Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KONSEP DASAR KOMUNIKASI TERAPOUTIK

Disusun Oleh :

1. Muhammad Fadli Aristo


2. Brian Batara
3. Tatirana
4. Zhalsabila

SEKOLAH MENENGAH KEJUJURAN PRATIDINA

MAKASSAR

2017/2018
BAB I

Pendahuluan

1. Latar Belakang

Komunikasi mempunyai banyak sekali makna dan sangat bergantung pada konteks pada saat
komunikasi dilakukan. Bagi beberapa orang, komunikasi merupakan pertukaran informasi diantara
dua orang atau lebih, atau dengan kata lain; pertukaran ide atau pemikiran. Metodenya antara lain:
berbicara dan mendengarkan atau menulis dan membaca, melukis, menari, bercerita dan lain
sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa segala bentuk upaya penyampaian pikiran kepada orang
lain, tidak hanya secara lisan (verbal) atau tulisan tetapi juga gerakan tubuh atau gesture (non-verbal),
adalah komunikasi. Komunikasi merupakan suatu proses karena melalui komunikasi seseorang
menyampaikan dan mendapatkan respon. Komunikasi dalam hal ini mempunyai dua tujuan, yaitu:
mempengaruhi orang lain dan untuk mendapatkan informasi. Akan tetapi, komunikasi dapat
digambarkan sebagai komunikasi yang memiliki kegunaan atau berguna (berbagi informasi,
pemikiran, perasaan) dan komunikasi yang tidak memiliki kegunaan atau tidak berguna
(menghambat/blok penyampaian informasi atau perasaan). Keterampilan berkomunikasi merupakan
keterampilan yang dimiliki oleh seseorang untuk membangun suatu hubungan, baik itu hubungan yang
kompleks maupun hubungan yang sederhana melalui sapaan atau hanya sekedar senyuman. Pesan
verbal dan non verbal yang dimiliki oleh seseorang menggambarkan secara utuh dirinya, perasaannya
dan apa yang ia sukai dan tidak sukai. Melalui komunikasi seorang individu dapat bertahan hidup,
membangun hubungan dan merasakan kebahagiaan.

Effendy O.U (2002) dalam Suryani (2005) menyatakan lima komponen dalam komunikasi yaitu;
komunikator, komunikan, pesan, media dan efek. Komunikator (pengirim pesan) menyampaikan
pesan baik secara langsung atau melalui media kepada komunikan (penerima pesan) sehingga timbul
efek atau akibat terhadap pesan yang telah diterima. Selain itu, komunikan juga dapat memberikan
umpan balik kepada komunikator sehingga terciptalah suatu komunikasi yang lebih lanjut.

Keterampilan berkomunikasi merupakan critical skill yang harus dimiliki oleh perawat, karena
komunikasi merupakan proses yang dinamis yang digunakan untuk mengumpulkan data pengkajian,
memberikan pendidikan atau informasi kesehatan-mempengaruhi klien untuk mengaplikasikannya
dalam hidup, menunjukan caring, memberikan rasa nyaman, menumbuhkan rasa percaya diri dan
menghargai nilai-nilai klien. Sehingga dapat juga disimpulkan bahwa dalam keperawatan, komunikasi
merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan. Seorang perawat yang berkomunikasi secara
efektif akan lebih mampu dalam mengumpulkan data, melakukan tindakan keperawatan (intervensi),
mengevaluasi pelaksanaan dari intervensi yang telah dilakukan, melakukan perubahan untuk
meningkatkan kesehatan dan mencegah terjadinya masalah- masalah legal yang berkaitan dengan
proses keperawatan.
Proses komunikasi dibangun berdasarkan hubungan saling percaya dengan klien dan keluarganya.
Komunikasi efektif merupakan hal yang esensial dalam menciptakan hubungan antara perawat dan
klien. Addalati (1983), Bucaille (1979) dan Amsyari (1995) menegaskan bahwa seorang perawat yang
beragama, tidak dapat bersikap masa bodoh, tidak peduli terhadap pasien, seseorang (perawat) yang
tidak care dengan orang lain (pasien) adalah berdosa. Seorang perawat yang tidak menjalankan
profesinya secara profesional akan merugikan orang lain (pasien), unit kerjanya dan juga dirinya
sendiri. Komunikasi seorang perawat dengan pasien pada umumnya menggunakan komunikasi yang
berjenjang yakni komunikasi intrapersonal, interpersonal dan komunal/kelompok. Demikian pula
ditegaskan dalam Poter dan Perry (1993) bahwa komunikasi dalam prosesnya terjadi dalam tiga
tahapan yakni komunikasi intrapersonal (terjadi dalam diri individu sendiri), interpersonal (interaksi
antara dua orang atau kelompok kecil) dan publik (interaksi dalam kelompok besar).
BAB II

Pembahasan

1. Pengertian

Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik, dalam hal ini komunikasi
yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi keperawatan harus mampu
memberikan khasiat therapi bagi proses penyembuhan pasien. Oleh karenanya seorang perawat harus
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif komunikasi terapeutik agar kebutuhan dan
kepuasan pasien dapat dipenuhi.

Northouse (1998) mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai kemampuan atau keterampilan


perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan belajar
bagaimana berhubungan dengan orang lain.

Stuart G.W (1998) menyatakan bahwa komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal
antara perawat dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar
bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien. Sedangkan S.Sundeen (1990)
menyatakan bahwa hubungan terapeutik adalah hubungan kerjasama yang ditandai tukar menukar
perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik.

Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi
yang memiliki makna terapeutik bagi klien dan dilakukan oleh perawat (helper) untuk membantu klien
mencapai kembali kondisi yang adaptif dan positif.

2. Fungsi

Telah disebutkan sebelumnya bahwa komunikasi yang dilakukan oleh perawat adalah komunikasi
yang berjenjang. Masing-masing jenjang komunikasi tersebut memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Komunikasi Intrapersonal

Digunakan untuk berpikir, belajar, merenung, meningkatkan motivasi, introspeksi diri.

2. Komunikasi Interpersonal

Digunakan untuk meningkatkan hubungan interpersonal, menggali data atau masalah,


menawarkan gagasan, memberi dan menerima informasi.

3. Komunikasi Publik
Mempengaruhi orang banyak, menyampaikan informasi, menyampaikan perintah atau larangan
umum (publik).

3. Tujuan

Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien kearah yang lebih positif
atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi:

1. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan diri.

Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien yang
menderita penyakit kronis ataupun terminal umumnya mengalami perubahan dalam dirinya, ia tidak
mampu menerima keberadaan dirinya, mengalami gangguan gambaran diri, penurunan harga diri,
merasa tidak berarti dan pada akhirnya merasa putus asa dan depresi.

2. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling


bergantung dengan orang lain.

Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan diterima orang lain.
Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima klien apa adanya, perawat akan dapat
meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya (Hibdon, 2000). Rogers
(1974) dalam Abraham dan Shanley (1997) mengemukakan bahwa hubungan mendalam yang
digunakan dalam proses interaksi antara perawat dan klien merupakan area untuk mengekspresikan
kebutuhan, memecahkan masalah dan meningkatkan kemampuan koping.

3. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai


tujuan yang realistis.

Terkadang klien menetapkan ideal diri atau tujuan terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya.
Taylor, Lilis dan La Mone (1997) mengemukakan bahwa individu yang merasa kenyataan dirinya
mendekati ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi sedangkan individu yang merasa kenyataan
hidupnya jauh dari ideal dirinya akan merasa rendah diri.

4. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.


Klien yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri
dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat membantu
klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang jelas.

4.Sikap Dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik

Egan (1998) dalam Kozier,et.al (2004), telah menggambarkan lima cara yang spesifik untuk
menunjukkan kehadiran secara fisik ketika melaksanakan komunikasi terapeutik, yang ia definisikan
sebagai sikap atas kehadiran atau keberadaan terhadap orang lain atau ketika sedang berada dengan
orang lain. Berikut adalah tindakan atau sikap yang dilakukan ketika menunjukkan kehadiran secara
fisik :

1. Berhadapan dengan lawan bicara

Dengan posisi ini perawat menyatakan kesiapannya (“saya siap untuk anda”).

2. Sikap tubuh terbuka; kaki dan tangan terbuka (tidak bersilangan)

Sikap tubuh yang terbuka menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk mendukung terciptanya
komunikasi.

3. Menunduk/memposisikan tubuh kearah/lebih dekat dengan lawan bicara

Hal ini menunjukkan bahwa perawat bersiap untuk merespon dalam komunikasi (berbicara-
mendengar).

4. Pertahankan kontak mata, sejajar, dan natural

Dengan posisi mata sejajar perawat menunjukkan kesediaannya untuk mempertahankan


komunikasi.

5. Bersikap tenang

Akan lebih terlihat bila tidak terburu-buru saat berbicara dan menggunakan gerakan/bahasa tubuh
yang natural.

5. Unsur-unsur Komunikasi Terapeutik

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa komunikasi mempunyai lima komponen,


demikian pula dalam komunikasi terapeutik. Proses terjadinya sebuah komunikasi terapeutik antara
perawat dan klien dimulai dari penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan baik secara
verbal maupun non verbal, dengan menggunakan media atau tidak. Pesan yang diterima oleh
komunikan kemudian akan diproses oleh komunikan, proses ini disebut dengan decoding. Setelah
komunikan memahami pesan yang diterimanya, ia pun melakukan proses encoding (transformasi
informasi menjadi sebuah bentuk pesan yang dapat disampaikan kepada orang lain) dalam dirinya
untuk menyampaikan umpan balik (feedback) terhadap pesan yang diterimanya. Demikian proses ini
akan terus berulang sampai pada akhirnya tujuan dari komunikasi yang dilakukan tercapai oleh
keduanya.

6. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik meningkatkan pemahaman dan membantu terbentuknya hubungan yang


konstruktif diantara perawat-klien. Tidak seperti komunikasi sosial, komunikasi terapeutik
mempunyai tujuan untuk membantu klien mencapai suatu tujuan dalam asuhan keperawatan. Oleh
karenanya sangat penting bagi perawat untuk memahami prinsip dasar komunikasi terapeutik berikut
ini;

1. Hubungan perawat dan klien adalah hubungan terapeutik yang saling


menguntungkan, didasarkan pada prinsip ‘humanity of nurses and clients’. Hubungan ini
tidak hanya sekedar hubungan seorang penolong (helper/perawat) dengan kliennya, tetapi
hubungan antara manusia yang bermartabat (Dult-Battey,2004).

2. Perawat harus menghargai keunikan klien, menghargai perbedaan karakter,


memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga,
budaya, dan keunikan setiap individu.

3. Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun
penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri
klien.

4. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) harus


dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternatif
pemecahan masalah (Stuart,1998). Hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah
kunci dari komunikasi terapeutik.

PRINSIP KOMUNIKASI TERAPEUTIK MENURUT SURYANI

1. Hubungan perawat dan klien saling menguntungkan

2. Perawat harus menghargai keunikan klien

3. Perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien.
4. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust)

PRINSIP KOMUNIKASI TERAPEUTIK MENURUT PURWANTO

1. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi

2. Tingkah laku professional

3. Membuka diri

4. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari

5. Kerahasiaan klien harus dijaga

6. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman

7. Implementasi intervensi berdasarkan teori

8. Memelihara interaksi yang tidak menilai

9. Beri petunjuk klien untuk menginterprestasikan kembali pengalamannya secara rasional

10. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari perubahan subyek/topik
jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat menarik klien.

PRINSIP KOMUNIKASI TERAPEUTIK MENURUT DE VITO

1. Keterbukaan

2. Empati

3. Sifat mendukung sikap positif

4. Kesetaraan

7. TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK

a. Mendengar(Listening)

Tujuan: memberi rasa aman klien dalam mengungkapkan perasaannya dan menjaga kesetabilan
emosi/psikologis klien.

b. Pertanyaan Terbuka(Broad Opening)


TeKnik ini memberi kesempatan klien utuk mengungkapkan perasaan sesuai kehendak tanpa
dibatasi.

c. Mengulang(Restarting)

Untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan klien.

d. Klarifikasi

Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien berhenti karena malu
mengemukakan informasi.

e. Refleksi

Reaksi perawat-klien selama berlangsungnya komunikasi. Refleksi ini ada dua macam, yaitu:

1. Refleksi isi: memvalidasi apa yang didengar.

2. Refleksi perasaan: memebri respon pada perasaan klien

f. Memfokuskan

Membantu klien bicara pada topik yang telah dipilih dan yang penting serta menjaga pembicaraan
tetap menuju tujuan yaitu lebih spesifik, lebih jelas, dan berfokus pada realitas.

g. Membagi Persepsi

Meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan dan pikirkan.

h. Identifikasi Tema

Mengidentifikasi latar belakang masalah yang dialami klien yang muncul selama percakapan.

i. Diam(Silence)

Tujuannya untuk memberi kesempatan klien untuk berpikir dan memotivasi klien untuk bicara.

j. Informing

Tujuannya untuk memberi informasi dan fakta untuk pendidikan kesehatan bagi klien.

k. Saran
Memberi alternatif ide untuk pemecahan masalah.

8. Hubungan Perawat dan Klien/Helping Relationship

Salah satu karakteristik dasar dari komunikasi yaitu ketika seseorang melakukan komunikasi
terhadap orang lain maka akan tercipta suatu hubungan diantara keduanya, selain itu komunikasi
bersifat resiprokal dan berkelanjutan. Hal inilah yang pada akhirnya membentuk suatu hubungan
‘helping relationship’. Helping relationship adalah hu

bungan yang terjadi diantara dua (atau lebih) individu maupun kelompok yang saling memberikan
dan menerima bantuan atau dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sepanjang kehidupan.
Pada konteks keperawatan hubungan yang dimaksud adalah hubungan antara perawat dan klien.
Ketika hubungan antara perawat dan klien terjadi, perawat sebagai penolong (helper) membantu klien
sebagai orang yang membutuhkan pertolongan, untuk mencapai tujuan yaitu terpenuhinya kebutuhan
dasar manusia klien.

Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), ada beberapa karakteristik seorang helper (perawat)
yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik, yaitu:

1. Kejujuran

Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa terbina hubungan saling
percaya. Seseorang akan menaruh rasa percaya pada lawan bicara yang terbuka dan mempunyai
respons yang tidak dibuat-buat, sebaliknya ia akan berhati-hati pada lawan bicara yang terlalu halus
sehingga sering menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya dengan kata-kata atau sikapnya yang
tidak jujur (Rahmat, J.,1996 dalam Suryani,2005).). Sangat penting bagi perawat untuk menjaga
kejujuran saat berkomunikasi dengan klien, karena apabila hal tersebut tidak dilakukan maka klien
akan menarik diri, merasa dibohongi, membenci perawat atau bisa juga berpura-pura patuh terhadap
perawat.

2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif

Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan kata-kata yang mudah
dipahami oleh klien dan tidak menggunakan kalimat yang berbelit-belit. Komunikasi nonverbal
perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya karena ketidaksesuaian akan
menimbulkan kebingungan bagi klien.

3. Bersikap positif

Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat komunikasi nonverbal
sangat penting baik dalam membina hubungan saling percaya maupun dalam membuat rencana
tindakan bersama klien. Bersikap positif ditunjukkan dengan bersikap hangat, penuh perhatian dan
penghargaan terhadap klien. Untuk mencapai kehangatan dan ketulusan dalam hubungan yang
terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan tertentu diantara perawat dan klien akan
tetapi penciptaan suasana yang dapat membuat klien merasa aman dan diterima dalam
mengungkapkan perasaan dan pikirannya (Burnard,P dan Morrison P,1991 dalam Suryani,2005).

4. Empati bukan simpati

Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat akan
mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan dipikirkan klien
(Brammer,1993 dalam Suryani,2005). Dengan bersikap empati perawat dapat memberikan alternative
pemecahan masalah karena perawat tidak hanya merasakan permasalahan klien tetapi juga tidak
berlarut-larut dalam perasaaan tersebut dan turut berupaya mencari penyelesaian masalah secara
objektif.

5. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien

Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien (Taylor, Lilis dan
Le Mone, 1993), oleh karenaya perawat harus mampu untuk melihat permasalahan yang sedang
dihadapi klien dari sudut pandang klien. Untuk mampu melakukan hal ini perawat harus memahami
dan memiliki kemampuan mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian. Mendengarkan dengan
penuh perhatian berarti mengabsorpsi isi dari komunikasi (kata-kata dan perasaan) tanpa melakukan
seleksi. Pendengar (perawat) tidak sekedar mendengarkan dan menyampaikan respon yang di
inginkan oleh pembicara (klien), tetapi berfokus pada kebutuhan pembicara. Mendengarkan dengan
penuh perhatian menunjukkan sikap caring sehingga memotivasi klien untuk berbicara atau
menyampaikan perasaannya.

6. Menerima klien apa adanya

Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien apa adanya. Jika
seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin hubungan interpersonal
(Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong, 1995 dalam Suryani, 2005). Nilai yang diyakini atau diterapkan
oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien, apabila hal ini terjadi maka perawat
tidak menunjukkan sikap menerima klien apa adanya.

7. Sensitif terhadap perasaan klien

Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat menciptakan hubungan
terapeutik yang baik dan efektif dengan klien. Dengan bersikap sensitive terhadap perasaan klien
perawat dapat terhindar dari berkata atau melakukan hal-hal yang menyinggung privasi ataupun
perasaan klien.

8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri

Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu yang ada pada saat ini,
bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap dirinya sendiri.

9. Faktor-faktor yang berhubungan dalam proses komunikasi

a. Sumber pesan

Meliputi hal-hal berikut.

Bahasa yang digunakan

Faktor tekhnis adalah cara kita memperoleh informasi dari berbagai sumber. Contohnya
adalah internet dan birokrasi.

Ketersediaan dan keterjangkauan sumber adalah memanfaatkan fasilitas yang ada.


Contohnya surat kabar, televisi, internet, dan buku.

b.Komunikator.

Komunikator atau orang yang menyampaikan pesan harus berusaha merumuskan isi pesan yang
akan disampaikan. Sikap dari komunikator harus empati, jelas. Kejelasan kalimat dan kemudahan
bahasa akan sangat mempengaruhi penerimaan pesan oleh komunikan. Hal-hal yang harus
diperhatikan adalah sebagai berikut.

a. Penampilan dan sikap

b. Penguasaan masalah

c. Penguasaan bahasa

d. Kesempatan adalah adanya waktu dan tempat serta suasana psikologis yang memungkinkan
terlaksananya komunikasi secara dinamis.

e. Saluran. Yang dimaksud adalah alat indera sebagai komunikator dalam mendapatkan dan
menyampaikan pesan. Misalnya dengan pasien tuna rungu, kita menggunakan bahasa isyarat.
c.Pesan
Meliputi hal-hal berikut.

a. Teknik penyampaian pesan yang digunakan yaitu faktor bahasa dan faktor tekhnis

b. Bentuk pesan disampaikan dapat bersifat informatif, persuasif dan koersif (memaksa dengan
menggunakan sanksi-sanksi, misal: perintah, instruksi)

c. Pesan sesuai kebutuhan

d. Jelas

e. Simple adalah isi pesan tidak terlalu banyak dan berbelit-belit.

d. Media

Media adalah sarana atau saluran dari komunikasi. Bisa berupa media cetak, audio, visual dan
audio-visual. Gangguan atau kerusakan pada media akan mempengaruhi penerimaan pesan dari
komunikan.

e. Umpan balik

Respon atau umpan balik adalah reaksi komunikan sebagai dampak atau pengaruh dari pesan yang
disampaikan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Umpan balik langsung disampaikan
komunikan secara verbal, yaitu dengan kalimat yang diucapkan langsung dan nonverbal melalui
ekspresi wajah atau gerakan tubuh. Umpan balik secara tidak langsung dapat berupa perubahan
perilaku setelah proses komunikasi berlangsung, bisa dalam waktu yang relative singkat atau bahkan
memerlukan waktu cukup lama.

f. Komunikan

Komunikan adalah penerima pesan. Seorang penerima pesan harus tanggap atau peka dgn pesan
yg diterimanya dan harus dapat menafsirkan pesan yang diterimanya. Satu hal penting yang harus
diperhatikan adalah persepsi komunikan terhadap pesan harus sama dengan persepsi komunikator
yang menyampaikan pesan.

g. Efek

Efek adalah hasil akhir apakah komunikasio itu berhasil atau tidak, tersampainya pesan atau tidak.

10. Tahapan Komunikasi Terapeutik


Telah disebutkan sebelumnya bahwa komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang
terstruktur dan memiliki tahapan-tahapan. Stuart G.W, 1998 menjelaskan bahwa dalam prosesnya
komunikasi terapeutik terbagi menjadi empat tahapan yaitu tahap persiapan atau tahap pra-interaksi,
tahap perkenalan atau orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi.

1. Tahap Persiapan/Pra-interaksi

Dalam tahapan ini perawat menggali perasaan dan menilik dirinya dengan cara mengidentifikasi
kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini juga perawat mencari informasi tentang klien sebagai
lawan bicaranya. Setelah hal ini dilakukan perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama
dengan klien. Tahapan ini dilakukan oleh perawat dengan tujuan mengurangi rasa cemas atau
kecemasan yang mungkin dirasakan oleh perawat sebelum melakukan komunikasi terapeutik dengan
klien.

Kecemasan yang dialami seseorang dapat sangat mempengaruhi interaksinya dengan orang lain
(Ellis, Gates dan Kenworthy, 2000 dalam Suryani, 2005). Hal ini disebabkan oleh adanya kesalahan
dalam menginterpretasikan apa yang diucapkan oleh lawan bicara. Pada saat perawat merasa cemas,
dia tidak akan mampu mendengarkan apa yang dikatakan oleh klien dengan baik (Brammer, 1993
dalam Suryani, 2005) sehingga tidak mampu melakukan active listening (mendengarkan dengan aktif
dan penuh perhatian).

Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:

1. Mengeksplorasi perasaan, mendefinisikan harapan dan mengidentifikasi kecemasan.

2. Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri.

3. Mengumpulkan data tentang klien.

4. Merencanakan pertemuan pertama dengan klien.

2. Tahap Perkenalan/Orientasi

Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan klien dilakukan. Tujuan dalam tahap
ini adalah memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat sesuai dengan keadaan klien
saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang telah lalu (Stuart.G.W, 1998).

Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:

1. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan dan komunikasi terbuka.


2. Merumuskan kontrak (waktu, tempat pertemuan, dan topik pembicaraan) bersama-
sama dengan klien dan menjelaskan atau mengklarifikasi kembali kontrak yang telah
disepakati bersama.

3. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien yang umumnya
dilakukan dengan menggunakan teknik komunikasi pertanyaan terbuka.

4. Merumuskan tujuan interaksi dengan klien.

Sangat penting bagi perawat untuk melaksanakan tahapan ini dengan baik karena tahapan ini
merupakan dasar bagi hubungan terapeutik antara perawat dan klien.

3. Tahap Kerja

Tahap kerja merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart,G.W,1998).
Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam komunikasi terapeutik karena didalamnya
perawat dituntut untuk membantu dan mendukung klien untuk menyampaikan perasaan dan
pikirannya dan kemudian menganalisa respons ataupun pesan komunikasi verbal dan non verbal yang
disampaikan oleh klien. Dalam tahap ini pula perawat mendengarkan secara aktif dan dengan penuh
perhatian sehingga mampu membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang sedang dihadapi oleh
klien, mencari penyelesaian masalah dan mengevaluasinya.

Dibagian akhir tahap ini, perawat diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien.
Teknik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam
percakapan, dan membantu perawat dan klien memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray,B. &
Judith,P,1997 dalam Suryani,2005). Dengan dilakukannya penarikan kesimpulan oleh perawat maka
klien dapat merasakan bahwa keseluruhan pesan atau perasaan yang telah disampaikannya diterima
dengan baik dan benar-benar dipahami oleh perawat.

4. Tahap Terminasi

Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan klien. Tahap terminasi dibagi dua yaitu
terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart,G.W,1998). Terminasi sementara adalah akhir dari
tiap pertemuan perawat dan klien, setelah hal ini dilakukan perawat dan klien masih akan bertemu
kembali pada waktu yang berbeda sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati bersama.
Sedangkan terminasi akhir dilakukan oleh perawat setelah menyelesaikan seluruh proses keperawatan.

Tugas perawat dalam tahap ini adalah:

1. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan (evaluasi


objektif). Brammer dan McDonald (1996) menyatakan bahwa meminta klien untuk
menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan merupakan sesuatu yang sangat berguna
pada tahap ini.

2. Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan perasaan klien setelah


berinteraksi dengan perawat.

3. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindak lanjut
yang disepakati harus relevan dengan interaksi yang baru saja dilakukan atau dengan interaksi
yang akan dilakukan selanjutnya. Tindak lanjut dievaluasi dalam tahap orientasi pada
pertemuan berikutnya.
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Komunikasi terapeutik merupakan tanggung jawab moral seorang perawat. Komunikasi terapeutik
bukanlah hanya salah satu upaya yang dilakukan oleh perawat untuk mendukung proses keperawatan
yang diberikan kepada klien. Untuk dapat melakukannya dengan baik dan efektif diperlukan latihan
dan pengasahan keterampilan berkomunikasi sehingga efek terapeutik yang menjadi tujuan dalam
komunikasi terapeutik dapat tercapai.

Ketika seorang perawat berusaha untuk mengaplikasikan pengetahuan yang ia miliki untuk
melakukan komunikasi terapeutik, ia pada akhirnya akan menyadari bahwa komunikasi terapeutik
yang ia lakukan tidak hanya memberikan khasiat terapeutik bagi pasiennya tetapi juga bagi dirinya
sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Hilton. A.P.(2004).Fundamental Nursing Skills. USA: Whurr Publisher Ltd

Kozier,et.al.(2004). Fundamentals of nursing ; concepts, process and practice Seventh edition.


United States: Pearson Prentice Hall

Potter, P.A & Perry, A.G.(1993). Fundamental of Nursing Concepts, Process and Practice. Third
edition. St.Louis: Mosby Year Book

Sears.M.(2004). Using Therapeutic Communication to Connect with Patients.


http://www.NonviolentCommunication.com

Stuart, G.W & Sundeen S.J.(1995). Pocket guide to Psychiatric Nursing. Third edition. St.Louis:
Mosby Year Book

Stuart, G.W & Sundeen S.J.(1995). Principles and Practise of Psychiatric Nursing. St. Louis:
Mosby Year Book

Suryani.(2005). Komunikasi Terapeutik; Teori dan Praktik. Jakarta: EGC

Taylor, Lilis & LeMone.(1993). Fundamental of Nursing; the art and science of nursing care.
Third edition. Philadelphia: Lippincot-Raven Publication

Anda mungkin juga menyukai