Anda di halaman 1dari 18

PEMUKIMAN KEMBALI SUKU AMUNGME DI KAMPUNG HARAPAN, TIMIKA,

KECAMATAN MIMIKA TIMUR, KABUPATEN FAKFAK,PROPINSI IRIAN JAYA

Gambar-1. Lokasi Pemukiman Kembali Suku Amungme di Kampung Harapan,Timika,


Kecamatan Mimika Timur, Kabupaten Mimika, Propinsi Papua (dh. Kecamatan
Mimika Timur, Kabupaten Fakfak, Propinsi Irian Jaya)

PENDAHULUAN
Partisipasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)ini merupakan salah satu cikal
bakal kegiatan pengelolaan lingkungan Direktorat Pengembangan Teknologi BPPT pada
kurun waktu tahun 1980-1988, bermula karena adanya permintaan dari Pemerintah Daerah
Propinsi Irian Jaya dan PT. Freeport Indonesia kepada pemerintah pusat untuk membantu
menyelesaikan permasalahan terkait(a) suku Amungme yang hidup disekitar kegiatan
penambangan PT. Freeport Indonesia yang dinilai mengganggu mengganggu aktifitas
penambangan dan (b) terkait permukiman kembali suku Amungme yang hak ulayatnya
sebagian digunakan oleh kegiatan penambangan tembaga PT Freeport Indonesia.

Gambar-2. Lokasi Pemukiman Kembali Suku Amungme di Kampung Harapan, Timika dan
Tempat asal mereka di Lembah sekitar Tembagapura,
Suku Amungme merupakan salah satu penduduk asli Irian Jaya yang mendiami lembah-
lembah di Selatan Gunung Jaya Wijaya sampai menjelang pantai Selatan Irian Jaya yang
daerahnya masih memiliki ciri lahan berbatu sebagai hak ulayatnya, sedangkan lahan yang
tidak berbatu, lahan rawa sampai ke pantai selatan merupakan daerah hak ulayat suku pantai
yang salah satunya disebut orang Koperapoka. Suku Amungme yang tinggal di sekitar areal
tambang dan kota tambang “Tembagapura” itulah yang direlokasi dan dimukimkan kembali di
Kampung Harapan, Timika. Dulu, Kampung Harapan itu, terletak di desa Timika, Kecamatan
Mimika Timur, Kabupaten Fakfak, propinsi Irian Jaya, yang selanjutnya terjadi pemekaran
propinsi Irian Jaya menjadi Propinsi Papua dan Propinsi Papua Barat, sehingga Kampung
Harapan, Kecamatan Mimika Timur, semula masuk kedalam wilayah administrasi Kabupaten
Fakfak, selanjutnya menjadi bagian dari Kabupaten Mimika, Propinsi Papua. Upaya reloaksi
ini merupakan salah satu langkah yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Irian Jaya
untuk mengatasi permasalahan yang lahannya menjadi areal konsesi PT Freeport Indonesia
ke Kampung Harapan di Timika. Akan tetapi sukses story relokasi tersebut masih jauh dari
harapan.

KEGIATAN UTAMA MEMBANGUN KEHIDUPAN SUKU AMUNGME


Beberapa hal yang menjadi kendala memukimkan kembali suku Amungme di Timika, antara
lain sebagai berikut :
1) Adanya perbedaan letak geografis antara daerah Tembagapura (di dataran tinggi)
dengan Timika (di dataran rendah) dari suasana lingkungan yang dingin di tempat
asal, berpindah ke daerah baru yang suasana lingkungannya panas.
2) Latar belakang suku Amungme yang terbiasa hidup nomaden atau berpindah tempat,
sehingga tidak terbiasa untuk bertani secara tetap.
3) Bentuk bangunan yang disediakan Pemerintah untuk merelokasi berupa rumah
standard untuk transmigran yang berbeda dengan bentuk rumah adat mereka,
4) Daerah Timika yang banyak genangan atau rawa merupakan daerah berkembang-
biaknya nyamuk Anophelespenyebarpenyakit malaria, yang membuat lebih dari 90%
suku Amungme terjangkit malaria.,
Dari permasalahan tersebut Pemerintah menugaskan BPPT untuk dapat membantu
menyelesaikan persoalan yang terjadi. Untuk itu, dibentuklah Tim yang terdiri dari
berbagai bidang keahlian seperti: arsitektur dan perencanaan wilayah, pertanian,
perikanan, perternakan, sanitasi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Dengan
melibatkan berbagai bidang keahlian tersebut, diharapkan dapat menyelesaikan
permasalahan secara komprehensif. Masing-masing bidang mempunyai tugas dan
perannya, misalnyabidang arsitektur perencanaan wilayah bertugas merancang kembali
pola dan bentuk permukiman yang mengacu dan memperbaiki kekurangan dari kondisi
rumah terdahulu yang merupakan rumah adat.
Pemenuhan personil kegiatan dari BPPT, pada tahap awal hanya berasal dari Direktorat
Pengembangan Teknologi, yakni Pk.Dermawan Sudewo semacam pimpro; pk Rosyied
Hariyadi sebagai Koordinator Pelaksana; pk Muchdar Efendi, bu Tusy Agustine, pk
Sabaruddin Wagiman, pk Yudhi S Garno, pk Henky Henanto,pk Wage Komarawidjaja, pk
Pudji Pranoto, pk Firman Laili Sahwan, dan pk Kusno Wibowo sebagai anggota. Jumlah
anggota tim ini sesuai kebutuhan pelaksanaan kegiatan terus bertambah baik dari
Direktorat BangTek sendiri maupun dari Direktorat lain di BPPT, dari Bangtek bu Titi
Makarim, bu Dwi Abad Tiwi, bu Ira, pk Haryanto Pusponegoro, pk Feddy Surynto, pk
Acep Waluyo, pk Syahmir Nasution (Alm.) dan pk Adi Adlan, dari Ilmu dasar dan Terapan
pk Sumarsono, pk Wahono, bu Aisyah Bau Kuneng, bu Istining dan pk Zatnika. Sebagai
senior scientis dari IPB, pk Prof Satari, pk Fred Rumawas, bu Sri Setiyati Haryadi dan pk
Prof Sumardi, dari UI, dari ITB, dari Unpati pk J.L Nanere, pk G.Louhanapesy, pk
Turukay, dari Uncen pk Ayamiseba, pk Jack Kusoy, pk Mudjiatno dan pk Noris
Pangemanan dari Goverment Relation (Govrel) Freeport Indonesia, Perikfi dan Woman
Club. Dengan berjalannya waktu, selain bertambah personil, terjadi pula pengurangan
personil karena ditugaskan ke bagian lain seperti bu Tussy Agustine, pk Rosied Hariyadi
dan pk Henky Henanto.

Gambar-3. Beberapa Tokoh “Pejuang” Proyek Pemukiman Kembali di Timika


Untuk menetapkan program kerja kegiatan pemukiman kembali, terlebih dahulu
mengadakan Workshop atau Rapat Kerja penyelarasan program pelaksanaan
pemukiman kembali suku Amungme di Timika yang dihadiri oleh pihak Freeport
Indonesia, Pemda Propinsi Irian Jaya,Pemda Kabupaten Fakfak, BPPT, dan nara sumber
dari perguruan tinggi Uncen, IPB, ITB dan Unpati pada akhir tahun 1980, persisnya 5-11
Desember 1980 di Tembagapura, Irian Jaya. Hasil Rapat Kerja tersebut disempurnakan
pada Workshop yang diselenggarakan di BPPT Jakarta pada tahun 1981, sebagai bahan
dalam penyusunan program dan anggaran yang akan diusulkan ke Bappenas.
Gambar-4. Portakamp BPPT di dekat Bandara Timika, tempat tinggal, kantor dan pusat
koordinasi kegiatan lapangan Tim BPPT
Dari hasil rapat kerja tersebut, dapat disimpulkan beberapa hal yang harus menjadi
kegiatan utama dalam rangka merelokasi atau memukimkan kembali suku Amungme ke
Kampung Harapan, yang merupakan kawasan yang sudah disiapkan oleh pemerintah,
sebagai berikut :
1. Kegiatan pertanian, dengan memberikan pengetahuan dan keterampilan bercocok
tanam tanaman pangan, memelihara ternak dan memanfaatkan lingkungan berupa
genangan air sebagai sumber perikanan, diharapkan masyarakat dipemukiman
Kampung Harapan mampu mandiri menyediakan sumber pangan, bahkan mampu
memasok bagi kebutuhan masyarakat sekitarnya.
2. Hunian, mendisain ulang rumah bagi suku Amungme, dalam rangka penyesuaian
dengan adat istiadat semula
3. Kesehatan Masyarakat, memberikan bimbingan Ibu dan Anak terkait kesehatan dan
kecukupan gizi balita.
4. Sanitasi Lingkungan, melakukan bimbingan dan kegiatan penataan lingkungan untuk
mencapai pemahaman persepsi sanitasi lingkungan yang baik.
5. Evaluasi, unhtuk memberikan gambaran sejauhmana kegiatan yang dilakukan telah
menunjukkan trend lebih baik, lebih maju dari suku Amungme.

KUNJUNGAN KEPALA BPPT KE TIMIKA


Pada awal kegiatan pemukiman kembali telah dimulai, Bapak Menristek/Kepala BPPT
melakukan kunjungan ke Timika, meninjau kondisi dan kemajuan-kemajuan yang dicapai
dalam mendukung upaya pemukiman kembali.
Gambar-5. Kunjungan Bpk Prof. B. J. Habibie ke Lokasi Kegiatan Pemukiman Kembali
suku Amungme di Timika, Latar Belakang Portacamp BPPT

KEGIATAN PARTISIPATIF
1. Kegiatan Tim Arsitektur dan Perencanaan Permukiman
Kegiatan ini terkait dengan disain pemukiman, awalnya dimotori oleh bu Tussy Agustine
A.Namun kemudian bu Tusy mendapat penugasan baru, sehingga kemudian masuk staf baru
yakni bu Dwi Abad Tiwi untuk melanjutkan kegiatan tim ini sesuai program kerja. Seperti
diulas oleh bu Tussy, bahwa sejak menjadi pegawai BPPT pada tahun 1979, maka di tahun
1980 ybs ditempatkan dalam kegiatan Permukiman Kembali suku Amungme di Timika yang
bertugas untuk merancang kembali rumah dan lingkungan permukiman suku terasing
Amungme, yang didahului dengan melakukan semacam survei baik literatur maupun di
lapangan tentang bentuk rumah dan lingkungan hunian. Suku Amungme adalah suku yang
dulunya hidup persis diatas lahan yang kemudian dipakai oleh PT. Freeport, sehingga mereka
harus keluar dari tanahnya yang notabene adalah lahan adat mereka. Mereka dipindahkan ke
permukiman baru yang disediakan Pemerintah Daerah/Pemda yang terletak di Timika yang
berada di dataran rendah dengan suhu panas, padahal di lokasi sebelumnya merupakan
daerah bersuhu dingin. Ditengarai tidak ada semacam survei sosial budaya yang dilakukan
Pemda sebelumnya untuk mengetahui kebiasaan masyarakat lokal. Bentuk rumah dan pola
permukiman yang dibangun adalah mengikuti standard permukiman transmigrasi. Untuk itulah
keahlian bidang arsitektur perencanaan wilayah diminta untuk melihat sebetulnya apa yang
dibutuhkan.
Selanjutnya dilakukan penelitian terbatas terhadap pola, bentuk dan fungsi permukiman suku
Amungme yang berupa rumah yang disebut ‘honai’ yang diletakkan dalam suatu lingkungan
permukiman dengan penataan yang khas. Rumah honai berbentuk bulat tanpa ada ‘bukaan’
yang berfungsi sebagai jendela, dan di dalamnya ada perapian yang berfungsi untuk
menghangatkan penghuninya. Akibatnya asap dari pembakaran terjebak didalam honai
sehingga banyak warga yang terserang penyakit pernapasan. Hasil kajian kemudian
diterjemahkan menjadibentuk rumah dan sistem permukiman yang baru yang sehat.
Sayangnya, menurut Ketua Bappeda Provinsi saat itu - Bapak Sareko, bentuk rumah dan
lingkungan permukiman yang baru itu tidak memungkinkan untuk dibangun karena terlalu
berbeda dengan standard yang ada yaitu seperti perumahan transmigran.
Dalam permukiman ini selain masyarakat suku Amungme menerima rumah sebagai tempat
tinggal yang baru, juga disediakan lahan seluas 2 hektar untuk dijadikan kebun kebutuhan
pangan mereka. Lahan tersebut letaknya tidak jauh dari lokasi permukiman berkisar 0,5 - 2
km.

2. Kegiatan Tim Sanitasi Lingkungan


Kegiatan ini terkait bagaimana merencanakan dan mengelola sanitass lingkungan di kawasan
pemukiman kembali suku Amungme dan sekitarnya. Kegiatan ini dipimopin oleh pk Pudji
Pranoto yang berlatar belakang teknik lingkungan ITB. Sebagaimana yang diungkapkan oleh
pk Pudji Pranoto, bahwa kegiatan ini pertama kali dilakukan pada tahun 1980 yang ditugaskan
untuk pembuatan sanitasi sehingga yang ada di pikiran saya hanya bagaimana cara
menyediakan air. Sehingga saya merencanaan untuk membuat satu sumur di setiap rumah.
Dengan menyiapkan pasokan air menggunakan pompa, saya berfikir tidak membutuhkan
galian yang terlalu dalam. Permasalahan yang terjadi adalah baru saja rencana tetapi sudah
dipatahkan oleh Pak Narere dengan berkata “loh kenapa Cuma begini saja?” karena beliau
beranggapan bahwa inikan akan dijadikan kota, padahal ini adalah desa di bawah desa lebih
tepatnya. Karena beliau ingin dibuat dengan pipa saya berujar itu perkotaan, kalau perkotaan
saya sanggup membuatnya tapi kasus disinikan berbeda yang ada malah membuang-buang
pada akhirnya.
Suatu ketika pernah juga saat saya igin mengetahui seberapa dalam yang dibutuhkan untuk
dapat mengeluarkan air, maka saya membuat satu di Gedung serbaguna. Ternyata setelah
dicoba sampai kedalaman 4-5meter belum juga airnya mengalir. Sampai dicoba juga oleh
orang-orang Freeport, memang airnya tidak kunjung mengalir. Sampai pada akhirnya Nicholas
Decniy selaku wakit kepala desa meminta izin untuk distop dulu dan dia berdoa sambil
mengetuk-ngetukkan tongkat dan berputar berkeliling disekitaran pompa. Setelah beliau
selesai melakukan ritual, beliau meminta saya untuk mencoba memompa kembali dan setelah
saya coba airnya mengalir. Sampai saya berfikir wah takut ini jinnya.

3. Kegiatan Tim Kesehatan dan Gizi Masyarakat


Meskipun program disusun oleh BPPT tapi pada awal kegiatan ini diisi oleh Perkumpulan
Isteri Karyawan Freeport Indonesia dikenal Perikfi dan Ibu-ibu karyawan Freeport dari
kebangsaan Asing dikenal Woman Club. Kegiatan ini dikoordinir oleh Manager Development
Area pk Noris Pangemanan. Intinya kegiatan ini untuk menerapkan segi segi PKK, seperti
masak memasak yang higienis untuk Ibu-Ibu suku Amungme di areal pemukiman kembali dan
Kesehatan Balita anak-anak suku Amungme. Setelah Tim BPPT lengkap dengan Tim
KesMas yang terdiri dari pk Sumarsono, pk Wahono, bu Aisyah Bau Kuneng, bu Istini dan pk
Zatnika, Tim ini bergabung dengan tim dari Perikfi dan Woman Club yang secara bersama
sama menyelenggarakan kegiatan terutama terhadap balita dan ibu-ibu suku Amungme di
pemukiman kembali dan sekitarnya.

Gambar-6. Salah satu Gambaran, resipien asal suku Amungme,


mendapat bantuan kegiatan kesehatan dan gizi.

Gambar-7. Gambaran, Kondisi Anak-anak suku Amungme,


mendapat bantuan kegiatan kesehatan dan gizi.

Selain kegiatan yang rutin dari Perikfi dan Woman Club ditambah lagi dengan pemberian
suplemen bagi ibu dan anak suku Amungme, bahkan terkhir terselenggara kursus jahit
menjahit untuk masyarakat setempat, sehingga diharapkan ketermapilan tersebut dapat
membantu masyarakat suku amungme dalam memenuhi kebutuhan sandangnya.
Sebagaimana disebutkan oleh pk Muchdar dan pak Acep bahwa pada gilirannya telah
terselenggara latihan keterampilan sekolah menjahit, pertukangan lengkap itu sampai kita
memberikan alatnya. Sampai setiap minggunya kami selalu mengecek perkembangannya
sudah sampai mana dan mereka mempunyai progress yang baik.

Gambar-8. Salah satu anggota woman club berpartisipasi


Membantu kegiatan kesehatan dan gizi.

4. Kegiatan Tim Pertanian


Kegiatan pertanian ini dimotori oleh beberapa tenaga ahli seperti bidang pertanian pangan pk
Muchdar E.dan pk Sabaruddin W, bidang peternakan pk Wage Komarawidjaja dan pk Firman
Laili Sahwan, serta bidang perikanan pk Yudhi S Grano.
Kegiatan pertanian ini dilaksanakan dengan mempersiapkan areal testfarm dan demplot
sebagai sarana alih informasi dan alih teknologi bidang pertanian secara umum kepada
masyarakat yang dimukimkan di kampung Harapan dan masyarakat sekitarnya dengan cara
learning by doing, masyarakat tersebut kerja praktek di areal test farm dan demplot.

Gambar-9. Suasana Pagi melakukan absensi masyarakat yang mengikuti kegiatan


Learning by Doing di Lookasi Tesfarm di Kampung Harapan
Gambar-10. Traktor, untuk mekanisasi pertanian ? di Lokasi Tesfarm di KampungHarapan

Di areal Tesfarm dan Demplot ini dipelihara bibit tanaman pangan yang akan diintroduksikan
di areal test farm dan kebun penduduk, tersedia kandang ternak untuk memperkenalkan jenis
ternak dan cara pemeliharaannya, tersedia kolam ikan yang tujuannya untuk menggabungkan
air dari jebakan jebakan genangan kedalam kolam tersebut dan ditanami ikan yang mampu
memanfaatkan jentik nyamuk sebagai salah satu sumber pakannya, sehingga ditanam jenis
ikan nila.

Gambar-11. Lokasi Tesfarm di Kampung Harapan, dengan latar belakang


Lokasi Pemukiman Kembali suku Amungme

Pada kenyataannya tugas yang diberikan pada kegiatan Timika diberikan secara utuh
atau dengan kata lain apaadanya. Oleh karena itu kami berusaha untuk mencari kultur mereka
seperti apa. Dimana Timika merupakan turunan dari tujuh lembah, sehingga setelah
kedatangan kami mereka berminat untuk mencari perkerjaan, jadi hal yang menarik dari kasus
Timika adalah sebenarnya bukan kita yang memberikan transmigrasi tetapi mereka
melakukan imigrasi/ datang dengan sendirinya. Bukan hanya dari daerah orang-orang
Amungme yang turun untuk mencari kerja tetapi orang-orang sekitar seperti Komoro, bahkan
dari Ambon yaitu Kai. Dengan banyaknya orang-orang berdatangan sehingga Timika dapat
menjadi kota, mungkin karena itulah yang menjadi daya tariknya.
Seperti disampaikan oleh pk Sabaruddin, awalnya Timika di rancang oleh Pak Darmawan
Sudewo untuk menjadi pusat produksi pertanian, karena inilah yang membuat diadakannya
studi untuk pemasaran. Untuk studi pemasaran yang kami lakukan tidak hanya ke Freeprot
melainkan sampai ke Wamena, pada saat itu Wamena merupakan kota besar. Ini bertujuan
untuk melihat dapak yang terjadi apabila sudah ada kota lain yang menjadi tempat produksi
sayuran dan kita ingin juga memproduksi sayuran. Dengan tujuan tersebut didatangkanlah
pakar ekonomi untuk menghubungkan apa yang akan terjadi. Kami juga sempat membuat
sekolah, ada sekolah menjahit, sekolah tukang dimana ini dilakukan oleh Tim Pak Wahono.
Selain itu kami juga membuat pusat kesehatan dan memperbaiki gizi masyarakat, karena itu
kami mempunyai hall untuk menampung kegiatan tersebut.

Gambar-12. Demontrasi Proses pasca panen kacang Tanah bertempat di


halaman depan portacamp BPPT TImika

Pada kenyataannya saat di Timika terdapat perbedaan antara yang orang-orang diatas dan
dilapangan sehingga terjadi miskomunikasi. Dimana saya berfikir keinginan Pak Darmawan itu
sudah seperti yang diinginkan oleh Pak Narere akan tetapi tidak sampai ke kami selaku orang
dilapangan. Saat didatangkan tractor dan itu bukan atas permintaan dari kita mengakibatkan
kita selaku orang dilapangan bingung untuk tujuan apa tractor sampai didatangkan kesini.
5. Kegiatan Tim Perikanan.
Kegiatan Perikanan yang dimotori oleh pk Yudhi Soetrisno Garno, disesuaikan dengan Rapat
Kerja di Tembagapura yaitu untuk memperkenalkan kepada mereka masyarakat suku
Amungme yang dimukimkan kembali di Timika cara-cara membudidaya ikan, karena meraka
adalah orang-orang yang tinggal di dataran tinggi, mereka tidak mengerti tentang perikanan,
pertanian, ini yang membuat mereka tidak makan ikan, melainkan memakan babi. Mereka
adalah orang-orang yang belum mengenal apa itu teknologi, yang mereka tauhanya
memburu, dan mengumpul, mereka tidak pernah menanam, memelihara jadi semuanya
adalah kehendak tuhan yetut (yesus).
Tugas yang diberikan kepada saya adalah menyeberluaskan ikan-ikan yang dapat dibiarkan
tetap hidup. Terpilihlah ikan Mujaer sebagai bibit ikan yang akan disebarkan digenangan-
genangan air. Genangan-genangan air yang diisi ikan bertujuan sebgai persediaan protein
dan juga untuk membunuh jentik-jentik nyamuk. Terdapat beberapa kejadian lucu pada saat
melakukan kegiatan tersebut, waktu itu saya bersama rekan saya berinisiatif membikin kolam
yang berisikan ikan berada di tengah-tengah rumah, kemudian kolam tersebut akan
digunakan untuk menyedot air, sehingga apabila hujan datang ari dapat tertampung di kolam
tersebut. Dengan bentuk kolam seperti margin membuat ikan dapat masuk, Alhamdulillah ikan
dapat tumbuh dengan baik dan banyak. Sewaktu ketika bapak mentri datang untuk meninjau
kegitan yang dilakukan, saat itu beliau melihat kolam yang terletak di tengah rumah, dengan
mengomel beliau berkata “ini nih yang bisa bikin nyamuk.” ujarnya. Padahal kolam tersebutu
dimaksudkan untuk membunuh jentik nyamuk dan dengan keberadaan kolan dapat menyedot
air disekitarnya sehingga rumah-rumah disekitarnya aman dari timbulnya jentik-jentik nyamuk.

Gambar-13. Kolam teratai (latar depan Gambar) di kawasan kampung Harapan, kolam
pengumpul air dari selokan sekitar permukiman, tempat ikan nila tumbuh

yang sekalian dibuat sedalam sumur untuk tempat beranaknya ikan. Saat waktu penghujan
tiba, ikan yang dibarkan pada sumur dapat naik sehingga ikan dapat berenang kemanapun
sesuka hatinya. Karena tujuan dari penyebaran ikan ada 2 yaitu untuk dimakan dan untuk
menghilangkan jentik nyamuk, maka kalau ikan belum banyak jangan dulu ditangkap.
Ditulislah tujuan tersebut menggunakan bahasa setempat. Dimana bahasa setempat tersebut
bila diterjemahkan menjadi “ikan datang nyamuk terbang”. Perkembangbiakan ikan sangatlah
baik akan tetapi presepsi rakyat setempat berbeda, mereka itu mengira “dilarang makan ikan
karena ikan untuk membasmi nyamuk.” Dan ikan itu dianggapnya seperti tuah jadi dilarang
untuk memakan ikan. Padahal maksud dari tulisan tersebut adalah ikan boleh ditangkap
apabila ikan sudah besar-besar.

6. Kegiatan Tim Peternakan.


Kegiatan Peternakan disusun oleh pk Wage Komarawidjaja dan pk Firman Laili Sahwan.
Pada awalnya masing-masing berperan menyiapkan ternak dan kesehatan ternak pk Komara
dan menkaji potensi pakan ternak pk Firman. Karena saya dibagian ternak saya mencari
hewan apa saja yang dapat disiapkan. Akan tetapi untuk mengadakan hewan ternak saya
perlu terbang sampai ke Marauke. Sesampainya disana hewan yang akan diternakkan berupa
kambing. Setelah deal saya berkoordinasi dengan orang lapangan (Pa Yopi), namun
terkendala beberapa hal untuk mendatangkan kambing karena transportasi dan jadwal kapal.
Kemudian dilaporkan ke Pimpro di Jakarta, pada akhirnya tahun 1986 berhasil dikirim dari
Jayapura beberapa ekor ternak seperti dilaporkan oleh pk Acep Waluyo. Sementara fasilitas
kandang, sudah dipersiapkan tinggal diisi oleh ternak yang perlu didatangkan dari luar daerah
Timika.
Hewan ternak berhasil didatangkan pada zaman Pak Henanto Pimpro tahun 1986 setelah
masa waktu perencanaan telah habis, dimana perencanaan mendatangkan hewan ternak
dilakukan pada tahun 1982-1985. Permasalahan ini salah satunya diakibatkan oleh koordinasi
yang kurang. Meskipun akhirnya masuk ternak yang dikirim dari JayapuraKambing 40 ekor,
Sapi 3 ekor, dan kelinci.

Gambar-14. Contoh Ternak Intorduksi di Kawasan Pemukiman Kembali, kampung Harapan,


ternak Sapi, ternak Kambing dan Kelinci

Adapula program yang dipersiapkan adalah dengan memelihara lebah. Akan tetapi saat saya
mendatangi lokasinya hanya ada kotak-kotaknya dan lebah-lebahnya tidak ada, memang
untuk perternakan dirasa cukup susah. Sempat datang keinginan PT. Freeport untuk
berternak Sapi perah karena daerah mereka yang dingin sehingga bagus untuk
perkembangan Sapi, akan tetapi sumber makanan (rumput) yang dibutuhkan tergolong susah
untuk dicari.
7. Kegiatan Pelatihan Keterampilan.
Saya ditugaskan pertama kali bulan September tahun 1985. Saya ditugaskan bersama 5
orang (saya, Pak Suktno, Alm. Pak Hamzah Asmara, Toguh Datoek Simanungkalit, Alm. Pak
Sujito, dan satu orang Batak). Kegiatan yang dilakukan pertama kali yaitu menyebarkan ikan
di rawa-rawa, dimana ikan jenis Nila merah dibawa dari Jakarta sebagai salah satu program
perikanan sebagaimana telah diuatarakan diatas pada rencana kegiatan perikanan.
Penyebaran ikan pertama kali dilakukan di tiga lokasi, 1) Daerah Kumki Lama, terdapat
perkampungan yang cukup besar., 2) Daerah Kuamki Baru (Kampung Harapan), yang terdiri
dari 2 pemukiman, pertama pemukiman suku gunung, yakni suku Amungme dan kedua
pemukiman suku pantai Koprapoka, dan, Untuk suku gunung memang mereka tinggal di
sekitar Kawasan PT. Freeport sehingga mengganggu, tetapi untuk Koperapoka mereka
adalah orang pantai untuk mencari makan (sagu dan ikan), bisa setiap seminggu sekali turun
kepantai membawa semua yang dimiliki dan hanya meninggalkan lahan kosong. Perbedaan
mencolok dapat dilihat dari ukuran tubuh mereka dan aroma yang dikeluarkan dari tubuh.
Kalau suku Koperapoka poka memiliki ciri khas aroma bau tubuh yang tajam, sedangkan
untuk suku gunung aroma tubuh mereka apek seperti tikus tanah.
Kegiatan yang kami lakukan dibagi menjadi beberapa katagori untuk katagori
kesehatan dan anak-anak kami berkerjasama dengan para istri dari karyawan PT. Freeport
yang dilakukan setiap minggunya sebanyak 2 kali yaitu pada hari Selasa dan hari Jum’at.
Sedangkan kegiatan yang dilakukan untuk laki-laki dilakukan kegiatan berupa test farm yang
mengajarkan bagaimana cara berkebun dari mulai menanam, merawat, sampai panen.
Disana juga terdapat kebun Nanas yang dimiliki oleh Pak Bono, akan tetapi sampai beberapa
tahun pohon Nanas tersebut tidak kunjung berbuah sehingga kalau ada yang datang dan
menanyakan tentang kebun Nanas ini maka akan dijawab “ini adalah contoh Nanas jantan
yang tidak berbuah”.
Dari segi etos kerja yang dimiliki orang Amungme, mereka dikatagorikan sangat
rendah karena saat saya melihat mereka mau berkerja tapaisaat saya sedang tidak ditempat
mereka hanya diam seperti patung dan mereka kuat bertahan dengan posisi itu selama
berjam-jam. Dengan keadaan tersebut maka saya mengusulkan ini tidak bisa kita terapkan
kepada bapak-bapak harus remaja-remajanya karena akan susah merubahnya. Dari sanalah
pelatihan kembali dibuat dengan sasaran para remaja. Dan diadakan pelatihan mengenai
pertukangan untuk remaja laki-laki dilaksanakan dengan berkerjasama oleh PLK Manokowari,
dan pelatihan menjahit dilakukan sebagai kegiatan untuk remaja perempuannya.
Kegiatan yang dilakukan sangatlah banyak. Kalau kegiatan dari perternakan sudah
dibuatkan pagar untuk menampung hewan ternak, pada saat itu hewan yang datang ada
Kambing 40 ekor, Sapi 3 ekor, dan kelinci. Akan tetapi untuk Kelinci mereka banyak yang
hilang karena diambil untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Dengan jumlah kambing yang
semakin banyak saya berinisiatif untuk membagikan hewan tersebut ke Kwamkilama dan
Kwamkibaru. Pada akhirnya pembagian hewan dilakukan dengan sistem bagi hasil dengan
cara apabila sudah beranak 4 sampai 5 kali maka indukkannya akan diambil.

Gambar-15. Pelatihan Keterampilan Wanita Jahit-menjahit dan Pelatihan Keterampilan


Tukang di Timika.

8. Kegiatan Tim Evaluasi.


Saya bergabung dengan BPPT pada tahun 1986, dimana pada saat wawancara job test
sudah disampaikan bahwa dibutuhkan tenaga untuk kegiatan di Irian (Timika), saya pertama
kali dilibatkan pada tahun 1988, dengan tugas mengevaluasi dari kegiatan yang telah
dilakukan. Tugas tersebut saya kerjakan bersama Bapak Sabar dan Ibu Titiek Makarin.
Adapun Bapak Acep, Bapak Karno, dan Bapak Jaja yang mendampingi saya pergi saat
proses evaluasi. Beberapa hasil evaluasi yang yang dilakukan dari kegitan Timika adalah 1)
Pemukiman, apakah saat disensus menggunakan data yang awal masih ada yang berpindah
dan seberapa jauh perpindahannya., 2) Mewawancara kepada masyarakat, sebenarnya apa
sebab mereka masih berpindah dan apa keinginannya., 3) Program budidaya, dari
permasalahan yang muncul, membuat mereka tidak bisa semata-mata langsung didudukkan
dipemukiman tanpa dibekali dengan capacity building. Sebenarnya mereka semakin lama
semakin menikmati tetapi dibutuhkan waktu. Awal mulanya mereka yang tidak terbiasa panen
dengan pola pemikiran kalau didapat sekian berarti dapat sekian, tidak berfikir akan dapat
berapa yang terpenting bagi mereka, mereka tidak akan kelaparan disepanjang musim. Dari
sanalah mereka mempelajari bagaimana panen, meyimpan, dan menanaman. Dengan
diadakan test fam membuat 1/3 dari mereka menjadi betah untuk tetap tinggal dan yang
lainnya memutuskan tetap pergi, akan tetapi mereka tidak ingin apabila tempatnya di tempati
oleh orang lain.

Gambar-16. Kunjungan Tim Evaluasi Kegiatan Pemukiman Kembali ke Masysrakat Timika,


Pemerintahan Setempat dan Lokasi Kegiatan Pelatihan.

Kesimpulannya 1) Mereka ingin pergi, tetapi mereka tidak ingin apabila tempatnya
diganggu., 2) Mereka sudah tidak ganggu PT. Freeport., 3) Dalam konteks capacity building
tidak sertamerta merubah, karena ini termasuk kultur dan dibutuhkan waktu berapa kali
musim. Hal ini yang membuat kita tidak siap, karena proses perubahan mendasar dari kondisi
digunung ke dataran rendah, ini yang membuat kita tidak siapnya karena harus lama-lama
mempelajari., 4) Perkembangan dari test fam hanya berkembang bagi para pendatang., 5)
Mereka sudah mengenal pasar dengan menjual hasil kebun yang mereka tanam.

Gambar-17. Suasana Kawasan Pemukiman di Timika dulu dan sekarang


9. Kisah-kisah Dibuang Sayang
Sebagai staf BPPT (bu Tusy) yang masih baru, tentu saja penugasan tersebut menjadi
pengalaman berharga dan meninggalkan kesan yang mendalam. Teringat saat membuat
DIPA (Daftar Isian Proyek dan Anggaran) yang tidak jarang sampai malam hari di kantor
dalam keadaan hamil sehingga terlintas untuk memberi nama anak ‘Dipo’, belum lagi
menghadapi pertanyaan suami tentang apa yang saya kerjakan.
Pengalaman lainnya, selain Timika maka daerah lain yang sering dikunjungi adalah
Tembagapura yang terletak pada ketinggian 3000 meter diatas permukaan air laut. Kesan
mendalam dari perjalanan darat menuju Tembagapura, banyak sekali perubahan-perubahan
lingkungan fisik yang dapat diamati karena perubahan ketinggian terutama pada jenis flora,
dari hutan lebat, naik lagi di ketinggian 2000 meter ditemukan jenis flora yang berbeda
menjadi sejenis lumut berwarna hijau, semakin naik lagi keatas warna lumut pun berubah
menjadi warna orange, perubahan yang membuat kekaguman akan kebesaran Tuhan.
Pengalaman sangat terkesan lainnya adalah cara berpakaian suku Amungme yang masih
sangat ‘primitif’ yaitu para lelaki hanya menggunakan koteka dan wanita menggunakan rumbai
rok bawah, padahal kondisi udara sangat dingin khususnya saat mereka bermukim di sekitar
tembagapura yang merupakan tanah adat sebelum dipindahkan. Saya sempat berfikir tentang
betapa tinggi ketahanan tubuh suku Amungme sampai mereka ‘kuat’ tanpa memakai baju.
Hal tersebut kemudian terjawab, rupanya mereka menggunakan semacam lemak binatang
yang dibalurkan ke seluruh tubuh yang berfungsi sebagai penghangat.
Kegiatan keterampilan bercocok tanam yang dilakukan laki-laki dilakukan kegiatan berupa test
fam yang mengajarkan bagaimana cara berkebun dari mulai menanam, merawat, sampai
panen. Disana juga terdapat kebun Nanas yang dimiliki oleh Pak Bono, akan tetapi sampai
beberapa tahun pohon Nanas tersebut tidak kunjung berbuah sehingga kalau ada yang
datang dan menanyakan tentang kebun Nanas ini maka akan dijawab “ini adalah contoh
Nanas jantan yang tidak berbuah”.
Nona Manis ternyata cantik. Kisah pemuda yang ditugaskan ke Timika, saat mendarat di
lapangan terbang Timika banyak pengunjung yang disana dengan tujuan beragam, menunggu
mama datang dari pusat, menunggu pemuda dan gadis pujaannya dengan penuh harap.
Ternyata tampak juga di gerbang keluar sekelompok gadis atau nona dengan pakaian
seadanya, tampak kulitnya menghitam tetapi tampak lembab dibalut lemak babi katanya,
untuk mengurangi rasa dingin. Nona-nona tersebut tampak biasa saja tidak ada yang khas.
Namun hampir tiap hari ketemu mereka simpangan dalam perjalanan ke lokasi kegiatan
testfar dan demplot pertaian proyek pemukiman suku amungme. Waktu berjalan tidak tersasa
sudah hampir tiga bulan, waktunya untuk kembali ke Jakarta setelah tugas negara detasering.
Saat giliran pergantian personil yang tugas di Timika, biasanya mereka sudah datang 1-2
minggu sebelum jadwal tugas. Saat ditanyakan iseng-iseng tentang Nona-nona itu semakin
menarik, saya diusir untuk cepat-cepat balik Jakarta, karna dianggap otak dan pikiran sudah
mulai eror.
Sedangkan kisah pk Acep Waluyo dan pk Sukatno yang rutin ditugaskan di Timika, Irian Jaya
berkesempatan untuk berpartisipasi dengan grup-grup lokal atau karyawan Freeport Indonsia
melakukan pendkian ke puncak salju di Pegunungan Jayawijaya tepatnya di pucak Cartens

Gambar-18. Disamping melakukan kegiatan utama pembinaan Masyarakat, Darah Muda


(Sdr.Acep Waluyo dan Sukatno melakukan kegiatan olah raga minat mendaki
Gunung Es Cartenz Puncalk Jaya
Mereka adalah salah dua orang tim penugasan ke kegiatan Proyek Timika, yang berhasil
mendaki dan menundukan puncak gunung es abadi di Papua.

Perangkum: WAGE KOMARAWIDJAJA


Kontributor :
pk Rosyied Hariyadi, pk Muchdar Efendi, bu
Tusy Agustine, pk Sabaruddin Wagiman, pk
Yudhi S Garno, pk Wage Komarawidjaja, pk
Pudji Pranoto, pk Firman Laili Sahwan, pk
Kusno Wibowo, pk Feddy Surynto, pk Acep
Waluyo, pk Sukatno
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai