Laporan Kerja Praktek Biomass - 1
Laporan Kerja Praktek Biomass - 1
1
RINGKASAN
PLTSa merupakan industri energi baru terbarukan yang memiliki sumber bahan bakar dari
sampah. Sampah yang memiliki kandungan karbon akan berdampak pada kandungan bahan bakar
pada sampah tersebut. Dengan adanya pengolahan sampah yang terintegrasi, sampah dapat
menjadi bahan bakar yang ramah lingkungan karena memanfaatkan permasalahan menjadi solusi.
Oleh karena itu, dalam memproduksi bahan bakar dengan kandungan karbon yang baik
memperhatikan efisiensi energi. Efisiensi energi digunakan untuk mengurangi konsumsi energi
pada proses pembuatan tanpa dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas produksi. Oleh karena itu,
agar sistem dapat efisien diperlukan kondisi optimal melalui analisa exergy.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui implementasi analisa exergy dan kondisi
operasi yang optimal pada dunia industri biomassa. Proses simulasi dilakukan dengan kondisi
operasi dilapangan berupa temperatur dan tekanan sebesar 216 OC dan 21.5 bar. Biomassa dengan
data proximate dan ultimate yang telah di uji laboratorium diproses melalui reaktor HTC. Pada
simulasi ini, proses reaktor HTC dimulai pada REACTOR, YIELD2, SEP-REAC, dan MIXER.
Hasil dari produk mixer selanjutnya di masukkan pada SEPAR untuk menghasilkan produk hydro-
char berupa SOLID2.
Massa biomassa selama proses karbonisasi berkurang dari 405 kg menjadi 316.94 kg.
Berkurangnya massa tersebut terjadi karena proses oksidasi dalam reaktor dan proses separasi.
Selama proses reaktor massa biomassa bertambah menjadi 705.4 kg karena uap air terkondensasi
saat cooling down hingga hydrochar dikeluarkan. Pencampuran air dilakukan dengan tujuan agar
proses karbonisasi dapat terjadi secara maksimal. Hasil akhir dari proses separasi didapatkan nilai
fraksi karbon sebesar 0.538. Dengan nilai tersebut, dapat diketahui selama proses karbonisasi
fraksi karbon meningkat sebesar 0.117 yang sebelumnya memiliki nilai fraksi karbon sebesar
0.421.
Setiap unit operasi REACTOR, YIELD2, SEP-REAC, dan MIXER memiliki nilai exergy
masing-masing sebesar -0.581 MJ/kg, -1.080 MJ/kg, 11.513 MJ/kg, dan -10.778 MJ/kg. sehingga
total exergy losses dari kondisi lapangan dapat dihitung sebesar -0.926 MJ/kg.
Untuk optimalisasi exergy dilakukan dengan cara mencari nilai exergy losses paling kecil
dari variasi temperatur 200 – 240 OC dengan kenaikan setiap 10 OC. Exergy losses dari variasi
2
tersebut didapatkan sebesar -1.095 MJ/kg, -1.688 MJ/kg, -1.0818 MJ/kg, -1.054 MJ/kg, dan -1.566
MJ/kg. Sehingga didapatkan nilai exergy losses paling kecil pada kondisi 210 OC dan 19 bar
sebesar -1.688 MJ/kg.
3
DAFTAR ISI
Cover ............................................................................................................................................... 1
RINGKASAN ................................................................................................................................. 2
DAFTAR ISI................................................................................................................................... 4
1.3 Tujuan............................................................................................................................... 9
5.1 Kesimpulan.......................................................................................................................... 28
4
5.2 Saran .................................................................................................................................... 28
5
DAFTAR TABEL
6
DAFTAR GAMBAR
7
BAB I
PENDAHULUAN
Sampah yang sudah menjadi briket, selanjutnya dimanfaatkan untuk proses gasifikasi untuk
menghasilkan listrik. Proses tersebut megubah material padat menjadi gas pada temperatur dan
tekanan tertentu. Sehingga hasil dari proses tersebut berupa syngas yang memiliki kandungan
8
campuran H2, CO2, CO, CH4, N2. Namun dalam proses tersebut terdapat kandungan kimia pada
briket yang merugikan. Seperti ash yang berlebih akan mengakibatkan terbentuknya krinkle pada
proses gasifikasi. Krinkle merupakan material padatan hasil pembakaran yang kurang sempurna
diakibatkan kandungan ash yang berlebih (Karamarkovic, 2010). Sehingga berdampak pada
kandungan syngas yang dihasilkan. Oleh karena itu, proses pembuatan briket harus dilakukan pada
kondisi optimal agar kandungan ash tidak berlebih. Untuk mengetahui kondisi optimal dalam
pembuatan briket diperlukan analisa exergy yang berfungsi mengetahui kerja maksimum yang
dapat dimanfaatkan oleh sistem (Ptasinski, 2016). Selain itu analisa exergy juga mampu
mengetahui kehilangan kerja dari suatu sistem yang biasa disebut dengan exergy destruction.
Sehingga dengan adanya analisa exergy dapat diketahui produk yang baik melalui kerja
maksimum (Szargut, 2005).
1.3 Tujuan
Dengan adanya rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kota Solo menjadi pilot project pertama untuk pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga
Sampah (PLTSa) lewat metode gasifikasi. Sampah Kota Solo yang ada di Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) Putri Cempo Solo diubah menjadi energi listrik. TPA telah malakukan perjanjian
Jual Beli Listrik (PJBL) PLTSa TPA Putri Cempo 5 MW antara PT PLN (Persero) dan PT Solo
Citra Metro Plasma Power (SCMPP) sebagai investor proyek PLTSa, di Lodji Gandrung, Solo.
Dengan hasil 5 MW ini, diprediksi dapat mengaliri 10 ribu rumah tangga. Sampah yang ada di
Kota Solo yakni dengan total 450 ton nantinya diolah menjadi energi sampah sebesar 10 Mega
Watt (MG) perhari. PLTSa Putri Cempo ini diharapkan efektif mengatasi permasalahan klasik
persampahan di kota.
10
metode gasifikasi yakni melalui proses pirolisis.
Dalam konsep termodinamika, sistem dapat dipengaruhi oleh lingkungan apabila nilai dari
kerja, panas, dan massa berubah. Parameter tersebut dapat berubah apabila ada perbedaan suhu
dan tekanan pada sistem dan lingkungan. Exergy mengadopsi hukum termodinamika pertama dan
kedua dengan mengkombinasikan dua persamaan 1 dan 2 untuk mengetahui jumlah energy flows
yang dapat ditingkatkan pada sistem proses.
𝐻𝑜 − 𝐻 = 𝑄 + 𝑊 (2.1)
𝑄
𝑆𝑜 + 𝑆 ≥ (2.2)
𝑇𝑜
11
𝑇𝑜 (𝑆𝑜 + 𝑆) ≥ (𝐻𝑜 − 𝐻) − 𝑊 (2.3)
𝑊 = (𝐻 − 𝐻𝑜 ) − 𝑇𝑜 (𝑆 − 𝑆𝑜 ) (2.4)
Sehingga exergy di definisikan sebagai nilai kerja dalam sistem proses yang dapat
dimanfaatkan dalam sistem. Nilai kerja dapat dimaksimalkan dengan meningkatkan nilai
perubahan entalpi dan mencari nilai entropi terkecil dari kondisi proses. Kondisi proses tersebut
dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur pada sistem. Dengan adanya nilai exergy atau kerja
maksimum yang tinggi, sistem mampu memiliki kualitas energi yang baik. Selain itu, nilai exergy
selalu positif pada saat diukur dan dapat bernilai nol jika suhu lingkungan dan suhu sistem
memiliki nilai yang sama. Hal tersebut dapat dinamakan sebagai dead state sehingga dalam kondisi
ini sistem memiliki nilai kualitas yang kurang baik.
Nilai penurunan exergy atau biasa disebut dengan irreversibility (𝐼) dari suatu sistem dapat
dihitung melalui kesetimbangan exergy (Ė) yang mengestimasi exergy yang masuk dan keluar
dari sistem. Berikut persamaan kesetimbangan exergy :
Kuantitas exergy yang melewati sebuah sistem dengan kondisi batas tertentu dapat dihitung
melalui kesetimbangan exergy. Jumlah tersebut dapat dihitung tiap komponen exergy yang terdiri
dari exergy kinetik, potensial, physical, dan chemical. Exergy kinetik dan potensial dapat dihitung
melalui kecepatan dan ketinggian yang mempengaruhi pada sistem. Namun pada industri proses,
exergy ini dapat diabaikan. Sedangkan untuk exergy dalam bentuk physical dan chemical sangat
penting terhadap performansi industri proses terutama biomassa.
12
a) Physical Exergy
Physical Exergy dipengaruhi oleh fungsi entalpi dan entropi dari kondisi tekanan dan
temperatur lingkungan tanpa ada perubahan komposisi kimia pada unsur lingkungan tersebut.
Berikut perhitungan Physical Exergy, Ėph :
Dimana nilai ho dan so adalah kondisi lingkungan. Sedangkan pada kapasitas termal dan
volume spesifik tertentu dinyatakan sebagai berikut :
𝑇
Ė𝑝ℎ = 𝑐𝑝 [(𝑇 − 𝑇𝑜 ) − 𝑇𝑜 ln 𝑇 + 𝑣(𝑃 − 𝑃𝑜 )] (2.6)
𝑜
𝑇 𝑃
Ė𝑝ℎ = 𝑐𝑝 [(𝑇 − 𝑇𝑜 ) − 𝑇𝑜 ln 𝑇 + 𝑅𝑇 ln 𝑃 ] (2.7)
𝑜 𝑜
Physical exergy kondisi dead state pada saat suhu sistem sama dengan suhu lingkungan. Hal
tersebut juga dapat terjadi apabila suhu lingkungan naik dan sistem turun.
b) Chemical Exergy
Setiap stream dari sebuah material memiliki chemical exergy yang sama dengan kerja
maksimum dari stream tersebut ketika kondisi berubah dari keadaan lingkungan sampai ke dead
state. Dimana tekanan lingkungan sebesar 1.013 bar dan suhu lingkungan sebesar 298.15 K.
Berbeda dengan physical exergy yang ditentukan oleh entropi dan entalpi dari sistem, chemical
exergy ditentukan oleh jumlah fraksi senyawa dari sebuah material. Sehingga jumlah total
chemical exergy merupakan perkalian dari fraksi senyawa dengan standar chemical exergy yang
ditunjukan pada tabel berikut.
13
Tabel 2. 1 Standard Chemical Exergy
Karena biomassa merupakan senyawa campuran yang memiliki komposisi berbeda, maka untuk
perhitungan exergy biomassa dapat dihitung melalui persamaan dari Eboh et al :
𝑘𝐽
𝐸𝑥𝑏𝑖𝑜 = 376.461𝐶 + 791.018𝐻 − 57.819𝑂 + 45.473𝑁 − 1536.242𝑆 + 100.98𝐶𝑙 (𝑘𝑔) (2.8)
14
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Diagram Alir Penelitian
Ide Studi
Pengenalan lokasi kerja, struktur organisasi maupun pihak-pihak yang terkait, dan
orientasi lapangan
Pengumpulan Data
Pengumpulan data ini meliputi data desain, data operasi HTC, data Syngas di PLTSa
Putri Cempo Surakarta-Solo
Uji data ini untuk menentukan nilai High Heating Value (HHV), kandungan karbon,
dan Ash pada MSW
Tahapan ini untuk mensimulasikan proses HTC plant di PLTSa Putri Cempo
Surakarta-Solo
Menganalisa hasil dari simulasi proses HTC Plant di PLTSa Putri Cempo Surakarta-
Solo berkaitan
Kesimpulan
Penyusunan laporan KP
15
Dalam bab metodologi ini membahas tentang jalannya pelaksanaan kerja praktek yang
dimulai dari ide studi hingga tahap pembahasan dan penarikan kesimpulan. Rangkaian
pelaksanaan kerja praktek yang akan dilaksanakan sebagaimana dalam Gambar 3.1.
Ide studi dari kerja praktik yang dipilih disesuaikan dengan minat dan kesempatan
yang ada. Dalam hal ini, bidang yang dipilih yaitu PLTSa di TPA Putri Cempo Surakarta-
Solo.
Jenis literatur yang dipelajari dan digunakan sebagai acuan antara lain buku dan
bimbingan dari dosen pendamping. Laporan kerja praktik, dan jurnal yang relevan
dengan bidang kerja. Pelaksanaannya adalah dengan mengumpulkan data atau informasi
yang diperlukan dalam pelaksanaan kerja praktek ini yang berbentuk pustaka.
Pengenalan secara umum lokasi kerja praktik dan pengenalan struktur organisasi
maupun pihak-pihak yang terkait. Hal ini dimaksudkan untuk melihat secara langsung
penerapan PLTSa dengan motode HTC dengan bahan sampah di TPA Putri Cempo
Surakarta-Solo.
Uji Ultimate dan Proximate ini sebagai bahan simulasi proses HTC dan
pemvalidan data antara hasil simulasi dan hasil real condition. Data yang akan diperoleh
dari tahap ini adalah nilai HHV, tingkat karbon dan Ash dari proses reaksi HTC.
16
3.1.6 Simulasi proses HTC
Pada tahapan ini proses HTC disimulasikan menggunakan Aspen Plus V.10 untuk
memperoleh data analisa dari solid hydrochar yang dihasilkan. Sebelum perhitungan
hydrochar, dilakukan pembuatan main flowsheet untuk mengetahui kinerja pada tiap unit
operasi di lapangan. Kondisi operasi pada lapangan berupa temperatur dan tekanan
sebesar 216OC & 21.5 bar. Berikut gambar main flowsheet yang terdapat pada simulasi.
Unit operasi yang dijalankan pada proses HTC dibagi menjadi tiga tahap yakni
pemilahan sampah, karbonisasi, dan pemisahan. Proses pemilahan sampah dilakukan
menggunakan shredder dan pemilahan oleh para pekerja, sedangkan pada simulasi
menggunakan unit operasi berupa YIELD1. Dalam simulasi perhitungan, biomassa
dimasukkan ke dalam reaktor HTC berupa REACTOR, YIELD2, SEP-REAC, dan
MIXER. Pada REACTOR terjadi proses karbonisasi berupa penambahan uap air yang
sebelumnya dilakukan pada BOILER. Stream WATER dengan kondisi lingkungan
dimasukkan ke dalam boiler pada suhu tertentu, sehingga terjadi reaksi oksidasi pada
REACTOR. Produk dari REACTOR selanjutnya masuk kedalam SEP-REAC untuk
dipisahkan menjadi produk GAS, LIQUID1, dan SOLID1. Pada SEP-REAC
memerlukan perhitungan yield yang dilakukan pada YIELD2. Setelah itu, proses
pemisahan dilanjutkan pada SEPAR dengan menambahkan WATER2 dan LIQUID1
agar hasil carbon dapat dimaksimalkan. Produk akhir dari proses karbonisasi berupa
LIQUID2 dan SOLID2. Analisis Data dan Pembahasan
17
Analisis data berupa pengaruh kandungan air dalam sampah terhadap operasi
HTC yang berdampak pada kandungan karbon yang dihasilkan. Analisa ini dilakukan
dari proses pemilahan sampah, karbonisasi, pemisahan hingga menghasilkan hydrochar.
Selain itu, untuk mengetahui performansi dari plant HTC diperlukan analisa exergy
dengan menghitung physical exergy dan chemical exergy. Selain itu, proses analisa
bertujuan mencari kondisi optimal pada setiap variasi temperatur dan tekanan dengan
nilai losses exergy paling kecil. Variasi temperatur dilakukan dengan rentang 200 –
240OC dan setiap kenaikan sebesar 10OC, sehingga terdapat 5 variasi. Perhitungan
exergy dilakukan dengan cara mengambilkan data exergy flow dan mass flow rate dari
simulasi. Setelah nilai exergy didapatkan dari pembagian antara exergy flow dan mass
flowrate.
3.1.7 Kesimpulan
18
BAB IV
ANALISA DATA & PEMBAHASAN
Proses simulasi dilakukan dengan kondisi operasi berupa temperatur dan tekanan sebesar
216 OC dan 21.5 bar. Biomassa dengan data proximate dan ultimate pada tabel 4.1 diproses
melalui reaktor HTC. Pada simulasi ini, proses reaktor HTC dimulai pada REACTOR,
YIELD2, SEP-REAC, dan MIXER. Hasil dari produk mixer selanjutnya di masukkan pada
SEPAR untuk menghasilkan produk hydro-char berupa SOLID2.
Proses simulasi ini bertujuan untuk mendapatkan informasi komposisi kimia dan massa
tiap stream. Berikut hasil komposisi dan massa pada setiap stream.
19
Tabel 4. 2 Tabel hasil komposisi stream
Stream
No Parameter
PROD-DEC HDR-CHR3 SOLID2 LIQUID2
1 Massa 405 705.4090535 316.9433472 388.4657063
2 C 0.42125328 0.241856235 0.538290453 0
3 H2 0.04963728 9.20E-07 2.05E-06 0
4 N2 0.00451248 1.52E-06 3.39E-06 0
5 O2 0.38143728 0 0 0
6 S 0.0008848 0.000507971 0.001130572 0
7 CL2 0 0 0 0
8 ASH 0.02707488 0.015544635 0.034597118 0
9 CO2 0 0 0 0
10 CO 0 0 0 0
11 CH4 0 0 0 0
12 AIR 0 0 0 0
13 WATER 0.1152 0.742088716 0.425976421 1
Dari data tersebut menunjukkan bahwa, massa biomassa selama proses karbonisasi
berkurang dari 405 kg menjadi 316.94 kg. Berkurangnya massa tersebut terjadi karena proses
oksidasi dalam reaktor dan proses separasi. Selama proses reaktor massa biomassa bertambah
menjadi 705.4 kg karena dicampur dengan air. Pencampuran air dilakukan dengan tujuan agar
proses karbonisasi dapat terjadi secara maksimal. Hasil akhir dari proses separasi didapatkan
nilai fraksi karbon sebesar 0.538. Dengan nilai tersebut, dapat diketahui selama proses
karbonisasi fraksi karbon meningkat sebesar 0.117 yang sebelumnya memiliki nilai fraksi
karbon sebesar 0.421.
20
Gambar 4. 2 Main Flowsheet Exergy
Nilai exergy merupakan pembagian dari exergy flow dibagi dengan mass flow rate,
sehingga nilai exergy tiap unit operasi didapatkan sebagai berikut.
Physical Exergy
No Stream Mass Flowrate (kg/h) Exergy Flow (kJ/s) Exergy (MJ/kg)
1 FEED 405 0 0.000
2 PROD-DEC 405 0.14 0.001
3 WATER 233 0 0.000
4 STEAM 233 69.94 1.081
5 HDR-CHR0 638 138.1 0.779
6 HDR-CHR1 638 136.53 0.770
7 GAS 166 48.78 1.058
8 LIQUID 291 24.53 0.303
9 SOLID 182 1.96 0.039
10 WATER2 233 0 0.000
11 HDR-CHR2 705 18.15 0.093
12 LIQUID2 388 66.98 0.621
13 SOLID2 317 3.95 0.045
Nilai physical exergy terbesar terdapat pada stream STEAM diikuti oleh GAS dan
LIQUID. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai entalpi dari stream tersebut besar, sehingga
nilai kerja maksimum yang dapat dimanfaatkan juga besar.
Untuk chemical exergy dapat dihitung melalui fraksi tiap senyawa kimia dikalikan dengan
besar standar chemical exergy, seperti yang tertera pada Tabel 4.3. Khusus untuk senyawa ash
21
menggunakan standar chemical exergy berdasarkan literatur yang dikeluarkan oleh Ptsasinski
sebesar 1.7 MJ/kg. Berikut total chemical exergy yang dapat dihitung pada tiap stream.
Chemical Exergy
No Stream Chemical Components Std. Chem. Exergy Exergy Total
BIOMASS 1 19.73790913 19.73791
C 0 34.16 0
H2 0 117.1 0
N2 0 0.026 0
O2 0 0.124 0
S 0 19.01 0
1 BIOMASS CL2 0 1.743 0 19.73791
ASH 0 1.7 0
CO2 0 0.451 0
CO 0 9.821 0
CH4 0 51.84 0
AIR 0 0.124 0
WATER 0 0.05 0
BIOMASS 0 0 0
C 0.42125328 34.16 14.39001
H2 0.04963728 117.1 5.812525
N2 0.00451248 0.026 0.000117
O2 0.38143728 0.124 0.047298
S 0.0008848 19.01 0.01682
2 PROD-DEC CL2 0 1.743 0 20.31856
ASH 0.02707488 1.7 0.046027
CO2 0 0.451 0
CO 0 9.821 0
CH4 0 51.84 0
AIR 0 0.124 0
WATER 0.1152 0.05 0.00576
BIOMASS 0 0 0
C 0 34.16 0
H2 0 117.1 0
N2 0 0.026 0
3 WATER O2 0 0.124 0 0.05
S 0 19.01 0
CL2 0 1.743 0
ASH 0 1.7 0
CO2 0 0.451 0
22
CO 0 9.821 0
CH4 0 51.84 0
AIR 0 0.124 0
WATER 1 0.05 0.05
BIOMASS 0 0 0
C 0 34.16 0
H2 0 117.1 0
N2 0 0.026 0
O2 0 0.124 0
S 0 19.01 0
4 STEAM CL2 0 1.743 0 0.05
ASH 0 1.7 0
CO2 0 0.451 0
CO 0 9.821 0
CH4 0 51.84 0
AIR 0 0.124 0
WATER 1 0.05 0.05
BIOMASS 0 0 0
C 0.267409997 34.16 9.134726
H2 0.001001227 117.1 0.117244
N2 0.002864505 0.026 7.45E-05
O2 0 0.124 0
S 0.000561668 19.01 0.010677
5 HDR-CHR0 CL2 0 1.743 0 9.327488
ASH 0.017187032 1.7 0.029218
CO2 0 0.451 0
CO 0 9.821 0
CH4 0 51.84 0
AIR 0 0.124 0
WATER 0.710975571 0.05 0.035549
BIOMASS 0 0 0
C 0.267409997 34.16 9.134725
H2 0.001001227 117.1 0.117244
N2 0.002864505 0.026 7.45E-05
O2 0 0.124 0
S 0.000561668 19.01 0.010677
6 HDR-CHR1 CL2 0 1.743 0 9.327488
ASH 0.017187032 1.7 0.029218
CO2 0 0.451 0
CO 0 9.821 0
CH4 0 51.84 0
AIR 0 0.124 0
WATER 0.710975571 0.05 0.035549
23
BIOMASS 0 0 0
C 0 34.16 0
H2 0.003853676 117.1 0.451265
N2 0.011030074 0.026 0.000287
O2 0 0.124 0
S 1.03E-07 19.01 1.95E-06
7 GAS CL2 0 1.743 0 0.50081
ASH 0 1.7 0
CO2 0 0.451 0
CO 0 9.821 0
CH4 0 51.84 0
AIR 0 0.124 0
WATER 0.985116148 0.05 0.049256
BIOMASS 0 0 0
C 0 34.16 0
H2 2.23E-06 117.1 0.000261
N2 3.69E-06 0.026 9.6E-08
O2 0 0.124 0
S 0.001232059 19.01 0.023421
8 LIQUID CL2 0 1.743 0 0.073621
ASH 0 1.7 0
CO2 0 0.451 0
CO 0 9.821 0
CH4 0 51.84 0
AIR 0 0.124 0
WATER 0.998762018 0.05 0.049938
BIOMASS 0 0 0
C 0.939609236 34.16 32.09705
H2 0 117.1 0
N2 0 0.026 0
O2 0 0.124 0
S 0 19.01 0
9 SOLID CL2 0 1.743 0 32.19972
ASH 0.060390764 1.7 0.102664
CO2 0 0.451 0
CO 0 9.821 0
CH4 0 51.84 0
AIR 0 0.124 0
WATER 0 0.05 0
BIOMASS 0 0 0
C 0 34.16 0
10 WATER2 0.05
H2 0 117.1 0
N2 0 0.026 0
24
O2 0 0.124 0
S 0 19.01 0
CL2 0 1.743 0
ASH 0 1.7 0
CO2 0 0.451 0
CO 0 9.821 0
CH4 0 51.84 0
AIR 0 0.124 0
WATER 1 0.05 0.05
BIOMASS 0 0 0
C 0.241856235 34.16 8.261809
H2 9.20E-07 117.1 0.000108
N2 1.52E-06 0.026 3.96E-08
O2 0 0.124 0
S 0.000507971 19.01 0.009657
11 HDR-CHR2 CL2 0 1.743 0 8.335104
ASH 0.015544635 1.7 0.026426
CO2 0 0.451 0
CO 0 9.821 0
CH4 0 51.84 0
AIR 0 0.124 0
WATER 0.742088716 0.05 0.037104
BIOMASS 0 0 0
C 0 34.16 0
H2 0 117.1 0
N2 0 0.026 0
O2 0 0.124 0
S 0 19.01 0
12 LIQUID2 CL2 0 1.743 0 0.05
ASH 0 1.7 0
CO2 0 0.451 0
CO 0 9.821 0
CH4 0 51.84 0
AIR 0 0.124 0
WATER 1 0.05 0.05
BIOMASS 0 0 0
C 0.538290453 34.16 18.388
H2 2.05E-06 117.1 0.00024
N2 3.39E-06 0.026 8.81E-08
13 SOLID2 18.48985
O2 0 0.124 0
S 0.001130572 19.01 0.021492
CL2 0 1.743 0
ASH 0.034597118 1.7 0.058815
25
CO2 0 0.451 0
CO 0 9.821 0
CH4 0 51.84 0
AIR 0 0.124 0
WATER 0.425976421 0.05 0.021299
Untuk perubahan chemical exergy dapat dilihat melalui stream SOLID ke SOLID2. Hal
tersebut menunjukkan ada penyusutan nilai exergy oleh perlakuan tiap unit operasi. Perlakuan
unit operasi berupa tekanan dan temperatur yang bervariasi, sehingga mampu merubah
komposisi kimia yang terdapat pada nilai karbon zat. Sedangkan untuk jumlah exergy total
didapatkan melalui total chemical exergy dan physical exergy pada input dan output yang
masuk tiap unit operasi yang dapat dilihat pada tabel berikut.
Total Exergy
Stream Exergy Input (MJ/kg) Exergy Output (MJ/kg)
No Unit Operasi Total Total Exergy Losses
Input Output Physical Chemical Physical Chemical
1 Yield 1 FEED PROD-DEC 0.000 19.73790913 19.73791 0.001 20.31856042 20.3198 -0.582
PROD-DEC
2 Reactor HDR-CHR0
STEAM 1.082 20.369 21.45042 0.779 9.327487687 10.10674 11.344
3 Boiler WATER STEAM 0.000 0.05 0.05 1.081 0.05 1.130618 -1.081
4 Yield 2 HDR-CHR0 HDR-CHR1 0.779 9.327487687 10.10674 0.770 9.327487698 10.09788 0.009
GAS
5 Separator Flash 3 HDR-CHR1 LIQUID
SOLID 0.770 9.327487698 10.09788 1.400 32.77414672 34.17426 -24.076
LIQUID
6 Mixer SOLID HDR-CHR2
WATER2 0.342 32.32333675 32.66557 0.093 8.335103618 8.427784 24.238
LIQUID2
7 Separator HDR-CHR2
SOLID2 0.093 8.335103618 8.427784 0.666 18.53984786 19.20617 -10.778
Exergy losses terkecil didapatkan pada separator flash 3. Perhitungan pada tabel diatas
merupakan unit operasi yang terdapat pada simulasi, sedangkan untuk real plant dapat dilihat
pada tabel dibawah.
Exergy
No Unit Operasi
Losses
1 Yield 1 (Dekomposisi) -0.5819
2 Boiler -1.08062
3 Reactor 11.51395
4 Separator -10.7784
Total -0.92695
26
Untuk unit operasi Reactor merupakan gabungan dari unit operasi (simulasi) Reactor,
Yield 2, Separator Flash 3, Mixer. Jumlah exergy yang terdapat pada sistem HTC dengan
kondisi lapangan temperatur dan tekanan sebesar 216 OC dan 21.5 bar didapatkan exergy
losses sebesar -0.926 MJ/kg. Nilai tersebut bertanda negatif karena jumlah exergy tidak
mengalami losses. Namun untuk optimalisasi kondisi proses dapat dilakukan dengan variasi
temperatur agar nilai losses dapat diminimalisir.
Exergy Losses
No Unit Operasi
Case A Case B Case C Case D Case E
1 Yield 1 -0.5819 -0.5819 -0.5819 -0.5819 -0.5819
2 Boiler -1.02793 -1.0627 -1.09035 -1.11801 -1.14041
3 Reactor 8.86022 8.826093 10.85303 11.07622 7.870109
4 Separator -8.34583 -8.87032 -10.2626 -10.4306 -7.71438
Total -1.09544 -1.68882 -1.0818 -1.05429 -1.56658
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa kondisi Case B memiliki nilai exergy losses
paling kecil yakni -1.688 MJ/kg. Nilai tersebut lebih kecil daripada kondisi operasi lapangan
216 OC dan 21.5 bar yakni sebesar -0.926. Sehingga nilai exergy tersebut dapat dioptimalisasi
hampir dua kali lipat dari kondisi semula. Oleh karena itu dapat dijadikan rekomendasi kondisi
Case B sebagai kondisi lapangan, agar dapat meningkatkan nilai exergy dari produksi
hydrochar.
27
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan beberapa poin yang mampu menjawab dari
rumusan masalah pada kasus biomassa sebagai berikut.
1. Exergy merupakan kerja maksimum yang dapat dimaksimalkan pada industri proses
terutama pada PLTSa. Nilai kerja maksimum tersebut dipengaruhi oleh physical exergy
dan chemical exergy. Physical exergy dipengaruhi oleh temperatur sistem dan lingkungan.
sedangkan untuk chemical exergy dipengaruhi komposisi senyawa pada zat yang
dipengaruhi oleh proses termal dari unit operasi. Dari nilai exergy tersebut dapat diketahui
exergy losses (kerja yang hilang) dari selisih exergy input dan output tiap unit operasi.
2. Pada PLTSa terdapat beberapa unit operasi berupa RYIELD (shredder/dekomposisi),
Boiler, Reactor, dan Separator. Pada kondisi lapangan 21.5 bar & 216 OC tiap unit operasi
REACTOR, YIELD2, SEP-REAC, dan MIXER tersebut memiliki nilai exergy masing-
masing sebesar -0.581 MJ/kg, -1.080 MJ/kg, 11.513 MJ/kg, dan -10.778 MJ/kg. sehingga
total exergy losses dari kondisi lapangan dapat dihitung sebesar -0.926 MJ/kg.
3. Untuk optimalisasi exergy, dapat dilakukan dengan cara mencari nilai exergy losses paling
kecil dari variasi temperatur 200 – 240 OC dengan kenaikan setiap 10 OC. Exergy losses
dari variasi tersebut didapatkan sebesar -1.095 MJ/kg, -1.688 MJ/kg, -1.0818 MJ/kg, -
1.054 MJ/kg, dan -1.566 MJ/kg. Sehingga dari hasil tersebut didapatkan nilai exergy
losses paling kecil pada kondisi 210 OC dan 19 bar sebesar -1.688 MJ/kg.
5.2 Saran
Berikut poin-poin saran yang dapat diberikan pada penelitian ini agar dapat disempurnakan
dan bisa dijadikan studi lanjut.
1. Kondisi optimal pada PLTSa yang dapat direkomendasikan pada kondisi temperatur
sebesar 210 OC dan 19 bar dengan nilai exergy losses paling minimal sebesar -1.688
MJ/kg.
28
2. Dari kondisi tersebut dapat dijadikan penelitian lanjut mengenai topik exergo-ekonomi
untuk estimasi biaya berupa bahan bakar dan hasil produksi sebelum running kondisi
optimal pada kondisi 210 OC dan 19 bar.
29
DAFTAR PUSTAKA
AG, K., & JD, B. (1997). Hydrogen bonding in supercritical Water. Hydrogen Bonding in
Supercritical Water. 2. Computer Simulations, J Phys Che(101:97), 20–27.
Basu, Prabir. 2010. Biomass Gasification and Pyrolisis Practical Design and Theory. Academic
Press
Cao, X., Ro, K. S., Libra, J. A., Kammann, C. I., Lima, I., Berge, N., … Mao, J. (2013). Effects of
biomass types and carbonization conditions on the chemical characteristics of hydrochars.
Journal of Agricultural and Food Chemistry, 61(39), 9401–9411.
https://doi.org/10.1021/jf402345k
Hoekman, S. K., Broch, A., Robbins, C., Zielinska, B., & Felix, L. (2013). Hydrothermal
carbonization (HTC) of selected woody and herbaceous biomass feedstocks. Biomass
Conversion and Biorefinery, 3(2), 113–126. https://doi.org/10.1007/s13399-012-0066-y
Hungry Coal. Pertambangan Batu Bara dan Dampaknya terhadap Ketahanan Pangan Indonesia.
Kalinichev, A. G., & Bass, J. D. (1994). Hydrogen bonding in supercritical water: a Monte Carlo
simulation. Chemical Physics Letters, 231(2–3), 301–307. https://doi.org/10.1016/0009-
2614(94)01245-8
Keith, Frank, et al. 2007. Handbook of Energy Efficiency and Renewable Energy. CRC Press.
Lu, L., Namioka, T., & Yoshikawa, K. (2011). Effects of hydrothermal treatment on characteristics
and combustion behaviors of municipal solid wastes. Applied Energy, 88(11), 3659–3664.
https://doi.org/10.1016/j.apenergy.2011.04.022
30
Marcus, Y. (1999). On transport properties of hot liquid and supercritical water and their
relationship to the hydrogen bonding. Fluid Phase Equilibria, 164, 131–142.
Masfuri, I., & Rahardjo, S. (2007). Efek Injeksi Udara Dan Steam Terhadap Kualitas Syngas Hasil
Gasifikasi Sekam Padi Menggunakan Fixed – Bed Gasifier, 67–76.
Reza, M. T., Rottler, E., Herklotz, L., & Wirth, B. (2015). Hydrothermal carbonization (HTC) of
wheat straw: Influence of feedwater pH prepared by acetic acid and potassium hydroxide.
Bioresource Technology, 182, 336–344.
https://doi.org/10.1016/j.biortech.2015.02.024
Savage, P. (1999). Organic chemical reactions in supercritical water. Chem Rev, 99, 603–622.
Sun, Y., Gao, B., Yao, Y., Fang, J., Zhang, M., Zhou, Y., … Yang, L. (2014). Effects of feedstock
type, production method, and pyrolysis temperature on biochar and hydrochar properties.
Chemical Engineering Journal,240,574–578.
https://doi.org/10.1016/j.cej.2013.10.081
Wang, T., Zhai, Y., Zhu, Y., Li, C., & Zeng, G. (2018). A review of the hydrothermal carbonization
of biomass waste for hydrochar formation: Process conditions, fundamentals, and
physicochemical properties. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 90(February),
223–247. https://doi.org/10.1016/j.rser.2018.03.071
Zhao, P., Shen, Y., Ge, S., Chen, Z., & Yoshikawa, K. (2014). Clean solid biofuel production from
high moisture content waste biomass employing hydrothermal treatment. Applied Energy,
131, 345–367. https://doi.org/10.1016/j.apenergy.2014.06.038
V.A.F. Costa, et al. (2019).Mass, energy and exergy analysis of a biomass boiler: A portuguese
representative case of the pulp and paper industry
Szargut, Jan (2005). Exergy Method Technical and Ecological Applications. WIT PRESS
31
Gheorge, Adrian et al. 2013. Resilient Energy System. Renewables : Wind, Solar, Hydro.
Springer
32