Pertemuan ke 2
Bab 3 (Politik Lokal dan Otonomi Daerah di Indonesia dan Beberapa Perbandingan
Negara Lain: Satu analisis Perbandingan)
Jauh sebelum Negara Indonesia merdeka, Negara ini merupakan himpunan dari
kumpulan kerajaan yang menghuni wilayah nusantara. Kendati demikian, hanya ada dua
kerajaan yang dianggap sebagai kerajaan berkategori nasional yaitu Sriwijaya dan Majapahit.
Merujuk krpada kedua kerajaan ini, system administrasinya dapat dikategorikan kedalam dua
tipe yaitu kerajaan maritime dan kerajaan agraris masing-masing dengan karakter birokrasi yang
berbeda. Kerajaan maritime identic dengan budaya pesisir yang egaliter, sedangkan kerajaan
agraris identic dengan budaya pedalaman yang hierarkis dan feodalistik.
Struktur masyarakat pada masa itu terbagi kedalam dua tingkatan yaitu golongan atas dan
rakyat jelata. Golomgam atas dapat dipecah lagi menjadi keluarga raja, pegawai tinggi kerajaan,
panglima perang, penasihat raja (patih) dan pegawai lapisan berikutnya seperti jurutulis (pegawai
administrasi kerajaan), abdidalem, para punggawa (hulubalang istana) dan para bangsawan yang
diberi hak istimewa serta pegawai dilevel local mulai dari adipati, kuwu, (kepala daerah),
demang (kepala desa) dan bekel (kepala kampung). Manakala rakyat jelata adalah para petani,
pedagang,buruh, tukang, orang biasa, dan lain-lain. Hubungan dua lapisan ini bersifat patron
client dimana rakyat jelata tidak memiliki kekuasaan sendiri.
Namun malangnya, setelah penjajah datang ke Nusantara tidak berlaku perubahan berarti
dalam tatanan birokrasi di Nusantara. Kedatangan penjajah ketika itu diawali dengan masuknya
Verenigde Compagnie (VOC) pada tahun1862. VOC merupakan organisasi dagang timur jauh
yang diberi kekuasaanoleh ratu Belanda untuk berdagang dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara
waktu itu. Tujuan awal VOC datang ke Indonesia hanya untuk berniaga, tetapi lama – kelamaan
keinginan untuk memonopoli rempah-rempah penduduk menguat yang pada akhirnya menjajah
seluruh wilayah nusantara.
Ketika VOC datang ke Indonesia, system pemerintahan yang wujud adalah monarki
absolut, yaitu raja mengelola, mengendali, bahkan mendominasi semua hal seperti birokrasi,
system politik dan juga hukum.keadaan ini merupakan tantangan sekaligus keuntungan bagi
VOC;ia menjadi tantangan karena VOC masti memahami adat istiadatdan perilaku yang budaya
masyarakat Imdonesiaagar tidak salah dalam bertindak dan ia dianggap menjadi keuntungan
karena kepatuhan masyarakat kepada penguasa dapat dimanfaatkan ileh VOC untuk melancarkan
penguasaannya terhadap Nusantara, oleh sebab itulah, pemerintahan kolonila Belanda terus
mempertahankan perilaku birokrasi agar tetap tradisional. Dengan kondisi begini, maka belanda
dapat memerintah rakyat imdonesia dengan menggunakan instrument yang sudah ada dan
termasuk struktur serta budaya tradisional.
Ketika krisis moneter menghantam Indonesia pada tahun 1997, dalam tempo yang tidak
terlalu ledakan politik yang didetonatori oleh gerakan mahasiswa menghancurkan kuasa pusat di
Jakarta. Ambruknya orde baru sekaligus menandai polisentrime baru yang menolak kuasa puasa.
Dengan menggantungkan harapan yang sangat tinggi pada zaman saat itu (reformasi politik)
otonomi cdaerah yang diundangkan pada tahun 1999 dan dilaksanakan dua tahun kemudian
membuka peluang bagi pembatalan berbagai mekanisme pungutan liar, pemberhentian
penjarahan keuangan Negara oleh elit local, dan penolakan atas budaya bosisme dan local
strongmen di daerah. Hal ini dimungkinkan karena pengaruh pusat didaerah terdekonstruksi oleh
politik reformasi sehingga imdividu-individu yang dianggap sebagai orang Jakarta
terdelegitimasi kedudukannya. Mereka tidak bias lagi menjadi broker bagi kepentingan pusat
didaerah ataupun mereka kini tidak dapat lagi menjadi penguasa tunggal didaerah karena
polisentrismepolitik telah mengalahkan logika sentralisme politik.
Demokrasi di tingkat nasional kurang berhasil merembesi demokrasi atau politik dilevel
local.walauoun pilkada langsung yang awalnya hendak membawa angina segala perubahan
antaranya dengan hadirnya legitimasi penguasa yang kuat, partisipasi masyarakat yang tidak
tergadai oleh kepentingan elit, lahirnya akuntabilitas pemerintah dan juga pemekaran daerah
yang bertujuan mendistribusikan pelayanan public yang lebih dekat kepada warga, menciptakan
kemesraan antara rakyat dan birokrat, mewujudkan partisipasi yang lebih nyata serta penciptaan
pemerkasaan warga Negara, namun malangnya itu semua hanyaah slogan semata yang tinggal
cerita. Beberapa kasus seperti di provinsi Jambi dan Bengkulumenunjukkan bagaimana
demokrasi diaras local justru telah dipenjara oleh kepentingan penguasa local.