Anda di halaman 1dari 42

PROPOSAL

TANAMAN LIDAH MERTUA UNTUK PENURUNAN


KADAR NOx DI DALAM RUANGAN

Rangga Dian Ramadhan Astaputra

NIM. P27833316046

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KESEHATAN LINGKUNGAN

TAHUN 2019
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pencemaran udara merupakan masalah yang memerlukan perhatian
khusus, khususnya untuk daerah-daerah kota besar. Menurut Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup, pencemaran udara adalah masuk atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke udara oleh
kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya. Kualitas udara yang tidak
tercemar dapat menunjang kehidupan manusia secara normal untuk melakukan
aktivitas sehari-hari. Jika pada kualitas udara sudah tercemar maka dapat
menimbulkan dampak terhadap kesehatan manusia, ekosistem maupun iklim.
Pada umumnya gangguan kesehatan akibat dari pecemaran udara masuk secara
inihalasi dan kontak langsung yaitu terjadi pada saluran pernapasan dan organ
penglihatan.
Faktor yang menyebabkan pencemaran udara di wilayah perkotaan
berasal dari asap kendaraan bermotor, asap pabrik ataupun partikel-partikel yang
lain. Pertumbuhan penduduk yang pesat di wilayah perkotaan dan perpindahan
penduduk daerah ke kota-kota besar berdampak terhadap pencemaran udara.
Pertumbuhan penduduk ini akan berdampak pada meningkatnya kendaraan
bermotor untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Emisi gas buang yang di
hasilkan dari pembakaran bahan bakar yang tidak sempurna atau dari gas buang
kendaraan bermotor ataupun aktifitas lain dapat menyebakan penurunan kualitas
udara. Pertumbuhan ekonomi yang terus berlangsung di wilayah perkotaan akan
terus berbanding lurus dengan pencemaran udara yang ada. Hal ini memberikan
kontribusi besar dalam menurunkan kualitas udara yang dapat mengganggu
kenyamanan, kesehatan dan bahkan keseimbangan iklim global.
Menurut Dani Syahputra, (2017) menyatakan bahwa terjadi peningkatan
kendaraan bermotor dari tahun 2016 ke tahun 2017. Pada tahun 2016 jumlah
kedaraan di kota Surabaya sebesar 17.078. 429 meningkat pada tahun 2017
sebesar 18.324.366. Jumlah tersebut tediri dari mobil penumpang 1.573.205,
mobil bus 29.454, mobil barang 644.421, sepeda motor 16.075.386 dan
kendaraan khusus 2.000. Kota Surabaya merupakan penyumbang paling banyak
dari seluruh kota di Jawa Timur. Selain itu perkembangan industry di kota
Surabaya semakin meningkat juga sangat mempengaruhi pencemaran udara yang
terjadi di Kota Surabaya. Emisi gas buang yang di hasilkan kendaraan bermotor
diantaranya CO, NO, HC, CO2, SO2, PM10. Mekasnisme pembutkan gas NOx
terjadi karena panas yang tinggi pada ruang bakar akibat proses pembakaran
sehingga kandungan nitrogen pada udara berubah menjadi Nox. (Syahputra,
2017).
Hadirnya pencemaran udara seperti NOx, SO2, CO, HC, NO yang
dihasilkan dari aktivitas manusia yang menggunakan kendaaraan bermotor akan
berpengaruh terhadap lingkungan, baik untuk kesehatan manusia, hewan, dan
tumbuhan. Akibat yang timbul pada tubuh manusia karena paparan bahan
pencemar udara di pengaruhi oleh beberapa factor seperti jenis bahan pencemar,
toksisitasnya, dan ukuran partikelnya. Bahan oksidan seperti ozon dan PAN
(Peroxya-cetylnitrate) dapat mengiritasi mukosa saluran pernafasan kronik yang
non spesifik (CNSRD = “Chronic non specific respiratory diseas”), seperti asma
dan bronchitis. Bahan pencemar lain seperti nitrogen oksidan (NOx) juga dapat
mengakibatkan penurunan gangguan pernapasan, jika terpapar dalam jangka
waktu yang lama. (CONSTANTYA, 2017)

Salah satu upaya yang harus dilakukan untuk menangani pencemaran


udara yaitu dengan menggunakan tanaman yang dapat menyerap pencemaran
udara akibat pembakaran emisi kendaraan bermotor. Menurut sebuah penelitian
yang dilakukan Badan Penerbangan Antariksa Amerika Serikat(NASA), lidah
mertua merupakan salah satu tanaman mampu menyerap 107 gas beracun,
misalnya karbon monoksida yang terkandung dalam asap rokok. Selain sebagai
penyerap racun dalam asap rokok, lidah mertua mampu menyerap beragam unsur
polutan berbahaya di udara seperti timbal, kholoform, benzene, xylene, dan
trichloroethylene. Tanaman lidah mertua mengandung bahan aktif Pregnane
Glikosid yang dapat mereduksi polutan. Menurut Purwanto & Arie (2006) pada
bukunya mengemukakan riset yang dilakukan Wolverton Environmental Service
yang menyebutkan bahwa sehelai daun Sansevieria mampu menyerap
formaldehid sebanyak 0,938 μg per jam. (ABDURARAHMAN, 2019)

Berdasarkan hasil pengamatan dilakuakan, Kota Surabaya merupakan


kota yang dipenuhi oleh kendaraan bermotor dan kegiatan industri yang semakin
hari semakin berkembang. Polutan NOx menjadi perhatian khusus sebagai salah
satu polutan yang dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna. Adanya ruang
terbuka hijau dan tanaman hias berupa lidah mertua (Sansevieria. Sp) di beberapa
sudut jalan adalah salah satu upaya untuk mengurangi polutan. Sehingga
diperlukan penelitian efektivitas tanaman lidah mertua (Sansevieria. Sp) dalam
penyerapan emisi gas buang yaitu NOx. Tanaman lidah mertua (Sansevieria)
dapat digunakan sebagai penyerap emisi gas buang kendaraan bermotor karena
tahan terhadap polutan,memilki banyak stomata, tumbuh dengan cepat dan
memiliki kandungan pregnan glikosid yang dapat mereduksi polutan menjadi
asam organik, gula dan asam amino yang tidak berbahaya lagi bagi manusia.
(Prasetiyo, 2013)
B. Identifikasi dan Batasan masalah
1. Identifikasi masalah
Dari uraian latar belakang yang telah dikemukakan pada latar
belakang maka dapat diidentifikasi masalah yang dapat diteliti
sebagai berikut :
a. Kadar NOx dari emisi gas buang kendaraan bermotor.
b. Kemampuan tanaman lidah mertua (Sansevieria) dalam
penyerapan polutan
c. Efektifitas penyerapan dengan menggunakan tanaman lidah
mertua (Sansevieria. Sp) dalam mengurangi polutan NOx di
dalam ruangan.
2. Batasan masalah
Udara merupakan salah satu hal penting bagi kehidupan manusia,
namun udara juga merupakan salah satu komponen yang kompleks
terdiri dari zat-zat yang dibutuhkan manusia, mikrobiologi dan zat-
zat yang mampu mengganggu kesehatan manusia. Selain itu udara
merupakan komponen yang tidak dapat dilihat, tapi mampu
dirasakan. Adanya polutan di udara dapat diketahui dengan
melakukan pengukuran sehingga dapat diketahui kuantitas polutan
yang terdapat di udara. Pada permasalahan “Pemanfaatan Tanaman
lidah mertua (Sansevieria. Sp) dalam penurunan gan NOx di udara
ruang” perlu dilakukan pembatasan masalah, yaitu :
1) Sampel yang di gunakan adalah gas NOx yang bersumber dari
emisi gas buang kendaraan bermotor.
2) Metode yang di gunakan untuk menurunkan gas NOx dengan
tanaman lidah mertua (sansiveira)
3) Peneliti hanya melihat penurunan emisi gas NOx pada udara
dalam ruangan.
4) Kontak emisi gas buang NOx dengan tanaman lidah mertua
(Sansevieria. Sp) dengan waktu kontak yang telah ditentukan
5) Penentuan efektifitas waktu kontak NOx dan tanaman lidah
mertua (Sansevieria. Sp) dalam penurunan NOx
C. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dikaji
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : “apakah ada
pengaruh pemanfaatan tanaman lidah mertua (sansiviera) terhadap
penuruan kadar NOx di dalm ruangan” Tujan penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tanaman
lidah mertua terhadap penurunan kadar gas NOx di dalam ruangan.
2. Tujuan khusus
1) Menganalisis penurunan kadar gas NOx sebelum dan sesudah di
paparkan tanaman lidah mertua.
2) Menganalisis pengaruh terhadap tanaman lidah mertua
(sansiviera) dalam penurunan gas NOx
D. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa :
1) Bagi penulis
Sebagai media untuk menambah ilmu pengetahuan serta dapat
mengetahui pengaruh lidah mertua terhadap penuruan polutan di
udara berupa NOx serta mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari
dalam pengendalian penyehatan udara dengan upaya vegetasi.
2) Bagi ilmu pengetahuan
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menyumbangkan sesuatu
yang berharga bagi ilmu pengetahuan khususnya tentang upaya
vegetasi dalam penurunan polutan udara berupa NOx.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Peniliti terdahulu
No Nama Judul Persamaan Perbedaan
1. Bovi Rahadiyan Adita Tingkat kemampuan Penilitian di lakukan Penelitian yang
penyerapan tanaman
C. Dan Naniek Ratni J. untuk mengetahui akan dilakukan
hias dalam
A. R menurunkan polutan kemampuan tanaman dengan
karbon monoksida
lidah mertua menganalisis
(sanseviera) dalam efektivitas lidah
menyerap emisi gas mertua terhadap
buang. paparan NOx
2. Jevon Raditye Pengaruh Volume Penelitian ini dilakukan Penelitian yang
Kendaraan terhadap untuk mengetahui akan dilakukan
Konsentrasi kadar NOx di udara unutk mengetahui
Pencemar NOx ambient di sekitar jalan kadar NOx di
pada Udara Ambien tol. dalam udara
di Pintu Tol ruang yang
ditentukan
skalanya serta
menentukan
efektivitas lidah
mertua untuk
mengurangi
polutan NOx.
3. Nurul Haerani1, Inovasi produk Penilitian di lakukan Penelitian yang di
Arayani2, Nurhasanah3, sanseviera sebagai untuk mengetahui lakukan
Novianti Akhriani4, Ince pengharum dan kemampuan tanaman menggunakan
Rezky Naing penyerap asap lidah mertua tanaman lidah
mertua dalam
No Nama Judul Persamaan Perbedaan
(sanseviera) dalam menyerap asap
menyerap gas polutan. rokok yang
mengandung gas
CO
4. Novirina Hendrasarie Kajian efektifitas Penelitian ini Gas yang di
tanaman dalam menggunakan tanaman gunakan dalam
menjerap untuk menjerap gas penelitian ini
kandungan pb di polutan dari emisi gas berasal dari emisi
udara buang kendaraan gas buang
bermotor kendaraan
bermotor yaitu
gas Pb

Pada peneliti terdahulu yang di lakukan oleh Bovi Rahadiyan Adita C.


Dan Naniek Ratni J. A. R terkait dengan meningkatnya jumlah kendaraan
bermotor yang dapat menyebabkan penurunan kualitas udara akibat emisi
polutan dari hasil pembakaran bahan bakar. Masalah yang akan di teliti adalah
respon tumbuhan dalam menyerap polutan. Tanaman hias yang di gunakan pada
penelitian ini adalah lidah mertua (Sansevieria sp), lili paris (Spider plant), sirih
gading (Scindapsus aureus). Penelitian ini di lakukan dalam rumah tanaman yang
berbentuk kubus. Gas yang di paparkan pada tanaman hias ini adalah gas Karbon
Monoksida (CO) dengan waktu paparan dan waktu kontak yang telah di tentukan.
Tingkat penyerapan tanaman hias yang akan di Analisa manakah tanaman yang
paling efektif untuk penyerapan gas CO.
Pada penelitian terdahulu yang di lakukan oleh Jevon Raditye di lakukan
untuk mengetahui kadar NOx gas pencemar di udara ambient yang di hasilkan
oleh kendaraan bermotor di sekitar jalan tol dan melihat resiko yang di tumbulkan
terhadap kesehatan para pekerja, sehingga perlu dilakukan penelitian terhadap
konsentrasi NOx.

Pada peneliti terdahulu yang di lakukan oleh Nurul Haerani1, Arayani2,


Nurhasanah3, Novianti Akhriani4, Ince Rezky Naing yang terkait dengan
tanaman lidah mertua yang digunakan untuk menjerap asap rokok yang
mengandung gas CO. Peneliti menggunakan tanaman lidah mertua ini karena
muda didapat, mudah untuk di pelihara dan juga tahan terhadap polusi. Proses
yang menguntungkan bagi manusia yang dihasilkan oleh tanaman adalah proses
respirasi yaitu dapat mengeluarkan oksigen selama tanaman ini masih hidup.

Pada peneliti terdahulu yang di lakukan oleh Novirina Hendrasarie


tentang efektifitas tanaman (pohon Tanjung dan Mahoni) dalam menjerap logam
berat (Pb) diudara yang di hasilkan dari kendaraan bermotor dari Sepeda motor
Honda Astrea grand tahun 1993. Rumah tanaman berisi pohon tanjung dan
pohon mahoni yang di gunakan untuk menampung paparan emisi gas kendaraan
yang di keluarkan oleh sepeda motor menggunakan pipa penghubung. Hal ini di
gunakan untuk melihat dampak yang dihasilkan kepada tumbuhan yang telah di
paparkan oleh kendaraan bermotor.
2. Landasan Teori
A) Pengertian Pencemaran Udara
Bahan pencemar udara menurut PP no 41 tahun 1999,
pencemaran udara adalah masuk atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau
komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga
mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. (Tri Cahyono, 2018)
Pencemaran udara adalah kehadiran suatu materi yang tidak di
inginkan di udara karena memiliki dampak yang merusak dalam jumlah
tertentu. Dampak dari pencemaran udara meliputi gangguan bagi barang-
barang seperti property seperti pelapukan atau korosi, gangguan kesehatan
akibat paparan singkat dengan konsentrasi polutan yang tinggi, atau paparan
jangka panjang dengan konsentrasi polutan rendah, serta gangguan pada
penglihatan. (CONSTANTYA, 2017)

B) Jenis dan kerateristik pencemaran udara


Pencemar udara dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok
berdasarkan asal mulanya dan kelanjutan perkembangannya di udara, yaitu:
sumber pencemar primer dan sumber pencemar sekunder. (Tri Cahyono,
2018)
a. Pencemar primer adalah bahan kimia hasil kegiatan yang
ditambahkan langsung ke udra dan pada konsenrasi tertentu
dapat membahayakan bagi kehidupan manusia. Pencemar
primer pada umumnya berasal dari sumber-sumber yang
diakibatkan oleh aktivitas manusia, seperti dari industri maupun
emisi kendaraan bermotor seperti senyawa sulfur (SO2, H2S),
senyawa nitrogen (NO,H3), Oksida Nitrogen (CO, CO2), Halogen
(HCL, HF), Senyawa Organik C1-C5.
b. Pencemar sekunder adalah senyawa yag terbentuk di atmosfer
melalui reaksi kimia diantara berbagai komponen di udara,
sehingga pada konsentrasi tertentu membahayakan bagi
kehidupan. Bahan pembentukannya dapat berasal dari polutan
primer atau secara alami di atmosfer. Misalnya : SO2 diudara
akan bereaksi dengan H2O menghasil H2SO4 sebagai hujan asam,
NO menjadi NO2, NO3, HNO3, Keton, Aldehid, Asam Organik.

Pencemaran udara tentunya membawa dampak negatif terhadap


kesehatan manusia. Berikut adalah pembagiannya berdasarkan
pengaruhnya terhadap kesehatan

C) Sumber pencemaran udara


Sumber pencemar primer di udara dapat digolongkan menjadi
2 yaitu sumber yang bersifat alamiah (natural) dan kegiatan manusia
(antropogenik). Contoh sumber alami adalah akibat letusan gunung
berapi, kebakaran hutan, dekomposisi biotik, debu, spora tumbuhan,
dan lain sebagainya. Sedangkan pencemaran antropogenik banyak
dihasilkan dari aktivitas transportasi, industri, rokok, dari
persampahan, baik akibat dekomposisi ataupun pembakaran, dan
rumah tangga. (Prabowo & Muslim, 2018)
1. Sumber Alamiah (Natural)
a. Akibat Letusan Gunung Berapi
Kegiatan alam yang bisa menyebabkan
pencemaran udara diantaranya adalah kegiatan gunung
berapi. Salah satu gas pencemar yang di hasilkan oleh
gunung berapi adalah Sox.
b. Akibat Kebakaran Hutan

Beberapa bahan pencemar dari kebakaran hutan


yang dapat mencemari udara, diantaranya adalah
hidrokarbon, karbon dioksida, senyawa sulfur oksida,
senyawa nitrogen oksida dan nitrogen dioksida.
Adapun bahan pencemar berbentuk partikel adalah asap
berupa partikel karbon yang sangat halus bercampur
dengan debu hasil dari proses pemecahan suatu bahan.
2. Sumber Kegiatan Manusia (Antropogenik)
Sumber antropogenik diantaranya berhubungan dengan
proses pembakaran berbagai jenis bahan bakar, diantaranya:
a. Sumber tidak bergerak (stationary source)
1). Sumber titik, yaitu sumber pada titik tetap, seperti
cerobong asap atau tangki penyimpanan yang
memancarkan pencemar udara
2). Sumber area, merupakan serangkaian sumber-sumber
kecil yang bersama-sama dapat mempengaruhi
kualitas udara di suatu daerah. Contohnya adalah:
pembakaran bahan bakar di rumah tangga, TPA,
kebakaran hutan (sumber alamiah), konstruksi
pembangunan, jalan tidak beraspal.
b. Sumber bergerak (mobile source) contoh: kendaraan
bermotor, pesawat, dan kapal laut.
1. Sumber on-road (bergerak di jalan), contohnya:
mobil, motor, bis kota, metromini, dan lain-lain.
2. Sumber non-road (bergerak bukan di jalan),
contohnya: pesawat terbang, kapal laut, kereta api,
dan lain-lain.
c. Debu zat kimia maupun partikel-partikel sebagai hasil
dari industri pertanian dan perkebunan
d. Asap dari penggunaan cat, hair spray, dan jenis pelarut
lainnya
e. Gas yang dihasilkan dari proses pembuangan akhir di
TPA, yang umumnya adalah gas metan
f. Peralatan militer contoh: senjata nuklir, gas beracun,
senjata biologis, maupun roket.
D. Jenis Bahan Pencemar Udara
Ada beberapa bahan pencemar udara yang sering ditemukan di kota-
kota. Dilihat dari ciri fisik, bahan pencemar dapat berupa :
1. Partikulat (PM)
Partikel adalah pencemar udara yang dapat berada
bersama-sama dengan bahan atau bentuk pencemar lainnya.
Partikel dapat diartikan secara murni atau sempit sebagai
bahan pencemar udara yang berbentuk padatan. Namun dalam
pengertian yang lebih luas, dalam kaitannya dengan masalah
pencemaran lingkungan, pencemar partikel dapat meliputi
berbagai macam bentuk, mulai dari bentuk yang sederhana
sampai dengan bentuk yang rumit atau kompleks yang
kesemuanya merupakan bentuk pencemaran udara. Sumber
pencemaran partikel dapat berasal dari peristiwa alami dan
dapat juga berasal dari aktivitas manusia. Pencemaran partikel
yang berasal dari alam, adalah sebagai berikut:
a. Debu tanah/pasir halus yang terbang terbawa oleh
angin kencang.
b. Abu dan bahan-bahan vulkanik yang terlempar ke
duara akibat letusan gunung berapi.
c. Semburan uap air panas di sekitar daerah sumber
panas bumi di daerah pegunungan.

Sumber pencemaran partikel akibat aktivitas manusia


sebagian besar berasal dari pembakaran batubara, proses
industri, kebakaran hutan dan gas buangan alat transportasi.
Debu adalah zat padat yang dihasilkan oleh manusia atau alam
dan merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan.
Debu adalah zat padat yang berukuran 0,1 – 25 mikron. Debu
termasuk kedalam golongan partikulat. Yang dimaksud
dengan partikulat adalah zat padat/cair yang halus, dan
tersuspensi diudara, misalnya embun, debu, asap, fumes dan
fog.
Partikel menyebar di atmosfer akibat dari berbagai proses
alami, seperti letusan vulkano, hembusan debu serta tanah
oleh angin. Aktifitas manusia juga berperan dalam
penyebaran partikel, misal dalam bentuk partikel debu dan
asbes dari bahan bangunan, abu terbang dari proses peleburan
baja dan asap dari proses pembakarana tidak sempuran,
terutama dari batu arang. Sumber partikel yang utama adalah
pembakaran bahan bakar dari sumbernya. Diikuti oleh
proses– proses industri. Partikel di atmosfer dalam bentuk
suspensi, yang terdiri atas partikel– partikel padat cair.
Ukuran partikel dari 100 mikron hingga kurang dari 0,01
mikron. Terdapat hubungan antara ukuran partikel polutan
dengan sumbernya. Partikel sebagai pencemar udara
mempunyai waktu hidup yaitu pada saat partikel masih
melayang-layang sebagai pencemar di duara sebelum jatuh ke
bumi. Waktu hidup partikel berkisar antara beberapa detik
sampai beberapa bulan. Sedangkan kecepatan
pengendapannya tergantung pada ukuran partikel, massa jenis
partikel serta arah dan kecepatan angin yang bertiup.
Partikel debu dapat dibagi atas tiga jenis, yaitu debu
organik, debu mineral, dan debu metal. Sumber debu
bermacam-macam, tergantung jenis debunya. Partikel debu
dipengaruhi oleh daya tarik bumi sehingga cenderung untuk
mengendap di permukaan bumi. Partikel debu juga dapat
membentuk “flok” sehingga ukurannya menjadi lebih besar
permukaannya cenderung untuk basah. Sifat-sifat ini
membuat ukurannya menjadi lebih besar sehingga
memudahkan proses pengendapannya di permukaan bumi
dengan bantuan gaya tarik bumi. Partikel debu dengan
diameter 1 milimikron mempunyai kemampuan untuk
menghamburkan sinar matahari.
Polusi udara oleh partikel berhubungan erat dengan SO2.
Partikel SO2 berasal dari sumber yang sama yaitu
pembakaran bahan bakar fosil yang satu sama lain saling
bereaksi secara sinergis dalam memberikan dampak terhadap
kesehatan manusia. Benda partikel ini sering disebut sebagai
asap atau jelaga, benda-benda partikulat ini sering merupakan
pencemar udara yang paling kentara dan biasanya juga paling
berbahaya.
Sebagian benda partikulat keluar dari cerobong pabrik
sebagai asap hitam tebal, tapi yang paling berbahaya adalah
partikel-partikel halus butiran-butiran yang sangat kecil
sehingga dapat menembus bagian terdalam paru-paru.
Sebagian besar partikel halus ini terbentuk dengan polutan
lain terutama sulfur dioksida dan oksida nitrogen dan secara
kimiawi berubah dan membentuk zat-zat nitrat dan sulfat.
Partikulat digunakan untuk memberikan gambaran partikel
cair atau padat yang tersebar di udara dengan ukuran 0,001
µm sampai 500 µm. Partikulat mengandung zat-zat organik
maupun zat-zat non organik yang terbentuk dari berbagai
macam materi dan bahan kimia. Ukuran partikel dapat
menggambarkan seberapa jauh partikel dapat terbawa angin,
efek yang ditimbulkannya, sumber pencemarannya dan
lamanya masa tinggal partikel di udara.
Berdasarkan lamanya partikel tersuspensi di udara dan
rentang ukurannya, partikel dapat dibedakan menjadi dua
macam yaitu dust fall (setteable particulate) dan suspended
particulate matter (SPM). Dust fall adalah partikel berbentuk
lebih besar dari 10 µm. SPM adalah partikel yang ukurannya
lebih kecil dari 10µm dan keberadaannya terutama berasal
dari proses industri dan pembakaran. Partikel yang masuk ke
dalam paru-paru dapat membahayakan manusia karena:
a. Sifat-sifat kimia dan fisik dari partikel tersebut
mungkin beracun
b. Partikel yang masuk tersebut bersifat inert
c. Partikel tersebut membawa molekul-molekul gas
berbahaya dengan cara mengabsorbsi maupun
mengadsorpsi yang menyebabkan molekul-molekul
gas tersebut dapat mencapai dan tertinggal dalam
paru-paru yang sensitif.
Benda partikulat, asap dan jelaga disebut benda partikel
tetapi bentuk yang paling berbahaya dari benda padat ini
adalah partikel-partikel sangat kecil dan halus yang dapat
menembus ke dalam paru-paru yang hanya dilindungi oleh
dinding tipis setebal molekul. Sering disebut PM10 karena
benda partikel tersebut lebih kecil dari 10 mikron, kebanyakan
partikel halus itu berasal dari senyawa sulfus dan nitrogen
yang dalam selang waktu beberapa jam atau beberapa hari
berubah dari gas menjadi padat.

Besarnya ukuran partikel debu yang dapat masuk ke


dalam saluran pernafasan manusia adalah yang berukuran 0,1
µm sampai 10µm dan berada di udara sebagai suspended
particulate matter. Partikel debu dengan ukuran lebih > 10 µm
akan lebih cepat mengendap ke permukaan sehingga
kesempatan terjadinya pemajanan pada manusia menjadi
lebih kecil dan kalaupun terjadi akan tertahan oleh saluran
pernafasan bagian atas. Debu yang dapat dihirup disebut debu
inhalable dengan diameter ≤ 10 µm dan berbahaya bagi
saluran pernafasan karena mempunyai kemampuan merusak
paru-paru. Sebagian debu yang masuk ke saluran pernafasan
berukuran 5 µm akan sampai ke alveoli.

2. Karbon Monoksida (CO)


Karbon monoksida (CO) adalah suatu gas yang tidak
berwarna, tidak berbau dan juga tidak berasa. Karbon
monoksida yang terdapat di alam terbentuk dari salah satu
proses sebagai berikut:
a. Pembakaran tidak lengkap terhadap karbon atau
komponen yang mengandung karbon.
b. Reaksi antara karbon dioksida dan komponen yang
mengandung karbon pada suhu tinggi.
c. Pada suhu tinggi, karbon dioksida terurai menjadi CO
dan O

Gas CO sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar


fosil dengan udara, berupa gas buangan. Kota besar yang
padat lalu lintasnya akan banyak menghasilkan gas CO
sehingga kadar CO dalam udara relatif tinggi dibandingkan
dengan daerah pedesaan. Secara alamiah gas CO dapat juga
terbentuk walaupun jumlahnya relatif sedikit, seperti gas hasil
kegiatan gunung berapi, proses biologi dan lain-lain. Secara
sederhana pembakaran karbon dalam minyak bakar terjadi
melalui beberapa tahap sebagai berikut :
2C + O2 ——–>2CO

2CO + O2 ——–> 2CO2

reaksi pertama berlangsung sepuluh kali lebih cepat


daripada reaksi kedua, oleh karena itu CO merupakan
intermediat pada reaksi pembakaran tersebut dan dapat
merupakan produk akhir jika jumlah O2 tidak cukup untuk
melangsungkan reaksi kedua. CO juga dapat merupakan
produk akhir meskipun jumlah oksigen di dalam campuran
pembakaran cukup, tetapi antara minyak bakar dan udara
tidak tercampur rata. Pencampuran yang tidak rata antara
minyak bakar dengan udara menghasilkan beberapa tempat
yang kekurangan oksigen. Semakin rendah perbandingan
antara udara dengan minyak bakar, semakin tinggi jumlah
karbon monoksida yang dihasilkan.
Penyebaran gas CO di udara tergantung pada keadaan
lingkungan. Untuk daerah perkotaan yang banyak kegiatan
industrinya dan lalu lintasnya padat, udaranya sudah banyak
tercemar oleh gas CO. Sedangkan daerah pinggiran kota atau
desa, cemaran CO di udara relatif sedikit. Ternyata tanah yang
masih terbuka di mana belum ada bangunan di atasnya, dapat
membantu penyerapan gas CO. Hal ini disebabkan
mikroorganisme yang ada di dalam tanah mampu menyerap
gas CO yang terdapat di udara. Angin dapat mengurangi
konsentrasi gas CO pada suatu tempat karena dipindahkan ke
tempat lain.
Kendaraan bermotor merupakan sumber polutan CO yang
utama (sekitar 59,2%), maka daerah-daerah yang
berpenduduk padat dengan lalu lintas ramai memperlihatkan
tingkat polusi CO yang tinggi. Konsentrasi CO di udara per
waktu dalam satu hari dipengaruhi oleh kesibukan atau
aktivitas kendaraan bermotor yang ada. Semakin ramai
kendaraan bermotor yang ada, semakin tinggi tingkat polusi
CO di udara.
Konsentrasi CO di udara pada tempat tertentu dipengaruhi
oleh kecepatan emisi (pelepasan) CO di udara dan kecepatan
dispersi dan pembersihan CO dari udara. Pada daerah
perkotaan kecepatan pembersihan CO dari udara sangat
lambat, oleh karena itu kecepatan dipersi dan pembersihan CO
dari udara sangat menentukan konsentrasi CO di udara.
Kecepatan dispersi dipengaruhi langsung oleh faktor-
faktor meteorologi seperti kecepatan dan arah angin,
turbulensi udara, dan stabilitas atmosfer. Di kota-kota besar,
meskipun turbulensi ditimbulkan karena adanya kendaraan
yang bergerak dan aliran udara di atas dan di sekeliling
bangunan, tetapi karena keterbatasan ruangan maka gerakan
udara sangat terbatas sehingga konsentrasi CO di udara dapat
meningkat
3. Sulfur Oksida (SOx)
Gas belerang oksida atau sering ditulis dengan SOx, terdiri
dari gas SO2 dan gas SO3 yang keduanya mempunyai sifat
berbeda. Gas SO2 berbau sangat tajam dan tidak mudah
terbakar, sedangkan gas SO3 bersifat sangat reaktif. Gas SO3
mudah bereaksi dengan uap air yang ada di udara untuk
membentuk asam sulfat atau H2SO4. Asam sulfat ini sangat
reaktif, mudah bereaksi (memakan) benda-benda lain yang
mengakibatkan kerusakan, seperti proses pengkaratan
(korosi) dan proses kimiawi lainnya. Konsentrasi gas SO2 di
udara akan mulai terdeteksi oleh indera manusia (tercium
baunya) manakala konsentrasinya berkisar antara 0,3 – 1 ppm.
Hanya sepertiga dari jumlah sulfur yang terdapat di
atmosfer merupakan hasil dari aktivitas manusia, dan
kebanyakan dalam bentuk SO2 . Sebanyak dua pertiga dari
jumlah sulfur di atmosfer berasal dari sumber-sumber alam
seperti volcano, dan terdapat dalam bentuk H2S dan oksida.
Masalah yang ditimbulkan oleh polutan yang dibuat manusia
adalah dalam hal distribusinya yang tidak merata sehingga
terkonsentrasi pada daerah tertentu, bukan dari jumlah
keseluruhannya, sedangkan polusi dari sumber alam biasanya
lebih tersebar merata. Transportasi bukan merupakan sumber
utama polutan SOx tetapi pembakaran bahan bakar pada
sumbernya merupakan sumber utama polutan SOx, misalnya
pembakaran batu arang, minyak bakar, gas, kayu dan
sebagainya.
Pembakaran bahan-bahan yang mengandung sulfur akan
menghasilkan kedua bentuk sulfur oksida, tetapi jumlah relatif
masing-masing tidak dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang
tersedia. Meskipun udara tersedia dalam jumlah cukup, SO2
selalu terbentuk dalam jumlah terbesar. Jumlah SO2 yang
terbentuk dipengaruhi oleh kondisi reaksi, terutama suhu dan
bervariasi dari 1 sampai 10% dari total SOx. Mekanisme
pembentukan SOx dapat dituliskan dalam dua tahap reaksi
sebagai berikut:
S + O2 ———- > SO2
2SO2 + O2 ————> 2SO

SO3 biasanya diproduksi dalam jumlah kecil selama


pembakaran. Hal ini disebabkan oleh dua faktor yang
menyangkut reaksi terakhir tersebut di atas. Faktor pertama
adalah kecepatan reaksi yang terjadi, dan faktor kedua adalah
konsentrasi SO3 dalam campuran ekuilibrium yang dihasilkan
dari reaksi tersebut. Reaksi pembentukan SO3 berlangsung
sangat lambat pada suhu relatif rendah (misalnya pada
200oC), tetapi kecepatan reaksi meningkat dengan kenaikan
suhu. Oleh karena itu produksi SO3 dirangsang pada suhu
tinggi karena faktor kecepatan. Tetapi campuran ekuilibrium
yang dihasilkan pada suhu rendah mengandung persentase
SO3 lebih tinggi daripada campuran yang dihasilkan pada
suhu tinggi. Jadi faktor konsentrasi ekuilibrium merangsang
produksi SO3 pada suhu lebih rendah. Jelas bahwa kedua
faktor tersebut mempunyai kecenderungan untuk
menghambat satu sama lain selama pembakaran. Pada suhu
tinggi reaksi mengakibatkan ekuilibrium tercapai dengan
cepat karena kecepatan reaksi tinggi, tetapi hanya sedikit SO3
terdapat di dalam campuran. Pada suhu rendah, reaksi
berlangsung sangat lambat sehingga kondisi ekuilibrium
(sesuai dengan konsentrasi SO3 tinggi) tidak pernah tercapai.
Jadi produksi SO3 terhambat pada zona pembakaran suhu
tinggi karena kondisi ekuilibrium. Jika produk dijauhkan dari
zona tersebut dan didinginkan, kondisi ekuilibrium dapat
tercapai, tetapi kecepatan reaksi akan menghambat
pembenutkan SO3 dalam jumlah tinggi.
Adanya SO3 di udara dalam bentuk gas hanya mungkin
jika konsentrasi uap air sangat rendah. Jika usap air terdapat
dalam jumlah cukup seperti biasanya, SO3 dan air akan segera
bergabung membentuk droplet asam sulfat (H2SO4). Setelah
berada di atmosfer, sebagian SO2 akan diubah menjadi SO3
(kemudian menjadi H2SO4) oleh proses-proses fotolitik dan
katalitik. Jumlah SO2 yang teroksidasi menjadi SO3
dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk jumlah air yang
tersedia, intensitas, waktu dan distribusi spektrum sinar
matahari.
4. Nitrogen Oksida (NOx)
Nitrogen oksida sering disebut dengan NOx, karena
oksida nitrogen mempunyai 2 macam bentuk yang sifatnya
berbeda, yaitu gas NO2 dan gas NO. Sifat gas NO2 adalah
berwarna dan berbau, sedangkan gas NO tidak berwarna dan
tidak berbau. Warna gas NO2 adalah merah kecoklatan dan
berbau tajam menyengat hidung. Seperti halnya CO, emisi
nitrogen oksida dipengaruhi oleh kepadatan penduduk karena
sumber utama NOx yang diproduksi manusia adalah dari
pembakaran, dan kebanyakan pembakaran disebabkan oleh
kendaraan, produksi energi dan pembuangan sampah.
Sebagian besar emisi NOx yang dibuat manusia berasal dari
pembakaran arang, minyak, gas alam dan bensin.
Oksida yang lebih rendah yaitu NO terdapat di atmosfer
dalam jumlah lebih besar daripada NO2. Pembentukan NO
dan NO2 mencakup reaksi antara nitrogen dan oksigen di
udara sehingga membentuk NO, kemudian reaksi selanjutnya
antara NO dengan lebih banyak oksigen membentuk NO2.
Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut :

N2 + O2 ———-> 2NO
2NO + O2 ————> 2NO2

Udara terdiri dari sekitar 80% volume nitrogen dan 20%


volume oksigen. Pada suhu kamar kedua gas ini hanya sedikit
mempunyai kecenderungan untuk bereaksi satu sama lain.
Pada suhu yang lebih tinggi (di atas 1210oC) keduanya dapat
bereaksi membentuk nitric oksida dalam jumlah tinggi
sehingga mengakibatkan polusi udara. Dalam proses
pembakaran, suhu yang digunakan biasanya mencapai 1210-
1765oC dengan adanya udara, oleh karena itu reaksi ini
merupakan sumber NO yang penting. Jadi reaksi
pembentukan NO merupakan hasil samping dalam proses
pembakaran.
Gas nitrogen dioksida (NO2) bila mencemari udara mudah
diamati dari baunya yang sangat menyengat dan warnanya
coklat kemerahan. Organ tubuh yang paling peka terhadap
pencemaran gas NO2 adalah paru-paru. Paru-paru yang
terkontaminasi oleh gas NO2 akan membengkak sehingga
penderita sulit bernapas yang dapat mengakibatkan kematian.
Konsentrasi gas NO yang tinggi dapat menyebabkan
gangguan pada system syaraf yang mengakibatkan kejang-
kejang. Pada tanaman dapat menyebabkan nekrosis atau
kerusakan pada jaringan daun. Pencemaran udara oleh gas
NOx juga dapat menyebabkan timbulnya Peroxi Acetil
Nitrates (PAN). Dapat menyebabkan iritasi pada mata yang
menyebabkan mata terasa pedih dan berair.
5. Oksidan Fotokimia
Oksidan fotokimia adalah komponen atmosfer yang
diproduksi oleh proses fotomikia, yaitu suatu proses kimia
yang mebutuhkan sinar, yang akan mengoksidasi komponen-
komponen yang tidak segera dapat dioksidasi oleh gas
oksigen. Senyawa yang terbentuk merupakan polutan
sekunder yang diproduksi karena interaksi antara polutan
primer dengan sinar matahari. Hidrokarbon merupakan
komponen yang berperan dalam produksi oksidan fotokimia.
Reaksi ini juga melibatkan siklus fotolitik NO2 . Polutan
sekunder yang paling berbahaya yang dihasilkan oleh reaksi
hidrokarbon dalam siklus tersebut adalah ozon (O3) dan
peroksiasetilnitrat, yaitu salah satu komponen yang paling
sederhana dari grup peroksiasilnitrat (PAN).
Oksidan yang terutama adalah ozon (O3), nitrogen
dioksida (NO2) dan peroxyacylnitrate (PAN). NO2 berasal
dari hasil reaksi fotokimia NO dengan oksigen di udara.
Sedangkan ozon dan PAN berasal dari reaksi fotokimia NO,
NO2, SO2 dan radiakal hidrokarbon.
Ozon bukan merupakan hidrokarbon tetapi konsentrasi O3
di atmosfer naik sebagai akibat langsung dari reaksi
hidrokarbon, sedangkan PAN merupakan turunan
hidrokarbon. Hasil reaksi antara O dengan hidrokarbon
merupakan produk intermediat yang sangat reaktif yang
disebut hidrokarbon radikal bebas (RO2 ). Radikal bebas
semacam ini dapat bereaksi lebih lanjut dengan berbagai
komponen termasuk NO, NO2 , O2 , O3 , dan hidrokarbon
lainnya. Beberapa reaksi yang mungkin terjadi di antara
bermacam-macam reaksi tersebut adalah sebagai berikut :
a. Radikal bebas bereaksi cepat dengan NO
membentuk NO2 . Karena NO dihilangkan dari
siklus tersebut, akibatnya mekanisme normal
untuk menghilangkan O3 dari siklus tidak terjadi,
sehingga konsentrasi O3 meningkat.
b. Radikal bebas dapat bereaksi dengan O2 dan NO2
membentuk peroksiasilnitrat.
c. Radikal bebas dapat bereaksi dengan hidrokarbon
lainnya dan komponen oksigen membentuk
komponen-komponen organik lainnya yang tidak
diinginkan.
Campuran produk-produk sebagai akibat gangguan
hidrokarbon di dalam siklus fotolitik NO2 disebut smog
fotokimia, yaitu terdiri dari kumpulan O3 , CO, PAN dan
komponen-komponen organik lainnya termasuk aldehide,
keton, dam alkil nitrat. Konsentrasi oksidan di udara
dipengaruhi oleh ada tidaknya sinar matahari dan kadar
bahan-bahan pencemar primernya di udara. Pada siang hari
kadar oksidan mencapai titik maksimum dan malam hari
kadar oksidant berada pada titik minimumnya.

Sebagaimana gas CO, maka gas karbon dioksida (CO2)


juga mempunyai sifat tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak
merangsang. Gas CO2 merupakan hasil pembakaran
sempurna bahan bakar minyak bumi maupun batu bara.
berbicara mengenai pemanasan global tidak akan lepas dari
naiknya konsentrasi CO2 di atmosfer bumi. CO2 berperan
sangat penting dalam efek rumah kaca yang disebut-sebut
sebagai penyebab utama pemanasan global.

CO2 sendiri pada dasarnya adalah produk alami dari suatu


reaksi pembakaran. Tidak dapat dipungkiri, pembakaran
bahan bakar fosil menjadi sumber utama penghasil emisi CO2
di bumi. (Prabowo & Muslim, 2018).

E. Pembentukan Nitrogen Oksida (NOx)


Nitrogen oksida (NOX) adalah kelompok gas yang terdapat di
atmosfer yang terdiri dari gas nitrik (NO) dan nitrogen dioksida
(NO2). Walaupun bentuk nitrogen oksida lainnya ada, tetapi kedua
gas ini yang paling banyak ditemui sebagai polutan udara. Nitrik
oksida merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau,
sebaliknya nitrogen dioksida mempunyai warna coklat kemerahan
dan mempunyai bau yang tajam. Oksida yang lebih rendah, yaitu NO,
terdapat di atmosfer dalam jumlah lebih besar daripada NO2.
Pembentuken NO dan NO2 mencakup reaksi enters nitrogen dan
oksigen di udara sehingga membentuk NO, kemudian reaksi
selanjutnya antara NO dengan lebih banyak oksigen membentuk
NO2. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut:

N2+O2→2NO

2NO + O2→2NO2

Udara terdiri dari sekitar 80 % volume nitrogen dan 20 % volume


oksigen. Pada suhu kamar kedua gas ini hanya sedikit mempunyai
kecendrungan untuk bereaksi satu sama lain. Pada suhu yang lebih
tinggi (di atas 1210°C) keduanya dapat bereaksi membentuk nitrik
oksida dalam jumlah tinggi sehingga mengakibatkan polusi udara.
dalam proses pembakaran, suhu yang digunakan biasanya mencapai
1210-1765°C dengan adanya udara, oleh karena itu reaksi ini
merupakan sumber NO yang penting. Jadi reaksi pembentukan NO
merupakan hasil samping dalam proses pembakaran. Jumlah NO
yang terdapat di udara dalam keadaan ekuilibrium dipengaruhi oleh
suhu pembakaran, lamanya gas hasil pembakaran terdapat pada suhu
tersebut, dan jumlah oksigen berlebih yang tersedia. Semakin tinggi
suhu pembakaran, semakin tinggi pula konsentrasi NO pada keadaan
ekuilibrium. (CONSTANTYA, 2017)
F. Polutan NOx oleh Mesin Kendaraan Bermotor
pembakaran sempurna adalah hal yang mustahil untuk diperoleh
dalam kondisi apapun. Sehingga gas yang diemisikan dari kendaraan pun
bukan merupakan gas ideal yang seharusnya dikeluarkan sebagai hasil
pembakaran sempurna. Terdapat lima gas yang harus dianalisa pada aliran
buangan dari pembakaran internal mesin, yaitu HC, CO, NOx, O2, dan CO2.
HC, CO, dan NOx merupakan gas berbahaya yang menjadi polusi udara,
sedangkan O2 merupakan gas yang baik yang menandakan tingkat efisiensi
mesin.
Untuk melakukan pembakaran diperlukan HC yang terdapat di
dalam bahan bakar. Keberadaan oksigen diperlukan di dalam proses
pembakaran. Untuk menyalakan campuran udara dan bahan bakar di dalam
silinder mesin diperlukan sumber panas. Setelah pembakaran terjadi, maka
hasil yang seharusnya dikeluarkan sebagai dampak pembakaran adalah air
(H2O), karbondioksida (CO2) dan panas. Panas ini akan diubah menjadi
energi mesin dalam pembakaran internal.

Gambar. Diagram pembakaran sempurna


Dalam proses yang sebenarnya, mesin kendaraan menggunakan
udara bebas sebagai campuran bahan bakar. Udara di alam bebas tidak
hanya mengandung oksigen tetapi juga gas-gas lain yang didominasi oleh
nitrogen sebesar 78%. Nitrogen dikenal sebagai gas inert (gas yang sulit
bercampur dengan gas lain), tetapi karena panas yang sangat tinggi, nitrogen
tersebut dapat bercampur dengan oksigen yang kemudian hasil
pencampurannya membentuk NOx. NOx adalah polutan yang bila terkena
cahaya matahari dan HC, akan membentuk asap. Sedangkan karbon
monoksida (CO) yang diproduksi sebagai hasil dari pembakaran disebabkan
oleh kurangnya oksigen yang tersisa saat proses pembakaran terjadi.
Sehingga lebih banyak CO yang diproduksi dibandingkan dengan CO2.
Hidrokarbon (HC) yang diemisikan merupakan sisa dari HC yang tidak
terproses sempurna. Nitrogen dan oksigen bersatu pada suhu 2500oF
(1371oC) menghasilkan NO.
Kecepatan reaksi pembentukan NO dalam mesin berbanding lurus dengan
pertambahan temperatur. Manahan (2005), menjelaskan hasil reaksi
pembentukan NO pada pembakaran mesin seperti di bawah ini:
O2 + M O + O + M (1)

N2 + M N. + N. + M (2)

di mana M adalah energi panas yang memberikan energi yang cukup untuk
memecah ikatan kimia molekul N2 dan O2. Energi yang dibutuhkan untuk
memecah ikatan oksigen adalah sebesar 118 kkal/mol dan untuk nitrogen
adalah sebesar 225 kkal/mol. Ikatan oksigen dan nitrogen yang telah
terpecah tersebut akan bersatu di dalam reaksi sebagai berikut:

N2 + O NO + N

N + O2 NO + O
N2 + O2 2NO

NO2 terbentuk pada temperatur yang lebih rendah dan kaya akan
konsentrasi HO2. Miller dan Browman (1989) menyatakan bahwa jumlah
NO2 relatif kecil bila dibandingkan dengan jumlah NO sebagai hasil
pembakaran. Pembentukan NO2 melalui reaksi sebagai berikut :

NO + HO2 NO2 + OH

NO + OH NO2 + H

NO + O2 NO2 + O
Gambar. Diagram pembakaran tidak sempurna

Di dalam pembakaran dikenal juga istilah Air/Fuel Ratio


(A/F ratio). Simbol ini digunakan untuk menggambarkan
perbandingan rasio udara dan bahan bakar yang ada di dalam
mesin saat pembakaran berlangsung. Jumlah udara dan bahan
bakar yang bercampur akan menentukan komposisi dan jumlah
gas pencemar yang terbentuk sebagai akibat dari proses
pembakaran. Air/Fuel Ratio dapat berubah-ubah bergantung pada
kecepatan mesin, temperatur, beban, dan kondisi lainnya.

G. Dampak Pencemaran NOx


Dampak buruk polusi udara bagi kesehatan manusia tidak dapat
dibantah lagi, baik polusi udara yang terjadi di alam bebas (Outdoor
air pollution) atau pun yang terjadi dalam ruangan (Indoor air
pollution). Polusi yang terjadi di luar ruangan terjadi karena bahan
pencemar yang berasal dari industri, transportasi, sementara polusi
yang terjadi di dalam ruangan dapat berasal dari asap rokok, dan
gangguan sirkulasi udara.
Ada tiga cara masuknya bahan pencemar udara kedalam tubuh
manusia yaitu melalui inhalasi, ingestasi dan penetrasi kulit. Inhalasi
adalah masuknya bahan pencemar udara ke tubuh manusia melalui
sistem pernafasan.
Bahan pencemar ini dapat mengakibatkan gangguan pada paru-
paru dan saluran pernafasan, selain itu bahan pencemar ini kemudian
masuk dalam peredaran darah dan menimbulkan akibat pada alat
tubuh lain. Bahan pencemar udara yang berdiameter cukup besar
tidak jarang masuk ke saluran pencernaan (ignetasij) ketika makan
atau minum, seperti juga halnya di paru-paru, maka bahan pencemar
yang masuk ke dalam pencernaan dapat menmbulkan efek lokal dan
dapat pula menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah.
Permukaan kulit dapat juga menjadi pintu masuk bahan pencemar
dari udara, sebagian besar pencemar hanya menimbulkan akibat
buruk pada bagian permukaan kulit seperti dermatitis dan alergi saja.
Bahan pencemar NOX dapat mengiritasi mukosa saluran pernafasan,
yang berakibat pada peningkatan insiden penyakit saluran pernafasan
kronik yang non spesifik seperti asma dan bronchitis.
(CONSTANTYA, 2017)

H. Jenis Pengendalian Pencemaran Udara


Pengendalian pencemaran udara perkotaan mempunyai
implikasi yang luas, mencakup aspek perencanaan kota sendiri, sarana
dan alat transportasi serta bahan bakar yang digunakan. Faktor penting
yang menyebabkan dominannya pengaruh sektor transportasi terhadap
pencemaran udara perkotaan di Indonesia antara lain disebabkan oleh
(Wiyandari, 2010).
1. Perkembangan jumlah kendaraan yang cepat.
2. Tidak seimbangnya prasarana transportasi dengan jumlah
kendaraan yang ada.
3. Pola lalulintas perkotaan yang berorientasi memusat akibat
terpusatnya kegiatan perekonomian dan perkantoran di luar
kota.
4. Pembuatan dan pelaksanaan kebijakan pengembangan kota
yang ada.
5. Menyatunya pusat pemerintahan dan pusat ekonomi.
6. Kemacetan aliran lalu lintas.
7. Jenis umur dan karakteristik kendaraan umum.
8. Faktor perawatan kendaraan.
9. Jenis bahan bakar yang digunakan.
10. Jenis permukaan jalan.
11. Sikap dan pola pengemudi.

Sektor transportasi mempunyai ketergantungan yang tinggi


terhadap sumber energi. Seperti diketahui, dari sumber energi inilah yang
menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Hampir semua produk energi
dan rancangan kendaraan, bahan bakar yang digunakan rata-rata masih
memicu dikeluarkannya emisi pencemar udara. Penggunaan BBM bensin
pada motor akan selalu mengeluarkan senyawa seperti CO, THC (total
hidrokarbon), total suspended particulate (TSP), NOx, dan SOx. BBM
premium yang dibubuhi Tetra Ethyl Lead (TEL) akan mengeluarkan pola
partikel Timbal. Solar dalam motor diesel akan mengeluarkan beberapa
senyawa tambahan (di samping senyawa tersebut di atas) terutama adalah
fraksi organik seperti adelhida, Poly Acrylic Carbon (PAH), yang
mempunyai dampak kesehatan yang lebih besar dibandingkan dengan
senyawa lainnya.

Selain itu, pola berkendara juga mempengaruhi emisi yang


dikeluarkan karena secara langsung mempengaruhi jumlah dan intensitas
emisi pencemar udara.

Kendaraan bermotor merupakan sumber langsung zat


pencemar ke atmosfer. Sedangkan jumlah trip dan kendaraan per
kilometer juga menentukan besarnya emisi yang ditentukan oleh
faktor perkotaan dalam sistem transportasi yang ada. Upaya
pengendalian akibat kendaraan bermotor meliputi pengendalian
langsung maupun tidak langsung yang dapat menurunkan tingkat
emisi dari kendaraan bermotor secara efektif.

Dua pendekatan strategis yang dapat diterapkan adalah


sebagai berikut:

1. Penurunan laju emisi pencemar dari setiap kendaraan untuk setiap


kilometer jalan yang ditempuh.
2. Penurunan jumlah dan kerapatan total kendaraan di dalam suatu
daerah tertentu.
I. Tanaman lidah mertua
1) Definisi
Tanaman lidah mertua (Sansevieria sp) merupakan
tanaman hias yang sering diletakkan di perkantoran, hotel maupun
rumah sebagai penetralisir polusi. Tanaman ini mampu
memberikan udara segar pada ruangan karena sepanjang
hidupnya tanaman ini terus-menerus menyerap bahan berbahaya
di udara (Dewatisari W, 2015). Pada tahun 2000 dan 2004
tanaman lidah mertua sebagai tanaman hias telah booming di
Indonesia. Hingga tahun 2008 minat masyarakat terhadap
tanaman lidah mertua masih tetap tinggi. Tanaman hias lidah
mertua di Indonesia juga dikenal dengan nama tanaman ular,
karena tekstur daunnya mirip kulit ular, warna daun ada yang
hijau muda dengan corak bersisik seperti ular (Fatmawati, 2010).
2) Klasifikasi
Menurut sistematikanya tanaman lidah mertua
diklasifikasikan sebagai baerikut.
 Kingdom : Plantae
 Subkingdom : Tracheobionta
 Superdivisio : Spermatophyta
 Divisio : Magnoliophyta
 Kelas : Liliopsida
 Subkelas : Lilidae
 Ordo : Liliales
 Famili : Agavaceae
 Genus : Sansevieria
 Spesies : Sanseviera sp
(Tahir MI, 2008)
3) Kandungan
Komposisi yang terkandung dalam tanaman Lidah Mertua
secara umum diantaranya adalah (255) ruscogenin, 4-0 methyl
glucoronic acid, beta siti sterol, d-xylose, serat, hemiselulosa, n
butyl 4 OL propylphthalate, neoruscogenin, sanseverigenin, dan
pregnane glikosid. Bahan aktif pregnane glikosid berfungsi untuk
mereduksi polutan menjadi asam organik, gula dan asam amino
yang tidak berbahaya lagi bagi manusia melalui proses
methabolic breakdown.

4) Manfaat
Menurut sebuah penelitian yang dilakukan Badan
Penerbangan Antariksa Amerika Serikat, lidah mertua merupakan
salah satu tanaman penyerap gas beracun, misalnya Nitrogen
Oksida yang terkandung dalam asap kendaraan bermotor. Selain
itu lidah mertua mampu menyerap beragam unsur polutan
berbahaya di udara seperti timbal, kholoform, benzene, xylene,
dan trichloroethylene. Tanaman lidah mertua mengandung bahan
aktif pregnane glikosid dalam mereduksi polutan
(ABDURRAHMAN, 2019).
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

A) Kerangka Konsep

Udara

Kandungan emisi Gas


Buang kendaraan
bermotor:
1. NOx
Pencemaran udara
2. CO 6. PM10
3. SO2
Upaya pengurangan polutan 4. HC
dengan vegetasi menggunakan 5. NO
Pengendalian kualitas
tanaman hias : udara dengan beberapa
1. Lidah mertua cara : Akibat paparan emisi gas
(Sansevieria. Sp) buang :
1. Pemulihan Kualitas
2. Lili paris (Spider udara (Membuka a) Penurunan kualitas
plant) ruang terbuka udara
3. Sirih gading plant hijau) b) Penyakit akibat paparan
(Scindapsus aureus) polutan :
2. Penanggulangan 1. Gangguan pernafasan
pencemaran 2. Bronchitis akut
udara(pemantauan 3. Gejala pusing dan mual
mutu udara)
3. Pencegahan
pencemaran udara
(pemberian
informasi yang
benar dan akurat
kepada masyarakat)

Keterangan :
___________ : variable yang diamati
---------------- : variable yang tidak diamati
Jumlah kendaraan bermotor yang semakin tahun semakin
bertambah di kota Surabaya juga menyebabkan polutan udara semakin
bertambah. NOx merupakan salah satu polutan yang dihasilkan dari
pembakaran tidak sempurna akibat mesin kendaraan bermotor. Adanya
polutan di udara akan menyebabkan pencemaran udara. Polutan NOx ini
juga dapat menyebabkan penyakit karena paparannya, penyakit yang
dapat diakibatkan adalah gangguan pernafasan, bronchitis akut serta mual
dan muntah. Salah satu pengendalian yang dapat dilakukan adalah
vegetasi. Vegetasi dilakukan dengan cara adanya lahan terbuka hijau di
jalan raya padat kendaraan. Salah satu tanaman yang sering dijumpai
ialah lidah mertua.

B) Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah efektivitas tanaman hias lidah
mertua terahadap penyerapan gas NOx dari emisi pembakaran kendaraan
bermotor.dengan jumlah helai yang telah di tentukan.
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penlitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah Pre-experimental design
merupakan rancangan penelitan experimen yang terdiri atas One shot
case study, One group pretest-postest design, dan Intact group.
Rancangan penelitian Pre-experimental design ini cocok di gunakan
karena pada design ini tidak ada variable yang dikontrol demikian juga
pada kelompok sampel tidak di lakukan secara random. Peneliti
menggunakan design One group pretest-postest design karena variable
sebelum diberi perlakuan di lakukan obervasi/diukur terlebih dahulu
setelah itu dilakukan perlakuan dan setelah treatment dilakukan
pengukuran/observasi. Hasil sebelum perlakuan akan di bandingkan
dengan setelah diberi perlakuan. (Hidayat, 2017)

B. Waktu dan Tempat Penelitian


1. Waktu penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan selama 5 bulan dari studi pustaka
hingga eksperimen dimulai pada bulan November 2019 – Maret
2020.
2. Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kampus Jurusan Kesehatan
Lingkungan Poltekkes Kemenkes Surabaya.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dari penilitian ini yaitu kendaraan bermotor dengan type
yang sama. Kendaraan bermotor yang merupakan populasi dari
penelitian ini terdiri dari kategori mobil, motor dan bus. Sesuai
dengan syarat-syarat populasi, maka penelitian ini dibatasi dengan
jenis kendaraan menurut bahan bakarnya, yaitu kendaraan berbahan
bakar bensin dengan kategori motor.
2. Sampel
Sampel kendaraan bermotor yang digunakan adalah kategori
motor yaitu kendaraan beroda dua. Kendaraan yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan bensin dengan type motor yang sama
yaitu motor manual.
D. Variable dan Definisi Operasional
1. Klasifikasi Variable Penelitian
a. Variable bebas
Variable bebas adalah variable yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab timbulnya variable terikat. Dalam penelitian ini
yang menjadi variable bebas adalah lidah mertua untuk
mengurangi adanya gas polutan di udara.
b. Variable terikat
Variable terikat adalah variable yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat karena adanya variable bebas. Dalam penelitian
ini yang menjadi variable terikat adalah pengaruh tanaman lidah
mertua terhadap pengurangan gas NOx di udara.
c. Variable pengganggu
Variable pengganggu adalah variable yang mempengaruhi
hubungan antara variable bebas dan variable terikat. Dalam
penelitian ini yang menjadi variable pengganggu adalah suhu,
kelembaban, pemupukan, penyiraman tanaman, hama dan
penyakit tanaman.
2. Hubungan antar variable
Bentuk dari ketiga variable yang diteliti adalah sebagai berikut :

Variable Bebas Variable terikat

lidah mertua untuk pemanfaatan lidah mertua


mengurangi adanya gas
polutan di udara dalam mengurangi gas
NOx di udara

Variable pengganggu
i. suhu
ii. kelembaban,
iii. pemupukan,
iv. penyiraman tanaman,
v. hama dan penyakit
vi. tanaman
3. Definisi Operasional
No. Sub Definisin Operasional Alat ukur Skala Ukur
Variabel
1. Kadar Gas Perbedaan kadar Gas Nox Gas Nominal
pada udara ruang tanpa diberi Analyser (ppm)
lidah mertua dengan ruang
yang diberi lidah mertua

E. Teknik Pengumpulan Data


Data merupakan faktor yang sangat penting dalam setiap penelitian.
Data yang dugunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data
Primer merupakan data yang diperoleh melalui pengukuran langsung
pada kawasan penelitian. Pengukuran merupakan suatu metode
pengambilan data dengan mengukur secara langsung parameter-
parameter yang diinginkan. Macam dan prosedur pengukuran dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Pembuatan wadah
Pembuatan wadah yang digunakan untuk menampung gas
NOx terbuat dari bahan kaca yang berbentuk kubus dengan
ukuran yang telah dirancang oleh peneliti.
b. Pemaparan Gas Nox
Pemaparan gas Nox yang berasal dari emisi gas buang
kendaraan bermotor dengan menyambungkan pipa dari
sumber ke wadah yang telah dibuat sebelumnya.

F. Teknik Pengambilan Sampel


Pengukuran NOx di udara ruang ini menggunakan alat Gas Analyser.
G. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini untuk
mengetahui pengaruh tanaman lidah mertua (sanseviera) terhadap
penurunan kadar gas NOx di dalam ruangan. Data yang didapatkan akan
diolah menggunakan Uji-t dua sampel bebas yang berfungsi untuk
mengetahui perbedaan perlakuan pada dua sampel/kelompok perlakuan.
(Hidayat, 2017). Besarnya alfa ditentukan 0,05 (α=5%) dan interval
kepercayaan (CCI=95%) dengan derajat kepercayan 95% dapat diperoleh
asumsi sebagai berikut :
- Kriterira hipotesis nol ditolak, jika niali p-value ≤ 0,05, maka
dapat disimpulkan ada perbedaan atau ada hubungan yang
bermakna secara statistic
- Kriterira hipotesis nol diterima, jika niali p-value ≥ 0,05, maka
dapat disimpulkan tidak ada perbedaan atau ada hubungan yang
bermakna secara statistic.
Daftar Pustaka

Bibliography
ABDURARAHMAN, N. (2019). PENGARUH TANAMAN LIDAH MERTUA
(SANSEVIERA) SEBAGAI BIOFILTER TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI
TRAKEA TIKUS PUTIH JANTAN YANG DI BERI PAPARAN ASAP ROKOK. -, 19.

ABDURRAHMAN, N. (2019). PENGARUH TANAMAN LIDAH MERTUA (Sansevieria sp)


SEBAGAI BIOFILTER TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI TRAKEA PADA
TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus novergicus) GALUR Sprague dawley YANG
DIBERI PAPARAN ASAP ROKOK . BANDAR LAMPUNG: FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG .

Adita c, B. R., & ratni, N. (2012). Tingkat Kemampuan Penyerapan Tanaman Hias
Dalam Menurunkan Polutan Karbon Monoksida. Surabaya: Universitas
Pembangunan Nasional.

CONSTANTYA, Q. (2017). STUDI POLA KONSENTRASI KUALITAS UDARA AMBIEN KOTA


SURABAYA (PARAMETER: NO, NO2, O3). SURABAYA: DEPARTEMEN TEKNIK
LINGKUNGAN .

Dewatisari W, L. M. (2015). Kemampuan kultivar sansevieria trifasciata dalam


menyerap gas karbonmonoksida (co) asap rokok.

Fatmawati, S. (2010). Penggunaan pupuk npk terhadap pertumbuhan tanaman lidah


mertua (sansevieria) pada media campuran kompos dan pasir. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Hidayat, A. A. (2017). Metodologi Penelitian Keperawatan dan Kesehatan. Jakarta


selatan: Salemba Medika.

PEMERINTAH. (1999). PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA.

peraturan pemerintah RI. (1999). Pengendalian Pencemaran Udara. Indonesia:


Presiden Republik Indonesia.

Prabowo, K., & Muslim, B. (2018). Penyehatan Udara. Jakarta: Kementerian


Kesehatan RI.

Prasetiyo, A. D. (2013). Potensi Ekstrak Daun Lidah Mertua (Sanseviera) Sebagai


Penurun Karbon Monoksida Dalam Asap Rokok. Karya Tulis Ilmiah , 7.

Rosha, P. T., Fitriyani, M. N., Ulfa , S. F., & Dharminto. (2013). Pemanfaatan
Sanseviera Tanaman Hias Penyerap Polutan Sebagai Upaya Mengurangi
Pencemaran Udara Di kota Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro.
Sutiman. (2004). UPAYA PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA
MELALUI PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MOTOR BENSIN DAN
EMAS . Yogyakarta: Unoivesitas Negri Yogyakarta.
Syahputra, D. (2017). INOVASI APLIKASI E-SMART SAMSAT JATIM DI
DIREKTORAT LALU LINTAS (DITLANTAS) KEPOLISIAN
DAERAH JAWA TIMUR.
Tahir MI, S. M. (2008). Sansevieria eksklusif. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka.
Tri Cahyono, S. M. (2018). Penyehatan Udara. Purwokerto: Andi.
Wiyandari, M. (2010). Hubungan Volume Kendaraan Terhadap Konsentrasi
Polutan NOx di U

dara (Studi kasus : Jalan Margonda Raya Depok). Depok: Fakultas Teknik
Program Studi Teknik Lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai