Tugas Makalah Hukum Yusuf Efendy
Tugas Makalah Hukum Yusuf Efendy
OLEH :
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………..
1.1Latar belakang……………………………………………………………
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................
2.1. Pengertian Pelanggaran Hak Asasi Manusia…………………………
2.2. Jenis Pelanggaran Hak Asasi Manusia…………………………………
2.3. Peristiwa Pelanggaran Hak Asasi Manusia Papua – di Indonesia
BAB III PENUTUP……………………………………………………….
3.1 Kesimpulan……………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Hak merupakan unsur normatif yang melakat pada diri setiap manusia sejak manusia masih
dalam kandungan sampai akhir kematiannya. Di dalamnya tidak jarang menimbulkan gesekan –
gesekan antar individu dalam upaya pemenuhan HAM pada diri sendiri. Hal inilah yang kemudian
bisa memunculkan pelanggaran HAM seseorang individu terhadap individu lain, kelompok
terhadap individu, ataupun sebaliknya.
Setelah reformasi tahun 1998, indonesia mengalami kemajuan dalam bidang penegakan
HAM bagi seluruh warganya. Istrumen- instrumen HAM pun didirkan sebagai upaya menunjang
komitmen penegakan HAM yang lebih optimal. Namun sering dengan kemajuan ini, pelanggaran
HAM kemudian juga sering terjadi di sekitar kita. Untuk itulah kami menyusun makalah yang
berjudul “ pelanggaran HAK Asasi Manusia di Indonesia”, untuk memberikan informasi tentang
apa itu pelanggaran HAM.
Identifikasi Masalah
Sesuai dengan judul makalah ini “ pelanggaran Hak Asasi Manusia”, maka masalah yang
dapat di identifikasi sebagai berikut :
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Pasal 1 Angka 6. No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak
asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok termasuk aparat negara, baik
sengaja maupun tidak sengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi,
membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia sesorang atau kelompok orang yang dijamin oleh
undang – undang dan tidak mendapatkan atau dikwatirkan tidak akan memperoleh penyesalan
hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Menurut UU no 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, pelanggaran HAM adalah setiap
perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik sengaja atau kelalaian yang
secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut Hak Asasi Manusia
sesorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang – Undang ini, dan tidak didapatkan, atau
dikhatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdaasarkan
mekanisme hukum yang berlaku.
Dengan demikian pelanggaran HAM merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan baik
dilakukan oleh individu maupun oleh institusi negara atau institusi lainnya terhadap hak asasi
individu lain tanpa ada dasar atau alasan yuridis dan alasan rasional yang menjadi pijaknya.
KONFLIK antara rakyat Papua dengan Indonesia dimulai sebelum dan sesudah PEPERA
1969 ketika rakyat Papua mulai sadar benar dan mengetahui pembatasan HAM rakyat Papua untuk
menentukan nasib sendiri. Pelanggaran hak asasi manusia dapat terjadi dalam intraksi antara aparat
pemerintah dengan masyarakat dan antar warga masyarkat. Apabila dilihat dari perkembangan
sejarah bangsa Papua – di Indonesia, ada beberapa peristiwa besar pelanggaran hak asasi manusia
yang terjadi dan mendapat perhatian yang tinggi dari NGO dan masyarakat Papua.
Akar persoalan derasnya tuntutan rakyat Papua mengenai hak azasinya untuk menentukan
nasib sendiri. 1. pengabaian masyarakat internasional dalam pelaksanaan “Act of Free Choice”
yang tidak demokratis, tidak adil dan penuh pelanggaran HAM. 2. berbagai pelanggaran HAM
yang terjadi secara sistematis (pembunuhan, pemerkosaan, penyiksaan) dan implikasi sosial
lainnya (perampasan tanah-tanah adat, perusakan lingkungan, degradasi budaya) sebagai hasil dari
militerisme dan kebijakan-kebijakan pembangunan (transmigrasi, pertambangan, HPH, turisme
selama berintegrasi dengan Indonesia). 3. krisis identitas sebagai ras Melanesia di negeri sendiri
akibat kebijakan-kebijakan pemerintah yang mengandung elemen-elemen genosida, rasisme dan
pengabaian terhadap kultur sehingga tingkat pertumbuhan penduduk pribumi Papua sangat lambat.
Indonesia juga memberlakukan Papua sebagai Daerah Operasi Militer (DOM).
Selama menjadi DOM inilah berbagai pelanggaran HAM terjadi dan berujung pada
kejahatan kemanusiaan. Kondisi ini membuat rakyat Papua terus hidup dalam ketakutan. Beberapa
kasus pelanggaran HAM yang masih tetap ada dalam ingatan penderitaan (memoria passionis)
diantaranya.
Peristiwa Manokwari (28 Juli 1965), perlawanan Ferry Awom dan Mandacan di Manokwari
yang menelan banyak korban di pihak rakyat sipil. Reaksi atas pelawanan yang dilakukan oleh
gerilyawan Tentara Nasional Indonesia melancarkan operasi militer dengan nama operasi
sadar dilakukan di dua daerah yakni Manakwari dan Sorong, operasi tersebut menewaskan ratusan
rakyat sipil dan dilakukan penangkapan masal kemudian dibebaskan setelah PEPERA pada tahun
1970. Perlakuan kebiadaban lain, yakni anak perempuan umur 14 tahun ditangkap jadikan budak
seks. Kasus lain yakniKamis, 3 Maret 1968, Kampung Wodu dibakar. Semua rumah masyarakat
dan harta benda, gedung gereja, dan gedung sekolah semua dibakar. Hewan peliharaan ditembak
dan dimusnahkan (ELSAM Papua, 2012).
Lokasi lain, di Paniai Raya saat itu yakni (Kab.Paniai, Kab. Dogiyai dan Kab. Deiyai) 1 Mei
1963, rakyat mengahancurkan lapangan pesawat terbang di Enarotali dan Waghete, pada operasi
tersebut menewaskan banyak rakyat sipil. Perempuan dijadikan budak seks bagi tentara, harta
kekayaan mereka pun dimusnahkannya.
Pada periode ini, pelanggaran HAM besar lainya, penyerahkan tanah adat tanpa
sepengetahuan pemilik atau penjaga tanah adat. Seperti PT.Freeport Indonesia.
Pada periode setelah Pepera, operasi militer lebih difokuskan untuk menghancurkan sisa-
sisa anggota OPM yang masih bergerilya di hutan-hutan. Orang Papua yang berada di perkotaan
maupun di pedesaan diawasi secara ketat dan harus mendapat ijin dari tentara jika ingin berpergian.
Korban yang pernah ditahan, dapat kembali ditahan tanpa alasan penahanan yang jelas.
Daerah Sentani –Jayapura tentara di Batalyon 751 yang ditempatkan di Puay, Jayapura pada
1972 menembak mati 10 penduduk setempat dan 10 warga lainnya dari Telaga Maya (Sentani,
Jayapura). Tentara lainnya kemudian menutupi korban dengan daun dan kayu.
Operasi Tumpas dilakukan 1971-1989 terhadap OPM di Biak Barat dan Biak Utara. Para
saksi melaporkan terjadinya penembakan dan pembunuhan, penyiksaan dan penganiayaan,
perkosaan, dan penculikan. Banyak rakyat sipil korban pembunuhan dan pula Perempuan juga
tidak lepas dari korban tindak kekerasan yang dilakukan oleh aparat militer.
Hasil penelitian Asian Human Rights Commission Human Rights and Peace for Papua
(ICP) (2013) menyebutkan pada tahun 1977–1978 di Pegunungan Tengah Papua Barat
mengalami penindasan yang luar biasa melalui operasi darat maupun udara. Operasi ini yakni
pembunuhan masal (Genosida) yang diabaikan menewaskan 4 juta jiwa lebih mulai dari anak kecil
sampai dewasa. Tidak terlepas dari perbudakan seks, membakar rumah, gereja dan menghabiskan
ternak peliharaan milik rakyat sipil.
Pada tahun 1980, operasi tentara menargetkan Tuan Thadeus Yogi, pada saat banyak
masyarakat di tembak, dipukul dan dipenajarakannya. Pada operasi tersebut rakyat ditahan sampai
dibunuh dengan cara diikat dengan tali digantungkan kemudian besi yang sudah
dipanaskan/dibakar di api sampai merah, lalu mereka masukan besi panas tersebut dari pantat
hingga keluar dimulut. Pembunuhan sadis ini dialami oleh rakyat diberbagai daerah Papua,
mereka diculik dianiaya sampai akhirnya tewas dengan sadis. Pembunuhan terhadap tokoh
antropolog Papua, Arnold Clemens Ap pada 26 April 1984, dia dibunuh kemudian dibuang di
lautan di Jayapura. Masi ada banyak kasus yang terjadi pada periode tahun ini.
Kaitainya dengan operasi militer, pada 1990- an pembunuhan, pembantaian dan korban terus
berjatuhan. Pada tahun 1994 TNI angkatan Darat menangkap 4 orang warga Timika yang
kemudian dinyatakan hilang.
Jadi, disimpulkan bahwa era 1960 an sampai 2000 Akibat penerapan operasi militer, selama
kurun waktu di bawah rejim orde baru, setidaknya telah 100 ribu lebih penduduk asli Papua
terbunuh. Sasaran pembunuhan tidak saja pada orang-orang yang dianggap sebagai tokoh OPM,
tetapi juga terhadap masyarakat Papua yang dianggap sebagai basis kekuatan OPM. (ELSAM,
2006).
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
HAM adalah hak- hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sesuai dengan kiprahnya.
Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat
bahwa Jangan pernah menindas HAM orang lain. Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan
dilindungi oleh perundang – undangan baik nasional maupun undang – undang hak asasi manusia
di Internasional melalui PBB, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh
seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu negara akan digugat kembali oleh pihak
korban. Semua pelanggaran HAM yang telaah terjadi maupun terus terjadi di Papua merupakan
akibat dari pembatasan hak menentukan nasip sendiri bagi rakyat Papua.