Anda di halaman 1dari 26

PROPOSAL

HUBUNGAN MOTIVASI DIRI DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT TB PADA


PASIEN TB PARU DI PUSKESMAS PURI KECAMATAN PURI KABUPATEN
MOJOKERTO

(Studi di Poli TB Paru Puskesmas Puri Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto)

KHOIRUNNISA
163210020

PROGRAM STUDY S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2019

LEMBAR PENGESAHAN
Proposal / Skripsi ini telah diajukan oleh :
Nama Mahasiswa : Bambang Tutuko
NPM : 083210369
Program Studi : S1 Ilmu Keperawatan
Judul : HUBUNGAN MOTIVASI DIRI DENGAN KEPATUHAN MINUM
OBAT TB PADA PASIEN TB PARU DI (Studi Di Puskesmas Puri
Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto)

Telah berhasil dipertahankan dan diuji dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai salah
satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S1 Ilmu Keperawatan /
Diploma IV Bidan Pendidik

Komisi Dewan Penguji,


Ketua Dewan Penguji : DR. M. Zainul Arifin, M.Kes. ( )

Penguji I : Hariyono, S.Kep.,Ns., M.Kep. ( )

Penguji II : Inayatur Rosyidah, SKep. Ns.,M.Kep ( )

Ditetapkan di : JOMBANG
Pada tanggal : 28 JUNI 2019
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut WHO dalam konferensi bulan Juni, 2001 menyebutkan bahwa patuh
atau kepatuhan merupakan kecenderungan penderita melakukan instruksi medikasi
yang dianjurkan (National Institute for Health and Clinical Excellence dalam Gough,
2011). Kepatuhan diartikan sebagai riwayat pengobatan penderita berdasarkan
pengobatan yang sudah ditetapkan. Kepatuhan minum obat sendiri kembali kepada
kesesuaian penderita dengan rekomendasi pemberi pelayanan yang berhubungan
dengan waktu, dosis, dan frekuensi pengobatan selama jangka waktu pengobatan yang
dianjurkan. Sebaliknya, “ketekunan” mengacu pada tindakan untuk melanjutkan
pengobatan untuk jangka waktu yang ditentukan sehingga dapat didefinisikan sebagai
total panjang waktu penderita mengambil obat, dibatasi oleh waktu antara dosis
pertama dan terakhir (Petorson dalam Agency for Healthcare Research and
Quality,2012). Salah satu alasan utama gagalnya pengobatan atau ketidakpatuhan
penderita TB paru dalam pengobatan yaitu kurangnya motivasi untuk sembuh sehingga
pasien merasa bosan harus minum \ banyak obat setiap hari selama beberapa bulan
dan juga karena efek samping OAT yang menyebabkan mual, muntah dan pusing.
(Smeltzer dan Bare, 2002)
Capaian indikator program, Provinsi Jawa Timur menempati urutan kedua di
Indonesia dalam jumlah penemuan penderita TB BTA positif kasus baru (di bawah
Jawa Barat). Jumlah kasus TB BTA positif sebesar 607 dengan angka kematian selama
pengobatan per 100.000 penduduk sebesar 0,55 dengan jumlah kematian sebesar 6
jiwa. Angka keberhasilan pengobatan sebesar 95,85%. Terjadi peningkatan penemuan
kasus TB hal ini dikarenakan terjadi peningkatan layanan TB DOTS selain di
Puskesmas dan Rumah Sakit Pemerintah, RS Swasta juga mulai melaksanakan MOU
Program TB DOTS, Sehingga akses layanan TB DOTS lebih mudah di dapatkan oleh
masyarakat. Angka kesembuhan pada tahun 2016 adalah 91,89% dengan jumlah BTA
positif diobati sebanyak 530 dan yang mendapat pengobatan lengkap sebanyak 21
jiwa. (Kemenkes, 2016) .
Salah satu upaya penanggulangan dan pemberantasan TB Paru yang dilakukan
secara nasional adalah dengan sistem TOSS (temukan obati sampai sembuh) dan
meningkatkan penyuluhan baik melalui lintas sektor maupun lintas progam,
menyebarkan leflet, spanduk dan melalui media cetak selain itu juga memberikan
motivasi kepada penderita TB Paru dalam meminum obatnya. solusinya dengan
memberiakan informasi komunikasi terapeutik pada pasien minum obat TB pada
penderita TB sehingga penderita patuh dalam meminum obatnya (Kemenkes, 2014) .
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat
masalah Hubungan motivasi diri dengan kepatuhan minum obat pasien TB Paru di
wilayah kerja Upt Puskesmas Puri Kabupaten Mojokerto.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Pertanyaan Masalah
Adakah hubungan motivasi diri dengan kepatuhan minum obat pada pasien TB
Paru di Pukesmas Puri?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan Motivasi diri dengan Kepatuhan minum obat
pada pasien TB Paru di Puskesmas Puri Kabupaten Mojokerto.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mengidentifikasi Motivasi diri pada pasien TB paru Di Puskesmas Puri
Kabupaten Mojokerto.
2) Mengidentifikasi Kepatuhan minum obat pada pasien TB Paru Di
Puskesmas Puri Kabupaten Mojokerto.
3) Menganalisis hubungan motivasi diri dengan kepatuhan minum Obat TB
Paru Di Puskesmas Puri Kabupaten Mojokerto.

1.4 Manfaat Penelitian


1) Bagi Pasien TB paru
Sebagai tambahan pengetahuan bagi penderita TB Paru akan pentingnya
meningkatkan motivasi diri dalam meningkatkan kepatuhan minum obat TB Paru.
2) Bagi Keluarga
Diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada keluaga dalam memberikan
informasi kepada pasien TB Paru dalam meminum obatnya.
3) Bagi Institusi/Petugas Kesehatan
Sebagai masukan data dan sumbangan pemikiran perkembangan dan pengetahuan
untuk peneliti selanjutnya dan diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan
dalam menetapkan kebijakan progam DOTS, dan meberikan masukan kepada
petugas kesehatan tentang pentingnya kepatuhan minum obat penderita TB Paru.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar TB Paru


2.1.1 Pengertian TB Paru
Tuberkulosis adlah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman mycobacterium tuberculose, sebagian besar kuman tuberkulose
menyerang paru tetapi dapat mengenai organ tubuh lainya. (Ns.Abd.Wahid,Dkk,
2013)
2.1.2 Etiologi
Penyebab TB paru adalah mycobacterium tuberculose, sejenis kuman
berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung dengan panjang 1-4 mm dan
tebal 0,3-0,6 mm, tidak berspora dan tidak berkapsul, dinding mycobacterium
tuberculose sangat komplek terdiri dari lapisan lemak yang cukup tinggi (60%),
dan bersifat tahan asam dengan perwanaan dengan metode ziehlneelsen.
(Kemenkes RI, 2014)
2.1.3 Manifestasi Klinis
Gejala yang dirasakan penderita TB Paru dapat bermacam-macam antara
lain :
1) Gejala Utama
Batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih.
2) Gejala tambahan yang sering dijumpai
a) Dahak bercampur darah
b) Batuk Darah
c) Sesak nafas
d) Badan lemas
e) Nafsu makan menurun
f) Berat badan menurun
g) Malaise
h) Berkeringan malam hari tanpa aktivitas fisik
i) Demam meriang lebih satu bulan (Kemenkes RI, 2014)
2.1.4 Patogenesis dan penularan
TB Paru pada manusia dapat dijumpai dalam dua bentuk yaitu :
1) TB Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran nafas akan bersarang
di paru, dimana akan membentuk suatu sarang pneumonik yang disebut
dengan sarang primer dan bisa timbul di bagian mana saja dalam paru. Dari
sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus.
Peradangan tersebut di ikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfadenitis
regional dikenal sebagai kompleks primer.
2) TB Post Primer
Penularan TB Paru terjadi karena penderita TB yang dahaknya
mengandung kuman TB BTA positif pada waktu batuk atau bersin, penderita
akan menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak, sekali
batuk dapat menyebarkan 3000 kuman dalam percikan dahak. Penularan
terjadi melalui percikan dahak yang dapat bertahan selam beberpa jam dalam
ruangan yang tidak terkena sinar matahari dan lembab. Semakin banyak
kuman yang ditemukan dalam tubuh pasien, semakin besar kemungkinan
menularkan kepada orang lain. (Depkes RI, 2009)
2.1.5 Klasifikasi TB
Penderita TB Paru di klasifikasikan menurut :
1) Lokasi anatomi dari penyakit
a) Tuberkulosis Paru
b) Tuberkulosis Ekstra Paru
2) Riwayat pengobatan sebelumnya
a) Pasien baru TB
b) Pasien yang pernah di obati TB
c) Pasien yang riwayat pengobatannya sebelumnya tidak diketahui
3) Hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
a) Mono Resisten (TB MR)
b) Poli Resisten (TB PR)
c) Multi Drug Resisten (TB MDR)
d) Extensive Drug resisten (TB XDR)
e) Resisten Rifamfisin (TB RR)
4) Status HIV
a) Pasien TB dengan HIV positif
b) Pasien TB dengan HIV negatif
c) Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui
2.1.6 Pemeriksaan TB Paru
2.1.6.1 Pemeriksaan fisik
Pada TB Paru kelainan yang didapat tergantung luas kelainan
struktur paru, kelainan pada umumnya terletak pada lobus superior
terutama darah apex dan segmen posterior. Pada pemeriksaan fisik
dapat ditemukan antara lain suara nafas bronkial, amforik, suara nafas
melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan
mediastinum. (PDPI, 2007)
2.1.6.2 Pemeriksaan Bakteriologik
Pemeriksaan ini untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak,
cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces
dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).
2.1.6.3 Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa
foto lateral. Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik,
CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi
gambaran bermacam-macam bentuk (multiform)
2.1.6.4 Pemeriksaan Penunjang
a) Polymerase Chain Reaction (PCR)
b) Pemeriksaan serologi
c) Pemeriksaan BACTEC
d) Pemeriksaan cairan pleura
e) Pemeriksaan histopatologi
f) Pemeriksaan darah
g) Uji tuberculin (PDPI, 2007)
2.1.7 Konsep Dasar Pengobatan TB Paru
OAT (Obat Anti Tuberkulosis) adalah komponen terpenting dalam
pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah satuupaya paling efisien untuk
mencegah penyebaran lebih lanjut dari kuman TB. (Kemenkes RI, 2013)
2.1.7.1 Tujuan pengobatan TB adalah :
a) Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktifatas serta
kualitas hidup
b) Mencegah terjadinya kematian karena TB atau dampak buruk
selanjutnya
c) Mencegah terjadinya kekambuhan TB
d) Menurunkan penularan TB
e) Mencegah terjadinya dan menurunkan penularan TB resisten obat
2.1.7.2 Prinsip pengobatan TB :
a) Pengobatan diberikan dalam bentuk panduan OAT yang tepat
mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya
resistensi.
b) Diberikan dalam dosis yang tepat.
c) Ditelan secara teratur dan di awasi secara langsung oleh PMO
(Pengawas Menelan Obat) Sampai selesai pengobatan.
d) Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi
dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah
kekambuhan.
2.1.7.3 Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu:
a. Tahap awal (intensif)
Pada tahap ini penderita mendapatkan obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi
obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
kemungkinan besar pasien dengan BTA positif menjadi BTA
negatif (konversi) dalam 2 bulan.
b. Tahap lanjutan
Pada tahap ini penderita mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan
penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan. (KemenkesRI, 2016)

2.2 Konsep Dasar Kepatuhan


2.2.1 Pengertian Kepatuhan
Penderita yang patuh berobat adalah penderita yang menyelesaikan
pengobatan secara teratur dan lengkap tanpa selama minimal 6 bulan sampai 9
bulan. Penderita dikatakan lalai jika tidak datang lebih dari 3 hari sampai 2 bulan
dari perjanjian dan dikatakan droup out jika lebih dari 2 berturut-turut tidak
datang berobat setelah dikunjungi petugas kesehatan. (Depkes RI, 2000)
2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan
Menurut (Niven, 2005 dikutip Bambang hariono, 2017) bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi adalah :
a) Faktor penderita atau individu
1) Motivasi individu ingin sembuh
2) Keyakinan
b) Dukungan keluarga
Dukungan keluarga merupakan bagian dari penderita yang paling dekat
dan tidak dapat dipisahkan. Penderita akan merasa senang dan tenteram
apabila mendapat perhatian dan dukungan keluarga, karena dengan dukungan
tersebut akan menimbulkan kepercayaan dirinya untuk menghadapi atau
mengelola penyakitnya dengan lebih baik, serta penderita mau menuruti saran-
saran yang diberikan oleh keluarga untuk menunjang pengelolaan penyakitnya.
(Niven, 2005)
c) Dukungan sosial
Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota
keluarga lain merupakan faktor-faktor yang penting dalam kepatuhan terhadap
program-program medis. Keluarga dapat mengurangi ansietas yang disebabkan
oleh penyakit tertentu dan dapat mengurangi godaan terhadap ketidaktaatan.
(Niven, 2005)
d) Dukungan petugas kesehatan
Dukungan petugas kesehatan merupakan faktor lain yang dapat
mempengaruhi perilaku kepatuhan. Dukungan mereka berguna terutama saat
pasien menghadapi bahwa perilaku sehat yang baru tersebut merupakan hal
penting, begitu juga mereka dapat mempengaruhi perilaku pasien dengan cara
menyampaikan antusias mereka terhadap tindakan tertentu dari pasien, dan
secara terus menerus memberikan penghargaan yang positif bagi pasien yang
telah mampu beradaptasi dengan program pengobatannya. (Niven, 2005)
2.2.3 Tingkat Kepatuhan Minum Obat
Sebelum memberikan obat kepada pasien, ada beberapa persyaratan yang
perlu diperhatikan untuk menjamin keamanan dalam pemberian obat, di
antaranya : Kepatuhan minum obat sendiri kembali kepada kesesuaian penderita
dengan rekomendasi pemberi pelayanan yang berhubungan dengan waktu, dosis,
dan frekuensi pengobatan selama jangka waktu pengobatan yang dianjurkan.
Sebaliknya, “ketekunan” mengacu pada tindakan untuk melanjutkan pengobatan
untuk jangka waktu yang ditentukan sehingga dapat didefinisikan sebagai total
panjang waktu penderita mengambil obat, dibatasi oleh waktu antara dosis
pertama dan terakhir (Petorson dalam Agency for Healthcare Research and
Quality, 2012).
2.2.4 Tingkat ketidakpatuhan
Derajat ketidakpatuhan menurut NeilNiven (2005) :
1) Kompleksitas prosedur pengobatan
2) Derajat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan
3) Lamanya waktu di mana pasien harus mematuhi nasihat tersebut
4) Apakah penyakit tersebut benar-benar menyakitkan
5) Apakah pengobatan tersebut terlihat berpotensi menyelamatkan hidup
6) Keparahan penyakit yang diekspresikan sendiri oleh pasien dan bukan
profesional kesehatan
2.2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan
menjadi empat bagian menurut (Niven, 2005), antara lain:
1. Pemahaman tentang intruksi
2. Kualitas interaksi
3. Isolasi sosial dan keluarga
4. Keyakinan, sikap dan kepribadian
2.2.6 Indikator kepatuhan minum obat TB
1. Tepat minum obat
2. Tepat frekuensi obat/ Dosis
3. Tepat jumlah butir obat ( Jurnal Amelia hayati, 2011)
2.2.7 Pengukuran Kepatuhan
Instrumen kepatuhan dengan memberikan pernyataan dari kuesioner baku
Morinsky Medication Adherence Scale (MMAS) yang terdiri dari 8 pernyataan
yang sudah dialihbahasakan dan dimodifikasi ke dalam bahasa Indonesia.
Penentuan jawaban kuesioner menggunakan skala Morisky ; dimana yaitu
jawaban responden hanya terbatas pada dua jawaban, ya atau tidak. skor :
Kepatuhan rendah : >2 Kepatuhan sedang : 1-2 Kepatuhan tinggi: 0. Semakin
sedikit total nilai yang dijumblah menandakan kepatuhan yang baik (Morisky,
1986) .

2.3 Konsep Dasar Motivasi Diri


2.3.1 Konsep motivasi
(Notoatmojo, 2010) motivasi menurut Stoner dan freman adalah
karakteristik psikologi manusia yang memberikan kontribusi hasrat, pembangkit
tenaga dan dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan mereka, berbuat
sesuatu secara singkat dalam diri individu yang menyadari atau menentukan
prilaku individu . kata lain Motif adalah energi dasar yang terdapat dalam diri
individu dan menentukan individu dan menentukaan prilaku dan memberi tujuan
dan arah kepada prilaku manusia.
2.3.2 Jenis – Jenis Motivasi
Menurut Elliot et al (2000) dan Sue Howard (1999) dalam Widayatun
(2009), motivasi seseorang dapat timbul dan tumbuh berkembang melalui
dirinya sendiri, intrinsik dan dari lingkungan, ekstrinsik
a. Motivasi intrinsik bermakna sebagai keinginan dari diri-sendiri untuk
bertindak tanpa adanya ransanga dari luar (Elliot, 2000).
b. yang tidak dapat dikendalikan oleh individu tersebut (Sue Howard, 1999).
Elliot at al (2000). Mencontohkan dengan nilai, hadiah dan atau penghargaan
yang digunakan untuk merangsang motivasi seseorang untuk keluar dari
ketidakpuasan dan lebih menguntungkan termasuk di dalamnya.
2.3.3 Klasifikasi Motivasi
a. Motivasi Kuat
Motivasi dikatakan kuat apabila dalam diri seseorang dalam kegiatan-
kegiatan sehari-hari memiliki harapan yang positif, mempunyai harapan yang
tinggi, dan memiliki keyakinan yang tinggi bahwa penderita akan
menyelesaikan pengobatannya tepat pada waktu yang telah ditentukan.
b. Motivasi Sedang
Motivasi dilakukan sedang apabila dalam diri manusia memiliki keinginan
yang positif, mempunyai harapan yang tinggi, namun memiliki keyakinan
yang rendah bahwa dirinya dapat bersosialisasi dan mampu menyelesaikan
persoalan yang dihadapi.
c. Motivasi Lemah
Motivasi dikatakan lemah apabila di dalam diri manusia memiliki harapan
dan keyakinan yang rendah, bahwa dirinya dapat berprestasi. Misalnya bagi
seseorang dorongan dan keinginan mempelajari pengetahuan dan
keterampilan baru merupakan mutu kehidupannya maupun mengisi waktu
luangnya agar lebih produktif dan berguna. (Wulandyanti febri eryanti, 2015
menurut Irwanto, 2008 )
2.3.4 Sumber Motivasi
a. Motivasi instrinsik
b. Motivasi ekstrinsik
c. Motivasi terdesak
2.3.5 Pengukuran Motivasi
Motivasi tidak dapat diobservasi secara langsung namun harus diukur.
Pada umumnya, yang banyak diukur adalah motivasi sosial dan motivasi
biologis. Ada beberapa cara untuk mengukur motivasi yaitu dengan 1) tes
proyektif, 2) kuesioner, dan 3) perilaku (Notoadmodjo, 2010).
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Desain/Rancangan Penelitian


Desain penelitian merupakan strategi pembuktian atau pengujian atas variabel
dilingkup penelitian. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif dengan desain studi cross- sectional, di mana pengukuran
terhadap variabel dapat dilakukan dalam waktu bersamaan sehingga cukup efektif dan
efisien (Hidayat, 2008). Dengan metode ini diharapkan dapat diketahui hubungan
motivasi diri dengan kepatuhan minum obat pasien TB paru dalam menjalani
pengobatan TB paru.

3.2 Populasi, Sampling dan Sampel


3.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek subyek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2004 dalam
Hidayat, 2013). Pada penelitian ini Populasinya adalah seluruh penderita TB paru
di wilayah kerja Puskesmas Puri yang berjumlah 54 orang.
3.2.2 Sampling
Sampling merupakan suatu proses seleksi sampel yang digunakan dalam
penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan mewakili
keseluruhan populasi yang ada. (Hidayat, 2013). Pada penelitian ini menggunakan
teknik Non Probabiliy Sampling tipe Total sampling atau sampling jenuh, yaitu
dengan mengambil semua anggota populasi menjadi sampel. (Hidayat, 2013)
3.2.3 Sampel
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah
dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2013). Pada penelitian ini
sampel yang diambil adalah penderita TB paru yang menjalani pengobatan di
Puskesmas Puri yang berjumlah 54 orang.
3.3 Identifikasi Variabel dan Definisi operasional
3.3.1 Identifikasi Variabel
Menurut Sudigdo Sastruasmoro, variabel merupakan karakteristik subjek
penelitian yang berubah dari satu subjek ke subjek lainnya (Hidayat, 2013).
Variabel dalam penelitian ini ada dua yaitu :
1. Variabel independen atau variabel bebas yaitu motivasi diri
2. Variabel dependen atau tergantung minum yaitu kepatuhan minum obat
penderita TB Paru.
3.3.2 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk melakukan
observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek atau fenomena.
Definisi operasional ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran
dalam penelitian. Sedangkan cara pengukur merupakan cara di mana variabel
dapat diukur dan ditentukan karakteristiknya (Hidayat, 2013).
Tabel 3.1 Definisi operasional hubungan motivasi diri dengan kepatuhan minum obat
pada pasien TB Paru Di Pukesmas Puri.
Variabel Definisi Indikator Alat Skala Kriteria
Operasional Ukur
Motivasi Motivasi 1. Motivasi Kuisoner Ordinal Dikreteriakan
Diri Diri ialah Intrinsik dengan skor soal:
suatu 2. Motivasi skala Positif :
dorongan Ekstrensik likert. Sangat
baik dari setuju :4
dalam Setuju :3
maupun Tidak setuju :2
luar diri Sangat tidak
pasien setuju :1
untuk Negatif :
melakukan Sangat
pengobatan. setuju :1
Setuju :2
Tidak setuju :3
Sangat tidak
setuju :4
Kriteria
penilaian :
1.Motivasi
kuat : 76-
100%
2.Motivasi
sedang : 56-
75%
3.Motivasi
Lemah :
<56%
(Nursalam,
2013).
Kepatuhan Sejauh 1. Tepat minum Kuisoner Ordinal Jawaban :
minum mana obat dengan Ya =1 Tidak=0
obat Tb perilaku 2. Tepat Skala 1.Kepatuhan
Paru pasien frekuensi Morisky rendah : >2
mentaati obat/ Dosis 2.Kepatuhan
kententuan 3. Tepat sedang : 1-2
yang jumblah butir 3.Kepatuhan
diberikan obat tinggi : 0
petugas ( Morisky,
kesehatan 1986)
dalam
kepatuhan
minum
obat.
3.4 Kerangka Kerja
Kerangka kerja adalah suatu abstrak, logika secara harfiah dan membantu
penelitian dalam menghubungkan hasil penemuan dengan body of knowledge
(Nursalam, 2013).
1. Populasi
Semua penderita TB Paru yang ada di wilayah kerja pukesmas Puri yang
berjumblah 54 orang pada bulan januari-november 2017.
2. Sampling
Menggunakan sampling Non Probability tipe total sampling.
3. Sampel
Semua penderita TB Paru yang ada di wilayah kerja pukesmas Puri yang
berjumblah 54 orang.
4. Pengumpulan Data
Pengumpulan data mengguanakan alat ukur kuisoner pertanyaan untuk
motivasi diri (skala likert) dan kepatuhan minum obat TB (skala Morisky)
5. Analisa Data
Setelah data terkumpul dilakukan pengolahan data dan analisa data dengan
tabulasi silang.
6. Pengolahan Data
Setelah data terkumpul lalu diproses editing,coding,scoring,dan tabulating.
7. Penyajian Data
Penyajian data terdiri dari data umum dan data khusus dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi dengan uji deskriptif
8. Hasil Penelitian
Ada hubungan motivasi diri dengan kepatuhan minum obat pada pasien
TB Paru di pukesmas Puri.

3.5 Pengumpulan Data


3.5.1 Instrumen
Instrumen merupakan suat alat ukur pengumpulan data agar memperkuat hasil
penelitian, alat ukur pengumpulan data pada penelitian ini adalah :
1. Instrumen pertama untuk Motivasi diri adalah dengan menggunakan
kuesioner dengan menggunakan rentang memberikan pernyataan yang terdiri
dari dua kelompok pernyataan yakni, motivasi intinsik dan motivasi
ekstrinsik. Untuk mengukur tingkat motivasi responden yang melakukan
pengobatan lanjut. Penentuan jawaban kuisoner yaitu menggunakan skala
likert Kriteria penilaian :
1. Motivasi kuat : 76-100%
2. Motivasi sedang : 56-75%
3. Motivasi Lemah : <56% (Nursalam, 2013).
2. Instrumen kedua adalah kepatuhan, Penentuan jawaban kuesioner
menggunakan skala Morisky; dimana yaitu jawaban responden hanya
terbatas pada dua jawaban, ya atau tidak skor : Kepatuhan rendah : >2
Kepatuhan sedang : 1-2 Kepatuhan tinggi: 0 . Semakin sedikit total nilai yang
dijumblah menandakan kepatuhan yang baik (Morisky, 1986).
3.5.2 Validitas
Validitas atau kesahihan adalah pengukuran dan observasi yang berarti
prinsip keandalan instrument dalam pengumpulan data. Instrumen harus dapat
mengukur apa yang seharusnya di ukur ( Nursalam, 2013).
Dalam mengukur Kepatuhan minum obat menggunakan instrument
kuisoner dari Amelia hayati dengan hasil validitas 0,9. Peneliti melakukan uji
validitas ulang dengan menggunakan 10 responden di puskesmas Tawangsari
dengan 8 soal. Hasil validitas yang didapat sebesar valid 100% dengan rentang
nilai 718-865 dengan nilai r >0,632 .
Dalam mengukur motivasi diri menggunakan instrument kuisoner likert
dari julan hernadi dengan hasil validitas 0,92 Peneliti melakukan uji validitas
ulang dengan menggunakan 10 responden di puskesmas Tawangsari dengan 10
soal. Hasil validitas yang didapat sebesar valid 100% dengan rentang nilai 660-
982 dengan nilai r>0,632.
3.5.3 Reliabilitas
Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta
atau ukuran hidup sebelumnya atau diamati berkali-kali dalam waktu yang
berlainan. (Nursalam, 2013) Cara untuk menentukan angket itu reliable adalah
dengan melihat ɑcronbach’’s > r tabel maka angket reliable atau konsisten
demikian sebaliknya, jika ɑcronbach’’s < r tabel maka angket dinyatakan tidak
reliable.
Uji reabilitas berdasarkan kuisoner yang digunakan peneliti menyatakan
bahawa kedua kuisoner reliable dengan menggunakan 10 sampel yang dilakukan
peneliti. Data yang telah di isi responden, peneliti ambil kemudian peneliti
lakukan uji realibilitas dengan menggunakan SPSS yang menyatakan kedua
kuisioner ini reliable dengan kepatuhan 916 dan 965 .
3.5.4 Lokasi dan waktu penelitian
Lokasi yang dipilih pada penelitian ini adalah Puskesmas Puri di
Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto, sedangkan waktu penelitian adalah pada
tanggal 13,15,20,22 mei-6,8,27,29 maret 2018.

3.6 Etika Penelitian


Penelitian seharusnya banyak membawa manfaat bagi manusia. Terdapat
beberapa prinsip yang harus dipatuhi ketika melakukan penelitan yaitu prinsip manfaat,
menghormati martabat manusia, keadilan (Setiawan & Saryono, 2010). Masalah etika
yang harus diperhatikan antara lain :
1. Informed consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden
penelitian dengan memberikan lembar persetujuan (Hidayat, 2010).
2. Anonimity
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan
dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode
pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan (Hidayat,
2010).
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya.
(Hidayat, 2010).
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian
Puskesmas Puri merupakan instansi pelayanan kesehatan di wilayah
Kecamatan Puri yang berada dibawah naungan Dinas Kesehatan Kabupaten
Mojokerto. Puskesmas Puri berdiri sejak tahun 1998 dan sampai saat ini
melaksanakan 18 program puskesmas dan menyediakan sarana dan prasarana
yang memadai untuk membiayai pelayanan yang prima terhadap masyarakat,
selain itu Puskesmas Puri dan juga pelayanan BPJS selaku pelaksana sistem
kesehatan untuk seluruh warga Indonesia. Sesuai dengan motto "Profesional
Dalam Bekerja, Ikhlas Dalam Mengabdi” dalam menjalankan pelayanan
kesehatan serta pengabdian kepada negara, kami mengedepankan integritas, SDM
yang berkualitas dan profesional, nilai-nilai etika, serta menjalin komunikasi yang
baik dengan seluruh elemen.
4.1.2 Data Umum
1) Karateristik Responden berdasarkan Usia
Tabel 4.1 Data Distribusi Responden Berdasarkan Usia di Pukesmas
Puri Februari 2018.
Umur Frekuensi Prosentase
15-20 Tahun 1 1,9
21-55 Tahun 27 50,0
>55 Tahun 26 48,1
Total
Berdasarkan data distribusi responden pada tabel 4.1 menunjukan mayoritas
responden berusia 21-55 Tahun sebanyak 27 responden ( 50,0%) .

2) Karateristik Responden Berdasarkan Pekerjaan


Tabel 4.2 Data Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan di
Pukesmas Puri Februari 2018.
Pekerjaan Frekuensi Prosentase (%)
Petani 10 18,5
Buruh/Pegawai 12 22,2
PNS 2 3,7
Pelajar 1 1,9
Wiraswasta 29 53,7
Total 54 100,0
Berdasarkan data distribusi responden pada tabel 4.2 menunjukan hampir
mayoritas responden bekerja sebanyak 29 responden ( 53,7%) .

3) Karateristik Responden berdasarkan Pendidikan


Tabel 4.3 Data Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di
Pukesmas Puri Februari 2018.
Pendidikan Frekuensi Prosentase (%)
Tidak sekolah 7 13,0
SD 21 38,9
SMP 23 42,6
SMA 3 5,6
PT 0 0
Total 54 100,0
Berdasarkan data distribusi responden pada tabel 4.3 menunjukan hampir
mayoritas responden mempunyai latar belakang berpendidikan 23 responden
(42,6%) .

4) Karateristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin


Tabel 4.4 Data Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin Frekuensi Prosentase
Laki-laki 22 40,7
Perempuan 32 59,3
Total 54 100,0
Berdasarkan data distribusi responden pada tabel 4.4 menunjukan hampir
mayoritas responden perempuan sebanyak 32 responden ( 59,3%).
4.1.3 Data Khusus
1) Motivasi Diri terhadap penderita TB Paru
Tabel 4.5 Data Distribusi Responden berdasarkan Motivasi Diri
terhadap penderita TB Paru Dipukesmas Puri bulan
Februari 2018.
Motivasi Diri Frekuensi Prosentase (%)
Motivasi kuat 1 1,9
Motivasi sedan 15 27,8
Motivasi lemah 38 70,4
Total 54 100,0
Berdasarkan data distribusi responden pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa
sebagian besar penderita TB Paru mempunyai Motivasi Diri rendah sebanyak 38
responden (70,4%).

2) Kepatuhan minum obat TB Paru


Tabel 4.6 Data Distribusi Responden berdasarkan kepatuhan minum
obat penderita TB Paru di Pukesmas Puri Bulan februari
2018
Kepatuhan Frekuensi Prosentase (%)
Patuh rendah 49 90,7
Patuh sedang 5 9,3
Patuh tinggi 0 0
Total 54 100,0
Berdasarkan data distribusi responden pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa
sebagian besar responden patuh rendah dalam minum obat TB Paru sebanyak 49
responden (90,7%).
3) Hubungan Motivasi diri dengan kepatuhan minum obat TB pada pasien TB
Paru
Tabel 4.7 Tabulasi silang hubungan motivasi diri dengan kepatuhan
minum obat TB Paru di Pukesmas Puri bulan februari
2018.
Kepatuhan
Motivasi diri Patuh rendah Patuh sedang Patuh tinggi Total
f% f% f% f%
Motivasi kuat 0 0 1 1,9 0 0 1 100
Motivasi sedang 11 27,8 4 26,7 0 0 15 100
Motivasi lemah 38 70,4 0 0 0 0 38 100
Total 49 90,7 5 93,3 0 0 54 100
Bedasarkan data tabulasi silang pada tabel 4.7 menunjukan bahwa dari 54
responden yang memperoleh motivasi kuat sebagian patuh sedang dalam
mengkosusmsi obat sebanyak 1 responden (100%) dan tidak ada pasien yang
tidak patuh dalam mengkonsusmsi obat. Sedangkan yang memperoleh motivasi
diri sedang sebagian patuh rendah sebanyak 11 responden ( 73,3%) dan yang
patuh sedang sebanyak 4 responden (26,7%). Untuk responden yang
memperoleh motivasi lemah seluruhnya patuh rendah dalam mengkonsumsi
obat sebanyak 38 responden (100%).
Berdasarkan tabulasi silang di atas menunjukkan bahwa semakin baik
motivasi diri penderita maka akan semakin patuh responden dalam meminum
obat TB Paru sehingga hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan
antara hubungsn motivasi diri dengan kepatuhan minum obat TB Paru di
Pukesmas Puri Mojokerto.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Motivasi diri pada penderita TB paru
Hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Puri Mojokerto terhadap 54
responden diperoleh data bahwa sebagian besar penderita TB Paru mempunyai
motivasi lemah sebanyak 38 responden (70,4%) untuk yang mempunyai sedang
sebanyak 15 dengan prosentase (27,8) dan untuk mempunyai motivasi kuat
sebanyak 1 responden dengan prosentase (1,9). Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa sebagian besar responden memiliki motivasi yang lemah dalam melakukan
kepatuahn minum obat TB Paru. Motivasi diri ini terjadi karena responden masih
belum memahami dengan baik dalam melakukan kepatuhan minum obat TB Paru,
Motivasi merupakan keadaan dari dalam individu atau organisme yang
mendorong perilaku ke arah tujuan (Walgito, 2010). Menurut Uno (2013)
Motivasi merupakan dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha
mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi
kebutuhannya. Motivasi dikatakan kuat apabila dalam diri seseorang dalam
kegiatan-kegiatan sehari-hari memiliki harapan yang positif, mempunyai
harapann yang tinggi dan memiliki keyakinan yang tinggi bahwa penderita akan
menyelesaikan pengobatanya tepat pada waktu yang telah ditentukan . Motivasi
dikatakan sedang apabila dalam diri manusia memiliki keinginan yang positif,
mempunyai harapan yang tinggi namun memiliki keyakinan yang rendah bahwa
dirinya dapat bersosialisasi dan mampu menyelesaikan persoaalan yang dihadapi.
Motivasi dikatakan lemah apabila didalam diri manusia memiliki harapan dan
keyakinan yang rendah, bahwa dirinya dapat berprestasi. Misalnya bagi seseorang
dorongan dan keinginan mempelajari pengetahuan dan ketrampilan baru
merupakan mutu kehidupanya maupun mengisi waktu luangnya agar lebih
produktif dan berguna (Irwanto, 2008).
Motivasi merupakan hal mendasar yang membuat seseorang melakukan
tindakan. Motivasi merupahan hal yang terpenting yang membuat orang
melakukan tindakan, sehingga jelas disini bahwa motivasi yang kuat
mempengaruhi kepatuhan minum obat TB Paru.
Dengan adanya media ini seseorang akan menjadi lebih tau tentang suatu
permasalahan dan pada akhirnya akan mempunyai motivasi untuk melakukan
penyelesaian terhadap masalah yang sedang dihadapi. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai motivasi lemah,
sehingga lingkup pergaulan responden masih sempit atau bergaul dengan orang-
orang disekitarnya. Keadaan ini membuat responden kurang mempunyai
informasi yang cukup luas karena mereka hanya berdiam diri. Adanya informasi
yang kurang tentang kesehatan dalam keteraturan minum obat TB tersebut
membuat responden masih belum mempunyai motivasi yang kuat dalam
melakukan kepatuhan minum obat TB Paru.
4.2.2 Kepatuhan penderita TB paru dalam minum TB paru
Hasil penelitian yang dilakukan tentang kepatuhan minum obat
menunjukkan bahwa sebagian besar responden patuh rendah dalam minum obat
TB paru sebanyak 49 responden (90,7%) sedangkan yang mempunyai kepatuhan
sedang sebanyak 5 responden dengan prosentase (9,3) dan untuk kepatuhan tinggi
tidak ada 0% .
Kepatuhan adalah menuruti suatu perintah atau suatu aturan. Kepatuhan
mengambarkan sejauh mana pasien berperilaku untuk melaksakan aturan dalam
pengobatan dan perilaku yang di sarankan oleh tenaga kesehatan (Niven, 2008).
Kepatuhan (adherence) secara umum didefinisikan sebagai tindakan seseorang
yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet, dan gaya hidup sesuai dengan
rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan (WHO, 2012)
Kepatuhan penderita TB paru menunjukkan bahwa banyak penderita yang
tidak mematuhi aturan meminum obat TB paru. hal ini terjadi karena mereka
hanya mengkonsumsi obat TB paru yang cukup lama dan mereka enggan
mengkonsumsinya. Hal ini dapat terjadi karena banyak latar belakang yang
mempengaruhi penderita TB paru dalam bersikap dan berprilaku, yang sangat
penting dalam mendukung kondisi psikologis penderita TB Paru menjalani
pengobatan yang panjang dan lama.
4.2.3 Hubungan motivasi diri dengan kepatuhan minum obat TB Pada penderita TB
Paru
Berdasarkan data umum dan data khusus pada tabel 4.7 menunjukkan hal
ini ditunjukkan dari 54 responden yang terbanyak dalam penelitian ini adalah
responden yang terbanyak berlatar belakang pendidikan smp sebanyak 23
responden yang mempunyai kepatuhan sedang dan lemah dengan persentase
(42,6%), sedangkan faktor umur responden yang terbnyak umur 21-55 tahun
(50%). Berdasarkan pekerjaan dan jenis kelamin responden diperoleh data pada
tabel 4.2 menurut pekerjaan menunjukan bahwa dalam penelitian ini sebagian
besar responden wiraswasta yaitu sebanyak 29 responden (53,7%) karena
pekerjaannya menyita waktu sehingga lupa untuk minum obat, untuk berlatar
belakang pendidikan tabel 4.3 yang terbanyak tamat smp sebnyak 23 responden
(42,6) dan pada tabel 4.4 untuk jenis kelamin perempuan yang terbanyak 32
responden (59,3%), Bedasarkan data tabulasi silang pada tabel 4.7 menunjukan
bahwa dari 54 responden yang memperoleh motivasi kuat sebagian patuh sedang
dalam mengkosusmsi obat sebanyak 1 responden (100%) dan tidak ada pasien
patuh tinggi dan patuh rendah 0%, dalam mengkonsusmsi obat. Sedangkan yang
memperoleh motivasi diri sedang sebagian patuh rendah sebanyak 11 responden
( 73,3%) dan yang patuh sedang sebanyak 4 responden (26,7%). Untuk responden
yang memperoleh motivasi lemah seluruhnya patuh rendah dalam mengkonsumsi
obat sebanyak 38 responden (100%) patuh sedang dan patuh tinggi 0%.
Erawatyningsih dkk (2009) menyebutkan faktor-faktor yang
mempengaruhi ketidakpatuhan berobat pada penderita tuberkulosis paru yaitu
pendidikan, pengetahuan, dan pendapatan yang signifikan terhadap
ketidakpatuhan yang berobat pada penderita TB paru dan yang paling dominan
adalah faktor pendidikan. Dari berbagai faktor penyebab ketidakpatuhan minum
obat penderita TB Paru, faktor penderita sebagai penyebab utama dari ketidak
patuhan minum obat (Ivanti, 2010).
Berdasarkan tabulasi silang di atas menunjukkan bahwa ada motivasi
individu yang kuat pada penderita TB paru maka akan semakin patuh responden
dalam minum obat TB paru. Sehingga hasil penelitian ini menunjukkan adanya
hubungan antara motivasi diri dengan kepatuhan minum obat TB penderita TB
Paru di Puskesmas Puri Mojokerto. bahwa mereka memiliki pengetahuan dan
pemahaman yang baik tentang mengetahui peran dan kemampuan mereka dalam
pengobatan TB paru yang dapat memberikan manfaat. Demikian baiknya hal-hal
yang terjadi ini juga dapat disebabkan oleh faktor-faktor internal dari responden
itu sendiri, keyakinan dan perilaku, tingkat pendidikan dan pengetahuan serta
faktor-faktor pencetus seperti kesakitan dan pengobatan. yang dialami oleh
penderita TB paru. Dengan faktor-faktor penguat responden yang berasal dari
luar, meskipun dalam faktor penguat responden itu cukup baik namun dalam
faktor lain seperti faktor pencetus atau faktor predisposisi responden yang lemah,
hal ini akan mempengaruhi tingkat responden itu sendiri. Tingkat populasi pada
saat ini sangat bervariasi karena faktor responden, hal ini terjadi karena responden
tetap berusaha untuk meminum obat sesuai dengan ketentuan dari petugas
kesehatan. karena penderita sudah memiliki pengetahuan yang cukup tentang
pengobatan TB Paru yang harus dijalani.

Anda mungkin juga menyukai