
lima tahun bermain selama satu setengah jam bermain bebas, hanya 11%
yang terlibat kegiatan aktif sementara 60 % dari anak-anak lebih suka
dalam kegiatan diam. (Staley & Portman, 2000). Barbosaa, Coledamb,
Netoa, Gonc, Elias, deOliveirac (2016) menambahkan bahwa gaya hidup
dan aktivitas fisik yang menetap merupakan dua perilaku kesehatan anak
prasekolah. Pada anak-anak sampai usia 4 tahun, perilaku menetap
merupakan faktor penting untuk mendapatkan berat badan, meningkatkan
kolesterol LDL, dan menurunkan kolesterol HDL. Salah satu aspek yang
harus diperhatikan dalam berkontibusi dalam aktivitas fisik yang
dilakukan di sekolah adalah rekomendasi aktivitas fisik mingguan.
Rekomendasi ini menyarankan 180 menit aktivitas fisik setiap hari
dengan intensitas tinggi.

Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah dijabarkan diatas


maka kami melihat bahwa pengembangan kemampuan dasar dalah
bidang kognitif dan fisik motorik memiliki keterkaitan yang sangat erat,
Pada anak-anak kelompok B pengembangan fisik motorik dilakukan
terutama pada kegiatan olahraga dan kegiatan inti. Pengembangan fisik
motorik lebih lajut ditambahkan pada kegiatan awal pembelajaran. Guru
kelas mengupayakan melakukan kegiatan fisik-motorik ringan untuk
menyiapakan anak melakukan kegiatan inti mereka. Hal ini menunjukkan
bahwa guru berusaha untuk menciptakan kesiapan belajar melalui
aktifitas fisik mengingat bahwa aktifitas fisik memiliki ikatan erat dengan
kesiapan kognitif anak. Hal ini juga menunjukkan bahwa guru berusaha
membangun kesiapan belajar anak melalui kegiatan atau aktifitas fisik-
motorik. Meskipun demikian jika dilihat kegiatan fisik-motorik anak
belum mencapai angka rekomendasi, yaitu 180 menit. Rata-rata untuk
hari biasa kegiatan fisik motorik jauh di bawah angka rekomendasi,
bahkan pada kegiatan yang ditambahkan dengan olah raga masih jauh di
bawah angka rekomendasi. Tambahan waktu untuk kegiatan fisik sangat
direkomendasikan guna membangun pondasi kesiapan belajar yang kuat
pada anak. Pengembangan kognitif dilakukan baik dengan menggunakan
media pembelajaran dan metode pengajaran yang meliputi metode
ceramah, tanya-jawab, dan pemberian tugas. Keberhasilan pada
pengembangan kemampuan kognitif dilakukan dengan evaluasi pada
kegiatan akhir, hasil belajar yang berupa proses dan hasil (lembar kerja).
DAFTAR PUSTAKA

Barbosaa, S. C., Coledamb, D.H., Netoa, A.S., Gonc, R., Elias, A.M., &
deOliveiracA.R. (2016). School environment, sedentary behavior and
physical activity in preschool children. Rev Paul Pediatr, 34(3), 301-308)

Beaty, J. J., (2013). Observasi Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana
Prenadamedia.

Camargosa, A.C.R., Mendonc, V.M., Oliveiraa, K.S.C., deAndradea, C.A.,


Leitea, H.R., daFonsecab, S.F., Vieirac, E.L.M., Juniorc, A.L.T., &
Lacerdaa, A.C.R. (2017). Association Between Obesity-Related
Biomarkers And Cognitive Andmotor Development In Infants.
Behavioural Brain Research, xxx, xxx–xxx.

Glanz, K. (2008). Health Behavior and Health Education: Theory, Research, and
Practice. Jossey-Bass.Inc.

Hunter, R. (2000). Some Thoughts About Sitting Still. Young Children, 55 (3), 50.

Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka

Pudjaningsih, W. (2013). Metode Pengembangan Bahasa: Penerapannya Pada


Pembelajaran Berbasis Tema Dan Sentra Di Taman Kanak-Kanak Vol.
3(2) STKIP Al Azhar Diniyyah Jambi.

Sardila, V. (2015). Implementasi Pengembangan Nilai-Nilai Etika Dan Estetika


Dalam Pembentukan Pola Prilaku Anak Usia Dini. Jurnal Risalah, Vol.
26(2).

Shaw, D.S. & Gardner, F. (2008). Behavioral Problems of Infancy and Preschool
Children (0–5). Rutter’s Child and Adolescent Psychiatry. 978(1).

Staley,L., & Portman,R.A. (2000). Red Rover, Red Rover, It’s Time To Move
Over!. Young Children, 55 (1), 67-72.

Tandon, P.S., Tovar, A., Jayasuriya, A.T., Walker, E., Schober,D.J., Copelend,
K., Dev, D. A., Murriel, A.L., Amso, D., & Ward, D.S. (2016). The
relationship between physical activity and diet and young children's
cognitive development: A systematic review. Preventive Medicine
Reports, 3, 379–390.

Anda mungkin juga menyukai