Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

P DENGAN POST OP SC NIFAS H 2

ATAS INDIKASI KETUBAN PECAH DINI DI RUMAH SAKIT WISMA


RINI

DISUSUN OLEH

1. DOTA ARDA SAS


2. DUWI SUMIYANTO
3. META EKA SARI
4. NURAINI SAPUTRI
5. TIARA ASIH PANGESTU

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN( STIKES)

MUHAMADIAH PRINGSEWU LAMPUNG

2018

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena
berkat dan rahmat, serta penyertaan-Nya, sehingga makalah “ ASUHAN
KEPERAWATAN PADA Ny. P DENGAN POST OP SC NIFAS H 2 ATAS
INDIKASI KETUBAN PECAH DINI DI RUMAH SAKIT WISMA RINI “ ini
dapat kami selesaikan.

Dengan penulisan makalah ini kami berusaha menyajikan bahan dan


bahasa yang sederhana, singkat serta mudah dicerna isinya oleh para pembaca.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna serta masih
terdapat kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan makalah ini. Maka kami
berharap adanya masukan dari berbagai pihak untuk perbaikan dimasa yang akan
mendatang.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan
dipergunakan dengan layak sebagaimana mestinya.

Pringsewu, 8 Mei 2018

Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................................. i

2
KATA PENGANTAR.............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................2
C. Tujuan Makalah..............................................................................................2

BAB II LANDASAN TEORI


A. Konsep Ketuban pecah dini............................................................................3
1. Definisi..................................................................................................3
2. Etiologi..................................................................................................3
3. Patofisiologi...........................................................................................4
4. Manifestasi Klinis..................................................................................6
5. Pemeriksaan Penunjang.........................................................................7
6. Komplikasi.............................................................................................8
7. Penatalaksanaan.....................................................................................8
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan...............................................................9
1. Pengkajian..............................................................................................9
2. Diagnosa Keperawatan........................................................................11
3. Rencana Keperawatan..........................................................................11

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................................25
B. Saran.............................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di negara berkembang seperti di Indonesia kejadian oprasi Sectio caesarea
yang semakin banyak sudah issue, tapi ada suatu indicator yang dijadikan
patokan masyarakat. Dari data tahun 1975, di jaman oprasi section caesarea
masih jarang dilakukan., angka kematian ibu yang melahirkan 30 orang setiap
1000 orang ibu yang melahirkan. Lewat keseriusan pemerintah untuk
menekan angka kematian ibu terus diupayakan sehingga pada tahun 1996
merencanakan “Gerakan saying Ibu” (GSI) dan mematok angka 2,25% sari
semua persalinan sebagai target nasional untuk menurunkan angka kematian
ibu pada akhir 1999 (Cindy, dkk, 2005)
Indikasi section caesarea antara lain : ibu / janin Distosia
(ketidakseimbangan sepalopelvik, kegagalan induksi persalinan, kerja rahim
yang abnormal). Ibu : penyakit pada ibu ( Eklamsia, DM, Penyakit jantung, Ca
servik), pembedahan sebelumnya, sumbatan pada jalan lahir. Janin : Gangguan
pada janin, Prolaps tali, mal presentasi. Plasenta : Plasenta previa, Abrupsion
plasenta. Untuk menekan angka kematian ibu dan janin salah satu cara bisa
dilakukan dengan tindakan oprasi. Tindakan persalinan yang biasa dilakukan
adalah bedah Caesarea.
Di negara maju frekuensi oprasi section caesarea berkisar antara 1,5%
sampai dengan 7% dari semua persalinan (Sarwono, 1999). Indikasi dilakukan
section caesarea pada ibu adalah disproporsi Cepalo pelvic, placenta previa,
tumor jalan lahir, hidramnion, kehamilan gamely, sedangkan janin adalah
janin besar, mal presentasi, letak lintang, hidrocepalus (Oxom, 2008).
Preeklamsia atau peningkatan tekanan darah, protenuria dan udem pada ibu
hamil juga merupakan indikasi dilakukan oprasi section caesarea. Karena bila
dipaksakan pervaginaan dapat beresiko terjadi kejang pada ibu atau eklamsia.
Eklamsia dapat menyebabkan kematian ibu bahkan janin yang
dikandungnya. Namun demikian oprasi section caesarea bukan tanpa adanya
resiko. Komplikasi section caesarea antara lain perdarahan, infeksi (sepsis),

1
dan cedera di sekeliling struktur (usus besar, kandung kemih, pembuluh
ligament yang lebar, ureter) (Hacker, 2001).
Perawat harus memahami hal tersebut, harus mampu melakukan asuhan
keperawatan pada pasien post oprasi section caesarea. Melakukan pengkajian
pada pasien, menentukan diagnose yang bisa atau mungkin muncul, menyusun
rencana tindakan dan mengimplementasikan trencana tersebut serta
mengevaluasi hasilnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu ketuban pecah dini?


2. Apa etiologi dari ketuban pecah dini?
3. Bagaimana patofisiologi dari ketuban pecah dini?
4. Apa saja manifestasi klinis dari ketuban pecah dini?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari ketuban pecah dini?
6. Apa saja komplikasi ketuban pecah dini?
7. Apa saja penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada bayi yang menderita
ketuban pecah dini?
8. Bagaimana asuhan keperawatan dari ketuban pecah dini?

C. Tujuan Makalah

1. Untuk mengetahui pengertian ketuban pecah dini


2. Untuk mengetahui etiologi dari ketuban pecah dini
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari ketuban pecah dini
4. Untuk mengetahui apa saja manifestasi klinis dari ketuban pecah dini
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari ketuban pecah dini
6. Untuk mengetahui apa saja komplikasi dari ketuban pecah dini
7. Untuk mengetahui apa saja penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada
bayi yang menderita ketuban pecah dini
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari ketuban pecah dini

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

1. Konsep Ketuban Pecah Dini


A. Pengertian
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya/rupturnya selaput amnion
sebelum dimulainya persalinan yang sebenarnya atau pecahnya selaput
amnion sebelum usia kehamilannya mencapai 37 minggu dengan atau
tanpa kontraksi.(mitayani,2011.buku keperawatan maternitas,hal:74)
Ketuban pecah dini (KPD) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban
sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37
minggu disebut ketuban pecah dini pada kehamilan premature. Dalam
keadaan normal 8 – 10 % wanita hamil aterm akan mengalami ketuban
pecah dini (Prawirohardjo, 2010)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum adanya
tanda-tanda persalinan. Sebagian besar ketuban pecah dini terjadi diatas 37
minggu kehamilan, sedangkan dibawah 36 minggu tidak terlalu banyak
(Manuaba, 2010).
Ketuban pecah dini didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum
waktu nya melahirkan,hal ini dapat terjadi pada akhirnya kehamilan
maupun jauh sebelum waktunya melahirkan,(sujiyati,2009,asuhan patologi
kebidanan,hal:13)
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa ketuban
pecah dini adalahpecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan atau
sebelum inpartu pada pembukaan < 4 cm (fase laten) yang terjadi setelah
kehamilan berusia 22 minggu

B. Etiologi Ketuban Pecah Dini


Ketuban pecah dini disebabkan oleh kurangnya kekuatan
membrane atau meningkatnya tekanan intra uterin atau oleh kedua faktor
tersebut. Berkurangnya kekuatan membrane disebabkan oleh adanya
infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Penyebabnya juga

3
disebabkan karena inkompetensi servik. Polihidramnion / hidramnion, mal
presentasi janin (seperti letak lintang) dan juga infeksi vagina / serviks
(Prawirohardjo, 2010).
Adapun yang menjadi faktor resiko terjadinya ketuban pecah dini
adalah : (Prawirohardjo, 2010)
a. Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)
Korioamnionitis adalah keadaan pada ibu hamil dimana korion,
amnion dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis
merupakan komplikasi paling serius bagi ibu dan janin, bahkan dapat
menjadi sepsis. Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput
ketuban maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan
ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.
b. Serviks yang inkompeten
Serviks yang inkompeten, kanalis servikalis yang selalu terbuka
oleh karena kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan, curettage).
Serviks yang tidak lagi mengalami kontraksi (inkompetensia),
didasarkan pada adanya ketidakmampuan serviks uteri untuk
mempertahankan kehamilan. Inkompetensi serviks sering
menyebabkan kehilangan kehamilan pada trimester kedua. Kelainan
ini dapat berhubungan dengan kelainan uterus yang lain seperti septum
uterus dan bikornis. Sebagian besar kasus merupakan akibat dari
trauma bedah pada serviks pada konisasi, produksi eksisi loop
elektrosurgical, dilatasi berlebihan serviks pada terminasi kehamilan
atau laserasi obstetrik.
c. Trauma
Trauma juga diyakini berkaitan dengan terjadinya ketuban pecah
dini. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual saat hamil baik
dari frekuensi yang ≥4 kali seminggu, posisi koitus yaitu suami diatas
dan penetrasi penis yang sangat dalam sebesar 37,50% memicu
terjadinya ketuban pecah dini, pemeriksaan dalam, maupun

4
amnosintesis dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini karena
biasanya disertai infeksi.
d. Ketegangan intra uterin
Perubahan volume cairan amnion diketahui berhubungan erat
dengan hasil akhir kehamilan yang kurang bagus. Ketegangan intra
uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi
uterus) misalnya trauma, hidramnion, gamelli.
e. Kelainan letak
Misalnya sungsang sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul serta dapat menghalangi tekanan terhadap
membran bagian bawah.
f. Paritas
Faktor paritas, terbagi menjadi primipara dan multipara. Primipara
adalah wanita yang pernah hamil sekali dengan janin mencapai titik
mampu bertahan hidup. Ibu primipara yang mengalami ketuban pecah
dini berkaitan dengan kondisi psikologis, mencakup sakit saat hamil,
gangguan fisiologis seperti emosi dan termasuk kecemasan akan
kehamilan. Selain itu, hal ini berhubungan dengan aktifitas ibu saat
hamil yaitu akhir triwulan kedua dan awal triwulan ketiga kehamilan
yang tidak terlalu dibatasi dan didukung oleh faktor lain seperti
keputihan atau infeksi maternal. Sedangkan multipara adalah wanita
yang telah beberapa kali mengalami kehamilan dan melahirkan anak
hidup. Wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan mengalami
ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran
yang terlampau dekat, diyakini lebih beresiko akan mengalami ketuban
pecah dini pada kehamilan berikutnya.
g. Usia kehamilan
Persalinan preterm terjadi tanpa diketahui penyebab yang jelas,
infeksi diyakini merupakan salah satu penyebab terjadinya KPD dan
persalinan preterm (Prawirohardjo, 2010). Pada kelahiran <37 minggu

5
sering terjadi pelahiran preterm, sedangkan bila ≥47 minggu lebih
sering mengalami KPD (Manuaba, 2010).
Komplikasi paling sering terjadi pada ketuban pecah dini sebelum
usia kehamilan 37 minggu adalah sindroma distress pernapasan, yang
terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko infeksi meningkat pada
kejadian ketuban pecah dini, selain itu juga terjadinya prolapsus tali
pusat. Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada ketuban
pecah dini preterm. Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang
terjadi pada ketuban pecah dini preterm. Kejadiannya mencapai 100%
apabila ketuban pecah dini preterm terjadi pada usia kehamilan kurang
dari 23 minggu.
h. Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya
Riwayat KPD sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami KPD
kembali. Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini secara singkat ialah
akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam membrane
sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban pecah dini
preterm terutama pada pasien risiko tinggi. Wanita yang mengalami
ketuban pecah dini pada kehamilan atau menjelang persalinan maka
pada kehamilan berikutnya wanita yang telah mengalami ketuban
pecah dini akan lebih beresiko mengalaminya kembali antara 3-4 kali
dari pada wanita yang tidak mengalami ketuban pecah dini
sebelumnya, karena komposisi membran yang menjadi mudah rapuh
dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan
berikutnya.
C. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini menurut Manuaba (2010)
adalah :
a. Terjadinya pembukaan premature serviks
b. Membran terkait dengan pembukaan terjadi devaskularisasi serta
nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan
c. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang

6
d. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan infeksi yang
mengeluarkan enzim proteolotik dan enzim kolagenase.

D. Manifestasi Klinis
Menurut Manuaba (2010), tanda dan gejala pada kehamilan yang
mengalami KPD adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui
vagina. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak,
mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat
dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering
karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila duduk/berdiri, kepala
janin yang sudah terletak di bawah biasanya mengganjal atau menyumbat
kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri
perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda infeksi yang
terjadi.

E. Pemeriksaan Penunjang Ketuban Pecah Dini


1) Pemeriksaan laboratorium
a) Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna.
Konsentrasi, baud an pHnya.
b) Cairan yang keluar dari vagina ini ada kemungkinan air ketuban,
urine, atau secret vagina.
c) Secret ibu hamil pH: 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah
warna tetap kuning.
d) Tes lakmus (nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi
biru menunjukan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7-
7,5, darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif
palsu.
e) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada
gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik
menunjukan daun pakis. (Varney, 2007)

7
2) Pemeriksaan Ultrasonogafi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban
dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban
yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita
oligohidramnion (Varney, 2007).

F. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada KPD meliputi mudah terjadinya
infeksi intra uterin, partus prematur, dan prolaps bagian janin terutama tali
pusat (Manuaba, 2009). Terdapat tiga komplikasi utama yang terjadi pada
KPD yaitu peningkatan morbiditas neonatal oleh karena prematuritas,
komplikasi selama persalinan dan kelahiran, dan resiko infeksi baik pada
ibu maupun janin. Risiko infeksi karena ketuban yang utuh merupakan
penghalang penyebab infeksi (Prawirohardjo, 2010).
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan
anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonal. Komplikasi akibat KPD
kepada bayi diantaranya adalah IUFD, ketuban pecah dini dan
prematuritas. Sedangkan pada ibu diantaranya adalah partus lama, infeksi
intrauterin, atonia uteri, infeksi nifas, dan perdarahan post partum
(Mochtar, 2007).

G. Penatalaksanaan
Sebagai gambabaran umum untuk tatalaksana ketuban pecah dini
dapat dijabarkan sebagai berikut: (Manuaba, 2010)
a. Mempertahankan kehamilan sampai cukup matur khususnya maturitas
paru sehingga mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru
yang sehat.
b. Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang menjadi peicu
sepsis, meningitis janin, dan persalinan prematuritas.

8
c. Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan diharapkan
berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid,
sehingga kematangan paru janin dapat terjamin.
Kehamilan ≥47 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio
sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 25µg – 50µg intravaginal tiap 6
jam maksimal 4 kali. Bila skor pelvic < 5, lakukan pematangan serviks,
kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio
sesarea. Bila skor pelvic > 5, induksi persalinan (Prawirohardjo, 2010).
Berikut bagan penatalaksaan ketuban pecah dini menurut Manuaba
(2010) sebagai berikut :

Bagan 2.1 Penatalaksaan Ketuban Pecah Dini


Sumber : Manuaba (2010)

9
H. Diagnosa Ketuban Pecah Dini
Menurut Prawirohardjo (2010) untuk mendiagnosa ketuban pecah
dini yaitu dengan menentukan pecahnya selaput ketuban di vagina. Jika
tidak ada dapat dicoba dengan menggerakan sedikit bagian terbawah janin
atau meminta pasien batuk atau mengedan. Penentuan cairan ketuban
dapat dilakukan dengan tes lakmus (nitrazin test) merah menjadi biru.
Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan USG. Tentukan
ada tidaknya infeksi. Tanda-tanda infeksi adalah bila suhu ibu ≥48°C serta
air ketuban keruh dan berbau. Leukosit darah > 15.000/mm3. Tentukan
tanda-tanda persalinan, tentukan adanya kontraksi yang teratur. Periksa
dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi
kehamilan).

2. Faktor yang Berkaitan dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini


A. Usia Kehamilan
Usia kehamilan adalah ukuran lama waktu seorang janin berada
dalam rahim (Prawirohardjo, 2010). Umur atau usia kehamilan adalah
lamanya kehamilan ibu. Kehamilan dibagi atas 3 triwulaan (trimester) :
kehamilan triwulan I antara 0-12 minggu, kehamilan triwulan II antara
13-28 minggu dan kehamilan triwulan III antara 29-40 minggu
(Manuaba, 2010).
Usia kehamilan pada saat kelahiran merupakan satu-satunya alat
ukur kesehatan janin yang paling bermanfaat dan waktu kelahiran
sering ditentukan dengan pengkajian usia kehamilan (Varney, 2007).
Usia kehamilan merupakan salah satu prediktor penting bagi
kelangsungan hidup janin dan kualitas hidupnya. Persalinan umumnya
terjadi pada usia kehamilan cukup bulan. Pada kehamilan umur 20
minggu berisiko terjadi komplikasi kehamilan (Mansjoer, 2010).
Janin dikatakan cukup bulan (aterm) apabila usia kehamilannya
mencapai 37 minggu lengkap (atau dengan kata lain 38 minggu)
hingga 42 minggu. Bila kurang daripada itu disebut sebagai

10
“prematur/preterm” (<37 minggu) dan jika lebih dinamakan
“postmatur/ postterm” (≥48 minggu) (Manuaba, 2010).
Manuaba (2010) menjelaskan bahwa usia kehamilan berkaitan
dengan kejadian KPD. Kejadian KPD lebih sering terjadi pada
persalinan usia kehamilan ≥47 minggu, dan pada persalinan usia <37
minggu tidak terlalu sering terjadi KPD dan hanya kelahiran preterm
yang sering terjadi. Akan tetapi
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung
pada usia kehamilan, dimana ha tersebut dapat mengakibatkan terjadi
infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia
karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden
Sectio Caesaria, atau gagalnya persalinan normal. Setelah ketuban
pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung
umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50%
persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu
persalinan terjadi dalam 1 minggu (Manuaba, 2010). Semakin lama
menunggu, kemungkinan infeksi semakin besar dan membahayakan
janin serta ibu (Varney, 2007).
Hasil penelitian Oktavia (2013) menjelaskan bahwa paritas ibu
bersalin resiko tinggi sebanyak 15 (41,7%) mengalami ketuban pecah
dini dan 21 (58,3%) tidak mengalami ketuban pecah dini. Pada usia
kehamilan diketahui bahwa ibu dengan usia kehamilan prematur
sebanyak 9 (64,3%) mengalami ketuban pecah dini dan 5 (35,7%)
tidak mengalami ketuban pecah dini, sedangkan pada ibu dengan usia
kehamilan matur sebanyak 15 (19,2%) mengalami ketuban pecah dini
dan 63 (73,9%) tidak mengalami ketuban pecah dini.
Hasil penelitian Susilowati (2009) mengenai gambaran
karakteristik ibu bersalin dengan KPD, diketahui bahwa ibu yang
mengalami ketuban pecah dini sebagian besar umur kehamilan antara
37-42 minggu yaitu sebanyak 106 ibu (82,2%).

11
B. Paritas
Paritas adalah jumlah kehamilan yang diakhiri dengan kelahiran
janin yang memenuhi syarat untuk melangsungkan kehidupan atau
pada usia kehamilan lebih dari 28 minggu dan berat janin mencapai
lebih dari 1000 gram (Manuaba, 2010). Paritas adalah banyaknya
kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang wanita (Prawirohardjo,
2010).
Menurut Prawirohardjo (2010), paritas dapat dibedakan menjadi
primipara, multipara dan grandemultipara.
a. Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak, yang
cukup besar untuk hidup di dunia luar
b. Multipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak lebih
dari satu kali (2-4 anak)
c. Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang
anak atau lebih dan biasanya mengalami penyulit dalam kehamilan
dan persalinan

Penggolongan paritas bagi ibu yang masih hamil atau pernah hamil
berdasarkan jumlahnya menurut Perdinakes-WHOJPHIEGO dalam
Varney (2007) yaitu:
a. Primigravida adalah wanita hamil untuk pertama kalinya
b. Multigravida adalah wanita yang pernah hamil beberapa kali, di
mana kehamilan tersebut tidak lebih dari 4 kali (2-3)
c. Grandemultigravida adalah wanita yang pernah hamil ≥4 kali.

Paritas 2 – 3 merupakan jumlah paling aman ditinjau dari sudut


kesehatan serta sudut kematian maternal dan perinatal (Manuaba,
2010). Paritas 1-2 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut
kematian maternal. Paritas 0 dan paritas tinggi (≥4) mempunyai angka
kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi

12
kematian maternal. Risiko pada paritas 0 dapat ditangani dengan
asuhan obstetri lebih baik. Sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat
dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian
kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan (Saifuddin,
2006)
Paritas tinggi (pasritas 1 dan ≥4) merupakan salah satu dari
penyebab terjadinya kasus ketuban pecah sebelum waktunya. Paritas 1
dan paritas tinggi (≥4) mempunyai angka kematian maternal lebih
tinggi. Lebih tinggi paritas lebih tinggi kematian maternal. Risiko pada
paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik,
sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah
dengan keluarga berencana dengan dua anak cukup dan mempunyai
lebih dari tiga termasuk paritas tinggi dan maksimal dua anak
digolongkan dengan paritas rendah. Sebagian kehamilan pada paritas
tinggi adalah tidak direncanakan.
Paritas kedua dan ketiga merupakan keadaan yang relatif lebih
aman untuk hamil dan melahirkan pada masa reproduktif, karena pada
keadaan tersebut dinding uterus belum banyak mengalami perubahan,
dan serviks belum terlalu sering mengalami pembukaan sehingga dapat
menyanggah selaput ketuban dengan baik (Varney. 2007). Ibu yang
melahirkan beberapa kali lebih berisiko mengalami KPD, oleh karena
vaskularisasi pada uterus mengalami gangguan yang mengakibatkan
jaringan ikat selaput ketuban mudah rapuh dan akhirnya pecah
spontan.
Wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan pernah mengalami
KPD pada kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran yang terlampau
dekat diyakini lebih beresiko akan mengalami KPD pada kehamilan
berikutnya (Varney, 2007).
Hasil penelitian Sari (2014) menjelaskan bahwa ibu dengan paritas
grandemultipara sebagian besar mengalami KPD sebanyak 14 kasus
(73,7%) sedangkan ibu yang tidak mengalami KPD hampir seluruhnya

13
adalah ibu dengan paritas primipara 85 kasus (88,5%) dan multipara
150 kasus (82,9%). Hasil penelitian Susilowati (2009) mengenai
karakteristik ibu bersalin dengan KPD, diketahui bahwa ibu yang
mengalami ketuban pecah dini sebagian besar adalah primigravida
yaitu sebanyak 85 ibu (65,9%).
Hasil penelitian Oktavia (2013) menjelaskan bahwa paritas ibu
bersalin resiko tinggi sebanyak 15 (41,7%) mengalami ketuban pecah
dini dan 21 (58,3%) tidak mengalami ketuban pecah dini, sedangkan
paritas ibu bersalin resiko rendah sebanyak 9 (16,1%) mengalami
ketuban pecah dini dan 47 (83,9%) tidak mengalami ketuban pecah
dini.

BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. P DENGAN POST OP SC

ATAS INDIKASI KETUBAN PECAH DINI


DI RUMAH SAKIT WISMA RINI

14
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas klien
Nama : Ny. P
Umur : 35 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Suku/bangsa : Jawa / indonesia
Agama : islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Sumber biaya : BPJS
Alamat : Keputraan Sukoharjo
Tanggal masuk RS/RB : 07 – 05 - 2018
Kelas rawat inap : Tulip/II
Tanggal pengkajian : 09 – 05 -2018, Pukul 10.00 WIB
No. register : 73694
Diagnosa medik : Post SC MOW Riwayat SC

b. Identitas penanggung jawab


Nama : Tn. M
Umur : 37 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Polri
Alamat : Keputraan Sukoharjo
Hubungan dengan klien : suami

2. Riwayat kesehatan
A. Riwayat kesehatan masuk RS

15
Ny. P datang pada hari senin tanggal 07 Mei 2018 pukul 10.15
WIB pasien mengatakan keluar air ketuban dan pasien langsung
datang ke rumah bidan di desanya setelah diperiksa ketuban pecah
dini dan langsung dirujuk ke RS Wisma Rini Pringsewu atas
rujukan bidan di desanya pasien datang dengan keluhan kencang
kencang, gerakan masih dirasakan, ada lender darah TD :
110/70mmHg, N : 80x/menit, S : 36c, RR : 20x/menit. Mamae
kanan dan kiri simetris putting susu menonjol areola menghitam
kecoklatan bersih dan ASI sudah keluar, lochea rubra jumlah
banyak bau amis, terdapat luka jahitan kurang lebih 12 cm pada
abdomen pada ekstermitas kiri atas terpasang infuse RL 20 tpm,
ekstermitas bawah tidak ada odema

B. Riwayat kesehatan sekarang


1. Keluhan utama : Klien mengatakan nyeri di abdomen bagian
oprasi
a. P ( provokatif ) penyebab
Klien mengatakan nyeri perut di bagian oprasi, klien
mengatakan nyeri bertambah jika bergerak dan berkurang
jika istirahat
b. Q ( quantitas )
Klien mengatakan Seperti tertusuk tusuk lama nya nyeri
tidak dapat dipastikan karena nyeri terus datang dan hilang
hanya sesaat dan kemudian timbul lagi

c. R ( religion )
Klien mengatakan nyeri berada diarea luka oprasi dan tidak
menyebar
d. S ( severity )
Klien merasa sangat terganggu dalam melakukan aktifitas
karena nyeri dengan skala nyeri 7

16
e. T ( time )
Nyeri yang dirasakan bisa datang sewaktu waktu

2. Keluhan penyerta : -

3. Riwayat Obstetric
a. Riwayat menstruasi
Klien mengatakan mentruasi pertama kali pada umur 12 tahun
dengan siklus 29 hari dan teratur, klien mengatakan mengganti
pembalut 3x/ hari pada saat menstruasi, lama mentruasi biasanya 7
hari, terkadang dengan keluhan mules dan nyeri

b. Riwayat perkawinan
Klien mengatakan menikah dengan suaminya umur 20 tahun dan
suami berumur 22 tahun,lamanya pernikahan berjalan 15 tahun
dan hanya menikah 1 kali

c. Riwayat Keluarga berencana


Klien mengatakan tidak berencana mempunyai anak lagi klien
mengatakan sudah mendapatkan keturunan yg sudah lebih dari
cukup

d. Riwayat Kehamilan, Persalinan, Dan Nifas


G6 P4 A2
Anak Kehamilan Persalinan Komplikasi nifas Anak
Umur Penyulit Jenis Penolong Penyulit lasera infek perdara Jenis BB PB Keadaan
ke
kehamilan si si han kelami fisik
n
4 9 bulan - Sc Dokter - abdo - - L 3.2 50.0 normal

17
men kg cm

4. Riwayat Penyakit
- Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada awal kehamilan pasien merasakan mual dan muntah,
kehamilan G 6 P 4 A 2 pasien mengatakan rajin memeriksakan
kandungan ke bidan mendapat imunisasi TT 3 kali.

- Riwayat Kesehatan Dahulu


Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit berat dan
penyakit menular seperti TB, HIV dll, klien mengatakan pernah di
rawat di rumah sakit karna keguguran.

- Riwayat Kesehatan Keluarga


Klien mengatakan didalam keluarga tidak mempunyai riwayat
penyakit menular dan penyakit keturunan.

B. Riwayat kebiasaan sehari-hari


( sebelum masuk dan saat ini )
a. Pola nutrisi
Sebelum masuk RS
- Frekuensi makan : 3x sehari
- Nafsu makan : Baik
- Jenis makanan : Nasi + sayur
- Makanan yg tidak di sukai : Capcai + Sayur bening
- Apakah ada makanan pantangan : Tidak ada
- Kebiasaan sebelum makan : Cuci tangan dan membaca
doa sebelum makan
Saat di RS
- Frekuensi makan : 3x sehari
- Porsi : Sedikit 5 sendok makan
pagi,siang, sore

18
- Nafsu makan : Baik
- Jenis makanan : Bubur
- Makanan yg tidak di sukai : Capcai + Sayur bening
- Apakah ada makanan pantangan : Tidak ada
- Kebiasaan sebelum makan : Mebaca doa sebelum makan

b. Pola eliminasi
1. BAK
BAK ( Sebelum masuk RS )
- Frekuansi : 6 – 7 x/ hari
- Jumlah : 1200 – 1400 cc/hari
- Warna : kuning
- Bau : khas urine
- Keluhan yang berhubungan dengan BAK : Klien tidak
mengeluh sakit saat buang air kecil
BAK ( Saat di RS )
- Terpasang kateter
- Frekuansi :-
- Jumlah :-
- Warna : kuning
- Bau : khas urine
- Keluhan yang berhubungan dengan BAK : Klien tidak
mengeluh sakit saat buang air kecil

2. BAB
BAB ( Sebelum masuk RS )
- Frekuensi : 1 – 2 x/hari
- Warna : Kuning
- Konsistensi : Khas feses
- Keluhan : Klien tidak ada keluhan saat BAB

19
BAB ( Saat di RS )
- Frekuensi : Klien mengatakan belum pernah BAB saat
dirumah sakit
- Warna :-
- Konsistensi :-
- Keluhan :-

c. Pola personal hygiene


- Sebelum masuk RS
Klien mengatakan mandi 2x sehari pagi dan sore dan oral
haygiene 3x sehari, karamas 1 x sehari
- Saat di RS
Klien mengatakan mandi hanya dilab saja 1x/ hari hanya
pagi saja

d. Pola istirahat dan tidur


- Sebelum masuk RS
Klien mengatakan tidur dengan nyenyak pada malam hari,
klien tidur 7 - 8 jam/hari dan tidur siang 1 – 2 jam/hari,
klien mengatakan penghantar tidur klien mendengar music
dan selalu membaca doa sebeblum tidur
- Saat di RS
Klien mengatakan tidur tidak nyenyak selama di rumah
sakit karna nyeri dan ngilu di bagian abdomen,klien
mengatakan tidur kurang lebih 4 jam dan selalu terbangun
setiap 30 menit sekali dan sering terbangun

e. Pola aktivitas dan latihan


Sebelum masuk RS
- Kegiatan dalam pekerjaan : Ibu rumah tangga
- Waktu bekerja : Pagi, Siang, Sore

20
- Olahrga : Senam, di lakukan 1x dalam
seminggu
- Kegiatan waktu luang : Berekreasi dengan keluarga
- Keluhan dalam aktivitas : Mudah lelah

Saat di RS
- Kegiatan dalam pekerjaan : Klien tidak bisa bekerja
karna nyeri dan ngilu di abdomen tempat oprsi
- Waktu bekerja : Klien tidak melakukan
kegiatan pekerjaan
- Olahrga : Klien tidak melakukan
olahraga
- Kegiatan waktu luang : Klien menghabiskan waktu
di tempat tidur
- Keluhan dalam aktivitas : klien mengatakan lemas

f. Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan


Klien mengatakan tidak mempunyai kebiasaan yang mengganggu
kesehatan dirinya dan janin seperti merokok dan minum minuman
keras ,klien juga
mengatakan tidak ketergantungan dengan obat- obat an.

C. PEMERIKSAAN FISIK
a. Pemeriksaaan Umum
1. Keadaan Umum : Lemah/lemes,Pucat, Klien
mengatakan Nyeri
Pada abdomen bekas operasi ,
pasien mengatakan tidak bisa
bergerak , Klien mengatakan nyeri

21
jika bergerak, Klien mengeluh sesak
karena kesakitan, Karakteristik
terasa di tusuk tusuk , Klien
Tampak dibantu oleh keluarga
Klien dalam pergerakan ,tampak
meringis menahan
kesakitan bekas luka post op.
2. Kesadaran : normal
3. BB sebelum hamil : 59 kg
4. BB Hamil : 62 kg
5. BB sekarang :-
6. TB : 162 cm
7. Tanda-tanda vital
- Tekanan darah : 110/70 mm/Hg
- Nadi : 80 x/mnt
- Suhu : 36 C
- Respirasi : 20 x/menit

b. Pemeriksaan khusus
1. Kepala
Rambut hitam,lebat, dan lurus dan tanpak kotor dan lengket,
tidak ada lesi pada kulit kepala dan tidak terdapat benjolan.
2. Muka
Simestri antara kanan dan kiri tidak ada lesi pada wajah dan
tidak ada odema pada wajah, klien tampak meringis menahan
nyeri saat akan bergerak.
3. Mata
Bentuk mata simestris,tidak ada nyeri tekan pada kelopak
mata,skera anekterik,konjungtiva ananemis,dan rangsangan
terhadap cahaya( positif), tidak menggunakan alat bantu
penglihatan

22
4. Hidung
Bentuk lubang hidung simestris , tidak ada polip, tidak ada
sekret yang berlebih.
5. Mulut
Tidak ada stomatitis,gigi bersih,tidak ada bau mulut, lidah
bersih,dan tidak ada kesuliatan saat menelan.
6. Leher
- Pembesaran kelenjar tyroid : tidak ada pembesaran
7. Dada
Simestris antara kanan dan kiri,tidak ada lesi,tidak ada retraksi
didinding dada,tidak terdengar suara nafas tambahan. Pada
payudara simestris dan tidak ada benjolan,kolostrum belum
keluar sejak hari pertama hingga saat dilakukan pengkajian dan
kebersihan areola dan puting susu bersih.
8. Abdomen
Terdapat striae dan bising usus, kondisi vesika urinaria normal,
dan tinggi
Obstetri
Tinggi fundus uteri 2 jari dibawah pusat,kontraksi kuat,jika
dilakukan SC luka post operasi:keadaan bagus, jahitan terlihat
belum kering,panjang 10 – 15 cm dan lebar 0,3 cm,dan
diketahui distansis rectusnabdominis dengan panjang 5 cm dan
lebar 2- 5 jari. Tanda REEDA
 Redness (kemerahan) : Tidak ada
 Edema (bengkak) : Tidak terjadi bengkak
 Echimosis : Tidak ada
 Drainage (rembes) : Tidak rembes
 Approximatly (jahitan tidak menyatu) : Tidak ada

9. Genetalia

23
Tidak terkaji
10. Anus
- Pembesaran hemorrhoid : Tidak ada
- Kebersihan : Bersih,

D. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin 11.1 Gram/dl 12 – 14
Leukosit 10.200 Ribu/u 5,0 – 10,0
Eritrosit 4.52 JT Juta/ul 4,0 – 5,0
Trombosit 256.000 Ribu/u 150 – 400
Hematokrit 36.0 % 40 – 50
Waktu 3’30’’ Menit 1 -7
perdarahan
Waktu 4’ Menit 2–6
pembekuan
Golongan darah O/Rh (+)
post

E. Pengobatan / Trapi

Jenis Dosis Cara pemberian


Infuse RL 20 tetes/menit IV
Ceftriaxon 3 x 1 gr IV
Ketorolac 3 x 1 mg IV
Anbecin 2 x 1 mg IV
Drainage Cateter - Uretra

F. Data fokus
Data subjektif
- Klien mengatakan nyeri pada bagian abdomen bagian oprasi
- Klien mengatakan nyeri seperti tertusuk tusuk
- Klien mengatakn nyeri jika bergerak

24
- Klien mengatakn nyeri timbul pada malam hari
- Klien mengatakan mandi hanya di lap saja
- Klien mengatakan nyeri pada bekas luka operasi
- Klien mengatakan tidak bisa melakukan aktifitas sendri
- Klien mengatakan sulit bergerak
- Klien mengatakan dibantu oleh keluarga saat bergerak
Data objektif
- TD : 110/70 mmHg
- S : 36 C
- N : 80 x/menit
- Hb : 11,1
- Leukosit: 10,200
- Klien ekpresi meringai, nyeri tekan ( + )
- Klien tampak menahan nyeri
- Terdapat luka post op pada abdomen bagian bawah
- Terpasang kateter
- Klien tampak lemas
- Keadaan umum lemah
- Klien di bantu oleh keluarga saat bergerak
- Tanda REEDA
 Redness (kemerahan) : Tidak ada
 Edema (bengkak) : Tidak terjadi bengkak
 Echimosis : Tidak ada
 Drainage (rembes) : Tidak rembes
 Approximatly (jahitan tidak menyatu) : Tidak ada

G. Analisa Data
No. Data Masalah Etiologi
1. Ds : Nyeri akut Agen injuri fisik
- Klien mengatakan nyeri pada
( pembedahan,
bagian abdomen bagian oprasi
trauma jalan lahir,
- Klien mengatakan nyeri
episiotomi )

25
seperti tertusuk tusuk
- Klien mengatakan nyeri jika
bergerak
- Klien mengatakan nyeri
timbul pada malam hari
Do :
- TD : 110/70
- S : 36 C
- N : 80 x/menit
- RR: 20x/ menit
- Klien ekpresi meringis, nyeri
tekan ( + )
- Klien tampak menahan nyeri
2. Ds : Resiko infeksi Luka pasca operasi
- Klien mengatakan mandi
hanya di lap saja
- Klien mengatakan sakit/ nyeri
bekas luka operasi
-
Do:
- Terdapat luka post op pada
perut bagian bawah
- Tanda REEDA
 Redness (kemerahan) : Tidak
ada
 Edema (bengkak) : Tidak
terjadi bengkak
 Echimosis : Tidak ada
 Drainage (rembes) : Tidak
rembes
 Approximatly (jahitan tidak
menyatu) : Tidak ada
- Hb:11,1
- Leukosit:10,200
- Terpasang kateter

3. Ds : Gangguan mobilitas fisik nyeri pada abdomen


- Klien mengatakan tidak bisa post op
melakukan aktifitas sendri
- Klien mengatakan sulit
bergerak
- Klien mengatakan dibantu
oleh keluarga saat bergerak
Do :

26
- Klien di bantu oleh keluarga
saat bergerak
- Keadaan umum lemah
- Klien tamapk lemas

H. Diagnosa keperawatan ( sesuai prioritas masalah )


1. Nyeri akut b.d Agen injuri fisik ( pembedahan, trauma jalan lahir,
episitomi )
2. Infeksi b.d Luka pasca operasi.
3. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri pada abdomen post op

I. Intervensi
No. Hari/tanggal Dx. Kep Tujuan Intervensi Rasional

1. Rabu, 09 Mei Nyeri akut b.d Setelah dilakuakan 1. Lakukan 1. meminimalk


2018 Agen injuri fisik asuhan keperawatan pengkajian nyeri secara an stimulasi atau
( pembedahan, selama 1x24 jam konprehensif termasuk peningkatan ralaksasi
2. meningkatka
trauma jalan lahir, diharapkan pasien lokasi, karakteristik,
n koping klien dalam
episitomi ) dapat beradaptasi durasi, frekuensi,
melakukan guidance
sengan nyeri yang kualitas, dan factor
mengatasi nyeri
dialami dengan KH : presipitasi
3. pengurangan
2. Observasi
- Mampu
persepsi nyeri
reaksi noverbal dari
mengontrol nyeri 4. mengurangi
ketidak nyamanan
( tahu penyebab terjadinya nyeri dapat
3. Gunakan
nyeri, mampu dilakukan dalam
tehnik komunikasi
menggunakan memberikan
terapeutik untuk
tehnik analgetika oral
mengetahui
nonfarmakologi maupun sistemik
pengalaman nyeri
untuk mengurangi dalam spectrum
pasien
nyeri, mencari 4. Berikan luas/spesifik
5. pengkajian
bantuan ) analgetik untuk
- Melaporkan bahwa yang spesifik,
mengurangi nyeri
nyeri berkurang 5. Kaji tipe dan membantu memilih
dengan sumber nyeri untuk intervensi yang tepat
menggunakan menentukan intervensi

27
mananjemen nyeri
- Mampu mengenal
nyeri
- Menceritakan rasa
nyaman setelah
nyeri berkurang
2. Rabu, 09 mei Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. awasi tanda 1. dugaan
2018 infeksi b.d luka asuhan keperawatan tanda vital,perhatikan adanya
pasca operasi selama 2x24 jam menggigil,berkringat infeksi/terjadinya
diharapkan tidak ,peningkatan nyeri sepsis,abses,peritoniti
terjadi infeksi selama abdomen s.
2. lakukan 2. Menurunkan
perawatan luka
pencuci tangan yang resiko penyebaran
operasi dengan KH:
baik dan perawatan infeksi
- meningkatkan
3. Memberikan
luka yang
penyembuhan luka
deteksi ini terjadinya
aseptic,berikan
dengan benar
proses infeksi atau
perawatan paripurna.
- bebas tanda- tanda
3. Lihat balutan pengawasan
infeksi/inflamasi
an insisi,catat penyembuhan
karekteristik dranase peritonitis yang telah
luka/atau drainase bila ada sebelumnya
4. Pengetahuan
adanya eritema
4. Berikan tentang kemajuan
informasi yang situasi memberikan
tepat,jujur pada pasien dukungan
atau orang terdekat emosi,membantu
seperti suami,orang tua menurunka ansietas
5. Mungkin
mertua.
5. Kolabirasi diberikan dengan
dengan dokter untuk cara profilaktik atau
memberikan antibiotic menurunkan jumlah
sesuai dengan indikasi organism( pada
infeksi yang telah ada
sebelumnya) untuk
menurunkan
penyebaran dan
pertumbuhannya
pada rongga
abdomen.

28
3. Rabu, 09 mei 3. Gangguan Setelah dilakukan - Kaji tingkat - Diharapkan dapat
2018 mobilitas fisik b.d asuhan keperawatan mobilitas dari pasien mempermudah
- Motivasi klien
nyeri pada abdomen selama 2x24 jam pemberian tindakan
untuk melakukan
post op gangguan mobilitas pengobatan
mobilitas secara
fisik teratasi dengan selanjutnya
bertahap
kriteria hasil :
- Pertahankan - Diharapkan dapat
- Pasien sudah bisa
posisi tubuh yang tepat meningkatkan
melakukan aktifitas - Berikan
kenyamanan dan
sendiri dukungan dan bantuan
ambulasi.
- pasien mengatakan keluarga terdekat pada
- Dapatkan
sudah bisa bergerak. latihan gerak klien
- Dorong meningkatkan posisi
partisipasi klien dalam fungsional pada
semua aktivitas sesuai tubuh pasien
- Memampukan
kemampuan individu
keluarga/orang
terdekat untuk aktaiv
as dalam perawatan
pasien

- perasaan sen
ang dan nyaman pada
pasien

J. Implementasi dan Evaluasi


No Dx Implementasi Evaluasi
1. Nyeri akut b.d Agen  Mengkaji intensitas karakteristik, dan S : klien mengatakan nyeri
injuri fisik derajat nyeri pada bagian abdomen
H : Intensitas berkurang
( pembedahan,trauma berkurang
R: klien merasa nyeri berkurang
jalan lahir, episitomi )  Menerangkan nyeri yang diderita klien dan O : klien tampak tenang
penyebabnya A : masalah nyeri blm tertasu
H : mengurangi nyeri P : lanjutkan intervensi
R : Klien memahami nyeri

 Mengajarkan teknik distraksi


H : klien tampak memahami
R : klien memahami teknik distruksi
2. Resiko tinggi infeksi b.d  Menerangkan pada klien pentingnya S : klien mengatakan
luka pasca operasi perawatan luka selama masa post operasi masih panas pada luka

29
H : Klien diharapkan paham post SC.
R : Klien mengerti perawatan luka
O: pada luka post SC
 Menerangkan pada klien cara
masih tampak merah
mengidentifikasi tanda infeksi obat
H: klien mengerti tanda tanda infeksi seperti A: masalah resiko
merah, bengkak, bintik bintik merah infeksi teratasi sebagian
R : Klien lebih paham tanda-tanda infeksi P: lanjutkan intervensi
obat - Kaji pengeluaran pada
luka
- Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
terapi obat
3. 3. Gangguan mobilitas  Memotivasi pasien untuk melakukan Pasi S : - Klien mengatakan
fisik b.d nyeri pada mobilitas secara bertahap:mulai dari masih belum bisa
abdomen post op menekuk dan meluruskan kedua kaki secara melakukan aktifitas
mandiri,miring kanan dan miring kiri dan sendiri
duduk di tempat tidur dengan dibantu - - Pasien mengatakan
keluarga masih takut bergerak.
 Memberi dukungan dan bantuan pada
keluarga / orang terdekat pada latihan gerak O : O : pasien belum bisa

pasien ; Keluarga memberi makan dan melakukan aktifitas

minum sendiri
- Keadaan umum
lemah

A : Masalah belum
teratasi
P: P : Intervensi
dilanjutkan

30
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya/rupturnya selaput amnion
sebelum dimulainya persalinan yang sebenarnya atau pecahnya selaput
amnion sebelum usia kehamilannya mencapai 37 minggu dengan atau tanpa
kontraksi.(mitayani,2011.buku keperawatan maternitas,hal:74)
Ketuban pecah dini (KPD) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban
sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37
minggu disebut ketuban pecah dini pada kehamilan premature. Dalam keadaan
normal 8 – 10 % wanita hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini
(Prawirohardjo, 2010)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum adanya
tanda-tanda persalinan. Sebagian besar ketuban pecah dini terjadi diatas 37
minggu kehamilan, sedangkan dibawah 36 minggu tidak terlalu banyak
(Manuaba, 2010).

B. Saran

Penulis tahu bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Maka dari itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar bisa membuat
makalah yang lebih baik untuk kedepannya.

31
DAFTAR PUSTAKA

Bobak L. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC.


Hutahean, Serri. 2009. Asuhan Keperawatan dalam Maternitas & Ginekologi.
Jakarta : Trans Info Media.
Martin Reeder, dkk. 2011. Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita, Bayi &
Keluarga Volume 1 Edisi 18. Jakarta : EGC.

32

Anda mungkin juga menyukai