Anda di halaman 1dari 18

A.

Konsep Lansia

a. Defenisi

Pengetian lansia menurut WHO adalah, seseorang yang telah memasuki usia
60 tahun keatas.

Menurut (B.A Keliat, 1999) dalam (Maryam dkk, 2008:32) Usia lanjut
dikatan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia.

Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 tahun 1999 tentang
kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai
usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008:32).

Menurut UU No.13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia disebutkan


bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
(Dewi & Sofia 2014:4)

Keberadaan usia lanjut ditandai dengan umur harapan hidup yang semakin
meningkat dari tahun ke tahun, hal tersebut membutuhkan upaya pemeliharaan
serta peningkatan kesehatan dalam rangka mencapai masa tua yang sehat, bahagia,
berdaya guna, dan produktif (Pasal 19 UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan)
(Maryam dkk, 2008:31).
Usia lanjut dapat dikatakan usia emas karena tidak semua orang dapat
mencapai usia tersebut, maka orang berusia lanjut memerlukan tindakan
keperawatan, baik yang bersifat promotif maupun preventif, agar ia dapat
menikmati masa usia emas serta menjadi usia lanjut yang berguna dan bahagia
(Maryam dkk, 2008:32).

b. Klasifikasi Lansia
Menurut Maryam et al. (2008:33) ada lima klasifikasi lansia, yaitu:

1) Pralansia (prasenilis)

Adalah seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

2) Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

3) Lansia Risiko Tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih / seseorang yang berusia 60


tahun atau lebih dengan masalah keperawatan (Depkes RI, 2003)

4) Lansia Potensial

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaannya dan atau kegiatan


yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003)

5) Lansia Tidak Potensial

Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga kehidupannya


bergantung pada orang lain (Depkes RI, 2003)

Lalu menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) (dalam Dwi Pandji, 2012:3)
mengelompokkan lansia menjadi empat kategori:

1) Young Old (60-69 tahun)

2) Old (70-79 tahun)

3) Old old (80-89 tahun)

4) Very old (90 tahun keatas)

Menurut Smith & Smith (1999) Menggolongkan usia lanjut menjadi tiga,
yaitu :

1) Young old (60-74 tahun)

2) Middle old (75-84 tahun)

3) Old old (lebih dari 85 tahun)


Menurut Setyonegoro (1984) menggolongkan bahwa orang yang disebut usia
lanjut adalah orang yang berusia lebih dari 65 tahun.selanjutnya terbagi ke dalam
usia 70-75 tahun (young old) dan 75-80 tahun (very old)

c. Karakteristik Lansia
Menurut( B.A Keliat,1999) dalam (Maryam et al, 2008:33) lansia
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13
tentang kesehata)

2) Kebutuhan dan masalah bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuha biopsikososial sampai spritual, serta dari kondisi adaptif
hingga kondisi maladaptif.

3) Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

d. Tipe Lansia
Menurut (Nugroho,2000) dalam (Maryam et al, 2008:33-34) berpendapat
bahwa beberapa tipe lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kondisi fisik, m3ental, sosial dan ekonominya.
Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

1) Tipe arif bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan


perubahan nyaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah
hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan

2) Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi undangan.

3) Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi


pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan
banyak menuntut.

4) Tipe pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama,


dan melakukan pekerjaan apa saja.

5) Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,


menyesal, pasif dan acuh tak acuh.

Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, konstruktif, dependen


(kebergantungan), defensif (bertahan), tipe militan dan serius, tipe
pemarah/frustasi dan tipe putus asa (Dewi , 2014:5-6)

Sedangkan dapat dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai untuk


melakukan aktifitas sehari-hari para lansia digolongkan menjadi beberapa
tipe yaitu; lansia dengan mandiri sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan
langsung keluarganya, lansia mandiri dengan bantuan tidak langsung, lansia
dengan bantuan badan sosial, lansia di panti wreda, lansia yang dirawat di
rumah sakit, dan lansia dengan gangguan mental.

e. Mitos Seputar Lansia


Menurut (Sheiera saul, 1974) dalam (Nugroho, 2000) mitos-mitos
seputar lansia antara lai sebagai berikut.
1) Mitos kedamaian dan ketenangan

Adanya anggapan bahwa lansia dapat santai menikmati hidup, hasil


kerja, dan jerih payah nya di masa muda. Berbagai guncangan kehidupan
seakan-akan sudah berhasil dilewati.

Kenyataannya sering ditemui lansia yang mengalami stres karena


kemiskinan dan berbagai keluha serta penderitaan karena penyakit.

2) Mitos Konservatif dan Kemuduran

Konservatif berarti kolot, bersikap mempertahankan kebiasaan dan


tradisi swerta keadaan yang berlaku.

Adanya anggapan bahwa lansia itu tidak kreatif, menolak inovasi,


berorientasi ke masa silam, kembali ke masa kanak-kanak, sulit berubah,
keras kepala dan cerewet. Kenyataannya tidak semua lansia yang
bersikap dan mempunyai pikiran demikian.

3) Mitos Berpenyakitan

Adanya anggapan masa tua dipandang sebagai masa degenerasi


biologis yang ditandai dengan berbagai penyakit dan sakit-sakitan.

Kenyataannya tidak semua lansia yang berpenyakitan. Saat ini sudah


banyak pengobatan serta lansia yang rajin melakukan pemeriksaan
kesehatan berkala sehingga lansia tetap sehat dan bugar.

4) Mitos Senilitas
Adanya anggapan bahwa para lansia sudah pkun. Kenyataannya
banyak yang masih tetap cerdas dan bermanfaat bagi masyarakat, karena
banyak cara untuk menyesuaika diri terhadap penurunan daya ingat.

5) Mitos Tidak Jatuh Cinta

Adanya anggapan bahwa para lansia tidak lagi mengalami jatuh


cinta dan bergairah dengan lawan jenis. Kenyataannya perasaa dan
emosi setiap orang berbah sepanjang masa serta perasaan tidak cinta
tidak berhenti karena hanya menjadi tua.

6) Mitos Aseksualitas

Anggapan bahwa pada lansia hubungan seks sudah menurun, minat,


gairah, dorongan, kebutuhan, dan daya seks berkurang.

Kenyataannya kehidupan seks lansia normal-normal sajadan tetap


bergairah, hal ini dibuktikan banyak lansiayang ditinggal mati oleh
pasangannya, namun masih ada rencana ingin menikah lagi.

7) Mitos Ketidakproduktifan

Adanya anggapan para lansia tidak produktif lagi. Kenyatannya


banyak para lansia yang mencapai kematangan, kemantapan dan
produktifitas mental maupun material.

Mitos-mitos diatas harus disadari perawat dalam memberikan


asuhan keperawatan, karena banyak kondisi lansia yang sesuai dengan
mitos tersebut dan sebagian tidak mengalaminya.

f. Pembinaan Kesehatan Lansia


Bertujuan untuk meningkatakn derajat kesehatan dan mutu kehidupan
utuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna dalam kehidupan
keluarga dan masyaratat sesuai dengan eksistensinya dalam masyarakat
(Depkes RI,2003).
Sasaran:
1) Sasaran Langsung

a. Kelompok Pralansia (45-59 tahun)

b. Kelompok Lansia (60 tahun keatas)

c. Kelompok Lansia dengan Resiko Tinggi (70 tahun keatas)

2) Sasaran Tidak Langsung

a. Keluarga diamana usia lanjut berada

b. Organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan usia lanjut

c. Masyarakat

Pedoman Pelaksanaan:

1) Bagi petugas kesehatan

a. Upaya promotif, yaitu upaya untuk menggairahkan semangat hidup


lansia agar merasa tetap dihargai dan berguna baik bagi dirinya,
keluarga maupun masyarakat.

b. Upaya preventif, yaitu upaya pencegahan terhadap kemungkinan


terjadinya komplikasi dari penyakit-penyakit yang disebabkan oleh
penuaan.

c. Upaya kuratif, yaitu upaya pengobatan yang penanggulangannya


perlu melibatkan multidisiplin ilmu kedokteran.

d. Upaya rehabilitatf, yaitu upaya memulihkan fungsi organ tubuh


yang sudah menurun.

2) Bagi lansia itu sendiri

Untuk kelompok pralansia membutuhkan informasi sebagai berikut.

a. Adanya proses penuaan.


b. Pentingnya pemeriksaan kesehatan secara berkala.

c. Pentingnya melakukan latihan kesegaran jasmani.

d. Pentingnya meningkatkan kegiatan sosial di masyarakat.

Untuk kelompok lansia membutuhka informasi sebagai berikut.

a. Pemeriksaan kesehatan secara berkala.

b. Kegiatan olahraga.

c. Pola makan dengan menu seimbang.

d. Perlunya alat bantu yang sesuai dengan kebutuhan.

e. Pengembangan kegemaran sesuai dengan kemampuan.

Untuk kelompok lansia dengan resiko tinggi, membutuhkan


informasi sebagai berikut.

a. Pembinaan diri sendiri dalam hal pemenuhan kebutuhan pribadi dan


melakukan aktivitas, baik didalam maupun diluar rumah.

b. Pemeriksaan kesehatan berkala.

c. Latihan kesegaran jasmani

d. Pemakaian alat bantu sesuai kebutuhan.

e. Perawatan fisioterapi

3) Bagi keluarga dan lingkungannya

a. Membantu mewujudkan peran serta kebahagiaan dan kesejahteraan


lansia.

b. Usaha pencegahan di mulai dalam rumah tangga.

c. Melatih berkarya dan menyalurkan hobi.

d. Menghargai kasih sayang terhadap para lansia.


Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan lansia berkaitan
dengan perilaku yang baik (adaptif) maupuntidak baik (maladaptif)

1) Perilaku yang kurang baik

a. Kurang berserah diri.

b. Pemarah, merasa tidak puas, murung dan putus asa.

c. Sering menyendiri.

d. Kurang melakukan aktifitas fisik.

e. Makan tidak teratur dan kurang minum.

f. Kebiasaan merokok dan minum-minuman keras.

g. Minum obat penenang dan obat penghilang rasa sakit tanpa aturan.

h. Melakukan kegiatan yang melebihi kemampuan.

i. Menganggap kehidupan seks tidak diperlukan lagi.

j. Tidak memeriksakan kegiatan secara teratur.

2) Perilaku yang baik

a. Mendekatkan diri kepada Tuhan YME.

b. Mau menerima keadaan, sabar dan optimis, meningkatkan rasa


percaya diri dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang sesuai
dengan kemampuan.

c. Menjalin hubungan yang baik antara keluarga dan masyarakat.

d. Melakukan olahraga ringan tiap hari.

e. Makan dengan porsi sedikit tapi sering, memilih makanan yang


sesuai serta banyak minum.

f. Berhenti merokok dan meminum minuman keras.

g. Minumlah obat sesuai dengan anjuran dokter


h. Tetap bergairah dan menjaga hubungan seks yang sehat.

i. Memeriksa kesehatan secara teratur.

j. Mengembangkan hobi sesuai dengan kemampuan.

3) Manfaat perilaku yang baik

a. Lebih takwa dan tenang.

b. Tetap ceria dan banyak mengisi waktu luang.

c. Keberadaannya tetap diakui oleh keluarga dan masyarakat.

d. Kesegaran dan keburan tubuh tetap terpelihara.

e. Terhindar dari kegemukan dan kekurusan serta penyakit berbahaya


seperti penyakit jantung, paru-paru, diabetes, kanker dll.

f. Mencegah keracunan obat dan efek samping lainnya.

g. Hubungan harmonis tettap terpelihara.

h. Mengurangi stres dan kecemasan.

i. Gangguan kesehatan dapat diketahui dan diatasi sedini mungkin.


B. Konsep Malnutrisi

a. Definisi

Malnutrisi merupakan kekurangan konsumsi pangan secara relatif atau absolute


untuk periode tertentu. (Bachyar Bakri, 2002)
Malnutrisi (Gizi salah) adalah kesalahan pangan terutama terletak dalam
ketidakseimbangan komposisi hidangan penyediaan makanan. (Akhmad Djaeni, 2004).
Malnutrisi adalah defisiensi gizi terjadi pada anak mendapatkan masukan
makanan yang cukup bergizi dalam waktu yang lama. (Ngastiyah, 1997)
Malnutrisi adalah keadaan terang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi
energi dan protein dalam keadaan sehari-hari sehingga tidak memenuhi dalam angka
kecukupan gizi. (Depkes RI, 1999).

b. Etiologi

a. Penyebab langsung:
Kurangnya asupan makanan: Kurangnya asupan makanan sendiri dapat
disebabkan oleh kurangnya jumlah makanan yang diberikan, kurangnya kualitas
makanan yang diberikan dan cara pemberian makanan yang salah.
Adanya penyakit: Terutama penyakit infeksi, mempengaruhi jumlah asupan
makanan dan penggunaan nutrien oleh tubuh.
Infeksi apapun dapat memperburuk keadaan gizi, malnutrisi walaupun masih
ringan mempunyai pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi.
b. Penyebab tidak langsung:
Kurangnya ketahanan pangan keluarga: Keterbatasan keluarga untuk
menghasilkan atau mendapatkan makanan. Penyakit kemiskinan malnutrisi
merupakan problem bagi golongan bawah masyarakat tersebut.
 Kualitas perawatan ibu dan anak.
 Buruknya pelayanan kesehatan.
 Sanitasi lingkungan yang kurang.
 Faktor Keadaan Penduduk
Dalam World Food Conference di Roma dikemukakan bahwa kepadatan jumlah
penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan tambahnya persediaan bahan makanan
setempat yang memadai merupakan sebab utama krisis pangan. Ms. Lorent
memperkirakan bahwa marasmus terdapat dalam jumlah yang banyak jika suatu daerah
terlalu padat daerahnya dengan hygiene yang buruk.(Iskandar, 2002)
c. Tanda dan gejala
Adapun tanda dan gejala dari malnutrisi adalah sebagai berikut:
a. Kelelahan dan kekurangan energi
b. Pusing
c. Sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh kesulitan
untuk melawan infeksi)
d. Kulit yang kering dan bersisik
e. Gusi bengkak dan berdarah
f. Gigi yang membusuk
g. Berat badan kurang
h. Pertumbuhan yang lambat
i. Kelemahan pada otot
j. Perut kembung
k. Tulang yang mudah patah
l. Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh
d. Patofisiologi dan WOC

Sebenarnya malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak


faktor. Faktor-faktor ini dapat digolong-kan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh
sendiri (host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet
(makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan.
Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk
mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan
tubuh untuk mem-pergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang
sangat penting untuk mempertahankan kehidupan; karbohidrat (glukosa) dapat dipakai
oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk
menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi
kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan
menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal.
Selama puasa jaringan lemak dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot
dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau
kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan
sampai memecah protein lagi setelah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh. Pada
Malnutrisi, di dalam tubuh sudah tidak ada lagi cadangan makanan untuk digunakan
sebagai sumber energi. Sehingga tubuh akan mengalami defisiensi nutrisi yang sangat
berlebihan dan akan mengakibatkan kematian

Tabel Klasifikasi IMT Menurut WHO :


Klasifikasi IMT (kg/ m2)
Malnutrisi berat <16,0
Malnutrisi sedang 16,0 – 16,7
Berat badan kurang/ malnutrisi ringan 17,0 – 18,5
Berat badan normal 18,5 – 22,9
Berat badan kurang ≥ 23
Dengan resiko 23 – 24,9
Obes I 25 – 29,9
Obes II ≥ 30

PATHWAY
e. Manifestasi Klinis

1). Marasmus

a. Emasiasi (kurus),

b. Tinggi dan berat badannya kerdil

c. Tidak ada lemak subkutis, sehingga kulit (khususnya sisi dalam paha)
tergantung berlipat-lipat.

d. Tampak seperti orang tua (kakek sia)

e. Lethargic

f. Kulit berkeriput
g. Ubun-ubun cekung pada bayi

h. Turgor kulit jelek

i. Malaise

j. Apatis

k. Kelaparan

l. Golombang peristaltik mudah terlihat melalui dinding abdomen yang


tipis. (Sachrin, 1996), (Suriadi, 2001), dan (Sodikin, 2011).

2). Kwashiorkor

Gejala yang paling penting adalah pertumbuhan terganggu. Berat dan


tinggi badan kurang bila dibandingkan dengan anak sehat. menegaskan
bahwa tinggi badan dapat normal dapat juga tidak, karna hal ini bergantung
pada lamanya penyakit yang tengah berlangsung di samping riwayat gizi di
masa lalu. (Arisaman, 2007)

Rambut kering rapuh, tidak mengkilat, dan mudah dicabut denga tidak
menimbulkan rasa sakit. Rambut yang sebelumnya berombak berubah
menjadi lurus, sementara pigmen rambut berganti warna menjadi coklat,
merah, atau bahkan putih kekuningan. (sodikin, 2011).

Muka sembab, lethargic, edema, jaringan otot mengecil, jaringan


subkutan, tipis dan lembut, kulit kering dan bersisik, alopecia, anorexia,
tampak anemia.

f. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Medis

Prinsip pengobatan adalah makanan yang mengandung banyak protein


bernilai tinggi, banyak cairan, cukup vitamin dan mineral, masing-masing
dalam bentuk yang sudah dicerna dan diserap. Karena toleransi makanan
masih rendah pada permulaan, maka makanan jangan diberikan sekaligus
banyak, tetapi dinaikkan bertahap setiap hari. Diperlukan makanan yang
mengandung protein 3-4 gram/ kg BB/ hari 150-175 kalori. Antibiotik
diberikan jika terdapat infeksi penyakit penyerta marasmus. Antibiotik efektif
harus diberikan parenteral selama 5-10 hari.

Untuk dehidrasi ringan sampai sedang, cairan diberikan secara oral


atau dengan pipa nasogastrik. Bayi ASI harus disusui sesering ia menghendaki.
Untuk dehidrasi berat, cairan intravena diperlukan. Jika cairan intravena tidak
dapat diberikan, infuse intraosseus (sumsum tulang) atau intaperitoneal 70 ml/
kg larutan Ringer Laktat setengah kuat dapat menyelamatkan jiwa.

b. Penatalaksanaan Keperawatan

Pasien yang menderita defisiensi gizi tidak selalu dirawat di rumah


sakit kecuali yang menderita malnutrisi berat, kwashiorkor/ marasmik
kwashiorkor atau melnutrisi dengan komplikasi penyakit lainnya. Masalah
pasien yang perlu diperhatikan ialah memenuhi kebutuhan gizi, bahaya terjadi
komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman/ psikososial, dan kurangnya
pengetahuan orang tua pasien mengenai makanan anak.

g. Program terapi

Penanganan kasus malnutrisi yaitu dengan terapi pola makan ( sedikit


tapi sering). selain itu, dokter juga akan memberikan suplemen multivitamin
serta obat-obatan tertentu untuk meningkatkan selera makan bila diperlukan.

Pasca pengobatn, lansia dianjurkan untuk tetap melakukan pemeriksaan


rutin ke dokter agar perkembangan kondisi pasien bisa tetap terawasisampai
benar-benar sembuh

h. Komplikasi

a. Diabetes mellitus
b. Hipertensi
c. Penyakit jantung
d. Gastritis
e. Ulkus peptikum
i. Pengkajian fokus

a.wawancara
Keluhan utama
Kurus(perubahan BB)
Tampak seperti orang tua
Keluhan tambahan
Riwayat makanan
Kebiasaan makan
b. Pemeriksaan fisik
Mengukur TB dan BB
Menghitung indeks masa tubuh, yaitu BB(dalam kg) dibagi dengan TB(dalam
meter)
Mengukur ketebalan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep)
ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnyadapat diukur,
biasanya dengan menggunakan jangka lengkung (kapiler). Lemak dibawah kulit
banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm
pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.
Status gizi juga diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan
jumlah oto rangka dalam tubuh (lead body massa)
c. Pemeriksaan penunjang : Hb, Ht, Albumin, Serum ferritin, Elektrolit

Anda mungkin juga menyukai