TBC (TUBERKULOSIS)
OLEH
NAMA : RAHMAYANI
NIM : B0216345
PRODI : S1 KEPERAWATAN
CI LAHAN CI INSTITUSI
PRODI SI KEPERAWATAN
TA : 2019-2020
LAPORAN PENDAHULUAN
TBC (TUBERKULOSIS)
LAPORAN PENDAHULUAN
TUBERCULOSIS
A. PENGERTIAN
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002).
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang
secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis
jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada
orang lain (Santa, dkk, 2009).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Myobacterium tuberculosis).Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes RI, 2007).
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh bakteriMycobacterium Tubercolosis. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ
paru-paru dibandingkan bagian lain dari tubuh manusia, sehingga selama ini kasus
tuberkulosis yang sering terjadi di Indonesia adalah kasus tuberkulosis paru/TB Paru
(Indriani et al., 2005).Penyakit tuberculosis biasanya menular melalui udara yang
tercemar dengan bakteriMycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan pada saat
penderita batuk.Selain manusia, satwa juga dapat terinfeksi dan menularkan penyakit
tuberkulosis kepada manusia melalui kotorannya (Wiwid, 2005).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk
meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe. (Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare,
2002 ).
B. KLASIFIKASI PENYAKIT DAN TIPE PASIEN
Menurut Depkes (2006), klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien digolongkan:
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
a.) Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang
jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar
pada hilus.
b.) Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB
Paru:
a.) Tuberkulosis paru BTA positif.
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak
ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b.) Tuberkulosis paru BTA negative
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan.Bentuk berat bila gambaran
foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses
“far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
a.) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b.) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis,
pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih
dan alat kelamin.
4. Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe pasien yaitu:
a.) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b.) Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
c.) Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
d.) Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
e.) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
f.) Kasus lain :
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas.Dalam kelompok
ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih
BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
C. ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um. Tergolong
dalam kumanMyobacterium tuberculosae complex adalah :
1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. bovis.
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah
yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga
disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan
kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam
keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es).Hal ini terjadi
karena kuman bersifat dormant, tertidur lama selama bertahun-tahun dan dapat
bangkit kembali menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Di dalam jaringan, kuman
hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag
yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak
mengandung lipid (Asril Bahar,2001).
D. PATOFISIOLOGI
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit.Kebanyakan infeksi tuberkulosis terjadi
melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-
kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan
merupakan tempat masuk utama jenis bovin, yang penyebarannya melalui susu yang
terkontaminasi.
Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara
sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah sel
imunoresponsifnya.Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag
yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut
sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat)
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan
seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa.Daerah yang mengalami
nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid
dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih
fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang
mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan gabungan
terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakankompleks
Gohn respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana
bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang
dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkhial.
Proses ini dapat akan terulang kembali ke bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat
terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat menutup
sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut bila peradangan
mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang
terdapat dekat perbatasan rongga bronkus.Bahan perkejuan dapat mengental sehingga
tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan
bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini
dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan
bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.Penyakit dapat menyebar melalui
getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening
akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil dapat menimbulkan lesi pada
berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran
limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri.Penyebaran hematogen merupakan
suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi
apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk
kedalam sistem vaskular dan tersebar ke organ-organ tubuh.
Pathway
Intoleransi aktifitas
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu
bulan (Depkes, 2006).
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau
malah banyak pasien ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan. Gejala tambahan yang sering dijumpai (Asril Bahar. 2001):
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza.Tetapi kadang-
kadang dapat mencapai 40-41°C.Serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali.Begitulah seterusnya
sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari demam influenza ini.
2. Batuk/Batuk Darah
terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap
penyakit tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru ada setelah
penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-
minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Keadaan yang adalah
berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang
pecah.Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas,
tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan.Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.Terjadi
gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun.Gejala malaise
sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin
kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat
pada malam hari tanpa aktivitas.Gejala malaise ini makin lama makin
berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :
1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
6. insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis TB menurut Depkes (2006):
1. Diagnosis TB paru
a.) Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,
yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
b.) Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan
lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
c.) Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada
TB paru, sehingga sering terjadioverdiagnosis.
d.) Gambaran kelainan radiolo
e.) gik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
f.) Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
2. Diagnosis TB ekstra paru.
a.) Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk
pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran
kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang
belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lainlainnya.
b.) Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung
pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat
diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks
dan lain-lain.
3. TCM Genesver
Merupakan metode penemuan terbaru untuk diagnosis TB berdasarkan
periksaan molekuler yang menggunakan metode real time polymerase chain
reaction assay ( RT-PCR) semi kuantitatif yang menargetkan wilayah hospot gen
rpoB pada mycobacterium tuberculosis (MTB), yang terintegrasi.
H. PENATALAKSANAAN
1. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT.
2. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
a.) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis
Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b.) Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
c.) Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1.) Tahap awal (intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya
resistensi obat
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun
waktu 2 minggu.
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
2.) Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama
Tahap lanjutan penting untuk membunuh
kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
3. Jenis, sifat dan dosis OAT
1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat
dan mengurangi efek samping.
2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi
obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
a. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat
tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah
dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan
pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain.
b. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di
rasakan saat ini.Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam,
nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk
mencari pengonbatan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang
mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura
serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
d. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita
penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
e. Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya
riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain.
f. Pola fungsi kesehatan
1.) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak –
desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal
dirumah yang sumpek.
2.) Pola nutrisi dan metabolic
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan
menurun.
3.) Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi
maupun defekasi
4.) Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas
5.) Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
6.) Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit
menular.
7.) Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan
pendengaran) tidak ada gangguan.
8.) Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa
kawatir klien tentang penyakitnya.
9.) Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah
karena kelemahan dan nyeri dada.
10.) Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan
stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap
pengobatan.
11.) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya
aktifitas ibadah klien.
g. Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
1.) Sistem integument
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
2.) Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
a.) inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan
napas yang tertinggal, suara napas melemah.
b.) Palpasi : Fremitus suara meningkat.
c.) Perkusi : Suara ketok redup.
d.) Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar
dan yang nyaring.
3.) Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
4.) Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
5.) Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
6.) Sistem musculoskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan
sehari – hari yang kurang meyenangkan.
7.) Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
8.) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan sekret yang kental, lengket.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan daerah efektif
paru (pneumothorak)
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
4. Nyeri berhubungan dengan efek pemasangan WSD
5. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan batuk darah
6. Hipertermi berhubungan dengan adanya proses peradangan
7. Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan sesak terus menerus
8. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
9. Defisit perawatan diri berhubungan dengan pasien tampak terlihat kurang bersih
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Airway Management
Buka jalan nafas,
guanakan teknik
chin lift atau jaw
thrust bila perlu
Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
Identifikasi pasien
perlunya
pemasangan alat
jalan nafas buatan
Pasang mayo bila
perlu
Lakukan fisioterapi
dada jika perlu
\ Keluarkan sekret
dengan batuk atau
suction
Auskultasi suara
nafas, catat adanya
suara tambahan
Lakukan suction
pada mayo
Berikan
bronkodilator bila
perlu
Berikan pelembab
udara Kassa basah
NaCl Lembab
Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi
dan status O2
2. Gangguan Pertukaran gas NOC : NIC :
Respiratory Status : Airway Management
Definisi : Kelebihan atau Gas exchange Buka jalan nafas,
kekurangan dalam Respiratory Status : guanakan teknik
oksigenasi dan atau ventilation chin lift atau jaw
pengeluaran karbondioksida Vital Sign Status thrust bila perlu
di dalam membran kapiler Kriteria Hasil : Posisikan pasien
alveoli Mendemonstrasika untuk
n peningkatan memaksimalkan
ventilasi dan ventilasi
oksigenasi yang Identifikasi pasien
adekuat perlunya
Memelihara pemasangan alat
kebersihan paru jalan nafas buatan
paru dan bebas dari Pasang mayo bila
tanda tanda distress perlu
pernafasan Lakukan fisioterapi
Mendemonstrasika dada jika perlu
n batuk efektif dan Keluarkan sekret
suara nafas yang dengan batuk atau
bersih, tidak ada suction
sianosis dan Auskultasi suara
dyspneu (mampu nafas, catat adanya
mengeluarkan suara tambahan
sputum, mampu Lakukan suction
bernafas dengan pada mayo
mudah, tidak ada Berika bronkodilator
pursed lips) bial perlu
Tanda tanda vital Barikan pelembab
dalam rentang udara
normal Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi
dan status O2
Respiratory Monitoring
Monitor rata – rata,
kedalaman, irama
dan usaha respirasi
Catat pergerakan
dada,amati
kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi
otot supraclavicular
dan intercostal
Monitor suara nafas,
seperti dengkur
Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
Catat lokasi trakea
Monitor kelelahan
otot diagfragma
(gerakan paradoksis)
Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan / tidak
adanya ventilasi dan
suara tambahan
Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi
crakles dan ronkhi
pada jalan napas
utama
auskultasi suara paru
setelah tindakan
untuk mengetahui
hasilnya
Analgesic Administration
Tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan derajat
nyeri sebelum
pemberian obat
Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu
Tentukan pilihan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya
nyeri
Tentukan analgesik
pilihan, rute
pemberian, dan dosis
optimal
Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
Berikan analgesik
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek
samping)
diharapkan output
Syok management
Monitor fungsi
neurotogis
Monitor fungsi renal
(e.g BUN dan Cr :
Lavel)
Monitor tekanan
nadi
Monitor status
cairan, input, output
Catat gas darah
arteri dan oksigen
dijaringan
Monitor EKG,
sesuai
Memanfaatkan
pemantauan jalur
arteri untuk
meningkatkan
akurasi pembacaan
tekanan darah,
sesuai
Menggambar gas
darah arteri dan
memonitor jaringan
oksigenasi
Memantau tren
dalam parameter
hemodinamik
(misalnya, CVP,
MAP, tekanan
kapiler pulmonal /
arteri)
Memantau faktor
penentu pengiriman
jaringan oksigen
(misalnya, PaO2
kadar hemoglobin
SaO2, CO), jika
tersedia
Memantau tingkat
karbon dioksida
sublingual dan / atau
tonometry lambung,
sesuai
Memonitor gejala
gagal pernafasan
(misalnya, rendah
PaO2 peningkatan
PaCO2 tingkat,
kelelahan otot
pernafasan)
Monitor nilai
laboratorium
(misalnya, CBC
dengan diferensial)
koagulasi
profil,ABC, tingkat
laktat, budaya, dan
profil kimia)
· Masukkan dan
memelihara
besarnya kobosanan
akses IV
6. Hipertermi NOC NIC
Thermoregulation Fever treatment
Defenisi: adalah suhu inti Monitor suhu
tubuh diatas kisaran normal Kriteria Hasil: sesering mungkin
diurnal karena kegagalan suhu tubuh dalam Monitor IWL
termoregulasi rentang normal Monitor warna dan
Nadi dan RR suhu kulit
dalam rentang Monitor tekanan
normal darah, nadi dan RR
Tidak ada Monitor penurunan
perubahan warna tingkat kesadaran
kulit dan tidak ada Monitor WBC, Hb,
pusing dan Hct
Monitor intake dan
output
Berikan anti piretik
Berikan pengobatan
untuk mengatasi
penyebab demam
Selimuti pasien
Lakukan tapid
sponge
Kolaborasi
pemberian cairan
intravena
Kompres pasien
pada lipat paha dan
aksila
Tingkatkan sirkulasi
udara
Berikan pengobatan
untuk mencegah
terjadinya menggigil
Temperature
regulation
Monitor suhu
minimal tiap 2 jam
Rencanakan
monitoring suhu
secara kontinyu
Monitor warna dan
suhu kulit
Monitor tanda-tanda
hipertermi dan
hipotermi
Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
Selimuti pasien
untuk mencegah
hilangnya
kehangatan tubuh
Ajarkan pada pasien
cara mencegah
keletihan akibat
panas
Diskusikan tentang
pentingnya
pengaturan suhu dan
kemungkinan efek
negative dan
kedinginan
Beritahukan tentang
indikasi terjadinya
keletihan dan
penanganan
emergency yang
diperlukan
Ajarkan indikasi dan
hipotermi dan
penanganan yang
diperlukan
Berikan anti piretik
jika perlu
Vital sign
Monitoring
Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
7. Gangguan rasa aman dan NOC NIC
nyaman Ansiety
Fear level Anxiety Reduction
Defenisi: adalah merasa Sleep Deprivation (penurunan kecemasan)
kurang nyaman, legah dan Comfort, Readines
sempurna dalam dimensi for Enchanced Gunakan pendekatan
fisik, psiko spiritual, yang menenangkan
lingkungan, budaya dan Kriteria Hasil : Nyatakan dengan
sosial. Mampu jelas harapan
mengontrol terhadap pelaku
kecemasan pasien
Status lingkungan Jelaskan semua
yang nyaman prosedur dan apa
Mengontrol nyeri yang dirasakan
Kualitas tidur dan selama prosedur
istirahat adekuat Pahami prespektif
Agresi pasien terhadap
pengendalian diri situasi stres
Respon terhadap Temani pasien untuk
pengobatan memberikan
Control gejala keamanan dan
ketakutan anak