PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh virus yang disebut
HIV.sedangkan human immunodeficiency vius (HIV) merupakan virus yang menyerang
system kekebalan tubuh manusia yang kemudian mengakibatkan AIdS. HIV system
kerjanya menyerang jenis sel darah putih yang menangkal infeksi. Sel darah putih
tersebut termasuk limfosit yang disebut T4 atau sl Tpenolong (T helper)atau juga sel
CD4. HIV tergolong ke dalam kelompok retrovirus karna virus ini mempunyai
kemampuan membentuk DNA dari RNA virus, sebab mempunyai enzim transcriptase
reverse. Enzim ini dapat menggunakan RNA virus sebagai template untuk membentuk
DNA yang kemudian berintregasi dalam kromosom inang (bost) dan selanjutnya bekerja
sebagai dasar untuk proses replikasi HIV.juga dapat dikatakan mempunyai kemampuan
mengopi cetak materi genetic diri di dalam materi genetic sel-sel yang ditumpanginyadan
melalui proses HIV dapat mematikan sel-sel T4 (Depkes: 1997).
HIV mempunyai inti (nukleoid) yang berbentuk silindris dan eksentrik yang
mengandung genom RNA diploid dan enzim transcriptase reverse (RT),protease,dan
intregrase. Antigen kapsid (P24) menetupi komponen nukleoid tersebut sehingga
membentuk komponen nukleoid kapsid antigen P!& yang merupakan bagian dalam
simpul HIv. Bagian permukaan virion terdapat tonjolan yang terdiri atas molekul
glikoprotein (gp120) dengan bagian transmembran yang merupakan gp 41. Lapisan lipid
pada sampul HIV berasal dari membrane plasma sel inang (corry S.matondang: 1996)
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penulisan dalam makalah ini adalah agar mahasiswa dapat
membaca dan mempelajari tentang penyakit HIV-AIDS pada bayi & anak.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi HIV-AIDS
PATHWAYS
Masuknya virus
HIV/AIDS
1. Periode Prenatal
Timbulnya HIV pada wanita hamil diperkirakan meningkat (Minkoff, 1987). Sejarah
kesehatan, uji fisik dan tes laboratorium harus merefleksikan pengharapan ini jika wanita
dan bayinya menerima perawatan yang tepat. Para wanita yang termasuk dalam kategori
beresiko tinggi terhadap infeksi HIV mencakup:
a. Wanita dan atau pasangannya yang berasal dari wilayah geografis dimana HIV
merupakan sesuatu yang umum.
b. Wanita dan atau pasangannya yang menggunakan obat-obatan yang disuntikkan
melalui pembuluh darah.
c. Wanita yang menderita STD tetap dan kambuhan.
d. Wanita yang menerima tranfusi darah dari pengidap HIV.
e. Wanita yang yakin bahwa dirinya mungkin terjangkit HIV.
Tes HIV sebaiknya ditawarkan kepada wanita beresiko tinggi pada awal mereka
memasuki perawatan prenatal. Namun, soronegativitas pada uji prenatal pertama bukan
jaminan untuk titer negative yang berlangsung. Misalnya, seorang wanita berusia 24
tahun yang mendapatkan perawatan prenatal selama 8 minggu mempunyai hasil tes
western blot yang negative. Namun, setelah terinfeksi HIV, serum antibody
membutuhkan waktu sampai 12 minggu untuk berkembang. Tes western blot harus
diulangi dalam 1 atau 2 bulan dan pada trimester ketiga. Tes prenatal rutin dapat
membantu mengidentifikasi wanita yang terinfeksi HIV.
Tes ini juga dapat mengungkap Gonhorhea, Siphilis, Herpes yang tetap dan menjadi lebih
lama, C.Trakomatis, Hepatic B, Micobacterium tuberculosis, Candidiasis (oropharingeal
atau infeksi Vagian Chronic), Cytomegalo Virus (CMV), dan Toxophlasmosis. Sekitar
separuh penderita AIDS mengalami peningkatan titer CMV. Karena masuknya penyakit
CMV memiliki bahaya yang serius terhadap janin, para wanita hamil dianjurkan dengan
yang terinfeksi HIV. Sejarah vaksinasi dan kekebalan telah didokumentasikan. Titer
untuk cacar dan rubella ditentukan dan tes kulit tuberkulosa (Derivasi protein yang
dimurnikan/puriviet protein derivatif (PPD)) telah dilakukan vaksinasi sebelumnya
2. Periode Intrapartum
Perawatan wanita yang sakit saat melahirkan tidak diubah secara substansial untuk
infeksi tanpa gejala dengan HIV (Minkoff,1987). Cara kelahiran didasarkan hanya pada
pertimbangan obstetric karena virus melalui plasenta pada awal kehamilan. Fokus utama
pencegahn penyebaran HIV nosocomial dan perlindungan terhadap pelaku perawatan.
Resiko penularan HIV dianggap rendah selama kelahiran vaginal.. EPM (Elektrinic Fetal
Monitoring) eksternal dilakukan jika EPM diperlukan. Terdapat kemungkinan inokulasi
virus ke dalam neonatus jika dilakukan pengambilan sempel darah pada bayi dilakukan
atau jika elektroda jangat kepala bayi diterapkan. Disamping itu, seseorang yang
melakukan prosedur ini berada pada resiko tertular virus HIV.
3. Periode Postpartum.
Hanya sedikit yang diketahui tentang tindakan klinis selama periode postpartum yang
dapat dilakukan pada wanita yang terinfeksi HIV. Walaupun periode postpartum
pertengahan tercatat signifikan (update, 1987), tindak lanjut yang lebih lama telah
E. Manifestasi klinik
a. Umum
Manifestasi klinis pada AIDS pada gangguan reproduksi antara lain:
1. Gatal, gejala utama infeksi pada vulva dan vagina, tingkatan rasa gatal sebagai tanda
intensitas radang, gatal hebat pada infeksi.
2. Disuria, sakit pada waktu buang air kecil dapat terjadi karena iritasi local pada
meatus urinarius
3. Nyeri, merupakan gejala utama dari PID ( Pelvic Inflammatory Disease ). Kronik
PID nyeri tumpul pada lokasi punggung bawah sejajar dengan abdomen bagian bawah.
4. Pengeluaran cairan vagina, merupakan tanda utama pada peradangan organ
reproduksi wanita. Karakteristik dan jumlah pengeluaran cairan melalui vagina
tergantung pada jenis peradangnnya.
b. Anak
Manifestasi klinis infeksi HIV pada anak bervariasi dari asimtomatis sampai penyakit
berat yang dinamakan AIDS. AIDS pada anak terutama terjadi pada umur muda karena
sebagian besar (>80%) AIDS pada anak akibat transmisi vertikal dari ibu ke anak. Lima
puluh persen kasus AIDS anak berumur < l tahun dan 82% berumur <3 tahun. Meskipun
10 | S T I K E S I C M E J O M B A N G
demikian ada juga bayi yang terinfeksi HIV secara vertikal belum memperlihatkan gejala
AIDS pada umur 10 tahun.
Gejala klinis yang terlihat adalah akibat adanya infeksi oleh mikroorganisme yang ada di
lingkungan anak. Oleh karena itu, manifestasinya pun berupa manifestasi nonspesifik
berupa :
a. Gagal tumbuh
b. BB menurun
c. Anemia
d. Panas berulang
e. Limfadenopati
f. hepatosplenomegaly.
g. Pneumonia interstisialis limfosik, yaitu kelainan yang mungkin langsung
disebabkan oleh HIV pada jaringan paru. Manifestasi klinisnya berupa : hipoksia, sesak
napas, jari tabuh, limfadenopati, dan secara radiologis adanya infiltrar retikulonodular
difus bilateral.
Gejala yang menjurus kemungkinan adanya infeksi HIV adalah adanya infeksi
oportunistik, yaitu infeksi dengan kuman, parasit, jamur, atau protozoa yang lazimnya
tidak memberikan penyakit pada anak normal. Karena adanya penurunan fungsi imun,
terutama imunitas selular, maka anak akan menjadi sakit bila terpajan pada organisme
tersebut, yang biasanya lebih lama, lebih berat serta sering berulang. Penyakit tersebut
antara lain kandidiasis mulut yang dapat menyebar ke esofagus, radang paru karena
Pneumocystis carinii, radang paru karena mikobakterium atipik, atau toksoplasmosis
otak. Bila anak terserang Mycobacterium tuberculosis, penyakitnya akan berjalan berat
dengan kelainan luas pada paru dan otak. Anak sering juga menderita diare berulang.
Manifestasi klinis yang lebih tragis adalah yang dinamakan ensefalopati kronik yang
mengakibatkan hambatan perkembangan atau kemunduran ketrampilan motorik dan daya
intelektual, sehingga terjadi retardasi mental dan motorik. Ensefalopati dapat merupakan
manifestasi primer infeksi HIV. Otak menjadi atrofi dengan pelebaran ventrikel dan
kadangkala terdapat kalsifikasi. Antigen HIV dapat ditemukan pada jaringan susunan
saraf pusat atau cairan serebrospinal.
11 | S T I K E S I C M E J O M B A N G
c. Komplikasi
a) Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis
Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan
berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai oleh bercak-bercak putih
seperti krim dalam rongga mulut. Jika tidak diobati, kandidiasis oral akan berlanjut
mengeni esophagus dan lambung. Tanda dan gejala yang menyertai mencakup keluhan
menelan yang sulit dan rasa sakit di balik sternum (nyeri retrosternal).
b) Neurologik
ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS (ADC; AIDS
dementia complex). Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala,
kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan psikomotorik, apatis dan ataksia.
stadium lanjut mencakup gangguan kognitif global, kelambatan dalam respon verbal,
gangguan efektif seperti pandangan yang kosong, hiperefleksi paraparesis spastic,
psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan kematian.
Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala, malaise, kaku
kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-kejang. diagnosis ditegakkan
dengan analisis cairan serebospinal.
c) Gastrointestinal
Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang diperbarui untuk
penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10% dari BB awal,
diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan demam yang
kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat menjelaskan gejala ini.
Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma
Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan
dehidrasi.
Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik.
Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai
akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-gatal dan diare.
12 | S T I K E S I C M E J O M B A N G
d) Respirasi
Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea), batuk-batuk,
nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi infeksi oportunis,
seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI), cytomegalovirus,
virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides.
e) Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis,
reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar,
infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan herpes simpleks
akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak integritas kulit.
moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus yang ditandai oleh pembentukan plak
yang disertai deformitas. dermatitis sosoreika akan disertai ruam yang difus, bersisik
dengan indurasi yang mengenai kulit kepala serta wajah.penderita AIDS juga dapat
memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering dan
mengelupas atau dengan dermatitis atopik seperti ekzema dan psoriasis.
f) Sensorik
Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata : retinitis
sitomegalovirus berefek kebutaan
Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek
nyeri yang berhubungan dengan mielopati, meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-reaksi
obat.
d. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium menurut Mansjoer (2000), dapat dilakukan dengan dua
cara:
a. Cara langsung yaitu isolasi virus dari sampel. Umumnya dengan menggunakan
microskop elektron dan deteksi antigen virus. Salah satu cara deteksi antigen virus
adalah dengan polymase chain reaction (PCR). Penggunaan PCR antara lain
untuk ;
-Tes HIV pada bayi karena zat anti dari ibu masih ada pada bayi sehingga
menghambat pemeriksaan serologis.
13 | S T I K E S I C M E J O M B A N G
- Menetapkan status infeksi pada individu seronegatif
-Tes pada kelompok rasio tinggi sebelum terjadi sero konversi
-Tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab sensitivitas ELISA untuk rendah.
b. Cara tidak langsung yaitu dengan melihat respon zat anti spesifik tes, misalnya :
- ELISA, sensitivitas tinggi (98,1-100%), biasanya memberikan hasil positif 2-3
buah sesudah infeksi. Hasil positif harus di konfirmasi dengan pemeriksaan
Western Blot.
-Western Blot, spsifitas tinggi (99,6-100%). Namun, pemeriksaan ini cukup sulit,
mahal dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam. Mutlak diperlukan untuk
konfirmasi hasil pemeriksaan ELISA positif.
-Imonofivoresceni assay (IFA)
-Radio Imuno praecipitation assay (RIPA)
4. CD4 cellcount
Tes yang paling banyak digunakan untuk memonitor perkembangan penyakit dan
terapi yang akan dilakukan.
5. Blood Culture
14 | S T I K E S I C M E J O M B A N G
Untuk memonitor perkembangan penyakit dan aktivitas medikasi antivirus.
7. Tes lain yang biasa dilakukan sesuai dengan manifestasi klinik baik yang general atau
spesifik yakni :
a. Tuberkulin skin testing : Mendeteksi kemungkinan adanya infeksi TBC.
b. Magnetik resonance imaging (MRI) Mendeteksi adanya lymphoma pada otak
c. Spesifik culture dan serology examination (uji kultur spesifik dan scrologi)
d. Pap smear setiap 6 bulan Mendeteksi dini adanya kanker rahim. Mendiagnosisi
infeksi HIV pada bayi dari ibu yang terinfeksi HIV tidak mudah. Dengan
menggunakan gabungan dari tes-tes di atas, diagnosis dapat ditetapkan pada
kebanyakan anak yang terinfeksi sebelum berusia 6 bulan.
Temuan laboratorium ini umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak yang terinfeksi
HIV:
a. Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolute
b. Penurunan persentase CD4
c. Penurunan rasio CD4 terhadap CD3
d. Limfopenia
e. Anemia, trombositopenia
f. Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM)
g. Penurunan respons terhadap tes kulit (Candida albicans, tetanus)
e. Penatalaksanaan
1. Perawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang terinfeksi HIV antara lain:
a) Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan
mencegah kemungkinan terjadi infeksi
b) Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang
ada.
c) Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan
dideosinukleotid, yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim
RT dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi
DNA HIV
d) Mengatasi dampak psikososial
15 | S T I K E S I C M E J O M B A N G
e) Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit,
dan prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis
f) Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu
memperhatikan perlindungan universal (universal precaution)
2. Pengobatan
a) Pengobatan medikamentosa mencakupi pemberian obat-obat profilaksis infeksi
oportunistik yang tingkat morbiditas dan mortalitasnya tinggi. Riset yang luas telah
dilakukan dan menunjukkan kesimpulan rekomendasi pemberian kotrimoksasol pada
penderita HIV yang berusia kurang dari 12 bulan dan siapapun yang memiliki kadar CD4
< 15% hingga dipastikan bahaya infeksi pneumonia akibat parasit Pneumocystis jiroveci
dihindari. Pemberian Isoniazid (INH) sebagai profilaksis penyakit TBC pada penderita
HIV masih diperdebatkan. Kalangan yang setuju berpendapat langkah ini bermanfaat
untuk menghindari penyakit TBC yang berat, dan harus dibuktikan dengan metode
diagnosis yang handal. Kalangan yang menolak menganggap bahwa di negara endemis
TBC, kemungkinan infeksi TBC natural sudah terjadi. Langkah diagnosis perlu dilakukan
untuk menetapkan kasus mana yang memerlukan pengobatan dan yang tidak.
b) Obat profilaksis lain adalah preparat nistatin untuk antikandida, pirimetamin untuk
toksoplasma, preparat sulfa untuk malaria, dan obat lain yang diberikan sesuai kondisi
klinis yang ditemukan pada penderita.
c) Pengobatan penting adalah pemberian antiretrovirus atau ARV. Riset
mengenai obat ARV terjadi sangat pesat, meskipun belum ada yang mampu
mengeradikasi virus dalam bentuk DNA proviral pada stadium dorman di sel
CD4 memori. Pengobatan infeksi HIV dan AIDS sekarang menggunakan
paling tidak 3 kelas anti virus, dengan sasaran molekul virus dimana tidak
ada homolog manusia. Obat pertama ditemukan pada tahun 1990, yaitu
Azidothymidine (AZT) suatu analog nukleosid deoksitimidin yang bekerja
pada tahap penghambatan kerja enzim transkriptase riversi. Bila obat ini
digunakan sendiri, secara bermakna dapat mengurangi kadar RNA HIV
plasma selama beberapa bulan atau tahun. Biasanya progresivitas penyakti
16 | S T I K E S I C M E J O M B A N G
HIV tidak dipengaruhi oleh pemakaian AZT, karena pada jangka panjang
virus HIV berevolusi membentuk mutan yang resisten terhadap obat.
d. Cara Minum Obta ARV :
1. Minum 2 kali sehari artinya dosis pertama harus diminum pada pagi hari dan
dosis ke 2 untuk digunakan sekitar 12 jam kemudian.
2. Minum 3 kali sehari berarti ketiga dosis harus diminum dengan jarak per 8
jam.
3. Minum setelah makan atau minum dengan makanan berarti harus makan
sesuatu sebelum minum obat HIV anda. Jika anda tidak ingin makan seporsi
penuh, makanlah camilan besar, seperti roti kapis selai kacang dan biscuit
dengan susu.
4. Minum dengan perut kosong, berarti anda harus minum obat tersebut
setidaknya 1 jam sebelum atau 2 jam setelah anda makan camilan atau
makanan berat
f. Diet pada penderita HIV
1. Buah-buahan dan sayuran
2. Lemak
3. Makanan bertepung
4. Produksi Susu
5. Makanan tinggi lemak dan asin
f. Pencegahan
Penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui :
a) Saat hamil : Penggunaan antiretroviral selama kehamilan yang bertujuan agar vital
load rendah sehingga jumlah virus yang ada di dalam darah dan cairan tubuh kurang
efektif untuk menularkan HIV.
b) Saat melahirkan : Penggunaan antiretroviral(Nevirapine) saat persalinan dan bayi
baru dilahirkan dan persalinan sebaiknya dilakukan dengan metode sectio caesar karena
terbukti mengurangi resiko penularan sebanyak 80%.
c) Setelah lahir : Informasi yang lengkap kepada ibu tentang resiko dan manfaat ASI
17 | S T I K E S I C M E J O M B A N G
A. Pengkajian
1. Data Subjektif, mencakup:
a. Pengetahuan klien tentang AIDS
b. Data nutrisi, seperti masalah cara makan, BB turun
c. Dispneu (serangan)
d. Ketidaknyamanan (lokasi, karakteristik, lamanya)
2. Data Objektif, meliputi :
a. Kulit, lesi, integritas terganggu
b. Bunyi nafas
c. Kondisi mulut dan genetalia
d. BAB (frekuensi dan karakternya)
e. Gejala cemas
3. Pemeriksaan Fisik, meliputi :
a. Pengukuran TTV
b. Pengkajian Kardiovaskuler
c. Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat. Gagal
jantung kongestif sekunder akibat kardiomiopati karena HIV.
d. Pengkajian Respiratori
e. Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak napas, takipnea, hipoksia,
nyeri dada, napas pendek waktu istirahat, gagal napas.
f. Pengkajian Neurologik
g. Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku, nyeri
otot, kejang-kejang, enselofati, gangguan psikomotor, penurunan
kesadaran, delirium, meningitis, keterlambatan perkembangan.
h. Pengkajian Gastrointestinal
i. Berat badan menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan,
bercak putih kekuningan pada mukosa mulut, faringitis, candidisiasis
esophagus, candidisiasis mulut, selaput lender kering, pembesaran hati,
mual, muntah, colitis akibat diare kronis, pembesaran limfa.
j. Pengkajian Renal
k. Pengkajian Muskuloskeletal
18 | S T I K E S I C M E J O M B A N G
l. Nyeri otot, nyeri persendian, letih, gangguan gerak (ataksia)
m. Pengkajian Hematologik
n. Pengkajian Endokrin
4. Kaji status nutrisi
5. Kaji adanya infeksi oportunistik
6. Kaji adanya pengetahuan tentang pebularan
Uji Laboratorium dan Diagnostik
a. ELISA : Enzyme-linked immunosorbent assay (uji awal yang umum)
untuk mendeteksi antibody terhadap antigen HIV(umumnya dipakai
untuk skrining HIV pada individu yang berusia lebih dari 2 tahun).
b. Western blot (uji konfirmasi yang umum) untuk mendeteksi adanya
antibodi terhadap beberapa protein spesifik HIV.
c. Kultur HIV untuk memastikan diagnosis pada bayi.
d. Reaksi rantai polimerase (Polymerase chain reaction)/PCR untuk
mendeteksi asam deoksiribonukleat (DNA) HIV (uji langsung ini
bermanfaat untuk mendiagnosis HIV pada bayi dan anak).
e. Uji antigen HIV untuk mendeteksi antigen HIV.
f. HIV, IgA, IgM untuk mendeteksi antibodi HIV yang diproduksi bayi
(secara eksperimental dipakai untuk mendiagnosis HIV pada bayi).
Temuan laboratorium yang terdapat pada bayi dan anak yang terinfeksi
HIV :
a. Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut
b. Penurunan persentase CD4
c. Penurunan rasio CD4 terhadap CD8
d. Limfopenia
e. Anemia, trombositopenia
f. Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM)
g. Penurunan respons terhadap tes kulit (Candida albicans, tetanus)
h. Respons buruk terhadap vaksin yang didapat (difteria, tetanus, morbili,
haemophilus influenzae tipe B).
19 | S T I K E S I C M E J O M B A N G
B. Diagnosa keperawatan
1. Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (diare)
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dispneu
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual, muntah
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan frekuensi buang air besar sering
(diare)
C. Intervensi
1. Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (diare)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan terjadi
keseimbangan cairan
20 | S T I K E S I C M E J O M B A N G
-Pertahankan intake dan output
-Monitor status hidrasi
-Monitor vital sign
-Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
NIC :
Oxygen terapy
-Bersihkan mulut, hidung, dan secret trakea
-Pertahankan jalan nafas yang paten
-Atur peralatan oxygenase
-Monitor aliran oxygennjukan
-Petahankan posisi pasien
21 | S T I K E S I C M E J O M B A N G
-Monitor TD, nadi, suhu dan dan RR
-Monitor frekuensi dan irama pernafasan
-Monitor suhu warna dan kelembaban kulit
NIC :
Nutrition Management
-Kaji adanya alergi makanan
-Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake seperti Fe, vitamin, dan protein
-Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Nutrition Monitoring
-Monitor adanya penurunan berat badan
-Monitor interaksi anak / orang tua selama makan
-Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
-Monitor turgor kulit
22 | S T I K E S I C M E J O M B A N G
-Monitor mual dan muntah
-Monitor pertumbuhan dan perkembangan
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan frekuensi buang air besar sering
(diare)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kulit anak tetap
bersih, utuh dan bebas iritasi
23 | S T I K E S I C M E J O M B A N G
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
HIV ( Human Immunodefciency Virus ) adalah virus penyebab AIDS. HIV
terdapat didalam cairan tubuh seseorang yang telah terinfeksi di dalam darah, air mania
tau cairan vagina (Gunung, 20002). Sebelum HIV berubah menjadi AIDS tidak ada
perbedaan antara orang yang menderita HIV dengan orang normal. Penderita akan
terlihat sehat-sehat saja pada kurun waktu kira-kira 5-10 tahun. Walaupun tampak sehat,
mereka dapat menularkan HIV pada orang lain melalui hubungan seks yang tidak aman,
tranfusi darah atau pemakaian jarum suntik secara bergantian (IDU/ Injection Drug User).
AIDS ( Acquired Immune Deficiency Syndrome ) adalah kumpulan berbagai
gejala menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Orang yang mengidap
AIDS amat mudah tertular oleh berbagai macam penyaikit, karena system kekebalan
didalam tubuhnya telah menurun (Sabrawi, 1996). Sampai sekarang belum ada obat yang
dapat menyembuhkan AIDS, agar kita dapat terhindar dari HIV / AIDS, maka kita harus
tahu bagaimana cara penularan dan pencegahannya.AIDS merupakan penyakit yang
berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler yang disebabkan oleh retrovirus
(HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana kebanyakan pasien memerlukan
perawatan medis dan keperawatan canggih selama perjalanan penyakit. (Carolyn,
M.H.1996:601)
3.2 Saran
Dalam menangani penyakit pada sistem imunitas diharapkan perawat dan tenaga medis
lainnya mampu memberikan asuhan sesuai prosedur yang ditetapkan agar diperoleh hasil yang
maksimal.Dan bagi calon tenaga kesehatan diharapkan mampu menambah pengetahuannya
tentang sistem imunitas.
24 | S T I K E S I C M E J O M B A N G
DAFTAR PUSTAKA
25 | S T I K E S I C M E J O M B A N G