Anda di halaman 1dari 14

Sosiohumaniora, Volume 19 No.

2 Juli 2017 : 185 - 198

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH BIDANG PENDIDIKAN, KESEHATAN DAN


PEREKONOMIAN DI KABUPATEN BANDUNG BARAT

Rossy Lambelanova
Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil, Fakultas Manajemen pemerintahanInstitut Pemerintahan Dalam Negeri
E-mail: rossylambelanova@gmail.com

ABSTRAK. Kabupaten Bandung Barat adalah salah satu daerah di Provinsi Jawa Barat yang merupakan pemekaran dari Kabupaten
Bandung yaitu dengan lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Bandung
Barat menjadi Daerah Otonom di Provinsi Jawa Barat, dalam pelaksanaanya masih terdapat permasalahan di lapangan, yaitu belum
meratanya akses pendidikan, kesehatan dan perekonomian, diantaranya angka putus sekolah (APS) yang cukup tinggi yaitu mencapai
5 %,belum tersebarnya pusat kegiatan belajar mengajar, ditemukannya kasus penyakit filariasis dan 39 desa dari 165 desa berstatus desa
tertinggal, pelayanan infrastruktur baik jalan, drainage, air bersih, limbah dan transportasi yang menunjang peningkatan perekonomian
belum banyak berubah. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori yang dikemukakan oleh Marilee S. Grindle (1980),
yang mengemukakan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan dipengaruhi oleh isi kebijakan dan konteks kebijakan. Penelitian ini
menggunakan metoda penelitian kualitatif dengan pengumpulan data dilakukan secara observasi dan wawancara mendalam.Hasil penelitian
menunjukan bahwa implementasi kebijakan otonomi daerah berdasarkan perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang terdiri
dari bidang pendidikan, kesehatan dan daya beli masyarakat menunjukkan peningkatan indeks dari tahun ke tahun, namun perkembangan
IPM ini tidak semata-mata menunjukkan bahwa pembangunan di bidang pendidikan, kesehatan dan perekonomian di Kabupaten Bandung
Barat telah berhasil, secara faktual masih banyak kekurangan di lapangan yang masih memerlukan kerja ekstra dari pemerintah daerah.

Kata kunci: ImplementasiKebijakan otonomi daerah, Program-program, Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat

THE POLICY IMPLEMENTATION OF AUTONOMY AREA THE FIELDS OF EDUCATION,


HEALTH AND ECONOMY IN WEST BANDUNG DISTRICT

ABSTRACT. Base on The Republic of Indonesia Law Number 12 Year 2007 on the Establishment of West Bandung regency became an
Autonomous Region in the province of West Java. there are still problems, namely unequal access to education, health and the economy,
including the dropout rate (APS) is high enough (5%), not yet spread the center of teaching and learning activities, the discovery of
filariasis disease cases and 39 villages of 165 villages with the status of the backward village, , infrastructure services including drainage,
clean water, sewage and transportation that support the improvement of the economy has not changed much.The theory used in this study
is the theory of policy implementation proposed by MS Grindle (1980), which suggests that the successful implementation of policies
influenced by the contents of the policy and the policy context. As this study used qualitative research methods of data collection and
observation conducted in-depth interviews. The results showed that bassically the implementation of regional autonomy policy in West
Bandung Regency was based on the development of the human development index which consicts of education, health and purchasing
power parity showed an increase from year to year, however is not morely shows that the development in the field of education, health and
the economy in West Bandung Regency has been succesful, Factually there are still many shortcomings in the field which still requires extra
work from the local government.

Key words: The Policy implementation of autonomy area, Programs, increasing of social welfare

PENDAHULUAN Pembentukan Kabupaten Bandung Barat Menjadi


Daerah Otonom di Provinsi Jawa Barat.
Kabupaten Bandung Barat adalah salah satu Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
daerah di Provinsi Jawa Barat yang merupakan Mailendra (2009) dengan menggunakan data basis IPM
pemekaran dari Kabupaten Bandung, wacana pemekaran Jabar yang dikeluarkan oleh BAPPEDA dan BPS Propinsi
Kabupaten Bandung menjadi 2 kabupaten telah Jawa Barat (2002-2006), dengan menggunakan analisis
muncul sejak tahun l999. Tuntutan pemekaran wilayah deskriptif untuk melihat perkembangan IPM sebelum
Kabupaten Bandung, dilihat dari kondisi geografisnya dan setelah adanya pemekaran wilayah serta untuk
oleh beberapa kalangan dinilai dapat dipahami sebab melihat dampak pemekaran dengan membandingkan
wilayah Kabupaten Bandung cukup luas (2.324.84 capaian IPM daerah induk dan daerah baru.
Km2) dengan letak wilayah mengelilingi Kota Bandung Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa
dan Kota Cimahi, disamping itu jumlah penduduknya IPM (Indeks Pembangunan Manusia) kabupaten/
cukup banyak, yaitu sebanyak 4,3 Juta jiwa. Berangkat kota di Propinsi Jawa Barat mengalami peningkatan
dari kondisi itulah diusulkan pembentukan Kabupaten termasuk di Kabupaten Bandung Barat. Daerah baru
Bandung Barat sampai lahirnya Undang-Undang hasil pemekaran memiliki IPM lebih tinggi dari daerah
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2007 Tentang induk. Selain daerah baru, wilayah kota memiliki nilai
185
Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Bidang Pendidikan, Kesehatan dan Perekonomian di Kabupaten Bandung Barat
(Rossy Lambelanova)

IPM yang relatif lebih tinggi dibanding kabupaten. yang baru belum terbangun, baru fondasi under pass
Pemekaran yang dilakukan di wilayah Jawa Barat yang terpasang di belakang stasiun Padalarang dan lebar
ternyata membuat ketimpangan antar daerah baru dan jalan desa yang ada tidak lagi memadai untuk rencana
induk semakin meningkat. Laju pertumbuhan IPM sebuah pusat pemerintahan Kabupaten Bandung Barat
daerah induk sebelum pemekaran memiliki nilai yang (Mulyana, 2012 : 11-13).
lebih besar dibandingkan setelah pemekaran, hal ini Berbagai fenomena-fenomena yang terjadi
dikarenakan sebagian besar potensi daerah induk berada di lapangan tersebut diatas, bila dikaitkan dengan
di daerah baru yang dimekarkan. pelaksanaan kebijakan otonomi daerah di Kabupaten
Bertitik tolak dari hasil penelitian tersebut Bandung Barat yang telah berlangsung sejak tahun
terdapat fenomena-fenomena yang berbeda antara hasil 2007, maka terlihat bahwa masih banyak kekurangan-
penelitian dengan situasi dan kondisi yang dirasakan oleh kekurangan yang terjadi dalam pelaksanaan Undang-
masyarakat di Kabupaten Bandung Barat khususnya Undang Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan
di bidang pendidikan, kesehatan dan perekonomian Kabupaten Bandung Barat sebagai daerah otonom baru
yang merupakan dimensi-dimensi yang digunakan tersebut, padahal untuk memberikan arah pembangunan
dalam penentuan Indeks Pembangunan Manusia dalam jangka waktu 5 (lima) tahun, Pemerintah Kabupaten
(IPM), dan merupakan suatu cara untuk melihat tingkat Bandung Barat telah menetapkan berbagai kebijakan
perkembangan kesejahteraan masyarakat khususnya dan program pembangunan daerah diantaranya adalah
di Kabupaten Bandung Barat, yaitu : Dalam bidang penataan dan pembinaan SDM aparatur pemerintahan
pendidikan khususnya dalam Pendidikan Non Formal dan pemberdayaan masyarakat, menjadikan Kabupaten
(PNF), belum tersebarnya Pusat Kegiatan belajar Bandung Barat sebagai daerah agroindustri dan sebagai
Mengajar (PKBM) secara merata dan optimal, (Dinas daerah tujuan wisata terdepan di tatar Bandung yang
Pendidikan Kab. Bandung Barat, Tahun 2010), Pada berwawasan lingkungan, pengembangan ekonomi
tahun 2010, tercatat 79.999 warga masyarakat berusia kerakyatan dengan sasaran peningkatan kualitas usaha
16-18 tahun di Kabupaten Bandung Barat seharusnya kecil menengah dan penyadaran berkoperasi, akselerasi
bersekolah di SMA/SMK. Namun karena daya tampung kebijakan penguatan otonomi desa. Kelima program
sekolah formal tingkat SMA/SMK hanya sekitar 20.000 pembangunan tersebut merupakan penjabaran Visi dan
siswa, terdapat lebih dari 50.000 anak yang status Misi pembangunan Kabupaten Bandung Barat yang
pendidikannya tidak jelas (Dinas Pendidikan, Pemuda tercantum dalam Rencana Strategis 2008-2013, Peraturan
dan Olahraga [Disdikpora] Kabupaten Bandung Barat Daerah Kabupaten Bandung Barat Nomor 4 Tahun 2009
dalam Fatah, 2012 : 10), Bandung Barat mempunyai tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Angka Putus Sekolah (APS) yang cukup tinggi yaitu Daerah (RPJMD) Tahun 2008-2013.
mencapai 5%, terdiri dari Kecamatan Rongga sebanyak Berdasarkan gambaran tersebut menunjukkan
1.448 orang, Kecamatan Cikalong Wetan sebanyak bahwa implementasi kebijakan otonomi daerah sebagai
1.684 orang, Kecamatan Cililin sebanyak 2.744 orang, output dari pemekaran daerah di Kabupaten Bandung
Kecamatan Gununghalu sebanyak 1.114 orang dari total Barat dalam kurun waktu 6 (enam) tahun (2008-
keseluruhan sebanyak 129.049 orang. (Fatah, 2012 : 2014) belum seluruhnya memenuhi tujuan yang ingin
5), Dalam bidang kesehatan terdapat penemuan kasus dicapai. Perbedaan antara pencapaian IPM (indeks
filariasis oleh tim di Desa Mekarsari, Kec. Ngamprah, Pembangunan Manusia) dengan berbagai fenomena-
di awal tahun 2010, padahal seluruh desa telah berhasil fenomena yang terjadi di lapangan dalam implementasi
memenuhi kualifikasi menjadi desa siaga (terdapat kebijakan otonomi daerah di Kabupaten Bandung Barat
beberapa tim untuk membantu meningkatkan derajat yang sudah dilaksanakan tersebut dapat disusun secara
kesehatan masyarakat. (Dinas Kesehatan Kab. Bandung spesifik ke dalam pertanyaan penelitian (Research
Barat,Tahun 2010), Dalam bidang perekonomian Questions) sebagai berikut: “Bagaimana implementasi
sebanyak 39 desa dari keseluruhan 165 desa yang kebijakan otonomi daerah di Kabupaten Bandung
tersebar di 9 (sembilan) kecamatan di Kabupaten Barat sebagai daerah otonom baru khususnya di bidang
Bandung Barat saat ini masih berstatus desa tertinggal. pendidikan, kesehatan dan perekonomian ?”. Tujuan
Infrastruktur dan kondisi perekonomian masyarakat di penelitian ini adalah untuk mengkaji dan menganalisis
desa tertinggal tersebut masih jauh dari ideal dan mesti pelaksanaan kebijakan otonomi daerah di Kabupaten
segera dibenahi. (BPMD Kab. Bandung Barat Tahun Bandung Barat sebagai daerah otonom baru.
2010). Pelayanan infrastruktur baik jalan, drainase,
air bersih, limbah dan transportasi yang menunjang METODE
peningkatan perekonomian tidak banyak berubah,
jalan-jalan masih berukuran kecil dan dalam keadaan Disain penelitian adalah deskriptif dan analitik,
rusak terutama untuk wilayah dari cihampelas, Cililin, Hal ini karena pendekatan kualitatif dipandang peneliti
Gununghalu, Sindangkerta sampai Rongga, ditambah lebih relevan digunakan dalam mengamati gejala-
akses infrastruktur jalan masuk ke pusat perkantoran gejala sosial dalam suatu masyarakat dan pemerintahan

186
Sosiohumaniora, Volume 19 No. 2 Juli 2017 : 185 - 198

termasuk dalam hal pelaksanaan kebijakan otonomi 1. Isi Kebijakan (Content of Policy)
daerah di Kabupaten Bandung Barat sebagai daerah a) Kepentingan yang Terpengaruh oleh Kebijakan
otonom baru. Metode pengumpulan data dengan (Interests affected)
observasi, wawancara terbuka dan analisis dokumentasi. Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis,
Teknik analisis data ini adalah analisis dari Miles and kepentingan/urusan dilakukan dengan melaksanakan
Hubermann (1992:17), yaitu dengan menggunakan tugas pokok dan fungsi serta aktivitas koordinasi antar
model interaktif yang terdiri dari 3 (tiga) komponen instansi pemerintah Kabupaten Bandung Barat, namun
analisis yaitu reduksi, sajian data dan penarikan kerjasama, koordinasi, keterlibatan dan peran serta
simpulan. masyarakat sebagai stakeholders terbesar masih kurang,
Selain itu karena banyaknya tarik menarik kepentingan
HASIL DAN PEMBAHASAN atau urusan di tingkat elite pemerintah daerah sehingga
belum mendapat dukungan sepenuhnya dari faktor
Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah di kepentingan yang terpengaruh pada isi kebijakan (content
Kabupaten Bandung Barat of policy) dari program prioritas pembangunan khususnya
Implementasi kebijakan otonomi daerah di dukungan dari masyarakat dan banyaknya kepentingan-
sini adalah pelaksanaan Undang-Undang Nomor kepentingan dari sebagian infra struktur politik
12 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten masyarakat diantaranya adalah kelompok kepentingan
Bandung Barat sebagai daerah otonom baru, dan untuk dan kelompok penekan.
memberikan arah pembangunan dalam jangka waktu Berdasarkan hasil penelitian tersebut diperlukan
5 (lima) tahun, Pemerintah Kabupaten Bandung Barat upaya lebih pemerintah daerah untuk meredam
telah menetapkan berbagai kebijakan dan program berbagai kepentingan elit daerah dalam mendominasi
pembangunan daerah yang tercantum dalam Rencana program-program yang diperuntukkan bagi masyarakat,
Strategis 2008-2013, Peraturan Daerah Kabupaten pemerintah daerah harus dapat menstimulus, meng-
Bandung Barat Nomor 4 Tahun 2009 tentang Rencana gali dukungan atau partisipasi masyarakat dalam pem-
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) bangunan guna menunjang implementasi kebijakan
Tahun 2008-2013. otonomi daerah tersebut karena masyarakatlah yang lebih
Selama periode 2008-2012 laju peningkatan mengetahui mengenai kepentingan atau kebutuhan apa
IPM Kabupaten Bandung Barat cenderung mengalami yang mereka perlukan. Hal ini sejalan dengan pendapat
percepatan walaupun diantara ketiga bidang tersebut Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn dalam Nugroho
daya beli masyarakat mempunyai indeks yang lebih kecil (2009 : 507), yaitu: salah satu syarat untuk melakukan
dibandingkan dengan indeks-indeks lainnya. Pada tahun implementasi kebijakan diantaranya adalah syarat ke-5,
2009-2010, IPM mengalami peningkatan 0,50 poin, yaitu seberapa banyak hubungan kausalitas yang terjadi.
selanjutnya mengalami peningkatan percepatan dengan Asumsinya semakin sedikit hubungan “sebab - akibat”,
laju peningkatan 0,35 poin pada tahun 2011-2012, semakin tinggi pula hasil yang dikehendaki oleh kebijakan
namun peningkatan IPM di Kabupaten Bandung Barat tersebut dapat dicapai. Dikaitkan dengan kepentingan
ini tidak semata-mata menunjukan bahwa pembangunan yang terpengaruh dalam implementasi kebijakan otonomi
di bidang pendidikan, kesehatan dan perekonomian di daerah di Kabupaten Bandung Barat bahwa semakin
Kabupaten Bandung Barat telah berhasil, masih banyak sedikit kepentingan atau program yang bersifat top down
kendala-kendala di lapangan yang masih memerlukan dan memaksa dari elite-elite kebijakan dan kelompok
kerja ekstra dari pemerintah daerah guna mewujudkan kepentingan serta kelompok penekan, maka program-
tujuan dari implementasi kebijakan otonomi daerah program pembangunan yang lebih mengakomodir
di Kabupaten Bandung Barat. Mengingat banyaknya kepentingan atau kebutuhan masyarakat dalam rangka
permasalahan, kekurangan dan realisasi yang belum implementasi kebijakan otonomi daerah di Kabupaten
sesuai harapan/target dalam implementasi kebijakan Bandung Barat akan lebih mudah dilaksanakan secara
otonomi daerah di Kabupaten Bandung Barat ini efektif.
maka perlu dilihat atau perlu dikaji faktor-faktor yang Berkaitan dengan pendapat dari Hogwood
mempengaruhi implementasi kebijakan otonomi daerah dan Gunn tersebut sesuai pula dengan pendapat yang
di Kabupaten Bandung Barat sebagai daerah otonom disampaikan Warwick (1979 : 38) dalam point (1) dan
baru di bidangpendidikan, kesehatan dan perekonomian point (3) sebagai berikut: “bahwa pada tahap implementasi
berdasarkan pendapat Grindle (1980 :25) yang terdiri terdapat berbagai kekuatan yang berpengaruh sebagai
dari isi kebijakan dan konteks kebijakan. faktor pendorong untuk memperlancar pelaksanaannya
yaitu: (1) komitmen politik, di dalam praktek terutama
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi komitmen pimpinan pemerintah, .................... (3)
Kebijakan Otonomi Daerah di Kabupaten Bandung Komitmen para pelaksana dan dukungan dari kelompok
Barat kepentingan”. Berdasarkan pendapat Warwick (1979 : 38)
tersebut bila dikaitkan dengan implementasi kebijakan

187
Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Bidang Pendidikan, Kesehatan dan Perekonomian di Kabupaten Bandung Barat
(Rossy Lambelanova)

otonomi daerah di Kabupaten Bandung Barat yang syarat perencanaan partisipatif harus dilakukan dengan
dengan kepentingan yang terpengaruh, maka kepentingan usaha: (1) perencanaan harus disesuaikan dengan
yang terpengaruh di tingkat atas (elite-elite kebijakan) kebutuhan masyarakat yang nyata (felt need), (2)
yang cenderung menghambat dalam implementasi dijadikan stimulasi terhadap masyarakat yang
kebijakan otonomi daerah tersebut bisa menjadi faktor berfungsi mendorong timbulnya jawaban (response),
pendorong dalam implementasi kebijakan otonomi dan (3) dijadikan motivasi terhadap masyarakat, yang
daerah apabila terdapat komitmen politik diantara para berfungsi membangkitkan tingkah laku (behavior).
pemangku kepentingan di tingkat atas termasuk diantara Dalam menjalankan program di berbagai wilayah
para kelompok kepentingan dan kelompok penekan dalam yang ada di seluruh kecamatan yang ada di Bandung Barat,
mensukseskan implementasi kebijakan otonomi daerah Pemerintah Kabupaten Bandung Barat harus menjadikan
khususnya dalam mengakomodir kebutuhan masyarakat masyarakat sebagai partner atau mitra kerja, artinya
yang pada akhirnya dapat mempercepat terwujudnya masyarakat itu aktif sebagai subyek dalam pembangunan
tujuan kebijakan otonomi daerah di Kabupaten Bandung atau tidak hanya menerima apa yang diberikan oleh
Barat. pemerintah saja tetapi berpartisipasi dalam pembangunan
Kepentingan yang terpengaruh (interest affected) mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan maupun
juga mempunyai peranan penting dalam implementasi evaluasi sehingga ketika input pembangunan telah
kebijakan melalui upaya koordinasi dalam rangka berubah menjadi output maka manfaat (outcome) lebih
menggerakan kelompok kepentingan terkait secara banyak diterima oleh masyarakat, hal ini sesuai dengan
terorganisir khususnya masyarakat. Menggerakkan atau pendapat Munandar (2011:5), yang menyatakan bahwa
menstimulus partisipasi masyarakat dapat dilakukan :“Dalam perencanaan yang partisipatif (participatory
dengan cara melakukan sosialisasi secara langsung yang planning) masyarakat dianggap sebagai mitra dalam
dilakukan secara berkala oleh pemerintah daerah sehingga perencanaan yang turut berperan serta secara aktif baik
masyarakat dapat mengetahui informasi-informasi yang dalam hal penyusunan maupun implementasi rencana,
berkaitan dengan pembangunan, kreatif, mempunyai karena masyarakat merupakan stakeholder terbesar
insiatif, inovatif, berperan aktif memberikan input, berperan dalam penyusunan sebuah produk rencana”.
dalam formulasi kebijakan, pengambilan keputusan, Perbaikan dan penyempurnaan hasil dari
pelaksaan pembangunan dan evaluasi pelaksanaan pem- program kebijakan otonomi daerah merupakan salah
bangunan, sehingga hubungan yang sinergis antara satu bentuk akuntabilitas dari pemerintah daerah dalam
pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat merupakan mengoptimalkan sumberdaya yang dimiliki termasuk
kata kunci yang strategis dalam memecahkan berbagai pemerintah Kabupaten Bandung Barat yang memiliki
persoalan dan mengarahkan kepentingan yang terpengaruh sumber daya yang cukup banyak dengan melibatkan
ke arah yang tepat juga merupakan salah satu teknik berbagai stakeholders dengan membentuk simpul atau
untuk mempengaruhi berbagai kepentingan agar dapat jaringan aspirasi di berbagai wilayah di Kabupaten
saling mendukung ke arah pencapaian tujuan pelaksanaan Bandung Barat sehingga semua kebutuhan masyarakat
program prioritas dalam rangka implementasi kebijakan bisa terakomodir dalam perencanaan pembangunan
otonomi daerah di Kabupaten Bandung Barat. selanjutnya, Callahan dalam Kurniasih dkk (2016 : 4)
menyebut bahwa fokus dari mekanisme akuntabilitas
b) Jenis Manfaat (Type of benefit) bukan lagi secara administratif atau birokratis, melainkan
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang berforkus pada stakeholders dan norma-norma profesi-
dilakukan oleh penulis bahwa manfaat yang dirasakan onalitas. Sebab, dengan multi stakeholders, implementasi
oleh masyarakat Kabupaten Bandung Barat sebagai membutuhkan jejaring yang kuat antara pemerintah,
akibat dilaksanakannya otonomi daerah cukup signifikan, masyarakat dan pihak ketiga, atau kerap diistilahkan
hal ini terlihat dari capaian, target atau sasaran yang sudah sebagai administrative networks. Jejaring tersebut
cukup terpenuhi walaupun masih harus ada perbaikan mampu menjadi kuat apabila arus informasi, keterbukaan
atau penyempurnaan disesuaikan dengan situasi dan dan kesepahaman mampu diraih oleh masing-masing
kondisi di lapangan. aktor, tanpa kecuali.
Dalam rangka meningkatkan manfaat dari Menstimulus partisispasi aktif masyarakat
program yang dilaksanakan bagi masyarakat Kabupaten Kabupaten Bandung Barat perlu dilakukan agar
Bandung Barat, diperlukan perencanaan partisipatif masyarakat mempunyai rasa memiliki terhadap hasil-
dalam rangka mengakomodir berbagai aspirasi hasil pembangunan sehingga terdapat kolaborasi dalam
masyarakat dalam implementasi kebijakan otonomi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi serta masyarakat
daerah di Kabupaten Bandung Barat sebagai daerah berfungsi juga sebagai alat kontrol dalam pelaksanaan
otonom ini sejalan dengan pendapat Ndraha (1990 :104) pembangunan, lebih lanjut Conyers (1991:154)
yaitu: mengemukakan alasan diperlukannya perencanaan
Dalam menggerakkan perbaikan kondisi partisipatif dalam pembangunan, yaitu:1) Partisipasi
dan peningkatkan taraf hidup masyarakat, maka masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh

188
Sosiohumaniora, Volume 19 No. 2 Juli 2017 : 185 - 198

informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap c) Tingkat Perubahan yang Diharapkan (Event of
masyarakat setempat yang tanpa kehadirannya, program change envisioned)
pembangunan serta proyek-proyek akan gagal, 2) Implementasi kebijakan otonomi daerah di
Masyarakat akan lebih mempercayai kegiatan atau Kabupaten Bandung Barat mempunyai tujuan strategis
program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam yaitu untuk mengubah prilaku masyarakat dan peningkatan
proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka kesejahteraan masyarakat Kabupaten Bandung Barat.
akan lebih mengetahui seluk beluk program tersebut Derajat atau tingkat perubahan yang diharapkan (event
dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap program of change envisioned) belum sepenuhnya tercapai, hal
tersebut, 3)........ ini terkendala oleh kemampuan keuangan daerah yang
Selain itu pemerintah daerah Kabupaten masih harus dibagi-bagi, seperti pada sektor pendidikan,
Bandung Barat pun harus melakukan pendekatan yang anggaran tidak saja digunakan untuk pembangunan
disesuaikan dengan karakteristik masing-masing adat, di sektor pendidikan tetapi juga digunakan untuk
budaya atau kebiasaan masyarakatnya apalagi mengingat pembangunan di sektor lain, serta diperlukan proses
masyarakat Kabupaten Bandung Barat lebih banyak atau kebiasaan/kegiatan yang memungkinkan anak-
masyarakat pedesaan dibandingkan dengan masyarakat anak usia sekolah atau anggota keluarganya bersekolah
perkotaannya, Hal ini sesuai dengan pendapat Boeke tanpa mengganggu kehidupan perekonomian keluarga
dalam Mintaroem (2008), bahwa: Masyarakat desa atau bahkan apabila memungkinkan orang tua anak usia
tradisional mampu membangun dan mengembangkan sekolah tersebut mencari atau memiliki mata pencaharian
struktur ekonomi secara otonom dan swasembada, yang tidak mengganggu anaknya bersekolah, dan hal
hal itu tidak lain karena didukung penuh oleh adanya ini memerlukan waktu atau proses yang tidah pendek
ikatan-ikatan sosial dan budaya yang asli dan organis, sehingga untuk mencapai tingkat perubahan yang
sistem kesukuan tradisional, kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan harus melalui tahapan atau proses yang
tak terbatas dan bersahaja, prinsip produksi pertanian memakan waktu tidak pendek serta dalam kasus lain
yang semata-mata untuk keperluan keluarga pengekang melalui tahapan atau proses yang harus disesuaikan
pertukaran sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan, dengan perencanaan dan anggaran Kabupaten Bandung
serta tidak terlalu didasarkan pada motif-motif murni Barat.
ekonomi yang sangat berorientasi kepada pasar dan laba Derajat perubahan yang diharapkan di bidang
(non profit eriented). kesehatan belum sepenuhnya tercapai karena tingkat
Berdasarkan pendapat diatas dengan meng- kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan dan prilaku
gunakan pendekatan yang tepat dalam mendayagunakan kesehatan masih memerlukan motivasi, dorongan atau
kemampuan atau potensi masyarakat, maka dapat support dari pemerintah artinya masyarakat belum
dijadikan input bagi pelaksanaan program dalam mandiri dalam berprilaku hidup bersih dan sehat walaupun
meningkatan manfaat yang bagi masyarakat dari terdapat peningkatan capaian indeks pembangunan
implementasi kebijakan otonomi daerah Kabupaten manusia di bidang kesehatan, yang ditunjukan dengan
Bandung Barat, Hal ini sejalan dengan pendapat indikator: meningkatnya indeks kesehatan, yaitu pada
Munandar (2011: 25) :Dalam konteks governance, tahun 2008 sebesar 72,63 menjadi 73,73 pada tahun
masyarakat bukanlah sebagai hamba (client) melainkan 2012, sedangkan nilai AHH (Angka Harapan Hidup)
sebagai warga (citizen). Masyarakat bukan dalam posisi pada tahun 2008 sebesar 68,58 tahun menjadi 69,24 tahun
yang diperintah melainkan sebagai mitra pemerintah pada tahun 2012 (Bappeda, 2013).
dalam mengelola pemerintahan dan pembangunan. Hal ini sejalan dengan Grindle (1980 : 9), yang
Masyarakat bukan sekedar obyek pasif penerima manfaat mengatakan bahwa: “..... kebijakan yang mempunyai
kebijakan pemerintah, tetapi sebagai aktor atau subyek tujuan jangka panjang akan lebih sukar diimplementasikan
yang aktif menentukan kebijakan.Mengingat masyarakat dibandingkan dengan kebijakan yang diprioritaskan
sebagai aktor atau subyek yang aktif dalam menentukan sebagai kegiatan yang mempunyai tujuan jangka pendek”,
kebijakan, maka pendekatan-pendekatan tersebut tidak diantaranya yaitu meskipun Pemerintah Kabupaten
hanya dilakukan secara formal tapi juga dapat dilakukan Bandung Barat menekankan akselerasi pertumbuhan
secara informal untuk menggali sumber daya atau potensi ekonomi cukup mengandalkan ketiga bidang tersebut
masyarakat dengan menjalin kerjasama baik dengan tokoh (agroindustri, agrowisata dan wisata alam) harus pula
masyarakat maupun tokoh agama dengan pendekatan dibarengi pelestarian keseimbangan lingkungan, hal
yang lebih luwes dan fleksibel, sesuai dengan situasi ini mengingat wilayah Kabupaten Bandung Barat yang
kondisi atau keadaan masyarakat sehingga program berpotensi sebagai daerah rawan bencana sehingga
lebih mudah diterima dan dilaksanakan oleh masyarakat, pemanfaatan wilayah kabupaten Bandung Barat tersebut
yang pada akhirnya manfaat dari implementasi kebijakan harus berdasarkan studi kelayakan atau feasibility study
otonomi daerah baik manfaat jangka pendek maupun dari berbagai pihak yang berkompeten termasuk harus
manfaat jangka panjang dapat terealisasi. melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan dalam
AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan)

189
Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Bidang Pendidikan, Kesehatan dan Perekonomian di Kabupaten Bandung Barat
(Rossy Lambelanova)

serta dalam hal perizinan dalam rangka peningkatan prilaku masyarakat yang terbiasa dengan pola hidup
dalam bidang perekonomian harus sesuai dengan aturan bersih dan sehat sehingga dapat meningkatkan derajat
dan ketentuan yang berlaku. kesehatan masyarakat di Kabupaten Bandung Barat itu
Sehubungan begitu urgen-nya tingkat perubahan sendiri.
yang diharapkan di masyarakat dan keberhasilan suatu
implemtasi kebijakan pun dikatakan berhasil apabila d) Posisi/ Letak Pengambilan Keputusan (Site of
derajat atau tingkat perubahan di masyarakat tercapai, oleh Decision Making)
karena itu guna mengoptimalkan derajat perubahan yang Upaya pemerintah untuk memenuhi berbagai
diharapkan pada masyarakat maka diperlukan strategi kebutuhan masyarakat selain kebutuhan dasar yang
yang diawali input yang kapabel yaitu perencanaan menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten
pembangunan daerah yang komperhensif yang meliputi Bandung Barat, masih banyak kekurangan-kekurangan
proses perencanaan di tingkat elite politik, di tingkat mengingat usia Kabupaten Bandung Barat yang baru
expert (ahli/ akademisi, pemerintah) dan di tingkat berdiri kurang lebih sekitar 6 (enam) tahun jika di hitung
masyarakat, hal ini sesuai dengan pendapat Hidayat dari tahun 2015, dimana penanganan atau penyelesaian
(2014 : 2) :“...... Proses perencanaan pembangunan daerah permasalahan tersebut terkendala oleh belum lengkapnya
menggabungkan tiga pendekatan secara komprehensif perangkat peraturan daerah yang mendukung visi dan misi
yaitu pendekatan politis, teknokratis, dan partisipatif. Hal Kabupaten Bandung Barat khususnya dalam mendorong
ini berbeda dengan perencanaan pembangunan pada masa tercapainya pembangunan di sektor agribisnis dan
pilkada tidak langsung yang lebih bersifat teknokratik dan wisata ramah lingkungan terutama dalam peningkatan
minim partisipasi masyarakat”. kesejahteraan masyarakat di bidang perekonomian
Alternatif strategi lain adalah sejalan dengan (RPJMD 2008-2013).
pendapat Wasistiono dkk dalam Bappenas dan UNDP Aparat Pemerintah Kabupaten Bandung Barat
(2008:5): “bahwa dalam peningkatan kesejahteraan cukup responsif khususnya dalam mengakomodir
masyarakat perlu diperhatikan dua hal penting, yaitu: keinginan atau kebutuhan masyarakat, dimana Bupati
pertama, bagaimana pemerintah melaksanakannya, Bandung Barat selaku aktor utama pembuat kebijakan
dan kedua bagaimana dampaknya di masyarakat dan inisiator program segera melakukan pengambilan
setelah pemekaran itu berjalan selama beberapa kebijakan/keputusan sesuai dengan peraturan per-
tahun”. undangan yang relevan dan selanjutnya menerbitkan
Bila dikaitkan dengan implementasi kebijakan JUKLAK (Petunjuk pelaksanaan) dan JUKNIS (Petunjuk
otonomi daerah di Kabupaten Bandung Barat, hal Teknis) sebagai acuan bagi operasional program
yang pertama berkaitan dengan bagaimana pemerintah walaupun belum semua bidang terakomodir, JUKLAK
daerah melaksanakan kebijakan pembangunan sebagai dan JUKNIS ini diterbitkan dalam format atau bentuk
dasar, pedoman dan arah pembangunan dengan Peraturan Bupati atau Surat Keputusan Bupati Bandung
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang Barat. Adapun produk hukum yang telah diterbitkan
dimiliki oleh pemerintah daerah Kabupaten Bandung oleh Pemerintah Kabupaten Bandung Barat sebanyak 99
Barat seperti sumber daya manusia baik sumber daya Perda dan 226 Peraturan Bupati.
aparatur maupun sumber daya masyarakat, potensi Dapat disimpulkan bahwa walaupun tidak ada
sumber daya alam, sumber dana, dll. permasalahan dengan letak pengambilan keputusan
Hal yang kedua berkaitan dengan manfaat tetapi apabila waktu atau usia dari suatu tata pemerintahan
dan perubahan yang terjadi di masyarakat Kabupaten (age of governance) atau age of decision making
Bandung Barat baik sebagai pembuat dan penerima tersebut masih baru maka implementasi suatu kebijakan
manfaat serta perubahan yang diakibatkan dari pening- dalam hal ini implementasi kebijakan otonomi daerah
katan kesejahteraan masyarakat. Tingkat perubahan yang belum dapat dilaksanakan secara optimal karena dalam
diinginkan pun terbagi dua yaitu perubahan jangka pendek penanganan atau penyelesaian suatu permasalahan
maupun jangka panjang. Tingkat perubahan jangka pendek yang berkembang di lapangan belum sepenuhnya di
biasanya berhubungan dengan pelaksanaan pembangunan dukung oleh perangkat peraturan daerah sebagai payung
yang bersifat fisik material, sedangkan tingkat perubahan hukum bagi operasionalisasi di lapangan khususnya
jangka panjang berhubungan dengan pelaksanaan dalam mendorong tercapainya pembangunan di sektor
pembangunan yang bersifat mental spiritual atau lebih agribisnis dan wisata ramah lingkungan dalam rangka
bersifat perubahan prilaku atau sikap dari masyarakat peningkatan kesejahteraan masyarakat di bidang
Kabupaten Bandung Barat itu sendiri,misalnya tingkat perekonomian, oleh karena itu diperlukan kerja ekstra
perubahan dalam bidang kesehatan diantaranya adalah dari para pengambil kebijakan di Kabupaten Bandung
membiasakan masyarakat mencuci tangan dengan Barat baik pihak pemerintah daerah maupun DPRD
memakai sabun, membuang sampah pada tempatnya dan untuk segera melakukan penyempurnaan legislasi
tidak membuang sampah ke kali atau ke sungai, dengan daerah yang aspiratif dan akomodatif dalam berbagai
melakukan kebiasaan tersebut maka akan terbangun sektor pembangunan sebagai upaya pemerintah daerah

190
Sosiohumaniora, Volume 19 No. 2 Juli 2017 : 185 - 198

dalam mengatur dan mengawasi jalannya pembangunan otonomi daerah di Kabupaten Bandung Barat maka
dan pelayanan terhadap masyarakat serta merupakan langkah yang dilakukan berkaitan kedudukan pembuat
pedoman atau landasan bagi semua stakeholders kebijakan yang merupakan aktor-aktor yang independen
melakukan perannya dalam pembangunan (RPJMD atau bebas untuk berinovasi atau melakukan kreatifitas
2008-2013). dan keleluasaan dalam melaksakan kewenangan atau
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil urusan yang telah ditransfer dari pemerintah pusat
kesimpulan bahwa ketika pemerintah daerah Kabupaten kepada pemerintah daerah Kabupaten Bandung Barat
Bandung Barat mengeluarkan produk-produk kebijakan dalam menyelesaikan berbagai fenomena-fenomena
dalam rangka melaksanakan fungsi-fungsi publik atau permasalahan yang berkembang di masyarakat dengan
melaksanakan urusan atau kewenagan daerah di bidang membuat regulasi tentunya tidak terlepas dari koridor
pendidikan, kesehatan dan perekonomian seharusnya aturan yang telah ditetapkan atau berdasarkan pada
mengutamakan fenomena-fenomena permasalahan yang payung hukum yang berlaku serta disesuaikan dengan
cukup krusial di masyarakat atau lebih mengedepankan/ situasi, kondisi, karakter serta kebutuhan dari masyarakat
memilih skala prioritas masalah-masalah mana yang itu sendiri, sehingga dengan melakukan pendekatan dan
lebih utama didahulukan untuk diselesaikan sehingga cara yang tepat maka potensi permasalahan yang timbul
tidak berdampak lebih luas terhadap sektor atau bidang dapat diminimalisir dan bahkan dapat didayagunakan
pembangunan lain dan meminimalisir terganggunya sebagai faktor pendorong dalam rangka mewujudkan
pelayanan atau fungsi-fungsi publik, mengingat bahwa tujuan dari implementasi kebijakan otonomi daerah di
seiring dengan era desentralisasi dengan titik berat Kabupaten Bandung Barat sebagai daerah otonom baru,
pelaksanaan otonomi daerah di tingkat kabupaten dan seperti regulasi dalam mengatasi kurangnya tenaga
kota maka kewenangan atau urusan pemerintah daerah yang berkompeten dalam bidang pendidikan (guru dan
serta fungsi-fungsi publik yang dilaksanakan oleh peme- tenaga kependidikan), bidang kesehatan (tenaga medis,
rintah daerah semakin luas dan bertambah, hal ini sesuai dll) serta regulasi yang mengatur pemanfaatan sumber
dengan pendapat Wasistiono (2010:3), bahwa Indonesia daya alam dalam rangka peningkatan kesejahteraan di
sebenarnya bukan hanya melakukan dentuman besar bidang perekonomian.
desentralisasi, tetapi melaksanakan revolusi desentralisasi.
Disebut demikian karena Indonesia melakukan transfer e) Implementor Program (Program Implementors)
kewenangan dan tanggung jawab fungsi-fungsi publik Implementor program di lingkungan Pemerintah
dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah pada Kabupaten Bandung Barat adalah semua SKPD (Satuan
dimensi yang sangat luas serta dengan kecepatan Kerja Perangkat Daerah) terdiri dari Sekretariat daerah
perubahan yang sangat tinggi. Hal tersebut nampak dari yang dipimpin oleh seorang sekretaris daerah, Sekretariat
luasnya urusan pemerintahan yang dijalankan oleh daerah DPRD, 12 (dua belas) dinas daerah, 9 (sembilan) lembaga
otonom sebagaimana diatur di dalam UU Nomor 32 Tahun teknis daerah yang terdiri dari 6 (enam) badan 5 (lima)
2004 jo UU no 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan kantor, 1 (satu) inspektorat sebagai unsur pengawasan
Daerah yang ditindaklanuti melalui PP Nomor 38 Tahun penyelenggaraan pemerintahan daerah, dan 16 (enam
2007 tentang Penyerahan Urusan Pemerintahan dari belas) kecamatan dengan menjalankan tugas pokok
Pemerintah Kepada Pemerintah Daerah Provinsi dan fungsinya masing-masing. Hal ini ditunjang dengan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota”. payung hukum pembentukan OPD tersebut yaitu dengan
Site of decision making yang dilaksanakan dalam diterbitkannya Peraturan Daerah Kabupaten Bandung
kerangka implementasi kebijakan otonomi daerah di Barat Nomor 3 Tahun 2012 tentang Organisasi Perangkat
Kabupaten Bandung Barat seharusnya sesuai pula dengan Daerah Kabupaten Bandung Barat (Lembaran Daerah
model implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh Kabupaten Bandung Barat Tahun 2012 Nomor 3), serta
Walter Kicker, Erik- Hans Klijn, dan Joop Koppenjan secara umum tugas pokok dan fungsi masing-masing
dalam Nugroho (2009:515), yang disebut dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah sudah tercantum dalam
Model Jaringan, yaitu proses implementasi kebijakan Peraturan Bupati Bandung Barat Nomor 16 sampai
adalah sebuah complex of interaction processes di dengan 41 Tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan
antara sejumlah besar aktor yang berada dalam suatu Rincian Tugas Satuan Kerja Perangkat Daerah.
jaringan (network) aktor-aktor yang independen. Implementor program cukup mendukung dalam
Interaksi di antara para aktor dalam jaringan tersebutlah implementasi kebijakan otonomi daerah Kabupaten
yang akan menentukan bagaimana implementasi harus Bandung Barat dimana performance atau kinerja dan
dilaksanakan, permasalahan-permasalahan yang harus sikap para pelaksana yang mempunyai motivasi dan
dikedepankan, dan diskresi-diskresi yang diharapkan komitmen yang cukup baik terhadap program-program
menjadi bagian penting di dalamnya. Berdasarkan yang dilaksanakan dalam rangka peningkatan pelayanan
model jaringan tersebut bila dikaitkan dengan site kepada masyarakat.
of decision making dalam hal ini penyelenggara Mengingat Kabupaten Bandung Barat masih
pemerintahan daerah dalam implementasi kebijakan baru bila dilihat dari usia pelaksanaan pemerintahan,

191
Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Bidang Pendidikan, Kesehatan dan Perekonomian di Kabupaten Bandung Barat
(Rossy Lambelanova)

kompetensi para pelaksana kebijakan masih kurang daerah-daerah terpencil harus bisa membuat skala
dilihat dari segi kuantitas maupun segi kualitasnya, prioritas program atau kegiatan yang akan dilaksanakan
oleh karena itu dalam rangka meminimalisir berbagai di berbagai wilayah tersebut disesuaikan dengan
permasalahan dan dalam rangka meningkatkan kebutuhan masyarakat dan situasi kondisi di lapangan,
efektifitas pelaksanaan program, Pemerintah Kabupaten hal ini sesuai dengan syarat ke- 8 dalam melakukan
Bandung Barat selalu melakukan koordinasi, konsultasi implementasi kebijakan model Hogwood dan Gunn
dan evaluasi terhadap pelaksanaan program kebijakan dalam Nugroho (2009 : 508) yaitu: “tugas-tugas telah
yang dilaksanakan yaitu dengan melakukan rapat dirinci dan ditempatkan dalam urutan yang benar”.
koordinasi (rakor) yang dihadiri oleh SKPD terkait Dengan melakukan skala prioritas tersebut maka output
setiap 3 (tiga) bulan, dari sini terlihat bahwa sikap para dan outcome baik bagi pemerintah daerah maupun
pelaksana dalam mendukung implementasi kebijakan masyarakat Kabupaten Bandung Barat lebih mudah
otonomi daerah cukup baik yaitu adanya motivasi, terealisasi karena ada target dan sasaran yang jelas dan
kehendak dan komitmen yang sungguh-sungguh untuk terukur sesuai dengan bidang – bidangnya baik di bidang
mewujudkan tujuan dari kebijakan otonomi daerah di pendidikan, kesehatan maupun daya beli masyarakat
Kabupaten Bandung Barat, ini sesuai dengan pendapat (perekonomian).
yang dikemukakan oleh Edwards III (1980 : 148),
yang berhubungan dengan program implementors f) Sumber-Sumber yang dilibatkan (Resources
adalah faktor keempat (4), sebagai berikut :”Struktur committed)
birokrasi (bureaucracy structure): maksudnya adalah Sumber-sumber yang terlibat dalam implementasi
sejauhmana struktur birokrasi yang terdiri dari pejabat kebijakan meliputi orang-orang yang mempunyai
birokrasi dan pegawai birokrasi mampu menjalankan kompetensi yang memadai baik dari segi kuantitas
semua kebijakan dasar yang dibuat oleh para pengambil maupun dari segi kualitas (mampu mengatur secara
kebijakan.....”, sehingga dapat disimpulkan bahwa efektif sumber daya yang telah dimiliki), akses terhadap
sikap dari para pelaksana kebijakan sangat penting informasi yang jelas, sarana dan prasarana yang tersedia
dalam mewujudkan tujuan dari implementasi kebijakan serta kewenangan yang dimiliki (Grindle, 1980 : 9).
otonomi daerah di Kabupaten Bandung Barat. Berdasarkan hasil penelitian bahwa sumber-
Selanjutnya dalam forum koordinasi tersebut sumber daya yang ada belum sepenuhnya menunjang
diperlukan peningkatan pemahaman terhadap tugas implementasi kebijakan otonomi daerah di Kabupaten
pokok fungsi masing-masing implementor agar dapat Bandung Barat khususnya dari segi sumber daya
lebih paham dan mendalam dengan saling mengisi manusia (SDM) yaitu aparatur yang memadai baik dari
berbagai kekurangan masing-masing serta dapat men- segi jumlah maupun kompetensinya, anggaran yang
sharing berbagai informasi yang terbaru. Hal ini sesuai terbatas, selain itu pun sarana dan prasarana belum
dengan syarat ke – 7, ke-8 dalam melakukan implementasi sepenuhnya menunjang implementasi kebijakan otonomi
kebijakan model Hogwood dan Gunn dalam Nugroho daerah di Kabupaten Bandung Barat karena sebelum
(2009 : 508) adapun syarat ke-7 adalah sebagai berikut: dibangunnya infrastruktur masyarakat, pemerintah
”pemahaman mendalam dan kesepakatan terhadap Kabupaten Bandung Barat masih membenahi sarana
tujuan”. dan prasarana intern pemerintahan itu sendiri walaupun
Mengurangi kekurangan implementor program baik sudah ada perencanaan dalam pemenuhan pembangunan
dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas, pemerintah infrastruktur bagi masyarakat yang disesuaikan dengan
Kabupaten Bandung Barat harus meningkatkan kemampuan keuangan daerah.
pemahaman yang mendalam bagi para implementor Hasil penelitian tersebut tidak sejalan dengan
program yaitu dengan melakukan berbagai peningkatan pendapat Grindle (1980 : 9) bahwa implementasi
kemampuan aparat baik dalam bentuk pendidikan dan kebijakan selalu mendapat dukungan dari berbagai
pelatihan yang bersifat struktural maupun pendidikan stakeholders khususnya para elitpolitik dan memiliki
dan pelatihan yang bersifat fungsional seperti bimbingan akses yang lebih luas untuk mendapatkan sumber daya,
teknis bagi aparat yang bertugas sebagai “front office oleh karena itu diperlukkan langkah dengan memberikan
liner” dalam pelayanan masyarakat baik dalam bidang stimulus untuk menggerakkan partisipasi masyarakat
pendidikan, kesehatan dan perekonomian, sehingga selain serta diberikan ruang yang lebih banyak dan lebih terbuka
lebih memahami secara mendalam eksistensi dirinya baik bagi masyarakat ekonomi maupun masyarakat
sebagai implementor program juga bersedia ditempatkan sosial dengan dibangunnya kerja sama yang baik dan
di berbagai pelosok wilayah khususnya di pedesaan dan lebih intens dengan para pemangku kepentingan dalam
daerah-daerah terpencil yang ada di Kabupaten Bandung implementasi kebijakan otonomi daerah ini yaitu pihak
Barat. swasta, masyarakat dan unsur perguruan tinggi (public
Langkah lainnya adalah para implementor prog- private partnership).
ram yang tersebar di berbagai wilayah di Kabupaten Dalam rangka meminimalisir kekurangan ter-
Bandung Barat baik di pedesaan, perkotaan maupun sebut perlu peran serta seluruh elemen masyarakat, hal

192
Sosiohumaniora, Volume 19 No. 2 Juli 2017 : 185 - 198

ini sesuai dengan teori Governance yang dikemukakan bisa diminimalisir mengingat sudah kritisnya persoalan
oleh Kooiman dalam Sedarmayanti (2009:273), bahwa lingkungan yang diakibatkan pelaksanaan industri galian
pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan tidak C tersebut.
saja dilakukan oleh pemerintah saja tapi melibatkan Adapun informasi yang relevan dan dukungan
tiga domain lainnya yaitu unsur swasta dan masyarakat lingkungan terhadap implementasi kebijakan otonomi
sehingga terjalin kemitraan dan kerjasama yang egaliter/ daerah cukup mendukung dimana pemerintah Kabupaten
sejajar dan demokratis antara pemerintah, swasta dan Bandung Barat cukup aktif melakukan koordinasi,
masyarakat dimana pemerintah tidak lagi menjadi pelaku konsultasi dan kerjasma baik dengan pemerintah daerah
utama pembangunan, penyandang dana dan penerima kabupaten/ kota lainnya di Jawa Barat maupun dengan
benefit (beneficary) terbesar, serta penyelenggaraan pemerintah propinsi dalam pelaksanaan program di bidang
jasa layanan atau fungsi pemerintahan tertentu tidak pemerintahan, kesehatan dan perekonomian, sehingga
lagi di dominasi oleh satu pihak (pemerintah) saja, selain mendapatkan dukungan moril juga mendapatkan
tetapi dilakukan bersama-sama antara pemerintah, dukungan secara materiil baik dari pemerintah pusat
swasta dan masyarakat sehingga berbagai kendala maupun dari pemerintah propinsi, alokasi dana dari
diantaranya adalah keterbatasan sumber daya pemerintah pemerintah pusat berupa dana-dana perimbangan yaitu
(government resources), baik dalam hal anggaran, SDM, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus
asset, maupun kemampuan manajemen dapat diatasi (DAK) maupun dana bagi hasil, selain itu pun pemerintah
secara bersama-sama. Propinsi Jawa barat berkontribusi dalam pelaksanaan
Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh pembiayaan pada beberapa bagian dalam pelaksanaan
Edwards III (1980 : 148), bahwa ada 4 (empat) faktor pembangunan di Kabupaten Bandung Barat baik di
yang mempengaruhi efektivitas implementasi kebijakan, bidang pendidikan, kesehatan dan peningkatan daya
yang berkaitan dengan ressorces commited yaitu faktor beli masyarakat (perekonomian). Hal ini sesuai dengan
ke-2 yaitu sumber-sumber (resources) sebagai berikut: pendapat Wasistiono ( 2010 : 3 ): “Sesuai prinsip “Money
(a) Sumber-sumber (resources): sumber daya yang ada, follow Function”, penyerahan urusan tersebut diikuti
diantaranya adalah: sumber Daya Alam (SDA) dan dengan pemberian sumber-sumber keuangan melalui
Sumber Daya Manusia (masyarakat) yang berada di mekanisme perimbangan keuangan sebagaimana diatur
daerah tersebut, (b) Aparat yang relatif cukup jumlahnya dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
dan mempunyai keahlian dan keterampilan untuk Keuangan Antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah
melaksanakan kebijakan, (c) Informasi yang memadai Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.”
atau relevan untuk keperluan implementasi;(d) dukungan Dengan prinsip “money follow function” ini,
dari lingkungan untuk mensukseskan implementasi diharapkan pembangunan daerah akan lebih merata dan
kebijakan, (e) wewenang yang dimiliki oleh implementor berkeadilan serta adanya proporsionalitas sumber dana
untuk melaksanakan kebijakan. yang dimiliki daerah dengan sumber dana yang dimiliki
Bila dikaitkan dengan resourcess committed pemerintah pusat, serta dengan adanya perimbangan
dalam implementasi kebijakan otonomi daerah di keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah
Kabupaten Bandung Barat maka pemerintah daerah daerah, pemerintah daerah mempunyai sumber dana
belum dapat memanfaatkan secara optimal sumber yang relatif cukup besar dalam mendukung pelaksanaan
daya secara keseluruhan seperti yang tercantum dalam pembangunan daerah khususnya di Kabupaten Bandung
pendapat Edwards III (1980 : 148 ) diantaranya sumber Barat sebagai daerah otonom baru.
daya manusia atau aparat pemerintahnya karena Mendayagunakan dana-dana dari pemerintah
secara kualitas dan secara kuantitas aparat pemerintah pusat seperti tersebut di atas merupakan kewajiban dari
Kabupaten Bandung Barat masih kurang khususnya seluruh stakeholders dalam pelaksanaan pembangunan
dalam pemerataan tenaga pendidik, tenaga kependidikann tetapi pemerintah Kabupaten Bandung Barat harus pula
tenaga medis, para medis baik secara kualitas maupun mulai berupaya menggali dan meningkatkan sumber
secara kuantitas, Sedangkan dalam pemanfaatan Sumber potensi daerah sehingga dengan pelaksanaan kebijakan
Daya alam Pemerintah Kabupaten Bandung barat cukup otonomi daerah ini Kabupaten Bandung Barat bisa
optimal menggunakannya dalam upaya peningkatan lebih mandiri, apalagi berbagai potensi daerah induk
taraf hidup masyarakat, yaitu peningkatan perekonomian (Kabupaten Bandung) sekarang sudah termasuk ke dalam
berbasis agroindustri dan agrowisata, sehingga sebelum potensi Kabupaten Bandung Barat, Putra (2016 :262)
dilaksanakannya pemekaran daerah, wilayah-wilayah menyatakan bahwa keputusan-keputusan pengeluaran
yang merupakan sentra pertanian, sentra bahan galian daerah seharusnya terkait dengan penerimaan yang
C dan sentra wisata sudah lama didayagunakan untuk digali sendiri oleh daerah dan mengusahakan agar tidak
kepentingan peningkatan taraf hidup masyarakat terlalu menggantungkan diri pada bantuan pusat. Jika
sehingga untuk sekarang ini diperlukan pemanfaatan daerah benar-benar tidak mampu untuk melepaskan diri
yang lebih bijaksana serta ramah lingkungan atau dari ketergantungan anggaran pusat maka pola dasar
apabila memungkinkan untuk sentra bahan galian C dan sistem monitoring tranfer harus diperhatikan betul

193
Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Bidang Pendidikan, Kesehatan dan Perekonomian di Kabupaten Bandung Barat
(Rossy Lambelanova)

sehingga efektivitas desentralisasi fiskal bisa dijamin. non logam dan batuan, dimana wilayah Kabupaten
Pola dasar dimaksud untuk penentuan skala prioritas Bandung Barat memiliki potensi yang cukup banyak
yang ditetapkan oleh daerah, misalnya menyangkut seperti batu andesit, pasir, batu kapur, dan lain sebagainya
manakah yang harus didahulukan antara program- yang tersebar di beberapa wilayah kecamatan, khusus
program nasional yang dibiayai dengan DAK (Dana bahan galian kapur, sebagian besar terdapat di wilayah
Alokasi Khusus) atau program-program yang didanai Kecamatan Padalarang dan Cipatat atau sering pula
oleh DAU (Dana Alokasi Umum) yangmana jenis disebut Kawasan Karst Citatah.Walaupun industri galian
program ini mencerminkan posisi daerah sebagai aktor ini memberikan andil juga terhadap perekonomian di
independen yang dapat melakukan apa saja yang di Kabupaten Bandung Barat tetapi harus dicari alternatif
inginkan. Dengan pelaksanaan program prioritas yang atau solusi lain karena mengingat tingkat kerusakan
disesuaikan keadaan keuangan di Kabupaten Bandung lingkungan yang cukup mengkhawatirkan yang
Barat diharapkan berbagai kendala di bidang pendidikan diakibatkan dari bekas-bekas galian yang meninggalkan
seperti minimnya tenaga yang berkompeten di bidang lubang-lubang yang cukup besar ditambah dengan alat
pendidikan dan kesehatan dapat di atasi secara mandiri yang digunakan untuk penggalian tersebut menggunakan
sesuai kewenangan yang dimiliki. dinamit atau alat bantu ledakan berskala kecil, dimana
Selanjutnya dalam memanfaatkan kewenangan hal ini menimbulkan longsoran di berbagai tempat
atau penyelengggaraan urusan yang dimiliki oleh peme- serta ledakan tersebut berhamburan mengganggu atau
rintah daerah, langkah pemerintah daerah Kabupaten menutupi daerah pertanian atau perkebunan.
Bandung Barat selain harus meningkatkan peran Selain itu pun di wilayah Karst Citatah terdapat
dan tanggung jawabnya dalam fungsi-fungsi publik situs pubakala yang meliputi gua pawon dan peninggalan
juga harus tegas dalam melaksanaan atau menegakan manusia pubakala sehingga harus ada ketegasan aktor
peraturan daerah sebagai payung hukum dalam pelak- khususnya pemerintah daerah Kabupaten Bandung Barat
sanaan pembangunan, mengingat bahwa dalam rangka sebagai regulator bersama–sama dengan aktor lain yang
peningkatan dan pemerataan pembangunan di Kabupaten terlibat termasuk unsur perguruan tinggi untuk mencari
Bandung Barat rentan dengan berbagai penyimpangan alternatif industri atau mata pencaharian lain baik bagi
atau perkeliruan baik dalam pembangunan secara fisik pelaku usaha/ perusahaanmaupun masyarakat yang
maupun dalam pelayanan secara administratif terhadap menggantungkan hidupnya terhadap industri bahan
masyarakat, langkah lainnya adalah Pemerintah Kabu- galian ini.
paten Bandung Barat harus mengelola secara bijak Permasalahan lingkungan lainnya di Kabupaten
pembangunan perekonomian yang menyangkut dengan Bandung Barat adalah pencemaran lingkungan, hal ini
penggunaan atau pemanfaatan sumber daya alam dibahas karena terkait dengan peningkatan kesejahteraaan
dan lingkungan, apabila perlu harus ditindak secara masyarakat yang berkesinambungan di bidang per-
tegas terhadap oknum baik dari aktor pemerintah, ekonomian khususnya yang terkait dengan pemanfaatan
swasta dan masyarakat yang merusak lingkungan Sumber Daya Alam (SDA) baik terhadap air, udara
sehingga masyarakat dan pelaku governance lain lebih maupun tanah, yaitu yang berkaitan dengan pencemaran
menyadari pentingnya kelestarian lingkungan dalam lingkungan yang diakibatkan pembuangan limbah pabrik
pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable terutama yang berada di lokasi industri yang berada di
development). Kecamatan Padalarang, Batujajar dan Cipatat. Penulis
berasumsi bahwa walaupun masyarakat dalam hal ini aktor
2. Konteks Kebijakan atau aktivis lingkungan telah melakukan fungsinya namun
a) Kekuasaan, kepentingan, dan strategi dari para pemerintah sebagai aktor utama pengawas dan regulator
pelaku/ aktor yang terlibat (Power, interests and dalam pembangunan di Kabupaten Bandung Barat
strategies of actor involved) maupun pemerintah tingkat atasnya yang berkaitan dengan
Kekuasaan, kepentingan dan strategi dari para pelestarian lingkungan hidup, yaitu Kantor Pengelolaan
pelaku/ aktor yang terlibat (Power, interests and strategies Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung Barat dan
of actor involved) menghadapi berbagai kendala yang Propinsi Jawa Barat belum bisa dengan tegas menindak
disebabkan karena keterbatasan kekuasaan, kewenangan, berbagai aktor dalam hal ini pelaku usaha atau perusahaan
dana, dan lintas wilayah administrasi serta banyaknya yang melanggar aturan, apalagi berdampak terhadap
perbedaan kepentingan dari aktor yang terlibat dan keseimbangan lingkungan dan mengganggu kelangsungan
terdapatnya kelemahan dari berbagai strategi yang pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat khususnya air,
diterapkan oleh para pelaku kebijakan (stakeholders). baik kebutuhan masyarakat di Kabupaten Bandung Barat
Berdasarkan hasil penelitian, permasalahan yang itu sendiri maupun masyarakat di Kabupaten/Kota lain yang
cukup serius di Kabupaten Bandung Barat salah satunya ada di Propinsi Jawa Barat, sehingga para implementor
adalah bidang perekonomian yang berkaitan dengan kebijakan harus tegas melakukan penegakan hukum
lingkungan seperti salah satu industri yang memanfaatkan khususnya penegakan Perda dan pemerintah daerah harus
kekayaan sumber daya alam adalah industri bahan galian menstimulus perusahaan-perusahaan tersebut melakukan

194
Sosiohumaniora, Volume 19 No. 2 Juli 2017 : 185 - 198

kegiatan yang berhubungan dengan fungsi sosialnya perumahan, penginapan, villa, ataupun restoran,
atau CSR (Corporate Social Responsibility) khususnya pembabatan hutan menjadi lahan pertanian dan bangunan
kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat yang serta pertambangan, serta kurangnya kesadaran dari
berada di sekitar lokasi perusahaan. perusahaan untuk melakukan pembuangan limbah pabrik
Sejalan dengan uraian di atas bahwa faktor sesuai dengan analisis dampak lingkungan (AMDAL)
kekuasaan, kepentingan, dan strategi dari pelaku/ sehingga terjadi pencemaran air sungai dan air tanah
aktor yang terlibat sangat mempengaruhi keberhasilan yang pada akhirnya tidak bisa digunakan oleh masyarakat
implementasi kebijakan, Hal ini sesuai dengan pendapat untuk kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu diperlukan
Mazmanian dan Sabatier (1983:21) yang disebut model langkah kerjasama atau pola joint management yang
Kerangka Analisis Implementasi (A Framework for baik tidak hanya dilakukan oleh pemerintah Kabupaten
Implementation Analysis) yaitu mengenai “variabel di luar Bandung Barat saja tetapi terkait juga pemerintah daerah
kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi yang yang berada di sekitar Kabupaten Bandung Barat yaitu
berkenaan dengan indikator kondisi sosio ekonomi dan Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kota
teknologi, dukungan publik, sikap dan risorsis konstituen, Bandung dan Kota Cimahi, karena hal ini merupakan
dukungan pejabat yang lebih tinggi dan komitmen permasalahan lintas wilayah di kawasan Cekungan
kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana”. Bandung dan memerlukan karakter lembaga penguasa
Merujuk pendapat Mazmanian dan Sabatier yang lebih luas kewenangannya yaitu pemerintah
tersebut, untuk meminimalisir berbagai kekurangan Propinsi Jawa Barat.
tersebut diperlukanlangkah/ upayadengan melakukan Dalam implementasi kebijakan otonomi daerah
koordinasi, sinergitas dan kerjasama tidak hanya intern khususnya pada prioritas pembangunan di bidang
Pemerintah kabupaten Bandung Barat itu sendiri tapi pendidikan dan kesehatan yang melakukan opersionalisasi
juga memerlukan koordinasi, kerjasama dan bantuan di bidang pendidikan dan kesehatan sesuai dengan tugas
secara eksternal di luar Pemerintah Kabupaten Bandung pokok masing-masing SKPD adalah Dinas Pendidikan
Barat baik dengan pemerintah Kabupaten/Kota lain dan Olah raga, dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung
yang berkepentingan maupun Pemerintah Propinsi Jawa Barat, namun karena berbagai keterbatasan khususnya
Barat dan Pemerintah Pusat. dalam hal anggaran dan sumber daya manusia (guru,
bidan, dokter) persoalan pendidikan di Kabupaten
b) Karakteristik Lembaga dan Pemerintah Bandung Barat bukan hanya persoalan dari Pemerintah
(Institution and regime characteristics) Kabupaten Bandung Barat saja tapi juga melibatkan
Karekteristik lembaga dan pemerintah (institution pemerintah Propinsi Jawa Barat maupun Pemerintah
and regime characteristics) belum sepenuhnya didukung Pusat, seperti dalam hal pengajuan tenaga kependidikan
oleh karakteristik lembaga dan penguasa yang ideal, dan tenaga medis yang akan ditugaskan di desa-desa atau
dimana penggunaan kewenangan dari karakter lembaga di daerah terpencil, walaupun Kabupaten Bandung Barat
penguasa yang lebih lebih luas kewenangannya sudah mengajukan kebutuhan tenaga medis tersebut
memakan waktu dan prosedur birokrasi yang cukup lama tetapi pengisian formasi yang kosong di daerah tersebut
(pemerintah Propinsi Jawa Barat dan Pemerintah Pusat) tergantung dari usulan pemerintah propinsi dan formasi
sehingga pelaksanaan kebijakan tersebut belum optimal. yang telah ditentukan oleh pemerintah pusat, sehingga
Implementasi kebijakan otonomi daerah khususnya kekurangan tenaga yang berkompeten baik tenaga
pelaksanaan program pembangunan bidang perekonomian kependidikan, tenaga medis, tenaga ahli gizi, dll bagi
yang ramah lingkungan atau berwawasan lingkungan wilayah-wilayah yang tersebar di kecamatan-kecamatan
hidup dilaksanakan oleh SKPD yang terkait sesuai dengan yang berada di bagian selatan terkendala dengan kebijakan
tugas pokok dan fungsinya masing-masing diantaranya dari pemerintah tingkat atasnya dan pemerintah pusat.
adalah Dinas perindustrian dan Perdagangan serta Berdasarkan pendapat Van Meter dengan Van Horn
Kantor Lingkungan Hidup, dimana pembangunan yang (1975:470) menyatakan bahwa: “ salah satu variabel yang
terintegrasi antara bidang perekonomian dan lingkungan mempengaruhi kebijakan publik adalah karakteristik agen
hidup di Kabupaten Bandung Barat tidak terlepas dari pelaksana/ implementor”. Dikaitkan dengan karekteristik
wilayah pengembangan Cekungan Bandung.Wilayah implementor program dalam implementasi kebijakan
pengembangan Cekungan Bandung merupakan kawasan otonomi daerah di Kabupaten Bandung Barat adalah
yang berkembang pesat yang memerlukan pengendalian agar pelaksanaan kegiatan atau program berjalan dengan
pemanfaatan ruang terutama di kawasan yang berfungsi sukses, para implementor program harus mendapatkan
sebagai kawasan resapan air. Terjadinya alih fungsi lahan dukungan dari elite-elite kebijakan tingkat atas, dari para
untuk pemukiman dan industri jasa lainnya menyebabkan pelaksana kebijakan tingkat bawah serta dukungan dari
terjadinya kekurangan pasokan air baik yang berasal dari masyarakat sebagai subyek pembangunan dan sekaligus
air tanah maupun air permukaan. sebagai penerima manfaat dari pembangunan, oleh
Hal ini terbukti banyaknya daerah reapan air karena itu diperlukan peningkatan kemampuan atau
atau ruang terbuka hijau yang beralih fungsi menjadi skills dari para implementor program tersebut untuk

195
Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Bidang Pendidikan, Kesehatan dan Perekonomian di Kabupaten Bandung Barat
(Rossy Lambelanova)

merepresentasikan rencana dan pelaksanaan kegiatan dapat mendorong terjadinya keseimbangan perkembangan
sehingga diyakini oleh stakeholders dalam implementasi wilayah sekaligus mendorong pertumbuhan ruang
kebijakan otonomi daerah di Kabupaten Bandung terbangun secara lebih merata terutama di daerah-daerah
Barat sebagai program yang betul-betul aspiratif dan yang berada di kecamatan bagian selatan Kabupaten
akomodatif terhadap kebutuhan masyarakat yang harus Bandung Barat, para implementor SKPD sudah bisa
direalisasikan dengan dukungan berbagai sumber daya mengidentifikasi dan mengakomodir keinginan atau
khususnya sumber daya financial atau anggaran sebagai kebutuhan masyarakat terutama kebutuhan akses jalan atau
bahan baku dalam operasional program di lapangan. prasarana transportasi serta sarana infrastruktur lainnya,
Berdasarkan uraian tersebut dapat diasumsikan namun kendala yang dihadapi adalah keterbatasan dana
bahwa para implementor program merupakan para dan sumberdaya yang berkompeten dalam mewujudkan
pemimpin atau pimpinan bagi program yang diembannya kebutuhan masyarakat tersebut, skill dan kemampuan
atau yang ditugaskan kepada mereka, sehingga para seni berpolitik para implementor SKPD tersebut belum
implementor program tersebut harus mempunyai mampu meyakinkan pihak aktor dari Pemerintah Propinsi
kemampuan atau skills kepemimpinan pemerintahan. Jawa Barat dan Pemerintah Pusat mengenai urgensinya
Hal ini sesuai dengan pendapat Wasistiono (2010 : 8), pembangunan sarana prasarana, infrastruktur di daerah-
bahwa: daerah yang berada di Kabupaten Bandung Barat bagian
“Ada tiga (3) variabel untuk memilih pimpinan selatan tersebut, guna mendongkrak pertumbuhan
pemerintahan sehingga mampu menjalankan perekonomian dan menunjang pembangunan yang lebih
kepemimpinan dengan baik, salah satunya adalah: merata.
Kompatibilitas, adalah gambaran kemampuan Perbedaan kapasitas dan kompetensi ini
pemimpin pemerintahan untuk menyesuaikan merupakan salah satu aspek yang membuat implementasi
diri dengan kebijakan yang datang dari sistem kebijakan ini belum optimal, aspek lain yang berpengaruh
pemerintah tingkat atasnya dan kemampuan terhadap kepatuhan dan daya tanggap pelaksana
mengakomodasikan tuntutan dari subsistem adalah kurangnya pemberian reward bagi pelaksana-
pemerintah tingkat bawahnya maupun dari para pelaksana yang sudah melakukan tugasnya melebihi
pengikutnya”. apa yang diharapkan organisasi atau pelaksana yang
berprestasi seperti pemberian tunjangan perbaikan
Merujuk pendapat dari Wasistiono (2010: 8) penghasilan yang disesuaikan dengan beban pekerjaan
tersebut bahwa pelaksana program dalam implementasi dari para implementor dimana hal ini dapat menstimulus
kebijakan otonomi daerah di Kabupaten Bandung Barat pencapaian tugas yang lebih baik bagi pelaksana yang
agar dapat menjalankan berbagai program atau kegiatan berprestasi tersebut maupun rekan-rekan kerjanya, dan
dengan baik dan sesuai dengan rencana dan prosedur pada akhirnya dapat meningkatkan kapabilitas dari
yang telah ditetapkan maka implementor program harus organisasi atau SKPD.
mempunyai kemampuan kompatibilitas yang yang tinggi, Hal lain yang berpengaruh terhadap kepatuhan
yaitu kemampuan pemimpin/ pimpinan pemerintahan dan daya tanggap pelaksana adalah kurangnya
untuk menyesuaikan diri dengan kebijakan yang datang pemberian sanksi yang tegas kepada pelaksana yang
dari sistem pemerintah tingkat atasnya artinya bahwa melanggar aturan atau tidak melaksanakan tugas sesuai
implementor program harus bisa mendapatkan dukungan dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing
dari elite-elite politik di Kabuapten Bandung Barat baik sehingga hal ini menimbulkan “kecemburuan” atau
di tingkat DPRD maupun jajaran pimpinan daerah, dan menimbulkan efek apatisme dari pelaksana lain karena
kemampuan mengakomodasikan tuntutan dari subsistem orang yang tidak bekerja dengan baik atau tidak sesuai
pemerintah tingkat bawahnya artinya bahwa para dengan tugas pokok fungsinya diperlakukan sama
implementor program dapat meneruskan atau mentransfer dengan para pelaksana yang patuh baik terhadap atasan
kebijakan yang harus dilaksanakan kepada organisasi maupun ketentuan yang berlaku.
pemerintah tingkat bawahnya dan dapat mengakomodir Dalam implementasi kebijkaan otonomi daerah
tuntutan, aspirasi dan kebutuhan masyarakat secara cepat di Kabupaten Bandung Barat khususnya implementasi
dan tepat sesuai dengan rencana program yang akan program prioritas bidang lingkungan yang menunjang pada
dilaksanakan. pembangunan perekonomian juga dapat dilihat kepatuhan
dan sikap bertanggung jawab dari para implementor
b) Pemenuhan dan daya tanggap (Compliance and di SKPD terkait, salah satunya adalah yang berkaitan
responsiveness) dengan pelestarian Karst Citatah, yaitu tidak terlepas dari
Dalam implementasi kebijakan otonomi daerah kemampuan mereka untuk melakukan sosialisasi dan
khususnya implementasi program prioritas bidang promosi program dan kegiatan sesuai dengan tugas pokok
perekonomian, dalam rangka mempercepat pertumbuhan dan fungsinya masing-masing sehingga para implementor
perekonomian dan pengembangan permukiman pedesaan SKPD dapat memperkenalkan program, kegiatan,
dan perkotaan yang terintegrasi (rural urban linkages, yang leading sector atau penyelenggaranya siapa, dan tujuan

196
Sosiohumaniora, Volume 19 No. 2 Juli 2017 : 185 - 198

dari program tersebut kepada semua pihak yang terkait dalam lingkup intern organisasi itu sendiri maupun dalam
dalam pelaksanaan program. Oleh karena itu dengan tugasnya melayani kebutuhan masyarakat agar pelayanan
kemampuan sosialisasi, promosi, skill dan kemampuan dilakukan secara optimal dan memenuhi kriteria pelayan
seni mempengaruhi, para implementor SKPD diharapkan prima (service of excellence) yaitu terwujudnya kepuasan
dapat menyadarkan dan mengubah prilaku atau tindakan pelanggan dalam hal ini adalah kepuasan masyarakat,
berbagai pihak terutama para pengusaha, investor, dan sesuai pula dengan pendapat Rahmayanti (2010 : 22)
masyarakat di Kabupaten Bandung Barat yang berkaitan tentang layanan prima (service of excellence), diantaranya
dalam pengelolaan Karst Citatah, pengelola perusahaan adalah “...pelayanan kepada masyarakat harus memenuhi
atau industri textile dan industri lainnya yang berdampak kriteria pelayanan yang sangat baik dan melampaui
terhadap kelestarian lingkungan, serta dapat mengetahui harapan pelanggan,..... Pelayanan dengan standar
dan memahami pentingnya menjaga dan melestarikan kualitas yang tinggi dan selalu mengikuti perkembangan
lingkungan dan pada akhirnya dapat merubah pola pikir kebutuhan pelanggan,..... .
dan tindakannya sehingga terjadi perubahan terhadap Agar dapat memenuhi konsep dari pelayanan
perlakuan lingkungan hidup di sekitar mereka. prima tersebut maka implementor program harus fokus
Begitu juga dalam Implementasi kebijakan terhadap pencapaian tugas dan mengesampingkan
otonomi daerah khususnya implementasi program berbagai faktor internal atau kepentingan pribadinya
prioritas bidang pendidikan dan kesehatan, para ketika sedang melakukan pelayanan kepada masyarakat
implementor SKPD dengan skill dan kemampuan seni sehingga pelayanan bisa lebih all out dan sesuai dengan
mempengaruhinya belum bisa optimal meyakinkan prosedur yang telah ditetapkan. Selain itu implementor
Pemerintah Propinsi Jawa Barat dan Pemerintah pusat program harus mempunyai responsibilitas atau daya
akan pentingnya pemenuhan kebutuhan sumber daya tanggap yang cepat dan tepat terhadap kebutuhan
manusia (SDM) terutama tenaga pendidik (guru) dan masyarakat sehingga keinginan atau kebutuhan
tenaga medis (dokter, bidan, perawat, ahli gizi) bagi masyarakat dapat dengan cepat terpenuhi serta dengan
daerah-daerah yang berada di kecamatan bagian selatan responsibilitas yang tinggi maka para implementor
Bandung Barat sehingga para operasional program program bisa mendapatkan informasi dan data yang
tersebut belum bisa melakukan pelayanan masyarakat akurat dalam memenuhi keinginan atau kebutuhan
secara optimal sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masyarakat serta berguna bagi evaluasi program yang
masing-masing atau para operasional program tersebut telah dilaksanakan dan hasil evaluasi tersebut akan
melakukan double atau rangkap pekerjaan/ tugas. menjadi input bagi proses pelaksanaan program yang
Pemenuhan dan daya tanggap (Compliance akan datang.
and responsiveness) belum memiliki cara penyelesaian
dan respon yang optimal dalam menjawab atau SIMPULAN
memenuhi kebutuhan masyarakat, sehingga diperlukan
langkah pelayanan internal organisasi (internal service Implementasi Kebijakan otonomi daerah di Kabupaten
organization) terhadap para programimplementors Bandung Barat pada prinsipnya dilaksanakan sesuai
khususnya dalam memberikan reward and punishment, dengan program-program atau kegiatan yang mengacu
internalisasi nilai-nilai spritual, empati, pencerahan, pada pelaksanaan misi RPJMD 2008-2013 yang
pemahaman, dan penyamaan paradigma dan presepsi ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bandung
lingkungan implementasi kebijakan dalam melayani Barat No 4 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan
masyarakat sehingga para pelaksana kebijakan Jangka Menengah (RPJMD) 2008-2013, dimana hasil
mempunyai daya kreatifitas dan inovasi yang tinggi, implementasi kebijakan otonomi daerah berdasarakan
atau terobosan-terobosan baru, selain itu diperlukan perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
komitmen dan juga pendekatan-pendekatan yang yang terdiri dari bidang pendidikan, kesehatan dan daya
disesuaikan dengan karakter masyarakat setempat dalam beli masyarakat menunjukkan kenaikan atau peningkatan
merespon dan meyelesaikan berbagai permasalahan dan indeks dari tahun ke tahun, tetapi secara faktual masih
pemenuhan kebutuhan masyarakat, serta pelaksanaan banyak kekurangan di lapangan dan belum efektif
pelayanan dilakukan dengan ikhlas karena menjadikan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten
pelayanan kepada masyarakat merupakan suatu ibadah. Bandung Barat. Adapun konsep yang disarankan dari
Pendapat yang dikemukakan oleh Van Meter dan hasil penelitian ini adalah cara/pola dan pendekatan yang
Van Horn dalam Agustino (2006:161) yaitu mengenai komprehensif dan partisipatif dari dan kepada semua
salah satu variabel yang mempengaruhi kebijakan publik stakeholders yang diawali dari perencanaan, dengan
adalah kecenderungan (disposition) dari pelaksana/ memperhatikan manfaat serta perubahan, baik tingkat
implementor. Berkaitan dengan implementasi kebijakan perubahan jangka pendek maupun jangka panjang
otonomi daerah di Kabupaten Bandung Barat bahwa merupakan syarat keberhasilan implementasi kebijakan
implementor program harus mematuhi berbagai aturan otonomi daerah khususnya di Kabupaten Bandung Barat
dan memenuhi tugas-tugas yang telah ditentukan baik sebagai daerah otonom baru.

197
Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Bidang Pendidikan, Kesehatan dan Perekonomian di Kabupaten Bandung Barat
(Rossy Lambelanova)

DAFTAR PUSTAKA Munandar, Aris dkk, 2011, Mendahulukan Fungsi


Dewan Perwakilan Daerah dalam Musyawarah
Agustino, Leo. 2006. Politik dan Kebijakan Publik, Perencanaan Pembangunan (Laporan Penelitian
Bandung: AIPI Kerjasama Pusat penelitian Ekonomi LIPI dan
Pusat Kajian Kebijakan dan Hukum Setjen DPD
Conyers, Diana, 1994, Perencanaan Sosial di Dunia
RI, Unpublished)
Ketiga: Suatu Pengantar,Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press. Mulyana, Yana, 2012, Kualitas Pelayanan Publik Bidang
Infrastruktur di Kabupaten Bandung Barat Pasca
Edwards III, George, 1980, Implementing Public Policy,
Pemekaran Daerah dari Kabupaten Bandung,
Washington DC: Congresional Quartely Pres
Disertasi
Fatah, Abdul, 2012, Implementasi Kebijakan
Ndraha, Talizidu, 2002, Kybernology (Ilmu
Pendidikan Wajib Belajar Sembilan Tahun di
Pemerintahan Baru),Jakarta: Rineka Cipta
Daerah Perbatasan Kabupaten Bandung Barat,
Disertasi ............................, 1990, Membangun Masyarakat
Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas,
Grindle, Merilee S. 1980. Politic and Policy
Jakarta : Rineka Cipta
Implementation In the Third Word, Princeton:
Univercity Press. Nugroho, Riant, 2008, Public Policy, Jakarta: Elex
Media Komputindo
Hidayat, Agus Syarip, 2014, Bab VIII, Perencanaan
Pembangunan Pasca Pilkada dan Putra, Rohmi Ekha, 2016, Pengelolaan Keuangan
Implikasinya terhadap Pengembangan Sektor Daerah yang Transparan di kabupaten Tanah
Ekonomi, artikel hasil penelitian Datar dalam melaksanakan Desentralisasi
Fiskal, Sosiohumaniora, 18 (9), 255-264
Kurniasih Denok, Setyoko Paulus Israwan, dan Imron
Moh, 2017, Collaborative Governance dalam Rahmayanty, Nina, 2010, Manajemen Pelayanan
Penguatan Kelembagaan Program Sanitasi Prima, Yogyakarta : Graha Ilmu
Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) di
Sedarmayanti, 2009, Reformasi Administrasi Publik,
Kabupaten Banyumas, Sosiohumaniora, 19
Reformasi Birokrasi, dan Kepemimpinan
(1), 1-7
Masa Depan (Mewujudkan Pelayanan Prima
Mazmanian, Daniel H, dan Paul A. Sabatier, 1983, dan kepemerintahan yang baik), Bandung:
Implementation and Public Policy, New York: Refika Aditama
HarperCollins
Warwick, D.P, 1979, Ethics of Administrative Discretion.
Meter, Donald Van, dan Carl Van Horn, 1975, The In Public Duties : The Moral obligation of
Policy Implementation Process: A Conceptual Government Officials, Diedit oleh J.L Fleishman,
Framework dalam Adminstration and Society L.Liebman, dan M.H Moore (pp. 93-127) : Mass
6, London : Sage Harvard University Press
Miles, Mathew B. Dan A. Meichael Huberman, 1992, Wasistiono, Sadu, 2010, Menuju Desentralisasi
Analisis Data Kualitatif, Alih bahasa : Tjetjep Berkeseimbangan, Makalah ditulis untuk Jurnal
Rohendi Effendi, Jakarta : UI Press Ilmu Politik AIPI Nomor 21 Tahun 2010 dengan
tema “ Dasawarsa Kedua Otonomi Daerah :
Mintaroem K, Farisi MF. 2008. Aspek Sosial-Budaya
Evaluasi dan Prospek”
pada Kehidupan Ekonomi Masyarakat
Nelayan Tradisional (Studi pada Masyarakat Bappeda, Capaian Kinerja Kabupaten Bandung Barat
Nelayan Tradisional di Desa Bandaran, 2008-2013
Pamekasan). Universitas Terbuka.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) 2008-2013 (Peraturan Daerah
Kabupaten Bandung Barat No 4 Tahun 2009) .

198

Anda mungkin juga menyukai