PENDAHULUAN
Partisipasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)ini merupakan salah satu cikal
bakal kegiatan pengelolaan lingkungan Direktorat Pengembangan Teknologi BPPT pada
kurun waktu tahun 1980-1988, bermula karena adanya permintaan dari Pemerintah Daerah
Propinsi Irian Jaya dan PT. Freeport Indonesia kepada pemerintah pusat untuk membantu
menyelesaikan permasalahan terkait(a) suku Amungme yang hidup disekitar kegiatan
penambangan PT. Freeport Indonesia yang dinilai mengganggu mengganggu aktifitas
penambangan dan (b) terkait permukiman kembali suku Amungme yang hak ulayatnya
sebagian digunakan oleh kegiatan penambangan tembaga PT Freeport Indonesia.
Gambar-2. Lokasi Pemukiman Kembali Suku Amungme di Kampung Harapan, Timika dan
Tempat asal mereka di Lembah sekitar Tembagapura,
Suku Amungme merupakan salah satu penduduk asli Irian Jaya yang mendiami lembah-
lembah di Selatan Gunung Jaya Wijaya sampai menjelang pantai Selatan Irian Jaya yang
daerahnya masih memiliki ciri lahan berbatu sebagai hak ulayatnya, sedangkan lahan yang
tidak berbatu, lahan rawa sampai ke pantai selatan merupakan daerah hak ulayat suku pantai
yang salah satunya disebut orang Koperapoka. Suku Amungme yang tinggal di sekitar areal
tambang dan kota tambang “Tembagapura” itulah yang direlokasi dan dimukimkan kembali di
Kampung Harapan, Timika. Dulu, Kampung Harapan itu, terletak di desa Timika, Kecamatan
Mimika Timur, Kabupaten Fakfak, propinsi Irian Jaya, yang selanjutnya terjadi pemekaran
propinsi Irian Jaya menjadi Propinsi Papua dan Propinsi Papua Barat, sehingga Kampung
Harapan, Kecamatan Mimika Timur, semula masuk kedalam wilayah administrasi Kabupaten
Fakfak, selanjutnya menjadi bagian dari Kabupaten Mimika, Propinsi Papua. Upaya reloaksi
ini merupakan salah satu langkah yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Irian Jaya
untuk mengatasi permasalahan yang lahannya menjadi areal konsesi PT Freeport Indonesia
ke Kampung Harapan di Timika. Akan tetapi sukses story relokasi tersebut masih jauh dari
harapan.
KEGIATAN PARTISIPATIF
1. Kegiatan Tim Arsitektur dan Perencanaan Permukiman
Kegiatan ini terkait dengan disain pemukiman, awalnya dimotori oleh bu Tussy Agustine
A.Namun kemudian bu Tusy mendapat penugasan baru, sehingga kemudian masuk staf baru
yakni bu Dwi Abad Tiwi untuk melanjutkan kegiatan tim ini sesuai program kerja. Seperti
diulas oleh bu Tussy, bahwa sejak menjadi pegawai BPPT pada tahun 1979, maka di tahun
1980 ybs ditempatkan dalam kegiatan Permukiman Kembali suku Amungme di Timika yang
bertugas untuk merancang kembali rumah dan lingkungan permukiman suku terasing
Amungme, yang didahului dengan melakukan semacam survei baik literatur maupun di
lapangan tentang bentuk rumah dan lingkungan hunian. Suku Amungme adalah suku yang
dulunya hidup persis diatas lahan yang kemudian dipakai oleh PT. Freeport, sehingga mereka
harus keluar dari tanahnya yang notabene adalah lahan adat mereka. Mereka dipindahkan ke
permukiman baru yang disediakan Pemerintah Daerah/Pemda yang terletak di Timika yang
berada di dataran rendah dengan suhu panas, padahal di lokasi sebelumnya merupakan
daerah bersuhu dingin. Ditengarai tidak ada semacam survei sosial budaya yang dilakukan
Pemda sebelumnya untuk mengetahui kebiasaan masyarakat lokal. Bentuk rumah dan pola
permukiman yang dibangun adalah mengikuti standard permukiman transmigrasi. Untuk itulah
keahlian bidang arsitektur perencanaan wilayah diminta untuk melihat sebetulnya apa yang
dibutuhkan.
Selanjutnya dilakukan penelitian terbatas terhadap pola, bentuk dan fungsi permukiman suku
Amungme yang berupa rumah yang disebut ‘honai’ yang diletakkan dalam suatu lingkungan
permukiman dengan penataan yang khas. Rumah honai berbentuk bulat tanpa ada ‘bukaan’
yang berfungsi sebagai jendela, dan di dalamnya ada perapian yang berfungsi untuk
menghangatkan penghuninya. Akibatnya asap dari pembakaran terjebak didalam honai
sehingga banyak warga yang terserang penyakit pernapasan. Hasil kajian kemudian
diterjemahkan menjadibentuk rumah dan sistem permukiman yang baru yang sehat.
Sayangnya, menurut Ketua Bappeda Provinsi saat itu - Bapak Sareko, bentuk rumah dan
lingkungan permukiman yang baru itu tidak memungkinkan untuk dibangun karena terlalu
berbeda dengan standard yang ada yaitu seperti perumahan transmigran.
Dalam permukiman ini selain masyarakat suku Amungme menerima rumah sebagai tempat
tinggal yang baru, juga disediakan lahan seluas 2 hektar untuk dijadikan kebun kebutuhan
pangan mereka. Lahan tersebut letaknya tidak jauh dari lokasi permukiman berkisar 0,5 - 2
km.
Selain kegiatan yang rutin dari Perikfi dan Woman Club ditambah lagi dengan pemberian
suplemen bagi ibu dan anak suku Amungme, bahkan terkhir terselenggara kursus jahit
menjahit untuk masyarakat setempat, sehingga diharapkan ketermapilan tersebut dapat
membantu masyarakat suku amungme dalam memenuhi kebutuhan sandangnya.
Sebagaimana disebutkan oleh pk Muchdar dan pak Acep bahwa pada gilirannya telah
terselenggara latihan keterampilan sekolah menjahit, pertukangan lengkap itu sampai kita
memberikan alatnya. Sampai setiap minggunya kami selalu mengecek perkembangannya
sudah sampai mana dan mereka mempunyai progress yang baik.
Di areal Tesfarm dan Demplot ini dipelihara bibit tanaman pangan yang akan diintroduksikan
di areal test farm dan kebun penduduk, tersedia kandang ternak untuk memperkenalkan jenis
ternak dan cara pemeliharaannya, tersedia kolam ikan yang tujuannya untuk menggabungkan
air dari jebakan jebakan genangan kedalam kolam tersebut dan ditanami ikan yang mampu
memanfaatkan jentik nyamuk sebagai salah satu sumber pakannya, sehingga ditanam jenis
ikan nila.
Pada kenyataannya tugas yang diberikan pada kegiatan Timika diberikan secara utuh
atau dengan kata lain apaadanya. Oleh karena itu kami berusaha untuk mencari kultur mereka
seperti apa. Dimana Timika merupakan turunan dari tujuh lembah, sehingga setelah
kedatangan kami mereka berminat untuk mencari perkerjaan, jadi hal yang menarik dari kasus
Timika adalah sebenarnya bukan kita yang memberikan transmigrasi tetapi mereka
melakukan imigrasi/ datang dengan sendirinya. Bukan hanya dari daerah orang-orang
Amungme yang turun untuk mencari kerja tetapi orang-orang sekitar seperti Komoro, bahkan
dari Ambon yaitu Kai. Dengan banyaknya orang-orang berdatangan sehingga Timika dapat
menjadi kota, mungkin karena itulah yang menjadi daya tariknya.
Seperti disampaikan oleh pk Sabaruddin, awalnya Timika di rancang oleh Pak Darmawan
Sudewo untuk menjadi pusat produksi pertanian, karena inilah yang membuat diadakannya
studi untuk pemasaran. Untuk studi pemasaran yang kami lakukan tidak hanya ke Freeprot
melainkan sampai ke Wamena, pada saat itu Wamena merupakan kota besar. Ini bertujuan
untuk melihat dapak yang terjadi apabila sudah ada kota lain yang menjadi tempat produksi
sayuran dan kita ingin juga memproduksi sayuran. Dengan tujuan tersebut didatangkanlah
pakar ekonomi untuk menghubungkan apa yang akan terjadi. Kami juga sempat membuat
sekolah, ada sekolah menjahit, sekolah tukang dimana ini dilakukan oleh Tim Pak Wahono.
Selain itu kami juga membuat pusat kesehatan dan memperbaiki gizi masyarakat, karena itu
kami mempunyai hall untuk menampung kegiatan tersebut.
Pada kenyataannya saat di Timika terdapat perbedaan antara yang orang-orang diatas dan
dilapangan sehingga terjadi miskomunikasi. Dimana saya berfikir keinginan Pak Darmawan itu
sudah seperti yang diinginkan oleh Pak Narere akan tetapi tidak sampai ke kami selaku orang
dilapangan. Saat didatangkan tractor dan itu bukan atas permintaan dari kita mengakibatkan
kita selaku orang dilapangan bingung untuk tujuan apa tractor sampai didatangkan kesini.
5. Kegiatan Tim Perikanan.
Kegiatan Perikanan yang dimotori oleh pk Yudhi Soetrisno Garno, disesuaikan dengan Rapat
Kerja di Tembagapura yaitu untuk memperkenalkan kepada mereka masyarakat suku
Amungme yang dimukimkan kembali di Timika cara-cara membudidaya ikan, karena meraka
adalah orang-orang yang tinggal di dataran tinggi, mereka tidak mengerti tentang perikanan,
pertanian, ini yang membuat mereka tidak makan ikan, melainkan memakan babi. Mereka
adalah orang-orang yang belum mengenal apa itu teknologi, yang mereka tauhanya
memburu, dan mengumpul, mereka tidak pernah menanam, memelihara jadi semuanya
adalah kehendak tuhan yetut (yesus).
Tugas yang diberikan kepada saya adalah menyeberluaskan ikan-ikan yang dapat dibiarkan
tetap hidup. Terpilihlah ikan Mujaer sebagai bibit ikan yang akan disebarkan digenangan-
genangan air. Genangan-genangan air yang diisi ikan bertujuan sebgai persediaan protein
dan juga untuk membunuh jentik-jentik nyamuk. Terdapat beberapa kejadian lucu pada saat
melakukan kegiatan tersebut, waktu itu saya bersama rekan saya berinisiatif membikin kolam
yang berisikan ikan berada di tengah-tengah rumah, kemudian kolam tersebut akan
digunakan untuk menyedot air, sehingga apabila hujan datang ari dapat tertampung di kolam
tersebut. Dengan bentuk kolam seperti margin membuat ikan dapat masuk, Alhamdulillah ikan
dapat tumbuh dengan baik dan banyak. Sewaktu ketika bapak mentri datang untuk meninjau
kegitan yang dilakukan, saat itu beliau melihat kolam yang terletak di tengah rumah, dengan
mengomel beliau berkata “ini nih yang bisa bikin nyamuk.” ujarnya. Padahal kolam tersebutu
dimaksudkan untuk membunuh jentik nyamuk dan dengan keberadaan kolan dapat menyedot
air disekitarnya sehingga rumah-rumah disekitarnya aman dari timbulnya jentik-jentik nyamuk.
Gambar-13. Kolam teratai (latar depan Gambar) di kawasan kampung Harapan, kolam
pengumpul air dari selokan sekitar permukiman, tempat ikan nila tumbuh
yang sekalian dibuat sedalam sumur untuk tempat beranaknya ikan. Saat waktu penghujan
tiba, ikan yang dibarkan pada sumur dapat naik sehingga ikan dapat berenang kemanapun
sesuka hatinya. Karena tujuan dari penyebaran ikan ada 2 yaitu untuk dimakan dan untuk
menghilangkan jentik nyamuk, maka kalau ikan belum banyak jangan dulu ditangkap.
Ditulislah tujuan tersebut menggunakan bahasa setempat. Dimana bahasa setempat tersebut
bila diterjemahkan menjadi “ikan datang nyamuk terbang”. Perkembangbiakan ikan sangatlah
baik akan tetapi presepsi rakyat setempat berbeda, mereka itu mengira “dilarang makan ikan
karena ikan untuk membasmi nyamuk.” Dan ikan itu dianggapnya seperti tuah jadi dilarang
untuk memakan ikan. Padahal maksud dari tulisan tersebut adalah ikan boleh ditangkap
apabila ikan sudah besar-besar.
Adapula program yang dipersiapkan adalah dengan memelihara lebah. Akan tetapi saat saya
mendatangi lokasinya hanya ada kotak-kotaknya dan lebah-lebahnya tidak ada, memang
untuk perternakan dirasa cukup susah. Sempat datang keinginan PT. Freeport untuk
berternak Sapi perah karena daerah mereka yang dingin sehingga bagus untuk
perkembangan Sapi, akan tetapi sumber makanan (rumput) yang dibutuhkan tergolong susah
untuk dicari.
7. Kegiatan Pelatihan Keterampilan.
Saya ditugaskan pertama kali bulan September tahun 1985. Saya ditugaskan bersama 5
orang (saya, Pak Suktno, Alm. Pak Hamzah Asmara, Toguh Datoek Simanungkalit, Alm. Pak
Sujito, dan satu orang Batak). Kegiatan yang dilakukan pertama kali yaitu menyebarkan ikan
di rawa-rawa, dimana ikan jenis Nila merah dibawa dari Jakarta sebagai salah satu program
perikanan sebagaimana telah diuatarakan diatas pada rencana kegiatan perikanan.
Penyebaran ikan pertama kali dilakukan di tiga lokasi, 1) Daerah Kumki Lama, terdapat
perkampungan yang cukup besar., 2) Daerah Kuamki Baru (Kampung Harapan), yang terdiri
dari 2 pemukiman, pertama pemukiman suku gunung, yakni suku Amungme dan kedua
pemukiman suku pantai Koprapoka, dan, Untuk suku gunung memang mereka tinggal di
sekitar Kawasan PT. Freeport sehingga mengganggu, tetapi untuk Koperapoka mereka
adalah orang pantai untuk mencari makan (sagu dan ikan), bisa setiap seminggu sekali turun
kepantai membawa semua yang dimiliki dan hanya meninggalkan lahan kosong. Perbedaan
mencolok dapat dilihat dari ukuran tubuh mereka dan aroma yang dikeluarkan dari tubuh.
Kalau suku Koperapoka poka memiliki ciri khas aroma bau tubuh yang tajam, sedangkan
untuk suku gunung aroma tubuh mereka apek seperti tikus tanah.
Kegiatan yang kami lakukan dibagi menjadi beberapa katagori untuk katagori
kesehatan dan anak-anak kami berkerjasama dengan para istri dari karyawan PT. Freeport
yang dilakukan setiap minggunya sebanyak 2 kali yaitu pada hari Selasa dan hari Jum’at.
Sedangkan kegiatan yang dilakukan untuk laki-laki dilakukan kegiatan berupa test farm yang
mengajarkan bagaimana cara berkebun dari mulai menanam, merawat, sampai panen.
Disana juga terdapat kebun Nanas yang dimiliki oleh Pak Bono, akan tetapi sampai beberapa
tahun pohon Nanas tersebut tidak kunjung berbuah sehingga kalau ada yang datang dan
menanyakan tentang kebun Nanas ini maka akan dijawab “ini adalah contoh Nanas jantan
yang tidak berbuah”.
Dari segi etos kerja yang dimiliki orang Amungme, mereka dikatagorikan sangat
rendah karena saat saya melihat mereka mau berkerja tapaisaat saya sedang tidak ditempat
mereka hanya diam seperti patung dan mereka kuat bertahan dengan posisi itu selama
berjam-jam. Dengan keadaan tersebut maka saya mengusulkan ini tidak bisa kita terapkan
kepada bapak-bapak harus remaja-remajanya karena akan susah merubahnya. Dari sanalah
pelatihan kembali dibuat dengan sasaran para remaja. Dan diadakan pelatihan mengenai
pertukangan untuk remaja laki-laki dilaksanakan dengan berkerjasama oleh PLK Manokowari,
dan pelatihan menjahit dilakukan sebagai kegiatan untuk remaja perempuannya.
Kegiatan yang dilakukan sangatlah banyak. Kalau kegiatan dari perternakan sudah
dibuatkan pagar untuk menampung hewan ternak, pada saat itu hewan yang datang ada
Kambing 40 ekor, Sapi 3 ekor, dan kelinci. Akan tetapi untuk Kelinci mereka banyak yang
hilang karena diambil untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Dengan jumlah kambing yang
semakin banyak saya berinisiatif untuk membagikan hewan tersebut ke Kwamkilama dan
Kwamkibaru. Pada akhirnya pembagian hewan dilakukan dengan sistem bagi hasil dengan
cara apabila sudah beranak 4 sampai 5 kali maka indukkannya akan diambil.
Kesimpulannya 1) Mereka ingin pergi, tetapi mereka tidak ingin apabila tempatnya
diganggu., 2) Mereka sudah tidak ganggu PT. Freeport., 3) Dalam konteks capacity building
tidak sertamerta merubah, karena ini termasuk kultur dan dibutuhkan waktu berapa kali
musim. Hal ini yang membuat kita tidak siap, karena proses perubahan mendasar dari kondisi
digunung ke dataran rendah, ini yang membuat kita tidak siapnya karena harus lama-lama
mempelajari., 4) Perkembangan dari test fam hanya berkembang bagi para pendatang., 5)
Mereka sudah mengenal pasar dengan menjual hasil kebun yang mereka tanam.