Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Mitral stenosis adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah


dari atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastolik akibat penyempitan katup
mitral. Penyebab stenosis mitral paling sering adalah demam rematik,
kemudian dapat juga disebabkan oleh gangguan katup kongenital, kalsifikasi
anular katup yang masif, ataupun penyakit sistemik lainnya seperti karsinoid,
SLE, arthritis rematik, dan mukopolisakaridosis. Kurang lebih 60% pasien
dengan katup mitral rematik tidak memberikan riwayat adanya demam
rematik. Hampir 50% dari karditis rematik akut belum memberikan dampak
signifikan pada katup. Kira-kira 25% dari seluruh penyakit jantung rematik
menyebabkan stenosis mitral, 40% kombinasi antara stenosis mitral dan
regurgitasi mitral. Kurang lebih 38% dari seluruh stenosis mitral adalah
multivalvuler, 35% melibatkan katup aorta dan 6% melibatkan katup
trikuspidal. Katup pulmonal jarang terkena. Dua pertiga dari seluruh kasus
rematik adalah wanita. Interval waktu terjadinya kerusakan katup akibat
demam rematik bervariasi dari beberapa tahun sampai lebih dari 20 tahun.

Kejadian stenosis mitral semakin meningkat di kawasan Asia seiring


dengan peningkatan penyakit demam rematik. Carapentis memperkirakan
15,6 juta penduduk dunia menderita penyakit jantung rematik, dengan kasus
baru demam rematik akut 470 ribu penduduk dan 233 ribu orang meninggal
akibat demam rematik akut dan penyakit jantung rematik. Anak-anak usia
sekolah di Cina yang terkena penyakit jantung rematik adalah 176.500 anak,
sedangkan negara Asia lainnya berkisar 102 ribu pertahunnya. Benua dengan
angka kematian tertinggi akibat penyakit jantung rematik adalah Afrika 5,7
per 1000 penduduk dan Asia Tenggara 7,6 per 1000 penduduk. Di negara
maju telah terjadi penurunan kejadian penyakit jantung rematik yaitu berkisar
1,2-1,8 per 1000 penduduk.

1
Bertambahnya angka kejadian penyakit demam rematik juga
meningkatkan angka kejadian penyakit hipertensi pulmonal yang merupakan
komplikasi dari stenosis mitral. Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi
tersering dari stenosis mitral. Sebanyak 20% kasus stenosis mitral akan
menunjukan gejala hipertensi pulmonal. Stenosis mitral akan menyebabkan
perbedaan tekanan diastolik dari atrium kiri menuju ventrikel kiri. Perbedaan
tersebut bergantung pada mitral valve area dan aliran darah saat diastolik
yang melewati katup mitral. Akibatnya terjadi peningkatan tekanan di atrium
kiri dan vena pulmonalis. Perubahan fisiologis dan patologis seperti
takikardia dan fibrilasi atrium, akan memperpendek fase diastolik dan
menyebabkan hilangnya kontraksi atrium yang efektif. Kehamilan, kelebihan
cairan, dan pirau kiri-kanan akan meningkatkan perbedaan tekanan di katup
mitral demikian juga tekanan vena pulmonalis.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP DASAR MEDIK
1. DEFINISI
Mitral stenosis adalah penebalan progresif dan penyumbatan bilah-
bilah katup mitral, yang menyebabkan penyempitan lumen dan sumbatan
aliran darah. Secara normal pembukaan katup mitral adalah selebar tiga
jari. Pada kasus stenosis berat terjadi penyempitan lumen sampai selebar
pensil.
Mitral stenosis adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran
darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastolik akibat
penyempitan katup mitral.
Stenosis mitral (SM) merupakan suatu obstruksi terhadap jalan
masuk ke ventrikel kiri akibat abnormalitas struktural apparatus katup
mitral yang mencegah pembukaan katub secara penuh selama masa
pengisian diastolik ventrikel kiri.
Pasien dengan Mitral Stenosis (MS) secara khas memiliki daun
katup mitral yang menebal, kommisura yang menyatu, dan korda
tendineae yang menebal dan memendek. (Farmacia,edisi Februari 2008).
Stenosis mitral (MS) adalah penebalan progesif dan pengerutan
bilah-bilah katub mitral, yang menyebabkan penyempitan lumen dan
sumbatan progesif aliran darah. ( Arif Muttaqin, 2009).
Jadi dapat disimpulkan bahwa mitral stenosis atau yang kerap
disebut MS merupakan penyempitan katup mitral yang disebabkan
penebalan daun katup, komisura yang menyatu dan korda tendinae yang
menebal dan memendek sehingga mengakibatkan aliran darah mengalami
hambatan atau aliran darah melalui katup ttersebut akan berkurang. Yang
pada normalnya katub mitral berukuran 4-6 cm2 .

3
2. ETIOLOGI
Penyebab tersering dari mitral stenosis adalah endokarditis
reumatik, akibat reaksi yang progresif dari demam rematik oleh
infeksi streptokokkus. Diperkirakan 90% mitral stenosis didasarkan atas
penyakit jantung rematik. Penyebab lainnya walaupun jarang yaitu
stenosis mitral kongenital, vegetasi dari systemic lupus eritematosus
(SLE) , deposit amiloid, mucopolysaccharhidosis, rheumatoid arthritis
(RA), Wipple’s disease, Fabry disease, akibat obat
fenfluramin/phentermin, serta kalsifikasi annulus maupun daun katup
pada usia lanjut akibat proses degenerative.

3. PATOFISIOLOGI

Mitral stenosis terjadi karena adanya fibrosis (proses pembentukan


jaringan fibrin) dan fusikomisuria katub mitral pada waktu fase
peenyembuhan demam reumatik. Terbentuknya sekat jaringan ikat tanpa
pengapuran mengakibatkan lubang katub mitral pada waktu diastolik
lebih kecil dari normal. Berkurangnya luas efektif lubang mitral
menyebabkan berkurangnya daya alir katub mitral. Hal ini akan
meningkatkan tekanan diruang atrium kiri, sehingga timbul pembedaan
tekanan antara atrium kiri dengan ventrikel kiri waktu diastolic. Jika
peningkatan tekanan ini tidak berhasil mengalirkan jumlah darah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh, akan terjadi bendungan pada
atrium kiri dan selanjutnya akan menyebabkan bendungan vena dan
kapiler paru. Bendungan ini akan menyebabkan terjadinya sembab
interstitial kemudian mungkin terjadi sembab alveolar. Pecahnya vena
bronkialis akan menyebabkan hemoptysis (batuk darah).

Pada tahap selanjutnya tekanan arteri pulmonal akan mningkat,


kemudian terjadi pelebaran ventrikel kanan dan insufisiensi (kebocoran)
pada katub tricuspid atau pulmonal. Akhirnya vena-vena sistemik akan

4
mengalami bendungan pula. Bendungan hati yang berlangsung lama akan
menyebabkan gangguan fungsi hati.

Kompensasi pertama tubuh untuk menaikkan curah jantung adalah


takikardi. Terapi kompensasi ini tidak selamanya menambah curah
jantung karena pada tingkat tertentu akan mengurangi masa pengisisan
diastolik. Regangan pada otot-otot atrium dapat menyebabkan gangguan
elektris sehingga terjadi fibrilasi atrium. Hal ini akan menggangu
pengisian ventrikel dari atrium dan memudahkan pembentukan thrombus
di atrium kiri.

4. MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis mitral stenosis ditentukan oleh tekanan atrium


kiri, curah jantung , dan resistensi vascular paru. Dengan peningkatan
tekanan atrium kiri, komplians paru berkurang sehingga pasien menjadi
lebih sesak. Awalnya, sesak napas hanya terjadi bila denyut jantung
meningkat, contohnya selama latihan, stress, dan demam. Bila derajat
keparahan lesi, batuk nocturnal mungkin merupakan satu-satunya gejala
peningkatan tekanan atrium kiri. Saat ini, hemopptitis jarang ditemukan.
Palpitasi karena fibrilasi atrium menjadi lebih sering terjadi seiring
pertambahan usia, 80% pasien yang berusia diatas 50 tahun memiliki
komplikasi.
Tekanan arteri pulmonial meningkat paralel dengan peningkatan
tekanan atrium kiri, pada sebagian besar pasien menjadi lebih tinggi 10 -
12 mmHg dari tekanan atrium kiri. Pada beberapa pasien terutama pasien
dengan mitral stenosis berat, tekanan arteri pulmonalis meningkat secara
tidak proporsional, yang disebut sebagai hipertensi paru aktif. Gejala
gagal jantung kanan mungkin mendominasi pada pasien ini.
Tanda fisik terpenting yang seringkali diabaikan pada mitral
stenosis adalah akusentuasi SI. Tegangan mendadak pada katup mitral
karena apratus subvalvar daun katup mitral dan penghentian mitral

5
menyebabkan opening snap nada tinggi pada awal diasol. 40 – 120 mdet
setelah S2. Jika katup masih mobil, interval S2 dan opening snap
bervariasi terbalik dengan tekanan atrium kiri merata. Murmur rumbling
diastolic nada rendah klasik sering terlokalisasi di apeks atau aksila,
durasinya pendek bila lesi katup ringan. Durasi, dan bukan kerasnya
murmur, berkaitan dengan derajat keparahan lesi.
Fasies mitral biasanya merupakan tanda mitral stenosis lama yang
berkaitan dengan hipertensi paru. Gambaran fisik lain termasuk tanda
edema paru (ronkhi paru basal), bersama dengan retensi cairan, kongesti
hepar, dan regurgutasi tricuspid.

Gejala Mitral Stenosis


- Rasa lelah
- Sesak napas
- Ortupnea
- Dispnea nocturnal
- Palpitasi (fibrilasi atrium)

Tanda Mitral Stenosis


- S1 keras
- Murmur mid-diastolik
- Opening snap
- Edema Paru

5. Penatalaksanaan
a. Pendekatan klinis pasien dengan mitral stenosis
Pada setiap pasien stenosis mitral anamnesis dan pemeriksaan fisik
lengkap harus dilakukan. Prosedur penunjang EKG, foto toraks,
ekokardiografi seperti yang telah disebutkan diatas harus dilakukan
secara lengkap.

6
Pada kelompok pasien stenosis mitral yang asimtomatik, tindakan
lanjutan sangat tergantung dengan hasil eko. Sebagai contoh pasien
aktif asimtomatik dengan area >1,5 cm2, gradien <5 mmHg, maka
tidak perlu dilakukan evaluasi lanjut, selain pencegahan terhadap
kemungkinan endokarditis. Lain halnya bila pasien tersebut dengan
area mitral <1,5 cm2.
b. Pendekatan medis
Prinsip umum. Stenosis mitral merupakan kelainan mekanik, oleh
karena itu obat bersifat suportif atau simtomatik terhadap gangguan
fungsional jantung, tau pencegahan terhadap infeksi.
c. Beberapa obat-obatan seperti antibiotik golongan penisilin,
eritromisin, sulfa, sefalosporin untuk demam reumatik atau
pencegahan ekokarditis sering dipakai. Obat-obatan inotropik negatif
seperti β-blocker atau Ca-blocker, dapat memberi manfaat pada pasien
dengan irama sinus yang memberi keluhan pada saat frekuensi jantung
meningkat seperti pada latihan. Retriksi garam atau pemberian
diuretik secara intermiten bermanfaat jika terdapat bukti adanya
kongesti vaskular paru.
d. Pada stenosis mitral dengan irama sinus, digitalis tidak bermanfaat,
kecuali terdapat disfungsi ventrikel baik kiri atau kanan. Latihan fisik
tidak dianjurkan, kecuali ringan hanya untuk menjaga kebugaran,
karena latihan akan meningkatkan frekuensi jantung dan
memperpendek fase diastole dan seterusnya akan
meningkatkan gradien transmitral.
e. Fibrilasi Atrium. Prevalensi 30-40% akan muncul akibat
hemodinamik yang bermakna karena hilangnya kontribusi atrium
terhadap pengisian ventrikel serta frekuensi ventrikel yang cepat.
f. Pada keadaan ini pemakaian digitalis merupakan indikasi, dapat
dikombinasikan dengan penyekat beta atau antagonis kalsium.
Penyekat beta atau anti aritmia juga dapat dipakai untuk mengontrol
frekuensi jantung, atau pada keadaan tertentu untuk mencegah

7
terjadinya fibrilasi atrial paroksismal. Bila perlu pada keadaan tertentu
di mana terdapat gangguan hemodinamik dapat dilakukan kardioversi
elektrik, dengan pemberian heparin intravenous sebelum pada saat
ataupun sesudahnya.
g. Pencegahan Embolisasi Sistemik. Antikoagulan warfarin sebaiknya
dipakai pada stenosis mitral dengan fibrilasi atrium atau irama sinus
dengan kecenderungan pembentukan trombus untuk mencegah
fenomena tromboemboli.
h. Valvotomi Mitral Perkutan dengan Balon. Pertama kali di perkenalkan
oleh Inoue tahun 1984 dan pada tahun 1994 ditermia sebagai prosedur
klinik. Mulanya dilakukan dengan dua balon, tetapi akhir-akhir ini
dengan perkembangan dalam teknik pembuatan balon, prosedur
valvotomi cukup memuaskan dengan prosedur 1 balon.
i. Intervensi bedah, reparasi, atau ganti katup. Kosep komisurotomi
mitral pertama kali diajukan oleh Brunton pada tahun 1902, dan
berhasil pertama kali pada tahun 1920. Sampai pada tahun 1940
prosedur yang dilakukan adalah komisurotomi bedah tertutup. Tahun
1950 sampai 1960 komisurotomi bedah tertutup dilakukan melalui
transatrial serta transventrikel. Akhir-akhir ini komisurotomi bedah
dilakukan secara terbuka karena adanya mesin jantung paru. Dengan
cara ini katup terlihat dengan jelas, pemisahan komisura, atau korda,
otot papilaris, serta pembersihan kalsifikasi dapat dilakukan dengan
lebih baik. Juga dapat ditentukan tindakan yang akan diambil apakah
itu reparasi atau penggantian katup mitral dengan protesa. Perlu
diingat bahwa sedapat mungkin diupayakan operasi bersifat reparasi
oleh karena dengan protesa akan timbul risiko antikoagulasi,
trombosis pada katup, infeksi endokarditis, malfungsi protesa serta
kejadian trombo emboli.
j. Terapi antibiotik diberikan untuk mencegah berulangnya infeksi.
Penatalaksanaan gagal jantung kongesti adalah dengan memberikan
kardiotonikum dan diuretik. Intervensi bedah meliputi komisurotomi

8
untuk membuka atau menyobek komisura katup mitral yang lengket
atau menganti katup mitral dengan katup protesa. Pada beberapa kasus
dimana pembedahan merupakan kontraindikasi dan terapi medis
tidak mampu menghasilkan hasil yang diharapkan, maka dapat
dilakukan valvuloplasti transluminal perkutan untuk mengurangi
beberapa gejala.
6. Komplikasi
Stenosis mitral akan menyebabkan bronkopneumonia, hipertensi
arteri pulmonalis, hipertensi ventrikel kanan sehingga dapat
mengakibatkan gagal jantung kanan.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Akibat perubahan tersebut atrium menjadi tidak stabil secara
elektris , akibatnya terjadi disritmia atrium permanen. Pada auskultasi
sering didapatkan bising diastolik dan bunyi jantung pertama ( sewaktu
katup AV menutup ) mengeras, dan opening snap akibat hilangnya
kelenturan daun katup. Alat bantu diagnostik bagi kardiologis adalah
elektrokardiografi, ekokardiografi, dan kateterisasi jantung dengan
angiografi untuk menetukan beratnya stenosis mitral.
Elektrokardiogram dilakukan jika terjadi pembesaran atrium kiri
(gelombang P melebar dan bertakik) dikenal sebagai P mitral,bila
iramanya sinus normal, hipertrofi ventrikel kanan, dan fibrilasi atrium.
Radiogram dada dilakukan jika terjadi pembesaran atrium kiri dan
ventrikel kanan , kongesti vena pulmonalis , edema paru- paru intertisisal,
redistribusi vaskular paru- paru ke lobus atas , serta kalsifikasi katup
mitralis. Temuan hemodinamik didapatkan peningkatan selisih tekanan
pada kedua sisi katup mitralis. Peningkatan tekanan atrium kiri dan
tekanan baji kapiler pulmonalis dengan gelombang yang prominent .
Peningkatan tekanan arteri di paru, curah jantung rendah, peningkatan
tekanan jantung sebelah kanan, serta tekanan vena jugularis dengan
gelombang V yang bermakna dibagian atrium kanan atau vena jugularis
jika ada insufisiensi trikuspidalis.

9
Beberapa tindakan pada pemeriksaan diagnostik:
a. Kateterisasi jantung : Gradien tekanan (pada distole) antara atrium
kiri dan ventrikel kiri melewati katup mitral, penurununan orivisium
katup (1,2 cm), peninggian tekanan atrium kiri, arteri pulmunal, dan
ventrikel kanan ; penurunan curah jantung.
b. Ventrikulografi kiri : Digunakan untuk mendemontrasikan prolaps
katup mitral.
c. ECG : Pembesaran atrium kiri ( P mitral berupa takik), hipertropi
ventrikel kanan, fibrilasi atrium kronis.
d. Sinar X dada : Pembesaran ventrikel kanan dan atrium kiri,
peningkatan vaskular, tanda-tanda kongesti/edema pulmunal.
e. Ekokardiogram : Dua dimensi dan ekokardiografi doppler dapat
memastikan masalah katup. Pada stenosis mitral pembesaran atrium
kiri, perubahan gerakan daun-daun katup.
8. Discharge Planing
a. Pertahankan berat badan yang sehat. Dapatkan bantuan untuk
menurunkan berat badan ekstra.
b. Kurangi garam.
1) Batasi makanan kaleng, kering, dikemas, dan cepat.
2) Jangan tambahkan garam ke makanan Anda di meja.
3) Bumbui makanan dengan bumbu, bukan garam saat Anda
memasak.
4) Meminta garam tambahan untuk pesanan Anda di restoran.
c. Mulailah program latihan. Tanyakan kepada dokter bagaimana
memulainya. Anda bisa mendapatkan manfaat dari kegiatan
sederhana seperti berjalan, berkebun, berenang, atau menari.
d. Hentikan kebiasaan merokok. Daftarkan diri dalam program berhenti
merokok untuk meningkatkan peluang keberhasilan Anda.
e. Periksa dengan dokter sebelum mengambil obat bebas, produk
herbal, atau suplemen vitamin.

10
f. Ambil obat Anda persis seperti yang diarahkan. Jangan melewatkan
dosis.
g. Simpan semua janji tindak lanjut. Beberapa orang dengan stenosis
katup mitral tidak memiliki gejala. Yang lain membutuhkan tindak
lanjut dan operasi yang ketat.

11
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pasien dengan stenosis mitral biasanya mengalami kelelahan
sebagai akibat curah jantung yang rendah, batuk darah (hemoptisis),
kesulitan bernafas (dispnea) saat latihan akibat hipertensi vena pulmonal,
batuk dan infeksi saluran nafas berulang. Denyut nadi lemah serta sering
tidak teratur karena fibrilasi atrial yang terjadi sebagai akibat dari dilatasi
dan hipertropi atrium.

a. Aktivitas/Istirahat
1) Gejala : Kelemahan, kelelahan, Pusing, rasa berdenyut,Dispnea
karena kerja, palpitasi, Gangguan tidur (Ortopnea, dispnea
paroksimal nokturnal, nokturia, keringat malam hari).
2) Tanda : Takikardi, gangguan pada TD, Pingsan karena
kerja,Takipnea, dispnea.
b. Sirkulasi
1) Gejala : Riwayat kondisi pencetus, contoh demam reumatik,
endokarditis bakterial subakut, infeksi streptokokal; hipertensi,
kondisi kongenital ( contoh kerusakan atrial-septal, sindrom
marfan), trauma dada, hipertensi pulmonal.Riwayat murmur
jantung, palpitasi, Serak, hemoptisis, Batuk, dengan/tanpa
produksi sputum.
2) Tanda : Nadi apikal : PMI kuat dan terletak di bawah dan ke
kiri (IM)
3) Getaran : Getaran diastolik pada apek (SM)
4) Bunyi jantung : S1 keras, pembukaan yang keras (SM).
5) Penurunan atau tak ada S1, bunyi robekan luas, adanya S3, S4
(IM berat)
6) Kecepatan : Takikardi pada istirahat (SM).
7) Irama : Tak teratur, fibrilasi atrial (SM dan IM).
8) Bunyi rendah, murmur diastolik gaduh (SM)

12
9) DVJ : Mungkin ada pada adanya gagal ventrikel kanan
(IA,SA,IM,IT,SM).
c. Integritas Ego
1) Gejala : Tanda kecemasan, contoh gelisah, pucat, berkeringat,
fokus menyempit, gemetar.
d. Makanan/Cairan
1) Gejala : Disfagia (IM kronis), Perubahan berat
badan,Penggunaan diuretik.
2) Tanda : Edema umum atau dependen.
3) Hepatomegali dan asites (SM,IM,IT)
4) Pernapasan payah dan bising dengan terdengar krekels dan
mengi.
e. Neurosensori
Gejala : Episode pusing/pingsan berkenaan dengan bahan kerja.
f. Pernapasan
1) Gejala : Dispnea (kerja, ortopnea, paroksismal, noktural). Batuk
menetap atau noktural (sputum mungkin/tidak produktif)
2) Tanda : Takipnea, Bunyi napas adventisius (krekels dan
mengi), Sputum banyak dan bercak darah (edema pulmonal)\
3) Gelisah/ketakutan (pada adanya edema pulmonal).
g. Keamanan
1) Gejala : Proses infeksi/sepsis, kemoterapi radiasi.
2) Tanda : Adanya perawatan gigi (pembersihan, pengisian, dan
sebagainya), dan perlu perawatan gigi/mulut.
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang sering muncul:
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan sirkulasi
darah perifer; penghentian aliran arteri-vena; penurunan aktifitas.
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan adanya hambatan aliran
darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri, adanya takikardi ventrikel,
pemendekan fase distolik

13
c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi
mukus yang kental, hemoptisis, kelemahan upaya batuk buruk , dan
edema trakeal / faringeal.
d. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan paru
tidak optimal, kelebihan cairan di paru sekunder akibat edema paru
akut.
e. Resiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan adanya
perpindahan tekanan pada kongestif vena pulmonal; Penurunan
perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi natrium/air; peningakatn
tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap cairan
dalam area interstitial/jaringan).
f. Intoleran aktifitas b/d adanya penurunan curah jantung, kongestif
pulmunal.
3. Intervernsi / Rasional
a. Diagnosa Keperawatan : Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan
penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian aliran arteri-vena;
penurunan aktifitas.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan gangguan perfusi jaringan dapat teratasi dengan baik.
Kriteria Hasil : vital sign dalam batas yang dapat diterima, intake output
seimbang, akral teraba hangat, sianosis (-), nadi perifer kuat, pasien
sadar/terorientasi, tidak ada oedem, bebas nyeri/ketidaknyamanan.

No Intervensi Rasional

1. S Monitor perubahan tiba-tiba Perfusi serebral secara langsung


atau gangguan mental berhubungan dengan curah jantung,
kontinu (camas, bingung, dipengaruhi oleh elektrolit/variasi asam
letargi, pingsan). basa, hipoksia atau emboli sistemik.
2. Observasi adanya pucat, Vasokonstriksi sistemik diakibatkan
sianosis, belang, kulit oleh penurunan curah jantung mungkin

14
dingin/lembab, catat dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit
kekuatan nadi perifer. dan penurunan nadi.

3. Kaji tanda Homan (nyeri Indikator adanya trombosis vena dalam.


pada betis dengan posisi
dorsofleksi), eritema, edema.
4. Dorong latihan kaki Menurunkan stasis vena, meningkatkan
aktif/pasif. aliran balik vena dan menurunkan
resiko tromboplebitis.

5. Pantau pernafasan. Pompa jantung gagal dapat


mencetuskan distres pernafasan.
Namun dispnea tiba-tiba/berlanjut
menunjukkan komplikasi tromboemboli
paru.
6. Kaji fungsi GI, catat Penurunan aliran darah ke mesentrika
anoreksia, penurunan bising dapat mengakibatkan disfungsi
usus, mual/muntah, distensi GI(Gastro Intestinal), contoh
abdomen, konstipasi. kehilangan pristaltik.

7. Pantau masukan dan Penurunan pemasukan/mual terus-


perubahan keluaran urine. menerus dapat mengakibatkan
penurunan volume sirkulasi, yang
berdampak negatif pada perfusi dan
organ.

15
b. Diagnosa Keperawatan : Penurunan curah jantung berhubungan dengan
adanya hambatan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri, adanya
takikardi ventrikel, pemendekan fase distolik
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapakan penurunan curah jantung dapat teratasi dengan baik. Kriteria
Hasil : Vital sign dalam batas normal, Gambaran ECG normal, bebas
gejala gagal jantung, urine output adekuat 0,5-2 ml/kgBB, klien ikut serta
dalam aktifitas yang mengurangi beban kerja jantung.
No Intervensi Rasional

1. Kaji frekuensi nadi, Memonitor adanya perubahan

RR(Respirasi Rate), sirkulasi jantung sedini mungkin.


TD(Tekanan darah) secara
teratur setiap 4 jam.
2. Catat bunyi jantung. Mengetahui adanya perubahan irama
jantung.
3. Kaji perubahan warna kulit Pucat menunjukkan adanya
terhadap sianosis dan pucat. penurunan perfusi perifer terhadap
tidak adekuatnya curah jantung.
Sianosis terjadi sebagai akibat
adanya obstruksi aliran darah pada
ventrikel.
4. Pantau intake dan output setiap Ginjal berespon untuk menurunkna
24 jam. curah jantung dengan menahan
produksi cairan dan natrium.

5. Batasi aktifitas secara adekuat. Istirahat memadai diperlukan untuk


memperbaiki efisiensi kontraksi
jantung dan menurunkan komsumsi
O2 dan kerja berlebihan.

16
6. Berikan kondisi psikologis Stres emosi menghasilkan
lingkungan yang tenang. vasokontriksi yang meningkatkan
TD(Tekanan darah) dan
meningkatkan kerja jantung.

c. Diagnosa Keperawatan : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas


berhubungan dengan sekresi mukus yang kental, hemoptisis, kelemahan
upaya batuk buruk , dan edema trakeal / faringeal.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
diharapkan bersihan jalan nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil : klien mampu melakukan batuk efektif, pernapasan klien
normal (16-20 kali per menit ) tanpa ada penggunaan otot bantu napas,
bunyi napas normal, Rh -/-, dan pergerakan napas normal.

No Intervensi Rasional

1. Kaji fungsi pernafasan (bunyi Penurunan bunyi napas menunjukan


napas, kecepatan irama, atelektasis, ronki menunjukan

kedalaman ,dan penggunaan akumulasi sekret dan

otot aksesoris). ketidakefektifan pengeluaran sekresi


yang selanjutnya dapat menimbulkan
pengguanaan otot aksesori dan
peningkatan kerja pernapasan.
2. Kaji kemampuan klien dalam Pengeluaran sulit bila sekret sangat
mengeluarkan sekresi, catat kental (efek infeksi dan hidrasi yang
karakter, volume sputum dan tidak adekuat ). Sputum berdarah bila
adanya hemoptisis. ada luka (kavitasi ) paru atau luka
bronkial dan memerlukan intervensi
lebih lanjut.
3. Pertahankan asupan cairan Hidrasi yang adekuat membantu
sedikitnya 2500 ml/hari, mengencerkan sekret dan

17
kecuali tidak diindikasikan mengefektifkan pembersihan jalan
nafas.
4. Berikan posisi semi fowler Posisi fowler memaksimalkan
tinggi kemudian bantu pasien ekspensi paru dan menurunkan upaya
latihan napas dalam dan batuk bernapas. Ventilasi maksimal
efektif. membuka area atelektasis dan
meningkatkan gerakan sekret ke
dalam jalan napas besar untuk
dikeluarkan.
5. Bersihkan sekret dari mulut dan Mencegah obstruksi dan aspirasi.
trakea, bila perlu lakukan Penghisapan diperlukan bila pasien
penghisapan (suction) tidak mampu mengeluarkan
sekretnya.
6. Kolaborasi :
Agen mukolitik Agen mukolitik menurunkan
kekentalan dan perlengketan sekret
paru untuk memudahkan
pembersihan
Kortikosteroid

Kortikosteroid berguna pada


keterlibatan luas dengan hipoksemia,
terutama bila reaksi inflamasi
mengancam kehidupan.

d. Diagnosa Keperawatan : Pola nafas tidak efektif berhubungan


pengembangan paru tidak optimal, kelebihan cairan di paru sekunder
akibat edema paru akut.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan pola nafas kembali efektif.

18
Kriteria Hasil : klien tidak sesak nafas, RR(Respirasi rate) dalam batas
normal 16 -20 kali/ menit, respon batuk berkurang, urine output 30
ml/jam.
No Intervensi Rasional

1. Auskultasi bunyti napas (krales) Indikasi edema paru sekunder akibat


dekompensasi jantung
2. Kaji adanya edema. Curiga gagal kongestif / kelebihan
volume cairan.

3. Ukur intake dan output. Penurunan curah jantung


mengakibatkan gangguan perfusi
ginjal, retensi natrium / air, dan
penurunan pengeluaran urine.
4. Timbang berat badan. Perubahan tiba-tiba dari berat badan
menunjukan gangguan
keseimbangan cairan.
5. Pertahankan pemasukan total Memenuhui kebutuhan cairan tubuh
cairan 2.000 ml/24 jam dalam orang dewasa, tetapi memerlukan
toleransi kardiovaskuler. pembatasan dengan adanya
dekompensasi jantung .
6. Kolaborasi :
Berikan diet tanpa garam Natrium meningkatkan retensi
cairan dan volume plasma yang
berdampak terhadap peningkatan
beban kerja jantung dan akan
meningkatkan kebutuhan
miokardium

Berikan diuretik, contoh:


Diuretik bertujuan untuk
furosemide, sprinoiakton,
menurunkan volume plasma dan

19
hidronolakton. menurunkan retensi cairan di
jaringan , sehingga menurunkan
resiko terjadinya edema paru.

Hipoklemia dapat membatasi


Pantau data laboratorium
keefektifan terapi.
elektrolit kalium

Tindakan pembedahan dilakukan


Tindakan pembedahan
apabila tindakan untuk menurunkan
komisurotomi.
masalah klien yang tidak teratasi,
Intervensi bedah meliputi
komisurotomi untuk membuka atau
robek komisura katup mitral yang
lengket atau mengganti katup mitral
dengan katup protesa.

e. Diagnosa Keperawatan : Resiko kelebihan volume cairan berhubungan


dengan adanya perpindahan tekanan pada kongestif vena pulmonal;
Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi natrium/air;
peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap
cairan dalam area interstitial/jaringan).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan kelebihan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria Hasil : Balance cairan masuk dan keluar, vital sign dalam batas
normal, tanda-tanda edema tidak ada, suara nafas bersih.
No Intervensi Rasional

1. Auskultasi bunyi nafas untuk Mengindikaiskan edema paru

adanya krekels. skunder akibat dekompensasi


jantung.
2. Catat adanya DVJ, adanya Dicurigai adanya gagal jantung

20
edema dependen. kongestif.kelebihan volume cairan.

3. Ukur masukan/keluaran, catat Penurunan curah jantung


penurunan pengeluaran, sifat mengakibatkan gangguan perfusi
konsentrasi. Hitung ginjal, retensi cairan/Na, dan
keseimbnagan cairan. penurunan keluaran urine.
Keseimbangan cairan positif
berulang pada adanya gejala lain
menunjukkan klebihan volume/gagal
jantung.
4. Pemasukan total cairan 2000 Memenuhi kebutuhan cairan tubuh
cc/24 jam dalam toleransi orang dewasa tetapi memerlukan
kardiovaskuler. pembatasan pada adanya
dekompensasi jantung.
5. Berikan diet rendah Na meningkatkan retensi cairan dan
natrium/garam. harus dibatasi.

6. Delegatif pemberian diiretik. Mungkin perlu untuk memperbaiki


kelebihan cairan.

f. Diagnosa Keperawatan : Intoleran aktifitas berhubungan dengan adanya


penurunan curah jantung, kongestif pulmunal.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan aktivitas sehari-hari klien terpenuhi dan meningkatnya
kemampuan beraktivitas.
Kreteria Hasil : Klien menujukan peningkatan kemampuan beraktivitas
mobilisasi ditempat tidur, RR dalam batas normal.
No Intervensi Rasional

1. Catat frekuensi dan irama Respon klien terhadap aktivitas dapat


mengindikasikan adanya penurunan

21
jantung serta perubahan oksigen miokard.
tekanan darah selama dan
sesudah aktivitas
2. Tingkatkan istirahat, batasi Menurunkan kerja miokard/konsumsi
aktivitas, dan berikan aktivitas oksigen.
senggang yang tidak berat.
3. Ajurkan menghindari Dengan mengejan dapat
peningkatan tekanan abdomen. mengakibatkan bradikardi,
Misalnya, mengejan saat menurunkan curah jantung dan
defakasi. takikardia, serta peningkatan tekanan
darah.
4. Jelaskan pola peningkatan Ativitas yang maju memberikan
bertahap dari tingkat aktivitas . kontrol jantung meningkat, regangan,
Contoh : bangun dari kursi bila dan mencegah aktivitas berlebihan.
tak ada nyeri, ambulasi, dan
istirahat selama 1 jam setelah
makan.
5. Pertahankan klien tirah baring Untiuk mengurangi beban jantung.
sementara terdapat nyeri akut.

6. Tingkatkan klien duduk di Untuk meningkatkan venous return.


kursi dan tinggikan kaki klien.
7. Pertahankan rentang gerak Meningkatkan kontraksi otot
pasif selama sakit kritis. sehingga membantu venous return.

8. Evaluasi tanda vital saat Untuk mengetahui fungsi jantung


kemajuan aktivitas. bila dikaitkan dengan aktivitas.

9. Berikan waktu istirahat Untuk mendapatkan cukup waktu


diantara waktu beraktivitas. resolusi bagi tubuh dan tidak terlalu
memaksa kerja jantung.

22
10. Pertahankan penambahan Untuk meningkatkan oksigenisasi
O2sesuai kebutuhan. jaringan.
11. Selama aktivitas kaji EKG, Melihat dampak dari aktivitas
dispnea, sianosis, kerja dan terhadap fungsi jantung.
frekuensi napas, serta keluhan
subjektif.
12. Berikan diet sesuai kebutuhan Mencegah retensi cairan dan edema
(pembatasan air dan Na ) akibat penurunan kontraktilitas
jantung.

C. Penyimpangan KDM

23
BAB III
KESIMPULAN
Mitral stenosis adalah penebalan progresif dan penyumbatan bilah-bilah
katup mitral, yang menyebabkan penyempitan lumen dan sumbatan aliran darah.
Secara normal pembukaan katup mitral adalah selebar tiga jari. Pada kasus
stenosis berat terjadi penyempitan lumen sampai selebar pensil.
Mitral stenosis adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah dari
atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastolik akibat penyempitan katup mitral.
Stenosis mitral (SM) merupakan suatu obstruksi terhadap jalan masuk ke
ventrikel kiri akibat abnormalitas struktural apparatus katup mitral yang mencegah
pembukaan katub secara penuh selama masa pengisian diastolik ventrikel kiri.
Stenosis mitral merupakan kelaianan katup yang paling sering diakibatkan
oleh penyakit jantung rheumatik (endokarditis reumatika), akibat reaksi yang
progresif dari demam reumatik oleh infeksi streptokokus. Penyebab lainya
walaupun jarang dapat juga stenosis mitral kongenital, deformitas parasut mitral,
vegetasi systemic lupus erythematosus(SLE), karsinosis sistemik, deposit amiloid,
akibat obat fenfluramin/phentermin,rheumatoid arthritis (RA), serta kalsifikasi
annulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses degeneratif.
Gejala-gejala yang timbul pada pasien mitral stenosis antara lain dispnea,
orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, hemoptisis, palpitasi, lelah, oedem kaki
dan nyeri dada. Gejala-gejala yang muncul tergantung dari derajat MS(mitral
stenosis). Stenosis mitral akan menyebabkan bronkopneumonia, hipertensi arteri
pulmonalis, hipertensi ventrikel kanan sehingga dapat mengakibatkan gagal
jantung kanan.

24
DAFTAR PUSTAKA
Hussein, L. N. (2009). Stenosis Mitral. Riau.

Huon, H.G. Keith, D. D. A. simpson . John, M . M. 2003. Lecture Notes :


Kardiologi. Jakarta : Penerbit Erlangga

Muttaqin, A. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.

Nurkhalis. (2015). Kelenturan Atrioventrikular pada Stenosis Mitral. JURNAL


KEDOKTERAN SYIAH KUALA , 168.

http://eprints.undip.ac.id/44621/2/Fachri_Setiawan_22010110130172_Bab1KTI.p
df

http://eprints.undip.ac.id/44621/3/Fachri_Setiawan_22010110130172_Bab2KTI.p
df

https://vdocuments.site/documents/penyimpangan-kdm-stenosis.html

http://t1214-fkp11.web.unair.ac.id/artikel_detail-67563-KARDIO-
MITRAL%20STENOSIS.html

http://fahmifununi.blogspot.com/2012/07/asuhan-keperawatan-pada-kelainan.html

https://www.saintlukeskc.org/health-library/discharge-instructions-mitral-valve-
stenosis

http://miminmintarsih836.blogspot.com/2016/02/makalah-stenosis-
mitral.html

http://www.academia.edu/31553544/PENYAKIT_KATUP_JANTUNG

25

Anda mungkin juga menyukai