Anda di halaman 1dari 9

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi psikososial pada bayi

Psikososial merupakan hal yang penting bagi bayi. Karena pada


tahap perkembangan psikososial bayi inilah yang akan mempengaruhi
perkembangan - perkembangan bayi selanjutnya dalam berinteraksi
dengan masyarakat dan lingkungan sekitar.
Tumbuh-kembang tercepat terjadi pada masa bayi yang terlihat melalui
peningkatan kendali motorik yang mengikuti prinsip tumbuh-kembang,
yaitu pola sefalokaudal dan prokosimodistal. Bayi dapat mengendalikan
kepalanya pada usia 3 bulan, mengendalikan torso usia 6 bulan,
pengendalian terhadap tungkai pada usia 9 bulan. Koordinasi mata –
tangan sehingga bayi dapat mengambil dan memegang sesuatu pada usia
6 bulan. Begitu juga pada usia yang sma sudah dapat berguling yang
selanjutnya secara bertahap belajar berjalan pada usia sekitar 12 bulan.
(Suliswati, 2012) Perkembangan psikososial pada bayi melibatkan
semua aspek utama
perkembangan yang penting untuk proses maturasi pada tahap yang
lebih lanjut, yaitu perkembangan emosi, kognitif, dan moral.
Perkembangan emosional merupakan kelanjutan pembinaan rasa
percaya versus rasa tidak percaya yang telah dimulai sejak masa
neonatus. Penyelesaian tahap ini sangat menentukan bagaimana individu
menyelesaikan tahap tumbuh-kembang selanjutnya. Pada tahun pertama
kehidupannya, bayi bergantung pada orang tua dalam pemenuhan
kebutuhan fisiologis maupun psikologisnya. Pemenuhan terhadap
kebutuhan tersebut diperlukan bayi untuk mengembangkan perasaan
percaya melalui sikap orang tua yang :

1. Secara konsisten berespons terhadap kebutuhan bayi;


2. Membuat lingkungan yang aman melalui rutinitas;
3. Peka terhadap kebutuhan bayi dan pemenuhan kebutuhan secara
terampil dan
sesegera mungkin.
Pada usia 7 hingga 9 bulan, bayi mulai menyadari bahwa dirinya
merupakan bagian terpisah dari orng tuanya. Bayi akan menangis jika
dipisahkan dari orang tua atau pengasuhnya. Harga diri terbentuk
melalui kegiatan fisik dan reaksi orang lain terhadap bayi.

2.2 Perkembangan Emosi pada Masa Bayi

Emosi yaitu respon yang timbul dari stimulus yang menyebabkan


perubahan- perubahan fisiologis disertai dengan perasaan kuat. Bayi
mengekspresikan sebagian emosi jauh lebih awal dibandingkan dengan
beberapa emosi lain, lalu mengekspresikan dengan rinci dua perilaku
ekspresif emosional yang penting yaitu menangis dan tersenyum. Untuk
menentukan apakah bayi benar-benar mengekspresikan suatu emosi
tertentu, kita memerlukan beberapa sistem untuk mengukur emosi.
Menurut Carroll Izard (1982) mengembangkan suatu sistem semacam
itu, Maximally Discriminative Movement Coding Symtem ( Sistem
Koding Gerakan Wajah Diskriminatif Maksimum) disingkat “MAX”
ialah sistem pengkodean ekspresi wajah bayi yang
berkaitan dengan emosi yang dikembangkan oleh Izard. Dengan
menggunakan MAX, pengkode memperhatikan rekaman gerakan lambat
reaksi wajah bayi terhadap rangsangan. Rangsangan yang diberikan
diantaranya ialah memberi bayi kubus air, menempelkan isolasi pada
punggung bayi, memberi bayi mainan kesukaannya dan kemudian
mengambilnya, memisahkan bayi
dari ibunya lalu mempertemukan mereka, menyuruh orang asing
mendekati bayi, mengekang kepala bayi, menaruh jam yang berdetik ke
dekat telinga bayi, meletuskan balon di depan wajah bayi, dan memberi
kamper (kapur barus) untuk dibaui dan kulit jeruk asam serta jus jeruk
untuk dikecap. Kemarahan diperlihatkan ketika alis bayi menurun secara
tajam dan menyatu, mata menyempit atau mengedip, dan mulut terbuka
dalam bentuk kaku dan persegi. Berdasarkan system klasifikasi Izard,
minat, stres, dan rasa muak muncul pada saat lahir dan senyuman sosial
tampak pada usia kira-kira 4 hingga 6 minggu. Kemarahan, keheranan,
dan kesedihan terjadi pada saat usia kira-kira 3-4 bulan, ketakutan
diperlihatkan pada usia kira-kira 5 hingga 7 bulan, rasa malu dan enggan
diperlihatkan pada usia kira-kira 6 hingga 8 bulan, dan rasa hina serta
rasa bersalah tidak muncul hingga usia 2 tahun.

a. Menangis

Menangis adalah mekanisme yang paling penting yang dikembangkan


oleh bayi yang baru lahir untuk berkomunikasi dengan dunianya. Hal ini
benar karena tangisan pertama bayi membuktikan adanya udara dalam
paru-paru bayi. Tangisan juga dapat membantu dokter atau peneliti
untuk meneliti sesuatu tentang system syaraf pusat.

Tangisan bayi ada 3 macam yaitu:

a) Tangisan dasar (basic cry) adalah suatu pola berirama yang biasanya
terdiri dari satu tangisan, yang diikuti oleh diam sesaat, diteruskan
dengan satu siulan kecil pendek dengan nada agak lebih tinggi
dibandingkan dengan tangisan utama, lalu diakhiri dengan istirahat
singkat sebelum tangisan berikutnya, biasanya tangisan seperti ini adalah
pada saat bayi lapar.

b) Tangisan kemarahan (angry cry) ialah suatu variasi dari tangisan


dasar. Akan tetapi, di dalam tangisan kemarahan lebih banyak udara
dikeluarkan melalui pita suara.

c) Tangisan kesakitan (pain cry) yang dirangsang oleh rangsangan yang


intensitasnya tinggi, berbeda dari tipe tangisan lain dalam arti ada suatu
kemunculan tangisan keras yang tiba-tiba tanpa rintihan atau erangan
pendahuluan, dan suatu tangisan awal yang panjang diikuti oleh suatu
Senyuman refleksi tidak terjadi sebagai respons terhadap rangsangan
dari luar. Senyuman ini tampak selama bulan pertama setelah kelahiran,
biasanya selama pola tidur yang tidak teratur dan bukan ketika bayi
sedang berada dalam keadaan terjaga.
b. Senyuman
Senyuman ialah perilaku komunikatif bayi yang juga penting. Ada dua
tipe
senyuman pada bayi yaitu:

1. Senyuman Refleks
Senyuman refleksi tidak terjadi sebagai respons terhadap rangsangan
dari luar. Senyuman ini tampak selama bulan pertama setelah kelahiran,
biasanya selama pola tidur yang tidak teratur dan bukan ketika bayi
sedang berada dalam keadaan terjaga.

2. Senyuman Sosial
Sebaliknya, senyuman sosial terjadi sebagai respons terhadap suatu
rangsang dari luar, yaitu pada awal perkembangan, khususnya sebagai
respons terhadap suatu wajah yang ia lihat. Senyuman sosial tidak terjadi
hingga usia 2 hingga 3 bulan.

2.3 Perkembangan Temperamen


Temperamen (tabi’at, perangai) merupakan salah suatu dimensi
psikologis yang berhubungan dengan aktivitas fisik dan emosional serta
merespons. Secara sederhana,Goleman merumuskan temperamen
sebagai “The moods that typify our emotional life”. Jelasnya
temperamen adalah perbedaan kualitas dan intensitas respons emosional
serta pengaturan diri yang memunculkan perilaku individual yang
terlihat sejak lahir, yang relative stabil dan menetap dari waktu ke waktu
dan pada semua situasi, yang dipengaruhi oleh interaksi antara
pembawaan, kematangan, dan pengalaman. Sejak lahir, bayi
memperlihatkan berbagai aktivitas individual yang berbeda- beda.
Beberapa bayi sangat aktif menggerakkan tangan, kaki, dan mulutnya
tanpa
henti-hentinya, tetapi bayi yang lain terlihat lebih tenang. Sebagian bayi
merespons dengan hangat kepada orang lain, sementara yang lain
cerewet, rewel dan susah diatur. Semua gaya perilaku ini merupakan
temperamen seorang bayi. Kebanyakan peneliti mengakui adanya
perbedaan dalam kecenderungan reaksi utama, seperti kepekaan
terhadap rangsangan visual atau verbal, respons emosional, dan
keramahan dari bayi yang baru lahir. Peneliti Alexander Tomas dan
Stella Chess misalnya, memperlihatkan adanya perbedaan dalam
tingkatan aktivitas
bayi, keteraturan dari fungsi jasmani (makan, tidur, dan buang air),
pendekatan terhadap stimuli dan situasi baru. Kemampuan beradaptasi
dengan situasi dan orang- orang baru, reaksi emosional, kepekaan
terhadap rangsangan, kualitas suasana hati, dan jangkauan
perhatian.Dari hasil penelitian ini, Alexander Tomas dan Stella Chess
mengklasifikan temperamen atas tiga pola dasar:

a. Bayi yang bertemperamen sedang (easy babies)


Menunjukkan suasana hati yang lebih positif, keteraturan fungsi tubuh,
dan mudah beradaptasi dengan situasi baru.

b. Bayi yang bertemperamen tinggi (difficult babies)


Memperlihatkan suasana hati yang negative, fungsi-fungsi tubuh tidak
teratur, dan stress dalam menghadapi situasi baru.

c. Anak yang bertemperamen rendah (slow to warm up babies)


Memiliki tingkat aktivitas yang rendah dan secara relatif tidak dapat
menyesuaikan diri dengan pengalaman baru, suka murung serta
memperlihatkan intensitas suasana hati yang rendah.
Pola-pola temperamen tersebut merupakan suatu karakteristik tetap
sepanjang masa bayi dan anak-anak yang akan dibentuk dan diperbarui
oleh pengalaman anak dikemudian hari. Misalnya anak usia 2 tahun
yang digolongkan ekstrem sebagai pemalu dan penakut pada usia 8
tahun. Ini menunjukkan adanya konsistensi perkembangan temperamen
sejak lahir. Konsistensi temperamen ini di tentukan oleh faktor
keturunan, kematangan, dan pengalaman, terutama pola
pengasuhan orang tua.
2.4 Perkembangan Attachment
Bayi yang baru lahir telah memiliki perasaan sosial untuk
berinteraksi dan melakukan penyesuaian sosial terhadap orang lain. Oleh
sebab itu, tidak heran kalau bayi dalam semua kebudayaan
mengembangkan kontak dan ikatan sosial yang kuat dengan orang yang
mengasuhnya, terutama ibunya. Kontak sosial pertama bayi dengan
pengasuhnya ini diperkirakan mulai terjadi pada usia 2 bulan, yaitu pada
saat bayi mulai tersenyum ketika memandang wajah ibunya dan hal itu
untuk memperkukuh hubungan ibu dan anak. Perkembangan awal
kontak sosial pada bayi ini merupakan dasar bagi pembentukan
hubungan sosial di kemudian hari. Pada usia 8 bulan, muncul “objek
permanen” bersamaam dengan kekhawatiran terhadap orang yang tidak
di kenal, yang disebut stranger anciety. Pada masa ini bayi mulai
memperlihatkan reaksi ketika didekati oleh orang yang tidak dikenalnya.
Setelah usia 8 bulan, seorang bayi dapat membentuk gambaran mental
tentang orang- orang atau keadaan, yang disebut skema, pada usia 12
bulan umumnya bayi melekat erat pada orang tuanya ketika ketakutan
atau mengira akan ditinggalkan. Ketika mereka bersama kembali,
mereka akan mengumbar senyuman dan memeluk orang tuanya,
perasaan cinta antara bayi dan ibu ini disebut dengan attachment.
Attachment adalah sebuah istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh
J. Bowlby tahun 1958 untuk menggambarkan pertalian atau ikatan
antara ibu dan anak Bayi merasa lebih aman dalam berhubungan dengan
pengasuh pertama, bayi tidak merasa sedih selama berpisah dengan
ibunya atau pengasuh pertamanya dalam jangka waktu yang lama.
Kegagalan membentuk keterikatan dengan sesorang atau beberapa orang
pada tahun pertama kehidupannya, akan berakibat ketidakmampuan
mempererat hubungan sosial yang akrab pada masa dewasa. Penelitian
Baltes dan rekan- rekannya juga menunjukkan bahwa ibu-ibu yang
diperkenankan berinteraksi segera setelah dia melahirkan anaknya,
ternyata di kemudian hari jarang ditemui persoalan- persoalan, seperti
ibu yang melalaikan anak, menyiksa atau pergi meninggalkan anak.
Sejumlah peneliti berkesimpulan bahwa semua bayi terikat pada ibunya
dalam tahun pertama.Akan tetapi kualitas ikatan tersebut berbeda-beda,
sesuai dengan tingkat respon ibu terhadap kebutuhan mereka. Ainswoth
(1979) membedakan keterikatan bayi atas dua bentuk, yaitu:
∙ keterikatan yang aman (secure attachment)
∙ keterikatan yang tidak aman (insecure attachment).

2.5 Perkembangan Rasa Percaya


Menurut Erik Erikson (1968), pada tahun pertama (bayi usia 1-2
bulan) kehidupan ditandai dengan adanya tahap perkembangan rasa
percaya dan rasa tidak percaya. Erikson meyakini bayi dapat
mempelajari rasa percaya apabila mereka diasuh dengan cara yang
konsisten. Rasa tidak percaya dapat muncul apabila bayi tidak
mendapatkan perlakuan yang baik. Gagasannya tersebut banyak
persamaanya dengan konsep Ainsworth tentang keterikatan yang aman (
secure attachment). Rasa percaya dan tidak percaya tidak muncul hanya
pada tahun pertama kehidupan saja.Tetapi rasa tersebut muncul lagi
pada tahap perkembangan selanjutnya. Beberapa hal yang harus
diperhatikan pada saat anak-anak memasuki sekolah dengan rasa
percaya dan tidak percaya dapat mempercayai guru tertentu yang banyak
memberikan waktu baginya sehingga membuatnya sebagai orang yang
dapat dipercayai. Pada kesempatan kedua ini , anak mengatasi rasa tidak
percaya sebalumnya. Sebaliknya, anak-anak yang meninggalkan masa
bayi dengan rasa percaya pasti pada tahap selanjutnya masih dapat
memiliki rasa tidak percaya, yang mungkin terjadi karena adanya
konflik atau perceraian kedua orang tuanya. Erikson menekankan bahwa
tahun kedua kehidupan ditandai oleh tahap otonomi versus rasa malu
dan ragu-ragu. Ketika bayi baru lahir, maka terdapat tahapan sampai
bayi berusia dua bulan
terjadilah interaksi atau komunikasi yang sederhana antara bayi dengan
orang tua. Diketemukan bahwa interaksi seperti ini mempengaruhi
perkembangan kecerdasan anak. Anak-anak yang mencapai nilai tinggi
dalam test intelegensi telah mendapatkan stimulasi yang baik dari orang
tua ketika mereka masih bayi: orang tua mengajak berbicara, tersenyum,
bermain, mendengarkan, meniru, dan memberikan respon yang konstan
kepada senyuman bayi. Pada usia 2 bulan bayi akan menggapaikan
tangannya di hadapan mukanya. Pada saat seperti itu orang tua dapat
membiarkannya sendiri di baby box dan pergi mengerjakan hal-hal lain.
2.6 Perkembangan Otonomi
Menurut Chaplin (2002), otonomi adalah kebebasan individu
manusia untuk memilih, untuk menjadi kesatuan yang bisa memerintah,
menguasai dan menentukan dirinya sendiri. Menurut Erikson,. Pada
tahap ini, bayi tidak hanya dapat berjalan, etapi mereka juga dapat
memanjat, membuka dan menutup , menjatukan, menolak dan menarik,
memegang otonomi atau kemandirian merupakan tahap ke dua
perkembangan psikososial yang berlangsung pada akhir masa bayi dan
masa baru pandai berjalan. Otonomi dibangun di atas perkembangan
kemampuan mental dan kemampuan motorikdan melepaskan. Bayi
merasa bangga dengan prestasi ini dan ingin melakukan segala sesuatu
sendiri. Selanjtnya mereka juga dapat belajar mengendalikan otot
mereka dan dorongan keinginan diri mereka sendiri. Dengan demikian,
setelah memperoleh kepercayaan dari pengasuh mereka, bayi mulai
menemukan bahwa perilaku mereka adalah milik mereka sendiri.
Mereka mulai menyatakan rasa mandiri atau otonomi mereka. Mereka
menyadari kemauan mereka. Pada tahap ini bila orang tua selalu
memberikan dorongan kepada anak agar dapat berdiri di atas dua kaki
mereka sendiri, sambil melatih kemampuan-kemampuan
mereka, maka anak akan mampu mengembangkan pengendalian atas
otot, dorongan, lingkungan dan diri sendiri (otonom). Sebaliknya, jika
orang tua cenderung menuntut terlalu banyak atau terlalu membatasi hak
untuk menyelidiki lingkungannya, maka anak akan mengembangkan
suatu rasa malu dan ragu-ragu yang berlebihan tentang kemampuan
mereka untuk mengendalikan diri mereka sendiri dan dunia mereka.
Erikson yakin tahap otonomi versus rasa malu dan ragu-ragu memiliki
implikasi yang penting bagi perkembangan kemandirian dan identitas
selama remaja.
Perkembangan otonomi selama tahun-tahun balita memberi remaja
dorongan untuk smenjadi individu yang mandiri , yang dapat memiliki
dan menentukan masa depa mereka sendiri. Meskipun demikian menurut
Santrock (1995), terlalu banyak otonomi sama bahayanya dengan terlalu
sedikit otonomi. Pada tahap ini jika bayi mempercayai pengasuhnya,
mereka akan menegaskan independensi dan menyadari kehendaknya
sendiri. Jika bayi terlalu banyak dibatasi, mereka akan mengembangkan
sikap malu dan ragu. Tahap ini berlangsung ketika bayi berusia sekitar
1-2 tahun.

2.7 Asuhan Keperawatan


2.7.1 Pengkajian
a. Pengertian
Perkembangan psikososial bayi yang normal adalah proses
perkembangan yang ditandai dengan pemupukan rasa percaya pada
orang lain yang diawali dengan kepercayaan terhadap orangtua,
khususnya ibu. Rasa aman secara fisik dan psikologis berperan penting
dalam pembentukan rasa percaya bayi. Bila rasa percaya tidak terpenuhi
maka akan terjadi penyimpangan berupa rasa tidak percaya dan setelah
besar ia menjadi orang yang mudah curiga dan tidak dapat menjalin
hubungan baru.

b. Karakteristik perilaku
Tabel dibawah akan menguraikan perilaku bayi yang menunjukkan rasa
percaya dan rasa tidak percaya Karakteristik perilakubayi Tugas
perkembangan Perilaku bayi11

Anda mungkin juga menyukai