Lokasi
fotosintesis dalam daun-daun dewasa adalah contoh sebuah sumber. Contoh lainnya
adalah umbi, di mana timbunan makanan dimobilisasi untuk diangkut menuju bagian-
bagian tubuh tumbuhan yang sedang tumbuh. Sebaliknya, bunga-bunga muda yang
tumbuh adalah bagian tujuan. Begitu pula buah apel, pir, dan buah-buah lainnya.
Sebenarnya, daun-daun muda, akar, dan bagian-bagian tubuh tumbuhan lainnya pada
awalnya adalah tempat tujuan, namun berubah menjadi sumber seiring dengan
berjalannya waktu. Menurut teori aliran tekanan, tekanan terbangun di ujung sumber
dari sebuah sistem tabung tapis dan mendorong zat-zat terlarut menuju tempat tujuan.
b. Pengaliran nutrisi sepanjang jaringan pembuluh; c. Pengeluaran nutrisi ke tempat
tujuan.
Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan fotosintesis. Faktor-faktor yang
mempengaruhi fotosintesis, di antaranya adalah :
a. CO2, diambil dalam bentuk gas dari udara, masuk melalui mulut daun (stoma).
Dalam keadaan terik, kadar CO2 rendah, sehingga proses fotosintesis akan terhambat.
Semakin banyak karbon dioksida di udara, makin banyak jumlah bahan yang dapat
digunakan tumbuhan untuk melangsungkan fotosintesis.
b. H2O diperoleh dari dalam tanah melalui rambut akar. Air merupakan penyumbang
hidrogen pada proses fotosintesis. Kekurangan air atau kekeringan menyebabkan
stomata menutup, menghambat penyerapan karbon dioksida sehingga mengurangi
laju fotosintesis.
Selain menyerap air dan garam mineral, tumbuhan juga mengambil gas CO2
dan O2 dari udara sekitarnya melalui stomata dan lentisel. Pengambilan gas ini
berkaitan dengan proses fotosintesis dan respirasi pada tumbuhan. Fotosintesis
merupakan proses penyusunan zat organik karbohidrat yang berasal dari zat
anorganik karbondioksida dan air yang berlangsung pada bagian tubuh tumbuhan
yang berklorofil dengan bantuan energi cahaya. Fotosintesis terjadi melalui dua tahap
reaksi, yaitu :
1. Reaksi fotolisis/ reaksi terang/reaksi Hill. Reaksi ini terjadi di dalam kloroplas dan
memerlukan cahaya serta air sehingga terurai menjadi O2 dan H2O.
2. Reaksi fisika CO2/ reaksi gelap/reaksi Blackman, yaitu reaksi yang terjadi dalam
kloroplas dan tidak memerlukan cahaya. Prosesnya berupa siklus yang disebut Siklus
Calvin.
3. RESPIRASI
PADA DASARNYA, RESPIRASI ADALAH
PROSES OKSIDASI YANG DIALAMI SET SEBAGAI UNIT
PENYIMPAN ENERGI KIMIA PADA ORGANISME HIDUP. SET,
SEPERTI MOLEKUL GULA ATAU ASAM-ASAM LEMAK, DAPAT
DIPECAH DENGAN BANTUAN ENZIM DAN BEBERAPA
MOLEKUL SEDERHANA. KARENA PROSES INI ADALAH
REAKSI EKSOTERM (MELEPASKAN ENERGI), ENERGI YANG
DILEPAS DITANGKAP OLEH ADP ATAU NADP MEMBENTUK
ATP ATAU NADPH. PADA GILIRANNYA, BERBAGAI REAKSI
BIOKIMIA ENDOTERMIK (MEMERLUKAN ENERGI) DIPASOK
KEBUTUHAN ENERGINYA DARI KEDUA KELOMPOK
SENYAWA TERAKHIR INI.
KEBANYAKAN RESPIRASI YANG DAPAT DISAKSIKAN
MANUSIA MEMERLUKAN OKSIGEN SEBAGAI
OKSIDATORNYA. REAKSI YANG DEMIKIAN INI DISEBUT
SEBAGAI RESPIRASI AEROB. NAMUN DEMIKIAN, BANYAK
PROSES RESPIRASI YANG TIDAK MELIBATKAN OKSIGEN,
YANG DISEBUT RESPIRASI ANAEROB. YANG PALING
BIASA DIKENAL ORANG ADALAH DALAM PROSES
PEMBUATAN ALKOHOL OLEH KHAMIR SACCHAROMYCES
CEREVISIAE. BERBAGAI BAKTERI ANAEROB
MENGGUNAKAN BELERANG (ATAU SENYAWANYA) ATAU
BEBERAPA LOGAM SEBAGAI OKSIDATOR.
RESPIRASI DILAKUKAN PADA SATUAN SEL. PROSES
RESPIRASI PADA ORGANISME EUKARIOTIK TERJADI DI
DALAM MITOKONDRIA.
Tania June
Ringkasan
Perubahan Iklim
Beberapa jenis gas di atmosfir, seperti CO2, CH4, dan N2O mempengaruhi
iklim permukaan bumi karena kemampuanya dalam membantu proses
transmisi radiasi dari matahari ke permukaan bumi, dan juga menghambat
keluarnya sebagian radiasi dari permukaan bumi. Kalau konsentrasi dari
gas-gas ini di atmosfir meningkat, radiasi yang keluar dari permukaan bumi
akan terhambat, sehingga suhu permukaan bumi bertambah besar. Perkiraan
besarnya peningkatan suhu bukanlah pekerjaan yang mudah, karena adanya
umpan balik positif (dengan peningkatan uap air , H2O(gas), yang juga
merupakan gas penghambat keluarnya radiasi dari permukaan bumi) dan
umpan balik negatif (peningkatan pertumbuhan awan, menghambat
transmisi radiasi matahari ke permukaan bumi).
Estimasi kenaikan suhu terbaik saat ini adalah yang dihasilkan oleh General
Circulation Models (GCM), kenaikan suhu 2.5 - 5.5 oC diikuti dengan
kenaikan laju sirkulasi hidrologi sebesar 5-15 % (IPCC, l996).
Pengaruh CO2 terhadap proses fisiologis tanaman
Fotosintesis
Tanaman terbagi atas dua grup utama, C3 dan C4, yang dibedakan oleh cara
mereka mengikat CO2 dari atmosfir dan produk awal yang dihasilkan dari
proses assimilasi. Pada tanaman C3, enzim yang menyatukan CO2 dengan
RuBP (RuBP merupakan substrat untuk pembentukan karbohidrat dalam
proses fotosintesis) dalam proses awal assimilasi, juga dapat mengikat
O2 pada saat yang bersamaan untuk proses fotorespirasi ( fotorespirasi
adalah respirasi,proses pembongkaran karbohidrat untuk menghasilkan
energi dan hasil samping, yang terjadi pada siang hari), sehingga ada
kompetisi antara CO2 dan O2 dalam menggunakan RuBP (Farquhar dan
Caemmerer, l982). Jika konsentrasi CO2 di atmosfir ditingkatkan, hasil dari
kompetisi antara CO2 dan O2 akan lebih menguntungkan CO2, sehingga
fotorespirasi terhambat dan assimilasi akan bertambah besar. Contoh
tanaman C3 antara lain : kedele, kacang tanah, kentang, sedang contoh
tanaman C4 adalah jagung, sorgum dan tebu.
Nilai ini penting di dalam konteks perubahan iklim yang berkaitan dengan
kenaikan suhu. Dengan kenaikan suhu, produksi biomasa akan berkurang
jika CO2 di permukaan daun mencapai titik kompensasinya (biasa terjadi di
siang hari pada saat matahari terik dan kecepatan angin sangat rendah atau
di bawah kanopi hutan tropis),
karena meningkat.
Fig. 2. Laju assimilasi ( mol CO2 m-2 s-1) tanaman kedele dengan
meningkatnya
Pada tanaman C4, CO2 diikat oleh PEP (enzym pengikat CO2 pada tanaman
C4) yang tidak dapat mengikat O2 sehingga tidak terjadi kompetisi antara
CO2 dan O2. Lokasi terjadinya assosiasi awal ini adalah di sel-sel mesofil
(sekelompok sel-sel yang mempunyai klorofil yang terletak di bawah sel-sel
epidermis daun). CO2 yang sudah terikat oleh PEP kemudian ditransfer ke
sel-sel "bundle sheath" (sekelompok sel-sel di sekitar xylem dan phloem)
dimana kemudian pengikatan dengan RuBP terjadi. Karena tingginya
konsentasi CO2 pada sel-sel bundle sheath ini, maka O2 tidak mendapat
kesempatan untuk bereaksi dengan RuBP, sehingga fotorespirasi sangat
kecil and sangat rendah, sekitar 5 mol m-2 s-1. PEP mempunyai daya ikat
yang tinggi terhadap CO2, sehingga reaksi fotosintesis terhadap CO2 di
bawah 100 mol m-2 s-1 sangat tinggi. Pada kisaran konsentrasi CO2 300 -
500 mol m-2 s-1, laju assimilasi tanaman C4 hanya bertambah sedikit
dengan meningkatnya CO2, walaupun
Jika kita kembali ke Gambar 2, terlihat bahwa meningkatnya suhu daun dari
15 oC ke 35 oC menyebabkan laju asimilasi bertambah besar. Meningkatnya
asimilasi dengan kenaikan suhu merupakan fenomena umum, sampai suhu
optimum tercapai, lalu akan terjadi penurunan, seperti terlihat pada Gambar
3 di bawah ini. Adanya kenaikan CO2 di atmosfir akan merubah suhu
optimum tanaman. Untuk tanaman kedele yang saya gunakan, kenaikan
suhu optimum mencapai 12 %.
Figure 3. Suhu optimum untuk proses assimilasi akan berubah dengan
kenaikan CO2
Konduktivitas Stomata
Selain pengaruh positif terhadap proses fotosintesis, kenaikan CO2 juga
akan mempunyai pengaruh positif terhadap penggunaan air oleh tanaman.
Daya ikat yang tinggi terhadap CO2 pada tanaman C4, menyebabkan
perbandingan antara pemasukan CO2 dan konduktivitas stomata
(kemampuan stomata menyalurkan H2O persatuan waktu) optimum. Dengan
kata lain, tanaman-tanaman C4 mempunyai efisiensi penggunaan air yang
tinggi. Dengan kata lain, jumlah air yang dikeluarkan untuk sejumlah
CO2 yang dimasukkan jauh lebih sedikit pada tanaman C4 dibandingkan
dengan tanaman C3. Pada tanaman C3, daya ikat yang rendah terhadap
CO2 menyebabkan tanaman ini boros dalam penggunaan air.
Dari Gambar 4 dapat terlihat bahwa dengan kenaikan CO2 dari 350 ( kondisi
normal di atmosfir saat ini) ke700 bar, konduktivitas stomata menurun
sebesar 32 %, menghasilkan penghematan air sebesar 28 %.
Pertanaman disini saya ambil dari "crop", yaitu sekumpulan tanaman sejenis
yang tumbuh berdampingan. Respon pada tingkat pertanaman akan berbeda
dari respon di tingkat daun , karena adanya faktor iklim mikro (iklim di
sekitar tanaman) yang menyebabkan timbulnya gradien faktor-faktor
pertumbuhan dengan kedalaman kanopi, seperti gradien PAR, nitrogen,
kecepatan angin, uap air dan CO2. Adanya gradien ini menyebabkan
besarnya respon pada tingkat daun akan berkurang pada tingkat pertanaman,
apalagi kalau interaksi antara kanopi dengan atmosfir sangat jelek, yang
biasa terjadi bila kecepatan angin rendah dan kanopi tanaman menutup
permukaan tanah dengan sempurna, sehingga mengurangi distribusi faktor-
faktor pertumbuhan ke dalam kanopi.
Proses asimilasi, sebaliknya, mempunyai reaksi yang tidak jauh berbeda dari
reaksi di tingkat daun, karena meningkatnya CO2 di atmosfir akan
menghilangkan gradien CO2 di kanopi bagian bawah dan meningkatkan
asimilasi. Hasilnya, walaupun transpirasi berkurang dibandingkan dengan
pengurangan di tingkat daun, asimilasi akan bertambah besar/atau sama dari
penambahan di tingkat daun. Kimball (l983) memperoleh 40 % kenaikan
biomasa pada tanaman C3 dan 15 % pada tanaman C4.
Modelling
Memperkirakan reaksi pertanaman terhadap kenaikan CO2 merupakan
pekerjaan yang tidak mudah mengingat rumitnya sistem yang dihadapi dan
terbatasnya pengetahuan kita di dalam mendeteksi interaksi antara
mekanisme di dalam tanaman dengan mekanisme di luar tanaman (iklim
lapisan perbatas, "boundary layer climate") saat ini. Modelling merupakan
salah satu alat mempermudah pekerjaan ini. Keluarnya model mekanistik
fotosintesis tanaman C3 di tingkat daun (Farquhar et al., l980; Farquhar and
Caemmerer, l982) merupakan suatu terobosan penting di dalam bidang
fisiologi tanaman, karena untuk pertama kalinya mekanisme reaksi tanaman
(di tingkat daun) terhadap kenaikan CO2, suhu dan PAR secara bersamaan
dapat dimengerti. Saya katakan sebagai terobosan penting, karena selama ini
perkiraan reaksi tanaman terhadap kenaikan CO2 dan suhu menggunakan
model fotosintesis empiris yang kemampuan prediksinya terbatas pada
tanaman tertentu dan lokasi tertentu. Dengan keluarnya model mekanistik
fotosintesis ini, tingkat kemampuan prediksi akan semakin tinggi. Yang
menjadi masalah kemudian adalah "scaling-up" dari tingkat daun ke tingkat
pertanaman dan produksi biomasa.
Kesimpulan
Bahasan di dalam tulisan ini masih sangat kurang untuk dapat mengupas
secara lengkap pengaruh perubahan iklim terhadap produktivitas pertanian,
baik secara langsung (meningkatnya CO2) maupun secara tidak langsung
(meningkatnya suhu, berubahnya keawanan dan curah hujan), karena tulisan
ini lebih menitik beratkan kepada pengaruh perubahan iklim terhadap proses
fisiologis tanaman dalam skala spatial yang relatif kecil. Untuk melihat
pengaruhnya secara regional dan global, maka faktor- faktor penting
lainnya, seperti: 1) bagaimana sirkulasi iklim umum global berubah, yang
akan menentukan perubahan jumlah hujan yang diterima ditiap region dan
besarnya "regional temperature shifting". Regional temperature shifting
adalah bergeraknya zona temperature ke arah kutub, yang mengakibatkan
semakin luasnya daerah tropis dan mengecilnya daerah kutub. Kalau
pergerakan ini terjadi maka daerah yang biasanya bukan daerah pertanian
produktif, karena suhu terlalu rendah, akan menjadi daerah pertanian baru.
Akan tetapi, untuk daerah-daerah yang keadaan suhunya sudah optimum
untuk pertumbuhan tanaman, dengan adanya kenaikan suhu, akan
mengurangi fotosintesis dan mempercepat perkembangan tanaman sehingga
produksi akan turun; 2) berpindahnya hama dan penyakit tanaman dari satu
daerah ke daerah lainnya, atau berubahnya derajat penyerangan dengan
berubahnya kondisi iklim;