DISUSUN OLEH:
1102012291
PEMBIMBING:
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 28 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Cibubur
No. RM : 2013-461832
Tanggal dan jam masuk RS : 06 Maret 2017
Tanggal pemeriksaan : 10 Maret 2017
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara: AutoAnamnesa di bangsal Flamboyan
Tangga l: 10 Maret 2017 Pukul :23.53
2
IV. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat dengan keluhan seperti ini sebelumnya (+)
Riwayat asma (-).
Riwayat alergi obat (-)
Riwayat diabetes mellitus (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat TB paru (-)
Riwayat penyakit jantung (+) 2013 di rawat di ICU dengan Kelainan katup
3
7. Gizi
a. BB : 34 kg
b. TB : 155 cm
c. IMT : 14,15 Kg/m²
X. PEMERIKSAAN FISIK
KULIT Warna : Sawo Matang
Pucat : (-)
Jaringan parut : (-)
Turgor : Baik
PARU- PARU
a) Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris dalam keadaan statis dan dinamis
kanan kiri.
b) Palpasi : Fremitus taktil dan vokal statis kanan kiri sama.
c) Perkusi : Terdengar sonor pada seluruh lapang paru.
d) Auskultasi : Suara dasar napas vesicular +/+, suara napas tambahan rhonki +/+,
wheezing -/-.
JANTUNG
a. Inspeksi : Iktus cordis terlihat
b. Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5 linea midclavicularis sinistra
c. Perkusi : batas jantung kiri di ICS 6 linea axillaris anterior kiri, batas
d. Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal irregular, gallop (+/+) pan sistolik
murmur (+)
ABDOMEN
a. Inspeksi : Abdomen cembung simetris
b. Auskultasi : Bising usus (+) normal
c. Perkusi : Timpani di seluruh kuadaran.
d. Palpasi : Nyeri tekan ulu hati (+), hepar tidak teraba membesar,
lien tidak teraba membesar, nyeri tekan (-)
5
EKSTREMITAS
Atas Bawah
6
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
( 06 Maret 2017 )
Hematologi
Hematokrit 42 % 32-47
Hitung jenis
Basofil 0 % 0-1
Eosinofil 0 % 1-3
Limfosit 8 % 25-40
Monosit 6 % 2-8
7
( 06-03-2017 )
Jenis pemeriksaan Hasil satuan Nilai rujukan
Kimia klinik
Gas Darah +
Elektrolit
pH 7.437 7.370 – 7.400
TCO2 13 Mmol/L 19 - 24
BE ecf -11.1
8
RONTGEN THORAX
Interpretasi:
Kesan: kardiomegali
Bronkhopneumonia
EKG
9
Interpretasi EKG (06/03/2017)
• Kecepatan dan kalibrasi : 25 mm/s dan 10 mm/mV
• Irama : asinus
• Heart rate : 166 x/menit
• Axis : Normoaxis
• Gelombang P: fibrilasi
• Interval P-R: irreguler
• Gelombang QRS: sempit, durasi normal
• Segmen ST:.ST depresi lead II, III, dan aVF
• Gelombang T: inversi pada lead 2
Kesimpulan: asinus rhythm, atrial fibrilasi
ECHO
( 08/03/17 )
10
Interpretasi ECHO :
Dimensi ruang jantung : giant LV, smallish RV (RV tertekan LV) LVH (-)
Kontraktilitas global LV : normo dengan EF : 57%
Analisa segmental : global normokinetik
Kontraktilitas global RV dengan TAPSE : 19 mm
Katup mitral : MR severe ec RHD; MS moderate-severe ec RHD, MVA planimetri 0.9
Katup tricuspid : Tidak tervisualisasi dengan jelas, kesan terdapat TR dgn jet eksentrik, PH
Katup Aorta : AR moderate severe ec RHD
Katup Pulmonal : morphologi dan fungsi normal
Thrombus (-), Spontaneus Echo Contrast (+)
Conclusions :
Fungsi sistolik LV & RV normal
MR severe ec RHD
MS moderate-severe ec RHD
AR moderate-severe ec RHD
TR mild-moderate ec fungsional
PH
XI. RESUME
Dua hari yang lalu sebelum pasien dating ke IGD RSUD Pasar Rebo pasien
mengeluh sesak nafas dan keesokan harinya pada pagi hari sebelum pasien datang ke
IGD RSUD Pasar Rebo, tiba-tiba pasien mengeluhkan sesak yang semakin memberat
sehingga pasien benar-benar sulit untuk bernafas dan tidak membaik setelah pasien
istirahat dalam posisi setengah duduk, batuk berdarah (+), dada terasa berdebar-debar
(+), mual muntah (+), nyeri ulu hati (+).Riwayat kaki bengkak disangkal.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan JVP meningkat (5+3 cmH2O), pada Inspeksi iktus
cordis terlihat, Palpasi ictus cordis teraba di ICS 5 linea midclavicularis hingga axillaris anterior
sinistra, Perkusi batas jantung kiri di ICS 6 linea axillaris anterior kiri, batas jantung kanan di
ICS 5 linea para sternalis kanan. Auskultasi Bunyi jantung I-II normal irregular, gallop (+/+)
pan sistolik murmur (+).
11
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium ditemukan leukositosis , pada rontgen thorax
ditemukan kesan bronchopneumonia dan kardiomegali, pada EKG ditemukan Atrial Fibrilasi
dan pada ECHO di temukan MR berate c RHD, MS sedang-berat ec RHD, AR sedang-berat ec
RHD, TR ringan-sedang ec fungsional PH.
XII. PERMASALAHAN
1. Mitral Regurgitasi & Mitral Stenosis
Atas dasar : sesak yang semakin memberat, batuk berdarah (+), dada terasa
berdebar-debar (+), mual muntah (+). Riwayat kaki bengkak disangkal.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan JVP meningkat (5+3 cmH2O), pada Inspeksi iktus
cordis terlihat, Palpasi ictus cordis teraba di ICS 5 linea midclavicularis hingga axillaris anterior
sinistra, Perkusi batas jantung kiri di ICS 6 linea axillaris anterior kiri, batas jantung kanan di
ICS 5 linea para sternalis kanan. Auskultasi Bunyi jantung I-II normal irregular, gallop (+/+)
pan sistolik murmur (+). Pada pemeriksaan ECHO di temukan MR berat ec RHD, MS sedang-
berat ec RHD, AR sedang-berat ec RHD, TR ringan-sedang ec fungsional PH.
2. Bronkhopneumonia
Atas dasar : sesak nafas , frekuensi nafas 40x/menit. Auskultasi terdengar suara
tambahan rhonki +/+, wheezing -/-. Leukositosis, pada pemeriksaan rontgen thorax
Tampak corakan kasar bronkhovasikuler pada kedua lapang paru dan tampak
perselubungan bagian tengah sampai bawah pada lapang paru kanan.
12
XVI. PENATALAKSANAAN
IGD
O2 nasal cannule 4 L
IUFD RA /8jam
Lanoxin
Lasix 1 amp iv
Ruangan
Ceftriaxone 1x 2mg
Lasix 2x1 amp
Atorvastatin 1x20mg
Simarc 1x2mg
Digoxin 1x0.125 mg
Spironolakton 1x25mg
Alprazolam 1x0,5 mg
OBH 3x1 cth
Valsrtan 1x40mg
XVII. PROGNOSIS
Ad vitam : ad malam
Ad functionam: ad bonam
Ad sanactionam: dubia ad bonam
13
BAB I
Tinjauan Pustaka
14
Frekuensi dilakukannya Echo pada pasien penyakit katup jantung asimptomatik
1. MITRAL STENOSIS
Merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah dari atrium kiri
melalui katup mitral oleh karena obstruksi pada level katup mitral. Kelainan struktur
katup ini menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian
ventrikel kiri pada saat diastole.
15
Patofisiologi Stenosis Mitral
Penyebab utama MS adalah demam rematik dengan perubahan rematik ditemukan sekitar 99%
pada katup mitral yang stenosis. Kira-kira 25% dari semua pasien dengan penyakit jantung rematik
memiliki MS dan sekiar 40% memiliki MS dan MR. Keterlibatan katup multipel ditemukan pada sekitar
38% pasien dengan MS, dengan keterlibatan katup aorta ditemukan pada sekitar 35% pasien dan katup
tricuspid terlibat pada sekitar 6% pasien. Katup pulmonal jarang sekali terlibat. Sekitar 2/3 pasien MS
adalah perempuan. Interval antara episode awal kejadian demam rematik dan bukti klinis obstruksi
katup mitral sangat bervariasi, berkisar antara beberapa tahun hingga lebih dari 20 tahun.
Poin yang paling baik untuk menentukan derajat keparahan obstruksi katup mitral adalah
dengan menentukan derajat pembukaan katup pada fase diastolik atau dengan kata lain menilai area
orifisium katup mitral. Pada dewasa normal, area orifisium katup mitral kros seksional adalah 4-6 cm2.
Ketika orifisium berurang menjadi 2 cm2, atau disebut MS ringan, gradien tekanan kecil masih dapat
mendorong darah untuk mengalir dari atrium kiri ke ventrikel kiri, walaupun gradien tekanan tersebut
abnormal. Ketika area orifisium katup mitral berkurang menjadi 1 cm2 atau disebut MS berat, perlu
gradien tekanan 20 mmHg agar output kardiak normal pada saat istirahat.
Gradien tekanan transvalvular adalah kuadrat dari derajat arus transvalvular. Peningkatan tekanan
atrium kiri meningkatkan tekanan vena dan kapiler pulmonal sehingga menyebabkan dyspnea ketika
beraktivitas. Kejadian pertama dyspnea pada pasien MS biasanya dipresipitasikan oleh takikardia akibat
aktivitas fisik, kehamilan, hipertiroidisme, anemia, infeksi atau fibrilasi atrial. Semua hal tersebut
meningkatkan arus darah melewati orifisium katup mitral sehingga memperparah tekanan atrium kiri
dan takikardia juga mengurangi waktu pengisian diastolik sehingga output kardiak menurun. Hal ini
enjelaskan mengapa pada pasien ang sebelumnya asimtomatik ketika menndapat penyakit fibrilasi atrial
respon cepat tiba-tiba muncul sesak.
Obstruksi katup mitral memiliki konsekuensi hemodinamik yang menyebabkan keluaran klinis
selanjutnya yang buruk. Antara lain: hipertensi pulmonal, perubahan pada pembuluh darah pulmonal
dan jantung bagian kanan, peningkatan kemungkinaan terjadinya pembentukan thrombus dan emboli
sistemik akibat stasis darah dan pembengkakan atrium kiri. Biasanya ventrikel kiri normal kecuali jika
terdapat MR yang menyebabkan berkurangnya pengisian ventrikel kiri dan pergerakan septa
paradoksikal akibat pembesaran ventrikel kanan.
16
Tabel 11. Tahapan Stenosis Mitral
17
Diagnosis dan Tindak Lanjut
Rekomendasi Kelas 1
1. TTE (transthoracic echocardiogram) diindikasikan untuk pasien dengan tanda dan gejala stenosis mitral
untuk menegakkan diagnosis, mengkuantifikasikan derajat keparahan hemodinamik (gradien tekanan rata-
rata, area katup mitral (MVA) dan tekanan arteri pulmonalis), menilai lesi katup lain yang timbul secara
bersamaan dan mendemonstrasikan morfologi katup (untuk menentukan kecocokan mitral
commissurotomy) (Level bukti: B)
2. TEE (transesphageal echocardiography) harus dilakukan pada pasien yang dipertimbangkan untuk
menerima percutaneous mitral balloon commissurotomy untuk menilai ada atau tidaknya thrombus atrium
kiri dan untuk mengevaluasi lebih lanjut derajat keparahan regurgitasi mitral (Level bukti: B)
3. Uji aktivitas fisik (exercise testing) dengan Doppler atau pemeriksaan hemodniamik invasif
direkomendasikan untuk mengevaluasi respon rata-rata gradien mitral dan rata-rata tekanan arteri pulmonal
pada pasien dengan stenosis mitral ketika terdapat diskrepansi antara temuan dari pemeriksaan
ekokardiografi Doppler saat istirahat dengan tanda gejala klinis (Level bukti: C)
Terapi Medis
Rekomenadasi Kelas 1
Kelas 1
Kelas 2 a
1. Kontrol laju denyut jantung dapat bermanfaat untuk pasien dengan stenosis mitral dan
fibrilasi atrial respon cepat.
Kelas 2b
1. Kontrol laju deyut jantung dapat dipertimbangkan untuk pasien dengan stenosis mitral
dengan ritme sinus normal dan gejala yang berhubungan denan aktivitas fisik.
18
Intervensi
Kelas 1
Kelas 2a
19
4. Pembedahan katup mitral dapat diperimbangkan untuk pasien dengan stenosis mitral
sedang (MVA 1.6 cm2 – 2.0 cm2) yang sedang menjalani pembedahan jantung untuk
indikasi lain.
5. Pembedahan katup mitral dan eksisi left atrial appendage (LAA) dapat dipertimbangkan
untuk pasien dengan stenosis mitral berat (MVA <1.5 cm2, tahap C dan D) yang memiliki
riwayat kejadian embolik rekuren selama menerima antikogulan yang adekuat.
AF indicates atrial fibrillation; LA, left atrial; MR, mitral regurgitation; MS, mitral stenosis; MVA, mitral
valve area; MVR, mitral valve surgery (repair or replacement); NYHA, New York Heart Association;
PCWP, pulmonary capillary wedge pressure; PMBC, percutaneous mitral balloon commissurotomy; and
T ½, pressure half-time.
20
MITRAL REGURGITASI
Adalah suatu keadaan dimana terdapat aliran balik dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri
pada saat diastole, akibat tidak dapat menutupnya katup mitral secara sempurna.
Dengan demikian aliran darah saat sistol akan tebagi dua, disamping aorta yang seterusnya ke
aliran darah iskemik, sebagai fungsi utama, juga akan masuk ke atrium kiri. Akan tetapi daya
pompa jantung jadi tidak efisien dengan berbagai tingkat klinisnya, mulai dari yang asimtomatis
sampai gagal jantung berat.
Dalam menilai pasien dengan MR kronik, sangat penting untuk membedakan antara MR kronik primer
(degenerative) dan MR kronik sekunder (fungsional) karena 2 kondisi tersebut memiliki lebih banyak
perbedaan daripada kesamaannya.
Pada MR kronik primer, patologi dari >1 komponen katup (daun katup, korda tendineae, m. papilaris,
annulus) menyebabkan inkompetensi katup dengan regurgitasi sistolik dari ventrikel kiri ke atrium kiri.
Penyebab tersering dari MR kronik primer di negara maju adalah prolapse katup mitral, yang memiliki
etiologi dan presentasi yang banyak. Pada populasi muda, manifestasi yang timbul adalah degenerasi
myxomatosa berat dengan daun katup anterior dan posterior serta aparatus korda (katup Barlow) yang tidak
berfungsi. Di lain pihak, populasi tua tampil dengan manifestasi penyakit defisiensi fibroelastik di mana
terjada kekurangan jaringan ikat sehingga menyebabkan ruptur korda. Pemilahan 2 etiologi ini memiliki
implikasi penting pada intervensi operatif. Kausa MR kronik primer lain yang lebih jarang adalah
endocarditis infekstif, gangguan jaringan ikat, penyakit jantung rematik, celah pada katup mitral dan
penyakit jantung akibat radiasi. Apabila MR kronik primer kemudian menyebabkan kelebihan volume
cairan jantung yang lama dan berat, hal tersebut selanjutnya akan menyebabkan kerusakan miokardium,
gagal jantung dan kematian. Koreksi MR adalah kuratif dan oleh karenanya MR adalah penyakit.
Pada MR kronik sekunder, katup mitral biasanya normal. Disfungsi ventrikel kiri disebabkan oleh penyakit
arteri koroner (iskemik jantung sekunder karena MR). Ventrikel kiri yang abnormal dan membesar
menyebabkan perubahan pada m. papilaris, yang kemudian menyebabkan daun katup menjadi saling
menempel dan pembesaran annulus. Oleh karena MR hanya merupakan salah satu dari sekian komponen
penyakit (komponen lainnya antara lain disfungsi ventrikel iri, penyakit koroner atau penyakit miokardial
idiopatik), restorasi kompetensi katup mitral saja tidak cukup. Terapi terbaik untuk MR kronik sekunder
21
lebih tidak jelas dibandingkan dengan terapi untuk MR kronik primer. Data yang tersedia saat ini terbatas
dan terdapat kesulitan dalam mendefinisikan deajat keparahan MR pada pasien MR sekunder dibandigkan
MR primer. Pada pasien dengan MR sekunder, keluaran buruk diasosiasikan dengan besar orifisium
regurgitant efektif yang lebih kecil karena berbagai alasan. MR sekunder cenderung untuk berprogresi
karena progresi dari disfungsi sistolik ventrikel kiri dan remodeling ventrikel kiri. Selain itu, terdapat
penyepelean luas area orifisium regurgitan efektif jika menggunakan metode arus konvergen ekokardiografi
2 dimensi karena orifisium regurgitan berbentuk sabit.
22
Tabel 13. Tahapan MR Primer
23
Penebalan katup dengan sistolik akhir ventrikel kiri
penyakit jantung akibat (LVSED) <40 mm
radiasi C2: LVEF<60% dan LVSED
>4 mm
D MR Prolaps katup mitral berat Jet MR sentral >40% area Pembesaran atrium kiri Penurunan toleransi aktivitas
simtomatik dengan koaptasi normal atau atrium kiri atau jet eksentrik sedang hingga berat Dispnea ketika braktivitas
berat daun katup yang holosistolik Pembesaran ventrikel kiri fisik
mengambang Vena contracta >0,7 cm Terdapat hipertensi pulmonal
Perubahan katup rematik Volume regurgitant >60ml
dengan restriksi katup dan Fraksi Regrgitan >50%
hilangnya koaptasi sentral ERO>0,4 cm2
Riwayat endocarditis infektif Grade angiografik 3-4+
sebelunya
Penebalan katup dengan
penyakit jantung akibat
radiasi
24
Tabel 14. Tahapan MR Sekunder
Tahap Definisi Anatomi Katup Hemodinamik Katup Temuan Jantung Lain Gejala
A Berisiko Daun katup, korda dan Tidak ada jet MR atau Ventrikel kiri normal Gejala yang disebabkan oleh
MR annulus normal pada area jet sentral kecil atau dilatasi ringan iskemia koroner atau gagal
pasien dengan penyakit <20% area atrium kiri dengan abnormalitas jantung dapat terlihat dan
berrespon terhadap
jantung koroner atau Vena contracta kecil pergerakan dinding
revaskularisasi dan terapi
kardiomiopati <0.3 cm regional yang fixed
medis yang sesuai
(infark) atau inducible
(iskemia)
Penyakit miokardial
primer dengan dilatasi
ventrikel kiri dan
disfungsi sistolik
B MR Abnormalitas ERO <0,20 cm2 Abnormalitas Gejala yang disebabkan oleh
Progresif pergerakan dinding Volume regurgitant pergerakan dinding iskemia koroner atau gagal
regional dengan <30 ml regional dengan jantung dapat terlihat dan
berrespon terhadap
penempelan daun katup Fraksi regurgitant penurunan fungsi
revaskularisasi dan terapi
mitral <50% sistolik ventrikel kiri
medis yang sesuai
Dilatasi anular dengan Dilatasi ventrikel kiri
hilangnya koaptasi dan disfungsi sistolik
sentral dari daun katup karena penyakit
mitral miokardial primer
25
C MR Abnormalitas ERO >0,20 cm2 Abnormalitas Gejala yang disebabkan oleh
asimtomatik pergerakan dinding Volume regurgitant pergerakan dinding iskemia koroner atau gagal
berat regional dan/atau regional dengan jantung dapat terlihat dan
>30 ml
berrespon terhadap
dilatasi ventrikel kiri Fraksi regurgitant penurunan fungsi
revaskularisasi dan terapi
dengan penempelan >50% sistolik ventrikel kiri
medis yang sesuai
daun katup mitral berat Dilatasi ventrikel kiri
Dilatasi anular dengan dan disfungsi sistolik
hilangnya koaptasi karena penyakit
sentral berat dari daun miokardial primer
katup mitral
D MR Abnormalitas ERO >0,20 cm2 Abnormalitas Gejala gagal jantung
simtomatik pergerakan dinding Volume regurgitant pergerakan dinding kaena MR menetap
berat regional dan/atau regional dengan bahkan setelah
>30 ml
dilatasi ventrikel kiri Fraksi regurgitant penurunan fungsi revaskularisasi dan
dengan penempelan >50% sistolik ventrikel kiri terapi medis yang
daun katup mitral berat Dilatasi ventrikel kiri optimal
Dilatasi anular dengan dan disfungsi sistolik Penurunan toleransi
hilangnya koaptasi karena penyakit aktivitas
sentral berat dari daun miokardial primer Dispnea ketika
katup mitral beraktivitas
26
MR Kronik Primer
Kelas 1
1. TTE diindikasikan untuk evaluasi baseline dari ukuran ventrikel kiri dan fugsinya, fungsi ventrikel
kanan dan ukuran atrium kiri, tekanan arteri pulmonal dan mekanisme serta keparahan MR primer
( A sampai D) pada pasien manapun yang dicurigai memiliki MR kronik primer
2. Cardiac magnetic resonance (CMR) diindikasikan pada pasien dengan MR kronik primer untuk
menilai volume ventrikel kiri dan kanan, fungsi atau keparahan MR dan ketika isu tersebut tidak
dapat dinilai dengan TTE.
3. TEE intraoperative diindikasikan untuk menilai basis anatomis dari MR kronik primer (tahap C
sampai D) dan untuk menuntun dalam perbaikan (repair) MR.
4. TEE diindikasikan untuk evaluasi pasien dengan MR kronik primer (taap B hingga D) yang mana
pencitraan non invasif memberikan informasi non diagnostic tentang keparahan MR, mekanisme
MR dan/atau status dari fungsi ventrikel kiri
Kelas 2 a
1. Pemeriksaan Hemodinaik saat aktivitas dengan ekokardiografi Doppler atau kateterisasi kardiak
adalah rasional untuk dilakukan pada pasien simtomatik dengan MR kronik primer dimana
terdapat diskrepansi antara gejala dan keparahan MR saat istirahat
2. Uji treadmill dapat bermanfaat untuk pasien dengan MR primer kronik untuk melihat status gejala
dan toleransi aktivitas fisik
Terapi Medis
Kelas 2 a
1. Terapi medis untuk disfugsi sistolik adalah rasional untuk pasien MR kronik primer yang
simtomatik
1. Terapi vasodilator tidak diindikasikan untuk pasien MR kronik primer asimtomatik yang
normotensive
Intervensi
Kelas 1
1. Pembedahan katup mitral direkomendasikan untuk pasien dengan MR kronik primer berat yang
simtoatik (tahap D) dan LVEF > 30%
27
2. Pembedahan katup mitral direkomendasikan untuk pasien asimtomatik dengan MR kronik primer
dan disfungsi ventrikel kiri (LVEF 30-60% dan/atau LVESD >40 mm, tahap C2)
3. Perbaikan katup mitral lebih direkomendasikan dibandingkan daripada penggantian katup mitral
(MVR) ketika pembedahan diindikasikan untuk pasien dengan MR kronik primer yang terbatas
hanya pada daun katup posterior
4. Perbaikan katup mitral lebih direkomendasikan dibandingkan daripada MVR ketika pembedahan
diindikasikan untuk pasien MR kronik primer berat yang melibatkan daun katup anterior atau dua
daun katup baik anterior dan posterior jika yakin perbaikan dapat dilakukan dengan baik.
5. MVR diindikasikan untuk pasien dengan MR kronik primer berat yang menjalani pembedahan
jantung untuk indikasi lain.
Kelas 2a
1. MVR adalah rasional untuk dilakukan pada pasien dengan MR kronik primer (tahap C1) dengan
fungsi ventrikel kiri yang masih baik (LVEF>60% dan LVESD <40mm) dimana kemungkinan
perbaikan yang sukses dan baik tanpa residu MR lebih besar dari 95% dengan ekspektasi
mortalitas kurang dari 1% ketika dilakukan di “Heart Valve Center of Excellence”
2. MVR adalah rasional untuk pasien asimtomatik dengan MR kronik primer nonreumatik (tahap
C1) dan fungsi ventrikel kiri baik (LVEF>60% dan LVSED<40 mm) di mana terdapat
kemungkinan perbaikan yang sukses dan baik tinggi dengan 1) firilasi atrial onset baru 2)
hipertensi pulmonal saat istirahat
3. MVR adalah rasional untuk pasien dengan MR kronik primer sedang (tahap B) saat tengah
menjalani pembedahan jantung untuk indikasi lain.
Kelas 2 b
1. Pembedahan katup mitral dapat dapat dipertimbangkan untuk pasien simtomatik dengan MR
kronik primer berat dan LVEF <30% (tahap D)
2. MVR dapat dipertimbangkan untuk pasien dengan penyakit katup jantung reumatik ketika
pembedahan diindikasikan apabila perbaikan diperkirakan akan sukses atau terapi antikoagulan
jangka panjang diragukan keamanannya.
3. MVR transkateter dapat dipertimbangkan untuk pasien dengan pasien simtomatik berat (NYHA
III sampai IV) dengan MR kronik primer berat (tahap D) yang memilii anatomi baik untuk
prosedur MVR dan memiliki ekspektansi hidup yang cukup namun memiliki risiko pebedahan
sehingga pembedahan tidak dapat dilakukan karena komorbid berat dan gejala tetap berat
walaupun terapi gagal jantung telah sesuai dengan pedoman.
Kelas 3
28
1. MVR tidak perlu dilakukan untuk tatalaksana MR kronik primer yang melibatkan hanya pada
kurang dari setengah daun katup posterior kecuali MVR sudah pernah dilakukan pada pasien dan
tidak berhasil
MR Kronik Sekunder
Kelas 1
1. TTE beranfaat untuk menetapkan etiologi MR kronik sekunder (tahap B hingga D) dan untuk
menetapkan lokasi serta luas abnormalitas pergerakan dinding untuk menilai fungsi global
ventrikel kiri, kepaahan MR dan besarnya hipertensi pulmonal
2. Pencitraan non invasif (stress nuclear/positron emission tomography, CMR, atau stress
echocardiography), CT angiografi kardiak, atau kateterisasi kardiak, termasuk di dalamnya
arteriografi koroner bermanfaat untuk menentukan etiologi MR kronik sekunder (tahap B sampai
D) dan/atau untuk menilai viabilitas miokardial, yang mana menentukan tatalaksana MR
fungsional.
Terapi Medis
Kelas 1
1. Pasien dengan MR kronik sekunder (tahap B sampai D) dan gagal jantung dengan penurunan
LVEF harus menerima terapi sesuai pedoman untuk gagal jantung, termasuk ACE inhibitor, ARB,
beta bloker dan/atau antagonis aldosterone sesuai indikasinya
2. Terapi resinkronisasi kardiak degan pacing biventricular direkomendasikan untuk pasien
simtomatik dengan dengan MR kronik sekunder berat (tahap B hingga D) yang memiliki indikasi
untuk terapi dengan alat.
Intervensi
Kelas 2 a
1. Pembedahan katup mitral adalah rasional untuk pasien dengan MR kronik sekunder berat (tahap
C dan D) yang mendapatkan CABG atau AVR
Kelas 2b
1. MVR atau penggantian katup dapat dipertimbangkan untuk pasien simtomatik berat (NYHA keas
III atau IV) dengan MR kronik sekunder berat (tahap D) yang memiliki gejala persisten walaupun
sudah mendapatkan terapi gagal jantung yang sesuai denan pedoman.
29
2. MVR dipertimbangkan untuk psien dengan MR kronik sekunder sedang (tahap B) yang menjalani
pembedahan kardiak lain.
30
DAFTAR PUSTAKA
Nishimura, RA et al. 2014. AHA/ACC Guideline for the Management of Patients With Valvular
Siti setiati, et all. 2014. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid VI. Jakarta hal :1171-1185