Sempro Print PDF
Sempro Print PDF
Faktor-faktor Cyberloafing
Menurut Ozler & Ploat (2012) ada tiga faktor yang mempengaruhi perilaku Cyberloafing:
1. Faktor Individu
Perilaku yang didorong oleh keinginan dari dalam diri individu melibatkan kebiasaan,
kepribadian dan norma yang dianut. Kecanduan pengunaan internet juga terdapat dalam faktor
individu. Terlepas dari itu kesepian dan masa lalu juga terpengaruh pola pengunaan fasilitas
internet. dalam perilaku cyberloafing Individu tergantung dari kepercayaan terhadap
dorongan dari dalam dirinya sendiri (Chak & Louis, 2004).
2. Faktor Situasional
Situasi berkaitan dengan lingkungan tempat kerja, faktor situasional muncul karena ada niat
dari dorongan individu. Hal ini terjadi karena tidak terdapat pencegahan berupa peraturan
khusus dalam pengunaaan fasilitas internet yang diberikan, karena perilaku cyberloafing
sanggat erat dengan persepsi kontrol individu itu sendiri.
3. Faktor Organisasi
Organisasi memerlukan pengawasan terhadap fasilitas pengunaan internet seperti dukungan
manajerial terhadap pegawai penguna internet, pengunaan harus sesuai norma sosial yang
berlaku di dalam lingkungan kerja, dan diperlukan konsekuensi reward dan punishment
terhadap perilaku pelangaran pengunaan fasilitas internet yang tidak sesuai dengan fungsinya
Dengan definisi diatas cyberloafing merupakan suatu tindakan yang merugikan dirinya sekaligus
tempat kerjanya. Individu yang memiliki perilaku cyberloafing cenderung mengunakan peluang
dan merasa dirinya tidak diawasi aturan, atasan serta sistem didalam lingkungan kerja sehingga
individu tersebut mengunakan kesempatan untuk keperluan pribadinya. hal ini secara tidak
langsung memberikan gambaran bahwasanya perilaku cyberloafing merupakan suatu tindakan
yang mengambarkan seseorang untuk bertindak korupsi. Menurut Arifin (dalam Wahyudi, 2010)
peluang yang mebuka terjadinya perilaku korupsi dikarenakan sistem pengawasan pemerintahan
yang lemah.
Korupsi merupakan perilaku merugikan dari pejabat publik atau pegawai dalam kewenangan,
kedudukan dan jabatan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan melangar hukum sehinga
menimbulkan kerugian terhadap keuangan negara (Aulia, 2018). Pemicu terjadinya perilaku
korupsi salah satunya dipengaruhi oleh fasilitas kerja yang diberikan seperti teknologi internet
yang tidak semestinya tampa pengawasan. kelemahan sistem pengawasan pemerintahan
merupakan pemicu utama perilaku korupsi terjadi karena di dalamnya terdapat perilaku
cyberloafing yang tidak terkontrol dengan baik dan akan menimbulkan pekerja untuk melakukan
kecenderungan tindakan korupsi.
Kerangka Berpikir
Cyberloafing
Pengunaan fasilitas internet di lingkungan kerja untuk keperluan pribadi.
Perilaku Korupsi
Tindakan memperkaya, dan menguntungkan diri sendiri
Hipotesa
Hipotesa dalam peelitian ini yaitu ada korelatif positif antara Cyberloafing terhadap
kecenderungan perilaku korupsi pada aparatur sipil negara, dimana jika Cyberloafing pada
aparatur sipil negara tinggi maka kecenderungan perilaku korupsi akan tinggi.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Desain penelitian ini mengunakan pendekatan kuantitatif dimana penelitian ini akan diolah
mengunakan data-data berbentuk angka dengan metode statistik (Azwar, 2007). Dalam
penelitian ini desain yang digunakan yaitu desain uji korelasional. Uji korealsional adalah
pendekatan yang secara umum peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara variabel
(Y) dengan variabel (X) (Azwar 2013). Terkait dengan penelitian ini peneliti ingin mengetahui
apakah terdapat hubungan cyberloafing terhadap perilaku kecenderungan korupsi pada aparatur
sipil negara.
Subjek Penelitian
Penelitian ini menggunakan subjek dari aparatur sipil negara yang aktif bekerja dan memiliki
fasilitas penunjang pekerjaan seperti fasilitas internet di lingkungan kerja. Teknik dalam mencari
subjek dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling
merupakan teknik dalam mencari subjek sesuai dengan kriteria yang sudah di tentukan. Hal ini
bertujuan dengan adanya subjek yang telah ditentukan menurut kriteria, penelitian diharapkan
sesuai dengan tujuan penelitian.
Kriteria subjek dalam penelitian ini yaitu:
1. Pekerja sebagai aparatur sipil negara
2. Memiliki fasilitas internet di lingkungan kerja.
3. Usia 20-40 tahun
Alat Ukur Item Uji Item Valid Indeks Validitas Indeks Reliabilitas
Cyberloafing 22 17 0,316-0,628 0,849
Kecenderungan
Perilaku korupsi 24 21 0,341-0,706 0,881
Alamsyah, W. Lais, A. & Agus S (2018). Laporan Tren Penindakan Kasus Korupsi Tahun 2018.
Indonesia Corruption Watch
Al Araaf, D. (2019) Kebijakan Desentralisasi Dan Kaitanya Dengan Korupsi DPRD Kota
Malang Dalam Perspektif Good Governance.
Aulia, S. D. (2018). Kausu Korupsi Aparatur Sipil Negara (ASN) Perempuan Di Lembaga
Permasyarakatan Perempuan Kelas II A Pekanbaru Provinsi Riau Tahun 2017. JOM
FISIP, 5, 1-13.
Badan Pusat Statistik (2018) Indeks Perilaku Anti Korupsi tahun 2019. Diakses pada 25 Oktober
pukul 10.30
https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/09/17/1531/indeks-perilaku-anti- korupsi--ipak-
-tahun-2018-sebesar-3-66.html
Beugre, C., D & Kim D., (2006). Cyberloafing Vice or Virtue in Mehdi Khosrow-Pour-Ed.book,
Emerging Trends and Challenges in Information Technology Management 2 .834-837.
Blanchard, Anita L & Henle, C.A (2008). Correlates of Different Forms of Cyberloafing :
The Role of Norms External Locus Of Control. Computers in Himan Behavior, 24(3),
1067-1084
Bunga, M., Maroa, M. D., Arie, A., & Djanggih, H. (2019). Urgensi Peran Serta Masyarakat
Dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Law
Reform,15(1), 85-97.
Chak, K., & Louis, L. (2004). Shyness and Locus of Control as Predictors of Internet
Addiction and Internet Use. Cyberpsychology and Behavior,7(5), 559-570
Fadjar, M. (2002). Korupsi dan Penegakan Hukum dalam pengantar Kurniawan, L 2002 ,
Menyingkap Korupsi di Daerah, Intrans Malang.
Hakim, A. (2016). Model Struktural Hubungan Teknologi Informasi, Kualtas Informasi dan
Kinerja Menejerial Industri Kreatif Percetakan Digita. Jurnal MIX, 7(1)
Hong, M. & Kleck, G. (2018). The short-term deterrent effect of executions: an analysis of
daily homicide counts. Crime & Delinquency, 64(7), 939-970
Indriyani, S. (2016). Pengaruh Pelatihan Kerja Dan Disiplin Kerja Terhadap Kroduktifitas Kerja
Karyawan Pada PT. Paradise Island Furniture. Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
(JMBI), 5(1), 50-61
Kidwell, R. E. (2010). Loafing in the 21st Century. Enhanced Opportunities and Remedies for
Withholding Job Effort in the New Workplace. Business Horizons, 53(6), 543-522
Lim, V. K. (2002). The IT way of loafing on the Job: Cyberloafing Neutralizing and
Organizational Justice. Journal of organizational behavior: the international journal of
industrial, occupational and Organizational Psychology and Behavior, 23(5), 675-
694.
Noratika Ardilasari (2016). Hubungan Self Control dengan perilaku Cyberloafing Pada Pegawai
Negeri Sipil. Diglib UMM: Universitas Muhammadiyah Malang
Ozler, D. E., & Ploat (2012). Cyberloafing Phenomenon In Organization: Determinants and
Impacts. Internasional Journal of eBusniess and eGoverment Student. 4(2), 2146- 0744
Rahayuningsi, T., & Putra, A. A. (2018). Impact of Adversity Intelligence and Work
Commitment on Cyberloafing Behavior. COUNS-EDU, 3(2), 69-72.
Semma, M. (2008). Negara dan Korupsi: Pemikiran Mochtar Lubis atas Negara, Manusia
Indonesia, dan Perilaku Politik . Yayasan Obor Indonesia
Shintia, D., & Taufik, T. (2019). Hubungan Self Awareness dengan Perilaku Cyberloafing pada
PNS di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Buktittingi. Jurnal Riset Psikologi, 2019
(1)
Transparency Internasional (2018). Corruption Perceptions Index. diperoleh pada tahun 2018
Diakses pada 26 Oktober pukul 11.30
https://www.transparency.org/files/content/pages/2018_CPI_Executive_Sum
mary.pdf
Umar, H. (2005). Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Thesis Bisnis. Jakarta: Rajawali Pers.
Umar, H. (2011). Peran Akutan Dalam Pemberantasan Korupsi. Sosiohumaniora, 13(1), 108.