Anda di halaman 1dari 42

“SYNDROM NEFROTIK AKUT PADA ANAK”

Disusun oleh :
Erlina 18.14201.90.02

Nilla Arriani 18.14201.90.03

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BINA HUSADA PALEMBANG
TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem perkemihan terdiri dari organ ginjal, ureter, vesika urinaria (kandung kemih) dan
uretra membentuk sistem urinarius. Fungsi utama ginjal adalah mengatur cairan serta elektrolit
dan komposisi asam- basa cairan tubuh, mengeluarkan produk akhir metabolic dari dalam darah,
dan mengatur tekanan darah. Urine yang terbentuk sebagai hasil dari proses ini diangkut dari
ginjal melalui ureter kedalam kandung kemih tempat urine tersebut disimpan untuk sementara
waktu. Pada saat urinasi kandung kemih berkontraksi dan urine akan di ekskresikan dari tubuh
lewat uretra. Namun, fungsi masing-masing organ dari sistem perkemihan tersebut tidak luput
dari suatu masalah atau abnormal. Sehingga hal ini dapat menimbulkan beberapa penyakit atau
gangguan salah satunya berupa sindrom nefrotik.
Pada tahun 1905 Friedrich Muller menggunakan istilah nefrosis untuk membedakan
degenerasi lemak tubulus dengan glomerulus. Namun istilah nefrosis sekarang tidak dipakai lagi.
Tahun 1913 Munk melaporkan adanya butir-butir lipoid (Lipoid droplets) dalam sedimen urin
pasien dengan “nefritis parenkimatosa kronik”. Kelainan ini ditemukan terutama atas dasar
adanya lues dan diberikan istilah nefrosis lipoid. Istilah sindrom nefrotik (SN) kemudian
digunakan untuk menggantikan istilah terdahulu yang menunjukkan suatu keadaan klinik dan
laboratorik tanpa menunjukkan satu penyakit yang mendasari.
Insidens lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan. Mortalitas dan prognosis anak
dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak,
kondisi yang mendasari, dan responnya trerhadap pengobatan. Sindrom nefrotik jarang
menyerang anak dibawah usia 1 tahun. Sindrom nefrotik perubahan minimal ( SNPM )
menacakup 60 – 90 % dari semua kasus sindrom nefrotik pada anak. Angka mortalitas dari
SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan majunya terapi dan pemberian steroid.
Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk nefrektomi bilateral dan
transplantasi ginjal. Berdasarkan hasil penelitian univariat terhadap 46 pasien, didapatkan
insiden terbanyak sindrom nefrotik berada pada kelompok umur 2 – 6 tahun sebanyak 25 pasien
(54,3%), dan terbanyak pada laki-laki dengan jumlah 29 pasien dengan rasio 1,71 : 1. Insiden
sindrom nefrotik pada anak di Hongkong dilaporkan 2 - 4 kasus per 100.000 anak per tahun (
Chiu and Yap, 2005 ). Insiden sindrom nefrotik pada anak dalam kepustakaan di Amerika
Serikat dan Inggris adalah 2 - 4 kasus baru per 100.000 anak per tahun. Di negara berkembang,
insidennya lebih tinggi. Dilaporkan, insiden sindrom nefrotik pada anak di Indonesia adalah 6
kasus per 100.000 anak per tahun.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mendapatkan gambaran lebih jelas
tentang bagaimana “Asuhan Keperawatan Pada An. A (6 tahun ) Yang Mengalami sindrom
nefrotik”

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam makalah ini adalah mengetahui konsep dasar penyakit dan
secara kasus tentang asuhan keperawatan dengan sindrom nefrotik
1.3 Tujuan
a) Tujuan umum:
Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan sindrom nefrotik
b) Tujuan khusus
· Mampu mengidentifikasi pengertian, etiologi, tanda dan gejala, klasifikasi, patofisiologi,
penatalaksanaan, pemeriksaan diagnostik sindrom nefrotik
· Mampu mengiidentifikasi proses keperawatan dengan sindrom nefrotik meliputi: Pengkajian,
Diagnosa Keperawatan, Intervensi dan Rasionalisasi
1.4 Manfaat
1. Mahasiswa:
· Mahasiswa memahami penyakit sindrom nefrotik sehingga menunjang pembelajaran mata
kuliah sistem perkemihan.
· Mahasiswa mengetahui proses keperawatan yang benar sehingga dapat menjadi bekal dalam
persiapan praktik di rumah sakit.
2. Institusi:
· Dapat membantu perkembangan ilmu keperawatan khususnya proses keperawatan dengan
sindrom nefrotik di institusi kelompok melakukan studi.
· Dijadikan acuan dan bahan bagi penulis/kelompok lain yang berminat untuk menulis makalah
tentang asuhan keperawatan dengan sindrom nefrotik
3. Masyarakat:
· Masyarakat mampu memahami apa itu sindrom nefrotik beserta penyebab dan akibatnya.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1.1 Konsep dasar penyakit
A. Definisi

Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi proteinuria
masif > 3,5 gr/hr, hipoalbuminemia, edema, hiperlipidemia. Manifestasi dari keempat kondisi
tersebut yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan
permeabilitas glomerulus (Muttaqin, 2012). Sindrom nefrotik terjadi tiba-tiba, terutama pada
anak-anak. Biasanya berupa oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat
proteinuria berat. Pada dewasa terlihat adalah edema pada kaki dan genitalia (Mansjoer, 2001).
Nefrotik sindrom adalah gangguan klinik yang ditandai dengan peningkatan protein urine
(proteinuria), edema, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid
dalam darah (hiperlipidemia). Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma protein ke
dalam urine karena peningkatan permeabilitas membran kapiler glomerulus. (dr.nursalam, dkk.
2009)
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia
dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi
ginjal ( Ngastiyah, 2005). Sindroma nefrotik adalah suatu keadaan klinik dan laboratorik tanpa
menunjukkan penyakit yang mendasari, dimana menunjukkan kelainan inflamasi glomerulus.
Secara fungsional sindrom nefrotik diakibatkan oleh keabnormalan pada proses filtrasi dalam
glomerulus yang biasanya menimbulkan berbagai macam masalah yang membutuhkan
perawatan yang tepat, cepat, dan akurat. (Alatas, 2002)
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinik dengan proteinuria masif (>3,5 g/hari),
hipoalbuminemia, edema dan hiperlipidimia, biasanya kadar BUN normal. Disertai penyakit
glomerulus (idiopatik) primer atau mungkin berkaitan dengan berbagai gangguan sistemik
dengan ginjal yang terserang secara sekunder. (sylvia A. Price. 2005)
B. Anatomi Fisiologi
1. Ginjal

Kedudukan ginjal di belakang dari kavum abdominalis di belakang peritoneum pada kedua
sisi vertebra lumbalis III melekat langsung pada dinding abdomen.Manusia memiliki sepasang
ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen. Ginjal ini terletak di kanan dan kiri tulang
belakang, di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal
(juga disebut kelenjar suprarenal).Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri
untuk memberi tempat untuk hati.Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas
dan duabelas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak
pararenal) yang membantu meredam goncangan.
Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang. Sebagai bagian
dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan
membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Cabang dari kedokteran yang mempelajari
ginjal dan penyakitnya disebut nefrologi.
Lapisan ginjal
Setiap ginjal terbungkus selaput tipis (kapsula renalis) berupa jaringan fibrus berwarna ungu
tua.lapisan ginjal terbagi atas :
· lapisan luar (yaitu lapisan korteks / substantia kortekalis)
· lapisan dalam (yaitu medulla (substantia medullaris)
Bagian paling luar dari ginjal disebut korteks, bagian lebih dalam lagi disebut medulla.
Bagian paling dalam disebut pelvis. Pada bagian medulla ginjal manusia dapat pula dilihat
adanya piramida yang merupakan bukaan saluran pengumpul. Ginjal dibungkus oleh lapisan
jaringan ikat longgar yang disebut kapsula.

Unit fungsional ginjal


Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih dari satu juta
buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat
terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi
cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang.
Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan
kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin.
Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut korpuskula (atau badan
Malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus).Setiap korpuskula mengandung
gulungan kapiler darah yang disebut glomerulus yang berada dalam kapsula Bowman. Setiap
glomerulus mendapat aliran darah dari arteri aferen. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki
pori-pori untuk filtrasi atau penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding epitelium tipis
yang berpori dari glomerulus dan kapsula Bowman karena adanya tekanan dari darah yang
mendorong plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah
yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat arteri eferen.
Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman. Bagian yang mengalirkan filtrat
glomerular dari kapsula Bowman disebut tubulus konvulasi proksimal. Bagian selanjutnya
adalah lengkung Henle yang bermuara pada tubulus konvulasi distal.
Lengkung Henle diberi nama berdasar penemunya yaitu Friedrich Gustav Jakob Henle di
awal tahun 1860-an. Lengkung Henle menjaga gradien osmotik dalam pertukaran lawan arus
yang digunakan untuk filtrasi. Sel yang melapisi tubulus memiliki banyak mitokondria yang
menghasilkan ATP dan memungkinkan terjadinya transpor aktif untuk menyerap kembali
glukosa, asam amino, dan berbagai ion mineral. Sebagian besar air (97.7%) dalam filtrat masuk
ke dalam tubulus konvulasi dan tubulus kolektivus melalui osmosis.Cairan mengalir dari tubulus
konvulasi distal ke dalam sistem pengumpul yang terdiri dari:Tempat lengkung Henle
bersinggungan dengan arteri aferen disebut aparatus juxtaglomerular, mengandung macula densa
dan sel juxtaglomerular. Sel juxtaglomerular adalah tempat terjadinya sintesis dan sekresi renin.

Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui ultrafiltrat yang
terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal
yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output.
1) Faal glomerolus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk ke
tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding tekanan hidrostatik intra
kapiler dan tekanan koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan tubuh
disebut glomerula filtration rate (GFR). GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas
pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak.
2) Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat yang ada
dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Sebagaimana diketahui, GFR : 120
ml/menit/1,73 m2, sedangkan yang direabsorbsi hanya 100 ml/menit, sehingga yang diekskresi
hanya 1 ml/menit dalam bentuk urin atau dalam sehari 1440 ml (urin dewasa).

Pada anak-anak jumlah urin dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai dengan umur :
ü 1-2 hari : 30-60 ml
ü 3-10 hari : 100-300 ml
ü 10 hari-2 bulan : 250-450 ml
ü 2 bulan-1 tahun : 400-500 ml
ü 1-3 tahun : 500-600 ml
ü 3-5 tahun : 600-700 ml
ü 5-8 tahun : 650-800 ml
ü 8-14 tahun : 800-1400 ml
3) Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak melakukan reabsorbsi
yaitu ± 60-80 % dari ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Zat-zat yang direabsorbsi adalah
protein, asam amino dan glukosa yang direabsorbsi sempurna. Begitu pula dengan elektrolit (Na,
K, Cl, Bikarbonat), endogenus organic ion (citrat, malat, asam karbonat), H2O dan urea. Zat-zat
yang diekskresi asam dan basa organik.
4) Loop of henle
Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan ascending thick limb
itu berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih hipotonik.
5) Tubulus distalis
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara reabsorbsi
Na dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen.
6) Duktus koligentis
Mereabsorbsi dan menyekresi kalium. Ekskresi aktif kalium dilakukan pada duktus
koligen kortikal dan dikendalikan oleh aldosteron.

C. Etiologi
Menurut Mansjoer, 2001 Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-
akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen – antibodi.
Umumnya etiologi dibagi menjadi :
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap
semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama
kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh : Malaria kuartana atau parasit lainnya, Penyakit kolagen seperti lupus
eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid, Glumerulonefritis akut atau kronik, Trombosis
vena renalis, Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa,
Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif
hipokomplementemik.
3. Sindrom nefrotik idiopatik
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis
yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron,
terbagi menjadi :
ü Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan cara
imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus.
ü Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi
sel. Prognosis kurang baik.
ü Glomerulonefritis proliferatif
Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel mesangial dan
infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler
tersumbat, dengan penebalan batang lobular, Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar
dan penebalan batang lobular, Dengan bulan sabit ( crescent), Didapatkan proliferasi sel
mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk.
ü Glomerulonefritis membranoproliferatif
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di
mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis buruk.
ü Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus.
Prognosis buruk.

Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 menurut muttaqin. 2012 adalah:


1) Primer, berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti:
· Glomerulonefritis
· Nefrotik sindrom perubahan minimal
2) Sekunder, akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain, seperti:
· Diabetes mellitus
· Sistema lupus eritematosus
· Amyloidosis
D. Tanda dan gejala
Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari
bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting),
dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) yang tampak pada pagi hari, dan berlanjut
ke abdomen terjadi penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan efusi pleura,
daerah genitalia dan ekstermitas bawah yaitu pitting (penumpukan cairan) pada kaki bagian atas,
penumpukan cairan pada rongga peritoneal yang menyebabkan asites.
· Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa, volume urin berkurang, warna agak keruh dan
berbusa, selama beberapa minggu mungkin terdapat hemturia dan oliguri terjadi karena
penurunan volume cairan vaskuler yang menstimulli sistem renin-angio-tensin, yang
mengakibatkan disekresinya hormon anti diuretik (ADH)
· Pucat
· Hematuri
· Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
· Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya terjadi.
· Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang)
· Proteinuria > 3,5 gr/hr pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hr pada anak-anak
· Hipoalbuminemia < 30 gr/l
· Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia
· Hiperkoagulabilitas, yang akan meningkatkan risiko trombosis vena dan arteri
· Kenaikan berat badan secara progresif dalam beberapa hari/minggu.
· klien mudah lelah atau lethargie tapi tidak kelihatan sakit payah.
· Hipertensi (jarang terjadi) karena penurunan voulume intravaskuler yang mengakibatkan
menurunnya tekanan perfusi renal yang mengaktifkan sistem renin angiotensin yang akan
meningkatkan konstriksi pembuluh darah.
· Pembengkakan jaringan akibat penimbunan garam dan air
E. Klasifikasi
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
a. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak dengan
sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat dengan mikroskop
cahaya.
b. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik, purpura
anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan neoplasma
limfoproliferatif.
c. Sindrom Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang
terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan
proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada
tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.

Sindrom Nefrotik menurut terjadinya (2,3)


a. Sindrom Nefrotik Kongenital
Pertama kali dilaporkan di Finlandia, sehingga disebut juga SN tipe Finlandia. Kelainan
ini diturunkan melalui gen resesif. Biasanya anak lahir premature (90%), plasenta besar
(beratnya kira-kira 40% dari berat badan). Gejala asfiksia dijumpai pada 75% kasus. Gejala
pertama berupa edema, asites, biasanya tampak pada waktu lahir atau dalam minggu pertama.
Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai hipoproteinemia, proteinuria massif dan
hipercolestrolemia. Gejala klinik yang lain berupa kelainan congenital pada muka seperti hidung
kecil, jarak kedua mata lebar, telinga letaknya lebih rendah dari normal. Prognosis jelek dan
meninggal Karen ainfeksi sekunder atau kegagalan ginjal. Salah satu cara untuk menemukan
kemungkinan kelainan ini secara dini adalah pemeriksaan kadar alfa feto protein cairan amnion
yang biasanya meninggi.
b. Sindrom Nefrotik yang didapat:
Termasuk disini sindrom nefrotik primer yang idiopatik dan sekunder.
F. Patofisiologi
Penyebab dari sindrom nefrotik terdiri dari primer dan sekunder, penyebab secara primer
berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti: Glomerulonefritis,Nefrotik sindrom
perubahan minimal.Sedangkan secara sekunder yaitu akibat infeksi, penggunaan obat, dan
penyakit sistemik lain, seperti: Diabetes mellitus disertai glomerulosklerosis interkapiler,
Sistema lupus eritematosus, Amyloidosis, dan trombosis vena renal. Kondisi dari sindrom
nefrotik adalah hilangnya plasma protein, terutama albumin ke dalam urine. Meskipun hati
mampu meningkatkan produksi albumin, namun organ ini tidak mampu untuk terus
mempertahankannya jika albumin terus-menerus hilang melalui ginjal sehingga terjadi
hipoalbuminemia.
Terjadi penurunan tekanan onkotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang
berpindah dari sistem vaskuler ke dalam ruang caiaran ekstraseluler. Penurunan sirkulasi volume
darah mengaktifkan sistem renin-angiotensin menyebabkan retensi natrium dan edema lebih
lanjut. Manifestasi hilangnya protein dalam serum akan menstimulasi sintesis lipoprotein di hati
dan terjadi peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia).
Sindrom nefrotik dapat terjadi di hampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik
yang memengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-
anak, namun sindromnefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia..Respon
perubahan patologis pada glomerulus secara fungsional akan memberikan berbagai masalah
keperawatan pada pasien yang mengalami glomerulus progresif cepat (Muttaqin, 2011).
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria
sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh
karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang
terkait dengan hilangnya muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom
nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi
filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya
diekskresikan dalam urin. (Husein A Latas, 2002 : 383).
Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama terdiri dari
albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila kadar
albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologi
tetapi kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic intravaskuler yang
memungkinkan cairan menembus keruang intertisial, hal ini disebabkan oleh karena
hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang intertisial menyebabkan edema yang diakibatkan
pergeseran cairan. (Silvia A Price, 2005).
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri menurun
dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan penurunan volume
intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan
system rennin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan
mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium yang akan merangsang peningkatan
aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan
hormone anti diuretic yang meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini
mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium dan
air yang direabsorbsi akan memperberat edema. (Husein A Latas, 2002).
Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan
mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid, dan
lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh hipoproteinemia yang merangsang sintesis
protein menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak yang menurun karena
penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini dapat menyebabkan arteriosclerosis. (Husein
A Latas, 2002).
Pada status nefrosis hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserida) dan lipoprotein
serum meningkat. Hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati,
termasuk lipoprotein dan katabolisme lemak menurun, karena penurunan kadar lipoprotein lipase
plasma. Sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma. Apakah lipoprotein plasma
keluar melalui urin belum jelas (Behrman, 2000).
Sindrom nefrotik dapat terjadi dihampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang
mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-
anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia. Respon
perubahan patologis pada glomerulus secara fungsional akan memberikan berbagai masalah
keperawatan pada pasien yang mengalami glomerulus progresif cepat.
H. Pemeriksaan diagnostik
a. Laboratorium
1) Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor, sediment
kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin, porfirin. Berat jenis kurang dari
1,020 menunjukkan penyakit ginjal. Contoh glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan
kemampuan untuk meningkatkan, menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat. pH
lebih besar dari 7 ditemukan pada infeksi saluran kencing, nekrosis tubular ginjal dan gagal
ginjal kronis (GGK). Protein urin meningkat (nilai normal negatif).
2) Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium biasanya
meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah). Klorida,
fsfat dan magnesium meningkat. Albumin. Kimia serum : protein total dan albumin menurun,
kreatinin meningkat atau normal, trigliserida meningkat dan gangguan gambaran lipid.
Penurunan pada kadar serum dapat menunjukkan kehilangan protein dan albumin melalui urin,
perpindahan cairan, penurunan pemasukan dan penurunan sintesis karena kekurangan asam
amino essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14 tahun : kurang dari atau sama dengan
220 mg/dl).

Pemeriksaan urin dan darah untuk memastikan proteinuria, proteinemia,


hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia.
b. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa. Biopsi dengan memasukkan jarum
kedalam ginjal : pemeriksaaan histology jaringan ginjal untuk menegakkan diagnosis.
c. Pemeriksaan penanda Auto-immune (ANA, ASOT, C3, cryoglobulins, serum electrophoresis).

I. Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut dan menurunkan
risiko komplikasi.
c. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk mengurangi atau
menghilangkan proteinuria dan memperbaiki keadaan hipoalbuminemia, mencegah dan
mengatasi komplikasinya, yaitu:
· Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1 gram/hari
secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindari makanan yang
diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
· Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik, biasanya
furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila
edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25-50 mg/hari) selama pengobatan diuretik
perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler
berat.
· Dengan antibiotik bila ada infeksi harus diperiksa kemungkinan adanya TBC
· Diuretikum
Boleh diberikan diuretic jenis saluretik seperti hidroklorotiasid, klortahidon, furosemid atau asam
ektarinat. Dapat juga diberikan antagonis aldosteron seperti spironolakton (alkadon) atau
kombinasi saluretik dan antagonis aldosteron.
· Kortikosteroid
International Cooperative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) mengajukan
cara pengobatan sebagai berikut :
a) Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari/luas permukaan badan
(lpb) dengan maksimum 80 mg/hari.
b) Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/lpb,
setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respons,
maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu.
c) Tapering-off: prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu: 30 mg, 20 mg, 10 mg
sampai akhirnya dihentikan.
· Lain-lain
Pungsi asites, pungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada gagal
jantung, diberikan digitalis. (Behrman, 2000)
· Diet
Diet rendah garam (0,5 – 1 gr sehari) membantu menghilangkan edema. Minum tidak
perlu dibatasi karena akan mengganggu fungsi ginjal kecuali bila terdapat hiponatremia. Diet
tinggi protein teutama protein dengan ilai biologik tinggi untuk mengimbangi pengeluaran
protein melalui urine, jumlah kalori harus diberikan cukup banyak.
Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/ hari dan
masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan edema
menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein yang seimbang dalam
usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen yang persisten dan kehabisan jaringan yang
timbul akibat kehilangan protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/ hari.
Anak yang mengalami anoreksia akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang
adekuat.
Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3 – 4 gram/kgBB/hari, dengan
garam minimal bila edema masih berat. Bila edema berkurang dapat diberi garam sedikit. Diet
rendah natrium tinggi protein. Masukan protein ditingkatkan untuk menggantikan protein di
tubuh. Jika edema berat, pasien diberikan diet rendah natrium.
· Kemoterapi:
ü Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai efek samping
minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua
kali sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan setelah 6-10
minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi terhentinya
pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan hipertensi.
ü Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat cairan berlebihan,
misalnya obat-abatan spironolakton dan sitotoksik ( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini
didasarkan pada dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-
merkaptopurin dan siklofosfamid.
d. Penatalaksanaan Keperawatan
· Tirah baring: Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa harimungkin
diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna mengurangi edema. Baringkan pasien setengah
duduk, karena adanya cairan di rongga thoraks akan menyebabkan sesak nafas. Berikan alas
bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit (bantal diletakkan memanjang, karena jika bantal
melintang maka ujung kaki akan lebih rendah dan akan menyebabkan edema hebat).
· Terapi cairan: Jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake dan output diukur secara cermat
da dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi kehilangan cairan dan berat badan harian.
· Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma terhadap
kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban harus dikurangi sampai
minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan
bukan dengan cara mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan
scrotum harus disokong dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok
kulit.
· Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan untuk
mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
· Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan mungkin juga
muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma intravena. Monitor nadi dan
tekanan darah.
· Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung mengalami infeksi
dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan hal yang menganggu pada anak
dengan steroid dan siklofosfamid.
· Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan harian,
pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
· Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan
penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang penting. Penyakit ini
menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk
rumah sakit secara periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua sehingga mereka
mereka dapat mengerti perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada
mereka karena mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn sakit.
· Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum untuk mencegah
pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah terjadi keadaan skrotum akhirnya pecah dan
menjadi penyebab kematian pasien).

J. Komplikasi
1. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia.
2. Shock hipovolemik: terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang
menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
3. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi peninggian
fibrinogen plasma.
4. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
5. Trombosis vena, akibat kehilangan anti-thrombin 3, yang berfungsi untuk mencegah terjadinya
trombosis vena ini sering terjadi pada vena renalis. Tindakan yang dilakukan untuk
mengatasinya adalah dengan pemberian heparin.
6. Gagal ginjal akut akibat hipovolemia. Disamping terjadinya penumpukan cairan di dalam
jaringan, terjadi juga kehilangan cairan di dalam intravaskuler.
7. Edema pulmonal, akibat kebocoran cairan, kadang-kadang masuk kedalam paru-paru yang
menyebabkan hipoksia dan dispnea.
8. Perburukan pernafasan (berhubungan dengan retensi cairan)
9. Kerusakan kulit
10. Peritonitis (berhubungan dengan asites)
11. Hipovolemia
12. Komplikasi tromboemboli- terombosis vena renal, trombosis vena dan arteri ekstremitas dan
trombosis arteri serebral

1.2 Asuhan keperawatan berdasarkan teori


A. Pengkajian
a. Identitas klien:
· Umur: lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah (3-6 th). Ini dikarenakan
adanya gangguan pada sistem imunitas tubuh dan kelainan genetik sejak lahir.
· Jenis kelamin: anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak perempuan dengan rasio
2:1. Ini dikarenakan pada fase umur anak 3-6 tahun terjadi perkembangan psikoseksual : dimana
anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari
beberapa daerah genitalnya. Kebiasaan ini dapat mempengaruhi kebersihan diri terutama daerah
genital. Karena anak-anak pada masa ini juga sering bermain dan kebersihan tangan kurang
terjaga. Hal ini nantinya juga dapat memicu terjadinya infeksi.
· Agama
· Suku/bangsa
· Status
· Pendidikan
· Pekerjaan
b. Identitas penanggung jawab
Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, agama, dan hubungannya dengan
klien.
c. Riwayat Kesehatan
· Keluhan utama: kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik, perut membesar (adanya acites).
· Riwayat kesehatan sekarang
Untuk pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawatan perlu menanyakan hal berikut:
ü Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output
ü Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai dengan adanya keluhan pusing
dan cepat lelah
ü Kaji adanya anoreksia pada klien
ü Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
· Riwayat kesehatan dahulu
Perawat perlu mengkaji:
ü Apakah klien pernah menderita penyakit edema?
ü Apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa
sebelumnya?
ü Penting juga dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi
terhadap jenis obat
· Riwayat kesehatan keluarga
Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM yang memicu timbulnya
manifestasi klinis sindrom nefrotik
d. Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
ü Pola nutrisi dan metabolisme: anoreksia, mual, muntah.
ü Pola eliminasi: diare, oliguria.
ü Pola aktivitas dan latihan: mudah lelah, malaise
ü Pola istirahat tidur: susah tidur
ü Pola mekanisme koping : cemas, maladaptif
ü Pola persepsi diri dan konsep diri : putus asa, rendah diri
e. Pemeriksaan Fisik
i. Status kesehatan umum
· Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
· Kesadaran: biasanya compos mentis
· TTV: sering tidak didapatkan adanya perubahan.
ii. Pemeriksaan sistem tubuh
· B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya hgangguan pola nafas dan jalan nafas walau secara
frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan
adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas yang merupakan respons terhadap edema pulmoner
dan efusi pleura.
· B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari peningkatan beban
volume .
· B3 (Brain)
Didapatkan edema terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status neurologis mengalami
perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia pada sistem saraf pusat.
· B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola
· B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga didapatkan penurunan intake
nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen.
· B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari edema tungkai dari
keletihan fisik secara umum.
f. Pengkajian Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik secara umum, terutama albumin.
Keadaaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membran glomerulus.
B. Diagnosa keperawatan teori
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap
peningkatan permiabilitas glomerulus.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kuruang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder
terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.
4. Ansietas berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak hospitalisasi).
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan.
6. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan
7. kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan pertahanan tubuh.
8. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan gangguan fungsi pernafasan
C. Intervensi keperawatan
Diagnosa Tujuan & KH Intervensi
Kelebihan Tujuan : pasien tidak a. Kaji masukan yang relatif terhadap a. perlu untu
volume cairan menunjukkan bukti-bukti keluaran secara akurat. kebutuhan pe
berhubungan akumulasi cairan (pasien b. Timbang berat badan setiap hari (ataui penurunan re
dengan mendapatkan volume cairan lebih sering jika diindikasikan). b. Mengkaji r
kehilangan yang tepat) c. Kaji perubahan edema : ukur lingkar c. Untuk men
protein abdomen pada umbilicus serta pantau merupakan s
sekunder edema sekitar mata. d. Agar tidak
terhadap Kriteria hasil: d. Atur masukan cairan dengan cermat. yang dibutuh
peningkatan · Penurunan edema, ascites e. Pantau infus intra vena e. Untuk mem
permiabilitas · Kadar protein darah meningkat f. Kolaborasi : Berikan kortikosteroid diresepkan
glomerulus. · Output urine adekuat 600 – sesuai ketentuan. f. Untuk me
700 ml/hari g. Berikan diuretik bila diinstruksikan. g. Untuk mem
· Tekanan darah dan nadi dalam sementara da
batas normal.
Ketidakseimban Tujuan : Dalam waktu 2x24 a. Catat intake dan output makanan secaraa. Monitorin
gan nutrisi jam kebutuhan nutrisi akan akurat b. Gangguan
kuruang dari terpenuhi b. Kaji adanya anoreksia, hipoproteinemia, perlahan. Dia
kebutuhan diare. intestinalMe
berhubungan Kriteria Hasil : c. Pastikan anak mendapat makanan lebih buruk.
dengan · Napsu makan baik dengan diet yang cukup. c. membantu
malnutrisi · Tidak terjadi hipoprtoeinemiad. Beri diet yang bergizi meningkatka
sekunder · Porsi makan yang e. Batasi natrium selama edema dan trerapid. asupan nat
terhadap dihidangkan dihabiskan kortikosteroid usus yang m
kehilangan · Edema dan ascites tidak ada. f. Beri lingkungan yang menyenangkan, makan anak
protein dan bersih, dan rileks pada saat makan e. agar anak l
penurunan g. Beri makanan dalam porsi sedikit pada f. untuk mer
napsu makan. awalnya dan Beri makanan dengan cara g. untuk men
yang menarik h. untuk men
h. Beri makanan spesial dan disukai anak
Resiko tinggi Tujuan : a. Lindungi anak dari orang-orang yang a. Meminima
infeksi Tidak terjadi infeksi terkena infeksi melalui pembatasan Mencegah te
berhubungan Kriteria hasil : pengunjung. b. Mencegah
dengan imunitas · Tanda-tanda infeksi tidak adab. Tempatkan anak di ruangan non infeksi.c. Membatas
tubuh yang· Tanda vital dalam batas c. Cuci tangan sebelum dan sesudah tubuh. Detek
menurun. normal tindakan. mencegah se
· Ada perubahan perilaku d. Lakukan tindakan invasif secara aseptik d. Untuk mem
keluarga dalam melakukan e. Gunakan teknik mencuci tangan yang organisme in
perawatan. baik e. Untuk mem
f. Jaga agar anak tetap hangat dan kering infeksi
g. Pantau suhu. f. Karena ke
h. Ajari orang tua tentang tanda dan gejala pernafasan
infeksi g. Indikasi aw
h. Memberi p
dan gejala in
Ansietas Tujuan : Kecemasan menurun a. Validasi perasaan takut atau cemas. a. Perasaan a
berhubungan atau hilang b. Pertahankan kontak dengan klien. pasien untuk
dengan Kriteria hasil : c. Upayakan ada keluarga yang menunggu menghadapin
lingkungan · Kooperatif pada tindakan d. Anjurkan orang tua untuk membawakanb. Memantap
perawatan yang keperawatan mainan atau foto keluarga meningkatan
asing (dampak · Komunikatif pada perawat c. Dukungan
hospitalisasi). · Secara verbal mengatakan mengurangi
tidak takur dihadapi.
d. Meminima
terpisah dari
Intoleransi Tujuan : mampu melakukan a. Kaji kemampuan klien melakukan a. sebagai pe
aktifitas aktivitas sesuai kemampuan aktivitas b. meningkatk
berhubungan Kriteria hasil : b. Tingkatkan tirah baring / duduk. klien, posisi
dengan Terjadi peningkatan mobilitas. c. Ubah posisi dengan sering. ginjal dan m
kelelahan. d. Berikan dorongan untuk beraktivitas sehingga me
bertahap. c. pembentuk
e. Ajarkan teknik penghematan energi gangguan pe
contoh duduk, tidak berdiri. lama merupa
f. Berikan perawatan diri sesuai kebutuhan mempengaru
klien. d. melatih kek
e. menurunka
f. memenuh
selama intole
Gangguan body Tujuan: tidak terjadi gangguan a. Kaji pengetahuan pasien terhadap adanya a. memberik
image boby image potensi kecacatan yangberhubungan memformula
berhubungan Kriteria Hasil: dengan pembedahan dan perubahan. b. ketidakmam
dengan · menytakan penerimaan situasib. Pantau kemampuan pasien untuk melihat tubuhnya yan
perubahan diri, perubahan bentuk dirinya. mengindikas
penampilan · memasukkan perubahan c. Dorong pasien untuk mendiskusikan c. memberik
konsep diri tanpa harga diri perasaan mengenai perubahan penampilan dirinya.
negatif d. Diskusikan pilihan untuk rekontruksikan d. meningkatk
· Anak mau mengungkapkan dan cara-cara untuk membuat penampilan kehilangan.
perasaannya. yang kurang menjadi menarik.
· Anak tertarik dan mampu
bermain

kerusakan Tujuan : Kulit anak tidak a. Berikan perawatan kulit a. memberik


integritas kulit menunjukkan adanya kerusakanb. Hindari pakaian ketat mencegah ke
berhubungan integritas : kemerahan atau c. Bersihkan dan bedaki permukaan kulit b. dapat meng
dengan edema, iritasiKerusakan integritas kulit beberapa kali sehari tertekan
penurunan tidak terjadi d. Topang organ edema, seperti skrotum c. untuk men
pertahanan Kriteria hasil: e. Ubah posisi dengan sering ; pertahankan kulit karena
tubuh. · Menunjukkan perilaku untuk kesejajaran tubuh dengan baik d. untuk men
mencegah kerusakan kulit. f. Gunakan penghilang tekanan atau e. karena ana
· Turgor kulit bagus matras atau tempat tidur penurun tekanan letargis, mud
· Edema tidak ada. sesuai kebutuhan untuk mence
Ketidakefektifa TUJUAN : pasien menunjukkan1. Posisikan untuk efisiensi ventilasi yang
2. Posisi mem
n pola fungsi pernafasan normal maksimum paru dan men
pernafasan KRITERIA HASIL : 2. Atur aktifitas untuk memungkinkan 3. Menurunka
berhubungan · anak beristirahat dan tidur penggunaan energy yang minimal, periode pe
dengan dengan tenang istirahat, dan tidur. menurunkan
gangguan · Pernafasan tidak sulit 3. Hindari pakaian yang ketat. 4. Pakaian
fungsi · anak pernafasan tetap dalam 4. Berikan oksigen tambahan yang sesuai menyebabka
pernafasan batas normal 5. untuk mem
terjadi sek
ventilasi
BAB III
TINJAUAN KASUS
Skenario
An. A (6 tahun ), JK : laki-laki, datang dibawa ibunya kerumah sakit dengan keluhan
badan anaknya bengkak-bengkak di seluruh badan terutama dibagian wajah dan mata. Ibunya
mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi hari mata anaknya sembab, namun sembab
berkurang di sore hari, sembab juga menyebar dibagian perut dan esoknya pada kedua kaki,
sejak 4 hari yag lalu BAK berwarna merah tua dan sedikit. Mual muntah (-), batuk pilek(-) dan
sesak nafas (-). Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok pada kulit An. A. Keadaan umum
pasien tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, pada pemeriksaan TTV didapatkan nadi
112x/menit, RR : 44x/menit, suhu : 36,70C, dan tekanan darah 130/80mmHg. BB= 42kg, PB
136cm. pada pemeriksaan lab darah rutin diperoleh HB : 10,9 g/dl, WBC : 5.900, trombosit :
398.00, Ht : 33%, kolesterol total 479 gr/dl, protein total 2,4 g/dl, albumin: 1,0 g/dl, globulin :
1,46 g/dl, Ureum : 31mg/dl,. Pasien anoreksia (+), oedem priorbita (+), hipoalbuminemia (+) dan
pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II. Pada pemeriksaan urin lengkap diperoleh
warna : kuning, kejernihan :agak keruh, berat jenis : 1,005, pH 5,5, glukosa (-), bilirubin (-
),darah (+2), protein (+3) , urobilonogen (+1), leukosit (+1). Th/ medikamentosa yg diberikan
furosemid 2x30gr.

A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : An. A
Umur : 6 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
2. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
An. A (6 tahun ), JK : laki-laki, datang dibawa ibunya kerumah sakit dengan keluhan badan
anaknya bengkak-bengkak di seluruh badan terutama dibagian wajah dan mata.
b) Riwayat penyakit sekarang
Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi hari mata anaknya sembab, namun
sembab berkurang di sore hari, sembab juga menyebar dibagian perut dan esoknya pada kedua
kaki, sejak 4 hari yag lalu BAK berwarna merah tua dan sedikit. Pada saat dikaji terlihat terdapat
luka borok pada kulit An. A. Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran kompos
mentis, pada pemeriksaan TTV didapatkan nadi 112x/menit, RR : 44x/menit, suhu : 36,70C, dan
tekanan darah 130/80mmHg. Pasien anoreksia (+), oedem priorbita (+), hipoalbuminemia (+)
dan pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II.
c) Riwayat penyakit dahulu
d) Riwayat penyakit keluarga

3. Pola fungsional
No Pola fungsional Hasil pasien
1 Pola Makan/cairan Pasien anoreksia (+)
2 Pola Aktivitas/latihan -
3 Pola Sirkulasi nadi 112x/menit, RR : 44x/menit, tekanan darah
130/80mmHg. badan anaknya bengkak-bengkak di seluruh
badan terutama dibagian wajah dan mata. Ibunya
mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi hari mata
anaknya sembab, namun sembab berkurang di sore hari,
sembab juga menyebar dibagian perut dan esoknya pada
kedua kaki, oedem priorbita (+), hipoalbuminemia (+) dan
pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II.
4 Pola Eliminasi sejak 4 hari yag lalu BAK berwarna merah tua dan sedikit,
Pada pemeriksaan urin lengkap diperoleh warna : kuning,
kejernihan :agak keruh, berat jenis : 1,005, pH 5,5, glukosa
(-), bilirubin (-),darah (+2), protein (+3) , urobilonogen
(+1), leukosit (+1).
5 Pola Nyeri/kenyamanan -
6 Pola Pernapasan RR : 44x/menit.
7 Pola Keamanan -
8 Pola Istirahat-tidur -
9 Penyuluhan / -
Pembelajaran
10 Persepsi dan Sensori -

4. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis,
b) Tb : 136 cm
c) BB : 42 kg
d) Tanda-tanda Vital
Tanda- Nilai Normal Nilai Ketera Abnormalitas
Tanda Pasien ngan
Vital pd
pasien
TD Bayi: 70-90/50 mmHg 130/80 normal Meningkat: apabila terjadi
Anak : 80-100/60 mmHg Penyakit ginjal, ketidakstabilan
mmHg aorta, kelainan hormonal, dan
Remaja : 90-110/66 arteri yang menyempit, Keadaan
mmHg emosi yang tak menentu
Dewasa muda: 110-
Penurunan: apabila terjadi
140/60-90 mmHg
perubahan hormon, pelebaran
Dewasa tua : 130-
pembuluh darah, efek samping
150/80-90 mmHg
obat, anemia, hati & endokrin
bermasalah, Dehidrasi,
Pendarahan, Otot jantung lemah,
Detak jantung tidak normal,
kehamilan, kurang nutrisi, dan
Suhu 36,50C -37,50C 36,70C normal Meningkat: apabila terjadi
demam (infeksi bakteri atau virus
seperti influenza, pilek, HIV,
malaria, gastroenteritis; berbagai
radang kulit seperti borok, jerawat,
abses; penyakit-penyakit
imunologi seperti lupus
eritematosus, sarkoidosis;
kerusakan jaringan yang dapat
terjadi pada pembedahan,
hemolisis, perdarahan serebral;
obat-obatan baik secara langsung
seperti obat-obat progesteron,
kemoterapi atau sebagai efek
samping obat seperti obat
antibiotik, atau akibat penghentian
obat seperti pada orang yang
ketagihan heroin; kanker seperti
penyakit hodgkin; penyakit
metabolik seperti gout, forforia;
serta proses tromboemboli seperti
emboli paru dan trombosis vena
dalam (DVT).

Menurun: apabila terjadi akibat


penurunan produksi
panas, gangguan hormon tiroid
atau pituitary, gangguan
termoregulasi, gangguan di
hipotalamus, Kelelahan dan
Kurang tidur.
Nadi Bayi: 120-130 x/mnt 112x/ Tidak Meningkat: Pada waktu
Anak : 80-90 x/mnt menit normal melakukan aktivitas, kebugaran,
Dewasa: 70-100 x/mnt (terjadi suhu, temperatur udara, posisi
Lansia: 60-70 x/mnt peningk tubuh, emosi, berat badan, obat-
atan) obatan. faktor risiko untuk stroke,
jantung.
RR Bayi: 30-40 x/mnt 44x/ Tidak Meningkat: apabila terjadi
Anak: 20-30 x/mnt menit normal susunan tulang yang abnormal,
Dewasa : 16-20 x/mnt (terjadi kekurangan cairan, emosi yang
peningk tidak stabil.
atan)
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeri Nilai Nilai Keteranga Abnormalitas
ksaan normal pasie n pd pasien
lab n
Hb Wanita : 10,9 Normal Penurunan: anemia penyakit ginjal, dan pemberian cairan in
12-14 gr/dl g/dl berlebihan. Selain itu dapat pula disebabkan oleh obat-obat
Pria: 13-16 aspirin, antineoplastik (obat kanker), indometasin (obat antira
gr/dL Peningkatan: dehidrasi, penyakit paru obstruktif mena
Anak- kongestif, dan luka bakar. Obat yang dapat meningkatkan H
anak: 10- jenis obat darah tinggi) dan gentamicin (Obat untuk infeksi p
16 gr/dL
Bayi baru
lahir: 12-
24gr/dL
Trombo Pria: 398.0 Normal Menurun: apabila terjadi demam berdarah, perdarahan dan h
sit Trombosit : 0 adanya infeksi, anemia aplastik, leukimia, mielofibrosis, im
150.000 – perpura (ITP).
440.000 Meningkat: kelainan pada sumsum tulang dan DNA seba
(150.000 – akut, perdarahan, hemolisis, kanker, spelenektomi, dan peny
400.000) serta TBC kronik.
mm3
Wanita:
Trombosit :
150.000 –
400.000
mm3
WBC pria: 4.000- 5.900 tdk normal Peningkatan : menunjukkan adanya proses infeksi atau rad
11.000 (terjadi (radang paru-paru), meningitis (radang selaput otak), apen
wanita: penurunan) tuberculosis, tonsilitis, dan Iain-Iain. Selain itu juga dapat
5.000- misalnya aspirin, prokainamid, alopurinol, antibiotika teru
10.000 kanamycin, streptomycin.
anak: 9.000- Penurunan : dapat terjadi pada infeksi tertentu terutama v
12.000 obatan, terutama asetaminofen (parasetamol), kemoterap
antibiotika (penicillin, cephalosporin, kloramfenikol), sul
terutama yang disebabkan oleh bakter).
Ht Wanita: 37 33% Normal Penurunan: terjadi pada pasien yang mengalami kehilangan
– 45 % secara mendadak, misal pada kecelakaan), anemia, leu
Pria: 40 – malnutrisi, kekurangan vitamin B dan C, kehamilan, ulk
50 % lambung).
Anak: 33 - Peningkatan: Ht terjadi pada dehidrasi, diare berat,e
38% kehamilan), efek pembedahan, dan luka bakar.
kolester 150-270 479 Tdk normal Meningkat: jaundice obstruksi
ol total mg/dl gr/dl (terjadi Menurun: penyakit hati, sindrom malaborpsi
peningkatan
protein 6,5-8,8 2,4 Tdak Meningkat: penyakit hati, penyakit kolagen, infeksi kronis.
total mg/dl gr/dl normal Menurun: penyakit hati lanjut/berat, alkoholik, penya
(terjadi perdarahan hebat, gagal jantung tau immobilisasi.
penurunan)
albumi Dewasa: 1,0 Tdk normal Penurunan: malnutrisi, radang menahun, sindrom malabso
n 3,8 – 5,1 g/dl (terjadi kelainan genetik, Peningkatan ekskresi (pengeluaran); luk
gr/dl penurunan) nefrotik sindrom (penyakit ginjal).
Anak: 4,0 – Meningkat: infeksi, rusaknya ginjal dan glomerulus, glome
5,8 gr/dl tubulointerstitisl disease (toxic, allergic, vasculer, infective, h
Bayi: 4,4 – multipel (igG, IgA, IgD, IgE, dan rantai ringan bebas), limfom
5,4 gr/dl
Bayi baru
lahir: 2,9 –
5,4 gr/dl
globuli 2.0 - 3.5 1,46 Tdk normal Meningkat: Infeksi kronis (Tuberculosis, Adrenal corti
n g/dL g/dl (terjadi hati, Collagen Vascular Disease (Rheumatoid Arthritis, Sy
penurunan) Gejala Hipersensitivitas, Dehidrasi, Gangguan respirasi, H
Alcoholism, Leukimia
Menurun: Malnutrisi dan malabsorbsi Gangguan produksi
Ketidakseimbangan hormone sehingga merusak jaringan, Pro
Ureum 20-40 mg 31mg/ Normal Peningkatan kadar ureum disebut uremia: gagal ginjal, pen
dl seperti pada syok, kehilangan darah, dan dehidrasi, peningka
pada perdarahan gastrointestinal disertai pencernaan hem
sebagai protein dalam makanan, perdarahan ke dalam jarin
hemolisis, leukemia (pelepasan protein leukosit), cedera fis
obstruksi saluran kemih di bagian bawah ureter, kandun
menghambat ekskresi urin, obat-obatan (nefrotoksik; diu
etakrinat, furosemid, triamteren); antibiotic (basitrasin,
gentamisin, kanamisin, kloramfenikol, metisilin, neomisin, va
Penurunan : Pada nekrosis hepatik akut, sirosis hepatis, k
protein jangka panjang, akhir kehamilan, dan obat fenotiazin.
6. Pemeriksaan lainnya
anoreksia (+), oedem priorbita (+), hipoalbuminemia (+) dan pada ektstremitas pitting edema (+)
dengan derajat II.
7. Pemeriksaan urine
Pemeriksaan Nilai normal Nilai pasien Keterangan pd
urine pasien
Warna Kuning muda-kuning tua Kuning Normal
Kejernihan Jernih-agak keruh agak keruh Normal
Berat jenis 1.003-1.030 1,005 Normal
pH 4,6-8,5 5,5 Normal
Glukosa (-) (-) Normal
Bilirubin (-) (-) Normal
Darah (-) (+2) Tidak normal
Protein (-) (+3) Tidak normal
Urobilonogen (-) (+1) Tidak normal
Leukosit (-) (+1) Tidak normal

B. Data Fokus
Data subjektif Data objektif
1. datang dibawa ibunya kerumah sakit dengan 1. Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok
keluhan badan anaknya bengkak-bengkak di pada kulit An. A.
seluruh badan terutama dibagian wajah dan 2. nadi 112x/menit,
mata. 3. RR : 44x/menit,
2. Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat 4. tekanan darah 130/80mmHg
bangun tidur pagi hari mata anaknya 5. kolesterol total 479 gr/dl,
sembab, namun sembab berkurang di sore 6. wbc 5.900
hari, sembab juga menyebar dibagian perut 7. Protein total 2,4 g/dl,
dan esoknya pada kedua kaki, 8. Albumin: 1,0 g/dl,
3. sejak 4 hari yag lalu BAK berwarna merah 9. globulin : 1,46 g/dl,
tua dan sedikit. 10. Pasien anoreksia (+),
11. oedem priorbita (+),
12. hipoalbuminemia (+)
13. pada ektstremitas pitting edema
(+) dengan derajat II.
14. darah (+2),
15. protein (+3) ,
16. urobilonogen (+1),
17. leukosit (+1).
C. Analisa data
Nama : An. A
Umur : 6 tahun
Diagnosa medis : sindrom nefrotik

Data etiologi masalah


Ds: Kehilangan Kelebihan
· An. A (6 tahun ), JK : laki-laki, datang dibawa ibunya protein volume cairan
kerumah sakit dengan keluhan badan anaknya bengkak- sekunder
bengkak di seluruh badan terutama dibagian wajah dan terhadap
mata. peningkatan
· Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi permeabilitas
hari mata anaknya sembab, namun sembab berkurang di sekunder
sore hari, sembab juga menyebar dibagian perut dan
esoknya pada kedua kaki.
· sejak 4 hari yag lalu BAK berwarna merah tua dan
sedikit.
Do:
· oedem priorbita (+)
· pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II.
· nadi 112x/menit
· RR : 44x/menit
· tekanan darah 130/80mmHg
· darah (+2)
· urobilonogen (+1)
· leukosit (+1)
Ds: Pasien anoreksia (+) Anoreksia ketidakseimba
Do: ngan nutrisi
· kolesterol total 479 gr/dl kurang dari
· Protein total 2,4 g/dl, kebutuhan
· Albumin: 1,0 g/dl, tubuh.
· globulin : 1,46 g/dl,
· hipoalbuminemia (+)
· protein (+3)
Ds: Edema Kerusakan
· An. A (6 tahun ), JK : laki-laki, datang dibawa ibunya integritas kulit
kerumah sakit dengan keluhan badan anaknya bengkak-
bengkak di seluruh badan terutama dibagian wajah dan
mata.
· Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi
hari mata anaknya sembab, namun sembab berkurang di
sore hari, sembab juga menyebar dibagian perut dan
esoknya pada kedua kaki.
DO:
· Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok pada kulit An.
A.
· oedem priorbita (+)
· pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II.
Ds: kerusakan resiko infeksi
Do: jaringan
· Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok pada kulit An.
A.
· Wbc 5.900

D. Diagnosa keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b.d Kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan permeabilitas
sekunder
2. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Anoreksia
3. kerusakan integritas kulit b.d edema
4. resiko infeksi b.d kerusakan jaringan
E. Intervensi keperawatan
Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional
Kelebihan volume Tujuan : Dalam h. Kaji masukan yangh. perlu untuk menentukan
cairan b.d waktu 3x24 jam relatif terhadap fungsi ginjal, kebutuhan
Kehilangan protein pasien tidak keluaran secara penggantian cairan dan
sekunder terhadap menunjukkan bukti- akurat. penurunan resiko
peningkatan bukti akumulasi i. Timbang berat kelebihan cairan.
permeabilitas cairan (pasien badan setiap hari i. Mengkaji retensi cairan
sekunder mendapatkan volume (ataui lebih sering j. Untuk mengkaji ascites
cairan yang tepat) jika diindikasikan). dan karena merupakan sisi
j. Kaji perubahan umum edema.
edema : ukur lingkark. Agar tidak mendapatkan
Kriteria hasil: abdomen pada lebih dari jumlah yang
· Penurunan edema, umbilicus serta dibutuhkan
ascites pantau edema sekitarl. Untuk mempertahankan
· Kadar protein darah mata. masukan yang diresepkan
meningkat k. Atur masukan m. Untuk menurunkan
· Output urine cairan dengan ekskresi proteinuria
adekuat 600 – 700 cermat. n. Untuk memberikan
ml/hari l. Pantau infus intra penghilangan sementara
· Tekanan darah dan vena dari edema.
nadi dalam batas m. Kolaborasi :
normal. Berikan
kortikosteroid sesuai
ketentuan.
n. Berikan diuretik
bila diinstruksikan.
ketidakseimbangan Tujuan : Dalam i. Catat intake dan i. Monitoring asupan
nutrisi kurang dari waktu 2x24 jam output makanan nutrisi bagi tubuh
kebutuhan tubuh kebutuhan nutrisi secara akurat j. Gangguan nuirisi dapat
b.d Anoreksia akan terpenuhi j. Kaji adanya terjadi secara perlahan.
anoreksia, Diare sebagai reaksi
Kriteria Hasil : hipoproteinemia, edema intestinalMencegah
· Napsu makan baik diare. status nutrisi menjadi
· Tidak terjadi k. Pastikan anak lebih buruk.
hipoprtoeinemia mendapat makanan k. membantu pemenuhan
· Porsi makan yang dengan diet yang nutrisi anak dan
dihidangkan cukup. meningkatkan daya tahan
dihabiskan l. Beri diet yang tubuh anak
· Edema dan ascites bergizi l. asupan natrium dapat
tidak ada. m. Batasi natrium memperberat edema usus
selama edema dan yang menyebabkan
trerapi kortikosteroid hilangnya nafsu makan
n. Beri lingkungan anak
yang menyenangkan,m. agar anak lebih mungkin
bersih, dan rileks untuk makan
pada saat makan n. untuk merangsang nafsu
o. Beri makanan makan anak
dalam porsi sedikit o. untuk mendorong agar
pada awalnya dan anak mau makan
Beri makanan p. untuk menrangsang
dengan cara yang nafsu makan anak
menarik
p. Beri makanan
spesial dan disukai
anak
Kerusakan Tujuan : g. Berikan perawatanf. memberikan
integritas kulit b.d Kulit anak tidak kulit kenyamanan pada anak
Edema menunjukkan adanyah. Hindari pakaian dan mencegah kerusakan
kerusakan integritas : ketat kulit
kemerahan atau i. Bersihkan dan g. dapat mengakibatkan
iritasiKerusakan bedaki permukaan area yang menonjol
integritas kulit tidak kulit beberapa kali tertekan
terjadi sehari h. untuk mencegah
Kriteria hasil: j. Topang organ terjadinya iritasi pada
· Menunjukkan edema, seperti kulit karena gesekan
perilaku untuk skrotum dengan alat tenun
mencegah kerusakan
k. Ubah posisi dengan
i. untuk menghilangkan
kulit. sering ; pertahankan aea tekanan
· Turgor kulit bagus kesejajaran tubuh j. karena anak dengan
· Edema tidak ada. dengan baik edema massif selalu
l. Gunakan letargis, mudah lelah dan
penghilang tekanan diam saja
atau matras atau k. untuk mencegah
tempat tidur penurun terjadinya ulkus
tekanan sesuai
kebutuhan
resiko infeksi b.d Tujuan : dalam a. Lindungi anak darii. Meminimalkan
kerusakan jaringan waktu 2x24 jam orang-orang yang masuknya organisme.
Tidak terjadi infeksi terkena infeksi Mencegah terjadinya
Kriteria hasil : melalui pembatasan infeksi nosokomial.
· Tanda-tanda pengunjung. j. Mencegah terjadinya
infeksi tidak ada b. Tempatkan anak di infeksi nosokomial.
· Tanda vital dalam ruangan non infeksi.k. Membatasi masuknya
batas normal c. Cuci tangan bakteri ke dalam tubuh.
· Ada perubahan sebelum dan sesudah Deteksi dini adanya
perilaku keluarga tindakan. infeksi dapat mencegah
dalam melakukan d. Lakukan tindakan sepsis.
perawatan invasif secara aseptikl. Untuk meminimalkan
e. Gunakan teknik pajanan pada organisme
mencuci tangan yang infektif
baik m. Untuk memutus mata
f. Jaga agar anak rantai penyebaran infeksi
tetap hangat dan n. Karena kerentanan
kering terhadap infeksi
g. Pantau suhu. pernafasan
h. Ajari orang tua o. Indikasi awal adanya
tentang tanda dan tanda infeksi
gejala infeksi p. Memberi pengetahuan
dasar tentang tanda dan
gejala infeksi
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan protein,
penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum kolesterol yang tinggi dan
lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia).
Etiologi nefrotik sindrom dibagi menjadi 3, yaitu primer (Glomerulonefritis dan nefrotik
sindrom perubahan minimal), sekunder (Diabetes Mellitus, Sistema Lupus Erimatosis, dan
Amyloidosis), dan idiopatik (tidak diketahui penyebabnya). Tanda paling umum adalah
peningkatan cairan di dalam tubuh. Tanda lainnya seperti hipertensi (jarang terjadi), oliguri
(tidak umum terjadi pada nefrotik sindrom), malaise, mual, anoreksia, irritabilitas, dan keletihan.
Sehingga masalah keperawatan yang mungkin muncul adalah kelebihan volume cairan
berhubungan, resiko tinggi infeksi, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan, resiko tinggi
kerusakan integritas kulit, resiko kehilangan volume cairan intravaskuler, gangguan perfusi
jaringan perifer, gangguan citra tubuh, intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan, dan
defisit pengetahuan.

4.2 Saran
Demikian makalah yang kami sampaikan. Kami berharap agar makalah yang kami buat ini
dapat bermanfaat bagi para dosen, teman-teman dan pembaca terutama mahasiswa keperawatan

DAFTAR PUSTAKA
Behrman, R.E. MD, dkk. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 3 Edisi 15. Jakarta: EGC
Dr. Nursalam, pransisca. 2009. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
perkemihan. Salemba medika. Jakarta.
Husein A Latas. 2002. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.
Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2011. Buku Satu Diagnosa Keperawatan Nanda NIC NOC,
Edisi 9. EGC. Jakarta

Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika

Mansjoer, Arif, dkk, (2012), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Jilid 1, Media Aesculapius:
Jakarta

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC


Price A & Wilson L. 2005. Pathofisiology Clinical Concept of Disease Process (Patofisiologi konsep
klinis proses-proses penyakit). Jakarta: EGC.
Suharyanto, tato, & mudjid, abdul. 2009. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
perkemihan. Salemba Medika. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai