Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGREN DIABETIK

A. Konsep Dasar Medik

1. Pengertian

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan

hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme

karbohirat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi

insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan

komplikasi kronis mikrovaskuler, makrovaskuler, dan neuropati (Yuliana

elin, 2009 dalam NANDA NIC NOC 2015).

Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender

dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman

saprofir. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus

diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit

DM dengan neuropati perifer (Andyagreeni, 2010).

Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Mellitus

sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita

Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk

terjadinya ulkus diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada

dinding pembuluh darah (Zaidah 2005).


Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya

jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses

nekrosis yang disebabkan oleh infeksi ( Askandar, 2001 ).

Ganggren adalah akibat dari kematian sel dalam jumlah besar,

ganggren dapat diklasifikasikan sebagai kering atau basah. Ganggren kering

meluas secara lambat dengan hanya sedikit gejala, ganggren kering serimh

dijumpai di ekstremitas umumnya terjadi akibat hipoksia lama. Gangren

basah adalah suatu daerah dimana terdapat jaringan mati yang cepat

peluasannya, sering ditemukan di organ-organ dalam, dan berkaitan dengan

infasi bakteri kedalam jaringan yang mati tersebut. Ganggren ini

menimbulkan bau yang kuat dan biasanya disertai oleh manifestasi sistemik.

Ganggren basah dapat timbul dari ganggren kering.

Ganggren diabetik adalah nekrosis jaringan pada bagian tubuh perifer

akibat penyakit diabetes mellitus. Biasanya gangren tersebut terjadi pada

daerah tungkai. Keadaan ini ditandai dengan pertukaran sekulitis dan

timbulnya vesikula atau bula yang hemoragik kuman yang biasa menginfeksi

pada gangren diabetik adalah streptococcus (Soeatmaji, 1999).

Kaki diabetik adalah kaki yang perfusi jaringannya kurang baik

karena angiopati dan neuropati selain itu terdapat pintas arteri-vena di ruang

subkutis sehingga kaki tampak merah dan mungkin panas tetapi perdarahan

kaki tetap kurang.


Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-

hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah

sedang atau besar di tungkai. ( Askandar, 2001).

Jadi dapat disimpulkan bahwa gangren adalah kematian jaringan,

biasanya berhubungan dengan berhentinya aliran darah ke daerah yang terkena.

2. Klasifikasi

Wagner (1983) membagi gangren diabetik menjadi enam tingkatan,

yaitu :

a. Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan

disertai kelainan bentuk kaki.

b. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.

c. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.

d. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanda osteomielitis.

e. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa

selulitis.

f. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren diabetik

menjadi dua golongan :

a. Gangren diabetik akibat Iskemia

Gangren diabetic jenis ini disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai

akibat adanya mikroangiopati (aterosklerosis) dari pembuluh darah besar

di tungkai, terutama di daerah betis.


Gambaran klinis :

1) Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat

2) Pada perabaan terasa dingin

3) Pulsasi pembuluh darah kurang kuat

4) Didapatkan ulkus sampai gangren

b. Gangren diabetik akibat neuropati

Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari

sirkulasi. Klinis dijumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa,

oedem kaki dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.

3. Etiologi

Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki

diabetik dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen.

a. Faktor endogen :

1) Genetik

2) Metabolik

3) Angiopati diabetik

4) Neuropati diabetik

b. Faktor eksogen :

1) Trauma

2) Infeksi

3) Obat
Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh pada ulkus atau gangrene

kaki diabetik secara garis besar menurut Tjokroprawiro, (2006) dibedakan

menjadi 2 yaitu :

1) Faktor endogen: neuropati, angiopati, menurunnya system imun

2) Faktor eksogen: trauma, dan Infeksi

Berbagai faktor resiko yang dapat mempengaruhi timbulnya gangren

diabetik adalah neuropati, iskemia, dan infeksi (Sutjahyo, 1998). Iskemia

disebabkan karena adanya penurunan aliran darah di tungkai akibat

mikroangiopati (aterosklerosis) dari pembuluh darah besar di tungkai

terutama pembuluh darah di daerah betis. Hal ini disebabkan karena beberapa

faktor resiko lebih banyak dijumpai pada diabetes mellitus sehingga

memperburuk fungsi endotel yang berperan terhadap terjadinya proses

atherosklerosis. Kerusakan endotel ini merangsang agregasi platelet dan

timbul trombosis, selanjutnya akan terjadi penyempitan pembuluh darah dan

timbul hipoksia. Iskemia atau gangren diabetik dapat terjadi akibat dari

atherosklerosis yang disertai trombosis, pembentukan mikrotrombin akibat

infeksi, kolesterol emboli yang berasal dari plak atheromatous dan obat –

obat vasopressor.
4. Anatomi Fisiologi

a. Anatomi Pankreas

Pankreas terletak melintang di bagian atas abdomen di belakang gaster di

dalam ruang retropritoneal. Di sebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus

limpa di arah kronidorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas

dihubungkan dengan korpus pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian

pankreas yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena

mesentrika superior unsinatis pankreas. Pankreas terdiri dari dua jaringan

utama yaitu :

1) Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum

2) Pulau langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan

getahnya namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon

langsung ke dalam darah.

Pankreas manusia mempunyai 1-2 juta pulau langerhans, setiap pulau

langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi

pembuluh darah kapiler. Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel

utama, yakni sel-alfa, beta dan delta. Sel beta yang mencakup kira-kira
60% dari semua sel terletak terutama di tengah setiap pulau dan

mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan bungkusan insulin

dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies satu

dengan yang lain. Dalam sel B, molekul insulin membentuk polimer yang

juga kompleks dengan seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini

mungkin karena perbedaan dalam ukuran polimer atau agregrat seng dari

insulin. Insulin disentesis di dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian

di angkut ke aparatus golgi, tempat ia dibungkus di dalam granula yang

diikat membran. Granula ini bergerak ke dinding sel oleh suatu proses

yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan

eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta

kapiler berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran

darah (Ganong, 1995). Sel alfa yang mencakup kira-kira 25% dari seluruh

sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang merupakan 10% dari seluruh

sel mensekresikan somatostatin (Perace, 2000).

Fungsi pankreas ada 2 yaitu :

1) Fungsi eksorin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim

dan elektrolit.

2) Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang

bersama-sama membentuk organ endokrin yang mensekresikan

insulin. Pulau langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama,

yaitu :
a) Sel-sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20-40 % ; memproduksi

glukagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang

mempunyai “ anti insulin like activity “.

b) Sel-sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60-80 % , membuat insulin.

c) Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat

somatostatin yang menghambat pelepasan insulin dan glukagon

(Tambayong, 2001).

b. Fisiologi Pankreas

Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh

berupa hormon. Hormon yang disekresikan oleh sel-sel di pulau

langerhans. Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon

yang merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang

dapat meingkatkan glukosa darah yaitu glukagon.

c. Fisiologi Insulin

Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel di pulau langerhans

menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa

jenis hormone lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon,

somatostatin menghambat sekresi glukagon dan insulin.

Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau

langerhans. Ransangan utama pelepasan insulin di atas kadar basal adalah

peningkatan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam

keadaan normal adalah 80-90 md/dl. Insulin bekerja dengan cara

berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah berkaitan, insulin bekerja


melalui perantara kedua untuk menyebabkan peningkatan transportasi

glukosa ke dalam sel dan dapat segera digunakan untuk menghasilkan

energi atau dapat disimpan di dalam hati (Guyton & Hall, 1999).

5. Manifestasi Klinis

Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun

nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan

dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal. Proses mikroangipati

menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli

memberikan gejala klinis 5 P yaitu :

a. Pain (nyeri).

b. Paleness (kepucatan).

c. Paresthesia (kesemutan).

d. Pulselessness (denyut nadi hilang)

e. Paralysis (lumpuh).

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari

fontaine:

a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).

b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten.

c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.

d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus)

(Smeltzer dan Bare, 2001: 1220).


Gambaran klinik yang tampak adalah penderita mengeluh nyeri

tungkai bawah waktu istirahat, kesemutan, cepat lelah, pada perabaan terasa

dingin, pulsasi pembuluh darah kurang kuat dan didapatkan ulkus atau

gangren. Adanya neurophaty perifer akan menyebabkan gangguan sensorik

maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilangnya atau

menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga penderita akan mengalami

trauma tanpa terasa, yang mengakibatkan terjadinya atropi pada otot kaki

sehingga merubah titik tumpu yang mengakibatkan pula terjadinya ulkus

pada kaki. Ulkus yang terjadi pada kaki diabetik umumnya diakibatkan

karena trauma ringan, ulkus ini timbul didaerah-daerah yang sering mendapat

tekanan atau trauma pada telapak kaki, hal ini paling sering terjadi, didaerah

sendi metatarsofalangeal satu dan lima didaerah ibu jari kaki dan didaerah

tumit. Mula-mula inti penebalan hiper keratotik dikulit telapak kaki,

kemudian penebalan tersebut mengalami trauma disertai dengan infeksi

sekunder. Ulkus terjadi makin lama makin dalam mencapai daerah subkutis

dan tampak sebagaii sinus atau kerucut bahkan sampai ketulang. Infeksi

sendiri jarang merupakan faktor tunggal untuk terjadinya gangren. Infeksi

lebih sering merupakan komplikasi yang menyertai gangren akibat ischemia

dan neuropathy. Ulkus berbentuk bullae, biasanya berdiameter lebih dari satu

sentimeter dan terisi masa, sisa-sisa jaringan tanduk, lemak pus dan krusta

diatas dasar granulomatous. Ulkus berjalan progresif secara kronik, tidak

terasa nyeri tetapi kadang-kadang ada rasa sakit yang berasal dari struktur

jaringan yang lebih dalam atau lebih luar dari luka. Bila krusta dan produk-
produk ulkus dibersihkan maka tampak ulkus yang dalam seperti kerucut,

ulkus ini dapat lebih progresif bila tidak diobati dan dapat terjadi periostitis

atau osteomyelitis oleh infeksi sekunder akibatnya timbul osteoporosis,

osteolisis dan destruktif tulang.

Gejala Umum Penderita dengan gangren diabetik, sebelum terjadi

luka keluhan yang timbul adalah berupa kesemutan atau kram, rasa lemah

dan baal pada tungkai dan nyeri pada waktu istirahat. Akibat dari keluhan ini,

maka apabila penderita mengalami trauma atau luka kecil hal tersebut tidak

dirasakan. Luka tersebut biasanya disebabkan karena penderita tertusuk atau

terinjak paku kemudian timbul gelembung-gelembung pada telapak kaki.

Kadang menjalar sampai punggung kaki dimana tidak menimbulkan rasa

nyeri, sehingga bahayanya mudah terjadi infeksi pada gelembung tersebut

dan akan menjalar dengan cepat (Sutjahyo A, 1998 ). Apabila luka tersebut

tidak sembuh-sembuh, bahkan bertambah luas baru penderita menyadari dan

mencari pengobatan. Biasanya gejala yang menyertai adalah kemerahan yang

makin meluas, rasa nyeri makin meningkat, panas badan dan adanya nanah

yang makin banyak serta adanya bau yang makin tajam.

6. Patofisiologi

Sebagian besar gambaran patologik dari diabetes mellitus dapat

dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
a. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang

mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200

mg/dl.

b. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang

menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai

dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.

c. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.

Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat

mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi

sesudah makan. Pada hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal

normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ), akan

timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat menyerap

kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik

yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan

pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat

glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami

keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung

terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi

sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh

berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya

penggunaan karbohidrat untuk energi.


Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis,

penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan

memudahkan terjadinya gangren.

Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik diabetes

mellitus akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.

a. Teori Sorbitol

Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel

dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin.

Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara

normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim

aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk

dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan

fungsi.

b. Teori Glikosilasi

Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada

semua protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya

proses glikosilasi pada protein membran basal dapat menjelaskan semua

komplikasi baik makro maupun mikro vaskular.

Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor –

faktor disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD

adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting

untuk terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya

gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan


hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami

trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan

motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga

merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati

akan menyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan

darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan

merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi

gangguan pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin,

nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila

dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya

penurunan asupan nutrisi, oksigen (zat asam) serta antibiotika sehingga

menyebabkan luka sulit sembuh (Levin,1993). Infeksi sering merupakan

komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran darah atau

neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap

penyembuhan atau pengobatan dari KD.

7. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Arora (2007: 15), pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4 hal

yaitu :

a. Postprandial

Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130

mg/dl mengindikasikan diabetes.


b. Hemoglobin glikosilat: Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai

kadar gula darah selama 140 hari terakhir. Angka Hb1C yang melebihi

6,1% menunjukkan diabetes.

c. Tes toleransi glukosa oral

Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr

gula, dan akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang

normal dua jam setelah meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.

d. Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan sebuah

jarum, sample darah diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan ke

dalam celah pada mesin glukometer, pemeriksaan ini digunakan hanya

untuk memantau kadar glukosa yang dapat dilakukan dirumah.

8. Komplikasi

a. Dry Gangren

Dry Gangren terjadi ketika ada memperlambat atau hambatan dalam

aliran darah ke bagian tubuh seperti jari-jari kaki dan jari-jari.

Tipe 1 dan tipe 2 diabetes mellitus mengarah pada gangren kering karena

gula darah tinggi dan diabetes menyebabkan kerusakan pembuluh darah

yang membawa darah ke jari tangan dan kaki.

Arteriosklerosis mengarah ke dinding-dinding arteri yang menebal atau

pembentukan plak kolesterol dan mempersempit diamete pembuluh kecil

yang mengarah ke gangrene. Demikian pula, penyakit arteri perifer


mengarah ke lemak dalam arteri dan darah berhenti mengalir ke jari

tangan dan kaki yang mengarah ke gangren.

Dry gangren biasanya terbatas untuk bagian terpengaruh dan ada pada

kawasan kulit yang sehat, hanya di luar yang terkena dampaknya. Daerah

kulit yang terkena berubah dingin, kering, dan hitam dan akhirnya jatuh.

Ini disebut mumifikasi.

b. Gangren Basah

Gangren basah terlihat setelah cedera serius atau gigitan embun beku atau

bahkan daerah yang dibakar menjadi terinfeksi dan infeksi masuk sampai

ke dalam jaringan. Infeksi menyebabkan pembengkakan jaringan dan

memblok suplai darah ke daerah yang terkena membuat infeksi dan

gangren progresif jadi lebih buruk

Gangren basah dapat menyebar lebih cepat menuju komplikasi yang

mengancam jiwa seperti syok septik jika tidak ditangani segera.

c. Gangren Gas

Gangren juga dapat disebabkan oleh bakteri khusus yang disebut

Clostrifium. Ini disebut gangren gas. Ini adalah infeksi umum yang dilihat

selama perang. Necrotising nekrotikans disebabkan ketika bakteri

menyebar ke dalam kulit dan menyerang lebih dalam jaringan.

d. Gangren Internal

Gangren dapat juga mempengaruhi organ-organ internal ketika lairan

darah ke organ-organ terhalang. Ini disebut gangren internal dan dapat


mempengaruhi kandung empedu atau usus yang terperangkap dalam

hernia.

e. Fournier’s Gangren

Ketika ganren mempengaruhi penis dan alat kelamin disebut Fournier’s

gangren.

9. Penatalaksanaan

Pengobatan dan perawatan pengobatan dari gangren diabetik sangat

dipengaruhi oleh derajat dan dalamnya ulkus, apabila dijumpai ulkus yang

dalam harus dilakukan pemeriksaan yang seksama untuk menentukan kondisi

ulkus dan besar kecilnya debridement yang akan dilakukan.

Dari penatalaksanaan perawatan luka diabetik ada beberapa tujuan

yang ingin dicapai, antara lain :

a. Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab

b. Optimalisasi suanana lingkungan luka dalam kondisi lembab

c. Dukungan kondisi klien atau host (nutrisi, kontrol DM, kontrol faktor

penyerta)

d. Meningkatkan edukasi klien dan keluarga

Perawatan luka diabetik :

a. Mencuci luka

Mencuci luka merupakan hal pokok untuk meningkatkan, memperbaiki

dan mempercepat proses penyembuhan luka serta menghindari

kemungkinan terjaadinya infeksi. Proses pencucian luka bertujuan untuk


membuang jaringan nekrosis, cairan luka yang berlebihan, sisa balutan

yang digunakan dan sisa metabolik tubuh pada permukaan luka. Cairan

yang terbaik dan teraman untuk mencuci luka adalah yang non toksik

pada proses penyembuhan luka (misalnya NaCl 0,9%). Penggunaan

hidrogenperoxida, hypoclorite solution dan beberapa cairan debridement

lainnya, sebaliknya hanya digunakan pada jaringan nekrosis / slough dan

tidak digunakan pada jaringan granulasi. Cairan antiseptik seperti provine

iodine sebaiknya hanya digunakan saat luka terinfeksi atau tubuh pada

keadaan penurunan imunitas, yang kemudian dilakukan pembilasan

kembali dengan saline. (Gitarja, 1999).

b. Debridement

Debridement adalah pembuangan jaringan nekrosis atau slough pada luka.

Debridement dilakukan untuk menghindari terjadinya infeksi atau

selulitis, karena jaringan nekrosis selalu berhubungan dengan adanya

peningkatan jumlah bakteri. Setelah debridement, jumlah bakteri akan

menurun dengan sendirinya yang diikuti dengan kemampuan tubuh secara

efektif melawan infeksi. Secara alami dalam keadaan lembab tubuh akan

membuang sendiri jaringan nekrosis atau slough yang menempel pada

luka (peristiwa autolysis). Autolysis adalah peristiwa pecahnya atau

rusaknya jaringan nekrotik oleh leukosit dan enzim lyzomatik.

Debridement dengan sistem autolysis dengan menggunakan occlusive

dressing merupakan cara teraman dilakukan pada klien dengan luka

diabetik. Terutama untuk menghindari resiko infeksi. (Gitarja W, 1999;


hal. 16). Terapi Antibiotika Pemberian antibiotika biasanya diberikan

peroral yang bersifat menghambat kuman gram positip dan gram negatip.

Apabila tidak dijumpai perbaikan pada luka tersebut, maka terapi

antibiotika dapat diberikan perparenteral yang sesuai dengan kepekaan

kuman. (Sutjahyo A, 1998 ).

c. Nutrisi

Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor penting yang berperan dalam

penyembuhan luka. Penderita dengan ganren diabetik biasanya diberikan

diet B1 dengan nilai gizi : yaitu 60% kalori karbohidrat, 20% kalori

lemak, 20% kalori protein. (Tjokroprawiro, A, 1998).

d. Pemilihan jenis balutan

Tujuan pemilihan jenis balutan adalah memilih jenis balutan yang dapat

mempertahankan suasana lingkungan luka dalam keadaan lembab,

mempercepat proses penyembuhan hingga 50%, absorbsi eksudat / cairan

luka yanag keluar berlebihan, membuang jaringan nekrosis / slough

(support autolysis ), kontrol terhadap infeksi / terhindar dari kontaminasi,

nyaman digunakan dan menurunkan rasa sakit saat mengganti balutan dan

menurunkan jumlah biaya dan waktu perawatan (cost effektive). Jenis

balutan: absorbent dressing, hydroactive gel, hydrocoloid. (Gitarja, 1999).

Selain pengobatan dan perawatan diatas, perlu juga pemeriksaan Hb

dan albumin minimal satu minggu sekali, karena adanya anemia dan

hipoalbumin akan sangat berpengaruh dalam penyembuhan luka. Diusahakan

agar Hb lebih 12 g/dl dan albumin darah dipertahankan lebih 3,5 g/dl. Dan
perlu juga dilakukan monitor glukosa darah secara ketat, Karena bila

didapatkan peningkatan glukosa darah yang sulit dikendalikan, ini merupakan

salah satu tanda memburuknya infeksi yang ada sehingga luka sukar sembuh.

Untuk mencegah timbulnya gangren diabetik dibutuhkan kerja sama antara

dokter, perawat dan penderita sehingga tindakan pencegahan, deteksi dini

beserta terapi yang rasional bisa dilaksanakan dengan harapan biaya yang

besar, morbiditas penderita gangren dapat ditekan serendah-rendahnya.

Upaya untuk pencegahan dapat dilakukan dengan cara penyuluhan dimana

masing-masing profesi mempunyai peranan yang saling menunjang. Dalam

memberikan penyuluhan pada penderita ada beberapa petunjuk perawatan

kaki diabetik (Sutjahyo A, 1998 ):

a. Gunakan sepatu yang pas dan kaos kaki yang bersih setiap saat berjalan

dan jangan bertelanjang kaki bila berjalan

b. Cucilah kaki setiap hari dan keringkan dengan baik serta memberikan

perhatian khusus pada daerah sela-sela jari kaki

c. Janganlah mengobati sendiri apabila terdapat kalus, tonjolan kaki atau

jamur pada kuku kaki

d. Suhu air yang digunakan untuk mecuci kaki antara 29,5 – 30 derajat

celsius dan diukur dulu dengan termometer

e. Janganlah menggunakan alat pemanas atau botol diisi air panas

f. Langkah-langkah yang membantu meningkatkan sirkulasi pada

ekstremitas bawah yang harus dilakukan, yaitu :

1) Hindari kebiasaan merokok


2) Hindari bertumpang kaki duduk

3) Lindungi kaki dari kedinginan

4) Hindari merendam kaki dalam air dingin

g. Gunakan kaos kaki atau stoking yang tidak menyebabkan tekanan pada

tungkai atau daerah tertentu

h. Periksalah kaki setiap hari dan laporkan bila terdapat luka, bullae

kemerahan atau tanda-tanda radang, sehingga segera dilakukan

tindakan awal

i. Jika kulit kaki kering gunakan pelembab atau cream.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan

a. Identitas penderita

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,

alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk

rumah sakit dan diagnosa medis.

b. Keluhan Utama

Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang

menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya

nyeri pada luka.


a. Riwayat kesehatan sekarang :

Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada

ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola

mata cekung. Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutam,

lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.

b. Riwayat kesehatan lalu

Biasanya klien DM mempunya riwayat hipertensi, penyakit jantung

seperti Infark Miokard, gout.

c. Riwayat kesehatan keluarga :

Biasanya ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM

d. Pengkajian Pola Kesehatan

1) Pola persepsi – penanganan kesehatan

Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata

laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak

gangren kaki diabetik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif

terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur

pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6 juta dari penderita

DM tidak menyadari akan terjadinya resiko kaki diabetik bahkan

mereka takut akan terjadinya amputasi (Debra Clair, journal februari

2011).

2) Pola nutrisi metabolik

Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin

maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga


menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum,

berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat

mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang

dapat mempengaruhi status kesehatan penderita. Nausea, vomitus,

berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.

3) Pola eliminasi

Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya dieuresis osmotik

yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan oengeluaran

glukosa pada urine (glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada

gangguan.

4) Pola aktivitas dan latihan

kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan

tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan

bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan

otot-otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu

melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah

mengalami kelelahan.

5) Pola tidur dan istirahat

Istirahat tidak efektif adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka

sehingga klien mengalami kesulitan tidur.


6) Pola kognitif persepsi

Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa

pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan

mengalami penurunan, gangguan penglihatan.

7) Pola persepsi dan konsep diri

Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan

penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar

sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan

pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan

gangguan peran pada keluarga (self esteem).

8) Pola peran hubungan

Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita

malu dan menarik diri dari pergaulan.

9) Pola seksualitas reproduksi

Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ

reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seks, gangguan

kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi

serta orgasme. Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme

menurun dan terjadi impoten pada pria. Resiko lebih tinggi terkena

kanker prostat berhubungan dengan nefropati (Chin-Hsiao Tseng on

journal, Maret 2011).


10) Pola koping toleransi

Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan

tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis

yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-

lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan

mekanisme koping konstruktif / adaptif

11) Pola nilai kepercayaan

Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta

luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan

ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.

e. Pemeriksaan Diagnostik

1) Gula darah meningkat biasanya > 200 mg/dl

2) Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok

3) Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt

4) Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik)

5) Alkalosis respiratorik

6) Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,

hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.

7) Ureum/kreatinin : mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan

fungsi ginjal.

8) Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut.


9) Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I),

normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan

insufisiensi insulin.

10) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat

meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.

11) Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin

meningkat.

12) Kultur : kemungkinan infeksi pada luka.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Kerusakan integritas kulit

b. Nyeri

c. Intoleransi aktivitas

d. Gangguan citra tubuh

3. Rencana Asuhan Keperawatan

TUJUAN DAN
NO DIAGNOSA NIC
KRITERIA HASIL
1. Kerusakan NOC : 1) Kaji luas dan keadaan luka serta
Integritas Kulit Tercapainya proses proses penyembuhan.
penyembuhan luka. 2) Rawat luka dengan baik dan
Definisi : benar : Membersihkan luka
kerusakan Kriteria Hasil : secara aseptik menggunakan
jaringan a. Berkurangnya larutan yang tidak iritatif, angkat
epidermis dan oedema sekitar sisa balutan yang menempel
dermis luka. pada luka dan nekrotomi
b. Pus dan jaringan yang mati.
Data pendukung : jaringan 3) Kolaborasi dengan dokter untuk
- Kerusakan berkurang pemberian insulin, pemeriksaan
lapisan kulit c. Adanya kultur pus pemeriksaan gula
- Gangguan jaringan darah pemberian anti biotik.
permukaan kulit granulasi.
- Invasi struktur a. Bau busuk luka
tubuh berkurang.
Outcome
Kontrol resiko
proses infeksi
Definisi :
tindakan individu
dalam mencegah,
mengurangi dan
menurunkan
ancaman infeksi.

2. Ganguan rasa NOC : 1) Kaji tingkat, frekuensi, dan


nyaman ( nyeri ) Rasa nyeri hilang/ reaksi nyeri yang dialami pasien.
berkurang. 2) Jelaskan pada pasien tentang
Definisi : sebab-sebab timbulnya nyeri.
Pengalaman Kriteria hasil : 3) Atur posisi pasien senyaman
sensorik dan a. Klien secara mungkin sesuai keinginan
emosional yang verbal pasien.
tidak mengatakan 4) Lakukan massage saat rawat
menyenangkan nyeri berkurang luka.
yang muncul atau hilang. 5) Kolaborasi dengan dokter untuk
akibat kerusakan b. Klien dapat pemberian analgesik.
jaringan yang melakukan
aktual atau metode atau
potensial atau tindakan untuk
digambarkan mengatasi nyeri.
dalam hal c. Elspresi wajah
kerusakan klien rileks.
sedemikian rupa. d. Tidak ada
keringat dingin,
tanda vital
dalam batas
normal.(S : 36–
37,5 0C, N: 60
– 80 x /menit, T
: 120/80mmHg,
RR : 18–20 x
/menit).
3. Intoleransi NOC : 1) Mempertimbangkan kebudayaan
aktivitas Outcome : klien ketika melakukan
perawatan diri : perawatan.
Definisi : ketidak ADL 2) Mempertimbangkan usia klien
mampuan 3) Monitor kemampuan klien untuk
beraktivitas Kriteria Hasil: perawatn diri mandiri
a. Kebersihan 4) Monitor kebutuhan klien
Data-data mulut terhadap kebersihan diri,
pendukung : b. Makan pakaian,dan makan
- Tekanan darah c. Pakaian 5) Beri dukungan hingga klien
yang tidak d. Tempat tidur mampu melakukan aktivitas
normal ketika e. Posisi tubuh sendiri
beraktivitas f. Berjalan 6) Dorong pasien untuk
- Immobility menunjukkan aktivitas
- Melaporkan keseharian yang normal
adanya 7) Kaji kebutuhan yang
kelemahan memerlukan bantuan
- Melaporkan 8) Bina aktivitas keseharian klien
adanya kelelahan sehari hari

4. Gangguan citra NOC : 1) Kaji perasaan/persepsi pasien


tubuh Body Image tentang perubahan gambaran diri
Self esteem berhubungan dengan keadaan
Definisi : anggota tubuhnya yang kurang
Konfusi dalam Kriteria Hasil : berfungsi secara normal.
gambaran mental a. Berinteraksi dan 2) Lakukan pendekatan dan bina
tentang diri-fisik beradaptasi hubungan saling percaya dengan
individu dengan pasien.
lingkungan. 3) Tunjukkan rasa empati, perhatian
b. Tanpa rasa malu dan penerimaan pada pasien.
dan rendah diri. 4) Bantu pasien untuk mengadakan
c. Yakin akan hubungan dengan orang lain.
kemampuan 5) Beri kesempatan kepada pasien
yang dimiliki. untuk mengekspresikan perasaan
kehilangan.
6) Beri dorongan pasien untuk
berpartisipasi dalam perawatan
diri dan hargai pemecahan
masalah yang konstruktif dari
pasien.

Anda mungkin juga menyukai