Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini berdampak
pada makin meningkatnya pengetahuan serta kemampuan dari manusia. Betapa
tidak setiap manusia lebih dituntut dan diarahkan kearah ilmu pengetahuan dan
teknologi di segala bidang. Tidak ketinggalan pula ilmu kimia yang identik
dengan ilmu mikropun tidak luput dari sosrotan perkebangan IPTEK ini.
Belakangan ini telah lahir IPTEK-IPTEK yang berpeluang mempermudah
dalam keperluan analisis kimia. Salah satu bentuk kemajuan IPTEK ini yang
biasa dikenal sekarang diantaranya alat serapan atom yang kemudian sangat
mendukung dalam analisis kimia dengan metode Spektrometri Serapan Atom
(SSA).
Para ahli kimia sudah lama menggunakan warna sebagai suatu pembantu
dalam mengidentifikasi zat kimia. Dimana, serapan atom telah dikenal
bertahun-tahun yang lalu. Dewasa ini penggunaan istilah spektrofotometri
menyiratkan pengukuran jauhnya penyerapan energi cahaya oleh suatu sistim
kimia itu sebagai fungsi dari panjang gelombang radiasi, demikian pula
pengukuran penyerapan yang menyendiri pada suatu gelombang tertentu.
Perpanjangan spektrofotometri serapan atom ke unsur-unsur lain semula
merupakan akibat perkembangan spektroskopi pancaran nyala. Bila disinari
dengan benar, kadang-kadang dapat terlihat tetes-tetes sampel yang belum
menguap keluar dari puncak nyala, dan gas-gas nyala itu terencerkan oleh udara
yang menyerobot masuk sebagai akibat tekanan rendah yang diciptakan oleh
kecepatan tinggi itu, lagi pula sistim optis itu tidak memerikasa seluruh nayala
melainkan hanya mengurusi suatu daerah dengan jarak tertentu diatas titik
puncak pembakar.
Selain dengan metode serapan atom unsur-unsur dengan energi eksitasi
rendah dapat juga dianalisis dengan fotometri nyala, tetapi untuk unsur-unsur
dengan energi eksitasi tinggi hanya dapat dilakukan dengan fotometri nyala.
Untuk analisisi dengan garis spektrum resonansi antara 400-800 nm, fotometri
nyala sangat berguna, sedangkan antara 200-300 nm, metode AAS lebih baik

1
dari fotometri nyala. Untuk analisis kualitatif, metode fotometri nyala lebih
disukai dari AAS, karena AAS memerlukan lampu katoda spesifik (hallow
cathode). Kemonokromatisan dalam AAS merupakan syarat utama. Suatu
perubahan temperatur nyala akan mengganggu proses eksitasi sehingga analisis
dalam fotometri nyala dapat berfarisasi hasilnya. Dari segi biaya operasi, AAS
lebih mahal dari fotometri nyala berfilter. Dapat dikatakan bahwa metode
fotometri nyala dan AAS merupakan komplementer satu sama lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana menentrukan trace konsentrasi sampel?
1.3 Tujuan
1.3.1 Menentukan trace konsentrasi sampel.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian AAS

Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) adalah suatu alat yang


digunakan pada metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan
metaloid yang berdasarkan pada penyerapan absorbsi radiasi oleh atom bebas.
Teknik ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode
spektroskopi emisi konvensional. Pada metode konvensional, emisi tergantung
pada sumber eksitasi. Bila eksitasi dilakukan secara termal, maka ia bergantung
pada temperatur sumber. Selain itu eksitasi termal tidak selalu spesifik, dan
eksitasi secara serentak pada berbagai spesies dalam suatu campuran dapat saja
terjadi. Sedangkan dengan nyala, eksitasi unsure-unsur dengan tingkat eksitasi
yang rendah dapat dimungkinkan. Tentu saja perbandingan banyaknya atom
yang tereksitasi terhadap atom yang berada pada tingkat dasar harus cukup
besar, karena metode serapan atom hanya tergantung pada perbandinganini dan
tidak bergantung pada temperatur. Logam-logam yang membentuk campuran
kompleks dapat dianalisis dan selain itu tidak selalu diperlukan sumber energi
yang besar (Sumar, 1994).

2.2 Prinsip AAS

Metode ini berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom


menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada
sifat unsurnya. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak
energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikan tingkat energinya ke tingkat
eksitasi. Keberhasilan analisis ini tergantung pada proses eksitasi dan
memperoleh garis resonansi yang tepat (Sumar, 1994).

Setiap alat spektroskopi serapan atom terdiri atas tiga komponen, yaitu
unit atomisasi, sumber radiasi, dan system pengukur fotometrik. Atomisasi
dapat dilakukan dengan baik dengan nyala maupun dengan tungku. Untuk
mengubah unsur metalik menjadi uap atau hasil disosiasi diperlukan energi
panas. Temperatur harus benar-benar terkendali dengan sangat hati-hati agar
proses atomisasinya sempurna. Biasanya temperatur dinaikkan secara

3
bertahap, untuk menguapkan dan sekaligus mendisosiasikan senyawa yang
dianalisis. Bila ditinjau dari sumber radiasi, haruslah bersifat sumber yang
Laporan Resmi Praktikum Kimia Analitik IV “Penentuan Kadar Fe pada Air
Laut” kontinyu. Di samping itu sistem dengan penguraian optis yang sempurna
diperlukan untuk memperoleh sumber sinar dengan garis absorpsi yang
semonokromator mungkin (Sumar, 1994).

Seperangkat sumber yang dapat memberikan garis emisi yang tajam dari
suatu unsur yang spesifik tertentu dikenal sebagai lampu pijar hallow cathode.
Dengan pemberiaan tegangan pada arus tertentu, logam mulai memijar, dan
atom-atom logam katodenya akan teruapkan dengan pemercikkan. Atom akan
tereksitasi kemudian mengemisikan radiasi pada panjang gelombang tertentu
(Sumar, 1994).

2.3 Bagian-bagian AAS adalah sebagai berikut (Day, 1986).

2.3.1 Lampu katoda

Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada AAS. Lampu katoda


memiliki masa pakai atau umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu katoda
pada setiap unsur yang akan diuji berbeda-beda tergantung unsur yang akan
diuji, seperti lampu katoda Cu, hanya bisa digunakan untuk pengukuran unsur
Cu. Lampu katoda terbagi menjadi dua macam, yaitu : Lampu Katoda
Monologam : Digunakan untuk mengukur 1 unsur. Lampu Katoda
Multilogam : Digunakan untuk pengukuran beberapa logam sekaligus.

2.3.2 Tabung gas

Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang
berisi gas asetilen. Gas asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu ± 20000 K,
dan ada juga tabung gas yang berisi gas N2O yang lebih panas dari gas
asetilen, dengan kisaran suhu ± 30000 K. Regulator pada tabung gas asetilen
berfungsi untuk pengaturan banyaknya gas yang akan dikeluarkan, dan gas
yang berada di dalam tabung. Spedometer pada bagian kanan regulator
merupakan pengatur tekanan yang berada di dalam tabung. Gas ini
merupakan bahan bakar dalam Spektrofotometri Serapan Atom

4
2.3.3 Burner

Burner merupakan bagian paling terpenting di dalam main unit, karena


burner berfungsi sebagai tempat pancampuran gas asetilen, dan aquabides,
agar tercampur merata, dan dapat terbakar pada pemantik api secara baik dan
merata. Lobang yang berada pada burner, merupakan lobang pemantik api.

2.3.4 Monokromator

Berkas cahaya dari lampu katoda berongga akan dilewatkan melalui


celah sempit dan difokuskan menggunakan cermin menuju monokromator.
Monokromator dalam alat SSA akan memisahkan, mengisolasi dan
mengontrol intensitas energi yang diteruskan ke detektor. Monokromator
yang biasa digunakan ialah monokromator difraksi grating.

2.3.5 Detektor

Detektor merupakan alat yang mengubah energi cahaya menjadi energi


listrik, yang memberikan suatu isyarat listrik berhubungan dengan daya
radiasi yang diserap oleh permukaan yang peka. Fungsi detektor adalah
mengubah energi sinar menjadi energi listrik, dimana energi listrik yang
dihasilkan digunakan untuk mendapatkan data. Detektor AAS tergantung
pada jenis monokromatornya, jika monokromatornya sederhana yang biasa
dipakai untuk analisa alkali, detektor yang digunakan adalah barier layer cell.
Tetapi pada umumnya yang digunakan adalah detektor photomultiplier tube.
Photomultiplier tube terdiri dari katoda yang dilapisi senyawa yang bersifat
peka cahaya dan suatu anoda yang mampu mengumpulkan elektron. Ketika
foton menumbuk katoda maka elektron akan dipancarkan, dan bergerak
menuju anoda. Antara katoda dan anoda terdapat dinoda-dinoda yang mampu
menggandakan elektron. Sehingga intensitas elektron yang sampai menuju
anoda besar dan akhirnya dapat dibaca sebagai sinyal listrik. Untuk
menambah kinerja alat maka digunakan suatu mikroprosesor, baik pada
instrumen utama maupun pada alat bantu lain seperti autosampler.

2.3.6 Sistem pembacaan

Sistem pembacaan merupakan bagian yang menampilkan suatu angka

5
atau gambar yang dapat dibaca oleh mata.

2.3.7 Ducting

Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau


sisa pembakaran pada AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap
bagian luar pada atap bangunan, agar asap yang dihasilkan oleh AAS, tidak
berbahaya bagi lingkungan sekitar. Asap yang dihasilkan dari pembakaran
pada spektrofotometry serapan atom (AAS), diolah sedemikian rupa di dalam
ducting, agar asap yang dihasilkan tidak berbahaya.

2.4 Keuntungan dan Kelemahan Metode AAS

Keuntungan metode AAS dibandingkan dengan spektrofotometer biasa


yaitu spesifik, batas deteksi yang rendah dari larutan yang sama bisa mengukur
unsur-unsur yang berlainan, pengukurannya langsung terhadap contoh, output
dapat langsung dibaca, cukup ekonomis, dapat diaplikasikan pada banyak jenis
unsur, batas kadar penentuan luas (dari ppm sampai %) (Sumar, 1994).

Sedangkan kelemahannya yaitu pengaruh kimia dimana AAS tidak


mampu menguraikan zat menjadi atom misalnya pengaruh fosfat terhadap Ca,
pengaruh ionisasi yaitu bila atom tereksitasi (tidak hanya disosiasi) sehingga
menimbulkan emisi pada panjang gelombang yang sama, serta pengaruh
matriks misalnya pelarut (Sumar, 1994).

2.5 Gangguan-gangguan dalam metode AAS (Skoog, 1996)

2.5.1 Ganguan kimia

Gangguan kimia terjadi apabila unsur yang dianailsis mengalami reaksi


kimia dengan anion atau kation tertentu dengan senyawa yang refraktori,
sehingga tidak semua analiti dapat teratomisasi. Untuk mengatasi gangguan
ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: 1) penggunaan suhu nyala yang
lebih tinggi, 2) penambahan zat kimia lain yang dapatmelepaskan kation atau
anion pengganggu dari ikatannya dengan analit. Zat kimia lai yang
ditambahkan disebut zat pembebas (Releasing Agent) atau zat pelindung
(Protective Agent).

2.5.2 Gangguang Matrik

6
Gangguan ini terjadi apabila sampel mengandung banyak garam atau
asam, atau bila pelarut yang digunakan tidak menggunakan pelarut zat
standar, atau bila suhu nyala untuk larutan sampel dan standar berbeda.
Gangguan ini dalam analisis kualitatif tidak terlalu bermasalah, tetapi sangat
mengganggu dalam analisis kuantitatif. Untuk mengatasi gangguan ini dalam
analisis kuantitatif dapat digunakan cara analisis penambahan standar
(Standar Adisi).

2.5.3 Gangguan Ionisasi

Gangguan ionisasi terjadi bila suhu nyala api cukup tinggi sehingga
mampu melepaskan electron dari atom netral dan membentuk ion positif.
Pembentukan ion ini mengurangi jumlah atom netral, sehingga isyarat
absorpsi akan berkurang juga. Untuk mengatasi masalah ini dapat dilakukan
dengan penambahan larutan unsur yang mudah diionkan atau atom yang lebih
elektropositif dari atom yang dianalisis, misalnya Cs, Rb, K dan Na.
penambahan ini dapat mencapai 100-2000 ppm.

2.5.4 Absorpsi Latar Belakang (Back Ground)

Absorbsi Latar Belakang (Back Ground) merupakan istilah yang


digunakan untuk menunjukkan adanya berbagai pengaruh, yaitu dari absorpsi
oleh nyala api, absorpsi molecular, dan penghamburan cahaya.

Hukum Lambert – Beer:

𝐼
𝐴 = − log = 𝑎. 𝑏. 𝑐
𝐼0

Dengan A = absorban

Io = intensitas sinar datang

I = intensitas sinar yang diteruskan

a = tetapan absorptivitas

b = panjang jalan sinar

c = konsentrasi

Pada lebar nyala api yang tetap, hukum Lambert-Beer dapat disederhanakan

7
menjadi A = k . c dengan k = a . b. Konsentrasi sampel dapat diukur dengan
mengekstrapolasikan nilai absorbansi pada kurva standar yaitu kurva antara
absorbansi dengan konsentrasi Fe.

2.6 Kandungan Fe (Besi) dalam Air Laut

Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat dapat di bagi


menjadi dua jenis. Jenis pertama adalah logam berat ensial dimana
keberadaanya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organissme hidup,
namun dalam jumlah yang berlebihan dapat mesnimbulkan efek racun, contoh
logam berat ini adalah Fe keberadaan besi dalam air laut juga dapat bersumber
dari pengkaratan kapal-kapal laut dan tiang-tiang pancang pelabuhan yang
mudah berkarat. Sedangkan logam jenis kedua adalah logam berat non ensial
atau beracun, di mana keberadaanya dalam tubuh belum diketahui manfaatnya
atau bahkan dapat bersifat racun seperti Pb secara alamiah timbal dapat masuk
kedalam badan perairan melalui pengkristalan timbal di udara dengan bantuan
air hujan (Fiskanita, 2015).

Kandungan logam berat Fe dalam kolom air dari ke tiga stasiun tersebut
masih menunjukkan dibawah baku mutu air laut. Hal ini disebabkan karena
logam berat yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami
pengenceran akibat pengaruh pasang surut, adsorbsi dan absorbsi oleh
organisme perairan (Supriyantini, 2015).

Namun demikian jika diperhatikan dari ketiga stasiun tersebut, di daerah


muara mempunyai kandungan logam berat Fe lebih tinggi dibandingkan dengan
lokasi lainnya.Tingginya kandunganlogam besi (Fe) di muara diduga
disebabkan oleh kandungan Fe yang berasal dari beberapa sumber, yaitu selain
dari tanah juga berasal dariaktivitas manusia yang terjadi di daratan
yakniadanya buangan limbah rumah tangga yang mengandung besi, reservoir
air dari besi, endapan-endapan buangan industri dan korosi dari pipa-pipa air
yang mengandung logam besi yang dibawa aliran sungai menuju ke muara. Hal
ini dapat juga dikaitkan dengan kondisi perairan pada saat penelitian,
berdasarkan hasil pengukuran kualitas perairan terhadap kandungan oksigen
terlarut (DO) di muara menunjukkan hasil paling rendah jika dibandingkan

8
dengan daerah pelabuhan dan tambak yaitu sekitar 1,68-1,87 mg/L. Ini
mengindikasikan bahwa di muara telah terjadi pencemaran limbah yang lebih
berat yang mengandung salah satunya logam Fe (Supriyantini, 2015).

9
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat

1. Gelas ukur 10 ml 1 buah


2. Labu ukur 100 ml 1 buah
3. Pipet tetes 6 buah
4. Tabung reaksi 6 buah
5. Gelas kimia 2 buah
6. Seperangkat SSA 1 set
7. Kertas saring secukupnya

3.2 Bahan

1. Air Laut secukupnya


2. HNO3 65% secukupnya
3. Aquades secukupnya
4. FeSO4 0,1 gram

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Pembuatan FeSO4 1000 ppm


Siapkan 0,1 gram Fe solid ke dalam gelas kimia, ditambahkan aquades dan larutan
HNO3 65% sebanyak 10 tetes. Diaduk hingga homogen. Kemudian dimasukkan ke
dalam labu ukur 100 ml dan ditambahkan aquades sampai tanda batas. Goyangkan
hingga homogen.
3.3.2 Pembuatan Kurva Standar
Masukkan larutan FeSO4 1000 ppm 1,2 ml ke dalam labu ukur 100 ml, encerkan
secara bertingkat untuk membuat larutan standar 12 ppm, 9 ppm, 6 ppm, 3 ppm,
dan 1 ppm dengan menggunakan aquades sampai tanda batas.
Tambahkan HNO3 pekat 65% sebanyak 10 tetes pada masing-masing pengenceran.
Diukur absorbansinya menggunakan SSA.
3.3.3 Larutan Sampel

Masukkan air laut ke dalam tabung reaksi, tambahkan HNO3 65% sebanyak 10
tetes. Diukur absorbansinya menggunakan SSA. Dihitung konsentrasi Fe
menggunakan persamaan kurva standar.

10
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Hasil Pengamatan
No. Prosedur percobaan Dugaan/ reaksi kesimpulan
Sebelum Sesudah

1. Pembuatan FeSO4 1000 ppm - Padatan FeSO4 - Padatan FeSO4 + Fe3+ (aq) + HNO3 Diperoleh FeSO4
0,1 gram FeSO4 berwarna putih aquades = larutan (aq) + 3H+ (aq) → 1000 ppm

1. Dimasukkan gelas kimia dan - Aquades tidak tidak berwarna Fe3+ (aq) + NO (g) +
ditambah aquades berwarna - Larutan FeSO4 + 2H2 (g)
2. Ditambah HNO3 65% 10 tetes - HNO3 65%= HNO3 65% =

3. Diaduk sampai homogen larutan tidak larutan homogen

4. Dimasukkan labu ukur berwarna tidak berwarna

5. Ditambah aquades sampai tanda


batas dan diaduk sampai homogen

Kurva standar Fe

1
Hasil Pengamatan
No. Prosedur percobaan Dugaan/ reaksi kesimpulan
Sebelum Sesudah

2. Pembuatan larutan standar - Larutan baku - Larutan baku FeSO4 (aq) + H2O (l) Diperoleh kurva:
FeSO4 1000 ppm FeSO4 1000 ppm → FeSO4 (aq) y = 0,0004x -8E-6
Larutan baku FeSO4 1000 ppm = larutan tidak menjadi larutan
dengan R2 = 0,9002
berwarna FeSO4 1, 3, 6, 9,

1. Diencerkan menjadi 1, 3, 6, 9, - HNO3 65% = dan 12 ppm =

dan 12 ppm dengan labu ukur larutan tidak larutan tidak

100 ml berwarna berwarna

2. Diukur absorbansi dengan SSA - Larutan FeSO4 +

3. Dibuat kurva standar Fe HNO3 65% =


larutan tidak
Kurva standar Fe berwarna
- Absorbansi:
 1 ppm = 0,00
 3 ppm = 0,002
 6 ppm = 0,002
 9 ppm = 0,003
 12 ppm = 0,005

2
Hasil Pengamatan
No. Prosedur percobaan Dugaan/ reaksi kesimpulan
Sebelum Sesudah

3. Larutan sampel - Air laut = larutan - Air laut disaring= Kadar Fe pada air Pada percobaan
keruh kehitaman larutan tidak laut 0,01 mg/L = 0,01 diperoleh kadar Fe
Air laut 10 ml - HNO3 65% = berwarna ppm (Ika, Tahril, & pada air laut kenjeran

1. Saring jika keruh larutan tidak - Air laut + HNO3 Said, 2012) = 212,52 ppm

2. Ditambah HNO3 65% 10 tetes berwarna 65% = larutan

3. Diukur absorbansinya dengan SSA tidak berwarna


- Absorbansi =
0,085
absorbansi

4. Dihitung konsentrasi Fe

absorbansi

3
4.2 Anasilis dan Pembahasan

Pada percobaan penentuan kadar Fe pada air laut dengan metode


spektrofotometri serapan atom ini bertujuan untuk menentukan trace
konsentrasi dari sampel air laut yang diambil dari laut kenjeran Surabaya.
Air laut adalah Air laut adalah air dari laut atau samudra. Air laut
memiliki kadar garam rata-rata 3,5%. Artinya dalam 1 liter (1000 mL) air laut
terdapat 35 gram garam (terutama, tetapi tidak seluruhnya, garam dapur/NaCl)
dan biasanya juga mengandung bahan-bahan metal terlarut seperti Na, Mg, Ca,
dan Fe (Waluyo, 2004).
Besi adalah metal berwarna putih keperakan, liat dan dapat dibentuk. Di
alam didapat sebagai hematit. Di dalam air minum Fe menimbulkan rasa,
warna (kuning), pengendapan pada dinding pipa, pertumbuhan bakteri besi dan
kekeruhan. Besi dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan hemoglobin. Di
dalam standar kualitas ditetapkan kandungan besi di dalam air sebanyak 0,1-
1,0 mg/l (Waluyo, 2004).
Analisis terhadap kadar Fe pada sampel air laut ini dilakukan dengan
menggunakan metode spektrofotmetri serapan atom. Spektrofotometri serapan
atom adalah suatu metode analisis yang didasarkan pada proses penyerapan
energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat energi dasar (ground
state). Penyerapan tersebut menyebabkan tereksitasinya elektron dalam kulit
atom ke tingkat energi yang lebih tinggi. Keadaan ini bersifat labil, elektron
akan kembali ke tingkat energi dasar sambil mengeluarkan energi yang
berbentuk radiasi (Basset, 1994). Metode spektrofotometri serapan atom
berprinsip pada absorbansi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya
tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya.
Dengan absorbansi energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat
energinya ketingkat eksitasi.
Pengukuran kadar Fe dengan menggunakan AAS dilakukan pada kondisi
atom berbentuk gas, sehingga larutan Fe yang encer mengalami pembakaran
pada ruang pengkabutan oleh O2 dan asetilena sehingga berbentuk gas. Hasil
atomisasi di tembak oleh sinar dari Hollow Cathode Lamp (HCL), atom logam
yang ditembak tersebut mengalami eksitasi menuju tingkat energi yang lebih

4
tinggi karena mendapatkan tambahan energi dari tembakan HCL. Setelah itu
atom logam kembali ke keadaan dasar dengan melepaskan energi yang diamati
berupa warna nyala, dalam hal ini warna nyala atom Fe berwarna biru tua.
Sedangkan atom yang tidak diserap oleh Hollow Cathode Lamp (HCL) di
teruskan ke detector untuk dibaca dalam bentuk angka absorbansi. Pada
percobaan penentuan kadar Fe pada air laut dengan metode spektrofotometri
serapan atom terdapat langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pembuatan Larutan Induk FeSO4 1000 ppm
Pada percobaan ini yang kita siapkan adalah labu ukur 100 mL
kemudian dimasukkan 0,1gram FeSO4 berbentuk butiran berwarna putih
kemudian ditambahkan HNO3 pekat 65% 10 tetes, fungsi penambahan
HNO3 pekat adalah memberikan suasana asam dalam larutan. Suasana
asam yang dimaksud untuk menjaga kejernihan larutan dari logam,
karena sifat Fe bereaksi dengan suatu basa akan menghasilkan endapan.
Hal ini dilakukan bermaksud untuk endapan tidak menyumbat pipa
kapiler dalam alat. Setelah itu ditambahkan aquades sampai tanda batas
miniskus, bertujuan untuk pengenceran dari FeSO4 agar konsentrasinya
tepat 1000 ppm maka hanya diperlukan 0,1 gram yang didapat dalam
perhitungan M1 x V1 = M2 x V2.
2. Pembuatan Larutan Standar Fe
Pada pembuatan larutan standar Fe ini bertujuan untuk membuat
kurva kalibrasi yang nantinya akan digunakan untuk menghitung
konsentrasi Fe pada sampel air laut. Langkah awal adalah mengambil
larutan induk Fe berupa larutan tidak berwarna dengan konsentrasi 1000
ppm, dengan melalui perhitungan pengenceran sebelumnya. Sehingga
terbentuk larutan standar Fe berupa larutan tidak berwarna dengan
konsentrasi 1 ppm, 3 ppm, 6 ppm, 9 ppm, dan 12 ppm. Masing-masing
larutan larutan standar tersebut dimasukkan ke dalam gelas kimia.
Selanjutnya masing-masing larutan standar Fe tersebut diukur
absorbansinya menggunakan alat spektrofotometer serapan atom pada
panjang gelombang 248,3 nm. Pengukuran absorbansi pada panjang
gelombang 248,3 nm dikarenakan panjang gelombang 248,3 nm adalah

5
sesuai panjang gelombang Fe dengan absorbansi maksimal, sehingga
sinar yang keluar dalam katoda hanya sinar dari eksitasi Fe. Prinsip kerja
alat spektrofotometer serapan atom adalah ketika atom diberi energi yaitu
energi termal (2300oC) atau nyala, elektron terluar dari atom tersebut
akan tereksitasi (terjadi perpindahan energi rendah menuju energi tinggi)
dan selanjutnya teremisi (perpindahan dari energi tinggi menuju rendah).
Pada saat elektron tereksitasi secara bersamaan, sumber cahaya
dipancarkan dari lampu katoda. Elektron yang tereksitasi tersebut akan
mengabsorpsi energi yang berasal dari sumber cahaya (lampu katoda).
Besarnya energi yang diabsorpsi sebanding dengan jumlah atom tersebut
berikut (Ristina, 2006).
Pengukuran absorbansi menggunakan alat spektrofotometer serapan
atom dilakukan dengan cara menyalakan alat terlebih dahulu, kemudian
larutan yang diuji diletakkan diatas alas tempat larutan uji. Selanjutnya
selang diarahkan masuk kedalam larutan hingga selang tercelup larutan.
Kemudian diatur panjang gelombang dan dinyalakan tombol Fe (yang
ditandai dengan menyalanya lampu Fe) pada alat spektrofotometer
serapan atom, hal ini bertujuan agar sinar yang keluar dalam katoda
hanya sinar dari eksitasi Fe. Sehingga nilai absorbansi yang dihasilkan
merupakan nilai kosentrasi Fe.
Berdasarkan pengukuran nilai absorbansi larutan standar Fe
diperoleh data sebagai berikut:
Konsentrasi Absorbansi
Larutan Standar Fe
1 ppm 0,000

3 ppm 0,002

6 ppm 0,002

9 ppm 0,003

12 ppm 0,005

Berdasarkan data konsentrasi dan absorbansi larutan standar Fe

6
tersebut, dapat dibuat kurva kalibrasinya dengan memplotkan nilai data
konsentrasi pada sumbu X, dan nilai data absorbansi pada sumbu Y.
Sehingga didapatkan bentuk kurva kalibrasi standar Fe sebagai berikut:

Pada kurva tersebut diperoleh persamaan regresi y = 0,0004x - 8E -


06 dengan nilai R2 sebesar 0,9002.
Kelayakan suatu kurva kalibrasi diuji dengan uji kelinieran kurva.
Uji ini diperoleh dengan penentuan koefisien koreksi (R) yang
merupakan ukuran kesempurnaan hubungan antara konsentrasi larutan
standar dengan absorbansi larutan. Nilai R menyatakan bahwa terdapat
kondisi yang linier antara konsentrasi dan absorbansi, dan hampir semua
titik terletak pada 1 garis lurus dengan gradien yang positif. Nilai R2 yang
baik terletak pada kisaran 0,9 ≤ R2 ≤ 1. Nilai R2 kurva kalibrasi larutan
standar Fe dalam percobaan ini adalah 0,9002, sehingga berdasarkan
nilai koreksi tersebut maka kurva kalibrasi ini layak digunakan untuk
perhitungan konsentrasi Fe pada larutan sampel air laut karena berada
dalam kisaran 0,9 ≤ R2 ≤ 1.
3. Pengukuran Absorbansi Larutan Sampel Air Laut
Pada pengukuran absorbansi larutan sampel air laut ini
bertujuan untuk mengetahui nilai absorbansi larutan sampel air laut,
yang mana nilai absorbansi larutan sampel air laut tersebut

7
menunjukkan konsentrasi Fe yang terdapat dalam larutan sampel air
laut tersebut. Langkah awal adalah menyiapkan larutan sampel air
laut yang diambil dari Kenjeran, Surabaya. Sampel air laut berupa
larutan berwarna abu-abu. Kemudian sampel air laut tersebut
dimasukkan ke dalam gelas kimia 100 mL hingga memenuhi
setengah volume gelas kimia tersebut. Selanjutnya sampel air laut
ditambahkan larutan HNO3 65% berupa larutan tidak berwarna
sebanyak 10 tetes. Tujuan penambahan larutan HNO3 65% adalah
untuk mencegah terjadinya endapan dalam air, karena ion besi dapat
mengalami hidrolisis dan membentuk Fe(OH)3 yang berwujud
padatan. Sehingga dengan penambahan larutan HNO3 65% akan
memberikan suasana asam sehingga hidrolisis tidak dapat terjadi dan
ion besi tetap larut dalam air. Selain itu penambahan larutan HNO3
65% juga berfungsi sebagai pelarut untuk menghilangkan pengotor
pada larutan sampel air laut dan untuk mengikat dan
mengomnpleksan logam Fe, sehingga tidak terjadi pengendapan ion
besi dalam air yang dapat menyebabkan ketidaklarutan pengukuran.
Reaksinya adalah sebagai berikut:
Fe3+ (aq) + H2O (l) Fe3+ (aq) + H2O (l)
Setelah sampel air laut ditambahkan larutan HNO3 65%,
kemudian sampel air laut diukur nilai absorbansinya menggunakan
alat spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 248,3
nm. Pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 248,3 nm
dikarenakan panjang gelombang 248,3 nm adalah sesuai dengan
panjang gelombang Fe, sehingga sinar yang keluar dalam katoda
hanya sinar dari eksitasi Fe. Prinsip kerja alat spektrofotometer
serapan atom adalah ketika atom diberi energi yaitu energi termal
(2300 oC) atau nyala, elektron terluar dari atom tersebut akan
tereksitasi (terjadi perpindahan energi rendah menuju energi tinggi)
dan selanjutnya teremisi (perpindahan dari energi tinggi menuju
rendah). Pada saat elektron tereksitasi secara bersamaan, sumber
cahaya dipancarkan dari lampu katoda. Elektron yang tereksitasi

8
tersebut akan mengabsorpsi energi yang berasal dari sumber cahaya
(lampu katoda). Besarnya energi yang diabsorpsi sebanding dengan
jumlah atom tersebut berikut (Ristina, 2006). Pengukuran absorbansi
menggunakan alat spektrofotometer serapan atom dilakukan dengan
cara menyalakan alat terlebih dahulu, kemudian larutan yang diuji
diletakkan diatas alas tempat larutan uji. Selanjutnya selang
diarahkan masuk kedalam larutan hingga selang tercelup larutan.
Kemudian diatur panjang gelombang dan dinyalakan tombol Fe
(yang ditandai dengan menyalanya lampu Fe) pada alat
spektrofotometer serapan atom, hal ini bertujuan agar sinar yang
keluar dalam katoda hanya sinar dari eksitasi Fe. Sehingga nilai
absorbansi yang dihasilkan merupakan nilai kosentrasi Fe.
Setelah diukur nilai absorbansi larutan sampel air laut dengan
menggunakan alat spektrofotometer serapan atom sebanyak 3 kali,
didapatkan rata-rata nilai absorbansi larutan sampel air laut sebesar
0,085. Besarnya nilai absorbansi larutan sampel air laut
menunjukkan besarnya kadar Fe dalam sampel air laut tersebut,
namun konsentrasi Fe yang didapatkan dari hasil nilai absrobansi
larutan sampel bukanlah konsentrasi Fe yang sebenarnya.
Konsentrasi Fe yang sebenarnya diperoleh melalui perhitungan
secara manual. Dengan persamaan garis yang diperoleh dari kurva
standar dan nilai absorbansi larutan sampel air laut yang telah
diperoleh, dapat dihitung konsentrasi Fe dalam sampel air laut
dengan perhitungan sebagai berkut:
y = absorbansi sampel air laut
x = konsentrasi Fe dalam sampel air laut

y = 0,0004x + 0,000008
0,085 = 0,0004x + 0,000008
x = 212,52 ppm

Sehingga didapatkan konsentrasi kadar Fe pada sampel air laut yang


diambil dari Kenjeran, Surabaya adalah sebesar 212,52 ppm.

9
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa.

5.1.1 Diperoleh FeSO4 dengan konsentrasi 1000ppm

5.1.2 Absorbansi larutan standar Fe adalah

Konsentrasi Absorbansi
Larutan Standar Fe
1 ppm 0,000

3 ppm 0,002

6 ppm 0,002

9 ppm 0,003

12 ppm 0,005

5.1.3 Kadar Fe yang diperoleh pada air laut kenjeran adalah 212,52 ppm.

5.2 Saran

Perlunya dilakukan percobaan dengan sampel air PDAM untuk


memperluas pengetahuan terhadap kadar Fe yang terkandung dalam air PDAM
yang katanya bisa untuk memasak.

10
DAFTAR PUSTAKA

Basset, J. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisa Kuantitatif Anorganik. Jakarta:
EGC.

Day, R. A Jr dan A. L. Underwood. 2002. Analisis Kualitatif Edisi ke Enam.


Jakarta: Penerbit Erlangga.

Fiskanita, dkk. 2015. Analysis of Lead (Pb) and Iron (Fe) in Sea Water at Seaport
in Paranggi Village District of Ampibabo.
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JAK/article/download/7868/6216.
Diakses pada tanggal 04 Desember 2019.

Ristina, Maria. 2006. Petunjuk Praktikum Instrumen Kimia. Yogyakarta STTN


– Batan.

Skoog, Douglas A. et. al. 1996. Fundamental of Quantitative Chemical Analytical


Chemsitry. Orlando: Saunders College Publishing.

Sumar, Hendayana, dkk. 1994. Kimia Analitik Instrumen (edisi kesatu). Semarang:
IKIP Semarang Press

Supriyantini, Endang, dkk. 2015. Kandungan Logam Berat Besi (Fe) Pada Air,
Sedimen, Dan Kerang Hijau (Perna viridis) Di Perairan Tanjung Emas
Semarang. https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jkt/article/download/512/387
diakses pada tanggal 04 Desember 2019.

Waluyo, Lud. 2004. Mikrobiologi Umum. Yogyakarta: UMM Press.

11
LAMPIRAN
1. Alur Penelitian
1. Pembuatan FeSO4 1000 ppm

0,1 gram FeSO4


6. Dimasukkan gelas kimia dan ditambah
aquades
7. Ditambah HNO3 65% 10 tetes
8. Diaduk sampai homogen
9. Dimasukkan labu ukur
10. Ditambah aquades sampai tanda batas
dan diaduk sampai homogen

Kurva standar Fe

2. Pembuatan Larutan Standar

Larutan baku FeSO4 1000 ppm

4. Diencerkan menjadi 1, 3, 6, 9,
dan 12 ppm dengan labu ukur
100 ml
5. Diukur absorbansi dengan SSA
6. Dibuat kurva standar Fe

Kurva standar Fe

12
3. Larutan Sampel

Air laut 10 ml

4. Saring jika keruh


5. Ditambah HNO3 65% 10 tetes
6. Diukur absorbansinya dengan SSA

absorbansi

4. Dihitung konsentrasi Fe

absorbansi

13
2. Dokumentasi Foto

No Gambar Keterangan

1 Alat yang
digunakan

2 Penimbangan
FeSO4 dengan
neraca analitik

9
No Gambar Keterangan

3 Larutan Baku

4 Sampel air laut


kenjeran
disaring

10
No Gambar Keterangan

5 Sampel air laut


setelah di saring

6 Pengenceran
dari larutan
baku 1000ppm
menjadi 1, 3, 6,
9, 12 ppm

11
No Gambar Keterangan

7 Proses
absorbansi
dengan
spektoroskopi
serapan atom

12
3. Perhitungan

Konsentrasi(ppm) Absorbansi

1 0

3 0,002

6 0,002

9 0,003

12 0,005

Grafik A vs C
0.006

0.005 y = 0.0004x - 8E-06


R² = 0.9002
0.004
Absorbansi

0.003

0.002

0.001

0
0 2 4 6 8 10 12 14
Konsentrasi (ppm)

y = 0,0004x - 8E-06

absorbsi sampel (I) = 0,086

absorbsi sampel (II) = 0,056

absorbsi sampel (III) = 0,115

Maka :

Konsentrasi sampel (I) =

0,086 = 0,0004x-0,000008

X = 215,02 ppm

Konsentrasi sampel (II) =

13
0,056 = 0,0004x-0,000008

X = 140,02 ppm

Konsentrasi sampel (III) =

0,115 = 0,0004x-0,000008

X = 287,52 ppm

Konsentrasi rata-rata sampel = 214,19 ppm

14

Anda mungkin juga menyukai