Anda di halaman 1dari 9

Data yang penting

4 ) Gas Pencemar NOx

1) Definisi, sifat dan baku mutu


Nitrogen adalah gas yang memiliki komposisi terbesar di bumi, yaitu sebesar 78%.
Jumlah tersebut kemudian diikuti oleh gas O2 sebesar 21%. Ada tujuh kemungkinan hasil
reaksi bila nitrogen bereaksi dengan oksigen, antara lain adalah NO, NO2, N2O, N2O3,
N2O4, N2O5, dan NO3. Dari ketujuh unsur tersebut yang memiliki jumlah yang cukup
besar yaitu N2O, NO, dan NO2, dan yang menjadi perhatian dalam pencemaran udara
hanyalah NO dan NO2 yang kemudian diklasifikasikan sebagai NOx.
Nitrogen monoksida (NO) merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau,
sebaliknya nitrogen dioksida (NO2) berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam.
Senyawa kimia nitrogen oksida dan nitrogen anorganik reaktif lainnya memiliki peranan
penting di dalam pembentukan berbagai pencemaran di udara seperti photochemical smog,
hujan asam, dan penipisan lapisan ozon.
Sifat-sifat dari NOx menurut Agency for Toxic Substances and Disease
Registry (ATSDR, 2002):
i. Dalam jumlah yang sedikit nitrogen oksida dapat menguap dari air,
tetapi hampir seluruhnya bereaksi dengan air dan membentuk asam
nitrat.
ii. Saat dilepaskan ke tanah, sejumlah nitrogen oksida dapat menguap
ke udara. Tetapi hampir keseluruhan akan berubah menjadi asam
nitrit atau zat lainnya.
iii. Nitrogen oksida tidak dapat dibentuk dari rantai makanan.

Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh World Bank Group (1998),


rata-rata konsentrasi nitrogen dioksida di daerah perkotaan seluruh dunia berkisar
antara 20-90 µg/m3. Nilai konsentrasi maksimum untuk pengukuran 30 menit dan
pengukuran 24 jam dapat mencapai 850 µg/m3 dan 400 µg/m3. Untuk jalan yang
benar-benar padat, pada pengukuran 1 jam dapat diperoleh konsentrasi yang
mencapai 1000 µg/m3.
Baku mutu kualitas udara ambien berdasarkan US EPA untuk NO2 adalah
sebesar 100 μg/m3 atau 0,053 ppm untuk rata-rata tahunan. Peraturan di Indonesia
juga hanya mencantumkan baku mutu untuk NO2 dalam parameter NOx. PP no. 41
tahun 1999 tentang Pencemaran Udara menetapkan baku mutu NO2 sebesar 400 μg/m3.

2) Sumber pencemar
Kendaraan bermotor menyumbangkan emisi NOx sebesar setengah dari
keseluruhan polutan NOx yang ada di atmosfer. Disusul dengan instalasi pembangkit listrik
yang juga menjadi salah satu penyumbang NOx yang cukup besar, yaitu 20% Sedangkan
jumlah sisanya diemisikan oleh berbagai kegiatan di berbagai sector industri, seperti
penabas, incinerator dan turbin gas.
Sebagian lagi diemisikan oleh pembakaran dari mesin diesel, seperti mesin pada
penggilingan besi dan baja, pabrik semen, pabrik kaca, kilang minyak, dan pabrik asam
nitrit. Nitrogen oksida yang muncul dari sumber alami berasal dari kilat, kebakaran hutan,
pohon, semak, dan jamur.

3) Pembentukan NOx

Gas NOx dapat terbentuk melalui sekurang-kurangnya 4 proses reaksi yang


terpisah dalam bentuk gas, yang mana diklasifikasikan sebagai thermal NO, prompt
NO, fuel NO, NO reburning.

1) Thermal NO

Thermal NO terbentuk dari oksidasi nitrogen di udara pada temperatur


yang tinggi dan pada kondisi pembakaran yang memiliki sedikit
kandungan bahan bakar.

2) Prompt NO

Prompt NO dibentuk melalui reaksi nitrogen di udara dengan


hidrokarbon dalam bahan bakar, di mana pembakaran melibatkan bahan
bakar dalam jumlah yang besar.

3) Fuel NO

Fuel NO adalah bentuk dari ikatan nitrogen dalam bahan bakar dan
biasanya diasumsikan sebagai hasil dari formasi HCN dan atau NH3
yang dioksidasi ke bentuk NO.

4) NO Reburning

Reburning adalah proses yang digunakan untuk mereduksi emisi NO


dengan menambahkan hidrokarbon di dalam bahan bakar.

Di dalam proses pembentukannya, NOx juga mengalami intervensi dari luar


berupa sinar UV dan juga berbagai polutan atau gas-gas lain di atmosfer. Senyawa
yang terbentuk akibat reaksi dari NOx dengan senyawa lain di udara dapat
menimbulkan dampak yang lebih berbahaya daripada NOx itu sendiri. Hal inilah
yang menyebabkan NOx sangat diperhitungkan sebagai pencemar yang perlu
dikendalikan
4) Dampak pencemar
Gas NOx tidak lebih berbahaya bila dibandingkan dengan NO2. Kehadiran
NO dalam darah dapat mengikat hemoglobin dan mengurangi efisiensi transportasi
oksigen. Sedangkan pemaparan akut NO2 dapat menyebabkan bahaya serius pada
kesehatan manusia. Pada pemaparan dengan konsentrasi 50-100 ppm selama 1 jam,
NO2 dapat menyebabkan peradangan pada jaringan paru-paru untuk periode 6-8
minggu.
Pemaparan NO2 pada level konsentrasi yang lebih tinggi mencapai 150-200
ppm dapat menyebabkan timbulnya penyakit bronchiolistis fibrosa obliterans,
sebuah kondisi yang fatal di dalam 3-5 minggu pemaparan. Dampak kematian
juga dapat disebabkan oleh NO2, tentunya dengan konsentrasi yang tinggi yaitu
mencapai 500 ppm atau lebih dalam 2-10 hari pemaparan. Dampak negatif dari
keberadaan NOx tidak hanya menyerang kesehatan manusia, tetapi juga makhluk
hidup lain seperti tumbuhan.
Tumbuhan yang terpapar oleh NO2 dapat mengalami gangguan jaringan dan
timbul noda-noda bintik pada daun tumbuhan tersebut. Bahkan pemaparan NO2
sebesar 10 ppm pada tanaman dapat menurunkan sifat reversibel tanaman pada
proses fotosintesis.
Nitrogen oksida juga bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi pada
industri tekstil karena senyawa tersebut mampu memudarkan warna pada bahan
celup dan tinta. Hal ini telah dibuktikan dengan percobaan menggunakan alat bantu
pengering pakaian. Pengering yang digunakan untuk mengeringkan pakaian
dimasukan kandungan NOx ke dalamnya dan disemprotkan ke pakaian. Hasil yang
terlihat setelah dilakukan percobaan adalah adanya perubahan pada warna pakaian.
Banyak kerusakan yang dialami material juga disebabkan oleh NOx dalam
bentuk secondary nitrates dan asam nitrat. Contohnya dapat dilihat pada korosi
yang terjadi pada besi yang dibiarkan dalam keadaan udara terbuka setelah waktu
yang lama.

5) Reaksi di atmosfer
Manahan (2005) dalam Jevon Raditya (2011) menyebutkan bahwa Reaksi yang
terjadi secara kimiawi di udara dapat mengubah NOx menjadi asam nitrat, garam nitrat
anorganik, nitrat organik, dan peroxyacetil nitrate (PAN). Sekalipun NO merupakan
bentuk terutama yang dilepaskan oleh sumber NOx ke atmosfer, konversi NO menjadi NO2
terjadi relatif cepat pada atmosfer. Nitrogen dioksida bersifat sangat reaktif di atmosfer.
Senyawa ini dapat menyerap cahaya ultraviolet yang menyebabkan terjadinya
fotodisosiasi. Reaksinya adalah sebagai berikut :
NO2 + hv NO + O
a. Polutan NOx oleh Mesin Kendaraan Bermotor
Menurut Farnell (2006), pembakaran sempurna adalah hal yang mustahil untuk
diperoleh dalam kondisi apapun. Sehingga gas yang diemisikan dari kendaraan pun bukan
merupakan gas ideal yang seharusnya dikeluarkan sebagai hasil pembakaran sempurna.
Terdapat lima gas yang harus dianalisa pada aliran buangan dari pembakaran internal mesin,
yaitu HC, CO, NOx, O2, dan CO2. HC, CO, dan NOx merupakan gas berbahaya yang menjadi
polusi udara, sedangkan O2 merupakan gas yang baik yang menandakan tingkat efisiensi
mesin.
Untuk melakukan pembakaran diperlukan HC yang terdapat di dalam bahan bakar.
Keberadaan oksigen diperlukan di dalam proses pembakaran. Untuk menyalakan campuran
udara dan bahan bakar di dalam silinder mesin diperlukan sumber panas. Setelah pembakaran
terjadi, maka hasil yang seharusnya dikeluarkan sebagai dampak pembakaran adalah air
(H2O), karbondioksida (CO2) dan panas. Panas ini akan diubah menjadi energi mesin dalam
pembakaran internal.

Gambar. Diagram pembakaran sempurna


Dalam proses yang sebenarnya, mesin kendaraan menggunakan udara bebas sebagai
campuran bahan bakar. Udara di alam bebas tidak hanya mengandung oksigen tetapi juga gas-
gas lain yang didominasi oleh nitrogen sebesar 78%. Nitrogen dikenal sebagai gas inert (gas
yang sulit bercampur dengan gas lain), tetapi karena panas yang sangat tinggi, nitrogen tersebut
dapat bercampur dengan oksigen yang kemudian hasil pencampurannya membentuk NOx. NOx
adalah polutan yang bila terkena cahaya matahari dan HC, akan membentuk asap. Sedangkan
karbon monoksida (CO) yang diproduksi sebagai hasil dari pembakaran disebabkan oleh
kurangnya oksigen yang tersisa saat proses pembakaran terjadi. Sehingga lebih banyak CO
yang diproduksi dibandingkan dengan CO2. Hidrokarbon (HC) yang diemisikan merupakan
sisa dari HC yang tidak terproses sempurna. Nitrogen dan oksigen bersatu pada suhu 2500 oF
(1371oC) menghasilkan NO.
Kecepatan reaksi pembentukan NO dalam mesin berbanding lurus dengan pertambahan
temperatur. Manahan (2005), menjelaskan hasil reaksi pembentukan NO pada pembakaran
mesin seperti di bawah ini:
O2 + M O + O + M (1)
N2 + M N. + N. + M (2)
di mana M adalah energi panas yang memberikan energi yang cukup untuk memecah ikatan
kimia molekul N2 dan O2. Energi yang dibutuhkan untuk memecah ikatan oksigen adalah
sebesar 118 kkal/mol dan untuk nitrogen adalah sebesar 225 kkal/mol. Ikatan oksigen dan
nitrogen yang telah terpecah tersebut akan bersatu di dalam reaksi sebagai berikut:

N2 + O NO + N

N + O2 NO + O
N2 + O2 2NO

NO2 terbentuk pada temperatur yang lebih rendah dan kaya akan konsentrasi HO2.
Miller dan Browman (1989) menyatakan bahwa jumlah NO2 relatif kecil bila dibandingkan
dengan jumlah NO sebagai hasil pembakaran. Pembentukan NO2 melalui reaksi sebagai berikut
:

NO + HO2 NO2 + OH

NO + OH NO2 + H

NO + O2 NO2 + O

Gambar. Diagram pembakaran tidak sempurna

Di dalam pembakaran dikenal juga istilah Air/Fuel Ratio (A/F ratio).


Simbol ini digunakan untuk menggambarkan perbandingan rasio udara dan bahan
bakar yang ada di dalam mesin saat pembakaran berlangsung. Jumlah udara dan
bahan bakar yang bercampur akan menentukan komposisi dan jumlah gas
pencemar yang terbentuk sebagai akibat dari proses pembakaran. Air/Fuel Ratio
dapat berubah-ubah bergantung pada kecepatan mesin, temperatur, beban, dan
kondisi lainnya.
b. Pengendalian pencemaran udara
Pengendalian pencemaran udara perkotaan mempunyai implikasi yang luas,
mencakup aspek perencanaan kota sendiri, sarana dan alat transportasi serta bahan bakar
yang digunakan. Faktor penting yang menyebabkan dominannya pengaruh sektor
transportasi terhadap pencemaran udara perkotaan di Indonesia antara lain disebabkan
oleh (Wiyandari, 2010).
1. Perkembangan jumlah kendaraan yang cepat.
2. Tidak seimbangnya prasarana transportasi dengan jumlah kendaraan yang
ada.
3. Pola lalulintas perkotaan yang berorientasi memusat akibat terpusatnya
kegiatan perekonomian dan perkantoran di luar kota.
4. Pembuatan dan pelaksanaan kebijakan pengembangan kota yang ada.
5. Menyatunya pusat pemerintahan dan pusat ekonomi.
6. Kemacetan aliran lalu lintas.
7. Jenis umur dan karakteristik kendaraan umum.
8. Faktor perawatan kendaraan.
9. Jenis bahan bakar yang digunakan.
10. Jenis permukaan jalan.
11. Sikap dan pola pengemudi.

Sektor transportasi mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap sumber energi.


Seperti diketahui, dari sumber energi inilah yang menimbulkan dampak terhadap lingkungan.
Hampir semua produk energi dan rancangan kendaraan, bahan bakar yang digunakan rata-rata
masih memicu dikeluarkannya emisi pencemar udara. Penggunaan BBM bensin pada motor
akan selalu mengeluarkan senyawa seperti CO, THC (total hidrokarbon), total suspended
particulate (TSP), NOx, dan SOx. BBM premium yang dibubuhi Tetra Ethyl Lead (TEL) akan
mengeluarkan pola partikel Timbal. Solar dalam motor diesel akan mengeluarkan beberapa
senyawa tambahan (di samping senyawa tersebut di atas) terutama adalah fraksi organik seperti
adelhida, Poly Acrylic Carbon (PAH), yang mempunyai dampak kesehatan yang lebih besar
dibandingkan dengan senyawa lainnya.
Selain itu, pola berkendara juga mempengaruhi emisi yang dikeluarkan karena secara
langsung mempengaruhi jumlah dan intensitas emisi pencemar udara.

Kendaraan bermotor merupakan sumber langsung zat pencemar ke atmosfer.


Sedangkan jumlah trip dan kendaraan per kilometer juga menentukan besarnya emisi
yang ditentukan oleh faktor perkotaan dalam sistem transportasi yang ada. Upaya
pengendalian akibat kendaraan bermotor meliputi pengendalian langsung maupun
tidak langsung yang dapat menurunkan tingkat emisi dari kendaraan bermotor secara
efektif.

Dua pendekatan strategis yang dapat diterapkan adalah sebagai berikut.

1. Penurunan laju emisi pencemar dari setiap kendaraan untuk


setiap kilometer jalan yang ditempuh
2. Penurunan jumlah dan kerapatan total kendaraan di dalam
suatu daerah tertentu.
c. Tanaman lidah mertua
1) Definisi
Tanaman lidah mertua (Sansevieria sp) merupakan tanaman hias yang
sering diletakkan di perkantoran, hotel maupun rumah sebagai penetralisir polusi.
Tanaman ini mampu memberikan udara segar pada ruangan karena sepanjang
hidupnya tanaman ini terus-menerus menyerap bahan berbahaya di udara
(Dewatisari W, 2015). Pada tahun 2000 dan 2004 tanaman lidah mertua sebagai
tanaman hias telah booming di Indonesia. Hingga tahun 2008 minat masyarakat
terhadap tanaman lidah mertua masih tetap tinggi. Tanaman hias lidah mertua di
Indonesia juga dikenal dengan nama tanaman ular, karena tekstur daunnya mirip
kulit ular, warna daun ada yang hijau muda dengan corak bersisik seperti ular
(Fatmawati, 2010).
2) Klasifikasi
Menurut sistematikanya tanaman lidah mertua diklasifikasikan sebagai
baerikut.
 Kingdom : Plantae
 Subkingdom : Tracheobionta
 Superdivisio : Spermatophyta
 Divisio : Magnoliophyta
 Kelas : Liliopsida
 Subkelas : Lilidae
 Ordo : Liliales
 Famili : Agavaceae
 Genus : Sansevieria
 Spesies : Sanseviera sp
(Tahir MI, 2008)
3) Kandungan
Komposisi yang terkandung dalam tanaman Lidah Mertua secara umum
diantaranya adalah (255) ruscogenin, 4-0 methyl glucoronic acid, beta siti sterol,
d-xylose, serat, hemiselulosa, n butyl 4 OL propylphthalate, neoruscogenin,
sanseverigenin, dan pregnane glikosid. Bahan aktif pregnane glikosid berfungsi
untuk mereduksi polutan menjadi asam organik, gula dan asam amino yang tidak
berbahaya lagi bagi manusia melalui proses methabolic breakdown.

4) Manfaat
Menurut sebuah penelitian yang dilakukan Badan Penerbangan Antariksa
Amerika Serikat, lidah mertua merupakan salah satu tanaman penyerap gas
beracun, misalnya Nitrogen Oksida yang terkandung dalam asap kendaraan
bermotor. Selain itu lidah mertua mampu menyerap beragam unsur polutan
berbahaya di udara seperti timbal, kholoform, benzene, xylene, dan
trichloroethylene. Tanaman lidah mertua mengandung bahan aktif pregnane
glikosid dalam mereduksi polutan (ABDURRAHMAN, 2019).

Anda mungkin juga menyukai