Anda di halaman 1dari 10

KONSEP INTENSIVE CARE UNIT (ICU)

DEFINISI ICU
ICU atau intensive care unit dimulai pertama kali pada tahun 1950-an. Kegawat daruratan dalam
keperawatan berkembang sejak tahun 1970-an. Sebagai contoh, kegawatan di unit operasi
kardiovaskuler, pediatric, dan unit neonates. Keperawatan gawat darurat secara khusus
berkonsentrasi pada respon manusia pada masalah yang mengancam hidup seperti trauma atau
operasi mayor. Pencegahan terhadap masalah kesehatan merupakan hal penting dalam praktik
keperawatan gawat darurat. (Hartshorn et all, 1997).
Unit perawatan kritis atau ICU adalah merupakan unit perawatan khusus yang membutuhkan
keahlian dalam penyatuan informasi, membuat keputusan dan dalam membuat prioritas, karena
saat penyakit menyerang sistem tubuh, sistem yang lain terlibat dalam upaya mengatasi adanya
ketidakseimbangan. Esensi asuhan keperawatan kritis tidak berdasarkan kepada lingkungan yang
khusus ataupun alat-alat, tetapi dalam proses pengambilan keputusan yang didasarkan pada
pemahaman yang sungguh-sungguh tentang fisiologik dan psikologik (Hudak & Gallo, 2012).
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri, dengan staf yang
khusus dan pelengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan, dan terapi bagi
yang menderita penyakit akut, cedera atau penyulit yang mengancam nyawa atau potensial
mengancam nyawa. ICU menyediakan sarana dan prasarana serta peralatan khusus untuk
menunjang fungsi vital dengan menggunakan keterampilan staf dalam mengelola keadaan
tersebut. Saat ini di Indonesia, rumah sakit kelas C yang lebih tinggi sebagai penyedia pelayanan
kesehatan rujukan yang profesional dan berkualitas dengan mengedepankan keselamatan pasien.
Adapun beberapa kriteria pasien yang memerlukan perawatan di ICU adalah:
Pasien berat, kritis, pasien tidak stabil yang memerlukan terapi intensif seperti bantuan
ventilator, pemberian obat vasoaktif melalui infus secara terus menerus, contoh gagal nafas
berat, syok septik.
Pasien yang memerlukan pemantauan intensif invasive atau non invasivesehingga komplikasi
berat dapat dihindari atau dikurangi, contoh paska bedah besar dan luas, pasien dengan penyakit
jantung, paru, ginjal, atau lainnya.
Pasien yang memerlukan terapi intensif untuk mengatasi komplikasi akut, sekalipun manfaat
ICU sedikit, contoh pasien dengan tumor ganas metastasis dengan komplikasi, tamponade
jantung, sumbangan jalan nafas.
Sedangkan pasien yang tidak perlu masuk ICU adalah:
Pasien mati batang otak (dipastikan secara klinis dan laboratorium).
Pasien yang menolak terapi bantuan hidup.
Pasien secara medis tidak ada harapan dapat disembuhkan lagi, contoh karsinoma stadium akhir,
kerusakan susunan saraf pusat dengan keadaan vegatatif.
FUNGSI DAN TUJUAN ICU
Fungsi ICU
Dari segi fungsinya, ICU dapat dibagi menjadi :
ICU Medik
ICU trauma/bedah
ICU umum
ICU pediatrik
ICU neonatus
ICU respiratorik
Semua jenis ICU tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengelola pasien yang sakit kritis
sampai yang terancam jiwanya. ICU di Indonesia umumnya berbentuk ICU umum, dengan
pemisahan untuk CCU (Jantung), Unit dialisis dan neonatal ICU. Alasan utama untuk hal ini
adalah segi ekonomis dan operasional dengan menghindari duplikasi peralatan dan pelayanan
dibandingkan pemisahan antara ICU Medik dan Bedah.
Tujuan ICU
Berikut adalah tujuan ICU :
Menyelamatkan kehidupan
Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui observasi dan monitaring
evaluasi yang ketat disertai kemampuan menginterpretasikan setiap data yang didapat dan
melakukan tindak lanjut.
Meningkatkan kualitas pasien dan mempertahankan kehidupan.
Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien.
Mengurangi angka kematian pasien kritis dan mempercepat proses penyembuhan pasien
JENIS-JENIS ICU
Pelayanan ICU dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu:
ICU Primer
Ruang Perawatan Intensif primer memberikan pelayanan pada pasien yang memerlukan
perawatan ketat (high care). Ruang perawatan intensif mampu melakukan resusitasi jantung paru
dan memberikan ventilasi bantu 24-48 jam. Kekhususan yang dimiliki ICU primer adalah:
Ruangan tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat, dan ruang rawat pasien
lain.
Memiliki kebijakan/kriteria pasien yang masuk dan yang keluar
Memiliki seorang anestesiologi sebagai kepala
Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan resusitasi jantung paru
Konsulen yang membantu harus siap dipanggil
Memiliki 25% jumlah perawat yang cukup telah mempunyai sertifikat pelatihan perawatan
intensif, minimal satu orang per shift
Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, Rontgen untuk kemudahan
diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi (Depkes RI, 2006).
ICU Sekunder
Pelayanan ICU sekunder adalah pelayanan yang khusus mampu memberikan ventilasi bantu
lebih lama, mampu melakukan bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks. Kekhususan
yang dimiliki ICU sekunder adalah:
Ruangan tersendiri, berdekatan dengan kamar bedah, ruang darurat dan ruang rawat lain
Memiliki kriteria pasien yang masuk, keluar, dan rujukan
Tersedia dokter spesialis sebagai konsultan yang dapat menanggulangi setiap saat bila diperlukan
Memiliki seorang Kepala ICU yaitu seorang dokter konsultan intensif care atau bila tidak
tersedia oleh dokter spesialis anestesiologi, yang bertanggung jawab secara keseluruhan dan
dokter jaga yang minimal mampu melakukan resusitasi jantung paru (bantuan hidup dasara dan
hidup lanjut)
Memiliki tenaga keperawatan lebih dari 50% bersertifikat ICU dan minimal berpengalaman kerja
di unit penyakit dalam dan bedah selama 3 tahun
Kemampuan memberikan bantuan ventilasi mekanis beberapa lama dan dalam batas tertentu,
melakukan pemantauan invasif dan usaha-usaha penunjang hidup
Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, Rontgen untuk kemudahan
diagnostik selama 24 jam dan fisioterapi
Memiliki ruang isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi (Depkes RI, 2006).
ICU Tersier
Ruang perawatan ini mampu melaksanakan semua aspek perawatan intensif, mampu
memberikan pelayanan yang tertinggi termasuk dukungan atau bantuan hidup multi system yang
kompleks dalam jangka waktu yang tidak terbatas serta mampu melakukan bantuan renal
ekstrakorporal dan pemantauan kardiovaskuler invasif dalam jangka waktu yang terbatas.
Kekhususan yang dimiliki ICU tersier adalah:
Tempat khusus tersendiri di dalam rumah sakit
Memilik kriteria pasien yang masuk, keluar, dan rujukan
Memiliki dokter spesialis dan sub spesialis yang dapat dipanggil setiap saat bila diperlukan
Dikelola oleh seorang ahli anestesiologi konsultan intensif care atau dokter ahli konsultan
intensif care yang lain, yang bertanggung jawab secara keseluruhan. Dan dokter jaga yang
minimal mampu resusitasi jantung paru (bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut)
Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat ICU dan minimal berpengalaman kerja di unit
penyakit dalam dan bedah selama tiga tahun
Mampu melakukan semua bentuk pemantuan dan perawatan intensif baik invasive maupun non-
invasif
Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, Rontgen untuk kemudahan
diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi
Memiliki paling sedikit seorang yang mampu mendidik medic dan perawat agar dapat
memberikan pelayanan yang optimal pada pasien
Memiliki staf tambahan yang lain misalnya tenaga administrasi, tenaga rekam medic, tenaga
untuk kepentingan ilmiah dan penelitian

Gambaran Emosional ICU


Gambaran emosional lingkungan ICU sama pentingnya dengan elemen fisik, dan bahkan lebih
penting untuk hasil pasien. Elemen ini mencakup gejala yang timbul pada pasien karena dirawat
di ICU demikian juga dengan pola komunikasi semua orang yang memberikan perawatan di unit
yang menimbulkan stres ini. Bahkan untuk pengunjung yang baru pertama kali datang ke ICU,
perasaan berlebihan tentang tempat tersebut dapat menimbulkan rasa takut. Lingkungan ICU
menciptakan rasa rapuh karena ketergantungan fisik dan emosional, kurangnya informasi dan
perawatan yang menyamakan semua pasien dapat menumbuhkan ketakutan dan kecemasan.
Pengidentifikasian gambaran dan respons emosional di lingkungan ICU sangatlah penting karena
banyak yang dapat ditangani oleh intervensi keperawatan. Langkah pertamanya adlah
pengenalan dan pemahaman terhadap paradoks yang terjadi di lingkungan ICU. Lingkungan
yang tidak bersahabat tersebut harus menjadi tempat penyembuhan bagi pasien, keluarga dan
perawat. Perawat perlu mempunyai pemahaman yang baik mengenai lingkungan dan
kemungkinan bencana yang dapat ditimbulkan oleh lingkungan pada pasien yang keadaan
fisiologis dan emosionalnya telah terganggu. Mengubah lingkungan yang kemungkinan tidak
bersahabat menjadi lingkungan yang menyembuhkan adalah sebuah tantangan bagi semua
perawat perawatan kritis.
Selain itu, kualitas emosional di lingkungan ICU sering kali ditentukan oleh tingkat pembagian
tanggung jawab, kolaborasi dan caring yang diperlihatkan oleh seluruh tim perawatan kesehatan.
Hidup dan mati pasien secara harfiah bergantung pada tingkat komunikasi dokter dan perawat
tentang pasien tersebut. Perhatian terhadap struktur organisasi yang membantu kolaborasi ini dan
kemitraan yang sejajar antara dokter dan perawat sebagai coleader unit adalah penting.
Menciptakan budaya yang menerapkan komunikasi yang saling menghargai antara semua
anggota tim perawatan kesehatan adalah standar kesempurnaan yang merupakan unsur penting
untuksemua lingkungan penyembuhan. Perawat pemula perlu belajar dan mempraktiakn
ketrampilan advokasi pasien selama ronde klinis di samping tempat tidur di ICU. Cara keluarga
diperlakukan dan dihormati sebagai mitra penuh dalam perawatan adalah ukuran penting dari
kualitas emosional dan budaya positif di ICU.
KOMUNIKASI PADA SITUASI KHUSUS
Sangat sering terjadi tenaga kesehatan harus menghadapi pasien yang marah ataumenjengkelkan,
sebagian merendahkan diri atau sarkastik, sedangkan lainnya bersikap menuntut,agresif, dan
terang-terangan memperlihatkan sikap bermusuhan. Terkadang pasien mengucapkanteguran
yang tidak pantas yang bersifat merendahkan pemula atau bahkan dokter yang
sudah berpengalaman. Tenaga kesehatan mungkin merasa sebal, marah, kewibawaannya tergang
gu,tidak sabar, atau frustasi.Tenaga kesehatan harus menyadari bahwa reaksi ini adalah respons
pasien terhadap penyakitnya,dan belum tentu menunjukkan respons terhadap pewawancara. Tiap
pewawancara harusmenyadari bahwa emosi yang sama seperti marah, iri, atau takut ada pada
kedua belah
pihak, pasien dan tenaga kesehatan yang menanganinya. Seorang pasien dapat mengungkapkan p
erasaannya kepada tenaga kesehatan, yang harus bertindak secara professional dan obyektif,dan
tidak merasa diserang atau menjadi defensif.
Komunikasi Dengan Pasien Tidak Sadar
Komunikasi dengan pasien tidak sadar merupakan suatu komunikasi dengan menggunakan
teknik komunikasi khusus/teurapetik dikarenakan fungsi sensorik dan motorik pasien mengalami
penurunan sehingga seringkali stimulus dari luar tidak dapat diterima klien dan klien tidak dapat
merespons kembali stimulus tersebut.
Pasien yang tidak sadar atau yang sering kita sebut dengan koma, dengan gangguan kesadaran
merupakan suatu proses kerusakan fungsi otak yang berat dan dapat membahayakan kehidupan.
Pada proses ini susunan saraf pusat terganggu fungsi utamanya mempertahankan kesadaran.
Gangguan kesadaran ini dapat disebabkan oleh beragam penyebab, yaitu baik primer intrakranial
ataupun ekstrakranial, yang mengakibatkan kerusakan struktural atau metabolik di tingkat
korteks serebri, batang otak keduanya.
Ada karakteristik komunikasi yang berbeda pada klien tidak sadar ini, kita tidak menemukan
feed back (umpan balik), salah satu elemen komunikasi. Ini dikarenakan klien tidak dapat
merespon kembali apa yang telah kita komunikasikan sebab pasien sendiri tidak sadar.

Fungsi Komunikasi Dengan Pasien Tidak Sadar


Menurut Pastakyu (2010), Komunikasi dengan klien dalam proses keperawatan memiliki
beberapa fungsi, yaitu:

1. Mengandalikan Prilaku
Pada klien yang tidak sadar, karakteristik pasien ini adalah tidak memiliki respon dan klien tidak
ada prilaku, jadi komunikasi dengan pasien ini tidak berfungsi sebagai pengendali prilaku.
Secara tepatnya pasien hanya memiliki satu prilaku yaitu pasien hanya berbaring, imobilitas dan
tidak melakukan suatu gerakan yang berarti. Walaupun dengan berbaring ini pasien tetap
memiliki prilaku negatif yaitu tidak bisa mandiri.
2.Perkembangan Motivasi
Pasien tidak sadar terganggu pada fungsi utama mempertahankan kesadaran, tetapi klien masih
dapat merasakan rangsangan pada pendengarannya. Perawat dapat menggunakan kesempatan ini
untuk berkomunikasi yang berfungsi untuk pengembangan motivasi pada klien. Motivasi adalah
pendorong pada setiap klien, kekuatan dari diri klien untuk menjadi lebih maju dari keadaan
yang sedang ia alami. Fungsi ini akan terlihat pada akhir, karena kemajuan pasien tidak lepas
dari motivasi kita sebagai perawat, perawat yang selalu ada di dekatnya selama 24 jam.
Mengkomunikasikan motivasi tidak lain halnya dengan pasien yang sadar, karena klien masih
dapat mendengar apa yang dikatakan oleh perawat.
3.Pengungkapan Emosional
Pada pasien tidak sadar, pengungkapan emosional klien tidak ada, sebaliknya perawat dapat
melakukannya terhadap klien. Perawat dapat berinteraksi dengan klien. Perawat dapat
mengungkapan kegembiraan, kepuasan terhadap peningkatan yang terjadi dan semua hal positif
yang dapat perawat katakan pada klien. Pada setiap fase kita dituntut untuk tidak bersikap negatif
terhadap klien, karena itu akan berpengaruh secara tidak langsung/langsung terhadap klien.
Sebaliknya perawat tidak akan mendapatkan pengungkapan positif maupun negatif dari klien.
Perawat juga tidak boleh mengungkapkan kekecewaan atau kesan negatif terhadap klien. Pasien
ini berkarakteristik tidak sadar, perawat tidak dapat menyimpulkan situasi yang sedang terjadi,
apa yang dirasakan pada klien pada saat itu. Kita dapat menyimpulkan apa yang dirasakan klien
terhadap apa yang selama ini kita komunikasikan pada klien bila klien telah sadar kembali dan
mengingat memori tentang apa yang telah kita lakukan terhadapnya.
4. Informasi
Fungsi ini sangat lekat dengan asuhan keperawatan pada proses keperawatan yang akan kita
lakukan. Setiap prosedur tindakan keperawatan harus dikomunikasikan untuk menginformasikan
pada klien karena itu merupakan hak klien. Klien memiliki hak penuh untuk menerima dan
menolak terhadap tindakan yang akan kita berikan. Pada pasien tidak sadar ini, kita dapat
meminta persetujuan terhadap keluarga, dan selanjutnya pada klien sendiri. Pasien berhak
mengetahui apa saja yang akan perawat lakukan pada klien. Perawat dapat memberitahu maksud
tujuan dari tindakan tersebut, dan apa yang akan terjadi jika kita tidak melakukan tindakan
tersebut kepadanya.
Hampir dari semua interaksi komunikasi dalam proses keperawatan menjalankan satu atau lebih
dari ke empat fungsi di atas. Dengan kata lain, tujuan perawat berkomunikasi dengan klien yaitu
untuk menjalankan fungsi tersebut. Dengan pasien tidak sadar sekalipun, komunikasi penting
adanya. Walau, fungsi yang dijalankan hanya salah satu dari fungsi di atas. Dibawah ini akan
diuraikan fungsi-fungsi berkomunikasi dengan klien, terhadap klien tidak sadar.
Untuk dipertegas, walau seorang pasien tidak sadar sekali pun, ia merupakan seorang pasien
yang memiliki hak-hak sebagai pasien yang harus tetap kita penuhi.
Perawat itu adalah manusia pilihan Tuhan, yang telah terpilih untuk membantu sesama, memiliki
rasa bahwa kita sesama saudara yang harus saling membantu. Perawat akan membantu siapapun
walaupun ia seorang yang tidak sadar sekalipun. Dengan tetap memperhatikan hak-haknya
sebagai klien.
Komunikasi yang dilakukan perawat bertujuan untuk membentuk hubungan saling percaya,
empati, perhatian, autonomi dan mutualitas. Pada komunikasi dengan pasien tidak sadar kita
tetap melakukan komunikasi untuk meningkatkan dimensi ini sebagai hubungan membantu
dalam komunikasi terapeutik.

Cara Berkomunikasi Dengan Pasien Tak Sadar


Menurut Pastakyu (2010), Cara berkomunikasi dengan klien dalam proses keperawatan adalah
berkomunikasi terapeutik. Pada klien tidak sadar perawat juga menggunakan komunikasi
terapeutik. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan
dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien. Dalam berkomunikasi kita dapat
menggunakan teknik-teknik terapeutik, walaupun pada pasien tidak sadar ini kita tidak
menggunakan keseluruhan teknik. Teknik terapeutik, perawat tetap dapat terapkan. Adapun
teknik yang dapat terapkan, meliputi:
1. Menjelaskan
Dalam berkomunikasi perawat dapat menjelaskan apa yang akan perawat lakukan terhadap klien.
Penjelasan itu dapat berupa intervensi yang akan dilakukan kepada klien. Dengan menjelaskan
pesan secara spesifik, kemungkinan untuk dipahami menjadi lebih besar oleh klien.
2. Memfokuskan
Memfokuskan berarti memusatkan informasi pada elemen atau konsep kunci dari pesan yang
dikirimkan. Perawat memfokuskan informasi yang akan diberikan pada klien untuk
menghilangkan ketidakjelasan dalam komunikasi.
3. Memberikan Informasi
Fungsi berkomunikasi dengan klien salah satunya adalah memberikan informasi. Dalam interaksi
berkomunikasi dengan klien, perawat dapat memberi informasi kepada klien. Informasi itu dapat
berupa intervensi yang akan dilakukan maupun kemajuan dari status kesehatannya, karena
dengan keterbukaan yang dilakukan oleh perawat dapat menumbuhkan kepercayaan klien dan
pendorongnya untuk menjadi lebih baik.
4. Mempertahankan ketenangan
Mempertahankan ketengan pada pasien tidak sadar, perawat dapat menujukkan dengan
kesabaran dalam merawat klien. Ketenagan yang perawat berikan dapat membantu atau
mendorong klien menjadi lebih baik. Ketenagan perawat dapat ditunjukan kepada klien yang
tidak sadar dengan komunikasi non verbal. Komunikasi non verbal dapat berupa sentuhan yang
hangat. Sentuhan adalah transmisi pesan tanpa kata-kata, merupakan salah satu cara yang terkuat
bagi seseorang untuk mengirimkan pasan kepada orang lain. Sentuhan adalah bagian yang
penting dari hubungan antara perawat dan klien.
Pada dasarnya komunikasi yang akan dilakukan pada pasien tidak sadar adalah komunikasi satu
arah. Komunikasi yang hanya dilakukan oleh salah seorang sebagai pengirim dan diterima oleh
penerima dengan adanya saluran untuk komunikasi serta tanpa feed back pada penerima yang
dikarenakan karakteristik dari penerima sendiri, yaitu pada point ini pasien tidak sadar.
Untuk komunikasi yang efektif dengan kasus seperti ini, keefektifan komunikasi lebih
diutamakan kepada perawat sendiri, karena perawat lah yang melakukan komunikasi satu arah
tersebut.

Prinsip-Prinsip Berkomunikasi Dengan Pasien Yang Tidak Sadar


Menurut Pastakyu (2010), Pada saat berkomunikasi dengan klien yang tidak sadar, hal-hal
berikut perlu diperhatikan, yaitu:
1. Berhati-hati melakukan pembicaraan verbal di dekat klien, karena ada keyakinan bahwa organ
pendengaran merupakan organ terkhir yang mengalami penurunan penerimaan, rangsangan pada
klien yang tidak sadar. Klien yang tidak sadar seringkali dapat mendengar suara dari lingkungan
walaupun klien tidak mampu meresponnya sama sekali.
2. Ambil asumsi bahwa klien dapat mendengar pembicaraan perawat. Usahakan mengucapkan
kata dan menggunakan nada normal dan memperhatikan materi ucapan yang perawat sampaikan
dekat klien.
3. Ucapkan kata-kata sebelum menyentuh klien. Sentuhan diyakini dapat menjadi salah satu
bentuk komunikasi yang sangat efektif pada klien dengan penurunan kesadaran.
4. Upayakan mempertahankan lingkungan setenang mungkin untuk membantu klien fokus
terhadap komunikasi yang perawat lakukan.

Pasien dalam Keadaan Marah


Terkadang kita segera merasa benci kepada pasien yang marah-marah. Tetapi membenci
pasien berlawanan dengan segala sesuatu yang telah diajarkan kepada kita. Karena penyakitnya,
pasienmempunyai perasaan hilang kendali, kewibawaan terganggu, dan takut. Kemarahannya
adalahmekanisme untuk mengatasi perasaan takutnya.Konfrontasi dapat menjadi teknik yang
berguna untuk berbicara atau mewawancarai pasien
seperti itu. Dengan mengatakan “Anda kelihatan sangat marah” , Anda membuat pasien dapat
melepaskan sebagian ketakutannya. Cara konfrontasi lainnya adalah dengan mengatakan,
“Anda jelas merasa marah mengenai sesuatu hal. Beritahukanlah kepada saya hal yang salah men
urut
Anda.” Anda harus mempertahankan ketenangan hati Anda dan jangan menjadi defensif.
Jika pada awal wawancara Anda mengetahui bahwa pasien sedang marah, berusahalah untukmen
ghilangkan perasaan tersebut. Ajukanlah pertanyaan-pertanyaan Anda dengan perlahan-lahan
Pasien marah karena berbagai alasan, tapi terutama karena kebutuhan, gagasan, dan
pengharapanmereka tidak terpenuhi. Karena itu kunci utama meredam kemarahan pasien adalah
dengan berusaha memenuhi kebutuhan, gagasan dan pengharapan mereka.
1.1 Sikap dan Cara Menghadapi Pasien yang Marah
Pasien yang marah ingin:
1. Didengarkan
2. Dimengerti.
3. Dihormati
4. Diberi permintaan maaf
5. Diberi penjelasan
6. Ada tindakan perbaikan dalam waktu yang tepatBerikut ini sikap dan cara meredam
kemarahan pasien.
1.Dengarkan.
Biarkan pasien melepas kemarahannya. Cari fakta inti permasalahannya, jangan lupa bahwa
pada tahap ini kita berurusan dengan perasaan dan emosi, bukan sesuatu yangrasional. Emosi
selalu menutupi maksud pasien yang sesungguhnya.
Dengarkan dengan empati, bayangkan kita berada dalam posisi pasien yang lelah,gelisah,
sakit, khawatir akan vonis dokter, dll.
Fokus. Jauhkan semua hal yang merintangi konsentrasi kita pada pasien (telepon,tamu lain,
dll).
Ulangi setiap fakta yang dikemukakan pasien, sebagai tanda kita benar-benarmendengarkan
mereka.
2. Berusaha sependapat dengan pasien.
Bukan berarti kita selalu membenarkan pasien, namun sebagai salah satu taktikmeredakan
marahnya pasien, kita mencari point-point dalam pernyataan pasien yang
bisa kita setujui. Misalnya, “Ya Pak, saya sependapat bahwa tidak seharusnya pasien
menunggu lama untuk bisa mendapatkan kamar. Tapi saat ini kamar perawatan kamimemang
sedang penuh, kami berjanji akan mencari jalan keluarnya danmelaporkannya pada Bapak
sesegera mungkin.”
3. Tetap tenang dan kuasai diri.
Ingatlah karakteristik pasien di rumah sakit adalah mereka yang sedang cemas,gelisah dan
khawatir akan kondisi diri atau keluarganya, sehingga sangat bisadimengerti bahwa dalam
kondisi seperti itu seseorang cenderung bertindakemosional.
Berhati-hati dengan nada suara, harus tetap rendah, positif dan menenangkan. Janganterbawa
oleh nada suara pasien yang cenderung tinggi dan cepat.
Sampaikan informasi dengan sopan dan pelan-pelan.
Tetap gunakan kata-kata hormat seperti silakan, terimakasih atas masukannya, dansebut
pasien dengan namanya.
Pasien Agresif
Pasien agresif adalah pasien dengan gangguan kepribadian. Individu ini mudah menjadi
jengkeldan sering marah bila berhadapan dengan stress yang normal dalam kehidupan sehari-
hari. Iasecara kuat mendominasi dan berusaha mengendalikan keadaan. seringkali, pasien yang
agresifmempunyai ketergantungan yang kuat yang tidak dapat diatasinya secara sadar. Ia
menutupimasalah utaman dengan menjadi agresif dan bermusuhan untuk
menyembunyikan kecemasandan perasaan tidak mampu dan rendah diri. Pasien agresif sulit
untuk ditangani, kita harus berhati-hati untuk menjauhi topik-
topik yang menimbulkan kecemasannya. Sewaktu hubunganyang baik dapat dijalin, tenaga
kesehatan dapat berusaha menyelidiki bidang-bidang yang lebihdalam. Pada umumnya, pasien
agresif akan menolak segala macam psikoterapi.
2.1 Sikap dan Cara Menghadapi Pasien yang Agresif
1. Cari PendampingKetika Anda takut terhadap pasien yang agresif, carilah teman untuk menemi
Andaketika menghadapi pasien tersebut. Anda akan lebih tenang dan ketenangan anda
akanmemberikan efek positif untuk pasien.
2. Tetap Tenang
Berbicaralah secara pelan dan sopan ke pasien.
Jangan memperlihatkan kemarahan kita karena hal ini akan memperburuksuasana.
Jangan berdebat dengan mereka dan jangan menyetujui perkataan mereka jikamereka
mempunyai delusi atau ide-ide aneh.
Jangan menginimidasi pasien.
3. Sikap Tubuh
Duduklah dengan relaks.
Ketika mengobrol jangan selalu melihat ke mata pasien karena mereka akanmerasa terancam

Anda mungkin juga menyukai