2
2
PENDAHULUAN
1
BAB II
ISI
2.1.1 Presiden
Ketentuan tentang Kepala Negara yang disebut Presiden itu diatur dalam
Undang-Undang Dasar pasal 4 ayat (1) sampai dengan Pasal 15. Menurut
Pasal 4 ayat (1), Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
Pemerintah. Bunyi Pasal 4 ayat (1) tersebut jelas-jelas menegaskan bahwa
Presiden menduduki sebagai Kepala Pemerintahan. Kemudian di pasal 4 ayat
(2) menentukan bahwa dalam melaksanakan kewajiban Presiden dibantu oleh
satu orang wakil Presiden. Juga ditentukan bahwa Presiden dibantu oleh
Menteri-Menteri Negara ( Pasal 17).
2
2.1.2 Kabinet
Kabinet adalah suatu badan yang terdiri dari pejabat pemerintah senior/level
tinggi, biasanya mewakili cabang eksekutif. Kabinet dapat pula disebut sebagai
Dewan Menteri, Dewan Eksekutif, atau Komite Eksekutif, penyebutan ini
tergantung pada sistem pemerintahannya dan diketuai oleh presiden atau perdana
menteri sebagai pimpinan kabinet. [ Wikipedia, 2019 ]
Kantor Staf Presiden merupakan Unit Staf Kepresidenan, yang dibentuk dengan
Perpres No. 26 Tahun 2015 tentang Kantor Staf Presiden, untuk memberi
dukungan kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam mengendalikan pelaksanaan
3 kegiatan strategis yaitu pelaksanaan Program – Program Prioritas Nasional,
aktivitas terkait komunikasi politik kepresidenan, dan pengelolaan isu strategis.
Perpres No. 26 tersebut dapat dilihat pada informasi publik.
Fungsi lain dari Kantor Staf Presiden adalah bertanggungjawab atas pengelolaan
isu-isu strategis termasuk penyampaian analisis data dan informasi strategis dalam
3
rangka mendukung proses pengambilan keputusan dan pengelolaan strategi
komunikasi politik dan diseminasi informasi yang harus dilakukan.
Selain dari fungsi-fungsi tersebut diatas, Kantor Staf Presiden dapat melakukan
tugas dan fungsi lain yang ditugaskan oleh Presiden.
Kantor Staf Presiden memiliki tugas dan fungsi memberi dukungan kepada
Presiden dan Wakil Presiden dalam melaksanakan pengendalian program-
program prioritas nasional, komunikasi politik, dan pengelolaan isu strategis
penyelesaian masalah secara komprehensif, percepatan pelaksanaan dan
pemantauan program prioritas nasional serta tugas lain yang diberikan
Presiden. ( KSP.go.id )
4
kehidupan tiap individu, termasuk dalam sebuah organisasi. Pengambilan
keputusan juga dapat mempengaruhi kesuksesan ataupun kegagalan seseorang
dalam hidupnya, termasuk dalam kesuksesan ataupun kegagalan sebuah
organisasi. Begitupun dalam organisasi atau lembaga pendidikan, pengambilan
keputusan merupakan keharusan yang hampir selalu dilakukan oleh pengambil
keputusan--pemimpin. Banyak sekali pengertian dan pemaknaan pengambilan
keputusan yang dikemukakan oleh para pakar. Di antaranya, Luthans (1995: 440)
yang mendefinisikan pengambilan keputusan secara umum sebagai “choosing
alternatives”. Dalam pengertian yang lebih rinci dan konseptual, pengambilan
keputusan didefinisikAn sebagai “the process of selecting and implementing
alternatives consistent with a goal” (Hess and Siciliano; 104). Atau “the process
of generating and evaluating alternatives and making choices among them”
(Mondy, Sharplin dan Flippo, 1988: 14). Dalam pemaknaan yang lebih luwes dan
operasional, Lessem (245) mengemukakan tentang pengambilan keputusan
sebagai “the actual selection from among alternatives of a course of action”, atau
“the selection of a preferred course of action from two or more alternatives”
(Robbins, 152). Dalam pemahaman yang lebih komprehensif, Bovee, at.al. (…,
172) berpendapat bahwa pengambilan keputusan merupakan “the process of
recognizing a problem, generating and weighing alternatives, coming to a
decision, taking action and assessing the result”. Pengambilan keputusan juga
bermakna sebagai “pengakhiran atau pemutusan suatu proses pemikiran tentang
suatu permasalahan dalam rangka menjawab pertanyaan “apa’ yang harus
dilakukan guna mengatasi permasalahan tersebut denga cara memilih salah satu di
antara alternatif yang diberikan” (Atmosudirdjo, 1990: 67). Dari berbagai
pendapat dan pemahaman para ahli di atas, terlihat bahwa pengambilan keputusan
pada hakikatnya merupakan problematika antara rasionalitas dan kekuatan, “a
process in which both rationality and power are problematics” (Hall, …, 158).
Artinya, pengambilan keputusan melibatkan rangkaian proses yang terstruktur
dimulai dari 1) memahami atau mengenal masalah yang tengah dihadapi, 2)
mengurutkan dan menimbang dan atau menilai alternatif mana yang dapat
5
menjawab permasalahan, 3) memutuskan, 4) melaksanakan keputusan yang telah
diambil, dan pada akhirnya 5) menilai hasil keputusan yang telah dilaksanakan.
Rangkaian kegiatan ini menuntut tingkat rasionalitas yang tinggi dari seorang
pengambil keputusan serta “power” yang dimilikinya guna meyakinkan dan
menjamin bahwa keputusan yang telah diambil dimaksudkan dalam usaha
mencapai tujuan yang telah ditargetkan hendak dicapai.
6
yang harus diambil. Dalam pelaksanaan ORID terdapat aspek-aspek describe
(penjelasan terhadap fakta dan tujuan), analyze (analisis dilakukan sebelum
evaluasi), dan evaluate (penilaian terhadap fakta dan analisis). Robbins (…;
152153) membagi proses pengambilan keputusan menjadi empat bagian, yakni
problem determination, development of alternatives, analysis of alternatives, and
selection of best alternatives. Problem determination merupakan judgement--
keputusan-- yang harus dibuat oleh para administrator. Keputusan yang harus
dibuat diakrrenakan berbagai deviasi penyimpangan yang dipandang sebagai
masalah sehingga diperlukan suatu tindakan guna menyelesaikan masalah
tersebut. Namun, sebelum keputusan dibuat adalah penting untuk secara spesifik
menentukan arah permasalahan, mengembangkan dan menganalisis berbagai
alternatif, mendasarnya masih merupakan tentative alternative pilihan jawaban
sementara. Dalam hal ini, kepiawaian administrator untuk memahami alternatif-
alternatif tersebut sangat dipentingkan. Analysis of alternative merupakan langkah
ketiga yang berfokus pada penilaian terhadap berbagai kelebihan dan kelemahan
setiap alternatif. terakhir, selection of best alternative yakni tahap penyeleksian
alternatif terbaik di antara sekian alternatif yang telah dianalisis untuk dijadikan
sebagai keputusan. Selanjutnya, Robbins mengemukakan enam aspek yang
mendasari suatugood judgement dalam pengambilan keputusan, yaitu 1) ascertain
the need for a decision, 2) establish decision criteria, 3) allocate weights to
criteria, 4) develop alternatives, 5) evaluate alternatives, dan 6) select the best
alternative (…; 65). Pertama, ascertain the need for a decision merupakan
kejelasan tentang adanya masalah, yakni adanya “gap” antara harapan-- keadaan
atau kondisi yang diinginkan—dan kenyataan. Dalam hal ini, apakah keputusan
perlu dibuat atau tidak bergantung kepada persepsi administrator dalam
menyikapi masalah tersebut. Kedua, decision criteria adalah kerelevanan antara
kriteria yang dibuat dengan problem guna memperoleh keputusan yang tepat.
Berbagai kriteria yang telah dibuat harus ditempatkan berdasarkan prioritas.
Ketiga, allocate weights to criteria yaitu menentukan sejumlah kriteria yang lebih
mendekati kepada keputusan yang tepat. Keempat, develop alternatives—
mengembangkan berbagai alternatif. Kelima evaluate alternatives yang harus
7
dilakukan secara kritis dengan menilai berbagai kekuatan dan kelemahan alternatif
tersebut, lalu membandingkannya dengan kriteria prioritas yang telah dibuat.
Keenam, develop alternatives dilakukan setelah semua alternatif diketengahkan,
dibahas, dievaluasi, dan dibandingkan dengan kriteria yang telah dibuat tanpa
melupakan analisis kuantitatif. Bedeian dan Glueck (1983: 255), dengan lebih
sederhana mengemukakan tiga langkah proses pengambilan keputusan. Ketiga
langkah tersebut adalah 1) “identification alternative” ditujukan pada usaha yang
sistemativ terhadap berbagai alternative. Tidaklah mudah bagi seorang pimpinan
untuk mengetahui semua alternatif yang tersedia. Untuk itu diperlukaan cara-cara
tertentu seperti brainstorming yaitu teknik yang dapat menstimulasi munculnya
creative thinking, dan synectic yakni teknik yang menstimulasi munculnya ide-ide
baru. 2) “evaluation alternatives” merupakan evaluasi setiap alternatif dengan
memperhatikan aspekaspek kekuatan dan kelemahannya, keuntungan dan
kerugiannya, biaya, dan manfaatnya bagi pencapaian tujuan organiasasi. Guna
melakukaan evaluasi yang lebih analitis dan sistematis maka “operation research”
(OR) atau sering digunakan dengan piranti seperti probability theory, queuing
theory, linear programming dan simulation, dan 3) “selection of alternative”
ditujukan pada pemilihan sebuah alternatif yang memberikan kemungkinan
terbesar bagai pencapaian tujuan organisasi, setelah malalui tahap-tahap
identifikasi dan evaluasi beragam alternatif yang tersedia. Pembuatan keputusan
pada dasarnya tidak terjadi dalam keadaan yang vakum. Faktor lingkungan,
terutama lingkungan internal sangat membantu dalam menentukan keputusan apa
yang akan dibuat dan siapa yang membuatnya (Mondy, Sharplin, dan Flippo,
1988: 154). Salah satu proses pengambilan keputusan seperti pada diagram 1.,
yang bersumber dari R. W. Mondy, A. Sharplin, and E. B. Flippo, Management:
Concepts and Practice (Boston: Allyn and Bacon, Inc., 1988: 154). Secara umum
uraian tiap langkah dari proses tersebut dikemukakan sebagai berikut: 1. Identify
the problem or opportunity. Pada fase ini, hal penting yang harus diperhatikan
adalah jangan melihat problem yang muncul dipermukaan saja, tapi juga faktor-
faktor penyebab munculnya masalah tersebut. Dengan mengetahui penyebabnya,
akan sangat membantu dalam menemukan solusi. 2. Develop alternatives
8
mempertimbangkan berbagai cara yang mungkin bagi pemecahan masalah tanpa
melupakan rentang waktu untuk membuat keputusan. 3. Evaluate alternatives
memberikan penilaian pada setiap alternative. Penilaian tersebut memperhatikan
kelebihan dan kelemahan masing-masing alternative. Ada berbagai cara yang
dapat dilakukan dalam menilai kelebihan dan atau kelemahan alternatif, seperti
membuat daftar pro dan kontra masing-masing alternative, menilai manfaat tiap
alternative, termasuk aspek dana yang harus dikeluarkan jika alternative solusi
memerlukan. Secara umum, penilaian alternative harus berorientasi pada
pencapaian tujuan organisasi. 4. Choose and implement the best alternative fase
ini merupakan bagian tersulit yang harus dilakukan oleh seorang pengambil
keputusan. Namun, dengan mengikuti prosedur yang runut dan rinci dan
berorientasi pada penyelesaian masalah, dapat diyakini akan mengahsilkan
keputusan yang memuaskan. 5. Evaluate the decision merupakan tahap akhir
dalam proses pengambilan keputusan menghendaki penilaian objektif tentang
bagaimana keputusan dapat menyelesaikan masalah.
Pengambilan Keputusan
Setiap rapat DPR dapat mengambil keputusan apabila dihadiri oleh lebih dari
separuh jumlah anggota rapat (kuorum), apabila tidak tercapai, rapat ditunda
sebanyak-banyaknya 2 kali dengan tenggang waktu masing-masing tidak lebih
dari 24 jam. Setelah 2 kali penundaan kuorum belum juga tercapai, cara
penyelesaiannya diserahkan kepada Bamus (apabila terjadi dalam rapat Alat
Kelengkapan DPR), atau kepada Bamun dengan memperhatikan pendapat
9
Pimpinan Fraksi (apabila terjadi dalam rapat Bamus). Secara lengkap dapat dilihat
pada Tata tertib DPR RI BAB XVII.
Keputusan berdasarkan mufakat adalah sah apabila diambil dalam rapat yang
telah mencapai kuorum dan disetujui oleh semua yang hadir.
Keputusan berdasarkan suara terbanyak adalah sah apabila diambil dalam rapat
yang telah mencapai kuorum dan disetujui oleh lebih separuh jumlah anggota
yang hadir.
10
Presiden memegang kekuasaan pemerintahan sebagaimana diatur dalam UUD
1945 dan termuat di dalam beberapa pasal-pasalnya. Beberapa UU yang terbentuk
terkait
Saat ini terdapat tujuh lembaga negara yang utama yaitu MPR, Presiden, DPR,
DPD, BPK, MA, dan MK. MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) telah memiliki
11
payung hukum yang konkret yaitu UU No 17 Tahun 2014, Mahkamah Agung
dengan payung hukum UU No 13 Tahun 1985 sebagaimana terakhir diganti
dengan UU No 3 Tahun 2009, Badan Pemeriksa Keuangan dengan UU No 5
Tahun 1973 sebagaimana telah diganti dengan UU No 15 Tahun 2006, dan
Mahkamah Konstitusi yang diatur dengan UU No 24 Tahun 2003 sebagaimana
diubah terakhir dengan UU No 4 Tahun 2014. Tidak hanya lembaga di atas yang
kelembagaannya telah ajeg, bahkan lembaga di bawah kekuasaan presiden pun
memiliki kelembagaan yang ajeg sebagaimana Kementerian Negara dengan UU
No 39 Tahun 2008, Kepolisian RI dengan UU No 2 Tahun 2002, Kejaksaan RI
dengan UU No 16 Tahun 2004, dan Tentara Nasional RI dengan UU No 34 Tahun
2004.
12
a) Ketentuan perundang-undangan (normatif sesuai dengan norma-normaatau
ketentuan yang berlaku) dan sistem pemerintahan yang digunakan.
Presiden Pertama, UUD NRI 1945 merupakan hukum positif atau ketentuan
perundungan-undangan yang tertinggi di Indonesia. Makan dari sumber hukum
negara tertinggi adalah (i) semua pembuatan peraturan perundang-undangn harus
bersumber dari asa, kaidah, cita dasar, dan tujuan UUD NRI 1945; (ii) Penerapan
UUD NRI 1945 didahulukan dari peraturan perundang-undangan lain; (iii) semua
peraturan perundang-undangan lain tidak boleh bertentangan dengan UUD NRI
1945.39 Salah satu yang menjadi materi UUD NRI 1945 yakni mengatur
mengenai tugas dan wewenang para pembantu presiden.40 Pasal 4 ayat (2) UUD
NRI 1945 menjelaskan bahwa Wakil Presiden merupakan pembantu presiden
dalam melaksanakan kewajiban sebagai kepala negara maupun kepala
pemerintahan. Tugas pembantuan tersebut meliputi reserved power (pengganti),
mewakili Presiden dalam menjalankan tugastugas kepresidenan yang
didelegasikan kepadanya, bertindak membantu Presiden melaksanakan seluruh
tugas dan kewajiban Presiden. Pasal 17 ayat (1) UUD NRI 1945 menyatakan,
“Presiden dibantu oleh menterimenteri negara”. Pembantuan tersebut
diaplikasikan dalam tugas setiap menteri yang membidangi urusan tertentu dalam
pemerintahan dan dapat dibentuk menteri koordinator. Pengaturan terkait
kedudukan Wakil Presiden sebagai Pembantu Presiden belum menyebutkan
secara jelas dan tegas terkait fungsi dan wewenang Wakil Presiden dalam
membantu Presiden melaksanakan fungsi pemerintahan. Namun demikian, dalam
praktik ketatanegaraan di Indo nesia yang berlangsung selama ini, kedudukan
antara Wakil Presiden menteri-menteri negara tidak lah sederajat. Jika ditinjau
secara mendalam, sistem pemerintahan yang diatur dalam UUD Nergara Republik
Indonesia Tahun 194 cenderung menganut sistem pemerintahan Presidensial. Hal
ini juga tercermin dalam proses Perubahan UUD 1945 dimana Panitia Ad Hoc I
13
menyusun kesepakatan dasar berkaitan perubahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945 dimana salah butir kesepakatan tersebut yaitu
mempertegas sistem pemerintahan presidensial.
14
2.5 Peraturan Mengenai Lembaga Kepresidenan
UUD 1945
RUU
15
Lembaga Kepresidenan Dalam RUU Lembaga Kepresidenan terdapat sembilan
bab dan 49 pasal yang mengatur mengenai:
Dalam pasal ini dijelaskan kedudukan presiden sebagai Kepala Negara dan
Kepala Pemerintahan yang dibantu oleh wakil presiden, dan sebagai kepala
pemerintahan dibantu oleh menteri-menteri negara.
16
keamanan Kewajiban lembaga ketatanegaraan yaitu menjalankan
sistem kenegaraan dan pemerintahan berdasarkan aturan yang berlaku
secara demokraitis, serta
menetapkan Peraturan Pemerintah untuk mengatur pelaksanaan
undang-undang.
Terdapat 6 poin larangan bagi lembaga kepresidenan.
Dalam hal Presiden dan atau Wakil Presiden patut disangka telah melakukan
perbuatan pidana, maka pemanggilan, permintaan keterangan, dan penyidikan,
harus mendapat persetujuan tertulis dari Pimpinan MPR.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pengambilan Keputusan
18
kepada Bamun dengan memperhatikan pendapat Pimpinan Fraksi
(apabila terjadi dalam rapat Bamus). Secara lengkap dapat dilihat pada
Tata tertib DPR RI BAB XVII.
19
3.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
20
Ivone Melissa. 2015. URGENSI DISAHKANNYA RUU TENTANG
LEMBAGA KEPRESIDENAN. Makalah.
21