Anda di halaman 1dari 15

RESILIENSI IBU YANG MEMILIKI ANAK

DOWN SYNDROME DI SIDOARJO

Fiqqi Anggun Lestari, Lely Ika Mariyati


Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

ABSTRACT
The aim of this study was to describe the characteristics and resilience factors for
mothers who have children experiencing Down Syndrome. That is factors that help
mother finds the strength to face the problem. The method was a qualitative
exploratory study using three subjects 30-45 years old mother who has a child with
Down syndrome and has resilience. The determination of the subject used purposive
sampling techniques and located in some places according to the agreement of subject
and significant others. Data collection methods used were interviews equipped with
general guidelines as well as the recording field. The results showed that each mother
were different in terms of characteristics and resilience factors and differences in
educational factors, economic and employment background. Factors that affected the
subject resilience also have differences. Some of the factors supporting emerging
resilience, the family support factor was the support obtained by the subject.

Keywords: Resilience, Mother with Child Down Syndrome, Down Syndrome

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memberi gambaran karakteristik dan faktor-faktor
resiliensi ibu yang memiliki anak Down Syndrome yaitufaktor-faktor yang membantu
ibu menemukan sebuah kekuatan untuk menghadapi masalahnya.Metode penelitian
ini adalah kualitatif eksploratif dengan menggunakan tiga orang subjek ibu berusia 30-
45 tahun yang memiliki anak down syndrome dan sudah beresiliensi. Penentuan
subjek menggunakan teknik purposif sampel dan berlokasi di beberapa tempat sesuai
kesepakatan dari subjek maupun significant others. Metode pengumpulan data yang
digunakan adalah metode wawancara yang dilengkapi dengan pedoman umum serta
pencatatan lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing ibu
berbeda dalam hal karakteristik dan faktor resiliensi serta memiliki perbedaan pada
faktor pendidikan, ekonomi dan latar belakang pekerjaan. Faktor yang mempengaruhi
subjek beresiliensi juga memiliki perbedaan. Beberapa faktor pendukung resiliensi
yang muncul, faktor dukungan keluarga merupakan dukungan yang didapatkan oleh
subjek.

Kata kunci : Resiliensi, Ibu dengan Anak Down Syndrome, Down Syndrome

PENDAHULUAN
Setiap orangtua menginginkan masalah-maslah dalam
dan merasa bahagia ketika melihat perkembangannya sejak usia dini
anaknya berkembang dengan (Rachmayanti dan Zulkaida, 2007).
sempurna. Namun demikian sering Salah satu masalah dalam
terjadi dimana anak memperlihatkan perkembangan anak adalah gangguan

PSIKOLOGIA / Vol. : 3 No. 1 , Januari 2015 |141


psikiatrik yang dikenal dengan istilah 2010). Berdasarkan hasil kutipan
“anak berkebutuhan khusus” (special wawancara yang dilakukan oleh
needs children), yaitu anak yang peneliti di atas, dapat diketahui
secara bermakna mengalami kelainan bahwa ibu yang memiliki anak
atau gangguan (fisik, mental- berkebutuhan khusus lebih rentan dan
intelektual, sosial dan emosional) lebih mudah merasa kecewa, sedih
dalam proses pertumbuhan dan dan malu karena ia merasa yang
perkembangannya dibandingkan bertanggung jawab atas semua yang
dengan anak-anak lain seusianya dialami oleh anaknya.
adalah mereka memerlukan pelayanan Perasaan-perasaan yang dialami
pendidikan khusus (Direktorat seorang ibu yang memiliki anak
Pembinaan SLB : Hayden, 2004). berkebutuhan khusus terutama down
Sebagian besar anggota syndrome sudah dapat dipastikan
keluarga mengalami penyesuaian akan memiliki suatu pekerjaan
dalam pekerjaan mereka, yaitu tambahan bagi dirinya seperti intensif
mengurangi jam kerja, berganti dalam perhatian terhadap
pekerjaan atau berhenti dari perkembangan anaknya. Tidak hanya
pekerjaan. Beragam penyesuaian menambah pekerjaan tetapi juga
yang harus dilakukan seringkali memikirkan masa depan anaknya
memunculkan bermacam-macam ketika sang anak sudah memasuki
gangguan dan stres bagi orangtua usia pernikahan.
terutama ibu. Stres yang dialami ibu Anak Berkebutuhan Khusus
juga terkait dengan beratnya tanggung memiliki banyak jenis antara lain
jawab perawatan dan pengasuhan autisme, down syndrome, ADHD,
anak. Reaksinya memang bervariasi. Speach Delay, Cerebral Palsy,
Beberapa ibu yang mengatasi kondisi Tunadaksa, Tunagrahita dan masih
tersebut secara realistis, menolak, banyak lagi jenisnya. Anak
mengasihani diri sendiri, bersikap berkebutuhan khusus yang menjadi
ambivalen, merasa bersalah ataupun focus dalam penelitian ini adalah
membentuk pola ketergantungan down syndrome. Pengertian dari down
dengan si anak. syndrome adalah satu kerusakan atau
Ibu adalah orang yang kali cacat fisik bawaan yang disertai
pertama merasakan suatu tekanan keterbelakangan mental. Lidahnya
karena ia merasa tidak berharga dan tebal dan retak-retak atau terbelah,
gagal melahirkan seorang anak yang wajahnya datar ceper dan matanya
ia lahirkan dengan keadaan normal. miring (Chaplin, 1995).
Ibu yang paling terpukul karena Pengertian lain tentang down
secara tidak langsung ia yang sangat syndrome adalah salah satu
dekat dengan sang janin saat tunagrahita. Down Syndrome
mengandung sampai pada masa merupakan kelainan kromosom.
melahirkan. Hal ini dapat ditunjukkan Kromosom ini terbentuk akibat
dengan salah satu hasil wawancara kegagalan sepasang kromosom saling
dalam penelitian yang meneliti memisahkan diri saat terjadi
tentang Dinamika Resiliensi pembelahan. Ciri-ciri down syndrome
Orangtua Anak Autis (Muniroh, tampak nyata dilihat dari fisik

PSIKOLOGIA / Vol. : 3 No. 1 , Januari 2015 |142


penderita, misalnya tinggi badan dan merupakan 15% dari jumlah
relatif pendek, kepala mengecil, kasus down syndrome dunia. Angka
hidung yang datar menyerupai orang yang signifikan untuk populasi
Mongolia. Biasanya lapisan kulit Indonesia yang merupakan 3,7% dari
penderita tampak keriput meskipun populasi dunia
usianya masih muda (Smart, 2010). (http://id.scribd.com/doc/88032067/D
Down Syndrome merupakan own-Syndrome).
masalah yang penting karena Banyak di antara orangtua yang
seringkali terjadi di berbagai belahan memiliki anak “berbeda” terutama
dunia, sebagaimana menurut catatan yang memiliki anak down syndrome
Indonesia Center for Biodiversity dan merasa malu, kecewa dan putus asa
Biotechnology (ICBB) Bogor, di serta pasrah tidak melakukan apapun
Indonesia terdapat lebih dari 300 ribu yang terbaik untuk anaknya. Orangtua
anak pengidapdown syndrome. menerima semua keadaan ini sebagai
Sedangkan angka kejadian penderita takdir yang sudah digariskan Sang
down syndrome di seluruh dunia Maha Pencipta untuk kehidupan
diperkirakan mencapai 8 juta jiwa mereka dan anak mereka (Smart,
(Aryanto, 2008). Angka kejadian 2010).
kelainan down syndromemencapai 1 Orangtua dengan anak yang
dalam 1000 kelahiran. Amerika didiagnosa mengalami down
Serikat, setiap tahun lahir 3000 syndrome dengan anak normal
sampai 5000 anak dengan kelainan ini memiliki tanggung jawab yang
dan di Indonesia prevalensi lebih dari berbeda. Mangunsong (dalam
300 ribu jiwa (Sobbrie, 2008 dalam Budiarti, 2013),mengelompokkan
http://id.scribd.com/doc/Down- empat jenis tanggung jawab orangtua
Syndrome). dengan anak berkebutuhan khusus.
Beberapa kasus terlihat bahwa Pertama, orangtua dengan anak
umur wanita terbukti berpengaruh berkebutuhan khusus mempunyai
besar terhadap munculnya down tanggung jawab sebagai pengambil
syndrome pada bayi yang keputusan karena orangtualah yang
dilahirkannya. Kemungkinan wanita memutuskan alternatif mana yang
berumur 30 tahun melahirkan bayi akan ditempuh anaknya. Tanggung
dengan down syndrome adalah 1 jawab kedua adalah sebagai orangtua
dibanding 1000. Sedangkan jika usia yang perlu menyesuaikan diri dengan
kelahiran adalah 35 tahun, keadaan anaknya, sosialisasi anak dan
kemungkinannya adalah 1 dibanding sebagainya. Ketiga adalah sebagai
400. Hal ini menunjukkan bahwa guru dari anaknya bukanlah pendidik
angka kemungkinan munculdown anak berkebutuhan khusus yang
syndrome makin tinggi sesuai usia ibu professional, mereka bisa berperan
saat melahirkan (Elsa, 2003 dalam dalam memberikan beberapa
http://id.scribd.com/doc/Down- pelatihan pada aspek-aspek tertentu
Syndrome). sebatas kemampuan yang dimiliki
Sumber lain menyebutkan orangtua.
bahwa jumlah kasus down syndrome Terakhir, ibu juga memiliki
di Indonesia sekitar 300,000 kasus, tanggung jawab sebagai ‘advocate’,

PSIKOLOGIA / Vol. : 3 No. 1 , Januari 2015 |143


yaitu sebagai pendukung dan pembela Resiliensi terbentuk dari
kepentingan anaknya yang interaksi antara faktor-faktor resiko
berkebutuhan khusus. Hadirnya dengan faktor-faktor protektif
tanggung jawab yang lebih kompleks menurut Windle (dalam Kalil, 2003).
membuat orangtua anak berkebutuhan Faktor resiko adalah segala sesuatu
khusus mengalami masalah yang yang berpotensi untuk menimbulkan
lebih besar daripada orangtua dengan persoalan atau kesulitan, sedangkan
anak normal, sehingga berpotensi faktor protektif adalah hal-hal yang
menimbulkan stress pada orangtua memperkuat individu atau keluarga
(Budiarti, 2013). dalam menghadapi faktor-faktor
Penelitian di wilayah Sidoarjo resiko. Adaptasi yang baik dan
dilakukan karena tidak sedikit ibu berhasil terhadap suatu permasalahan
yang memiliki anak berkebutuhan mencerminkan kuatnya pengaruh
khusus yang salah satunya adalah faktor protektif yang dimiliki.
mengidap down syndrome. Di Istilah resiliensi diintrodusir
Sidoarjo juga terdapat sekolah- oleh Redl pada tahun 1969 dan
sekolah yang khusus untuk anak digunakan untuk menggambarkan
penyandang down syndrome. Kasus bagian postif dari perbedaan
down syndrome saat ini memang individual dalam respon seseorang
menjadi sorotan karena berkembang terhadap stres dan keadaan yang
cepat dibandingkan kasus anak merugikan (adversity) lainnya (Smet,
berkebutuhan khusus lainnya. dalam Desmita 2011).Resiliensi (daya
Keluarga yang memiliki anak lentur) merupakan sebuah istilah baru
dengan diagnosa down syndrome dalam khasanah psikologi, terutama
akan melalui proses tertentu yang psikologi perkembangan. Paradigma
memungkinkan mereka untuk resiliensi didasari oleh pandangan
bertahan dan beradaptasi hingga kontemporer yang muncul dari
mereka dapat menjadi sebuah lapangan psikiatri, psikologi dan
keluarga yang resilien. Ada pula sosiologi tentang anak, remaja dan
reaksi orangtua yang kecewa dan orang dewasa sembuh dari kondisi
merasa bahwa anaknya berbeda stres, trauma dan resiko dalam
dengan anak-anak yang lain. kehidupan mereka. Sejumlah besar
Resiliensi dapat diartikan untuk ahli psikologi menyadari betapa
menggambarkan bagian positif dari individu (anak-anak, remaja bahkan
perbedaan individual dalam dalam orang dewasa) yang hidup pada era
respons seseorang terhadap stres dan modern sekarang ini semakin
keadaan yang merugikan (adversity) membutuhkan kemampuan resiliensi
lainnya, Smet (dalam Desmita 2011). untuk menghadapi kondisi-kondisi
Meskipun resiliensi merupakan yang berubah dengan cepat. Sejumlah
kapasitas individual untuk bertahan ahli psikologi memandang perlu
dalam situasi yang stresfull, namun untuk menghadapi kondisi-kondisi
tidak berarti bahwa resiliensi yang tidak menyenangkan untuk
merupakan suatu sifat (traits), membangun kekuatan individu
melainkan lebih merupakan suatu dengan melakukan sebuah resiliensi.
proses (process).

PSIKOLOGIA / Vol. : 3 No. 1 , Januari 2015 |144


Resiliensi dianggap sebagai merugikan (Desmita, 2011). Ibu yang
kekuatan dasar yang menjadi fondasi memiliki anak dengan gangguan
dari semua karakter positif dalam down syndrome masuk dalam tahap
membangun kekuatan emosional dan inferior. Tahap inferior tersebut
pskologikal seseorang. Tanpa adanya termasuk dalam psikologi individual
resiliensi, tidak akan ada keberanian, Adler. Tema-tema pokok dari teori
ketekunan, tidak ada rasonalitas. psikologi Adler adalah inferior fisik
Sejumlah riset yang telah dilakukan dan inferor psikologi. Inferioritas
meyakinkan bahwa gaya berpikir fisik adalah rasa tidak lengkap oleh
seseorang sangat ditentukan oleh adanya kekurangan dalam tubuh.
resiliensinya dan resiliensi juga Inferioritas Psikologi, yaitu perasaan-
menentukan keberhasilan seseorang perasaan inferioritas yang bersumber
dalam hidupnya (Desmita, 2005). pada rasa tidak lengkap atau tidak
Keluarga yang memiliki anak sempurna dalam setiap bidang
Down Syndrome menimbulkan kehidupan, Adler (dalam Alwisol
stressor yang tinggi terutama pada 2009). Perasaan inferioritas bukan
ibu karena telah menguras energi dan suatu pertanda abnormalitas,
pikirannya. Apabila stressor tersebut melainkan justru penyebab dari segala
tidak dapat diatasi maka dapat bentuk penyempurnaan dalam
menyebabkan stres yang kehidupan manusia. Inferioritas bagi
berkepanjangan atau biasa disebut Adler berarti perasaan lemah dan
distress. Distress tersebut memiliki tidak terampil dalam menghadapi
beberapa kemungkinan yakni masalah yang harus diselesaikan.
gangguan neurotik dan gangguan Perasaan inferior ada pada semua
terkait stres. Berdasarkan PPDGJ-III orang karena manusia hidup sebagai
F430 reaksi stres akan dilihat kaitan makhluk yang kecil dan lemah. Akan
waktu kejadian yang jelas antara tetapi, perasaan inferor tersebut bisa
terjadinya pengalaman stressor luar diminimalisir dengan melakukan
resiliensi atau bangkit dari
biasa (fisik atau mental) dengan onset
dari gejala. Adapun gejala-gejala keterpurukan dalam diri. Ibu yang
tersebut adalah terdapat gambaran memiliki anak down syndrome
gejala campuran yang biasanya mengalami masa ini karena ada
berubah-ubah, selain gejala penolakan dari dirinya, bingung dan
permulaan berupa keadaan “terpaku” menarik diri dari sosial karena merasa
(daze). Semua hal berikut dapat malu memiliki anak dengan gangguan
terlihat seperti depresi, kecemasan, tersebut, akan tetapi seorang ibu dapat
kemarahan, kecewa, overaktif dan memotivasi diri dengan adanya faktor
penarikan diri (PPDGJ-III, 2003). protektif yang mempengaruhinya.
Faktor protektif yang mampu
Perkembangan resiliensi membuat seorang ibu dapat
diadaptasi dari pendapat Redl yang beresiliensi adalah munculnya faktor
menyatakan bahwa resiliensi kemandirian, keaktifan mengakses
digunakan untuk menggambarkan informasi, dukungan keluarga besar,
bagian postif dari perbedaan ikhlas dan sabar, memiliki keluarga
individual dalam respon seseorang yang mampu berkomunikasi,
terhadap stres dan keadaan yang kebersamaan dalam keluarga serta

PSIKOLOGIA / Vol. : 3 No. 1 , Januari 2015 |145


tidak berseberangan dalam menyikapi dan perspektifnya di dalam dunia dari
sesuatu (dalam segi konsep, perilaku, persepsi
http://wiwinhendriani.com) maupun persoalan manusia yang akan
Selain faktor pendukung, diteliti.
seseorang mampu beresilien dengan Beberapa definisi yang
menunjukkan suatu karakter dikemukakan oleh para ahli, maka
penunjang proses resiliensi. Individu (Moleong, 2011) menyatakan bahwa
yang resilien menunjukkan penelitian kualitatif adalah suatu
karakteristik seperti memiliki inisiatif, penelitian ilmiah yang bermaksud
insight, independen dalam bertindak, untuk memahami fenomena tentang
memiliki hubungan sosial yang baik, apa yang dialami oleh subjek
memiliki kreatifitas, mampu penelitian misalnya perilaku,
menunjukkan humor dan persepsi, tindakan dan lain-lain secara
moralitasnya, Wolins (dalam Desmita holistik dan dengan cara deskripsi
2011). Namun apabila karakteristik dalam bentuk kata-kata dan bahasa
tersebut tidak semua terpenuhi, bukan pada suatu konteks khusus yang
berarti individu tersebut gagal dalam alamiah dengan memanfaatkan
beresilien tetapi ada karakteristik lain berbagai metode ilmiah. Makna
yang menjadi pendukung. deskriptif yang dimaksud adalah data
Perkembangan resiliensi yang yang dikumpulkan berupa kata-kata,
didasari atas sebuah dorongan untuk gambar dan bukan angka-angka. Hal
hidupnya menjadi kuat dan berhasil itu disebabkan oleh adanya penerapan
menyesuaikan diri dalam berhadapan metode kualitatif dan semua yang
dengan kondisi yang tidak dikumpulkan kemungkinan menjadi
menyenangkan serta dapat kunci terhadap apa yang sudah diteliti
mengembangkan kreatifitas dan kemudian laporan penelitian akan
keterampilan berangkat dari sebuah berisi kutipan-kutipan data untuk
teori perkembangan yang mencakup memberikan gambaran penyajian
dalam kepribadian seseorang dan laporan tersebut.
usaha seseorang untuk menjadi kuat Subjek dalam penelitian ini
dan bertahan. adalah orangtua yang dikhususkan
pada ibu yang memiliki anak down
syndrome usia anak-anak dan
METODE PENELITIAN menggunakan teknik purposeful
Penelitian ini menggunakan sampling yang berdasarkan kepada
metode kualitatif deskriptif. ciri-ciri yang dimiliki oleh subjek
Penelitian kualitatif menurut karena sesuai dengan tujuan
Williams (dalam Moleong, 2011) penelitian yang akan dilakukan.
adalah pengumpulan data pada suatu Purposeful sampling yang merupakan
latar alamiah dengan menggunakan teknik dalam non-probability
meteode alamiah dan dilakukan oleh sampling yang berdasarkan kepada
orang atau peneliti yang tertarik ciri-ciri yang dimiliki oleh subjek
secara alamiah. Sedangkan menurut yang dipilih karena ciri-ciri tersebut
Richie (dalam Moleong, 2011) adalah sesuai dengan tujuan penelitian yang
suatu upaya untuk menyajikan sosial akan dilakukan (Herdiansyah, 2010).

PSIKOLOGIA / Vol. : 3 No. 1 , Januari 2015 |146


Subjek yang dipilih adalah subjek wawancara digunakan untuk menjaga
yang memiliki kriteria: agar penggalian data tetap fokus pada
1. Subjek terdiri dari tiga orang ibu permasalahan yang diungkap.
yang memiliki anak down Pedoman wawancara tersebut
syndrome menyesuaikan keadaan di lapangan.
Selain wawancara, teknik
2. Usia anak antara 3 sampai 15 pengumpulan data dilengkapi dengan
tahun karena pada usia tersebut catatan lapangan. Catatan lapangan
orangtua melalui proses yang tidak berisi deskripsi tentang hal yang
mudah dalam hal beresiliensi. diamati peneliti yang dianggap
3. Usia ibu antara 30-45 tahun yang penting. Catatan lapangan harus
bisa menjadi faktor timbulnya bersifat deskriptif, pencatuman
gangguan gangguan down tanggal dan waktu dan dicatat dengan
syndrome. menyertakan informasi-informasi
dasar seperti keterangan tempat,
Selain mengemukakan ciri-ciri interaksi sosial dan aktifitas yang
yang menjadi subjek penelitian, berlangsung dan lain-lain
penggalian data juga melalui (Poerwandari, 2009).
significant others, hal ini dilakukan
agar dapat mendapatkan data
tambahan tentang subjek dan hal-hal HASIL DAN PEMBAHASAN
yang relevan dengan penelitian serta Masing-masing subjek
agar dapat mencocokkan data yang menunjukkan karakteristik, bentuk
diperoleh dari subjek penelitian. dan faktor resiliensinya. Ketiga
Teknik penggalian data subjek memiliki suatu daya tahan
menggunakan wawancara yang dalam menghadapi berbagai macam
dilengkapi dengan pedoman umum konflik yang akan mereka terima
wawancara. Pedoman umum dengan kehadiran seorang anak yang
mengidap down syndrome.

PSIKOLOGIA / Vol. : 3 No. 1 , Januari 2015 |147


Tabel 1.
Matriks Profil Subjek

Hasil Data Subjek I (KM) Subjek II (HR) Subjek III (N)


Latar S1 dan pernah S1 SMP
Belakang mengajar di sekolah
Pendidikan TK
Latar Termasuk dalam Termasuk golongan Termasuk dalam
Belakang golongan menengah; menengah ke atas; golongan menengah
Ekonomi  Rumah sederhana  Rumah cukup kebawah;
dengan kepemilikan mewah dan  Rumah masih Kontrak
sendiri kepemilikan  Pendapatan minim
 Memiliki kendaraan sendiri dengan dengan 3
roda empat  Memiliki tanggungan anak
sederhana kendaraan roda  Kendaraan yang
 Pendapatan cukup empat sederhana dimiliki roda dua
dengan 1  Pendapatan bermesin (motor)
tanggungan anak cukup dengan 3
tanggungan anak
Hasil Data Subjek I (KM) Subjek II (HR) Subjek III (N)
Latar Pernah mengajar di Menjadi guru di Ibu rumah tangga.
Belakang sekolah TK namun sekolah TK yang Kadang membantu
Pekerjaan tidak berlangsung didirikannya. membuat masakan di
lama. Saat ini KM Suaminya bekerja di catering.
berjualan di stand perusahaan swasta. Suaminya bekerja di
makanan. bidang jasa (sopir).
Suaminya bekerja
sebagai guru.
Riwayat KM memiliki seorang HR memiliki dua N memiliki dua orang
Kasus putra usia 4 tahun, orang putra dan satu putri dan satu orang putra.
divonis DS ringan. orang putri, usia 9 Putri ketiga menderita DS
Km melakukan tahun, divonis DS cenderung RM. N
berbagai usaha untuk ringan. HR mengetahui putrinya
pengobatan anaknya. melakukan usaha menderita DS saat berusia
untuk mengobatkan tujuh bulan.
putrinya serta
mencari tempat
terapi.

PSIKOLOGIA / Vol. : 3 No. 1 , Januari 2015 |148


Tabel 2.
Matriks Karakteristik Resiliensi Subjek

Karakter Subjek I (KM) Subjek II (HR) Subjek III (N)


Inisiatif Subjek melakukan Subjek berusaha Subjek
pengobatan untuk melakukan pengobatan menyekolahkan
anaknya. Selain itu, untuk anaknya dan mencari anaknya. Subjek juga
subjek mencari tempat terapi yang cocok. memiliki keinginan
tempat terapi dan Selain itu, subjek memiliki ke depannya.
melakukan aktifitas keinginan kedepan agar
di luar terapi. dapat mandiri.
Insight / Subjek paham akan Subjek sadar akan kondisi Subjek mampu
wawasan perkembangan anak dan menurutnya usia menerima keadaan
anaknya. orangtua tidak berpengaruh anaknya dan tidak
pada lahirnya anak dengan menganggap usia
kondisi DS. yang menjadi faktor
anak DS.
Independen Subjek dapat Subjek dapat Subjek mampu
mengatasi perkataan memperlihatkan pada mengatasi masalah
negatif dari masyarakat bahwa anaknya perihal anaknya,
masyarakat yang tidak mengalami walaupun .cenderung
belum mengetahui kemunduran yang parah. malu-malu saat ada
kondisi anaknya. pertanyaan orang lain
perihal anaknya
Hubungan Subjek tidak begitu Subjek termasuk orang Subjek cukup aktif
akrab dengan tetanga yang mudah bergaul dan dalam kegiatan
karena belum lama rutin mengikuti kegiatan di dilingkungannya.
menempati rumah lingkungan.
tersebut dan karena
kesibukan di luar
rumah (berjualan).
Humor Subjek tidak begitu Subjek suka humor tapi Saat sedang
menyukai humor. tidak terlalu. berkumpul dengan
keluarga, subjek
sering bercanda
Kreatifitas Subjek dapat Subjek mudah untuk Subjek mengajarkan
menciptakan membuat sang anak hal-hal kecil pada
permainan untuk terhibur, selain itu juga anak.
anak dan biasa subjek gemar mengarang
membacakan dongeng untuk anak.
dongeng. Subjek dan suami memberi
pengajaran sendiri untuk
sang anak
Moralitas Subjek mengajarkan Subjek mengajarkan Subjek bersedia
aturan yang mudah kebiasaan sehari-hari untuk membantu sesama.
untuk anak. anak dan membantu
tetangga.

PSIKOLOGIA / Vol. : 3 No. 1 , Januari 2015 |149


Tabel 3.
Matriks Faktor Yang Mempengaruhi Resiliensi Subjek
Faktor Subjek I (KM) Subjek II (HR) Subjek III (N)
Kemandirian Subjek mampu Subjek dapat mengatasi Subjek mampu
menanggapi perkataan masalah yang berkaitan mengatasi masalah
negatif orang yang dengan sang anak, yang dianggap baru.
baru dikenal ketika di misalnya ada orang
tempat umum. yang berkata negatif.
Sabar dan Ikhlas Subjek ikhlas dan Subjek ikhlas dan Subjek menerima
dapat mengambil menerima keadaan keadaan.
hikmah. anaknya.
Gigih dalam Usaha Subjek membuka Subjek memasukkan Subjek berusaha
usaha menjual anak ke terapi serta agar anaknya bisa
makanan demi anak mendirikan sekolah agar mandiri.
serta berjuang dengan anaknya dapat
memasukkan anaknya bersosialisasi.
ke tempat terapi.
Keluarga Komunikatif Komunikasi Subjek dan suami saling Komunikasi
cenderung minim berkomunikasi hampir cenderung minim
minimal hanya lewat setiap hati tentang minimal hanya lewat
telepon sesekali karena permasalahan keluaraga. telepon sesekali
suami bekerja diluar karena suami bekerja
kota diluar kota
Kebersamaan & Suami jarang pulang Subjek dan suami Suami jarang pulang
Dukungan Keluarga karena harus bekerja menyempatkan waktu karena harus bekerja
diluar kota sehingga untuk berkumpul hampir diluar kota sehingga
sehingga kebersaam setiap hari dan sesekali sehingga kebersaam
sangat minim namun rekreasi bersama sangat minim namun
sesekali rekreasi sesekali rekreasi
bersama bersama
Dukungan Keluarga Subjek mendapat Subjek mendapat Subjek mendapat
Besar dukungan dari dukungan dari keluarga dukungan dari
keluarga besar. besarnya dan keluarga keluarga besar.
besar pihak suami.
Keaktifan Mengakses Browsing internet Subjek mencari info Subyek hanya
Info untuk mencari tahu tentang DS melalui menunggu
perkembangan internet dan membaca mendapatkan
anaknya. buku. informasin ttd DS
sesekali bertanya
dari tetangga,
keluarga dan terapis
Orangtua Yang Tidak Subjek dan suami Subjek dan suami
Subjek dan suami saling
Berseberangan saling membantu saling membantu
membantu untuk
Menyikapi Sesuatu untuk perkembangan untuk perkembangan
perkembangan anak.
anak. anak.

PSIKOLOGIA / Vol. : 3 No. 1 , Januari 2015 |150


Tabel 4.
Matriks Dinamika Yang Muncul Pada Diri Subjek

Hasil Subjek I (KM) Subjek II (HR) Subjek III (N)


Dinamika Awal mengetahui Subjek merasa shock Subjek terkejut
yang sang anak divonis setelah mengetahui bahwa meilhat
Muncul menderita down anak yang dilahirkannya keterlambatan
syndrome, subjek mengalami down perkembangan
merasa terguncang syndrome.Walaupun kurang yang dialami
(kaget). Subjek nyaman dengan perkataan sang anak. Ada
masih menyimpan maupun perilaku orang yang rasa kecewa
perasaan sensitif baru ditemui atau ketika tetapi ia sudah
terhadap orang lain berada di tempat umum, ia mampu untuk
yang berkata mampu mengatasinya bangkit dari
negatif. Tetapi karena adanya dukungan masalah
subjek masih dari keluarga dan nilai tersebut.
memiliki nilai keimanan pada dirinya.
spiritual.

Subjek memiliki inisiatif diri dengan Seseorang dapat dikatakan


cara memeriksakan sang buah hati ke mampu beresiliensi jika mampu
rumah sakit maupun berusaha menjauhkan diri dari keadaan yang
mencarikan terapi yang cocok untuk tidak menyenangkan saat berada di
anak mereka. Subjek juga sudah lingkungan yang memungkinkan
mampu menatap masa depan dengan terjadinya hal tersebut. Apalagi
keadaan anak yang memiliki seseorang dengan keadaan memiliki
keterbatasan. Subjek juga anak down syndrome. Subjek tidak
menginginkan sang anak dapat menunjukkan hal tersebut. Subjek
menjadi anak yang mandiri. Individu tidak malu untuk mengajak sang buah
yang memiliki inisiatif yakni individu hati pergi ke tempat umum dan
yang melibatkan keinginan yang kuat kegiatan sosial masyarakat. Subjek
untuk bertanggung jawab atas apa mampu menunjukkan pada sosial
yang dihadapi (Wolins, dalam bahwa anak mereka mampu walau
Desmita 2005). dengan keterbatasan yang dimiliki.
Subjek memiliki wawasan atau Seseorang yang resilien mampu
kemampuan mental untuk bertanya menjalin hubungan dengan orang lain
pada diri sendiri. Hal ini bertujuan dan saling mendukung dengan
untuk memahami diri sendiri. Subjek lingkungannya. Subjek kesatu tidak
sudah memahami kondisi anaknya begitu akrab dengan tetangga karena
dan menganggap bahwa usia ibu di masih baru. Namun di tempat lain
atas 30 tahun dapat menyebabkan subjek (KM) mampu berinteraksi
down syndrome. Mereka menampik dengan orang baru. Subjek kedua
semua itu dikarenakan yang terjadi bersedia membantu tetangga yang
pada subjek tidak demikian. membutuhkan bantuan. Subjek ketiga
memiliki hubungan sosial yang cukup

PSIKOLOGIA / Vol. : 3 No. 1 , Januari 2015 |151


bagus dan mudah bergaul. Mereka dimaksud, yakni kemandirian,
tidak sungkan untuk berbaur dengan kesabaran dan keikhlasan, gigih
lingkungan karena mereka sudah dalam berusaha, keluarga
mampu bangkit dari suatu masalah. komunikatif, kebersamaan dan saling
Humor adalah kemampuan dukung keluarga, dukungan dari
untuk melihat sisi terang dari keluarga besar, aktif mengakses
kehidupan dan menemukan informasi dan sikap orangtua yang
kebahagiaan dalam situasi apapun. tidak berseberangan dalam menyikapi
Seseorang yang resilien sesuatu.
menggunakan rasa humornya untuk Dalam hal kemandirian, subjek
memandang tantangan hidup dengan mampu mengatasi masalah yang
cara yang baru serta mampu dihadapi dan tentu saja berkaitan
mengungkapkan perasaan humornya. dengan anak. Subjek mampu
Kreatifitas melibatkan menyelesaikannya dengan cara
memikirkan berbagai pilihan dan mampu menahan untuk tidak marah
konsekuensi dalam hidup. Kreatifitas jika ada orang lain yang berkata
melibatkan daya imajinasi yang tinggi negatif terhadap anaknya. Faktor
dan bisa digunakan untuk menghibur keluarga komunikatif juga sangat
diri sendiri maupun orang lain. mendukung suatu proses resiliensi
Memiliki anak yang mengidap down seseorang. Subjek selalu
syndrome bukanlah perkara yang mengkomunikasikan dengan suami.
mudah, tetapi semua itu dapat diatasi Berbeda dengan subjek kesatu dan
dengan kreatifitas dari subjek yang ketiga yang jarang berkomunikasi
mampu menciptakan hal-hal yang dengan suami dikarenakan sang
bersifat kreatifitas sehingga sang anak suami berada di luar kota.
bisa terhibur. Salah satu kreatifitas Kebersamaan dan saling
yang ditunjukkan oleh subjek adalah dukung dalam keluarga juga sangat
mendongeng untuk anak. diperlukan untuk proses resilien.
Subjek dapat mengevaluasi Dukungan yang diberikan oleh orang
berbagai hal dan mengajarkan norma- terkasih memberikan makna
norma maupun ajaran yang mudah tersendiri bagi seseorang yang sedang
untuk sang anak agar mereka tertib dalam proses bangkit dari sebuah
dengan peraturan walaupun dengan keterpurukan. Memiliki anak down
keterbatasan yang mereka punya. syndrome memang dipandang
Resiliensi terbentuk dari interaksi sebelah mata ioleh sekitarnya. Namun
antara faktor-faktor resiko dengan apabila ada dukungan dari keluarga,
faktor-faktor protektif menurut maka seseorang akan lebih kuat dan
Windle (dalam Kalil, 2003). Faktor mampu bangkit untuk mengatasi
resiko adalah segala sesuatu yang masalahnya. Ketiga subjek mendapat
berpotensi untuk menimbulkan dukungan penuh dari keluarganya.
persoalan atau kesulitan, sedangkan Bentuknya bermacam-macam. Faktor
faktor protektif adalah hal-hal yang itu yang salah satunya menjadi
memperkuat individu atau keluarga sumber kekuatan bagi subjek.
dalam menghadapi faktor-faktor Subjek yang kesatu dan kedua
resiko. Faktor protektif yang aktif mencari informasi seputar

PSIKOLOGIA / Vol. : 3 No. 1 , Januari 2015 |152


kondisi yang dialami oleh sang anak. dengan orang di sekitarnya, aktif dan
Keduanya mencari informasi melalui ramah. Ketiga subjek sama-sama
media seperti internet, membaca buku memiliki kepribadian ekstrovert dan
dan mengikuti berbagai macam mampu berhubungan dengan sosial
kegiatan yang berhubungan dengan meskipun karakter dalam bergaul
sang anak. Berbeda halnya dengan sedikit berbeda.
subjek ketiga yang hanya berdiam diri Berdasarkan pembahasan di
di rumah dan menunggu info dari atas terdapat beberapa perbedaan
orang lain. Akan tetapi, mereka sudah antara subjek I, II dan III ketika
melakukan banyak cara untuk menuju proses resilien. Untuk menuju
kemajuan sang anak. proses resilien, tidak semua faktor
Menyelesaikan masalah tidak terpenuhi karena adanya perbedaan
hanya dilakukan seorang diri (ibu) dari ketiganya. Faktor pendidikan,
saja, melainkan peran bapak juga kepribadian, ekonomi dan rentang
sangat diperlukan. Dalam waktu juga menimbulkan banyak
menyelesaikan masalah seharusnya perbedaan. Subjek yang
diselesaikan bersama dan saling berpendidikan kurang dan hanya
mencari solusi agar tidak sebagai ibu rumah tangga, inisiatif
berseberangan dan tidak untuk mencari informasi cenderung
menimbulkan konflik. lama. Selain itu, faktor ekonomi juga
Ketiga subjek memiliki bentuk- berpengaruh. Subjek yang
bentuk resiliensi yang bermacam- ekonominya mapan, lebih cepat
macam. Subjek kesatu berbekal usaha mencari cara untuk kemajuan
dan doa serta dapat menerima anaknya, misalnya terapi dan
keadaan dan tidak putus asa. Segala sebagainya.
yang dilakukan atas dukungan dari Subjek yang memiliki ekonomi
lingkungan, keluarga dan dorongan menengah, agak sulit untuk
dari diri sendiri. Subjek kedua melakukan hal tersebut. Berdasarkan
berusaha untuk mencari infomasi pembahasan di atas, penemu
yang berhubungan dengan down dinamika dalam diri subjek pun
syndrome dan mampu menerima memang ada dan proses resliensi
keadaan anaknya. Ketiga subjek terdapat sebuah dinamika atau
memiliki nilai-nilai spiritual yang perubahan dari subjek sebelum
tertanam dalam dirinya sehingga memiliki anak, setelah mengetahui
mereka mampu bertahan dan anaknya mengidap down syndrome
menerima keadaan. dan proses resiliensinya. Ibu yang
Kepribadian yang dimiliki memiliki anak down syndrome
subjek juga membantu proses mengalami tahap terguncang, tahap
resiliensinya. Ketiga subjek memiliki reaksi, tahap adaptasi dan tahap
kepribadian ekstrovert. Menurut Jung orientasi (Gunarhadi, 2005). Ketiga
(dalam Alwisol, 2009) pengertian subjek sudah mencapai tahap
kepribadian ekstrovert adalah superior. Tahap yang mampu
mengarahkan pribadi ke pengalaman bertahan dan bangkit dari masalah
objektif, memusatkan perhatiannya ke yang dialaminya. Ketiga subjek sudah
dunia luar, cenderung berinteraksi memiliki resiliensi yang baik dan

PSIKOLOGIA / Vol. : 3 No. 1 , Januari 2015 |153


tidak lepas dari dorongan diri sendiri Bandung : PT Remaja Rosda
dan dukungan dari orang terdekat. Karya.
Berdasarkan analisis data dan Down Syndrome diakses pada tanggal
pembahasan, maka diperoleh 3 Januari 2013 dari
kesimpulan bahwa tiga ibu yang http://id.scribd.com/doc/880320
menjadi subjek dalam penelitian ini 67/downsyndrome.
resiliensi yang berbeda. Perbedaan Faktor resiko dan faktor protektif
tersebut dilihat dari latar belakang resiliensi. 2011. (on line).
pendidikan, pekerjaan dan latar Diakses pada 3 Januari 2013
belakang ekonomi. Adapun faktor- dari http://
faktor yang dapat mempengaruhi wiwinhendriani.com/2011
proses resiliensi subjek dalam
penelitian ini adalah dukungan dari Grotberg,E.1999.Tapping Your Inner
keluarga dan peran lingkungan sekitar Strength, Oakland, CA : New
yang telah memberi motivasi serta Harbinger Publication, Inc.
dorongan dari kepribadian subjek Gunarhadi. 2005. Penanganan Anak
yang tidak ingin berlarut-larut dalam Sindroma Down Dalam
kesedihan maupun kekecewaan, Lingkungan Keluarga dan
menerima keadaan putra maupun Sekolah. Jakarta : Depdiknas.
putrinya.
Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi
Sebelum menjadi individu yang Penelitian Kualitatif Untuk
resilien, ketiga subjek pernah Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta :
mengalami adanya sebuah dinamika Salemba Humanika.
dalam dirinya saat anaknya menderita
down syndrome dan proses menuju Kalil, A. 2003. Family Resilience and
resiliensi. Selain itu dapat Good Child Outcomes : A
disimpulkan dari ketiga subjek bahwa review of the literature, New
tidak ada penyuluhan atau sosialisasi Zealand centre for social
mengenai down syndrome dari research and evaluation
petugas kesehatan setempat. ministry of social development.
Budiarti, Retna. 2013. Pengaruh
Support Group Counseling
DAFTAR PUSTAKA Dalam Meningkatkan Self
Alwisol. 2009. Psikologi Awareness Orangtua yang
Kepribadian. Malang : UMM Memiliki Anak Berkebutuhan
Press. Khusus. Jurnal Psikologia Vol.
2, No. 1, Hal 77- 86.
Chaplin, J. 1995. Kamus Lengkap
Psikologi. Jakarta : PT.Raja Maslim, Rusdi. Dr. 2001. Diagnosis
Grafindo Persada. Gangguan Jiwa Rujukan
Ringkas dari PPDGJ III.
Desmita. 2005. Psikologi Jakarta : PT. Nuh Jaya.
Perkembangan. Bandung : PT.
Remaja Rosda Karya. Moleong, J. Lexy. 2011. Metode
Penelitian Kualitatif. Bandung :
Desmita. 2011. Psikologi PT. Remaja Rosdakarya.
Perkembangan Peserta Didik .

PSIKOLOGIA / Vol. : 3 No. 1 , Januari 2015 |154


Muniroh, Siti Mumun. 2010. Rachmayanti, S., Zulkaida, A., (2007)
Dinamika Resiliensi Orangtua Penerimaan Diri Orangtua
Yang Memiliki Anak Autis. Terhadap Anak Autis dan
Vol.7.No.2. Diakses pada 31 Peranannya dalam Terapi
Oktober 2012. Autisme. Jurnal Psikologi.1 (1).
Poerwandari, Kristi. 2009. 7-17.
Pendekatan Kualitatif untuk Smart, Aqila. 2010. Anak Cacat
Penelitian Perilaku Manusia. Bukan Kiamat Metode
Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Terapi
Sarana Pengukuran dan Untuk Anak Berkebutuhan
Pendidikan Psikologi. Depok : Khusus. Yogyakarta : Kata Hati
Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia.

PSIKOLOGIA / Vol. : 3 No. 1 , Januari 2015 |155

Anda mungkin juga menyukai