Anda di halaman 1dari 2

Lupus eritematosus sistemik (LES) atau yang lebih dikenal dengan sebutan lupus

adalah penyakit autoimun yang prevalensi kejadiannya tergolong tinggi khususnya pada orang
usia produktif. Penyakit ini merupakan penyakit kronik yang memiliki karateristik akan
periode penyakit yang aktif dan remisi serta seringkali menyebabkan kelemahan serta kesakitan
yang disebabkan oleh sistem imun yang menyerang organ, jaringan dan sel tubuh sendiri
(Khanna, dkk., 2004).
Pengobatan yang diberikan masih sekedar menurunkan kesakitan dan keaktifan dari
lupus itu sendiri dikarenakan pengobatan untuk menyembuhkan lupus belum ditemukan. Oleh
karena itu, penderita lupus menghadapi kesakitan dan perawatan seumur hidup yang seringkali
menanggung gejala yang melemahkan tubuh, kehilangan fungsi organ, menurunkan
produktifitas kerja, dan biaya perawatan medis yang mahal. Penyakit ini sebagian besar
menimpa perempuan usia produktif. Penyakit ini memberikan beban berat kepada penderita,
keluarga penderita dan kehidupan sosial pasien.
Manifestasi penyakit LES sering terlambat diketahui yang diakibatkan gejala klinis
penyakit seringkali meniru penyakit yang lain, sehingga berakibat pada pemberian terapi yang
inadekuat, penurunan kualitas hidup, dan peningkatan masalah yang dihadapi oleh penderita
LES. Masalah lain yang timbul adalah belum terpenuhinya kebutuhan penderita LES dan
keluarganya tentang informasi, pemberian edukasi dan konseling, serta dukungan sosial yang
terkait dengan LES. Oleh karena itu penting sekali meningkatkan kewaspadaan masyarakat
tentang dampak buruk penyakit LES terhadap kesehatan serta dampak psikososial yang cukup
berat untuk penderita maupun keluarganya.
Seseorang yang terdiagnosis penyakit kronis seperti LES mengalami perubahan yang
dramatis dalam gaya hidup dan penurunan yang berat pada kemampuan fungsional dan
kualitas hidup (Philip et al., 2009). Pada studi ternyata terdapat skema kognitif pada waktu
seseorang terdiagnosis dengan suatu penyakit kronis yang berkorelasi dengan mekanisme
koping terhadap penyakit dan kondisi yang diakibatkan penyakit (Philip et al., 2009) ada
hubungan antara persepsi diagnosis penyakit kronis dalam durasinya, gejala yang tak
terkendali, dengan munculnya konsekuensi negatif dan manifestasi gejala depresi (Van Exel et
al.,2013). Seseorang yang terdiagnosis dengan penyakit kronis seringkali terjadi gangguan
kesehatan mental (Van Exel et al., 2013).
Studi juga menunjukkan bahwa orang yang terdiagnosis penyakit kronis sebagaimana
halnya dengan LES memiliki tingkat gangguan emosional yang lebih tinggi daripada orang
yang sehat (Bachen, Chesney, & Criswell, 2009). Pasien LES memiliki cara pandang terhadap
dampak dari penyakit mereka pada fisik mereka, emosional, fungsi sosial, dan kualitas
kesehatan yang berhubungan dengan kualitas hidup secara keseluruhan yang memandang
dirinya lebih rendah pada pasien dengan LES dibandingkan dengan populasi umum (Barnado
et al., 2012).
Di era global seperti saat ini, seorang tenaga kesehatan dituntut untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang bermutu untuk menangani kendala yang dialami oleh pasien.
Pelayanan yang bermutu dapat diperoleh dari kolaborasi yang baik antar profesi seperti tenaga
kesehatan dalam kerjasama tim. Salah satu upaya dalam mewujudkan kolaborasi yang efektif
antar profesi perlu diadakannya praktik kolaborasi sejak dini melalui proses pembelajaran yaitu
dengan melatih mahasiswa pendidikan kesehatan menggunakan strategi Interprofessional
Education. (WHO, 2010)

Anda mungkin juga menyukai