Disusun oleh :
Erlina 18.14201.90.02
Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi proteinuria
masif > 3,5 gr/hr, hipoalbuminemia, edema, hiperlipidemia. Manifestasi dari keempat kondisi
tersebut yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan
permeabilitas glomerulus (Muttaqin, 2012). Sindrom nefrotik terjadi tiba-tiba, terutama pada
anak-anak. Biasanya berupa oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat
proteinuria berat. Pada dewasa terlihat adalah edema pada kaki dan genitalia (Mansjoer, 2001).
Nefrotik sindrom adalah gangguan klinik yang ditandai dengan peningkatan protein urine
(proteinuria), edema, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid
dalam darah (hiperlipidemia). Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma protein ke
dalam urine karena peningkatan permeabilitas membran kapiler glomerulus. (dr.nursalam, dkk.
2009)
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia
dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi
ginjal ( Ngastiyah, 2005). Sindroma nefrotik adalah suatu keadaan klinik dan laboratorik tanpa
menunjukkan penyakit yang mendasari, dimana menunjukkan kelainan inflamasi glomerulus.
Secara fungsional sindrom nefrotik diakibatkan oleh keabnormalan pada proses filtrasi dalam
glomerulus yang biasanya menimbulkan berbagai macam masalah yang membutuhkan
perawatan yang tepat, cepat, dan akurat. (Alatas, 2002)
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinik dengan proteinuria masif (>3,5 g/hari),
hipoalbuminemia, edema dan hiperlipidimia, biasanya kadar BUN normal. Disertai penyakit
glomerulus (idiopatik) primer atau mungkin berkaitan dengan berbagai gangguan sistemik
dengan ginjal yang terserang secara sekunder. (sylvia A. Price. 2005)
B. Anatomi Fisiologi
1. Ginjal
Kedudukan ginjal di belakang dari kavum abdominalis di belakang peritoneum pada kedua
sisi vertebra lumbalis III melekat langsung pada dinding abdomen.Manusia memiliki sepasang
ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen. Ginjal ini terletak di kanan dan kiri tulang
belakang, di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal
(juga disebut kelenjar suprarenal).Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri
untuk memberi tempat untuk hati.Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas
dan duabelas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak
pararenal) yang membantu meredam goncangan.
Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang. Sebagai bagian
dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan
membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Cabang dari kedokteran yang mempelajari
ginjal dan penyakitnya disebut nefrologi.
Lapisan ginjal
Setiap ginjal terbungkus selaput tipis (kapsula renalis) berupa jaringan fibrus berwarna ungu
tua.lapisan ginjal terbagi atas :
· lapisan luar (yaitu lapisan korteks / substantia kortekalis)
· lapisan dalam (yaitu medulla (substantia medullaris)
Bagian paling luar dari ginjal disebut korteks, bagian lebih dalam lagi disebut medulla.
Bagian paling dalam disebut pelvis. Pada bagian medulla ginjal manusia dapat pula dilihat
adanya piramida yang merupakan bukaan saluran pengumpul. Ginjal dibungkus oleh lapisan
jaringan ikat longgar yang disebut kapsula.
Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui ultrafiltrat yang
terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal
yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output.
1) Faal glomerolus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk ke
tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding tekanan hidrostatik intra
kapiler dan tekanan koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan tubuh
disebut glomerula filtration rate (GFR). GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas
pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak.
2) Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat yang ada
dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Sebagaimana diketahui, GFR : 120
ml/menit/1,73 m2, sedangkan yang direabsorbsi hanya 100 ml/menit, sehingga yang diekskresi
hanya 1 ml/menit dalam bentuk urin atau dalam sehari 1440 ml (urin dewasa).
Pada anak-anak jumlah urin dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai dengan umur :
ü 1-2 hari : 30-60 ml
ü 3-10 hari : 100-300 ml
ü 10 hari-2 bulan : 250-450 ml
ü 2 bulan-1 tahun : 400-500 ml
ü 1-3 tahun : 500-600 ml
ü 3-5 tahun : 600-700 ml
ü 5-8 tahun : 650-800 ml
ü 8-14 tahun : 800-1400 ml
3) Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak melakukan reabsorbsi
yaitu ± 60-80 % dari ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Zat-zat yang direabsorbsi adalah
protein, asam amino dan glukosa yang direabsorbsi sempurna. Begitu pula dengan elektrolit (Na,
K, Cl, Bikarbonat), endogenus organic ion (citrat, malat, asam karbonat), H2O dan urea. Zat-zat
yang diekskresi asam dan basa organik.
4) Loop of henle
Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan ascending thick limb
itu berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih hipotonik.
5) Tubulus distalis
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara reabsorbsi
Na dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen.
6) Duktus koligentis
Mereabsorbsi dan menyekresi kalium. Ekskresi aktif kalium dilakukan pada duktus
koligen kortikal dan dikendalikan oleh aldosteron.
C. Etiologi
Menurut Mansjoer, 2001 Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-
akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen – antibodi.
Umumnya etiologi dibagi menjadi :
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap
semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama
kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh : Malaria kuartana atau parasit lainnya, Penyakit kolagen seperti lupus
eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid, Glumerulonefritis akut atau kronik, Trombosis
vena renalis, Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa,
Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif
hipokomplementemik.
3. Sindrom nefrotik idiopatik
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis
yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron,
terbagi menjadi :
ü Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan cara
imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus.
ü Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi
sel. Prognosis kurang baik.
ü Glomerulonefritis proliferatif
Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel mesangial dan
infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler
tersumbat, dengan penebalan batang lobular, Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar
dan penebalan batang lobular, Dengan bulan sabit ( crescent), Didapatkan proliferasi sel
mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk.
ü Glomerulonefritis membranoproliferatif
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di
mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis buruk.
ü Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus.
Prognosis buruk.
I. Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut dan menurunkan
risiko komplikasi.
c. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk mengurangi atau
menghilangkan proteinuria dan memperbaiki keadaan hipoalbuminemia, mencegah dan
mengatasi komplikasinya, yaitu:
· Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1 gram/hari
secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindari makanan yang
diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
· Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik, biasanya
furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila
edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25-50 mg/hari) selama pengobatan diuretik
perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler
berat.
· Dengan antibiotik bila ada infeksi harus diperiksa kemungkinan adanya TBC
· Diuretikum
Boleh diberikan diuretic jenis saluretik seperti hidroklorotiasid, klortahidon, furosemid atau asam
ektarinat. Dapat juga diberikan antagonis aldosteron seperti spironolakton (alkadon) atau
kombinasi saluretik dan antagonis aldosteron.
· Kortikosteroid
International Cooperative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) mengajukan
cara pengobatan sebagai berikut :
a) Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari/luas permukaan badan
(lpb) dengan maksimum 80 mg/hari.
b) Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/lpb,
setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respons,
maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu.
c) Tapering-off: prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu: 30 mg, 20 mg, 10 mg
sampai akhirnya dihentikan.
· Lain-lain
Pungsi asites, pungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada gagal
jantung, diberikan digitalis. (Behrman, 2000)
· Diet
Diet rendah garam (0,5 – 1 gr sehari) membantu menghilangkan edema. Minum tidak
perlu dibatasi karena akan mengganggu fungsi ginjal kecuali bila terdapat hiponatremia. Diet
tinggi protein teutama protein dengan ilai biologik tinggi untuk mengimbangi pengeluaran
protein melalui urine, jumlah kalori harus diberikan cukup banyak.
Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/ hari dan
masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan edema
menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein yang seimbang dalam
usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen yang persisten dan kehabisan jaringan yang
timbul akibat kehilangan protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/ hari.
Anak yang mengalami anoreksia akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang
adekuat.
Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3 – 4 gram/kgBB/hari, dengan
garam minimal bila edema masih berat. Bila edema berkurang dapat diberi garam sedikit. Diet
rendah natrium tinggi protein. Masukan protein ditingkatkan untuk menggantikan protein di
tubuh. Jika edema berat, pasien diberikan diet rendah natrium.
· Kemoterapi:
ü Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai efek samping
minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua
kali sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan setelah 6-10
minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi terhentinya
pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan hipertensi.
ü Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat cairan berlebihan,
misalnya obat-abatan spironolakton dan sitotoksik ( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini
didasarkan pada dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-
merkaptopurin dan siklofosfamid.
d. Penatalaksanaan Keperawatan
· Tirah baring: Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa harimungkin
diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna mengurangi edema. Baringkan pasien setengah
duduk, karena adanya cairan di rongga thoraks akan menyebabkan sesak nafas. Berikan alas
bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit (bantal diletakkan memanjang, karena jika bantal
melintang maka ujung kaki akan lebih rendah dan akan menyebabkan edema hebat).
· Terapi cairan: Jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake dan output diukur secara cermat
da dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi kehilangan cairan dan berat badan harian.
· Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma terhadap
kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban harus dikurangi sampai
minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan
bukan dengan cara mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan
scrotum harus disokong dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok
kulit.
· Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan untuk
mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
· Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan mungkin juga
muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma intravena. Monitor nadi dan
tekanan darah.
· Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung mengalami infeksi
dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan hal yang menganggu pada anak
dengan steroid dan siklofosfamid.
· Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan harian,
pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
· Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan
penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang penting. Penyakit ini
menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk
rumah sakit secara periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua sehingga mereka
mereka dapat mengerti perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada
mereka karena mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn sakit.
· Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum untuk mencegah
pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah terjadi keadaan skrotum akhirnya pecah dan
menjadi penyebab kematian pasien).
J. Komplikasi
1. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia.
2. Shock hipovolemik: terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang
menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
3. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi peninggian
fibrinogen plasma.
4. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
5. Trombosis vena, akibat kehilangan anti-thrombin 3, yang berfungsi untuk mencegah terjadinya
trombosis vena ini sering terjadi pada vena renalis. Tindakan yang dilakukan untuk
mengatasinya adalah dengan pemberian heparin.
6. Gagal ginjal akut akibat hipovolemia. Disamping terjadinya penumpukan cairan di dalam
jaringan, terjadi juga kehilangan cairan di dalam intravaskuler.
7. Edema pulmonal, akibat kebocoran cairan, kadang-kadang masuk kedalam paru-paru yang
menyebabkan hipoksia dan dispnea.
8. Perburukan pernafasan (berhubungan dengan retensi cairan)
9. Kerusakan kulit
10. Peritonitis (berhubungan dengan asites)
11. Hipovolemia
12. Komplikasi tromboemboli- terombosis vena renal, trombosis vena dan arteri ekstremitas dan
trombosis arteri serebral
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : An. A
Umur : 6 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
2. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
An. A (6 tahun ), JK : laki-laki, datang dibawa ibunya kerumah sakit dengan keluhan badan
anaknya bengkak-bengkak di seluruh badan terutama dibagian wajah dan mata.
b) Riwayat penyakit sekarang
Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi hari mata anaknya sembab, namun
sembab berkurang di sore hari, sembab juga menyebar dibagian perut dan esoknya pada kedua
kaki, sejak 4 hari yag lalu BAK berwarna merah tua dan sedikit. Pada saat dikaji terlihat terdapat
luka borok pada kulit An. A. Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran kompos
mentis, pada pemeriksaan TTV didapatkan nadi 112x/menit, RR : 44x/menit, suhu : 36,70C, dan
tekanan darah 130/80mmHg. Pasien anoreksia (+), oedem priorbita (+), hipoalbuminemia (+)
dan pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II.
c) Riwayat penyakit dahulu
d) Riwayat penyakit keluarga
3. Pola fungsional
No Pola fungsional Hasil pasien
1 Pola Makan/cairan Pasien anoreksia (+)
2 Pola Aktivitas/latihan -
3 Pola Sirkulasi nadi 112x/menit, RR : 44x/menit, tekanan darah
130/80mmHg. badan anaknya bengkak-bengkak di seluruh
badan terutama dibagian wajah dan mata. Ibunya
mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi hari mata
anaknya sembab, namun sembab berkurang di sore hari,
sembab juga menyebar dibagian perut dan esoknya pada
kedua kaki, oedem priorbita (+), hipoalbuminemia (+) dan
pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II.
4 Pola Eliminasi sejak 4 hari yag lalu BAK berwarna merah tua dan sedikit,
Pada pemeriksaan urin lengkap diperoleh warna : kuning,
kejernihan :agak keruh, berat jenis : 1,005, pH 5,5, glukosa
(-), bilirubin (-),darah (+2), protein (+3) , urobilonogen
(+1), leukosit (+1).
5 Pola Nyeri/kenyamanan -
6 Pola Pernapasan RR : 44x/menit.
7 Pola Keamanan -
8 Pola Istirahat-tidur -
9 Penyuluhan / -
Pembelajaran
10 Persepsi dan Sensori -
4. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis,
b) Tb : 136 cm
c) BB : 42 kg
d) Tanda-tanda Vital
Tanda- Nilai Normal Nilai Ketera Abnormalitas
Tanda Pasien ngan
Vital pd
pasien
TD Bayi: 70-90/50 mmHg 130/80 normal Meningkat: apabila terjadi
Anak : 80-100/60 mmHg Penyakit ginjal, ketidakstabilan
mmHg aorta, kelainan hormonal, dan
Remaja : 90-110/66 arteri yang menyempit, Keadaan
mmHg emosi yang tak menentu
Dewasa muda: 110-
Penurunan: apabila terjadi
140/60-90 mmHg
perubahan hormon, pelebaran
Dewasa tua : 130-
pembuluh darah, efek samping
150/80-90 mmHg
obat, anemia, hati & endokrin
bermasalah, Dehidrasi,
Pendarahan, Otot jantung lemah,
Detak jantung tidak normal,
kehamilan, kurang nutrisi, dan
Suhu 36,50C -37,50C 36,70C normal Meningkat: apabila terjadi
demam (infeksi bakteri atau virus
seperti influenza, pilek, HIV,
malaria, gastroenteritis; berbagai
radang kulit seperti borok, jerawat,
abses; penyakit-penyakit
imunologi seperti lupus
eritematosus, sarkoidosis;
kerusakan jaringan yang dapat
terjadi pada pembedahan,
hemolisis, perdarahan serebral;
obat-obatan baik secara langsung
seperti obat-obat progesteron,
kemoterapi atau sebagai efek
samping obat seperti obat
antibiotik, atau akibat penghentian
obat seperti pada orang yang
ketagihan heroin; kanker seperti
penyakit hodgkin; penyakit
metabolik seperti gout, forforia;
serta proses tromboemboli seperti
emboli paru dan trombosis vena
dalam (DVT).
B. Data Fokus
Data subjektif Data objektif
1. datang dibawa ibunya kerumah sakit dengan 1. Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok
keluhan badan anaknya bengkak-bengkak di pada kulit An. A.
seluruh badan terutama dibagian wajah dan 2. nadi 112x/menit,
mata. 3. RR : 44x/menit,
2. Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat 4. tekanan darah 130/80mmHg
bangun tidur pagi hari mata anaknya 5. kolesterol total 479 gr/dl,
sembab, namun sembab berkurang di sore 6. wbc 5.900
hari, sembab juga menyebar dibagian perut 7. Protein total 2,4 g/dl,
dan esoknya pada kedua kaki, 8. Albumin: 1,0 g/dl,
3. sejak 4 hari yag lalu BAK berwarna merah 9. globulin : 1,46 g/dl,
tua dan sedikit. 10. Pasien anoreksia (+),
11. oedem priorbita (+),
12. hipoalbuminemia (+)
13. pada ektstremitas pitting edema
(+) dengan derajat II.
14. darah (+2),
15. protein (+3) ,
16. urobilonogen (+1),
17. leukosit (+1).
C. Analisa data
Nama : An. A
Umur : 6 tahun
Diagnosa medis : sindrom nefrotik
D. Diagnosa keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b.d Kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan permeabilitas
sekunder
2. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Anoreksia
3. kerusakan integritas kulit b.d edema
4. resiko infeksi b.d kerusakan jaringan
E. Intervensi keperawatan
Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional
Kelebihan volume Tujuan : Dalam h. Kaji masukan yangh. perlu untuk menentukan
cairan b.d waktu 3x24 jam relatif terhadap fungsi ginjal, kebutuhan
Kehilangan protein pasien tidak keluaran secara penggantian cairan dan
sekunder terhadap menunjukkan bukti- akurat. penurunan resiko
peningkatan bukti akumulasi i. Timbang berat kelebihan cairan.
permeabilitas cairan (pasien badan setiap hari i. Mengkaji retensi cairan
sekunder mendapatkan volume (ataui lebih sering j. Untuk mengkaji ascites
cairan yang tepat) jika diindikasikan). dan karena merupakan sisi
j. Kaji perubahan umum edema.
edema : ukur lingkark. Agar tidak mendapatkan
Kriteria hasil: abdomen pada lebih dari jumlah yang
· Penurunan edema, umbilicus serta dibutuhkan
ascites pantau edema sekitarl. Untuk mempertahankan
· Kadar protein darah mata. masukan yang diresepkan
meningkat k. Atur masukan m. Untuk menurunkan
· Output urine cairan dengan ekskresi proteinuria
adekuat 600 – 700 cermat. n. Untuk memberikan
ml/hari l. Pantau infus intra penghilangan sementara
· Tekanan darah dan vena dari edema.
nadi dalam batas m. Kolaborasi :
normal. Berikan
kortikosteroid sesuai
ketentuan.
n. Berikan diuretik
bila diinstruksikan.
ketidakseimbangan Tujuan : Dalam i. Catat intake dan i. Monitoring asupan
nutrisi kurang dari waktu 2x24 jam output makanan nutrisi bagi tubuh
kebutuhan tubuh kebutuhan nutrisi secara akurat j. Gangguan nuirisi dapat
b.d Anoreksia akan terpenuhi j. Kaji adanya terjadi secara perlahan.
anoreksia, Diare sebagai reaksi
Kriteria Hasil : hipoproteinemia, edema intestinalMencegah
· Napsu makan baik diare. status nutrisi menjadi
· Tidak terjadi k. Pastikan anak lebih buruk.
hipoprtoeinemia mendapat makanan k. membantu pemenuhan
· Porsi makan yang dengan diet yang nutrisi anak dan
dihidangkan cukup. meningkatkan daya tahan
dihabiskan l. Beri diet yang tubuh anak
· Edema dan ascites bergizi l. asupan natrium dapat
tidak ada. m. Batasi natrium memperberat edema usus
selama edema dan yang menyebabkan
trerapi kortikosteroid hilangnya nafsu makan
n. Beri lingkungan anak
yang menyenangkan,m. agar anak lebih mungkin
bersih, dan rileks untuk makan
pada saat makan n. untuk merangsang nafsu
o. Beri makanan makan anak
dalam porsi sedikit o. untuk mendorong agar
pada awalnya dan anak mau makan
Beri makanan p. untuk menrangsang
dengan cara yang nafsu makan anak
menarik
p. Beri makanan
spesial dan disukai
anak
Kerusakan Tujuan : g. Berikan perawatanf. memberikan
integritas kulit b.d Kulit anak tidak kulit kenyamanan pada anak
Edema menunjukkan adanyah. Hindari pakaian dan mencegah kerusakan
kerusakan integritas : ketat kulit
kemerahan atau i. Bersihkan dan g. dapat mengakibatkan
iritasiKerusakan bedaki permukaan area yang menonjol
integritas kulit tidak kulit beberapa kali tertekan
terjadi sehari h. untuk mencegah
Kriteria hasil: j. Topang organ terjadinya iritasi pada
· Menunjukkan edema, seperti kulit karena gesekan
perilaku untuk skrotum dengan alat tenun
mencegah kerusakan
k. Ubah posisi dengan
i. untuk menghilangkan
kulit. sering ; pertahankan aea tekanan
· Turgor kulit bagus kesejajaran tubuh j. karena anak dengan
· Edema tidak ada. dengan baik edema massif selalu
l. Gunakan letargis, mudah lelah dan
penghilang tekanan diam saja
atau matras atau k. untuk mencegah
tempat tidur penurun terjadinya ulkus
tekanan sesuai
kebutuhan
resiko infeksi b.d Tujuan : dalam a. Lindungi anak darii. Meminimalkan
kerusakan jaringan waktu 2x24 jam orang-orang yang masuknya organisme.
Tidak terjadi infeksi terkena infeksi Mencegah terjadinya
Kriteria hasil : melalui pembatasan infeksi nosokomial.
· Tanda-tanda pengunjung. j. Mencegah terjadinya
infeksi tidak ada b. Tempatkan anak di infeksi nosokomial.
· Tanda vital dalam ruangan non infeksi.k. Membatasi masuknya
batas normal c. Cuci tangan bakteri ke dalam tubuh.
· Ada perubahan sebelum dan sesudah Deteksi dini adanya
perilaku keluarga tindakan. infeksi dapat mencegah
dalam melakukan d. Lakukan tindakan sepsis.
perawatan invasif secara aseptikl. Untuk meminimalkan
e. Gunakan teknik pajanan pada organisme
mencuci tangan yang infektif
baik m. Untuk memutus mata
f. Jaga agar anak rantai penyebaran infeksi
tetap hangat dan n. Karena kerentanan
kering terhadap infeksi
g. Pantau suhu. pernafasan
h. Ajari orang tua o. Indikasi awal adanya
tentang tanda dan tanda infeksi
gejala infeksi p. Memberi pengetahuan
dasar tentang tanda dan
gejala infeksi
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan protein,
penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum kolesterol yang tinggi dan
lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia).
Etiologi nefrotik sindrom dibagi menjadi 3, yaitu primer (Glomerulonefritis dan nefrotik
sindrom perubahan minimal), sekunder (Diabetes Mellitus, Sistema Lupus Erimatosis, dan
Amyloidosis), dan idiopatik (tidak diketahui penyebabnya). Tanda paling umum adalah
peningkatan cairan di dalam tubuh. Tanda lainnya seperti hipertensi (jarang terjadi), oliguri
(tidak umum terjadi pada nefrotik sindrom), malaise, mual, anoreksia, irritabilitas, dan keletihan.
Sehingga masalah keperawatan yang mungkin muncul adalah kelebihan volume cairan
berhubungan, resiko tinggi infeksi, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan, resiko tinggi
kerusakan integritas kulit, resiko kehilangan volume cairan intravaskuler, gangguan perfusi
jaringan perifer, gangguan citra tubuh, intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan, dan
defisit pengetahuan.
4.2 Saran
Demikian makalah yang kami sampaikan. Kami berharap agar makalah yang kami buat ini
dapat bermanfaat bagi para dosen, teman-teman dan pembaca terutama mahasiswa keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, R.E. MD, dkk. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 3 Edisi 15. Jakarta: EGC
Dr. Nursalam, pransisca. 2009. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
perkemihan. Salemba medika. Jakarta.
Husein A Latas. 2002. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.
Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2011. Buku Satu Diagnosa Keperawatan Nanda NIC NOC,
Edisi 9. EGC. Jakarta
Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
Mansjoer, Arif, dkk, (2012), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Jilid 1, Media Aesculapius:
Jakarta