Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tawuran (atau tubir) adalah bentuk dari kekerasan antar geng sekolah dalam
masyarakat urban di Indonesia. Wirumoto, sosiolog Indonesia, berpendapat
bahwa tindakan tersebut sebagai salah satu cara untuk menghilangkan stress
selama ujian. W. D. Mansur juga berpendapat bahwa tindakan tersebut
terjadi bukan akibat dari faktor pribadi, melainkan berasal dari pengaruh
lingkungan di sekitar serta prasangka dari masyarakat. Tawuran dapat
menyebabkan korban luka hingga kematian. Pada tahun 2013 Al Jazeera
melaporkan adanya peningkatan penggunaan cairan keras dalam tawuran,
pada akhirnya menyebabkan banyak jatuh korban jiwa. (Wikipedia, 2019)

Dalam kamus bahasa Indonesia “tawuran” dapat diartikan sebagai


perkelahian yang meliputi banyak orang. Sedangkan “pelajar” adalah
seorang manusia yang belajar. Sehingga pengertian tawuran pelajar adalah
perkelahian yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mana perkelahian
tersebut dilakukan oleh orang yang sedang belajar. Secara psikologis,
perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah
satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency). Tawuran juga dapat
didefinisikan sebagai perkelahian massal yang adalah perilaku kekerasan
antar kelompok pelajar laki-laki yang ditujukan kepada kelompok pelajar
dari sekolah lain. Para pelajar remaja yang sering melakukan aksi tawuran
tersebut lebih senang melakukan perkelahian di luar sekolah daripada masuk
kelas pada kegiatan belajar mengajar. (Ahmad Ajis, 2014). SMK Negeri 3
Palu atau yang biasa disebut STM sudah ada sejak tahun 1975 dengan nama
SMK Negeri 3 Palu dan merupakan salah satu sekolah yang berstandar ISO
9001:2008 pada tahun 2012 setelah di audit oleh Auditor SAI Global. SMK
Negeri 3 Palu akan menjadi objek penelitian saat ini memiliki beberapa
jurusan seperti :
1. Program Studi Teknik Informatika
a. Kompetensi Keahlian Teknik Komputer dan Jaringan
b. Kompetensi Keahlian Rekayasa Perangkat Lunak
2. Program Studi Teknik Bangunan
a. Kompetensi Keahlian Teknik Gambar Bangunan
b. Kompetensi Keahlian Teknik Konstruksi Batu & Beton
c. Kompetensi Keahlian Teknik Perkayuan
3. Program Studi Otomotif
a. Kompetensi Keahlian Teknik Sepeda Motor
b. Kompetensi Keahlian Teknik Kenderaan Ringan
4. Program Studi Teknik Elektro
a. Kompetensi Keahlian Teknik Audio Video
b. Kompetensi Keahlian Teknik Instalasi Tenaga Listrik
c. Kompetensi Keahlian Teknik Elektronika Industri
5. Program Studi Teknik Mesin
a. Kompetensi Keahlian Teknik Las
b. Kompetensi Keahlian Teknik Permesinan.

Hanurawan, Endang dan Budi (2013) dalam penelitiannya menemukan


perilaku yang negatif tentang perkelahian sekelompok siswa. Perilaku
negatif dapat dilihat dalam 7 aspek yaitu : pengetahuan mereka tentang
perkelahian antar siswa, dampak perkelahian antar siswa, metode
pencegahan, metode penanganan, peran seseorang atau institusi untuk
pencegahan, peran seseorang atau institusi untuk penanganan. Penelitian
lebih lanjut diharapkan dapat melakukan perkembangan dan mencegah
perkelahian kelompok siswa.

Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kenakalan yang


dilakukan oleh remaja,misalnya tumbuh dalam keluarga yang berantakan,
kemiskinan dan lain sebagainya. Namun ada peran yang dilakukan oleh
keterampilan atau kecerdasan emosional yang melebihi kekuatan keluarga
dan ekonomi, dan peran itu sangat penting dalam menentukan sejauh mana
remaja atau seorang anak tidak dipengaruhi oleh kekerasan atau sejauh
mana mereka menemukan inti ketahanan guna menanggung kekerasan.
(Goleman, 2000).

Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan diatas, maka penulis melakukan


penelitian mengenai faktor-faktor yang dapat menyebabkan kenakalan
remaja (tawuran pelajar) pada pelajar di SMK Negeri 3 Palu. Tawuran
pelajar menimbulkan keresahan dalam dunia pendidikan dan masyarakat,
belum adanya penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi remaja
yang melakukan tawuran di Kota Semarang akan menyebabkan kurangnya
referensi untuk mengenali faktor faktor penyebab terjadinya tawuran.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang
menyebabkan tawuran pelajar di SMK Negeri 3 Palu ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuin faktor-faktor apa saja yang
menyebabkan tawuran pelajar di SMK Negeri 3 Palu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tawuran
Perilaku Tawuran Menurut Kartono (2006), kelompok tawuran remaja ini
pada masa awalnya merupakan kelompok bermain yang dinamis. Permainan
yang mula-mula bersifat nertal, baik dan menyenangkan, kemudian berubah
menjadi sebuah perilaku eksperimental yang berbahaya dan sering
mengganggu atau merugikan orang lain. Pada akhirnya kegiatan tersebut
menjadi sebuah tindakan kriminal. Dengan semakin sering frekuensi
kegiatan bersama dalam bentuk keberandalan dan kejahatan itu membuat
kelompok remaja ini menjadi semakin “ahli” dalam berkelahi dan terbentuk
sebuah perilaku “perkelahian kelompok”, pengeroyokan, perang batu, dan
termasuk perkelahian antarsekolah. Aksi demikian ini mempunya tujuan
khusus yaitu mendapatkan prestige individual juga memiliki dalih untuk
menjunjung tinggi nama sekolah.

Mustofa (1998) membagi jenis-jenis tawuran pelajar menjadi:


a. Tawuran pelajar antara dua kelompok pelajar dari sekolah yang berbeda
yang mempunyai rasa permusuhan yang telah terjadi turun-temurun /
bersifat tradisional.
b. Tawuran pelajar antara dua kelompok pelajar. Kelompok yang satu
berasal dari satu sekolah, sedangkan kelompok yang lainnya berasal dari
suatu perguruan yang didalamnya tergabung beberapa jenis sekolah
Permusuhan yang terjadi di antara dua kelompok ini juga bersifat
tradisional.
c. Tawuran pelajar antara dua kelompok pelajar dari sekolah yang berbeda
yang bersifat insidental. Perkelahian jenis ini biasanya dipicu situasi dan
kondisi tertentu. Misalnya suatu kelompok pelajar yang sedang menaiki bus
secara kebetulan berpapasan dengan kelompok pelajar yang lainnya.
Selanjutnya terjadilah saling ejek-mengejek sampai akhirnya terjadi
tawuran.
d. Tawuran pelajar antara dua kelompok pelajar dari sekolah yang sama
tetapi berasal dari jenjang kelas yang berbeda, misalnya tawuran antara
siswa kelas II dengan siswa kelas III.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Tawuran Menurut Kartono


(2006) ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perkelahian antar
kelompok atau tawuran, dan faktor-faktor itu terbagi ke dalam dua jenis
yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1. Faktor Internal
Faktor internal mencakup reaksi frustasi negatif, gangguan pengamatan dan
tanggapan pada diri remaja,gangguan cara berfikir pada diri remaja, dan
gangguan emosional/perasaan pada diri remaja. Tawuran pada dasarnya
dapat terjadi karena tidak berhasilnya remaja untuk mengontrol dirinya
sendiri. Gangguan pengamatan dan tanggapan pada diri remaja antara lain
berupa : ilusi, halusinasi, dan gambaran semu. Pada umumnya remaja dalam
memberi tanggapan terhadap realita cenderung melalui pengolhan batin
yang keliru, sehingga timbullah pengertian yang salah. Hal ini disebabkan
oleh harapan yang terlalu mulukmuluk dan kecemasan yang terlalu
berlebihan. Aman dan takut terhadap sesuatu yang tidak jelas; dan perasaan
rendah diri yang dapat melemahkan cara berfikir, intelektual dan kemauan
anak.
2. Faktor Eksternal
Selain faktor dari dalam (internal) yang dapat menyebabkan tawuran juga
ada beberapa faktor dari luar, yaitu keluarga, lingkungan sekolah yang tidak
menguntungkan dan lingkungan sekitar. Keluarga memegang peranan
penting dalam membentuk watak anak. Kondisi keluarga sangat berdampak
pada perkembangan yang dialami seorang anak, apabila hubungan dalam
keluarganya baik maka akan berdampak positif begitupun sebaliknya, jika
hubungan dalam keluarganya buruk maka akan pula membawa dampak
yang buruk terhadap perkembangan anak. Misalnya rumah tangga yang
berantakan
Akan menyebabkan anaknya mengalami ketidakpastian emosional,
perlindungan dari orang tua, penolakan orang tua dan pengaruh buruk orang
tua.

Bentuk-Bentuk Perilaku Tawuran


Menurut sarwono (2010) ada beberapa bentuk perilaku yang biasa muncul
pada saat suatu kelompok tawuran yaitu:
1. Perkelahian atau pengancaman intimidasi pada orang lain,
2. Merusak fasilitas umum. Seperti melakukan penyerangan ke sekolah lain,
dll.
3. Mengganggu jalannya aktifitas orang lain. Tawuran yang terjadi juga
menyebabkan terganggunya aktifitas orang lain atau masyarakat
disekitarnya. Seperti pembajakan bus atau kendaraan umum.
4. Melanggar aturan sekolah,
5. Melanggar undang-undang hukum yang berlaku di suatu Negara
6. Melanggar aturan orang tua Perilaku tawuran pelajar yang dilakukan oleh
para remaja ini memang sudah dikategorikan sebagai bentuk tindakan
kriminal karena tidak hanya membahayakan bagi diri sendiri namun juga
menjadikan pihak lain sebagai korban, bahkan masyarakat sekitar yang
tidak ikut terlibat dalam perilaku tawuran ini juga mendapatkan kerugian
fisik maupun materi. Bentuk tindakan tawuran ini sudah termasuk ke dalam
bentuk perilaku delinkuensi (juvenile delinquency).

2.2. Path Analysis


2.2.1 Defenisi Path Analysis
Path analysis (PA) atau analisis jalur adalah keterkaitan antara variable
independent, variable intermediate, dan variable dependen yang biasanya
disajikan dalam bentuk diagram. Didalam diagram ada panah panah yang
menunjukkan arah pengaruh antara variable-variabel exogenous,
intermediary, dan variabel dependent.Path analysis digunakan untuk
menganalisis pola hubungan antara variabel dengan tujuan untuk
mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung seperangkat variabel
bebas (eksogen) terhadap variabel terikat (endogen).Teknik analisis jalur ini
akan digunakan dalam menguji besarnya sumbangan (kontribusi) yang
ditunjukkan oleh koefisien jalur pada setiap digram jalur dari hubungan
kausal antar variabel X1, X2, dan X3 terhadap Y serta dampaknya kepada
Z. Melalui analisis jalur ini akan dapat ditemukan jalur mana yang paling
tepat dan singkat suatu variabel eksogen menuju variabel endogen yang
terkait.Teknik ini dikembangkan sejak tahun 1939 oleh Sewall Wright.
Berbeda dengan korelasi dan regresi, analisis jalur mempelajari apakah
hubungan yang terjadi disebabkan oleh pengaruh langsung dan tidak
langsung dari variabel independen terhadap variabel dependen, mempelajari
ketergantungan sejumlah variabel dalam suatu model (model kausal), dan
menganalisis hubungan antar variabel dari model kausal yang telah
dirumuskan oleh peneliti atas dasar pertimbangan teoritis.

2.2.2 Prinsip-Prinsip Path Analysis


1. Pada model path analysis, hubungan antar variabel bersifat linear, adaptif
dan bersifat normal.
2. Hanya sistem aliran kausal ke satu arah artinya tidak ada arah kausalitas
yang terbalik.
3. Variabel terikat (endogen) minimal dalam skala ukuran interval dan ratio.
4. Menggunakan sampel probability sampling yaitu teknik pengambilan
sampel untuk memberikan peluang yang sama pada setiap anggota populasi
untuk dipilih menjadi anggota sampel.
5. Observed variables diukur tanpa kesalahan (instrumen pengukuran valid
dan reliable) artinya variabel yang diteliti dapat diobservasi secara langsung.
6. Model yang dianalisis dispesifikasikan (diidentifikasikan) dengan benar
berdasarkan teori-teori dan konsep-konsep yang relevan artinya model teori
yang dikaji atau yang diuji dibangun berdasarkan kerangka teoritis tertentu
yang mampu menjelaskan hubungan kausalitas antar variabel yang diteliti.

Langkah-langkah Path Analysis


Salah satu komponen penting dalam analisis path adalah diagram path.
Diagram path dibuat untuk mempresentasikan hubungan kausal antar
variabel ke dalam bentuk gambar sehingga semakin mudah terbaca (Dillon
dan Goldstein, 1984).Notasi anak panah Pada diagram jalur digunakan dua
macam anak panah, yaitu anak panah satu arah yang menyatakan pengaruh
langsung dari sebuah variabel eksogen variabel penyebab (X) terhadap
sebuah variabel endogen variabel akibat (Y), dan anak panah dua arah
menunjukkan hubungan korelasional antara variabel eksogen.

Menurut Ferdinand (2006), ada tujuh langkah yang harus dilakukan untuk
menyiapkan analisis jalur, yaitu:
1. Pengembangan Model Teoritis
Langkah pertama dalam pengembangan model adalah pencarian atau
pengembangan sebuah model yang mempunyai justifikasi teoritis yang kuat.
Model yang dirancang merupakan model-model yang bisa dinyatakan ke
dalam bentuk persamaan dan mengandung hubungan kausal di dalamnya.
Mengingat bahwa model hipotetik yang dibangun bisa lebih dari satu
terutama bila landasan konsepnya belum matang.

2. Pengembangan Path Diagram atau diagram alur


Dalam langkah kedua ini, model teoritis yang telah dibangun pada tahap
pertama akan digambarkan dalam sebuah path diagram, yang akan
mempermudah untuk melihat hubungan-hubungan kausalitas yang ingin
diuji. Dalam diagram alur, hubungan antar konstruk akan dinyatakan
melalui anak panah. Anak panah yang lurus menunjukkan sebuah hubungan
kausal yang langsung antara satu konstrak dengan konstrak lainya.
Sedangkan garis-garis lengkung antar konstruk dengan anak panah pada
setiap ujungnya menunjukkan korelasi antar konstruk. Konstruk yang
dibangun dalam diagram alur dapat dibedakan dalam dua kelompok, yaitu:
a. Exogenous constructs atau konstruk eksogen Dikenal juga sebagai
source variables atau independent variables yang tidak diprediksi oleh
variabel lain dalam model. Konstruk eksogen adalah konstruk yang
dituju oleh garis dengan satu ujung panah.
b. Endogenous construct atau konstruk endogen Merupakan faktor-faktor
yang diprediksi oleh satu atau beberapa konstruk. Konstruk endogen
dapat memprediksi satu atau beberapa konstruk endogen lainnya, tetapi
konstruk endogen hanya dapat berhubungan kausal dengan konstruk
endogen.
Setelah model teoritis dibangun pada langkah pertama, maka langkah
selanjutnya adalah mengembangkan model tersebut dalam diagram path.
Dengan diagram path tersebut dapat dilihat hubungan-hubungan
kausalitasyang ingin diuji. Konstruk yang dibangun dalam diagram alur
dapat dibedakan menjadi konstruk eksogen dan konstruk endogen. Konstruk
eksogen adalah yang tak dapat diprediksi oleh variabel lain dalam model.
Sedangkan konstruk endogen adalah faktor-faktor yang diprediksi oleh
satuatau beberapa konstruk-konstruk eksogen hanya dapat berhubungan
kausal dengan kontruk endogen. Setelah dituangkan dalam diagram path
maka model dapat mulai dikonversikan ke dalam persamaan struktural.

3. Konversi diagram alur ke dalam persamaan struktural dan model


pengukuran
Persamaan yang didapat dari diagram alur yang dikonversi terdiri dari
Structural Equation atau persamaan struktural. Dirumuskan untuk
menyatakan hubungan kausalitas antar berbagai konstruk. Rumus yang
dikembangkan adalah: Variabel endogen = variabel eksogen + variabel
endogen + error. Pemeriksaan asumsi model analisis path.

Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi pada pengujian model analisis path ini
adalah sebagai berikut
a. Ukuran sampel
Menurut Hair et al. (1998), ukuran sampel yang dibutuhkan untuk data
multivariat adalah antara 100-200 variabel.
b. Normalitas data
Sebaran data harus dianalisis untuk melihat asumsi normalitas dipenuhi
sehingga data dapat diolah lebih lanjut untuk pemodelan. Normalitas
data dapat diuji dengan melihat histrogam data atau uji-uji normalitas
lainnya. Dalam penelitian ini normalitas data dideteksi dengan
membandingkan nilai critical ratio yang diperoleh critical ratio sebesar +
2,58 yang didapat dari tabel distribusi normal standar pada tingkat
signifikansi 0,01 dengan sebesar + 2,58 yang didapat dari tabel distribusi
normal standar pada tingkat signifikansi 0,01.
c. Tidak ada data outlier
Outlier adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik unik yang
terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya dan muncul
dalam bentuk nilai ekstrim. Uji terhadap outlier dilakukan dengan
menggunakan kriteria jarak Mahalanobis pada tingkat 0,01. Jarak
Mahalanobis tersebut dievaluasi dengan menggunakan χ2 (q ; 0,01)
dengan q adalah derajat bebas sebesar jumlah variabel yang digunakan
dalam penelitian (Hair et al., 1998). Penanganan outlier dapat dilakukan
dengan mengeluarkan observasi atau data outlier tersebut.
d. Multikolinearitas variabel eksogen
Multikolenieritas dapat dideteksi melalui diagram korelasi antar
konstruk eksogen untuk mengecek tinggi rendahnya korelasi. Jika
korelasi antar variabel eksogennya tinggi maka model perlu
dipertimbangkan lagi. Dalam penelitian ini, multikolinearitas dideteksi
dengan melihat apakah nilai determinan matriks kovariansi sampel jauh
dari nilai nol atau tidak. Jika nilai determinan matriks kovariansi sampel
jauh dari nol dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat multikolinearitas.

4. Memilih matrik input dan estimasi model.


Pada penelitian ini matrik inputnya adalah matrik kovarian atau matrik
korelasi. Hal ini dilakukan karena fokus SEM bukan pada data individual,
tetapi pola hubungan antar responden. Dalam hal ini ukuran sampel
memegang peranan penting untuk mengestimasi kesalahan sampling. Untuk
itu ukuran sampling jangan terlalu besar karena akan menjadi sangat sensitif
sehiungga akan sulit mendapatkan ukuran goodness of fit yang baik, setelah
model dibuat dan input data dipilih, maka dilakukan analisis model
kausalitas dengan teknik estimasi yaitu teknik estimasi model yang
digunakan adalah Maximum Likehood Estimation Method. Teknik ini
dipilih karena ukuran sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kecil (100-200 responden).

5. Menganalisa kemungkinan munculnya masalah identifikasi


Problem identifikasi pada prinsipnya adalah problem mengenai
ketidakmampuan model yang dikembangkan menghasilkan estimasi yang
unik. Bila setiap kali estimasi dilakukan muncul problem identifikasi, maka
sebaiknya model dipertimbangkan ulang dengan mengembangkan lebih
banyak konstruk. Disebutkan oleh Ferdinand (2006), beberapa indikasi
problem identifikasi:
a. Standard error untuk satu atau beberapa koefisien adalah sangat besar.
b. Program tidak mampu menghasilkan matrik informasi yang
seharusnya disajikan.
c. Munculnya angka-angka yang aneh seperti adanya varians error yang
negatif.
d. Munculnya korelasi yang sangat tinggi antar koefisien estimasi yang
didapat (misalnya lebih dari 0,9)

6. Evaluasi kriteria goodness of fit


Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap kesesuaian model terhadap
berbagai kriteria goodness of fit. Disebutkan oleh Ferdinand (2006),
beberapa indeks kesesuaian dan cut of value untuk menguji apakah sebuah
model dapat diterima atau ditolak.

7. Interpretasi dan Modifikasi Model


Tahap akhir ini adalah melakukan interpretasi dan modifikasi bagi model-
model yang tidak memenuhi syarat-syarat pengujian. Hair et. al. (dalam
Ferdinand, 2006) memberikan pedoman untuk mempertimbangkan perlu
tidaknya modifikasi model dengan melihat jumlah residual yang dihasilkan
oleh model tersebut. Batas keamanan untuk jumlah residual adalah 5%.
Bila jumlah residual lebih besar dari 2% dari semua residual kovarians yang
dihasilkan oleh model, maka sebuah modifikasi perlu dipertimbangkan. Bila
ditemukan bahwa nilai residual yang dihasilkan model cukup besar (yaitu
≥2.58) maka cara lain dalam memodifikasi adalah dengan
mempertimbangkan untuk menambah sebuah alur baru terhadap model yang
diestimasi itu. Nilai residual value yang lebih besar atau sama dengan ± 2.58
diinterpretasikan sebagai signifikan secara statistik pada tingkat 5%.

2.2.3 Koefisien Jalur dan Perhitungan Koefisien Jalur


Dalam korelasi arah dan kuatnya hubungan antar variabel ditunjukkan
dengan koefisien korelasi. Arah hubungan adalah positif dan negatif,
sedangkan kuatnya hubungan ditunjukkan dengan besar kecilnya angka
korelasi. Koefisien korelasi yang mendekati angka 1 berarti kedua variabel
mempunyai hubungan kuat atau sempurna (Sugiyono: 2009).
Dalam analisis jalur juga terdapat koefisien jalur. Koefisien jalur
menunjukkan kuatnya pengaruh variabel eksogen terhadap variabel
endogen. Koefisien jalur adalah koefisien regresi standar (standar z) yang
menunjukkan pengaruh variabel eksogen terhadap endogen yang telah
tersusun dalam diagram jalur. Hubungan jalur antar variabel dalam diagram
jalur adalah hubungan korelasi, oleh karena itu perhitungan angka koefisien
jalur menggunakan standar skor z. Pada setiap variabel eksogen tidak
dipengaruhi oleh variabel-variabel yang lain dalam diagram, sehingga yang
ada hanyalah suku resideunya yang diberi notasi e atau sering juga disebut
dengan variabel residual.
Langkah-langkah dalam menghitung koefisien path seperti yang
dikemukakan oleh Oktariani (2006) adalah
1. Setelah diagram path yang dikembangkan telah jelas kalau persamaan
struktural disusun sesuai dengan hubungan yang telah dihipotesiskan
sehingga maka akan tampak jelas kedudukan masing-masing variabel
tergolong dalam variabel eksogen atau variabel endogen.
2. Karena input data dalam analisis path berupa data korelasi atau
kovariansi, maka perlu dicari korelasi antara seluruh variabel yaitu dengan
menghitung matriks korelasi antar semua variabel yang ada, dengan
menggunakan rumus korelasi sesuai dengan persamaan (2.1), sehingga
diperoleh matriks korelasi R.
3. Mengidentifikasikan substrak dan persamaan yang akan dihitung
koefisienpathnya. Misal terdapat k buah variabel eksogen dan satu buah
variabel endogen.
4. Dihitung matriks korelasi antar variabel eksogen yaitu R1 yang menyusun
substruktur tersebut, kemudian dicari inversnya. Matriks korelasi antar
variabel eksogen digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh
variabel eksogen terhadap variabel endogennya.
5. Dihitung semua koefisien path yang ada dalam persamaan R xu( x1 x2 xk
yaitu koefisien yang menyatakan seberapa besar pengaruh variabel X1, X2,
..., Xk terhadap variabel Xu.

2.2.4. Pengujian model


Analisis path merupakan pendekatan analisis yang penting dalam menguji
hipotesis kausal. Di sini ingin dihasilkan korelasi atau kovariansi yang
sesungguhnya. Jika hal ini bisa dipenuhi maka bisa dikatakan bahwa
strukturhipotesis kausal yang dibentuk berdasarkan korelasi atau kovariansi
adalah cocok dalam menguji kevalidan model. Pada perhitungan skala
besar, kevalidan model kausal ditentukan dari kemampuan untuk
menghasilkan nilai R yang paling tinggi mendekati aslinya (Oktariani,
2006).
Berikut ini beberapa pengujian yang akan dilakukan terhadap model.
a. Pengujian secara keseluruhan
Pengujian ini dilakukan pada model untuk melihat apakah model yang
terbentuk sudah cukup signifikan. Alat uji paling fundamental untuk
mengukur kesesuaian model adalah χ 2. Uji ini dapat digunakan karena 20
model statistik dalam penelitian ini menggunakan 75-200 sampel.
b. Teori Trimming
Sebelum dilakukan penarikan kesimpulan mengenai hubungan kausal yang
digambarkan dalam diagram path perlu diuji signifikansi dari setiap
koefisien path yang telah dihitung. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan teori trimming yaitu suatu metode yang bekerja dengan
menghilangkan koefisien path yang tak signifikan dan tidak memenuhi
kriteria.

Anda mungkin juga menyukai