Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH FARMASI INDUSTRI DAN RUMAH

SAKIT
“ untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Farmasi “

Di Susun Oleh :

Nama : Ramdan Aresta Permana


NIM : 170106037
Prodi : Farmasi

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANDUNG

Jalan Palasari No.9A, Lingkar Selatan. Kecamatan Lengkong,

Kota Bandung, Jawa Barat 40262


KATA PENGANTAR

Makalah ini disusun untuk memperkaya pengetahuan mahasiswa dalam mempelajari


bahan materi mengenai FARMASI INDUSTRI DAN RUMAH SAKIT. Yang saya sajikan
dalam makalah ini adalah mengenai Farmasi industri dan rumah sakit.
Untuk semua hal yang terdapat di dalam makalah ini belumlah sempurna untuk sebagai
bahan pembelajaran yang sangat baik, sehingga saya sangat membutuhkan kritik dan saran
kepada Dosen pengajar dan rekan-rekan mahasiswa sekalian.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan kepada semua pihak yang
memberi saran untuk memperbaiki isi makalah ini, saya ucapkan terima kasih...

Bandung, 06 Februari 2018


Penulis,

RAMDHAN ARESTA PERMANA

i
Kata Pengantar i
Daftar isi ii
BAB I Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan masalah 2
1.3 Tujuan penulisan 2
BAB II Pembahasan 3
2.1 Farmasi Industri 3
2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik 4
2.3 Aspek CPOB 6
2.4 Farmasi Rumah Sakit 12
2.5 Kegiatan Pengelolaan 22
BAB III Penutup 20
3.1 Kesimpulan 20
3.2 Daftar Pustaka 21
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri farmasi merupakan penentu dalam ketersediaan obat di mana industri


farmasi berperan dalam memproduksi, dan mendistribusikan obat untuk dapat memenuhi
kebutuhan pasar dan masyarakat. Dalam memproduksi suatu obat, setiap industri farmasi
harus dapat memenuhi Cara pembuatan Obat yang Baik (CPOB) agar dapat menjamin dan
menghasilkan produk yang bermutu. Perkembangan yang sangat pesat dan teknologi
farmasi dewasa ini mengakibatkan perubahan-perubahan yang sangat cepat pula dalam
konsep serta persyaratan CPOB. Produk yang bermutu tidak dapat ditentukan berdasarkan
pemeriksaan produk akhir saja, melainkan setiap komponen yang berhubungan dengan
proses produksi, mulai dari penyiapan bahan baku, bahan kemas, proses pembuatan,
pengemasan, termasuk bangunan dan personil harus mengikuti Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB).
CPOB merupakan pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia
yang bertujuan untuk menjamin obat yang dibuat secara konsisten dapat memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunanya. CPOB mencakup
seluruh aspek produksi dan pengendalian
mutu.

Aspek-aspek yang berpengaruh dalam CPOB antara lain personalia, bangunan dan
fasilitas, peralatan, sanitasi dan hygiene, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi dan
inspeksi diri yang meliputi penanganan keluhan terhadap obat, penarikan kembali obat,
dan obat kembalian. Oleh karena itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan
personil yang berkualitas dan terkualifikasi antara lain penyediaan apoteker yang cakap,
terlatih, bertanggung jawab, dan mampu melaksanakan tugasnya dengan baik dan benar

Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien.
Farmasi rumah sakit bertanggung jawab terhadap semua barang farmasi yang beredar di
rumah sakit tersebut. Tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi,
mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari paradigma lama (drug oriented) ke
paradigma baru (patient oriented) dengan filosofi pharmaceutical care atau pelayanan
kefarmasian (Depkes RI, 2004).
Peran farmasis dalam farmasi klinis antara lain mengkaji instruksi pengobatan atau
resep pasien; mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan
obat dan alat kesehatan; memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat
kesehatan; memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga; memberi
konseling kepada pasien/keluarga; melakukan pencampuran obat suntik; melakukan
penyiapan nutrisi parenteral; melakukan penanganan obat kanker; melakukan penentuan
kadar obat dalam darah; melakukan pencatatan setiap kegiatan dan melaporkan setiap
kegiatan (Depkes RI, 2004).
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap baik visite mandiri maupun
bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuannya adalah menilai rasionalitas
penggunaan obat. Penilaian rasionalitas penggunaan obat meliputi 4 T + 1 W yaitu tepat
pasien, tepat obat, tepat indikasi, tepat dosis dan waspada efek samping.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Apa itu farmasi industri ?


2. Apa itu farmasi rumah sakit ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. untuk menjadi calon apoteker yang handal, siap pakai dalam memasuki dunia kerja
sebagai tenaga farmasi yang professional
2. Memberikan pemahaman dan motivasi kepada pasien untuk mematuhi terapi yang
telah ditetapkan dokter
BAB II
PEMBAASAN

2.1 Farmasi Industri


1.Pengertian Industri Farmasi

BerdasarkanSurat Keputusan Menteri Kesehatan No.245/MenKes/SK/V/1990


tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi.
Industri Farmasi adalah Industri Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat
jadi yaitu sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelediki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Sedangkan
yang dimaksud dengan bahan baku obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun yang
tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar mutu sebagai bahan
farmasi.

2.Persyaratan Industri Farmasi

Perusahaan industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industri farmasi, karena
itu industri tersebut wajib memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan. Persyaratan industri farmasi tercantum dalam Surat Keputusan Menteri
Kesehatan RI No.245//Menkes/SK/V/1990 adalah sebagai berikut :
a. Industri farmasi merupakan suatu perusahaan umum, badan hukum berbentuk
Perseroan Terbatas atau Koperasi.
b. Memiliki rencana investasi.

c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

d. Industri farmasi obat jadi dan bahan baku wajib memenuhi persyaratan
CPOB sesuai dengan ketentuan SK Menteri Kesehatan No.
43/Menkes/SK/II/1988.
e. Industri farmasi obat jadi dan bahan baku, wajib mempekerjakan secara tetap
sekurang-kurangnya dua orang apoteker warga Negara Indonesia, masing-masing
sebagai penanggung jawab produksi dan penanggung jawab pengawasan mutu
sesuai dengan persyaratan CPOB.
f. Obat jadi yang diproduksi oleh industri farmasi hanya dapat diedarkan
setelah memperoleh izin edar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.

3. Izin Usaha Industri Farmasi

Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan wewenang
pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Izin
ini berlaku seterusnya selama industri tersebut berproduksi dengan perpanjangan izin
setiap 5 tahun, sedangkan untuk industri farmasi Penanaman Modal Asing (PMA) masa
berlakunya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing dan pelaksanaannya

4. Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi

Pencabutan izin usaha industri farmasi dapat terjadi karena beberapa hal :
1. Melakukan pemindahtanganan hak milik izin usaha industri farmasi dan perluasan
tanpa memiliki izin.
2. Tidak menyampaikan informasi mengenai perkembangan industri secara
berturut-turut tiga kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak
benar.
3. Melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih
dahulu.
4. Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak
memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu).
5. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.
2.2. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)

CPOB merupakan suatu konsep dalam industri farmasi mengenai prosedur atau
langkah-langkah yang dilakukan dalam suatu industri farmasi untuk menjamin
mutu obat jadi, yang diproduksi dengan menerapkan “Good Manufacturing Practices ”
dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi sehingga obat yang dihasilkan
senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup
seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu (BPOM, 2006)

2.3 Aspek dalam CPOB 2006 meliputi

1. Manajemen Mutu

Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan
penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam izin edar (registrasi) dan
tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu
rendah atau tidak efektif. Manajemen mutu bertanggung jawab untuk pencapaian
tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan
komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok
dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan
diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara
benar (BPOM, 2006).
2. Personalia
Suatu industri farmasi bertanggung jawab menyediakan personil yang sehat,
terkualifikasi dan dalam jumlah yang memadai agar proses produksi dapat berjalan
dengan baik. Semua personil harus memahami prinsip CPOB agar produk yang
dihasilkan bermutu (BPOM 2009).
Kesehatan personil hendaklah dilakukan pada saat perekrutan, sehingga
dapat dipastikan bahwa semua calon karyawan (mulai dari petugas kebersihan,
pemasangan dan perawatan peralatan, personil produksi dan pengawasan hingga personil
tingkat manajerial) memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik sehingga tidak akan
berdampak pada mutu produk yang dibuat. Disamping itu hendaklah dibuat dan
dilaksanakan program pemeriksaan kesehatan berkala yang mencakup pemeriksaan jenis-
jenis penyakit yang dapat berdampak pada mutu dan kemurnian produk akhir. Untuk
masing-masing karyawan hendaklah ada catatan tentang kesehatan mental dan fisiknya
(BPOM 2009).

Prinsip personalia CPOB


 SDM sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian
mutu (quality assurance) yang memuaskan dan pembuatan obat yang
benar;

 Industri Farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang


terkualifikasi,dalam jumlah memadai untuk melaksanakan semua tugas;

 Tiap personil memahami tanggung jawab masing-masing


dan dicatat;
 Memahami prinsip CPOB,memperoleh pelatihan awal dan
berkesinambungan,termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan
dengan pekerjaan.
3. Bangunan dan Fasilitas

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain,


konstruksi, letak yang memadai dan kondisi yang sesuai serta perawatan yang dilakukan
dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain
ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil terjadinya resiko kekeliruan,
pencemaran silang dan kesalahan lain serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan
perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau
kotoran dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.
Rancang bangunan hendaklah dibuat sehingga untuk kegiatan yang berhubungan
langsung dengan daerah luar sarananya dikelompokkan.
Rancangan diatas perlu ditekankan agar tidak berdampak negatif terhadap kegiatan
produksi yang dilakukan di area dengan kelas kebersihan lebih tinggi (BPOM 2009).

4. Peralatan

Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang
tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat agar mutu
obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan
pembersihan serta perawatan (BPOM, 2006).

5. Sanitasi dan Hygiene

Tingkat sanitasi dan hygiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek
pembuatan obat. Ruang lingkup meliputi personalia, bangunan, peralatan, dan
perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan setiap hal yang dapat merupakan
sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran
hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan hygiene yang
menyeluruh serta terpadu.
Sanitasi dan hygiene yang diatur dalam pedoman CPOB 2006 adalah terhadap
personalia, bangunan, dan peralatan. Prosedur sanitasi dan hygiene hendaklah divalidasi
serta dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas prosedur dan selalu
memenuhi persyaratan.

6. Produksi

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah


ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa dapat menjamin produk obat
jadi dan memenuhi ketentuan izin pembuatan serta izin edar (registrasi) sesuai dengan
spesifikasinya (BPOM, 2006).
Selain itu, produksi baiknya dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten.
Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil analisa terhadap produk akhir,
melainkan juga oleh mutu yang dibangun selama tahapan proses produksi sejak
pemilihan bahan awal, penimbangan, proses produksi, personalia, bangunan, peralatan,
kebersihan dan hygiene sampai dengan pengemasan.
Prinsip utama produksi adalah :

1. Adanya keseragaman atau homogenitas dari bets ke bets.

2. Proses produksi dan pengemasan senantiasa menghasilkan produk yang seidentik


mungkin (dalam batas syarat mutu) baik bagi bets yang sudah diproduksi maupun
yang akan diproduksi.
8. Inspeksi diri dan Audit Mutu

Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan
pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB (BPOM,2006).

Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen oleh orang yang kompeten
yaitu terkualifikasi dan mempunyai pengalaman yang memadai dalam melakukan
inspeksi diri. Inspeksi diri dapat dilakukan sendiri oleh pihak perusahaan dengan
membentuk suatu tim atau oleh konsultan yang independen dari luar perusahaan. Inspeksi
diri hendaklah mencakup semua bagian yaitu pemastian mutu, produksi, pengaweasan
mutu, teknik dan gudang (termasuk gudang obat jadi, Bahan baku, dan bahan pengemas)
(BPOM, 2009).

9. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Produk dan Produk


Kembalian

Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan


terjadinya kerusakan obat dapat bersumber dari dalam maupun dari luar industri, dan
memerlukan penanganan dan pengkajian secara teliti (BPOM, 2009).
Keluhan/informasi yang bersumber dari dalam industri antara lain dapat dari
bagian produksi, bagian pengawasan mutu, bagian gudang dan bagian pemasaran,
sementara dari luar industri antara lain dapat berasal dari pasien, dokter, paramedis, klinik,
rumah sakit, apotek, distributor, dll (BPOM,2009).
Penarikan kembali obat jadi dapat berupa penarikan kembali satu atau beberapa
bets atau seluruh obat jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi. Penarikan kembali
dilakukan apabila ditemukan produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu atau atas
dasar pertimbangan adanya efek samping yang tidak diperhitungkan yang merugikan
kesehatan (BPOM, 2009).
Produk kembalian adalah obat jadi yang telah keluar dari industri dan beredar yang
kemudian dikembalikan ke industri karena adanya keluhan, mengenai kerusakan,
kadaluarsa, atau alasan lain misalnya mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan
sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu serta kesalahan
administratif yang menyangkut jumlah dan jenis (BPOM, 2009).
10. Dokumentasi

Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi manajemen


dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang sangat penting dari pemastian
mutu (BPOM, 2006). Sistem dokumentasi yang dirancang/digunakan hendaklah
mengutamakan tujuannya, yaitu menentukan, memantau dan mencatat seluruh aspek
produksi serta pengendalian dan pengawasan mutu (BPOM, 2009). Dokumentasi sangat
penting untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas secara jelas dan
rinci sehingga memperkecil resiko terjadinya kekeliruan yang biasanya timbul karena
hanya mengandalkan komunikasi lisan (BPOM, 2006).

11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,


disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan
produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara
pemberi kontrak dengan penerima kontrak harus dibuat secara jelas untuk menentukan
tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara
jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab
penuh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu).

12. Kualifikasi dan Validasi

Validasi adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan,
proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam
produksi maupun pengawasan mutu akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan
(CPOB, 2006).
CPOB mengisyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang
diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan.
Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi
mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian resiko hendaklah digunakan
untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.
Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi
hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi
(RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya adalah
kebijakan validasi, struktur organisasi kegiatan validasi, ringkasan fasilitas, sistem,
peralatan, proses yang akan divalidasi, format dokumen, format protokol, laporan validasi,
perencanaan dan jadwal pelaksanaan, pengendalian perubahan, serta acuan dokumen yang
digunakan.

2.4 Farmasi Rumah Sakit

 Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan


pelayanan kesehatan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan gawat darurat (Permenkes No 72/2016).

 Instalasi farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan


seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit (Permenkes
No72/2016).

1. Klasifikasi Rumah Sakit


a. Berdasarkan Kepemilikan

• Rumah Sakit Pemerintah

• Rumah Sakit Pemerintah Daerah

• Rumah Sakit Swasta

a. Berdasarkan Bentuknya
• Rumah Sakit menetap
• Rumah Sakit bergerak
• Rumah Sakit lapangan
b. Berdasarkan Jenis Pelayanan
• Rumah Sakit Umum
• Rumah Sakit Khusus

2. Pelayanan Rumah Sakit


a. Pelayanan Medik
 pelayanan gawat darurat;
 pelayanan medik spesialis dasar (penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, dan
obstetri dan ginekologi)
 pelayanan medik spesialis penunjang (meliputi pelayanan anestesiologi, radiologi,
patologi klinik, patologi anatomi, dan rehabilitasi medik)
 pelayanan medik spesialis lain
 pelayanan medik subspesialis
 pelayanan medik spesialis gigi dan mulut

b. Pelayanan Kefarmasian
c. Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan
d. Pelayanan Penunjang Klinik
e. Pelayanan Penunjang NonKlinik
f. Pelayanan Rawat Inap

3. Rumah Sakit Khusus


 Ibu dan anak
 Mata
 Otak
 Gigi dan Mulut
 Kanker
 Jantung dan Pembuluh Darah
 Jiwa
 Infeksi
 Paru-Paru
 THT
 Bedah
 Ketergantungan Obat
2.5 Lingkup Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
 Pengelolaan /Manajerial
 Pemilihan
• Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi
• Standar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang
telah ditetapkan

• Pola penyakit
• Efektivitas dan Keamanan
• Pengobatan berbasis bukti
• Mutu
• Harga
• Ketersediaan di pasar

 Perencanaan Kebutuhan
• Merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan
untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat
waktu, dan efisien
• Kegiatan perencanaan harus mempertimbangkan
• Anggaran yang tersedia
• Penetapan prioritas
• Sisa persediaan
• Data pemakaian periode lalu
• Waktu tunggu pemesanan
• Rencana pengembangan

 Pengadaan
• Metode Pengadaan
• Produksi sediaan farmasi
• Sumbangan/dropping/ hibah
 Penerimaan
• Merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah,
mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak/ surat
pesanan dengan kondisi fisik yang diterima
 Penyimpanan
• Disusun berdasarkan bentuk sediaan dan kelas terapi
• Disusun secara alfabetis dengan tetap memperhatikan
LASA
 • Penerapan sistem FIFO dan FEFO

 Pendistribusian
 Sistem persediaan lengkap di ruangan (floor stock)
 Sistem resep perorangan
Resep dibawa ke Depo Farmasi penyiapan obat penyerahan
obat dilakukan di Depo Farmasi
 Sistem unit dosis
Obat disiapkan untuk satu kali penggunaan dosis/pasien
 Sistem kombinasi

 Pemusnahan dan Penarikan


• Produk tidak memenuhi persyaratan mutu
• Telah kadaluarsa
• Tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan
• Dicabut izin edarnya

 Pengendalian
• Melakukan evaluasi persediaan slow moving
• Melakukan evaluasi terhadap death stock (tidak digunakan selama 3 bulan
berturut-turut)
• Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala

 Administrasi
• Pencatatan dan Pelaporan
• Administrasi Keuangan
• Administrasi Penghapusan
 Pelayanan farmasi Klinik
 Pengkajian dan Pelayanan Resep

 Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat


• Merupakan proses untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh
obat/sediaan farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan

• Dapat dilakukan melalui kegiatan wawancara atau data rekam medic

 Rekonsiliasi Obat
• Merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan obat yang
telah didapat pasien.
• Dilakukan untuk mencegah terjadinya medication error seperti obat tidak
diberikan, duplikasi, kesalahan dosis, atau interaksi obat

 Pelayanan Informasi Obat (PIO)


• Merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat
yang independen, akurat, tidak bias, terkini, dan komprehensif

 Konseling
• Merupakan suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi
obat dari apoteker kepada pasien/keluarga pasien.

 Visite
• Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati
kondisi klinis pasien pasien secara langsung , mengkaji masalah
terkait obat, memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak
dikehendaki, meningkatkan terapi yang rasional, dan menyajikan
informasi obat kepada dokter, pasien, dan profesional kesehatan

 Pemantauan Terapi Obat (PTO)

• Merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi


obat yang aman, efektif, dan rasional bagi pasien.
 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
• Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang tidak
dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia
untuk tujuan profilaksis, diagnosa, dan terapi

 Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)


• Merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur
dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif

 Dispensing Sediaan Streril


• Pencampuran obat suntik
• Penyiapan nutrisi parenteral
• Penanganan sediaan sitotoksik

 Pemantauan Kadar Obat dalam Darah


• Merupakan interpretasi hasil pemeriksaan kadar obat tertentu atas
permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau
atas usulan apoteker kepada dokter
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Farmasi industri adalah suatu infdustri obat jadi dan bahan baku obat. Definisi obat
jadi yaitu sediaan atau paduan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk mendiagnosa,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan dan kontrasepsi. Farmasi industri
memenuhi izin dan persyaratan farmasi industri, CPOB.
Farmasi rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
kesehatan secara paripurna yang menyediakan rawat jalan, rawat inap, dan gawat
darurat ( Permenkes No. 72/2016 ). Instalasi Farmasi suatu unit pelaksanaan fungsional
yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit.
( Permenkes No.72/2016 ). Farmasi Rimah sakit mengatur ruang lingkup pelayanan
kefarmasian di rumah sakit, pelayanan farmasi klinik.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Petunjuk Operational
Penerapan Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta: Badan POM RI.
2006
http://yuliantonagata.blogspot.com/2013/10/makalah-pelayanan-
informasi-obat-dan_20.html
Siregar, Charles. 2006. Farmasi Klinik, Teori dan Penerapan. Jakarta:
ECG

Anda mungkin juga menyukai