Anda di halaman 1dari 2

Taat

“Wahai orang- orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad) dan Ulil Amri
(pemegang kekuasaan) diantara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang segala
sesuatu maka kembalikanlah kepada Allah ( AlQur’an) dan Rasul ( sunnahnya), jika kamu beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.”(Q. S An Nisa:59)

Kata itu hanya terdiri dari 4 huruf namun begitu berat untuk dilaksanakan. Begitulah kata itu tercipta.
Bahkan dalam alqur’an seringkali disebut. Kata ajaib yang menjadi penentu iblis keluar dari surga.
Karena taat berbanding lurus dengan tingkat keimanan seseorang dan taat tak akan mampu di capai
manakala dalam hati seseorang tidak ada rasa tsiqoh.

Dalam hiduppun seringkali manusia diuji dengan ketaatan. Seberapa besar kadar imanmu sebesar itu
pulalah kadar ketaatanmu kepada Allah, RasulNya dan Ulil Amri. Manusia yang telah diberikan akal
oleh Allah seringkali berlebihan dalam melogikakan segala masalah. Padahal ketika dihadapkan
dalam suatu masalah Allah menuntun kita untuk ‘SABAR dan SHALAT’. Itulah pertolongan yang paling
mujarab bagi manusia, makhluk yang lemah dan penuh dengan keterbatasan. Kita boleh melogikakan
dan memikirkan segala permasalahan yang kita hadapi naumn jangan pernah melupakan Allah Sang
Maha segala sesuatu. Seringkali akal manusia tak akan mampu menyelesaikan semua masalah yang
dihadapi dan memang masalah tak akan pernah selesai hanya dengan dipikirkan. Akal kita terbatas,
kemampuan kitapun terbatas. Maka taatlah akan perintahNya, kita tak pernah diperintahkan untuk
menyelesaikan semuanya hanya dengan akal, dengan keterbatasan kemampuan yang kita miliki.
Kembalikan semua pada Allah.

Allah yang menciptakan kita, maka Allahlah yang paling tahu titik kelemahan manusia. Dan seringkali
di titik kelemahan itulah Allah memberikan cobaan bagi manusia. Dan Ujian ketaatan ada di salah
satunya.

Ya, taat bukanlah suatu pekerjaan sesederhana kata itu sendiri. Taat memerlukan keimanan yang
kuat, memerlukan azzam yang hebat dan iltizam yang tak pernah putus. Dan itulah titik kelemahan
manusia! Di tengah sifat manusia yang penuh dengan rasa bosan, lelah dan mengeluh Allah akan
terus menguji keimanan seseorang dengan perintah taat. Taat kepada Allah, taat kepada RasulNya
dan taat kepada Ulil Amri.

Ujian ketaatan kepada Allah terlihat manakala kita tengah berusaha menjalankan syari’atnya. Syari’at
yang sejatinya menjadi pelindung bagi manusia akan terasa berat dilaksanakan di tengah manusia
hidup dihiasi dengan hedonisme dan liberalisme. Shalat tersa berat saat jumlah jamaahnya sedikit,
puasa yang tersa berat lantaran suhu yang tak bersahabat sementara d sekitar banyak hidangan yang
justru mengundang selera untuk mencicipi sedangkan yang tak menjalankan puasa dengan ‘enteng’
makan tanpa perasaan , zakat menjadi berat saat kekikiran datang melanda, apalagi ibadah haji
semakin jauh dari daftar ibadah yang menjadi prioritas ditambah pemerintah yang semakin
mempersulit fasilitas maupun perizinan birokrasi bagi orang yang ingin menjalan ibadah ini. Dan
semua rintangan itu akan mustahil kita lewati jika tak ada kata Taat. Sami’na w Atho’na! Akan ada
saja alasan yag menjadi pemakluman kita akan ketidaktaatn kita pada perintahNya.
Taat pada RasulNya.Ketaatan kedua ini juga tentu memiliki ujian tersendiri. Bukan perkara mudah
untuk dapat mencintai atau setidaknya mengidolakan figur yang perihal kehidupannya jauh di masa
kita hidup. Hanya atas dasar iman yang kuatlah yang akan mampu menggerakkan kita untuk
berusaha mencintai sosoknya. Membaca shirohnya, melakukan sunnah- sunnahnya mempelajari
akhlaknya dan segala hal yang mendekatkan kita pada pri hidupnya. Jika cinta telah tersemai dalam
hari, maka tak ada pilihan lain selain taat pada perintahnya!Bangun di tengah malam lantas
mengambil air wudhu yang mungkin dinginya hingga menusuk tulang, jika bukan karena ‘taat’ tak
kan pernah kita jadikan agenda untuk menyemarakkan malam- malam kita. Puasa di hari- hari diluar
puasa wajib Ramadhan, tak akan pernah mengisi hari- hari kita yang berlimpah rizki yang secara tak
sadar membuat kita tak lagi peka terhadap saudara kita yang membutuhkan.

Taat pada Ulil Amri. Tidak mudah untuk suatu ketaatan pada sesama manusia. Namun, apabila kita
hidup dalam masyarakat maka ketaatan sangat dibutuhkan demi berlangsungnya sebuah sistem
tatanan di masyarakat. Seorang ulil amri merupakan seseorang yang dipundaknyalah diamanahkan
untuk mengatur. Maka mentaatinya adalah suatu kewajiban selama bukan dalam kerangka
kemaksiatan pada Allah. Kalupun ada yang tidak sesuai maka AlQur’an telah mengajarkan kita untuk
mengembalikan perselisihan kita pada 2 sumber abadi yaitu AlQur’an dan Alhadits. Namun, apabila
kita menemui ulil amri kita melakukan kesalahan maka hendaknya tabayyun menjadi jalan kita untuk
melakukan islah dan lantas tak menjadikan kita ragu untuk memberikan nasehat kepada ulil amri kita
pada tempat, situasi dn kondisi yang tepat tentunya. Bagaimanapun juga, tak ada manusia
sempurna. Dan yang menjadi keyakinan kita adalah kita bukanlah jamaah malaikat yang selalu benar
dan patuh. Kita hanyalah jamaah manusia yang sangat besar potensi kesalahan dankekhilafannya.
Dengan mentaati ulil amri maka kita tengah memudahkan penataan masyarakat islami sehingga
barisan islam akan semakin kokoh. Pun kewajiban ulil amri kepada yang dipimpinya adalah mencintai
dan menjaga amanah mereka. Ketika kedua potensi ini mampu bersinergi, akan menghasilkan
ketentraman dalam hati dan ketsiqohan. Hingga pada akhirnya, cita- cita akan terwujudnya
masyarakat madany akan segera terwujud. InsyaAllah...

Anda mungkin juga menyukai