Anda di halaman 1dari 8

A.

Latar Belakang
Kunci keberhasilan seseorang dalam menjalani hidup adalah ketika seseorang
mampu mempertahankan kondisi fisik, mental dan emosionalnya dalam suatu
kondisi yang optimal melalui pengendalian diri, peningkatan aktualisasi diri serta
selalu menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam menyelesaikan masalah.
Setiap individu memiliki kekuatan, martabat, tumbuh kembang, kemandirian dan
merealisasikan diri, potensi untuk berubah, kesatuan yang utuh mulai dari bio
psiko sosial dan spiritual, perilaku yang berarti, serta persepsi, pikiran, perasaan
dan gerak. Keseluruhannya merupakan suatu rangkaian yang tidak terpisahkan (Jaya,
2015).
Menurut WHO kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan
mengandung berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan keselarasan
dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014
tentang kesehatan jiwa dalam pasal 1 menyebutkan bahwa kesehatan jiwa adalah
kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual,
dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat
mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan
kontribusi untuk kelompoknya.
Kesehatan jiwa adalah suatu keadaan sejahtera dikaitkan dengan kebahagiaan,
kegembiraan, kepuasan, pencapaian, optimisme, atau harapan. Kesehatan jiwa
melibatkan sejumlah kriteria yang terdapat dalam suatu rentang. Kriteria sehat jiwa
yaitu, sikap positif terhadap diri sendiri, berkembang aktualisasi diri dan ketahanan
diri, integrasi, otonomi, persepsi sesuai realitas, dan penguasaan lingkungan (Stuart,
2017).
Gangguan jiwa adalah pola perilaku atau psikologis yang ditunjukkan oleh
individu yang menyebabkan distres, disfungsi, dan menurunkan kualitas kehidupan.
Hal ini mencerminkan disfungsi psikobiologis dan bukan sebagai akibat dari
penyimpangan sosial atau konflik dengan masyarakat (Stuart, 2017).
Menurut Purnama, Yani, & Titin (2016) mengatakan gangguan jiwa adalah
seseorang yang terganggu dari segi mental dan tidak bisa menggunakan pikirannya
secara normal.
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di
LAPAS (Lembaga Permasyarakat). Narapidana bukan saja objek melainkan subjek
yang tidakberbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan
kesalahan atau kekilafan yang dapat dikenakan pidana, sehingga tidak harus
diberantas. Oleh karenanya, yang harus diberantas adalah factor, factor yang dapat
menyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hokum,
kesusilaan, agama, atau kewajiban- kewajiban sosial lain yang dapat dikarenakan
pidana (Malinda, Anggun 2016:26).
Seseorang yang terpaksa tinggal di lembaga pemasyarakatan karena menjalani
hukuman akan mempengaruhi kondisi psikologisnya. Mereka akan mengalami
kesulitan untuk menyesuaikan kehidupannya di lembaga pemasyarakatan, tetapi
mereka harus tetap mengikuti aturan-aturan yang berlaku di lembag pemasyarakatan.
Selain itu, mereka juga harus terpisah dari keluarganya, kehilangan barang dan jasa,
kehilangan kebebasan untuk tinggal diluar, atau kehilangan pola seksualitasnya. Hal
tersebut akan menyebabkan seseorang mendapatkan tekanan karena hidup di dalam
lembaga pemasyarakatan yang mengakibatkan mereka menjadi stres. Jika seseorang
sudah mengalami stres berat, ia akan beresiko untuk membahayakan diri
sendiri maupun orang lain bahkan dapat terjadipercobaan bunuh diri.
Stres merupakan hal yang menjadi bagian dari kehidupan manusia. Stres juga
merupakan tanggapan atau reaksi tubuh terhadap berbagai tuntutan atau beban
atasnya yang bersifat non spesifik. Namun, di samping itu stres dapat juga
merupakan faktor pencetus, penyebab sekaligus akibat dari suatu gangguan
atau penyakit. Faktor-faktor psikososial cukup mempunyai arti bagi terjadinya stres
pada diri seseorang. Kehidupan narapidana di lembaga pemasyarakatan juga selalu
dijaga oleh petugas. Seluruh aktivitas akan selalu diawasi oleh para petugas
sehingga mereka merasa kesulitan untuk beraktivitas dan selalu merasa dicurigai
karena dipantau oleh petugas. Para narapidana ini merasa dirinya tidak berguna
ketika hidup di lembaga pemasyarakatan karena tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka
juga memikirkan kehidupan setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan. Mereka
berpikir bahwa dirinya sudah dianggap penjahat oleh orang-orang sekitar sehingga
tidak mau untuk bersosialisasi dengan komunitas. Mereka juga akan merasa dirinya
sulit mendapatkan pekerjaan karena masa lalunya yang pernah ditahan di lembaga
pemasyarakatan dan sudah dianggap penjahat. Ini dapat mengakibatkan mereka
merasa dirinya tidak berguna lagi sehingga akan berdampak pada psikologisnya
berupa penurunan harga diri.
Stres dan harga diri rendah sangat berhubungan dan harus segera ditangani.
Apabila stres dan harga diri rendah sudah terjadi pada seorang individu, ini akan
mempengaruhi seseorang dalam berpikir dan akan mempengaruhi terhadap koping
individu tersebut sehingga menjadi tidak efektif. Bila kondisi seorang individu
dengan stres dan harga diri tidak ditangani lebih lanjut, akan menyebabkan individu
tersebut tidak mau bergaul dengan orang lain, yang menyebabkan mereka asik
dengan dunia dan pikirannya sendiri sehingga dapat muncul risiko perilaku
kekerasan. Selain dapat membahayakan diri sendiri, lingkungan, maupun orang lain
juga dapat terjadi percobaan bunuh diri pada individu yang mengalami stres dan
harga diri rendah.
Perawat sebagai profesi yang berorientasi pada manusia mempuyai andil dalam
memberikan pelayanan kesehatan di LP dalam bentuk “Correctional setting” .
perawat memberikan pelayanan secara menyeluruh. Warga binaan memiliki hak
untuk mendapatkan kesejahteraan kesehatan baik fisik mauapun mental selama
masa pembinaan.Namun hal tersebut kurang mendapatkan perhatian. Kenyataannya
banyak narapidana yang mengalami gangguan psikologis seperti cemas, stress,
depresi dari ringan sampai berat (Butler, dkk. 2005).
A. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pada narapidana ?
2. Apa faktor penyebab pada narapidana ?
3. Bagaimana klasifikasi pada narapidana?
4. Apa masalah kesehatan pada narapidana?
5. Bagaimana penatalaksanaan gangguan jiwa pada narapidana?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada narapidana ?

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian pada narapidana
2. Untuk mengetahui faktor penyebab pada narapidana
3. Untuk mengetahui klasifikasi pada narapidana
4. Untuk mengetahui masalah kesehatan pada narapidana
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan gangguan jiwa pada narapidana
6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada narapidana
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Narapidana adalah orang-orang sedang menjalani saksi kurungan atau saksi
lainnya, menurut perundang-undangan. Pengertian narapidana menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah orang hukuman (orang yang sedang menjalani
hukuman karena tindak pidana) atau terhukum. Menurut Pasal 1 Undang-Undang
Nomor : 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan, narapidana adalah terpidana
yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Permasyarakatan.
Selanjutnya Dirjosworo (dalam Lubis dkk, 2014) narapidana adalah manusia
biasa seperti manusia lainnya hanya karena melanggar norma hukum yang ada,
maka dipisahkan oleh hakim untuk menjalani hukuman.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 (dalam
Lubis dkk, 2014) tentang Pemasyarakatan, narapidana adalah terpidana yang
menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Menurut Pasal
1 ayat (6) Undang-UndangNomor 12 Tahun 1995 (dalam Soraya, 2013) tentang
Pemasyarakatan, terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dengan demikian, pengertian narapidana adalah seseorang yang melakukan
tindak kejahatan dan telah dinyatakan bersalah oleh hakim di pengadilan serta
dijatuhi hukuman penjara.

2.2 Etiologi
Faktor-faktor penyebab kejahatan sehingga sesorang menjadi narapidana adalah:
a. Faktor ekonomi
1. Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi baru dengan produksi besar-besaran, persaingan bebas menghidupkan
konsumsi dengan jalan periklanan, cara bidang pertanian, Perkebunan, Pengelasan,
Penjahitan dan lain sebagainya.
2. Pendapatan
Dalam keadaan krisisi dengan banyak pengangguran dan gangguan ekonomi nasional, upah
para pekerja bukan lagi merupakan indeks keadaan ekonomi pada umumnya, maka dari itu
perubaha-perubahan harga pasar (maarket fluctuations) harus diperhatikan.
3. Pengangguran
Di antara faktror- faktor baik secara lngsung atau tidak mempengaruhi kriminalitas, terutama
dalam waktu-waktu krisis, pengangguran dianggap paling penting. Bekerja terlalu muda, tak
ada pengharapan maju, pengangguran berkala tetap, pengangguran biasa berpindahnya
pekerjaan dari suatu tempat yang lain, kurangnya libur, sehingga dapat disimpulkan bahwa
penganguran adalah faktor yang paling penting.
a. Faktor mental
1. Agama
Kepercayaan hanya dapat berlaku sebagai suatu anti krimogemis bila dihubungkan
dengan pengertian dan perasaan moral yang telah meresap selera menyeluruh,
meskipusn adanya faktor-faktor negatif, memangmerupakan fakta bahwa norma-
norma etis yang secara teratur diajarkan oleh bimbingan agama dan khusnya
bersambung pada keyakinan keagamaan yang sungguh, membangunkan secara
khusus dorongan-dorongan yang kuat untuk melawan kecenderungan kriminal.
2. Bacaan dan film
Sering orang beranggapan bahwa bacaan jelek merupakan faktor krimogenik yang
kuat, mulai dengan roman-roman dari abad ke -18,lalu dengan cerita-cerita dan
gambar erotis dan pornografi,buku-buku pasien lain dan akhirnya cerita detektif
dengan penjahat sebagai pahlawannya, penuh dengan kejadian berdarah.pengaruh
crimogenesis yang lebih langsung dari bacaan demikian ialah gambaran suatu
kejahatan tertentu dapat berpengaruh langsung dan suatu acara teknis tertentu
kemudian dapat di praktekkan oleh si pembaca. Harian yang mengenai bacaan dan
kejahatan pada umumnya juga dapat berasal dari koran-koran, disamping bacaan-
bacaan tersebut di atas, film (termasuk TV) dianggap menyebabkan pertumbuhan
kriminalitas terutama kenakalan remaja akhir-akhir ini.
b. Faktor Pribadi
1. Umur
Meskipun umur penting sebagai faktor penyebab kejahatan, baik secara yuridis
maupun kriminal dan smapai suatu batas tertentu berhubungan dengan faktor-
faktor tersebut pada akhirnya merupakan pengertian bagi kriminologi. Artinya
hanya dalam kerjasamanya dengan faktor-faktor lingkungan mereka baru
memperoleharti bagi krimonologi, kecenderungan untuk berbuat antisocial
bertambah selama masih sekolah dan memuncak antara umur 20 dan 25, menurun
perlahan- lahan sampaai umur 40, lalu melucur dengan cepat untuk berhenti sama
sekali pada hari tua. Kurve/garisnya tidak berbeda pada garis aktivitas lain yang
tergantung dari irama kehiduoan manusia
2. Alkohol
Diangkap faktor penting dalam mengakibaatkan kriminalitas, seperti pelanggaran
lalu lintas, kejahatan dilakukan dengan kekeraasan pengemisan, kejahatan seks, dan
penimbulan pembakaran, walaupun alkhol merupakan faktor yang kuat, masih juga
merupakan tanda tanya, smapai berapa jauh pengarunhnya.
3. Perang
Memang sebagai akibat perang dan karena keadaan lingkungan, seringkali terjadi
bahwa orang yang tadinya patuh terhadap hukum, melakuakn kriminalitas.
Kesimpulan yaitu sesudah perang, ada krisis-krisis, perpindahan rakyat kelain
lingkungan, terjadi inflasi dan revolusi ekonomi. Disamping kemungkinaan oraang
jadi kasar karenaa perang, kepemilikan senjata api menambah bahaya akan
terjadinya perbuatan-perbuatan kriminal

2.3 pemggolangan narapidana


Pasal 12 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
menentukan bahwa dalam rangka pembinaan terhadap narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan dilakukan penggolongan atas dasar:
a. Umur
b. jenis kelamin
c. lama pidana yang dijatuhkan
d. jenis kejahatan.
e. kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan.
f. Pembinaan Narapidana Wanita di LAPAS dilaksanakan di LAPAS Wanita.
Dalam standar registrasi dan klasifikasi narapidana dan tahanan yang
ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor: Pas- 170.Pk.01.01.02 Tahun 2015 tentang
Standar Registrasi dan Klasifikasi Narapidana dan Tahanan.
Penggolongan narapidana berdasarkan umur terdiri atas:

a. Anak (12 s.d. 18 tahun)


b. Dewasa (diatas 18 tahun)
Penggolongan narapidana berdasarkan jenis kelamin, terdiri atas:

a. Laki – laki

b. Wanita
Penggolongan narapidana berdasarkan lama pidana, terdiri atas:

a. Pidana 1 hari sd 3 bulan ( Register B.II b )

b. Pidana 3 bulan sd 12 bulan 5 hari (1 tahun) (Register B.II a)

c. Pidana 12 bulan 5 hari (1 tahun keatas ) (Register B.I)


d. Pidana Seumur Hidup (Register Seumur Hidup)
e. Pidana Mati (Register Mati)

Penggolongan narapidana berdasarkan jenis kejahatan, terdiri atas:

a. Jenis kejahatan umum

b. Jenis kejahatan khusus


Penggolongan berdasarkan kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau
perkembangan pembinaan. Rahmat Hi. Abdullah (hal. 54) dalam jurnalnya
menjelaskan bahwa adapun penggolongan narapidana sebagaimana yang tercantum
dalam Pasal 12 UU 12/1995 memang perlu, baik dilihat dari segi keamanan
dan pembinaan serta menjaga pengaruh negatif yang dapat berpengaruh terhadap
narapidana lainnya. Jenis kejahatan juga merupakan salah satu karakteristik ide
individualisasi dalam pembinaan narapidana. Untuk itu, di dalam melakukan
pembinaan terhadap narapidana haruslah dipisah-pisahkan berdasarkan jenis
kejahatannya, seperti narkotika, pencurian, penipuan, penggelapan, pembunuhan, dan
lain-lain. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan prisonisasi atas narapidana.

Di Indonesia terdapat penggolongan lembaga pemasyarakatan, yaitu lapas


umum dan lapas khusus seperti Lapas Perempuan, Lapas Anak, Lapas Narkotika dan
Lapas untuk tindak pidana berat seperti yang ada di Nusakambangan Cilacap.
Namun tidak di semua daerah di Indonesia memunyai lapas-lapas khusus. Biasanya
daerah yang tidak memunyai lapas khusus contohnya untuk narapidana anak, maka
akan dititipkan di lapas anak di daerah lain yang paling dekat.
Jadi seorang narapidana ditempatkan sesuai dengan penggolongan atas daras
umur, jenis kelamin, lama pidana yang dijatuhkan, jenis kejahatan dan kriteria
lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan. Artinya, seorang
narapidana herus ditempatkan dengan narapidana lainnya yang golongannya sama
sebagaimana yang telah ditentukan. Seperti halnya narapidana dengan jenis
kejahatan berbeda tidak ditempatkan dalam satu sel secara bersamaan.

2.4 Masalah Kesehatan Narapidana


a. Kesehatan mental

Menurut data dari burreu of justice,1999 kira-kira 285.000 tahanan


di lembaga pemasyarakatan mengalami gangguaan jiwa. Penyakit
jiwa yang sering dijumpai adalah skozofreia,bipolar affective
disorder dan personality disorder karena banyak yaang mengalami
gangguan kesehatan jiwa maka pemerintah harus menyediakan
pelayaan kesehatan mental.

b. Kesehaatan fisik

Perawatan kesehatan yang paling penting adaalah penyakit kronis dan penyakit
menular seperti HIV,hepatitis dan tuberculosis

2.5 Klasifikasi
Berdasarkan popullasi narapida yang mempunyai kesehatan pada lemagaa pemasyarakatan
yaitu :
a. Wanita
Masalah kesehatan yaang ada mungkin lebih komplek misalnya taahanan wanitaa
yang mendalam keadaan hamil, meningkalkan anak dalam pengetahuan oraang laain
(terpisah dari anak), korban pengaaaniyaan dan kekeraaasan sosial, penyaahlaagunaan
obat terlarang tetapi pelayanan kesehatan yang selam ini diberikaan cukup maksimal
untuk memenuhi kebutuhan mereka seperti pemeriksan ginekologi untuk wanita
hamil dan korban kekerasan seksual.NCHHC menawarkan ketentuan berikut untuk
memenuhi kesehatan:
1. LP memberikan pelayanaaan lengkap secara rutin termasuk pemeriksaaan
ginetologi secara kopehensif
2. Pelaayan kesehatan komprehensif meliputi kesehatn reproduksi,korban penipuan,
konseling berkaitan dengan peran sebagai orang tua pemakai obat -obataan dan
alkohol.
b. Remaja
Meningkaaatnya jumlah remaja yang terlibaat tindaak kriminaal membuaat mereka
harus ikut dihukum dan ditahan seperti orang dewasa. Hal ini akaan menghhalangi
pemenuhaan kebutuhaan untuk berkembaang seperti perkembangan fisik, emosi dan
nutrisi yang dibutuhkan, pra remaja ini akan mempunyai maaslah kesehaatn seperti
kekerasan seksual, penyerangan oleh tahanan laain aataau tindakan bunuh diri disini
perawat harus memantaau tingkat perkembangan daan pengalamaan mereka waspada
bahwa paada usia ini paling rentaan terkena masaalah kesehaatan

2.6 Penataalaaksaan
a. Terapi psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain,
penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri
lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik.
Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama. (Maramis, 2005,
hal.231). Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok
stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi
aktivitas kelompok stimulasi realita dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi
(Keliat dan Akemat, 2005, hal.13). Dari empat jenis terapi aktivitas kelompok diatas
yang paling relevan dilakukan pada individu dengan gangguan konsep diri harga diri
rendah adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi. Terapi aktivitas
kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang mengunakan aktivitas sebagai
stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam
kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif
penyelesaian masalah.(Keliat dan Akemat,2005)

Anda mungkin juga menyukai