Anda di halaman 1dari 13

KAJIAN TEKNIS SISTEM PENIRISAN PADA LOKASI

PENAMBANGAN PT. SEMEN GRESIK (PERSERO) Tbk

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Oleh :
DEDI KURNIAWAN
94. 063 / TA

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2001
KAJIAN TEKNIS SISTEM PENIRISAN PADA LOKASI
PENAMBANGAN PT. SEMEN GRESIK (PERSERO) Tbk
PROPOSAL TUGAS AKHIR

Oleh :
DEDI KURNIAWAN
94. 063 / TA

Mengetahui

(Ir. Mokh. Winanto Ajie, M.Sc) (________________________)


Dosen Wali Dosen Pembimbing
A. JUDUL
KAJIAN TEKNIS SISTEM PENIRISAN PADA LOKASI PENAMBANGAN PT.
SEMEN GRESIK (PERSERO) Tbk
B. ALASAN PEMILIHAN JUDUL
Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai curah
hujan yang cukup tinggi. Pada industri pertambangan, tingginya curah hujan
tersebut dapat menghambat kegiatan operasional penambangan. Untuk itu perlu
adanya sistem penirisan pada lokasi penambangan.
Sebagai salah satu kegiatan penunjang yang dilakukan pada aktifitas
penambangan, khususnya penambangan dengan metode open pit maka sistem
penirisan harus memerlukan penanganan yang baik, sehingga kegiatan operasional
penambangan yang telah direncanakan tidak terganggu yang pada akhirnya dapat
mengurangi produksi.

C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Melakukan evaluasi teknis tentang sistem penirisan yang ada pada lokasi
penambangan.
2. Meningkatkan dan memperbaiki kondisi kerja di lapangan.
3. Mengurangi hambatan-hambatan yang dapat ditimbulkan akibat sistem
penirisan yang kurang baik, yang dapat mengurangi proses produksi.

D. PERUMUSAN MASALAH
Untuk meningkatkan kondisi kerja yang nyaman dan mencegah
terhambatnya proses produksi akibat sistem penirisan yang kurang baik, maka yang
perlu dilakukan adalah :
1. Memperbaiki sistem saluran dan parit air yang ada.
2. Melakukan upaya untuk mencegah masuknya air ke dalam tambang.
3. Melakukan upaya mengeluarkan air yang masuk ke dalam tambang.
4. Mengkaji volume dan dimensi sumur penampungan, kolam pengendapan dan
daerah tangkapan hujan.

E. DASAR TEORI
Penirisan adalah suatu cara untuk mengeringkan atau mengeluarkan air
yang terdapat atau menggenangi suatu daerah tertentu. Sedangkan penirisan
tambang adalah upaya mencegah atau mengeluarkan air yang memasuki daerah
tambang yang mengganggu aktifitas penambangan.
Penanganan masalah air dalam tambang terbuka dapat dibedakan menjadi :
1. Mine drainage, merupakan upaya untuk mencegah masuk dan mengalirnya air
ke lokasi penambangan. Hal ini umumnya dilakukan untuk penanganan air
tanah dan air yang berasal dari sumber air permukaan.
2. Mine Dewatering, merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang telah masuk
ke tempat penggalian, terutama untuk penanganan air hujan.

Faktor-faktor Penting Dalam Sistem Penirisan


a. Curah Hujan
Adalah jumlah air hujan yang yang jatuh pada satuan luas, dinyatakan dalam
1mm  1 liter/m2. Sumber utama air permukaan pada suatu tambang terbuka
adalah air hujan. Curah hujan yang relatif tinggi pada wilayah Indonesia berakibat
pentingnya penanganan air hujan yang baik agar produktifitas tambang tidak
menurun. Adapun rumus curah hujan secara umum adalah :
CH = I + ET + RO   S
Dimana : CH = curah hujan
I = infiltrasi
ET = evapotranpirasi
RO = limpasan permukaan
S = perubahan permukaan air tanah
Pengolahan data curah hujan dimaksudkan untuk mendapatkan data curah
hujan yang siap pakai untuk suatu perencanaan sistem penirisan. Pengolahan data
ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya adalah metode
Gumbell, yaitu suatu metode yang didasarkan atas distribusi normal (distribusi
harga ekstrim). Gumbel beranggapan bahwa distribusi variabel-variabel hidrologis
tidak terbatas, sehingga harus digunakan distribusi dari harga-harga yang terbesar
(harga maksimal).
Beberapa perhitungan yang harus dilakukan, yaitu :
 Analisa frekuensi untuk nilai ekstrim
Data yang diperoleh dari stasiun pengamatan curah hujan adalah besarnya
curah hujan harian maksimal (Xi) dalam setahun (mm/24 jam) selama N
tahun pengamatan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan persamaan regresi
dari data yang ada, yang merupakan nilai hujan harian ekstrim. Harga I
menyatakan angka tahun pertama sampai dengan tahun ke N.
Persamaan regresinya adalah :
1
X=  + 

 dan 1 adalah koefisien, dengan perhitungan :

 =  + 1 Yn

1 
=
 

Dimana :  = standart deviasi dari data


n = standart deviasi yang diharapkan

 = harga rata-rata curah hujan

 = harga rata-rata yang diharapkan


 Periode Ulang Hujan
Periode ulang hujan adalah periode (tahun) dimana suatu hujan dengan tinggi
intensitas yang sama kemungkinan bisa terjadi lagi. Kemungkinan terjadinya
adalah satu kali dalam batas periode (tahun) ulang yang ditetapkan.
Hubungan antara periode ulang hujan dengan faktor resiko :
1 1
Td = N (  - )
2

Dimana :Td = periode ulang hujan (tahun)


N = umur penirisan
 = faktor resiko, biasanya diambil sama dengan 1 3 ,
artinya apabila terjadi kerusakan pada sistem
penirisan tidak sampai membahayakan.
Selanjutnya pengolahan data curah hujan dapat dilakukan.
b. Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan adalah curah hujan per satuan. Intensitas digunakan
untuk menghitung debit rencana air limpasan. Perhitungan intensitas curah hujan
dimaksudkan untuk mendapatkan kurva durasi yang nantinya dapat dipakai sebagai
dasar perencanaan debit limpasan hujan pada daerah penelitian. Untuk mengolah
data curah hujan menjadi intensitas curah hujan digunakan cara statistik dari
pengamatan durasi yang terjadi.
Rumus yang digunakan untuk pengolahan data adalah rumus Hasper der
Weduwen, yang dapat digunakan untuk daerah aliran kurang dari 100 km2. Rumus
diperoleh berdasarkan kecenderungan curah hujan harian yang dikelompokkan atas
dasar bahwa hujan menpunyai distribusi simetris dengan durasi hujan (t) lebih kecil
dari 1 jam dan durasi hujan dari 1 jam sampai 24 jam.
11300 t  R1 
 0 < t < 1 , maka R = 100 
t  3,12  

11300t   
 1 < t < 24, maka R = 100 
t  3,12  

 1218t  54 
Dimana : R1 = XT  
   (1  t )  1272t 

T = durasi hujan (jam)


R, R1 = curah hujan menurut Hasper der Weduwen (mm)
XT = curah hujan harian maksimal yang terpilih (mm)
Untuk menentukan intensitas hujan menurut Hasper der Weduwen

R
digunakan rumus : I= ( mm jam )
t

Apabila tidak ada data durasi hujan maka besarnya intensitas hujan dihitung
dengan rumus Mononobe :
2/3
t  24 
I=  
24  t 

Dimana : I = intensitas curah hujan ( mm jam )

t = waktu (jam)
Xt = curah hujan (mm)
Pemilihan Rumus Intensitas Curah Hujan
Harga-harga intensitas curah hujan (I) yang didapatkan dari perhitungan
rumus-rumus di atas besarnya dapat berubah dari setiap perubahan harga durasinya
(t). Penyederhanaan persamaan tersebut dilakukan dengan Metode Talbot, Metode
Sherman dan Metode Ishiguro.
 Rumus Talbot (dikemukakan oleh Profesor Talbot)
Banyak digunakan karena mudah diterapkan, dimana tetapan-tetapan a dan b
ditentukan dengan harga yng diukur.
a
I=
t  b

a=
     .t. 
2
.t. 2

.   (  ) 2 2

b=
 . .t  .  2

.   (  )
2 2

 Rumus Sherman (dikemukakan oleh Profesor Sherman)


Sesuai untuk jangka waktu curah hujan yang lamanya lebih dari 2 jam.
I = a tn

Log a =
 log . (log t )   log t. log . log t
2

. (log t )  ( log t ) 2 2

N =
 log . log t    log t. log 
. (log t )  ( log t )2 2

 Rumus Ishiguro (dikemukakan oleh Dr. Ishiguro)


a
I =
t  b

a =
 . t.     t.   2 2

.   (  ) 2 2

b =
 . . t  .  2
. t
.   (  ) 2 2

Dimana :I = intensitas curah hujan ( mm jam )

T = lamanya curah hujan (jam)


A,b,n = tetapan-tetapan
N = banyaknya data
c. Air Limpasan
Air limpasan disebut juga air permukaan, yaitu air hujan yang mengalir di
atas permukaan tanah. Besarnya air limpasan adalah besarnya curah hujan
dikurangi oleh besarnya penyerapan (infiltrasi) dan penguapan.
Bila curah hujan melampaui kapasitas infiltrasi, maka besarnya limpasan
permukaan akan segera meningkat sesuai dengan peningkatan intensitas curah
hujan. Banyaknya air limpasan tergantung beberapa faktor, sehingga tidak semua
air hujan yang ajatuh ke permukaan bumi akan menjadi sumber air limpasan. Dari
beberapa faktor yang paling mempengaruhi adalah kondisi penggunaan lahan dan
kemiringan, atau perbedaan tinggi daerah. Faktor-faktor ini digabung dan
dinyatakan oleh suatu angka yang disebut koefisien limpasan.
Penentuan besarnya debiit air limpasan maksimal ditentukan dengan
Metode rasional. Metode ini hanya berlaku untuk menghitug limpasan curah hujan
untuk daerah pengaliran dengan luas sampaidengan 13 km2, sedangkan untuk
daerah yang lebih luas digunakan rumus Metode Rasionall yang telah dimodofikasi.
Rumus Metode Rasional :
Q = 0,278 x C x I x A

2
Dimana : Q = debit limpasan ( m s )

C = koefisien limpasan
I = intensitas curah hujan ( mm h )

A = luas daerah limpasan (km2)


Koefisien limpasan dapat ditentukan berdasarkan pengamatan di lapangan
yang tergantung pada keadaan tanah, jenis tanaman dan vegetasi. Dari hasil
pengamatan kemudian disesuaikan dengan tabel koefisien limpasan.
d. Daerah Tangkapan Hujan
Daerah tangkapan hujan adalah luasnya permukaan yang bila terjadi hujan
maka air hujan tersebut akan mengalir ke daerah yang lebih rendah menuju titik
pengaliran.
Hujan yang terjadi dipermukaan bumi merupakan hasil dari suatu daur air.
Daur air di muka bumi secara garis besar terdiri dari penguapan, presipitasi dan
pengaliran. Air yang menguap terutama air laut, akan naik ke atmosfir berubah
menjadi awan dan setelah mengalami berbagai proses kemudian jatuh sebagai hujan
atau salju ke permukaan bumi.
Air yang jatuh ke permukaan bumi sebagian meresap ke dalam tanah
(infiltrasi) dan sebagian ditahan oleh tumbuhan (intersepsi) dan sebagian lagi akan
mengisi cekungan dan lekukan dipermukaan bumi dan mengalir ke tempat yang
lebih rendah. Disamping itu ada sebagian air hujan yang jatuh akan menguap lagi
(evaporasi) dan ada pula yang terserap oleh tumbuhan (transpirasi).
Air hujan yang akan mempengaruhi secara langsung sistem penirisan adalah
air hujan yang mengalir pada permukaan tanah (run off) ditambah sejumlah air yang
keluar dari proses infiltrasi air tanah.
Semua air yang mangalir ini tidak akan menjadi sumber dari suatu sistem
penirisan. Kondisi ini tegantung dari daerah tangkapan hujannya dan dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain kondisi topografi, rapat tidaknya vegetasi serta
keadaan geologi.

DAUR HIDROLOGI

Awan Kondensasi

Presipitasi

Intersepsi Uap air

Infiltrasi Limpasan permukaan Evapotranspirasi

Aliran air tanah Perembesan air tanah


Penentuan luas daerah tangkapan hujan berdasarkan pada peta daerah yang
akan diteliti. Setelah daerah tersbut ditentukan, maka pengukuran luasnya
menggunakan planimeter dengan mmemperhatikan daerah aliran air limpasan yang
mengalir sesuai dengan kontur masing-masing daerah. Hasil dari pembacaan
planimeter kemudian dikalikan dengan skala yang digunakan dalam peta sejhingga
didapatkan luas tangkapan hujan dalam m2.
e. Jenis dan Sifat Fisik Batuan
Besarnya air limpasan juga tergantung pada permeabilitas batuan, yaitu
daya atau kemampuan tanah untuk dilalui oleh air. Jika Permeabilitas batuan besar
maka air limpasan yang mengalir akan banyak berkurang karena air akan
mengalami infiltrasi. Batuan yang memiliki permebilitas yang kecil menyebabkan air
hujan yang jatuh sebagian besar akan menjadi air limpasan.
Bila lapisan tanah lunak dan lolos air, maka akan mudah terkikis oleh
perembesan air dan tebing akan mudah longsor sehingga perlu penyemenan atau
pembetonan yang cocok, biasanya bentuk segitiga atau trapesium.

F. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan observasi lapangan kemudian dilanjutkan
dengan studi pustaka dan melakukan analisis dari keduanya untuk mendapatkan
penyelesaian masalah yang baik.
Adapun urutan pekerjaan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Pengamatan lapangan.
Dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap keadaan geologi
permukaan dan mencari informasi pendukung yang berkaitan dengan permasalahan
yang akan dibahas. Mencocokkan dengan perumusan masalah, yang bertujuan agar
penelitian yang dilakukan tidak meluas.
2. Studi literatur, brosur-brosur dan laporan penelitian perusahaan.
Mencari bahan-bahan pustaka yang menunjang, yang diperoleh dari :
- Instansi yang terkait
- Perpustakaan
- Brosur-brosur, grafik, tabel dan informasi dari data perusahaan.
3. Penentuan lokasi pengambilan data
4. Pengambilan data primer (langsung dari lapangan) dan data sekunder
(laporan penelitiaan perusahaan).
5. Pengelompokan data
6. Pengolahan data
Pengolahan data dilakukan dengan melakukan beberapa perhitungan dan
penggambaran. Selanjutnya disajikan dalam bentuk grafik-grafik atau rangkaian
perhitungan dalam penyelesaian masalah yang ada.
7. Pengambilan kesimpulan
Dilakukan korelasi antara hasil pengolahan data yang telah dilakukan
dengan permasalahan yang diteliti.

G. RENCANA JADWAL PENELITIAN


Rencana waktu pelaksanaan kerja dalam penyusunan skripsi ini adalah
selama 3 bulan dengan perincian sebagai berikut:

MINGGU
KEGIATAN I II III IV V
Studi literatur
Obserfasi
Pengambilan data
Pengolahan data
Pembahasan
Pembuatan draft

H. DAFTAR PUSTAKA
1. Pfleider EP, “Surface Mining”, The American Institude of Mining,
Metallurgical and Petroleum Inc. New York, 1972.

2. Rudi Sayogya GB, “Sistem Penirisan Tambang”, Kursus Perencanaan


Tambang, Jurusan Teknik Pertambangan, FTM, ITB, 1993.

3. Suyono Sosrodarsono dan Kensaku Takeda, “ Hidrologi untuk


Pengairan”, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1993.
I. RENCANA DAFTAR ISI
RINGKASAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan
1.3. Permasalahan
1.4. Metode Penelitian
1.5. Hasil yang diharapkan

II. TINJAUAN UMUM DAERAH PENAMBANGAN


2.1. Lokasi dan Kesampaian Daerah.
2.2. Keadaan Topografi.
2.3. Iklim dan Curah Hujan
2.4. Kependudukan.
2.5. Tumbuhan.
2.6. Penirisan Pada Lokasi Penambangan
2.7. Cara penambangan dan pengolahan emas

III. DASAR TEORI


3.1. Pengertian Penirisan
3.2. Metode Penirisan Tambang
3.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sistem Penirisan
3.4. Jenis-jenis Air Tanah
3.5. Air Limpasan
3.6. Jenis dan Sifat Fisik Batuan
3.7. Daerah Tangkapan Hujan
3.8. Kolam Pengendapan

IV. KONDISI DAERAH PENELITIAN


4.1. Sistem Penirisan Yang Digunakan
4.2. Kualitas Air Tanah
4.3. Rembesan Air Tanah
4.4. Pengaruh Air Tanah Pada Penambangan
4.5. Pola Aliran Air Di Lokasi Penambangan
V. PEMBAHASAN
5.1. Hasil Pengolahan Data Curah Hujan
5.2. Hasil Perhitungan Intensitas Curah Hujan
5.3. Distribusi Air Tanah
5.4. Luas Daerah Tangkapan Hujan
5.5. Volume dan Dimensi Sumur Penampungan
5.6. Volume dan Dimensi Kolam Pengendapan

VI. KESIMPULAN DAN SARAN


6.1. Kesimpulan
6.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai