Anda di halaman 1dari 10

NEONATAL LUPUS

Sarah Firdausa
Joewono Soeroso

Lupus neonatal (LN) adalah penyakit autoimun yang terjadi pada janin akibat transfer
transplasenta otoantibodi anti-SSA (anti-Ro) dan anti-SSB (anti-La) atau anti-U1RNP dari
ibu ke janin. Umumnya, penyakit ini bermanifestasi beberapa minggu hingga bulan pertama
kehidupan, berupa lesi kulit anuler subakut lupus eritematosus, gangguan hematologi dan
fungsi hati, maupun bentuk yang lebih berat seperti heart block (Bhatt, 2011; Hornberger &
Al Rajaa, 2010; Laurinaviciene, 2012). Wanita hamil yang darahnya mengandung serum anti-
Ro atau anti-La beresiko untuk memiliki anak dengan lupus neonatal (Pisetsky, 2012).

Lupus neonatal sangat jarang terjadi. Dalam satu penelitian prospektif terhadap
15.000 wanita hamil, hanya 2.8% yang mengandung serum positif antibodi anti-Ro dan anti-
La (Hornberger & Al Rajaa, 2010). Sebagian besar (40%) wanita yang positif memiliki
serum anti-Ro dan anti-La tidak memiliki gejala lupus/ asimptomatik. Kadar antibodi tersebut
baru diketahui ketika bayi yang mereka kandung menunjukkan gejala lupus (Brucato, 2011;
Sun, 2010). Namun beberapa diantara wanita tersebut akan mengalami gejala penyakit
otoimun, terutama penyakit yang berhubungan dengan anti-La, seperti sindrom Sjögren dan
sistemik lupus eritematosus (Johnson, 2013).

Penyakit ini pertama sekali dilaporkan oleh dermatologist, McCuistion pada tahun
1954. Ia melaporkan satu kasus bayi baru lahir dengan gejala klinis dan histologis yang
konsisten dengan lupus eritematosus dan ibunya mengalami lupus eritematosus 11 bulan
setelah melahirkan bayi tersebut (McCuistion & Schoch, 1954). Saat itu mereka menduga
penyebab kelainan bayi tersebut berasal dari ibunya. Pada tahun 1981, beberapa peneliti
berhasil mengidentifikasi anti-Ro sebagai agen etiologi lupus neonatal (L. A. Lee, 2009).

Lupus neonatal banyak dilaporkan muncul dengan berbagai macam manifestasi,


seperti makula eritem dengan telangiektasis di wajah dan scar atau parut di punggung (Bhatt,
2011); pansitopenia disertai splenomegaly; ruam vaskulitis difus; hiperbilirubinemia dan
kelainan fungsi hati, hingga keadaan yang mengancam jiwa seperti heart block (Brucato,
2011).

Terbentuknya otoantibodi terhadap Ro/La ikut dipengaruhi oleh faktor genetik, karena
keberadaan anti-Ro/SSA dan anti-La/SSB dalam darah sangat terkait dengan genotip HLA.
Gen manusia mengkodekan Transforming Growth Factor-β (TGF-β) yang rentan mengalami
polimorfisme. Tingginya kadar TGF-β yang mengalami polimorfisme memungkinkan
terjadinya congenital heart disease oleh karena peningkatan matriks ekstraseluler dan
fibrosis. Namun kerentanan genetik saja tidak cukup untuk mendukung keberadaan mereka.

1
Stress lingkungan seperti radiasi ultra violet, infeksi virus, oksidasi juga merupakan
kontributor penting dalam pembentukan otoantibodi ini (Brucato, 2011).

Target organ LN terdiri sistem jantung, kulit, hati dan hematologis. Dua manifestasi
klinis utama adalah congenital heart block dan lesi kulit, sedangkan keadaan yang jarang
ditemukan adalah hepatitis kolestatik dan sitopenia. Namun, secara keseluruhan, keterlibatan
non-jantung pada LN lebih umum terjadi daripada kelainan di jantung (Brucato, 2011;
Silverman & Jaeggi, 2010).

Tabel 1 Insiden manifestasi lupus (Inzinger, 2012; Silverman & Jaeggi, 2010)

Manifestasi Kejadian
Kelainan jantung 2% dari seluruh kasus neonatal lupus
Kelainan kulit 1 dari 12.500-20.000 bayi dengan lupus (10-25%)
Kelainan hati 10-25% dari neonatal lupus
Kelainan hematologi 10-15% dari neonatal lupus
Kelainan neurologi 8% dari ibu dengan anti-Ro positif

Manifestasi kelainan jantung terjadi pada 2% dari bayi dengan lupus. Manifestasi
congenital atrioventricular block (AV block) dapat berupa first degree, second degree dan
third degree atau total AV block, yang umumnya terdeteksi karena bradikardi janin. Heart
block ini sangat terkait dengan transfer otoantibodi transplasenta dari ibu dengan IgG
otoantibodi reaktif seperti anti-Ro dan anti-La (Bhatt, 2011; Hornberger & Al Rajaa, 2010;
Inzinger, 2012; Jaeggi, 2010).

Gelombang aktivitas listrik jantung dimulai dari nodus sinoatrial (SA node) ke nodus
atrioventrikular (AV node) dan dilanjutkan ke berkas His dan Purkinje untuk diteruskan ke
ventrikel. SA node merupakan pengatur kecepatan (pace maker) jantung. Bila terjadi
gangguan konduksi pada SA node, AV node akan mengambil alih fungsi kendali ini pada
tingkat lebih lambat. Tingkat konduksi ini merupakan salah satu faktor yang menentukan
pengisian ventrikel. Curah jantung (cardiac output) akan berkurang bila sistem konduksi
mengalami fibrosis dan membentuk jaringan parut (Johnson, 2013).

Patogenesis AV block pada lupus cardiac terdiri dari 2 tahap. Tahap pertama terjadi
saat antibodi anti-Ro ibu terikat pada kardiomiosit janin, yang menyebabkan disregulasi
kalsium berupa overload kalsium khususnya di dalam dan di sekitar AV node yang berakhir
dengan apoptosis. Antibodi anti-SS-A/Ro dan anti-SS-B/La bereaksi silang dengan kalsium
channel pada sel miokardium karena mereka mempunyai afinitas yang kuat terhadap
adrenoseptor dan reseptor muskarinik yang membawa otoantibodi pada sistem konduksi otot.
Ikatan otoantibodi ini meningkatkan kaskade inflamasi, mengaktifkan infiltrasi makrofag

2
yang mensekresikan sitokin proinflamasi dan profibrotik. Tanda-tanda peradangan ini
ditandai dengan pengendapan antibodi, komplemen dan infiltrat limfositik di sekitar sistem
konduksi dan miokardium janin. Pada tahap kedua terjadi translokasi anti-La pada sel yang
mengalami apotosis dan mengakibatkan kerusakaan jaringan yang berat berupa fibrosis dan
kalsifikasi pada jaringan konduksi dan miokardium. Fibrosis pada AV node menyebabkan
perlambatan pada sistem konduksi yang berakhir blok jantung, disfungsi miokard, dan/ atau
endokardial fibroelastosis (Jaeggi, 2010; Johnson, 2013; Laurinaviciene, 2012; Qu &
Boutjdir, 2012).

Identifikasi kelainan konduksi atrio-ventrikuler dapat dilakukan sebelum bayi lahir


dengan ekocardiografi dan USG Doppler dengan temuan utama berupa bradikardia dengan
rentang antara 30-100x/menit. Kelainan ini akan semakin jelas seiring dengan perkembangan
kehamilan. Congenital heart block dapat terdeteksi sebelum minggu ke-30 kehamilan,
umumnya antara 18 dan 24 minggu (Brucato, 2011; Johnson, 2013).

Gambar 1 Patogenesis terjadinya heart block (Wahren-Herlenius & Sonesson, 2006)

Penyebab kematian terbanyak dari janin dan bayi dengan manifestasi lupus cardiac
adalah advanced heart block, dan sebagian kecil karena kardiomiopati tanpa heart block.
Temuan patologis yang ditemukan adalah fibrosis/ kalsifikasi nodus atrioventrikular, nodus
sinoatrial dan bundel His, fibroelastosis endokardium, fibrosis otot papiler, penyakit katup,
kalsifikasi dari septum atrium dan pancarditis mononuclear (Llanos, 2012).

Keterlibatan kulit (cutaneous lupus) terjadi pada sekitar 1 dari 12.500-20.000 bayi
dengan lupus (Hornberger & Al Rajaa, 2010) atau sekitar 15-25% anak dengan LN. Ruamnya
cenderung fotosensitif yang bisa didapatkan pada saat lahir atau di daerah yang tidak terpapar
matahari. Ruam sering terlihat di sekitar mata, tidak di daerah malar, tetapi juga terjadi di
bagian lain dari tubuh seperti plantar kaki atau tangan dan daerah sekitar popok. (Silverman
& Jaeggi, 2010). Lesi kulit yang muncul berbentuk anuler atau plak bersisik polisiklik

3
eritematosa. Lesi muncul beberapa jam sampai beberapa hari
setelah dilahirkan dan bersifat sementara.

Kelainan ini dapat menghilang dalam waktu 6-9 bulan


bersamaan dengan atau tanpa penurunan tingkat otoantibodi,
namun juga dapat meninggalkan residu depigmentasi, jaringan
parut dan telangiektasis (Bhatt, 2011; Shahian, 2011).
Patologinya menyerupai ruam kulit subakut lupus eritematosus

Gambar 2 Cutaneous lupus dengan gambaran utama adalah kerusakan keratinosit dan
dengan predileksi di daerah infiltrasi sel mononuklear. Karakteristik immunopatologinya
periorbital .
adalah deposisi IgG dalam pola tertentu dalam lapisan
epidermis (L. A. Lee, 2009). Neutrofil juga dilaporkan sebagai sel antiinflamasi yang
dominan (L. Lee, 2010; Satter & High, 2007).

Antibodi anti-Ro dan anti-La yang positif didapatkan pada lebih dari 95% bayi
dengan neonatal cutaneous lupus. Namun, pada sebagian kecil ibu yang negatif untuk
antibodi tersebut, didapatkan anti-U1RNP-positif. Persentase antibodi anti-La didapatkan
lebih tinggi pada ibu dengan cutaneous lupus daripada ibu dengan cardiac lupus dan
didapatkan kecenderungan titer antibodi yang lebih tinggi (Silverman & Jaeggi, 2010).
Cutaneus lupus neonatal lebih sering terjadi pada bayi perempuan daripada laki-laki. Hal ini
diduga karena peningkatan ekspresi otoantibodi anti-Ro pada keratinosit akibat respon dari
hormon estrogen (Laurinaviciene, 2012).

Diagnosis cutaneous lupus ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dan


laboratorium berupa adanya anti-Ro dan anti-La dalam darah ibu. Biopsi kulit dengan
anestesi lokal dapat mendukung diagnostik, namun sering tidak diperlukan (L. Lee, 2010).

Kelainan hepatik sering asimtomatik dan tidak persisten. Elevasi serum transaminase
asimtomatik yang terkait dengan kolestasis didapatkan pada sekitar 10-25% kasus LN.
Hepatomegali dan splenomegali ringan dapat muncul. Gambaran patologi hati menyerupai
sel-sel idiopatik neonatal giant hepatitis (Silverman & Jaeggi, 2010).

Manifestasi klinis penyakit hepatobilier pada LN dapat berupa gagal hati berat yang
terjadi dalam masa kehamilan atau pada periode neonatal, kelainan ini sering muncul dengan
fenotip berupa kelainan penyimpanan besi. Manifestasi lain seperti hiperbilirubinemia
terkonjugasi dengan ada atau tidaknya peningkatan ringan serum aminotransferase yang
biasanya terjadi dalam beberapa pertama minggu kehidupan; dan peningkatan ringan serum
aminotransferase yang terjadi pada sekitar 2 sampai 3 bulan kehidupan (L. A. Lee, 2002).

4
Kelainan hematologi sering asimtomatik dan bersifat sementara, biasanya hilang
dalam 2 sampai 3 minggu tanpa pengobatan, namun juga bisa menetap pada beberapa kasus
(Bhatt, 2011; Shahian, 2011). Kelainan hematologis yang paling sering terlibat adalah
trombositopenia dan neutropenia, umumnya terjadi pada minggu-minggu pertama kehidupan.
Namun satu penelitian melaporkan bahwa neutropenia lebih sering terlihat daripada
trombositopenia terutama pada minggu ke 4-8 kehidupan, sekitar 10-15% merupakan
neonatal yang lahir dari ibu dengan antibodi anti-Ro positif. Neonatal dengan
trombositopenia ini jarang mengalami perdarahan dan ini juga terjadi pada bayi dengan
neutropenia, dimana jarang memiliki masalah terkait infeksi walaupun jumlah neutrofilnya
jauh dari batas bawah normal (Bhatt, 2011; Silverman & Jaeggi, 2010).

Manifestasi neurologis berupa hidrosefalus merupakan gejala yang jarang muncul


pada LN dan merupakan kelainan yang baru dilaporkan sebagai manifestasi neonatal lupus
dalam 10 tahun terakhir (Nakayama-Furukawa, 1994). Gambaran radiologis CT-scan adalah
perubahan non-spesifik white-matter, pengapuran ganglia basal dan vaskulopati.
Makrosephalus ditemukan pada 8% bayi yang lahir dari ibu dengan anti-Ro positif. Insiden
tertinggi macrocephalus terdeteksi antara usia 12 dan 24 bulan. Hal yang sangat jarang adalah
temuan radiografi stippling dari epifisis (chondrodysplasia punctata) (Boros, 2007; Silverman
& Jaeggi, 2010).

Antibodi Anti-Ro/SSA dan anti-La/SSB

Ribonukleoprotein (RNP) adalah target umum dari respon otoimun humoral. Protein
ini berinteraksi dengan asam nukleat, khususnya RNA. RNP diduga terlibat dalam regulasi
transkripsi dan transduksi, dan dalam pertukaran RNA dari nukleolus ke sitoplasma serta
dalam penataan ulang RNA saat sel merespon stres dan apoptosis. Ro/SSA dan La/SSB
adalah dua tipe imunogenik RNP utama. Antibodi terhadap protein ini terdapat pada beberapa
penyakit jaringan ikat, seperti sindrom Sjögren dan SLE (Brucato, 2011).

Ro terdiri dari dua jenis, yaitu Ro60 dan Ro52. Ro60 adalah protein dengan berat
molekul 60kD yang terdiri dari dua domain. Domain satu menyerupai von Willebrand Faktor
A yang juga terdapat pada matriks ekstraseluler protein dan peptida yang berfungsi
memediasi adhesi sel. Domain lainnya mempunyai struktur alpha-elical yang berfungsi
mengikat asam nukleat. Ro52 adalah protein dengan berat molekul 52 kD yang berfungsi
dalam proses regulasi transkripsi (Brucato, 2011).

La merupakan fosfoprotein dengan berat molekul 48 kD. Ia memiliki berbagai domain


diantara N-terminal untuk pengenalan bentuk RNA dan C-terminal yang memberi sinyal
lokasi nuklear. Kedua domain tersebut diperlukan untuk keberlangsungan fungsi La sebagai
pendamping RNA (Brucato, 2011).

5
Kadarnya bervariasi pada penyakit yang berbeda, seperti pada sindrom Sjögren
memiliki kadar lebih tinggi daripada SLE dan jauh lebih rendah pada penyakit jaringan ikat
lain seperti sklerosis sistemik, undifferentiated connective tissue disease) atau rheumatoid
arthritis. Antibodi ini melewati plasenta pada sekitar usia kehamilan 12 minggu dan
selanjutnya beredar pada jaringan janin (Brucato, 2011)

Tabel 2 Antibodi yang terdapat pada lupus neonatal

Manajemen terapi selama kehamilan

Manajemen strategi lupus neonatal terdiri dari non farmakologi dan farmakologi.
Upaya non farmakologi terdiri dari edukasi, pencegahan dan intervensi dini. Bagian yang
paling penting dari program pengobatan lupus adalah terjalinnya komunikasi yang jujur,
terbuka dan rasa percaya antara pasien dan dokter (Massarotti & Schur, 2012).

Terapi farmakologi berupa medika mentosa sebaiknya diberikan seawal mungkin (L.
A. Lee, 2009). Kortikosteroid, terutama dexametason dan bethametason dengan dosis 4-
8mg/hari merupakan obat yang sering digunakan karena mereka tidak dimetabolisme oleh
plasenta sehingga bisa sampai ke sirkulasi janin. Steroid digunakan untuk mengurangi
inflamasi, namun bila sudah terjadi kalsifikasi dan fibrosis (seperti pada AV block derajat
III), obat ini tidak berguna lagi untuk diberikan (Brucato, 2011).

Pemantauan jantung melalui ekokardiografi serial sejak kehamilan 15 minggu sangat


dianjurkan pada janin yang terdeteksi bradikardi dalam rahim dan neonatus dengan heart
block yang ibunya teridentifikasi beresiko tinggi. Faktor resiko yang telah diidentifikasi
antara lain adalah ibu yang memiliki antibodi anti-SSA/anti-Ro dan anti-SSB/anti-La, riwayat
pernah atau sedang menderita penyakit kolagen, riwayat lahir dengan neonatal lupus
(Massarotti & Schur, 2012; Palit & Inamadar, 2012).

Penelitian pada tikus murin dilaporkan bahwa pemberian intravena immunoglobulin


(IVIG) serial pada ibu dapat mencegah kerusakan miokardium dengan mengurangi transfer
antibodi transplasenta dan meningkatkan katabolisme antibodi anti-Ro ibu, serta modulasi
sinyal makrofag untuk menghambat proses inflamasi fibrosis. Namun pada satu penelitian

6
kecil pada manusia, didapatkan 2 dari 8 neonatus yang ibunya mendapat terapi IVIG,
mengalami heart block dan manifestasi cutaneous lupus (Jaeggi, 2010).

Manajemen setelah bayi lahir

Manifestasi LN yang non kardiak seperti lesi kulit, kelainan enzim hati maupun
hematologi yang ringam, umumnya tidak memerlukan terapi khusus karena biasanya akan
menghilang secara spontan dalam 2 semester pertama kehidupan seiring dengan
berkurangnya otoantibodi yang beredar dalam darah (Brucato, 2011).

Pengelolaan lesi kulit pada anak mirip dengan manajemen pada orang dewasa.
Perlindungan dari sinar matahari sangat penting, meskipun tidak semua bentuk cutaneous
lupus sensitif terhadap matahari. Keluarga harus diberi pengetahuan tentang penggunaan tabir
surya, pakaian pelindung, dan menghindari berjemur. Depigmentasi dapat disamarkan dengan
penggunaan kosmetik untuk membantu anak dalam berinteraksi sosial dikemudian hari.
Telangiektasis yang permanen dapat diterapi dengan menggunakan laser vaskuler (L. Lee,
2010; Palit & Inamadar, 2012).

Kortikosteroid topikal dapat diberikan pada lesi diskoid dan lesi sub-akut cutaneous
lupus. Hidroksiquinolon dapat diberikan bila terapi sistemik memang diperlukan.
Kortikosteroid sistemik atau immunosuppresif tidak direkomendasikan untuk mengobati lesi
cutaneous lupus (L. Lee, 2010).

Pada kasus trombositopenia, kelainan jantung dan kelainan hepatologi yang berat
kortikosteroid sistemik merupakan terapi utama. Pasien dengan trombositopenia juga kadang
memerlukan transfusi darah dan atau IVIG (Palit & Inamadar, 2012). Pada satu penelitian
multisenter, pemberian IVIG dengan dosis sekitar 1 g/kg dapat memperbaiki fungsi sistolik
ventrikel pada janin yang sebelumnya didiagnosa dengan bradikardi persisten dan disfungsi
ventrikel (Trucco, 2011).

Keamanan terapi jangka panjang harus menjadi perhatian utama. Tujuan utamanya
adalah untuk mengurangi aktivitas penyakit ke tingkat minimum dan untuk memungkinkan
interval bebas perawatan, sehingga pertumbuhan, perkembangan, dan kesuburan dari anak-
anak tetap baik (Palit & Inamadar, 2012).

KESIMPULAN

Neonatal lupus adalah peyakit yang sangat jarang terjadi akibat transfer pasif auto-
antibodi maternal pada fetus yaitu anti-SSA/anti-Ro dan anti-SSB/anti-La. Manifestasinya
bisa ringan seperti lesi kulit dan gangguan hematologi ringan hingga ke berat seperti gagal
hati berat, dan yang mengancam jiwa seperti complete heart block.

7
Complete heart block yang terjadi intra uteri bersifat irreversibel, oleh karena itu,
sangat penting sekali untuk mendeteksi dini kehamilan beresiko tinggi dan pemberian terapi
seawal mungkin .

Kortikosteroid topikal atau sistemik tetap terapi lini pertama dalam semua jenis
penyakit vaskular kolagen pada anak-anak. Bahkan, penggunaan kortikosteroid secara
signifikan telah menurunkan tingkat mortalitas dan morbiditas terkait dengan gangguan ini.
Namun, pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang harus dipertimbangkan efek
samping dan kasus-kasus refrakter terhadap obat ini karena sebagian besar obat ini memiliki
efek samping yang signifikan (langsung dan jangka panjang). Oleh karena itu pemantauan
rutin diperlukan .

Para klinisi seperti pakar rheumatolog, dermatolog, cardiolog, neonatolog, dan dokter
kandungan harus mengenal neonatal lupus dan menaganjurkan semua wanita hamil yang
beresiko untuk diskrining anti-Ro / SSA dan anti-La/SSB.

8
DAFTAR PUSTAKA

Bhatt, T. A., Fatani, H. A., & Mimesh, S. (2011). Congenital lupus erythematosus. Indian Journal of
Dermatology, 56(6), 734.
Boros, C. A., Spence, D., Blaser, S., & Silverman, E. D. (2007). Hydrocephalus and macrocephaly:
new manifestations of neonatal lupus erythematosus. Arthritis Care & Research, 57(2), 261-
266.
Brucato, A., Cimaz, R., Caporali, R., Ramoni, V., & Buyon, J. (2011). Pregnancy outcomes in
patients with autoimmune diseases and anti-Ro/SSA antibodies. Clinical reviews in allergy &
immunology, 40(1), 27-41.
Hornberger, L., & Al Rajaa, N. (2010). Spectrum of cardiac involvement in neonatal lupus.
Scandinavian journal of immunology, 72(3), 189-197.
Inzinger, M., Salmhofer, W., & Binder, B. (2012). Neonatal lupus erythematosus and its clinical
variability. JDDG: Journal der Deutschen Dermatologischen Gesellschaft, 10(6), 407-410.
Jaeggi, E., Laskin, C., Hamilton, R., & Silverman, E. (2010). The Importance of the Level of
Maternal Anti-Ro/SSA Antibodies as a Prognostic Marker of the Development of Cardiac
Neonatal Lupus ErythematosusA Prospective Study of 186 Antibody-Exposed Fetuses and
Infants. Journal of the American College of Cardiology, 55(24), 2778-2784.
Johnson, B. (2013). Overview of Neonatal Lupus. Journal of Pediatric Health Care.
Laurinaviciene, R., Christesen, H. T., & Bygum, A. (2012). New aspects in the clinical spectrum of
neonatal lupus. European Journal of Pediatrics, 171(5), 801-805.
Lee, L. (2010). Cutaneous lupus in infancy and childhood. Lupus, 19(9), 1112-1117.
Lee, L. A. (2009). The clinical spectrum of neonatal lupus. Archives of dermatological research,
301(1), 107-110.
Lee, L. A., Sokol, R. J., & Buyon, J. P. (2002). Hepatobiliary disease in neonatal lupus: prevalence
and clinical characteristics in cases enrolled in a national registry. Pediatrics, 109(1), e11-
e11.
Llanos, C., Friedman, D. M., Saxena, A., Izmirly, P. M., Tseng, C.-E., Dische, R., Abellar, R. G.,
Halushka, M., Clancy, R. M., & Buyon, J. P. (2012). Anatomical and pathological findings in
hearts from fetuses and infants with cardiac manifestations of neonatal lupus. Rheumatology,
51(6), 1086-1092.
Massarotti, E. M., & Schur, P. H. (2012). The Treatment of Lupus: General Principles Lupus
Erythematosus: Springer, 53-66.

9
McCuistion, C., & Schoch, E. P. (1954). Possible discoid lupus erythematosus in newborn infant:
report of a case with subsequent development of acute systemic lupus erythematosus in
mother. Archives of dermatology, 70(6), 782.
Nakayama-Furukawa, F., Takigawa, M., Iwatsuki, K., Sato, N., & Sato, H. (1994). Hydrocephalus in
two female siblings with neonatal lupus erythematosus. Archives of dermatology, 130(9),
1210.
Palit, A., & Inamadar, A. C. (2012). Current treatment strategies: Collagen vascular diseases in
children. Indian journal of dermatology, 57(6), 449.
Pisetsky, D. S. (2012). The Immunopathogenesis and Immunopathology of Systemic Lupus
Erythematosus Lupus Erythematosus: Springer, 13-26.
Qu, Y., & Boutjdir, M. (2012). Pathophysiology of autoimmune-associated congenital heart block.
Applied Cardiopulmonary Pathophysiology, 16, 96-112.
Satter, E. K., & High, W. A. (2007). Non-bullous neutrophilic dermatosis within neonatal lupus
erythematosus. Journal of cutaneous pathology, 34(12), 958-960.
Shahian, M., Khosravi, A., & Anbardar, M.-H. (2011). Early cholestasis in neonatal lupus
erythematosus. Annals of Saudi Medicine, 31(1), 80.
Silverman, E., & Jaeggi, E. (2010). Non-Cardiac Manifestations of Neonatal Lupus Erythematosus.
Scandinavian journal of immunology, 72(3), 223-225.
Sun, W., Yuan, T.-M., Chen, L.-H., & Yu, H.-M. (2010). Neonatal lupus erythematosus: three case
reports and review of the chinese literature. Clinical pediatrics, 49(7), 627-634.
Trucco, S. M., Jaeggi, E., Cuneo, B., Moon-Grady, A. J., Silverman, E., Silverman, N., & Hornberger,
L. K. (2011). Use of Intravenous Gamma Globulin and Corticosteroids in the Treatment of
Maternal Autoantibody-Mediated Cardiomyopathy. Journal of the American College of
Cardiology, 57(6), 715-723.
Wahren-Herlenius, M., & Sonesson, S.-E. (2006). Specificity and effector mechanisms of
autoantibodies in congenital heart block. Current opinion in immunology, 18(6), 690-696.

10

Anda mungkin juga menyukai