Salam Tuk Sahabat - Makalah Alat-Alat Musik Tradisional Indonesia
Salam Tuk Sahabat - Makalah Alat-Alat Musik Tradisional Indonesia
Hai sob, selamat datang di http://salamtuksahabat.blogspot.com salam tuk sahabat semua,
ok deh langsung ajja ya bagi sob yang ingin mendownload makalah Tentang Alat-alat Musik
Tradisional , baik buat tugas sekolah maupun tugas kuliah ini....
sob tinggal download ajja di bawah, itu tuh di bawah car anya ud@h tau kan...
Maaf ini yang belum tau caranya tinggal di block ajja terus klik kanan copy .... udah di copy
tinggal kita buka ajja programnya contohnya program Ms.Word terus Paste deehh .. mudah kan..
heheheh
semoga bermanfaatnya maaf lw ada kata2 kurang atau melebih.. Trima kasih ... salam tuk
sahabat
BAB 1
PENDAHULUAN
2. Salah satu faktor anak-anak kurang meminati alat musik Tradisional karena
tergeser oleh alat musik yang lebih modern
3. Kurangnya media pembelajaran atau informasi tentang cara memainkan Alat Musik
Tradisional.
1.3 Fokus Masalah
Penulis akan memfokuskan masalah kepada perancangan media informasi
mengenai bagaimana cara memainkan alat musik Tradisional . Dengan memahami hal
yang berkaitan tentang suling, dengan cara membuat media informasi tentang
bagaimana memainkan alat musik Tradisiobal.
1.4 Tujuan Perancangan
Dalam menyelesaikan masalah yang telah dibahas sebelumnya. Maka tujuan yang
ingin dicapai dalam perancangan buku ini adalah:
1. Untuk mengenal alat musik tr adisional khususnya di Indonesia.
2. Untuk menumbuhkan minat anak terhadap alat musik tradisional dan untuk
memahami bagaimana car a memainkan alat musik tersebut.
BAB II
ALAT-ALAT MUSIK TRADISIONAL
2. Kecapi
Kacapi merupakan alat musik petik yang berasal dari Jawa Barat, biasa digunakan
sebagai pengiring suling sunda atau dalam musik lengkap, sampai saat ini masih terus
dilestarikan dan dijadikan kekayaan seni Sunda yang sangat bernilai bagi masyarakat
asli Jawa Barat.
Membutuhkan latihan khusus untuk dapat memainkan alat musik ini dengan penuh
penghayatan, tak jarang latihan dilakukan di alam terbuka agar dapat menyatukan rasa
dan jiwa sang pemetik Kacapi, lebih dari itu semua suara yang dihasilkan dari alat
musik ini akan menenangkan jiwa para pendengarnya, dan mampu membawa suasana
alam Pasundan di tengah-tengah pendengar yang mulai terhanyut dengan buaian nada-
nada yang indah dari Kacapi.
3. Angklung
Angklung adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional
berkembang dalam masyarakat berbahasa Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat
musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan
oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam
susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Laras
(nada) alat musik angklung sebagai musik tradisi Sunda kebanyakan
adalahsalendro dan pelog.
Tidak ada petunjuk sejak kapan angklung digunakan, tetapi diduga bentuk primitifnya
telah digunakan dalam kultur Neolitikum yang berkembang di Nusantara sampai awal
penanggalan modern, sehingga angklung merupakan bagian dari relik pra-Hinduisme
dalam kebudayaan Nusantara.
Catatan mengenai angklung baru muncul merujuk pada masa Kerajaan Sunda (abad
ke-12 sampai abad ke-16). Asal usul terciptanya musik bambu, seperti angklung
berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber
kehidupan dari padi (pare) sebagai makanan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos
kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan
(hirup-hurip). Masyarakat Baduy, yang dianggap sebagai sisa-sisa masyarakat Sunda
asli, menerapkan angklung sebagai bagian dari ritual mengawali penanaman padi.
Permainan angklung gubrag di Jasinga, Bogor, adalah salah satu yang masih hidup
sejak lebih dari 400 tahun lampau. Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung
diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi agar tanaman padi
rakyat tumbuh subur.
Jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah bambu hitam
(awi wulung) dan bambu putih (awi temen). Tiap nada (laras) dihasilkan dari bunyi
tabung bambunya yang berbentuk bilah (wilahan) setiap ruas bambu dari ukuran kecil
hingga besar.
Dikenal oleh masyarakat sunda sejak masa kerajaan Sunda, di antaranya sebagai
penggugah semangat dalam pertempuran. Fungsi angklung sebagai pemompa semangat
rakyat masih terus terasa sampai pada masa penjajahan, itu sebabnya
pemerintah Hindia Belanda sempat melarang masyarakat menggunakan angklung,
pelarangan itu sempat membuat popularitas angklung menurun dan hanya di mainkan
oleh anak- anak pada waktu itu.[rujukan?]
Selanjutnya lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut disertai dengan
pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu yang dikemas
sederhana yang kemudian lahirlah struktur alat musik bambu yang kita kenal sekarang
bernama angklung. Demikian pula pada saat pesta panen dan seren taun
dipersembahkan permainan angklung. Terutama pada penyajian Angklung yang
berkaitan dengan upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan yang sifatnya
arak-arakan atau helaran, bahkan di sebagian tempat menjadi iring-iringan Rengkong
dan Dongdang serta Jampana (usungan pangan) dan sebagainya.
Dalam perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa,
lalu ke Kalimantan dan Sumatera. Pada 1908 tercatat sebuah misi kebudayaan dari
Indonesia ke Thailand, antara lain ditandai penyerahan angklung, lalu permainan
musik bambu ini pun sempat menyebar di sana.
Bahkan, sejak 1966, Udjo Ngalagena —tokoh angklung yang mengembangkan teknik
permainan berdasarkan laras-laras pelog, salendro, dan madenda— mulai mengajarkan
bagaimana bermain angklung kepada banyak orang dari berbagai komunitas.
4. Calung
Calung adalah alat musik Sunda yang merupakan prototipe (purwarupa)
dariangklung. Berbeda dengan angklung yang dimainkan dengan cara digoyangkan,
cara menabuh calung adalah dengan memukul batang (wilahan, bilah) dari ruas-ruas
(tabung bambu) yang tersusun menurut titi laras (tangga nada) pentatonik (da-mi-na-ti-
la). Jenis bambu untuk pembuatan calung kebanyakan dari awi wulung (bambu hitam),
namun ada pula yang dibuat dari awi temen (bambu yang berwarna putih).
Pengertian calung selain sebagai alat musik juga melekat dengan sebutan seni
pertunjukan. Ada dua bentuk calung Sunda yang dikenal, yakni calung rantay dan
calung jinjing.
Perkembangan
Jenis calung yang sekarang berkembang dan dikenal secara umum yaitu calung
jinjing. Calung jinjing adalah jenis alat musik yang sudah lama dikenal oleh masyarakat
Sunda, misalnya pada masyarakat Sunda di daerah Sindang Heula - Brebes, Jawa
tengah, dan bisa jadi merupakan pengembangan dari bentuk calung rantay. Namun di
Jawa Barat, bentuk kesenian ini dirintis popularitasnya ketika para mahasiswa
Universitas Padjadjaran (UNPAD) yang tergabung dalam Departemen Kesenian Dewan
Mahasiswa (Lembaga kesenian UNPAD) mengembangkan bentuk calung ini melalui
kreativitasnya pada tahun 1961. Menurut salah seorang perintisnya, Ekik Barkah,
bahwa pengkemasan calung jinjing dengan pertunjukannya diilhami oleh bentuk
permainan pada pertunjukan reog yang memadukan unsur tabuh, gerak dan lagu
dipadukan. Kemudian pada tahun 1963 bentuk permainan dan tabuh calung lebih
dikembangkan lagi oleh kawan-kawan dari Studiklub Teater
Bandung (STB; Koswara Sumaamijaya dkk), dan antara tahun 1964 - 1965 calung
lebih dimasyarakatkan lagi oleh kawan-kawan di UNPAD sebagai seni pertunjukan yang
bersifat hiburan dan informasi (penyuluhan (Oman Suparman, Ia Ruchiyat, Eppi K.,
Enip Sukanda, Edi, Zahir, dan kawan-kawan), dan grup calung SMAN 4 Bandung
(Abdurohman dkk). Selanjutnya bermunculan grup-grup calung di masyarakat
Bandung, misalnya Layung Sari, Ria Buana, dan Glamor (1970) dan lain-lain, hingga
dewasa ini bermunculan nama-nama idola pemain calung antara lain Tajudin Nirwan,
Odo, Uko Hendarto, Adang Cengos, dan Hendarso.
Perkembangan kesenian calung begitu pesat di Jawa Barat, hingga ada penambahan
beberapa alat musik dalam calung, misalnya kosrek, kacapi, piul (biola) dan bahkan ada
yang melengkapi dengan keyboard dan gitar. Unsur vokal menjadi sangat dominan,
sehingga banyak bermunculan vokalis calung terkenal, seperti Adang Cengos, dan
Hendarso.
5. Saron
Saron (atau disebut juga ricik) adalah salah satu instrumen gamelan yang termasuk
keluarga balungan.
Dalam satu set gamelan biasanya punya 4 saron, dan kesemuanya memiliki versi
pelog dan slendro. Saron menghasilkan nada satu oktaf lebih tinggi daripada demung,
dengan ukuran fisik yang lebih kecil. Tabuh saron biasanya terbuat dari kayu, dengan
bentuk seperti palu.
BAB 3
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Alat Musik Tradisional jangan pernah di tinggalkan karena musik tradisional adalah
warisan nenek moyang suatu bangsa yang di turunkan secara turun temurun. Alat Musik
Tradisional ini merupakan suatu cirikhas sebuah bangsa, maka menjaga, memelihara dan
melestarikan budaya dengan alat alat musik tradisional merupakan kewajiban dari setiap
individu, dengan kata lain kebudayaan merupakan kekayaan yang harus dijaga dan
dilestarikan oleh setiap suku bangsa. Alat Musik tradisional juga dapat di kolaborasikan
dengan musik moderen yang tidak kala menarik untuk di saksikan.
2. SARAN
Selama menjalani matakuliah kritik seni ini ada banyak kekurangan dan
kelebihannya. Misalnya kurangnya fasilitas atau media pembelajaran, dengan
menambahkan alat proyektor sebagai media pendukung mahasiswa dapat cepat tanggap
dengan apa yang sedang di pelajarinya. Pembelajaran yang langsung menyaksikan atau
langsung turun ke lapangan juga dapat membuat mahasiswa tidak merasa jenuh karena
tidak hanya belajar di dalam kelas saja, mahasiswa langsung dapat mengkritik sebuah
pertunjukan yang sedang dilihatnya.
Untuk bapak Silo walaupun bapak mengajar bukan dibidangnya namun bapak sudah
cukup baik dalam penyampaian materi matakuliah kritik seni ini namun harus
ditingkatkan lagi dalam mencapai profesionalisme kerja sebagai tenaga pendidik.
Terimakasih.
_________________________________________________________________
eet..... jangan lupa yah LIKE & Comentnya ...
ok ok ok ok ok ...!!!
Berbagi
5 komentar:
Publikasikan Pratinjau
‹ Beranda ›
Lihat versi web