BAB V - Skripsi Audit MINE
BAB V - Skripsi Audit MINE
oleh setiap auditor. Independensi dalam audit berarti adanya kejujuran dalam diri
auditor dalam mengemukakan fakta, adanya pertimbangan yang objektif dan tidak
memihak pihak manapun dalam menyatakan opini atau pendapat terhadap laporan
untuk tidak memiliki kepentingan secara pribadi dalam pelaksanaan tugasnya yang
untuk bertindak adil, tidak bias, tidak memihak pihak manapun) dan prinsip
integritas (prinsip moral yang jujur, mengemukakan fakta apa adanya, konsisten
kecurangan (fraud) dan juga melaksanakan proses audit untuk memeroleh tingkat
keyakinan yang memadai apakah laporan keuangan tersebut telah terbebas dari
Oleh karena itu, seorang auditor dituntut untuk selalu mengedepankan integritas,
profesionalitas dan kejujuran yang tinggi untuk mendapatkan kepercayaan yang
independensi auditor ternyata tidak sama dengan apa yang ada dipikirkannya,
bahkan dapat disebabkan oleh mereka yang berpikiran sehat (reasonable) yang
dapat diakui sebagai akuntan yang independen, maka seorang auditor harus bebas
dan tidak boleh memiliki keterkaitan dalam bentuk apapun terhadap kepentingan
kliennya.
Di dalam Islam kata independensi berarti kesesuai fakta yang ada dan jujur
(sidiq) atas apa yang dilakukannya. Kejujuran dapat mengandung arti yang sangat
luas dan kejujuran adalah hal utama yang harus dimiliki oleh kita (umat manusia),
baik dalam bekerja maupun melakukan hal lainnya. Jujur merupakan kesesuaian
sikap antara hati, perkataan, perilaku dan perbuatan yang kita lakukan (Anshory,
2018). Hal tersebut berarti bahwa seorang auditor khususnya auditor muslim dalam
melakukan audit haruslah dilakukan dengan jujur, tidak menipu atau memalsukan
hasil laporan keuangan yang diauditnya. Sebagaimana Firman Allah SWT yang
makna surat Al-Ma’idah [5] ayat 8 tersebut adalah hendaklah kamu selalu berdiri
dan jujur) dan janganlah kamu terdorong oleh kebencian kepada suatu kaum) yakni
kepada orang-orang kafir untuk berlaku tidak adil baik terhadap lawan maupun
terhadap kawan. Karena hal itu menjadikan keadilan itu lebih dekat kepada
apa yang kamu kerjakan sehingga kamu akan menerima pembalasan daripadanya.
Pada ayat diatas menjelaskan bahwa Allah SWT memerintahkan kita (umat
manusia) untuk selalu menegakkan kebenaran dan janganlah kita sampai berlaku
tidak adil baik kepada kawan maupun lawan, sesungguhnya Allah SWT Maha
Mengetahui apapun yang kita kerjakan. Maka dalam bekerja, khususnya pada hal
ini bekerja sebagai auditor dituntut untuk harus selalu jujur, menjunjung
profesionalitas serta berpegang teguh pada kebenaran karena segala sesuatu yang
akhirat. Sebagaimana hal tersebut diperkuat dalam hadits dari sahabat ‘Abdullah
الصدْقَ يَ ْهدِى إِلَى ْالبِ ِر َوإِ َّن ْالبِ َّر يَ ْهدِى إِلَى ْال َجنَّ ِة َو َما يَزَ ا ُل
ِ ق فَإ ِ َّن ِ ِعلَ ْيكُ ْم ب
ِ ْالصد َ
َ صدِيقًا َوإِيَّاكُ ْم َو ْال َكذ
ِب فَإ ِ َّن َّ َب ِع ْند
ِ َِّللا َ َ الصدْقَ َحتَّى يُ ْكت
ِ صد ُ ُق َويَت َ َح َّرىْ َالر ُج ُل ي
َّ
ُ الر ُج ُل يَ ْكذ
ِب ِ َّور يَ ْهدِى إِلَى الن
َّ ار َو َما يَزَ ا ُل َ ور َوإِ َّن ْالفُ ُجِ ِب يَ ْهدِى إِلَى ْالفُ ُج َ ْال َكذ
َّللاِ َكذَّابًا َ َويَت َ َح َّرى ْال َكذ
َ َ ِب َحتَّى يُ ْكت
َّ َب ِع ْند
Artinya:
“Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan
mengantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan
pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan selalu berusaha untuk
jujur, maka akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang sidiq (jujur). Kalian
harus menjauhi kedustaan, karena kedustaan itu akan mengantarkan kepada
perbuatan dosa dan sesungguhnya dosa itu akan mengantarkan kepada neraka.
Jika seseorang senantiasa berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan
dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Muslim, No: 2607)
kita (umat manusia) untuk senantiasa berlaku jujur dan berpegang teguh pada
kebenaran, dengan tujuan untuk selalu beristiqomah di jalan Allah SWT, serta
semua kegiatan kita tidaklah mudah. Apalagi ketika sudah memikirkan duniawi
saja, yang meliputi harta, takhta, gengsi, dll. Untuk itu sebaiknya kita harus
meluruskan niat, terus melatih diri kita dengan mempraktikan kejujuran dalam
persoalan. Dan setiap profesi pasti memiliki risiko dan tantangan masing-masing
tugas dan fungsinya, seorang auditor tentunya selalu dihadapkan pada persoalan
dijalani, apabila ketika kita dihadapkan pada 2 (dua) pilihan yang sulit yaitu antara
yang benar dan yang salah, antara kepentingan orang banyak atau kepentingan
posisi auditor dilematis, disatu sisi auditor harus independen dalam menyajikan
laporan keuangan untuk kepentingan banyak pihak, namun disisi lain auditor harus
mampu memenuhi tuntutan dari kliennya yang telah membayar fee atas jasa
auditnya tersebut.
selalu bersikap netral dan jujur dalam menghadapi situasi apapun, hal tersebut
untuk kepentingan klien atau kepentingan banyak pihak saja. Melainkan untuk diri
independensi auditor menjadi dasar untuk menjaga kredibilitas auditor dan kantor
pemimpin dalam memeroleh alat untuk memengaruhi perilaku, tingkah laku dan
perasaan orang lain baik secara individual maupun kelompok dalam arahan
lebih dalam, pengertian gaya merupakan suatu sikap, gerakan, tingkah laku, sikap
yang elok, gerak gerik yang bagus, kekuatan, kesanggupan untuk berbuat baik.
untuk memengaruhi bawahannya agar tujuan organisasi dapat tercapai atau dapat
pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi yang
disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin (Zainal et al, 2017:41).
atas gaya kepemimpinan otoriter, gaya kepemimpinan kendali bebas dan gaya
dirinya lebih baik dari segala hal dan memandang rendah bawahannya sehingga
sering kali dianggap tidak mampu untuk berbuat sesuatu tanpa adanya perintah.
oleh Rasulullah SAW, antara lain: Sidiq (benar atau jujur) yakni benar atau jujur
baik dalam perkataan maupun perbuatan, Tablig yakni menyampaikan apapun yang
saat diberikan mandat atau kepercayaan dari bawahannya sehingga harus dijalankan
dengan baik dan tidak boleh menyia-nyiakan amanat bawahannya, dan Fathanah
(cerdas) yakni seorang pemimpin harus cerdas atau berpengetahuan luas mengenai
hal-hal yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan demikian, kita sebagai pemimpin
dapat diambil contoh dari kepemimpinan pada zaman Rasulullah SAW dengan
tercantum dalam Firman Allah SWT dalam Surat Al-Ahzab [33] ayat 21:
Artinya:
“21. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab [33]: 21)
Berdasarkan tafsir Jalalain (Jalaluddin Al-Mahali & Jalaluddin As-Suyuthi:
2012) menjelaskan bahwa sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri
teladan bagi kalian, dapat dibaca iswatun dan uswatun (yang baik) untuk diikuti
diterapkan pada tempat-tempatnya (bagi orang) lafal ayat ini berkedudukan menjadi
badal dari lafal lakum (yang mengharap rahmat Allah) yakni takut kepada-Nya (dan
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah) berbeda halnya dengan orang-orang
selain mereka.
sifat-sifat yang dimiliki oleh Rasulullah SAW yang menjadi suri teladan yang baik
berperang melawan apapun demi mengharap rahmat dari Allah SWT dan selalu
takut kepada-Nya hingga hari kiamat Rasulullah SAW banyak menyebut Allah
muslim dituntut untuk selalu menjadikan Rasulullah SAW sebagai contoh atau
acuan dalam memimpin, agar mendapat rahmat dan ridha dari Allah SWT. Menjadi
pemimpin haruslah memberi teladan yang baik bagi seluruh bawahannya. Dalam
Islam, setiap orang merupakan pemimpin yang memiliki tanggung jawab besar
Artinya:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai
pertanggungjawabannya atas yang dipimpinnya. Seorang imam adalah pemimpin
atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang
suami dalam keluarganya adalah pemimpin dan akan dimintai
pertanggungjawaban atas mereka. Seorang istri adalah pemimpin di dalam rumah
tangga suaminya dan terhadap anak-anaknya akan dimintai pertanggungjawaban
atas mereka. Seorang hamba sahaya adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya
dia akan dimintai pertanggungjawaban atasnya. Ketahuilah bahwa setiap kalian
adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas siapa
yang dipimpinnya .” (H.R Muslim, No: 4789)
seorang pemimpin. Seorang pemimpin sering kali berkaitan dengan amanah yang
menggunakan jabatannya untuk mendapat keberkahan dan ridho Allah SWT dan
juga kelak akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang telah ia pimpin.
Islam
adaptasi eksternal dan integrasi internal, sehingga dianggap perlu diajarkan kepada
para anggta baru sebagai cara yang benar dalam memandang, berpikir dan
makna bersama yang dianut oleh suatu organisasi sebagai pembeda antara satu
organisasi dengan organisasi lainnya. Maksud dari sistem makna bersama itu
adalah suatu sistem yang mengandung nilai-nilai, norma, aturan, adat, perilaku,
sikap yang dipahami bersama dan menjadikan sebuah komitmen atau kesepakatan
bersama dalam bekerja guna menghadapi tantangan baik yang berasal dari internal
organisasi lainnya, menjadi perekat antar individu yang ada didalam organisasi
memiliki kesamaan nilai, perilaku, sikap, norma, adat, kepercayaan dan asumsi-
untuk menjalin kesepakatan atau kerja sama dalam mencapai tujuan organisasi. Jika
Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Surat Ali Imran [3] ayat 103:
Artinya:
“103. dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah
kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu
dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu,
lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan
kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari
padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu
mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran [3]: 103)
menjelaskan makna surat Ali Imran [3] ayat 103 tersebut adalah berpegang
teguhlah kamu kepada agama Allah SWT dan janganlah kamu berpecah-belah, lalu
jadilah kamu berkat nikmat-Nya bersaudara, sehingga tidak ada lagi pilihan bagi
kamu kecuali terjerumus ke dalamnya dan mati dalam kekafiran, lalu diselamatkan-
manusia) tidak ada yang terpecah belah atau bermusuh-musuhan baik dalam
keluarga, kelompok maupun organisasi. Untuk itu, manusia diharuskan untuk selalu
bersabda:
setiap manusia antara satu dengan yang lainnya ibarat seperti sebuah anggota tubuh,
apabila satu anggota badan merasakan sakit maka anggota badan lainnya pun akan
merasakan sakit juga. Untuk itu, sesama manusia harus selalu rukun ditengah
perbedaan yang ada. Sama halnya seperti di dalam sebuah kelompok atau
organisasi tidak dapat dipungkiri bahwa pasti selalu ada perbedaan di setiap
individunya baik dalam menentukan visi, misi, tujuan maupun nilai-nilai guna
mencapai tujuan organisasi. Selain itu, diperlukan juga kesepakatan bersama dalam
menentukan perbedaan tersebut agar tidak menjadi masalah besar nantinya. Dengan
organisasi akan dapat menentukan strategi atau cara yang terbaik untuk mencapai
organisasi merupakan suatu keinginan yang kuat untuk tetap menjadi bagian dari
memiliki keyakinan tertentu dan menerima nilai dan tujuan organisasi. Dengan kata
organisasi tersebut.
organisasinya, akan memiliki rasa tanggung jawab yang besar melakukan tugas-
tugasnya dengan sepenuh hati, karena karyawan yang memiliki komitmen yang
tinggi sudah menganggap organisasi tersebut menjadi bagian dari dirinya. Dalam
iltizam berasal dari kata luzum yang dalam pengertian bahasa Arab sama dengan
kualitas kinerjanya. Berdasarkan Firman Allah SWT dalam Surat Fushshilat [41]
ayat 30:
Artinya:
“30. Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah"
kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun
kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa
sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah
kepadamu.” (QS. Fushshilat [41]: 30)
makna Surat Fushshilat [41] ayat 30 adalah Allah SWT memerintahkan kita (umat
manusia) untuk selalu berpegang teguh pendirian yang kuat terutama dalam ajaran
tauhid dan lain-lainnya yang diwajibkan dan hendaknya kita jangan merasa takut
akan mati maupun merasa sedih atas semua yang telah kalian tinggalkan yaitu istri
dan anak-anak, maka Kamilah yang akan menggantikan kedudukan mereka di sisi
kalian, maka bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan Allah SWT kepada
: َي هللا ُ عَ نْ ه ُ ق َ ا ل
َ ض ِ أ َب ِ ي عَ ْم َر ة َ س ُ فْ ي َ ا ُن بْ ِن عَ بْ ِد هللا ِ َر: َ َو ق ِ يْ ل،عَ ْن أ َب ِ ي عَ ْم رو
: َ ق َ ا ل. ت ي َ ا َر س ُ ْو لَ هللا ِ ق ُ ْل ل ِ ي ف ِ ي ا ْ ِإل سْ ال َ ِم ق َ ْو ال ً ال َ أ َسْ أ َلُ عَ نْ ه ُ أ َ َح دا ً غَ يْ َر َك
ُ ْق ُ ل
ُ ْق ُ ْل آ َم ن
): رواه مسلم (المصدر السابق.ت ب ِ ا هلل ِ ث ُمَّ ا سْ ت َقِ م
Artinya:
“Dari Abu ‘Amrah Sufyan bin ‘Abdullah radhiyallahu anhu, ia berkata: “Aku telah
berkata: ‘Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku tentang Islam, suatu perkataan
yang aku tak akan dapat menanyakannya kepada seorang pun kecuali kepadamu’.
Bersabdalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: ‘Katakanlah: Aku telah
beriman kepada Allah, kemudia beristiqamahlah kamu.’” (H.R Muslim No: 38,
Ahmad 3/413, Tirmidzi No: 2410, Ibnu Majah No: 3972)
konsisten (istiqomah) terhadap apa yang telah ia pilih. Dalam konteks ini,
berorganisasi tidak dapat dipungkiri bahwa pasti akan selalu ada permasalahan
yang timbul akibat perbedaan sikap. Untuk itu, dalam Islam Allah SWT
memerintahkan kepada seluruh umat manusia untuk selalu konsisten dan berpengan
teguh terhadap pendiriannya dan menjalankan dengan rasa tanggung jawab yang
tinggi dan sepenuh hati dengan meneguhkan hati yang kuat (keyakinan) dalam diri
satu komponen penting untuk kita dapat tetap konsisten terhadap organisasi. Islam
individu itu sendiri untuk menjalankan sebuah amanah (di mana dalam konteks ini
dipertanggung jawabkan dikemudian hari. Maka hal ini akan mendorong individu
dalam anggota organisasi untuk tetap konsisten (istiqomah) dan bertanggung jawab
secara lahir maupun batin selama menjalani masa kontrak dengan organisasi sampai
Secara etimologi, kinerja berasal dari kata performance yang berarti prestasi
menyatakan bahwa istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual
yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang telah diberikan
kepadanya. Pada hakikatnya, kerja merupakan salah satu bentuk amalan ibadah
yang memiliki nilai lebih dimata Allah SWT. Meskipun nantinya akhirat lebih
kekal dari pada dunia, namun Allah SWT tidak memerintahkan hamba-Nya untuk
meninggalkan kerja hanya untuk urusan duniawi saja. Namun, Islam menganjurkan
dalam Firman Allah SWT dalam Surat At-Taubah [9] ayat 105:
Artinya:
“105. dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-
orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada
(Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitahukan-Nya
kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. At-Taubah [9]: 105)
makna Surat At-Taubah [9] ayat 105 adalah “(Dan katakanlah) kepada mereka atau
kepada manusia secara umum (Bekerjalah kalian) sesuka hati kalian (maka Allah
SWT dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaan kalian itu
dan kalian akan dikembalikan) melalui dibangkitkan dari kubur (kepada Yang
Mengetahui alam gaib dan alam nyata) yakni Allah SWT (lalu diberikan-Nya
kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan) lalu Dia akan membalasnya kepada
kalian.”
kepada seluruh umatnya untuk selalu bekerja terutama dilakukan dengan cara yang
halal. Sebab Allah SWT mengetahui apa yang telah diperbuat oleh umat-Nya,
sehingga Allah SWT akan membalas semua perbuatan yang telah dilakukan umat-
Nya. Dan akan diberikan-Nya kepada manusia atas apa yang telah mereka kerjakan.
seluruh tenaga, pikiran, asset dan dzikirnya untuk menunjukkan bahwa dirinya
sebagai hamba Allah harus memberikan nilai kebahagiaan bagi seluruh alam
semesta (Dawwabah, 2006:14). Dalam hal ini, maksudnya adalah bekerja untuk
memakmurkan bumi dan Allah menyuruh umat manusia untuk bekerja dan
derajatnya, hingga Allah SWT dalam Al-Qur’an mengatakan bahwa bekerja sama
berarti sama halnya sebagai jihad di jalan Allah SWT yang terdapat dalam Hadits
َّ ِإن:سلَّ َم
ََّللا َ ُصلَّى هللا
َ ع َل ْي ِه َو ِ س ْو ُل
َ هللا ْ َي هللاُ َع ْن َها قَال
ُ قَا َل َر:ت َ ضِ شةَ َر َ ع ْن
َ عا ِئ َ
)ع ِم َل أ َ َحدُ ُك ْم َع َمالً أ َ ْن يُتْ ِقنَهُ (رواه الطبرني والبيهقي َ ت َ َعالى ي ُِحب ِإذَا
Artinya:
Dari Aisyah R.A., Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
bersabda: “Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang melakukan suatu
pekerjaan, dilakukan secara itqan (tepat, terarah, jelas dan tuntas).”
(HR. Thabrani, No: 891, Baihaqi, No: 334)
orang-orang yang bekerja dengan cara itqan (proses pekerjaan yang dilakukan
apabila auditor melakukan hal yang tidak kita sukai, ia pun tidak sungguh-sungguh
sempurna demi menghadap ridha dari Allah SWT. Jika auditor bekerja dengan
sungguh-sungguh, maka kualitas kinerjanya juga akan meningkat dan lebih baik
lagi.
memperoleh rizqi dan mengharapkan ridha dari Allah SWT. Kita juga tidak boleh
berdiam diri atau berpasrah begitu saja dengan menunggu datangnya rizqi dari
Allah SWT, karena Allah SWT tidak akan mengubah nasib atau keadaan suatu
kaum, kecuali kaum tersebut yang merubahnya sendiri. Tanpa adanya usaha dan
kerja keras, maka kita tidak akan bisa bertahan untuk hidup. Untuk itu kita haruslah
berjuang sekuat tenaga untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Dengan
bekerja keras akan muncul sikap optimis dan tidak mudah putus asa dalam
Kinerja auditor merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
tanggung jawab yang telah diberikan kepadanya. Atau dengan kata lain, kinerja
auditor dapat disebut dengan bekerja. Dalam konsep Islam, bekerja bagi seorang
muslim merupakan suatu keharusan dan Allah SWT memerintahkan kita (umat
satu sikap harus dimiliki oleh seorang auditor guna meyakinkan masyarakat
Akuntan Publik (KAP) selaku pihak yang menjamin dan bertanggung jawab
terhadap kewajaran laporan keuangan klien yang diauditnya dan laporan tersebut
terbebas dari kesalahan material. Auditor sebagai profesi yang memegang tanggung
jawab penuh terhadap laporan keuangan yang diaudit telah bebas dari salah saji
didalamnya. Dalam hal ini, Islam memandang bahwa manusia (dalam konteks ini
diberikan kepadanya dengan jujur, tidak menipu atau memalsukan hasil laporan
keuangan yang diauditnya. Dengan kata lain, seorang auditor muslim dalam
melaksanakan fungsi dan tugasnya harus bersikap independen, jujur, adil, tidak