Kelompok 6
Segala puji hanya milik Allah تعلى. Segala pujian, permohonan pertolongan,
petunjuk dan pengamampunan hanyalah tertuju pada-Nya. Barangsiapa yang diberi
petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya. Barangsiapa yang
disesatkan Allah, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi tiada
Ilah yang berhak disembah selain Allah تعلىsemata yang tiada sekutu bagi-Nya, dan aku
bersaksi Muhammad ﷺadalah hamba dan utusan-Nya.
Alhamdulillah, atas kuasa dan izin Allah تعلى, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “ilmu pengetahuan berasal dari fakta observasi dan
ketergantungan observasi pada teori” untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah
Filsafat Ilmu dan Metode Ilmiah.
Segala bantuan, dukungan, dan bimbingan yang telah diberikan tidak dapat dibalas
semunya oleh penulis. Hanya-lah do’a yang dapat dipanjatkan kepada Sang Rabbi,
semoga segala kebaikkan tersebut dibalas oleh Allah تعلىdengan balasan yang terbaik.
Akhirnya, penulis memohon kepada Allah تعلىsemoga makalah ini tidak merusak
ketauhidan yang hanya pantasan ditunjukkan kepada-Nya semata. Semoga Allah تعلى
memaafkan kita semua dan membimbing kita semua ke dalam manhaj yang benar yang
dapat mengantarkan ke jannah Firdaus-Nya., أمين.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 2
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 3
1.3 Tujuan ....................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Ilmu Penetahuan ....................................................................... 4
2.2 Fungsi dan Tujuan Ilmu Pengetahuan ...................................... 5
2.3 Induktifisme .............................................................................. 6
2.4 Problema Induksi ...................................................................... 7
2.5 Ketergantungan observasi pada teori........................................... 8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ............................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Filsafat ilmu sangat penting peranannya terhadap penalaran manusia
untuk membangun ilmu, sebab, filsafat ilmu akan menyelidiki, menggali,dan
menelusuri, sedalam, sejauh dan seluas mungkinsemua tentang hakikat ilmu.
Dalam hal ini kita bisa mendapatkan gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan
akar dari semua ilmu dan pengetahuan.
Salah satu bagian filsafat yang membahas pengetahuan ialah
epistemology. Epis itu membicarakan pengertian dari pangkal sampai
ujung.Melalui epistemology akan menyadarkan kita tentang berbagai hal yang
menyangkut masalah sendi pengetahuan, wilayah bahasan, proses, bobot,
sehingga memperoleh pengetahuan yang sejati.Istilah epistemology sendiri
berasaldari bahasa Yunani episteme yang berarti perkataan, pikiran,dan ilmu, kata
episteme dalam bahasa Yunani berasal dari kata kerja epistamai artinya
mendudukkan, menenmpatkan atau meletakkan. Maka harfiah episteme berarti
pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk menempatkan sesuatu dalam
kedudukan setepatnya .
Secara epistemology, kebenaran adalah kesesuaian antara apa yang
diklaim sebagai yang diketahui dengan kenyataanyang sebenarnya menjadi objek
pengetahuan yang dapat diperoleh dengan mempergunakan dua jenis metode
penalaran yaitu, secara deduktif dan induktif.
Induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan
hasil observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum. Sedangkan
deduksi ialah suatu metode yan menyimpulkan bahwa data-data empirik diolah
lebih lanjut dalam suatu system pernyataan yang runtut (Tim dosen filsafat ilmu,
hal 109).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini sebagai berikut.
1.Bagaimanakah ilmu pengetahuan berasal dari fakta dan observasi?
2. Bagaiamanakah Ketergantungan observasi pada teori?
1.3 Tujuan
PEMBAHASAN
2.3 Induktifisme
Induktifisme naif berpendapat bahwa pengetahuan ilmiah bertolak dari observasi,
dan observasi memberikan dasar yang kokoh untuk membangun pengetahuan
ilmiah diatasnya. Sedangkan pengetahuan ilmiah disimpulkan dari keterangan-
keterangan observasi yang diperoleh melalui induksi. Demikian pula cara kita
mengenal hukum-hukum alam pada kegiatan sehari-hari yaitu dengan cara induksi.
Contoh: Seng dipanaskan memuai, tembaga dipanaskan memuai, perak dipanaskan
memuai, besi dipanaskan memuai, timah dipanaskan memuai. Kesimpulan:
sejumlah logam dipanaskan memuai. Perhatikan cara mengambil kesimpulan ini,
fakta-fakta khusus melahirkan sebuah kesimpulan umum. Ini adalah penarikan
kesimpulan secara induktif. Apakah dapat dipastikan bahwa setiap besi yang
dipanaskan akan memuai, hal ini sesuai dengan sifat induksi yang spekulatif.
Pemikiran empiris lahir sebagai suatu sangahan terhadap aliran filsafat
rasionalisme yang mengutamakan akal sebagai sumber pengetahuan. Untuk lebih
memahami filsafat empirisme kita perlu terlebih dahulu melihat dua cirri
pendekatan empirisme, yaitu pendekatan makna dan pendekatan pengetahuan.
Pendekatan makna menekankan pada pengalaman, sedangkan pendekatan
pengetahuan menekankan pada kebenaran yang diperoleh melalui pengamatan
(observasi). Para tokoh filsafat mengembangkan pemikiran empiris karena mereka
tidak puas dengan cara mendapatkan pengetahuan sebagaimana yang dipercayai
oleh aliran rasionalisme . Orang-orang rasionalisme dalam mencari kebenaran
sangat menjunjung tinggi penalaran atau yang disebut dengan cara berfikir
deduktif, yaitu pembuktian dengan menggunakan logika.Sebaliknya bagi John
locke, berfikir deduksi relatif lebih rendah kedudukannya apabila dibandingkan
dengan pengalaman indera dalam pengembangan pengetahuan. Locke sangat
menentang pendapat mazhab yangmenyatakan bahwa pengetahuan seseorang
sudah dibawa sejak lahir. Menurut Locke fikiran manusia ketika lahir hanyalah
berupa suatu lembaran bersih yang padanya pengetahuan dapat ditulis melalui
pengalaman-pengalaman inderawi. Lebih lanjut ia berkata ba pada awal abad
kehwa fenomena-fenomena dari fikiran kita yang disebut ide berasal dari
pengamatan atau refleksi, inilah tesis dasar dari empirisme. Dengan tesis inilah
Locke mempergunakannya sebagai titik tolak dalam ia menjelaskan perkembangan
fikiran manusia. Francis bacon pada awal abad ke-17, beranggapan bahwa untuk
mendapatkan kebenaran maka akal budi bertitik pangkal pada pengamatan
inderawi yang khusus, lalu berkembang kepada kesimpulan umum. Pemikiran
Bacon yang demikian ini melahirkan metode berfikir induksi. Dalam induksi tidak
ada kesimpulan yang memiliki nilai kebenaran yang pasti, yang ada hanya
kesimpulan dengan probabilitas benar atau peluang kebenaran (Surajiyo, 2007).
Menurut Chalmer (1983), kondisi yang harus dipenuhi dengan generalisasi atau
kesimpulan dianggap benar dan sah oleh induktivis disebutkan sebagai berikut.
Makin besar jumlah observasi yang membentuk dasar induksi, makin besar variasi
kondisi dimana observasi dilakukan, dan keterangan observasi yang sudah diterima
tidak boleh bertentangan dengan hukum universal yang menjadi simpulannya.
Namun kebenaran ilmu akan mundur menuju kearah probabilitas (Chalmer : 83).
Kebenaran yang bertumpu pada pola induksi adalah selalu dalam kemungkinan,
dengan kata lain produk ilmu bersifat tentative, ia benar sejauh belum ada data
yang menunjukkan pengingkaran pada teori.
2.4 .Problema Induksi
Keterbatasan induktivisme dalam perannya menyumbangkan pengetahuan
melalui metode ilmiah dianalisis dari kritik-kritik yang diberikan terhadapnya.
Kritik terhadap empirisme yang diungkapkan oleh honer dan hunt (1968) dalam
Suriasumantri (1994) terdiri atas tiga bagian, yaitu : a. Pengalaman yang
merupakan dasar utama induktivisme seringkali tidak berhubungan langsung
dengan kenyataan objektif. Pengalaman ternyata bukan semata-mata sebagai
tangkapan pancaindera saja, sebab seringkali pengalaman itu muncul yang disertai
dengan penilaian. Dengan kajian yang mmendalam dan kritis diperoleh bahwa
konsep pengalaman merupakan pengertian yang tidak tegas untuk dijadikan
sebagai dasar dalam membangun suatu teori pengetahuan yang sistematis.
Disamping itu pula tidak jarang ditemukan bahwa hubungan berbagai fakta tidak
seperti apa yang diduga sebelumnya. b. Dalam mendapatkan fakta dan pengalaman
pada alamnyata manusia sangat bergantung pada persepsi pancaindera. Pegangan
induktivisme yang demikian menimbulkan bentuk kelemahan lain. Pancaindera
manusia memiliki keterbatasan sehingga dengan keterbatasan pancaindera,
persepsi suatu objek yang ditangkap dapat saja keliru dan menyesatkan. c. Didalam
induktivisme pada prinsipnya pengetahuan yang diperoleh bersifat tidak pasti.
Prinsip ini sekalipun merupakan kelemahan, tapi sengaja dikembangkan dalam
induktivisme dan empirisme untuk memberikan sifat kritis ketika membangun
sebuah pengetahuan ilmiah. Semua fakta yang diperlukan untuk menjawab keragu-
raguan harus diuji terlebih dahulu.
Dalam Chalmer (1983) dinyatakan bahwa argumen-argumen yang valid
secara logis, bisa terjadi penyimpulan argumen yang salah, walaupun premisnya
benar. Misalnya dilakukan observasi terhadap sejumlah besar burung gagak pada
variasi kondisi yang luas dan telah menyaksikan mereka semua hitam, dan
berdasarkan fakta ini dapat disimpulkan “semua gagak adalah hitam”. Ini adalah
satu penyimpulan induksi valid dan sempurna. Tetapi tidak ada jaminan logis
bahwa gagak yang diobservasi tidak ada yang colat atau merah jambu. Kalau hal
ini terbukti maka kesimpulan semua gagak hitam adalah salah. Penalaran induktif
yang digunakan pada empirisme dan induktivisme bukan merupakan prediksi yang
benar-benar akurat. Induktif bisa dihasilkan karena pengulangan-pengulangan
secara terus menerus. Tetapi berapapun banyaknnya observasi atau pengamatan
yang dilakukan , tetap saja generalisasi yang didapat sukar di buktikan atau salah.
Meskipun metode penalaran induktif bisa saja menghasilkan kesimpulan yang
salah, namun setidaknya kesimpulan yang diperoleh itu beralasan. Sehingga kita
tidak dapat mengatakan induksi sebagai suatu kesalahan karenauntuk melakukan
perkiraan atau asumsi dengan induksi adalah valid. Memang benar kita tidak dapat
memastikan bahwa suatu teori/ hipotesa suatu induksi itu benar, namun kita tidak
dapat memastikan teori/hipotesa itu salah. Selama masih belum ditemukan
kesalahan sebuah teori/hipotesa, maka teori/hipotessa itu akan selalu dianggap
benar. Dengan demikian induksi memungkinkan berkembangnya konsep dasar
suatu ilmu.
Chalmer, A.F. 1983. Apa Itu yang Dinamakan Ilmu?. Jakarta: Hasta Mitra
Suria Sumantri, JUjun. Filsafat Ilmu sebuah pengantar popular. Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta 1990
Wibisono Koento dkk.1994. Dasar-dasar Filsafat. Universitas terbuka
17
17