Anda di halaman 1dari 184

“Buku yang sudah ditunggu banyak

kalangan yang berkecimpung dengan


pasien infeksi tuberkulosis tulang
belakang. Isinya lengkap, padat, dan
mudah dipahami”

dr. Muhammad Tri Nugroho Fahrudin


PPDS Orthopaedi
O dan Traumatologi
FKUI-RSCM

“Buku yang complete package dengan


materi yang luar biasa komprehensif dan
padat dikemas dalam handbook dengan
tampilan yang menarik”

dr. Dina Aprilya


PPDS Orthopaedi
O dan Traumatologi
FKUI-RSCM

“Buku yang sangat menarik yang


mengupas tuntas tentang spondilitis TB
secara komprehensif. Selamat untuk dr.
Rahyussalim, SpOT(K) yang
menginspirasi tak hanya untuk mendidik
dan meneliti, tetapi juga menulis”

dr. Dyah Purnaning


PPDS Orthopaedi
O dan Traumatologi
FKUI-RSCM
SPONDILITIS TUBERKULOSIS Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi
Dr. dr. , SpOT(K)
Departemen Orthopaedi dan Traumatologi FKUI-RSCM

Spondilitis
tuberkulosis br - A
10
ot
o Sapa
rdan
lternatif 1 - Alternat
if 2
-
- Alternatif 9 - Alte S u

Diagnosis, Penatalaksanaan,
Alt
ti f
t
r na
n

ern
Total Treatme

dan Rehabilitasi
atif

EDISI
3-
Alternatif 4 - A

1
8

lt
f

e
at i

rna
ern

tif

lt 5-
-A A
Spondilitis Tuberkulosis:
Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi

EDISI PERTAMA

Penulis Rahyussalim | Kontributor Tri Kurniawati, Fadlika Harinda, Clara Gunawan, Tania
Graciana, Reganedgary Jonlean, Filbert Kurnia Liwang, Yuli Maulidiya, M. Ilham Dhiya,
Nur Afiahuddin, Afiyatul Mardiyah | Editor Rahyussalim, Tri Kurniawati, Fadlika Harinda,
Clara Gunawan, Renata Tamara, Vannessa Karenina, Nadhira Najma | Desain dan Tata Letak
Cetak Shafira Chairunnisa, Idzhar Arrizal, Kristian Kurniawan, Itsna A. Zulfiyah, Fiona
Muskananfola | Foto Dokumen penulis | Ilustrasi Shafira Chairunnisa, Meutia Naflah Gozali,
Kelvin Theandro Gotama | Tim Penerbitan dan Produksi Tri Kurniawati, Andi Gunawan
Karamoy, Reganedgary Jonlean

Hak Cipta © 2018 Penerbit Media Aesculapius, Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Jl. Prof. Dr. Bahder Johan


Gedung C Lantai 4 Rumpun Ilmu Kesehatan
Kampus Universitas Indonesia, Pondok Cina
Depok, Jawa Barat 16424

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, baik
secara elektronik maupun mekanik, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan
menggunakan sistem penyimpanan lainnya tanpa izin dari Penulis maupun Penerbit.

Cetakan I, 2018

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Spondilitis tuberkulosis: diagnosis, penatalaksanaan, dan rehabilitasi / editor, Rahyussalim ...


[et al.]. -- Ed. 1. -- Jakarta : Media Aesculapius, 2018.
1 jilid ; 18 × 25 cm

ISBN 978-602-61056-3-9

1. Rehabilitasi. I. Rahyussalim
Spondilitis
Tuberkulosis
Diagnosis, Penatalaksanaan,
dan Rehabilitasi

Edisi 1

Dr. dr. Rahyussalim, SpOT(K)


Departemen Orthopaedi dan Traumatologi FKUI-RSCM
Kata Pengantar

Dari Penulis

B
ismillaahir Rahmaanir Raahim. Dengan Sapardan, selain juga belajar kepada senior dokter
mengucap syukur ke hadirat Allah SWT orthopaedi ahli tulang belakang yang berkumpul
yang telah melimpahkan segala rahmat serta dalam wadah Pedicle Club Indonesia (PCI) menjadi
karunia-Nya sehingga pembuatan buku “Spondilitis sebuah buku yang diberi judul “Spondilitis
Tuberkulosis: Diagnosis, Penatalaksanaan dan Tuberkulosis: Diagnosis, Penatalaksanaan dan
Rehabilitasi” ini dapat diterwujud. Shalawat dan Rehabilitasi”.
salam semoga Allah curahkan kepada Nabi kita,
Buku ini ditulis dengan tujuan untuk
Muhammad SAW, beserta keluarga, para shahabat
memperkaya wawasan para praktisi kedokteran,
dan pengikutnya hingga akhir zaman.
mulai dari mahasiwa kedokteran hingga dokter
Spondilitis tuberkulosis (spondilitis TB) spesialis, meningkatkan kualitas pelayanan di RSUPN
merupakan suatu penyakit endemis di Indonesia Dr. Cipto Mangunkusumo, menambah khazanah
yang ditemui di sepanjang tahun di seluruh lapisan keilmuan di Fakultas Kedokteran Universitas
masyarakat. Selain masyarakat yang akrab dengan Indonesia serta menyediakan buku ajar yang dapat
penyakit ini, para dokter terutama dokter orthopaedi menjadi acuan dalam memahami penyakit spondilitis
hampir selalu menemukan penyakit ini mulai di tuberkulosis secara komprehensif.
faskes pertama hingga faskes utama. Atas kondisi ini
Penulis menyampaikan terimakasih kepada
maka para dokter perlu memahami permasalahan
Dekan FKUI Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH,
spondilitis TB mulai dari diagnosis, penatalaksanaan
MMB, FINASIM, FACP, Direktur Utama RSUPN
hingga rehabilitasi.
Dr Cipto Mangunkusumo dr. Lies Dina Liastuti,
Tata laksana total spondilitis TB yang SpJP(K), MARS, dan Kepala Departemen Orthopaedi
diperkenalkan oleh Prof. Subroto Sapardan dari dan Traumatologi FKUI-RSCM dr. Wahyu Widodo,
Universitas Indonesia merupakan salah satu panduan SpOT(K) yang telah memberikan ruang, kesempatan
untuk penatalaksanaan spondilitis TB di Indonesia. dan dukungan sehingga buku “Spondilitis
Tatalaksana total Soebroto Sapardan membagi Tuberkulosis: Diagnosis, Penatalaksanaan dan
sepuluh alternatif pengobatan spondilitis TB yang Rehabilitasi” edisi pertama ini dapat tersusun dan
memudahkan seorang dokter dalam memilih diterbitkan.
jenis tindakan yang cocok dengan perkembangan
Penulisan buku “Spondilitis Tuberkulosis:
penyakit dengan tujuan antara lain menyembuhkan
Diagnosis, Penatalaksanaan dan Rehabilitasi”
infeksi, mencapai tulang belakang yang stabil
edisi pertama ini tentu masih jauh dari sempurna,
dan bebas dari rasa sakit, tanpa deformitas serta
karenanya kritik, saran dan masukan untuk
mengembalikan fungsi tulang belakang dan organ
perbaikan buku ini di masa yang akan datang sangat
yang terlibat sehingga memungkinkan penderitanya
Penulis harapkan.
dapat kembali ke kehidupan sosial, keluarga dan
lingkungan kerjanya. Akhirnya, semoga buku ini dapat memberi
manfaat positif bagi semua. Aamin YRA.
Sebagai salah seorang murid yang beruntung
memperoleh pendidikan langsung dari Prof. Soebroto
Sapardan, Penulis mencoba untuk mengumpulkan,
mengkompilasi dan mengembangkan catatan serta
Dr. dr. Rahyussalim, SpOT(K)
dokumentasi yang dibuat sendiri oleh Prof. Soebroto

i Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


Sambutan Dekan

P
ertama–tama saya mengucapkan selamat bisa menjadi bahan bacaan para klinisi yang sehari-
kepada Dr. dr. Rahyussalim, SpOT(K) atas hari bertemu pasien di poliklinik maupun di ruang
terbitnya buku “Spondilitis Tuberkulosis, rawat.
Diagnosis, Penatalaksanaan dan Rehabilitasi” ke-1.
Kami sebagai pimpinan fakultas ini
Kita tahu bahwa tuberkulosis (TB) masih menjadi
mengucapkan terima kasih atas upaya yang telah
momok bagi masyarakat kita termasuk kalangan
dilakukan oleh Dr. dr. Rahyussalim, SpOT(K), staf
medis. Indonesia sekarang negara terbesar ke-2 dalam
pengajar FKUI seperti yang ada di hadapan para
kontribusi kasus TB dunia. Salah satu komplikasi dari
pembaca sekalian. Mudah-mudahan buku ini juga
TB ini adalah spondilitis TB. Apabila tidak ditangani
menjadi inspirasi buat staf pengajar lain terutama
dengan baik, hal ini bisa menyebabkan kecacatan
yang muda-muda untuk membuat buku ajar seperti
pada pasiennya. Oleh karena itu, informasi seputar
buku Spondilitis Tuberkulosis ini. Tugas pengajaran
penyakit ini sangat dibutuhkan oleh para praktisi
dalam bentuk pembuatan buku khususnya buku ajar
kesehatan.
memang merupakan salah tugas dari staf pengajar
Buku ini berisi topik-topik yang komprehensif yang bekerja di institusi pendidikan. Buah karya
mulai dari anatomi dan fungsi tulang belakang, ilmiahnya selalu ditunggu untuk menjadi bahan
susunan syaraf pusat dan perifer, struktur tulang, rujukan baik untuk pendidikan maupun untuk
biomolekuler sel tulang, remodelling tulang dan pelayanan.
bakteri Mycobacterium tuberculosis sendiri. Bagian
Mudah-mudahan buku ini bermanfaat untuk
kedua dari buku ini membahas TB spinal, bagian
para pembacanya dan menjadi ladang amal untuk
ketiga membahas tentang diagnosis dari TB spinal,
para penulisnya.
dilanjutkan dengan penatalaksanaan TB spinal dan
rehabilitasi pada bagian keempat dan kelima, hingga
topik seputar penelitian dan edukasi. Selain itu buku
Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB,
ini juga memberikan soal dan evaluasi untuk menguji
FINASIM, FACP
pemahaman yang dimiliki oleh pembacanya.
Lengkapnya isi buku ini menjadikan buku ini menjadi Dekan Fakultas Kedokteran
bahan yang dapat digunakan untuk pendidikan dan Universitas Indonesia
pembelajaran.

Tentu saya berharap buku ini akan diterima oleh


semua pihak baik oleh peserta didik S1, S2 atau S3,
dokter yang sedang menjalani pendidikan spesialis
baik spesialis 1 maupun 2 juga membutuhkan
keberadaan buku. Saya juga melihat buku ini juga

Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi ii


Kata Pengantar

Sambutan Direktur Utama

P
uji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah Ditengah kesibukan melakukan pelayanan,
SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, mengajar, meneliti, Dr. dr. Rahyussalim, SpOT(K)
yang telah memperkenankan, Dr. dr. mampu menulis buku ini yang dapat menginspirasi
Rahyussalim SpOT(K) menyelesaikannya buku dokter spesialis muda untuk menuangkan karya tulis
berjudul “Spondilitis Tuberkulosis: Diagnosis, yang bermanfat bagi pelayanan.
Penatalaksanaan dan Rehabilitasi”.
Atas kontribusi tersebut, kami ucapkan terima
Pada penyusunan buku ini, penulis kasih. Mudah-mudahan Dr. dr. Rahyussalim,
mendapatkan banyak bahan dari pengalaman SpOT(K) dapat terus memberikan yang terbaik bagi
menangani pasien spondilitis tuberkulosis di RSCM kemajuan dunia kedokteran, khususnya di bidang
dan RS lainnya serta pengembangkan dari catatan tulang belakang.
yang dibuat oleh Prof. dr. H. Subroto Sapardan, SpB,
SpOT(K). Pengalaman tersebut dituangkan dalam
buku ini secara sistematis mulai dari epidemiologi,
Dr. Lies Dina Liastuti, SpJP(K), MARS.
diagnosis hingga alternatif penatalaksanaan sehingga
buku ini dapat menjadi rujukan bagi mahasiswa serta Direktur Utama RS Dr Cipto Mangunkusumo
peserta didik pendidikan dokter spesialis orthopaedi (RSCM)
dan traumatologi.

Buku ini membahas penanganan spondilitis


tuberkulosis secara komprehensif, tidak hanya
mengobati infeksinya saja tetapi yang terpenting
adalah mencapai tulang belakang yang stabil
serta bebas dari rasa sakit, tanpa deformitas dan
mengembalikan fungsi tulang belakang sehingga
dapat kembali melakukan aktifitas sehari-hari.

iii Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


Sambutan Kepala Departemen

A
ssalammualaikum wr.wb. Alhamdulillah, Semoga dengan terbitnya buku ini akan
puji syukur kehadiran Allah SWT yang menambah khazanah pilihan buku bagi kita untuk
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya meningkatkan ilmu pengetahuan dan wawasan
kepada kita sehingga kita dapat beraktivitas untuk terutama dalam bidang Tulang Belakang yang sejalan
mengembangkan diri dalam pelayanan, pendidikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
dan pengabdian masyarakat di bidang kedokteran. kemajuan teknologi dalam bidang Orthopaedi dan
Saya ucapkan selamat dan terima kasih kepada Traumatologi. Buku ini juga dapat menjadi salah
Dr. dr. Rahyussalim, SpOT (K) yang telah berhasil satu bahan acuan dalam memberikan pendidikan
menyusun sebuah buku dalam bidang Orthopaedi kepada PPDS Orthopaedi dan Traumatologi FKUI/
dan Traumatologi, khusunya Tulang Belakang RSCM.
dengan judul “Spondilitis Tuberkulosis: Diagnosis,
Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi” edisi pertama. Selain memberikan manfaat yang banyak, kami
Dr. dr. Rahyussalim , SpOT(K) merupakan salah satu berharap terbitnya buku ini juga akan memotivasi
staf Departemen Orthopaedi dan Traumatologi FKUI/ kita semua terutama kepada staf pengajar untuk
RSCM yang sangat produktif dengan menerbitkan terus berkarya dan berinovasi lebih baik lagi.
beberapa buku serta publikasi ilmiah baik nasional Wassalamualaikum wr wb.
maupun internasional.

Pilihan membuat buku dengan topik spondilitis


dr. Wahyu Widodo, SpOT(K)
tuberkulosis merupakan satu hal yang tepat lantaran
penyakit ini termasuk endemis di Indonesia. Kepala Departemen Orthopaedi dan Traumatologi
Pendeteksian dini serta pilihan terapi yang tepat akan FKUI/RSCM
memberikan hasil yang baik sehingga kualitas hidup
pasien meningkat seiring dengan berkurangnya
morbiditas yang timbul jika kita terlambat
mendeteksi atau tidak tepat dalam melakukan terapi.

Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi iv


Daftar Isi

4.2. Osteoklas 24
BAGIAN I
4.2.1. Terbentuknya Osteoklas 24
Pendahuluan 4.2.2. Peranan Osteoklas dalam
Penyembuhan Tulang 25
Bab 1 4.2.3. Marker Osteoklas 26
Anatomi dan Fungsi Tulang Belakang 4.2.4. Morfologi Osteoklas 26
1.1. Ligamen Tulang Belakang 3 4.2.5. Respons Imun Osteoklas 27
1.2. Diskus Intervertebralis 4 4.2.6. Apoptosis Sel Osteoklas dan
1.3. Karakteristik Vertebra 4 Faktor Pemicunya 27
1.3.1. Vertebra Servikalis (C1-7) 4 4.3. Osteosit 27
1.3.2. Vertebra Torakalis (T1-12) 5 4.3.1. Terbentuknya Osteosit 27
1.3.3. Vertebra Lumbalis (L1-L5) 5 4.3.2. Produk Osteosit 28
1.3.4. Sakrum (S1-S5) 5 4.3.3. Marker Osteosit 28
1.3.5. Koksigis 6 4.3.4. Morfologi Osteosit 28
4.3.5. Respons Imun Osteosit
Bab 2 terhadap Bakteri 29
Susunan Saraf Pusat dan Perifer 4.3.6. Apoptosis Sel Osteosit dan
2.1. Susunan Saraf Pusat 7 Faktor Pemicunya 29
2.1.1. Otak 7
2.1.2. Medula Spinalis 9 Bab 5
2.2. Susunan Saraf Perifer 10 Remodelling Tulang
2.3. Elektrofisiologi Saraf 12 5.1. Proses Remodelling Tulang 30
5.2. Faktor yang Memengaruhi
Bab 3 Remodelling Tulang 30
Struktur Tulang 5.3. Bakteriologi dan Remodelling
3.1. Proses Pembentukan dan Kalsifikasi tulang 31
Tulang 14
3.2. Struktur Tulang 18 Bab 6
3.2.1. Pasokan Darah dan Inervasi Bakteri Mycobacterium tuberculosis
ke Tulang 18
6.1. Taksonomi, Morfologi, Fisiologi,
3.2.2. Matriks Tulang 18
dan Ekologi 33
Bab 4 6.2. Imunologi 35
Biomolekuler Sel Tulang
4.1. Osteoblas 21
4.1.1. Terbentuknya Osteoblas 21 BAGIAN II
4.1.2. Morfologi Sel Osteoblas 21
4.1.3. Produk dan Marker TB Spinal
Osteoblas 22
4.1.4. Respon Imun Osteoblas Bab 7
Terhadap Bakteri 23 Spondilitis Tuberkulosis
4.1.5. Apoptosis Sel Osteoblas dan 7.1. Epidemiologi Spondilitis TB 41
Faktor Pemicunya 23 7.2. Klasifikasi Spondilitis TB 42

v Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


7.3.1. Berdasarkan Usia 42 10.6.2. ICT Tuberkulosis 62
7.3.2. Berdasarkan Durasi 42 10.6.3. ELISA 63
7.3.3. Berdasarkan Organ yang 10.6.4. PCR 63
Terlibat 43
7.3.4. Berdasarkan Bentuk 43
7.3.5. Berdasarkan Hasil BAGIAN IV
Pemeriksaan Bakteriologi 44
7.3.6. Berdasarkan Regio Infeksi 45 Penatalaksanaan TB Spine
7.3. Etiologi Spondilitis TB 45
7.4. Komplikasi Spondilitis TB 45 Bab 11
Obat Anti Tuberkulosis
Bab 8 11.1. Pendekatan Tata Laksana
Patofisiologi Spondilitis Tuberkulosis MDR-TB 66
8.1. Kerusakan Struktural Vertebra 46 11.2. Regimen Obat TB 67
8.2. Perjalanan Penyakit 48
8.3. Kerusakan Saraf Secara Umum 48 Bab 12
8.3.1. Akibat Proses Mekanik 49 Penyangga Eksternal 68
12.1. Cervical collar 68
8.3.2. Akibat Proses Biologis 49
12.2. Thoracolumbosacral orthosis
8.4. Kerusakan Saraf pada (TLSO) 69
Spondilitis TB 49 12.3. Lumbosacral orthosis (LSO) 69
8.5. Kategori Defisit Neurologis 50 12.4. Jewett Brace 70
8.6. Derajat Kerusakan Paraplegia 51
Bab 13
Total Treatment Subroto Sapardan
13.1. Mengenal Sosok Prof. Subroto
BAGIAN III
Sapardan 71
Diagnosis TB Spinal 13.2. Sejarah Total Treatment 72
13.3. Prinsip Total Treatment 72
13.4. Alternatif 1 74
Bab 9 13.5. Alternatif 2 75
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik 13.6. Alternatif 3 76
9.1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik 13.7. Alternatif 4 76
Umum 54 13.8. Alternatif 5 77
9.2. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik 13.9. Alternatif 6 77
pada Spondilitis TB 55 13.10. Alternatif 7 77
13.11. Alternatif 8 78
Bab 10 13.12. Alternatif 9 78
Pemeriksaan Penunjang 13.13. Alternatif 10 79
10.1. Prinsip Pemeriksaan Penunjang TB
Bab 14
Spinal 58
Instrumentasi
10.2. Pemeriksaan Radiologi 14.1. Prinsip Instrumentasi pada
(Imaging) 58 Spondilitis Tuberkulosis 80
10.3. Pemeriksaan Mikrobiologi 60 14.2. Peralatan Instrumentasi Spinal 81
10.4. Pemeriksaan Histopatologi 61 14.3. Indikasi Instrumentasi Spinal 83
10.5. Pemeriksaan Laboratorium 61 14.4. Tipe-Tipe Instrumentasi Spinal 83
10.5.1. Uji Tuberkulin 61 14.5. Pendekatan Instrumentasi Spinal
10.5.2. Pemeriksaan CBC 62 85
10.5.3. Pemeriksaan CRP 62
10.6. Pemeriksaan Biomolekuler 62 Bab 15
10.6.1. IGRAs 62 Teknik RSCM 87

Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi vi


Bab 16 Spondilitis TB 115
Intraoperative Nerve Monitoring 90 20.3. Cara Pengisian Kuesioner Registry
Spondilitis TB 115
Bab 17
Pendekatan Operasi Invasi Minimal pada Bab 21
Kasus TB Spinal 94 Penerapan Klinis Total Treatment
17.1. Minimally Invasive Spine Surgery Subroto Sapardan di Rumah Sakit 118
(MISS) 94 21.1. Alternatif 1
17.2. Penerapan Teknik MISS dalam Anti-TB dan Penyokong Eksternal
TTSS 95 118
21.2. Alternatif 2
Bab 18 Debridement dan Evakuasi Abses
Terapi Sel Punca pada TB Spinal 97 119
18.1. Defek Tulang Belakang 94 21.3. Alternatif 3
18.2. Kerusakan Tulang Belakang Hongkong Method 121
Akibat Infeksi Mycobacterium 21.4. Alternatif 4
tuberculosis 98 Metode Anterior dan Posterior
18.3. Kerusakan Tulang Belakang 125
Menimbulkan Defek 98 21.5. Alternatif 5
18.4. Penyembuhan Kerusakan Tulang Metode Anterior dan Posterior
99 dengan Koreksi Tulang Belakang
18.5. Sel Punca Mesenkimal 100 126
18.6. Penggunaan Sel Punca 21.6. Alternatif 6
Mesenkimal pada Infeksi 101 Pendekatan Posterior 129
18.7. Penggunaan Sel Punca 21.7. Alternatif 7
Mesenkimal pada Defek Tulang Pendekatan Posterior dengan
101 Koreksi Tulang Belakang 132
21.8. Alternatif 8
Pendekatan Posterior dengan
BAGIAN V Koreksi Tulang Belakang dan
Shortening 138
Rehabilitasi pada TB Spinal 21.9. Alternatif 9
Pendekatan Posterior dengan
Bab 19 Koreksi Tulang Belakang dengan
Tata Laksana Fungsi (Rehabilitasi) pada Paraplegia 142
TB Spinal 104 21.10. Alternatif 10
19.1. Rehabilitasi 104 Pendekatan Posterior dengan
19.1.1. Edukasi 106 Koreksi Tulang Belakang tanpa
19.1.2. Rehabilitasi Fungsi pada Paraplegia 144
Spondilitis Tuberkulosis 106
19.1.3. Rehabilitasi Sistemik pada
Spondilitis Tuberkulosis 108 BAGIAN VII
19.2. Tim Rehabilitasi 109
Soal dan Evaluasi

BAGIAN VI Bab 22
Soal dan Evaluasi
Penelitian dan Edukasi 22.1. Pilihan Ganda 149
22.2. Isian Singkat 165
Bab 20
Registry Spondilitis TB 113
20.1. Registry Sponsilitis TB 115 Indeks 169
20.2. Cara Pengumpulan Data Registry

vii Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


I

| Pendahuluan

I
nfeksi adalah suatu kelainan yang timbul yang ditimbulkan antara lain demam, keringat
akibat interaksi mikroorganisme dengan terutama di malam hari, penurunan berat
sistem pertahanan tubuh. Reaksi ini dapat badan dan nafsu makan, terdapat massa
mengakibatkan kerusakan sel, jaringan, dan di tulang belakang, kifosis, kadang-kadang
organ yang akan menimbulkan permasalahan berhubungan dengan kelemahan dari tungkai,
terkait anatomi dan fungsi organ yang dan paraplegia.
mengalami kerusakan.
Spondilitis tuberkulosis dapat menjadi
Tulang belakang secara anatomi sangat destruktif. Berkembangnya
merupakan susunan vertebra yang dimulai dari tuberkulosis di tulang belakang berpotensi
servikal 1 (atlas) sampai koksigis 2. Struktur meningkatkan morbiditas, termasuk defisit
ini memiliki berbagai fungsi, salah satunya neurologi yang permanen dan deformitas
adalah memberikan bentuk tubuh sehingga yang berat. Pengobatan medikamentosa
seseorang bisa duduk tegak. Selain itu, tulang atau kombinasi antara medis dan bedah
belakang memiliki fungsi melindungi organ dapat mengendalikan penyakit spondilitis
organ sekitarnya seperti pembuluh darah tuberkulosis pada beberapa pasien.
besar, saraf, organ toraks, dan organ di rongga
Buku ini membahas secara total segala
abdomen.
aspek yang berhubungan dengan spondilitis
Spondilitis tuberkulosis adalah infeksi tuberkulosis mulai dari epidemiologi, anatomi,
pada tulang belakang yang disebabkan bakteri, penegakkan diagnosis, dan berbagai
oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. alternatif penatalaksanaannya.
Sejak obat anti tuberkulosis dikembangkan
Di dalam buku ini dibahas juga pendekatan
dan seiring dengan peningkatan kesehatan
invasif minimal pada operasi spondilitis
masyarakat, tuberkulosis tulang belakang
tuberkulosis dan disinggung pula pendekatan
menjadi menurun di daerah negara industri,
terapi sel bagi spondilitis tuberkulosis.
meskipun tetap menjadi penyebab yang
bermakna di negara berkembang. Gejala

2 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


BAB
1 Anatomi dan Fungsi
Tulang Belakang

Ruas tulang belakang (vertebra) merupakan


penyusun rangkaian tulang belakang
(kolumna vertebralis) yang berfungsi
melindungi medulla spinalis dan saraf
tulang belakang, menopang berat tubuh,
mempertahankan postur tegak tubuh,
tempat menempelnya rusuk, dan berperan
penting dalam melakukan gerakan. Panjang
kolumna vertebralis pada orang dewasa
dapat mencapai 70 cm yang terdiri dari 33
ruas. Secara umum, terdapat lima segmen
kolumna vertebralis, yakni servikalis
(7 vertebra bagian leher), torakalis (12
vertebra), lumbalis (5 vertebra), sakrum
(fusi 5 vertebra), dan koksigis/tulang ekor
(fusi 4 vertebra).
Kolumna vertebralis terlihat lurus
ketika dilihat dari anterior atau posterior.
Ketika dilihat dari samping, kolumna
vertebralis berbentuk seperti huruf S dengan
4 kurvatura. Kurvatura servikal dan lumbal
melengkung ke depan (lordosis), sedangkan
kurvatura torakal dan sakral melengkung ke
belakang (kifosis)

1.1. LIGAMEN TULANG BELAKANG


Gambar 1.1. Kolumna vertebralis
Untuk dapat berdiri tegak, tulang belakang
ditopang oleh ligamen dan otot-otot
batang tubuh. Ligamentum longitudinal berdekatan, tepatnya di posterolateral
anterior dan posterior membentang dari foramen vertebralis, terdapat ligamentum
leher hingga sakrum dan terletak pada flavum yang terbentuk dari jaringan ikat
bagian anterior dan posterior korpus elastik yang kuat. Elastisitasnya yang tinggi
vertebra. Kedua ligamen ini berfungsi untuk berfungsi untuk mempertahankan dan
mencegah hiperekstensi dan hiperfleksi mengembalikan postur tegak tubuh setelah
tulang belakang. Antara dua vertebra yang melakukan fleksi.

Bab 1 : Anatomi dan Fungsi Tulang Belakang 3


Secara umum, terdapat tujuh prosesus
pada vertebra. Sebuah prosesus spinosus
1.2. DISKUS INTERVERTEBRALIS
(proyeksi median posterior dari arkus
vertebra) dan dua prosesus transversus
(proyeksi lateral dari arkus vertebra)
Antara vertebra terdapat jaringan tulang
merupakan tempat perlekatan otot dan
rawan bernama diskus intervertebralis.
ligamen. Sepasang prosesus artikularis
Nukleus pulposus merupakan struktur
superior dan inferior (proyeksi superior dan
elastis yang terletak dibagian tengah
inferior dari perhubungan pedikel-lamina)
diskus intervertebralis dan di sekelilingnya
memungkinkan hubungan antarvertebra
terdapat struktur seperti cincin yang
melalui kartilago hialin. Adapun gerakan
terdiri dari serat kolagen dan fibrokartilago
yang dapat terjadi pada ruas tulang belakang
bernama anulus fibrosus. Kedua struktur ini
adalah fleksi-ekstensi, fleksi lateral, dan
membuat diskus intervertebral berfungsi
rotasi.
sebagai peredam kejut (shock absorption)
dan menjaga fleksibilitas tulang belakang.
Antara setiap ruas tulang, terdapat celah
yang memisahkan pedikel vertebra, yakni
foramen intervertebralis. Celah ini berfungsi
sebagai jalur masuk atau keluar saraf ke atau
dari medulla spinalis.

Gambar 1.3. Struktur vertebra

1.3.1. Vertebra Servikalis (C1-C7)


Vertebra servikalis, selain ruas pertama dan
kedua, memiliki struktur yang sama, yakni
Gambar 1.2. Ligamen dan diskus intervertebralis korpus berbentuk oval, prosesus spinosus
pada tulang belakang yang pendek dengan ujung bifida, foramen
vertebralis yang besar dan triangular,
dan masing-masing prosesus transversus
memiliki foramen transversus sebagai
1.3. KARAKTERISTIK VERTEBRA tempat lewatnya arteri vertebralis.
Prosesus spinosus vertebra C7 tidak
Pada umumnya, semua vertebra memiliki memiliki ujung bifida dan ukurannya lebih
struktur yang sama, berupa korpus vertebra besar dibandingkan vertebra servikalis
di anterior dan arkus vertebra anterior lainnya. Prosesus ini menonjol dan dapat
dan posterior di posterior. Keduanya teraba di kulit punggung sehingga dapat
arkus tersebut menyatu dan membentuk digunakan sebagai tanda ketika menghitung
foramen vertebralis (di sepanjang kolumna vertebra. Oleh karena ciri khasnya itu,
vertebralis disebut kanalis vertebralis) yang vertebra C7 disebut vertebra prominen.
dilalui medulla spinalis.

4 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


spinosus panjang dan arahnya ke bawah.
Selain T11 dan T12, prosesus transversus
vertebra torakalis memiliki sendi faset
untuk persendian dengan tulang iga.

Gambar 1.4. Vertebra servikalis

Dua vertebra servikalis pertama, atlas (C1)


dan aksis (C2), memiliki struktur yang Gambar 1.6 Vertebra torakalis
sangat berbeda dengan lainnya. Vertebra
C1 memiliki foramen vertebralis yang besar 1.3.3 Vertebra Lumbalis (L1-L5)
dan tidak memiliki korpus maupun prosesus
spinosus. Ciri khas dari C2 yang tidak dimiliki Vertebra lumbalis adalah vertebra yang
oleh vertebra servikalis lainnya adalah dens terbesar. Ciri khasnya berupa korpus
aksis yang berperan sebagai poros untuk vertebra sangat besar dan berbentuk seperti
rotasi atlas. ginjal, pedikel dan lamina lebih tebal dan
lebih pendek dibandingkan vertebra lain,
prosesus spinosus pendek, datar, dan
berbentuk kapak, serta foramen vertebralis
berbentuk segitiga. L5 membentuk sendi
lumbosakral dengan sakrum.

Gambar 1.7. Vertebra lumbalis

1.3.4. Sakrum (S1-S5)


Sakrum membentuk dinding posterior
panggul dan terbentuk dari gabungan lima
Gambar 1.5. Vertebra C1 dan C2 vertebra. Struktur ini memiliki persendian
dengan L5 di bagian superior dan koksigis
1.3.2. Vertebra Torakalis (T1-T12) di bagian inferior. Terdapat struktur yang
menonjol ke kavitas pelvis di bagian atas S1,
Vertebra torakalis memiliki ukuran yang dikenal dengan promontorium. Ketika
yang lebih besar dibandingkan vertebra memasuki sakrum, kanalis vertebralis
servikalis. Ciri khasnya adalah korpus disebut sebagai kanalis sakralis.
vertebra berbentuk seperti hati, foramen
vertebralis bulat (sirkuler), dan prosesus

Bab 1 : Anatomi dan Fungsi Tulang Belakang 5


Gambar 1.8. Sakrum dan koksigis

1.3.5. Koksigis vertebra dan berbentuk segitiga. Tulang ini


hanya berfungsi sedikit dalam menopang
Koksigis adalah tulang ekor hasil fusi lima organ pelvis.

Gambar 1.9. Karakteristik ruas tulang belakang

6 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


BAB
2 Susunan Saraf Pusat
dan Perifer

Sistem saraf dapat dibagi menjadi dua sistem saraf perifer. Susunan saraf pusat
kelompok utama, yaitu sistem saraf pusat memegang fungsi tertinggi dalam mengatur
yang terdiri atas otak dan medula spinalis, sistem kerja tubuh.
dan sistem saraf perifer yang terdiri atas
saraf kranial dan saraf spinal beserta
2.1.1. Otak
cabang-cabangnya. Terdapat empat struktur utama yang
menyusun otak, yaitu hemisfer otak,
diensefalon, batang otak (midbrain, pons,
dan medulla oblongata), dan serebelum.
2.1. SUSUNAN SARAF PUSAT
Otak dilindungi oleh lapisan yang tersusun
atas beberapa struktur, yaitu scalp
(tempurung kepala), meninges (dura
Susunan saraf pusat terdiri atas dua mater, arachnoid mater, dan pia mater),
komponen utama, yaitu otak dan medula cairan serebrospinal (dihasilkan oleh sel
spinalis. Kedua komponen ini saling ependimal), dan sawar darah otak (blood
berhubungan dan terintegrasi dengan brain barrier).

Gambar 2.1. Pelindung otak

Bab 2 : Susunan Saraf Pusat dan Perifer 7


Hemisfer merupakan bagian otak cekungan (sulcus). Kedua struktur inilah
terbesar yang dibatasi oleh fisura yang menyusun lobus-lobus pada otak.
longitudinalis menjadi hemisfer kanan dan Selain dibagi berdasarkan lokasi struktural,
kiri. Hemisfer ini kemudian dikelompokkan otak juga dapat dibagi berdasarkan area
lagi menjadi beberapa lobus yang dibedakan fungsionalnya. Secara umum, otak memiliki
berdasarkan lokasi struktural: lobus frontal, dua fungsi utama, yaitu fungsi sensorik
parietal, oksipital, temporal, serta terdapat dan motorik yang dipisahkan oleh sulkus
juga insula. Selain itu, terdapat struktur sentralis.
yang menyerupai lekukan (gyrus) dan

Gambar 2.2. Lobus, sulcus, gyrus, dan fisura pada otak beserta area fungsional otak

8 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


Tabel 2.1. Struktur Otak Secara Keseluruhan beserta Fungsinya

Korteks Serebri Persepsi sensoris, kontrol pergerakan volunter, bahasa, kepribadian, berpikir, memori,
pengambilan keputusan, dan kreativitas.

Diensefalon

Ganglia basalis Inhibisi tonus otot, koordinasi gerakan, supresi gerakan


Talamus “Relay station” jaras sensorik, pusat sensasi, kontrol motorik
Hipotalamus Regulasi homeostasis (suhu, haus, urinasi, dan lapar), fungsi endokrin, siklus tidur
Serebelum Keseimbangan, meningkatkan tonus otot, koordinasi keterampilan volunter (kebiasaan)

Batang Otak Pusat saraf kranial, pusat sistem tubuh (kardiovaskular, respirasi, dan pencernaan), pusat
integrasi sinaps dari medulla spinalis

2.1.2. Medula Spinalis serebrospinal. Terdapat lima area utama


medula spinalis yang mempercabangkan
Sama halnya dengan otak, medula spinalis
saraf spinalnya masing-masing, yaitu
juga memiliki pelindung yang dimulai
medula spinalis pars servikal, torakal,
dari vertebra, meninges (dura mater,
lumbar, sakral, dan koksigeal.
arachnoid mater, dan pia mater), dan cairan

Gambar 2.3. Medula spinalis

Bab 2 : Susunan Saraf Pusat dan Perifer 9


Medula spinalis diibaratkan sebagai
sebuah saluran yang menghubungkan saraf
2.2. SUSUNAN SARAF PERIFER
perifer dan otak. Seluruh jaras sensorik dan
motorik yang melibatkan otak dan efektor
akan melewati medula spinalis. Berdasarkan
fungsinya tersebut, medula spinalis memiliki Sistem saraf merupakan sebuah jalur yang
struktur yang sebagian besar tersusun atas terintegrasi yang dikenal sebagai lengkung
ganglion dan sinapsis saraf. refleks. Lengkung refleks tersusun atas lima
komponen, yaitu reseptor sensorik, jalur
aferen, pusat integrasi (sistem saraf pusat),
jalur eferen, dan organ (efektor). Sistem
saraf yang berada di luar sistem saraf pusat
disebut sistem saraf perifer. Terdapat dua
penyusun penting dari sistem saraf perifer,
yaitu saraf kranial dan saraf spinal. Saraf
kranial tersusun atas 12 jenis saraf yang
memegang fungsi masing-masing seperti
yang terlihat pada Tabel 2.2.
Saraf spinal terbagi menjadi 5 kelompok
berdasarkan lokasi percabangannya dari
medula spinalis, yaitu saraf servikal (8
pasang), torakal (12 pasang), lumbar (5
pasang), sakral (5 pasang), dan koksigeal (1
pasang). Beberapa cabang saraf kemudian
akan bersatu membentuk pleksus yang
mempersarafi bagian tubuh tertentu. Leher
Gambar 2.4. Medula spinalis

Tabel 2.2. Fungsi Saraf Kranial

Olfaktorius (I) Saraf sensorik penghidu

Optikus (II) Saraf sensorik penglihatan

Okulomotorius (III) Saraf motorik pergerakan bola mata

Trokhlearis (IV) Saraf motorik pergerakan bola mata

Trigeminus (V) Saraf sensorik wajah dan saraf motorik otot pengunyah

Abdusens (VI) Saraf motorik pergerakan bola mata

Fasialis (VII) Saraf sensorik dan motorik wajah dan beberapa kelenjar

Vestibulokokhlearis (VIII) Saraf sensorik pendengaran

Glossofaringeus (IX) Saraf sensorik pengecap

Vagus (X) Saraf sensorik pengecap dan saraf otonom (parasimpatis)

Aksesorius (XI) Saraf motorik otot penggerak leher dan kepala

Hipoglossus (XII) Saraf motorik penggerak lidah

10 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


dipersarafi oleh pleksus servikal. Pleksus ini cabang dari pleksus brakhialis. Ekstremitas
kemudian akan bercabang menjadi beberapa bawah dipersarafi oleh cabang dari pleksus
ramus saraf menuju kulit dan otot di area lumbar.
leher. Ekstremitas atas dipersarafi oleh

Gambar 2.5 . Saraf kranialis

Tabel 2.3. Lokasi Persarafan Cabang Pleksus Servikalis

SARAF LOKASI PERSARAFAN


Lesser occipital Kulit bagian posterolateral kepala dan leher
Greater auricular Kulit telinga dan kulit di sekitar kelenjar parotis
Transversus servikalis Kulit bagian anterolateral leher
Supraklavikular Kulit bahu dan regio klavikula
Ansa servikalis Otot infrahyoid leher
Segmental dan cabang kecil Otot leher (geniohyoid, thyrohyoid) dan otot scalenus, levator scapulae,
lainnya trapezius, dan sternocleidomastoideus
Frenikus Diafragma

Tabel 2.4. Lokasi Persarafan Cabang Pleksus Brakialis

SARAF LOKASI PERSARAFAN


Muskulokutaneus Kulit bagian lateral lengan bawah, otot fleksor lengan atas
Medianus Otot fleksor lengan bawah hingga telapak tangan, 2/3 lateral kulit telapak
tangan
Ulnaris Otot fleksor lengan bawah hingga telapak tangan, 1/3 medial kulit telapak
tangan, 1/2 medial kulit punggung tangan
Radialis Otot ekstensi lengan atas dan bawah, 1/2 lateral kulit punggung tangan
Axilaris Otot deltoideus dan teres minor, kulit bahu

Dorsal scapular Otot rhomboideus dan levator scapulae


Long thoracic Otot serratus anterior

Subskapularis Otot teres major dan subskapularis

Bab 2 : Susunan Saraf Pusat dan Perifer 11


Supraskapularis Sendi bahu, otot supraspinatus dan infraspinatus
Pektoralis Otot pektoralis major dan minor

Tabel 2.5. Lokasi Persarafan Cabang Pleksus Lumbar

SARAF LOKASI PERSARAFAN


Femoralis Kulit anterior dan medial paha, kulit medial kaki, otot kuadriseps, sartorius,
pektineus, dan iliakus
Illioinguinalis Kulit genitalia eksterna dan otot abdomen inferior
Obturatorius Otot aduktor (magnus, longus, dan brevis), otot gracilis, otot obturatorius
eksternus, kulit medial sendi panggul dan lutut
Cutaneous Femoris Lateral Kulit lateral paha
Illiohipogastrik Kulit abdomen bawah, otot abdomen anterolateral
Genitofemoralis Kulit skrotum, labia majora, anterior dan medial paha dekat inguinal, otot
kremaster pada pria
Frenik Diafragma

terjadi ini sangat didukung oleh struktur sel


saraf itu sendiri.
2.3. ELEKTROFISIOLOGI SARAF
Dendrit merupakan area reseptif
yang akan menerima impuls dari saraf
Jaringan saraf tersusun atas sel saraf yang sebelumnya. Kemudian, impuls listrik akan
saling terhubung satu sama lain. Hubungan diteruskan menuju akson melalui akson
ini memungkinkan sel-sel saraf untuk hillock. Terdapat struktur selubung myelin
saling berkomunikasi melalui impuls listrik yang dapat mempercepat konduksi listrik
yang akan menerima, memproses, dan menuju akson terminal dan membentuk
mentransmisikan pesan. Perjalanan impuls sinapsis dengan sel saraf selanjutnya. Pada
listrik ini terjadi akibat adanya perbedaan sistem saraf perifer, proses myelinisasi
potensial listrik. Potensial listrik yang dipegang oleh sel Schwann, sedangkan
sistem saraf pusat oleh oligodendrosit.

Gambar 2.6. Struktur sel saraf

12 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


Pada keadaan istirahat, potensial listrik ambang (threshold) sehingga potensial
membran sel saraf berada pada angka -70 mV. listrik hanya diteruskan seadanya tanpa ada
Jika terdapat rangsangan dari reseptor, sel perubahan membran yang berarti. Berbeda
saraf akan mengubah rangsangan tersebut halnya dengan potensial aksi yang didahului
menjadi impuls listrik yang akan diteruskan dengan impuls listrik yang mencapai
menuju pusat integrasi. Hal ini memicu potensial ambang. Membran sel yang
perubahan potensial listrik. Terdapat dua terdepolarisasi hingga potensial ambang
jenis perubahan potensial listrik membran, menyebabkan seluruh kanal natrium
yaitu potensial berjenjang dan potensial terbuka dan menyebabkan depolarisasi yang
aksi. Potensial berjenjang merupakan maksimal. Hal ini memungkinkan impuls
potensial listrik yang berdurasi pendek dan listrik dapat bertahan lama hingga akson
terlokalisasi. Hal ini disebabkan oleh impuls terminal dengan kekuatan yang sama.
yang diberikan tidak mencapai potensial

Bab 2 : Susunan Saraf Pusat dan Perifer 13


BAB
3 Struktur Tulang

Tulang adalah struktur pendukung reumatoid artritis, dan osteoartritis. Selain


utama bagi tubuh yang tersusun dari itu mulai dikenal pula penyakit-penyakit
jaringan ikat dan diperkuat oleh proses dan kondisi yang diakibatkan oleh aktivitas
kalsifikasi terus menerus yang fungsinya bakteri dalam tulang seperti artritis bakteri,
dikendalikan oleh sendi. Tulang mendukung osteitis, osteomielitis, penyakit Pott, dan
tiga fungsi utama yaitu: kegagalan implan ortopedi akibat terinfeksi.
Untuk mempelajari penyakit infeksi tulang
1. Fungsi mekanik, sebagai penyedia
dan pengembangan terapi yang efektif,
struktur yang kaku sebagai dukungan
diperlukan pemahaman secara selular
dan situs lampiran otot, serta sebagai
tentang mekanisme molekular yang terlibat.
sistem pengungkit yang mengubah
kontraksi otot menjadi gerakan.
2. Fungsi pelindung untuk organ-organ 3.1. PROSES PEMBENTUKAN DAN
vital dan sumsum tulang. KALSIFIKASI TULANG
3. Fungsi metabolik, sebagai cadangan
kalsium dan fosfat yang digunakan
Tulang-tulang terbentuk melalui
untuk pemeliharaan homeostasis
dua proses perkembangan yang berbeda.
serum.
Proses osifikasi endokondral terjadi melalui
Penelitian tentang tulang kurang tahapan penggabungan membentuk
diminati sampai akhir tahun 1980-an, sebuah cetakan kartilaginosa pembentuk
yaitu ketika masyarakat kedokteran belum tulang panjang yang terdiri dari kerangka
menyadari pentingnya mempelajari penyakit apendikular, tulang wajah, tulang klavikula
tulang seperti osteoporosis idiopatik, dan lateral, sedangkan proses osifikasi

Gambar 3.1. Proses osifikasi endokondral

14 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


intramembranosa terjadi secara langsung proses kalsifikasi. Perbedaan utama antara
dan membentuk tulang pipih yang terdiri pembentukan tulang intramembranosa
dari tengkorak dan medial klavikula. Kedua dan endokondral adalah adanya model
jenis osifikasi ini melibatkan kondensasi tulang rawan, atau anlage pada proses
mesenkimal awal yang diakhiri dengan pembentukan tulang endokondral.

Gambar 3.2. Proses osifikasi Intramembranosa

Tulang dapat diklasifikasikan dan tulang rusuk), tulang tubular (tulang


berdasarkan letak, bentuk, ukuran, dan tabung panjang, tulang tungkai, tulang
strukturnya di dalam tubuh. Berdasarkan tubular pendek, tulang tangan dan kaki,
letaknya, tulang dapat diklasifikasikan tulang falang, tulang metakarpal, dan
menjadi kerangka aksial (tulang tengkorak, tulang metatarsal), tulang iregular (tulang
tulang punggung, tulang dada dan tulang wajah dan kolumna vertebralis), tulang
rusuk), kerangka apendikular (tulang korset sesamoid (tulang yang berkembang pada
dada, tulang korset panggul dan tungkai), tendon tertentu, seperti tulang patela),
serta kerangka sacral (bagian dari kerangka tulang aksesori atau tulang supernumerary
apendikular, termasuk tulang tangan dan (tulang ekstra yang berkembang di pusat-
kaki). Berdasarkan bentuknya, tulang pusat osifikasi tambahan atau tulang yang
dapat diklasifikasikan menjadi tulang pipih gagal menyatu dengan bagian utama selama
(tulang tengkorak, tulang dada, panggul, pengembangan).

Bab 3 : Struktur Tulang 15


Tulang panjang memiliki dua sumsum tulang hematopoietik. Menjelang
ekstremitas yang lebih luas (epifisis), proses metafisis dan epifisis, korteks
sebagian berongga dengan silinder di tengah menjadi semakin tipis dan ruang internal
(yang midshaft atau diafisis), dengan zona diisi dengan jaringan tipis, membentuk
transisi antaranya (metafisis). Epifisis di satu trabekula kalsifikasi tulang cancellous atau
sisi dan metafisis dan midshaft di sisi lain trabecular. Ruang-ruang tersebut tertutup
berasal dari dua pusat osifikasi independen oleh trabekula tipis yang juga berisi sumsum
yang dipisahkan oleh lapisan tulang tulang hematopoietik dan rongga medula
rawan dan tulang rawan epifisis (yang juga diaphyseal yang kontinyu. Permukaan
merupakan lempeng pertumbuhan) selama tulang kortikal di luar epifisis ditutupi
periode pembangunan dan pertumbuhan. dengan lapisan kartilago artikular yang
Lapisan ini merupakan sel proliferatif dan tidak mengeras. Tulang yang kontak dengan
matriks tulang rawan yang bertanggung jaringan lunak memiliki dua permukaan,
jawab untuk pertumbuhan longitudinal yaitu permukaan eksternal (permukaan
tulang. Bagian eksternal dari tulang periosteal) dan permukaan internal
dibentuk oleh lapisan tebal dan padat (permukaan endosteal). Permukaan ini
dari jaringan kalsifikasi, korteks (tulang masing-masing dilapisi oleh sel osteogenik
kompak), yang dalam diafisis membungkus sepanjang periosteum dan endosteum.
rongga medula yang merupakan tempat

Gambar 3.3. Klasifikasi tulang berdasarkan letaknya

16 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


Gambar 3.4. Jenis tulang berdasarkan bentuknya

Tulang kortikal dan trabekular terdiri


dari sel dan elemen-elemen matriks yang
sama, tetapi berbeda secara struktural dan
fungsional. Perbedaan struktur utama adalah
dalam jumlah: 80% sampai 90% dari volume
tulang kompak adalah kalsifikasi, sedangkan
hanya 15% sampai 25% dari volume trabekular
adalah kalsifikasi (sisanya merupakan
sumsum tulang, pembuluh darah, dan
jaringan ikat). Hasilnya adalah bahwa 70%
sampai 85% dari interface jaringan lunak
berada pada permukaan tulang endosteal,
termasuk semua permukaan trabekula,
yang mengarah ke perbedaan fungsional:
tulang kortikal memenuhi fungsi mekanis
dan fungsi pelindung, sedangkan tulang
trabekular memenuhi fungsi metabolik,
meskipun secara definitif tulang trabekula
juga berkontribusi dalam fungsi biomekanik
tulang, terutama di tulang belakang.

Gambar 3.5. Tulang panjang

Bab 3 : Struktur Tulang 17


Beberapa serat saraf menyertai pembuluh
darah ke bagian dalam tulang dan ruang
3.2. STRUKTUR TULANG
perivaskular kanal Haversian. Saraf
periosteal adalah saraf sensoris, beberapa di
antaranya berhubungan dengan rasa nyeri,
Struktur tulang dapat dibagi menjadi oleh karena itu periosteum sangat sensitif
beberapa daerah, yaitu: untuk robek atau tegang.
1. Epifisis, yaitu daerah antara pelat
pertumbuhan dan akhir dari perluasan 3.2.2. Matriks Tulang
tulang yang ditutupi oleh kartilago Matriks tulang terdiri atas 60-70 %
artikular, terdiri dari tulang trabekular komponen inorganik, 5-8 % komponen air
yang berlimpah dan shell tipis tulang dan sisanya komponen organik. Komponen
kortikal. inorganik tersusun dari kalsium fosfat
2. Metafisis, adalah wilayah pertemuan dalam bentuk kristal HA Ca10(PO4)6(OH)2,
antara lempeng pertumbuhan dan campuran karbonat, sitrat, magnesium,
diafisis, mengandung tulang trabekular kalium, dan natrium. Komponen utama
dengan jumlah melimpah, tetapi matriks organik adalah kolagen tipe I
mengandung sedikit tulang kortikal jika (90% berat kering matriks tulang) dan
dibandingkan terhadap diafisis. Wilayah sisanya adalah protein non-kolagen. Serat
ini adalah situs umum bagi berbagai kolagen tersebut membentuk susunan serat
tumor tulang primer dan lesi. yang dapat melengkung dan mencapai
kepadatan tertinggi per satuan volume
3. Diafisis, adalah batang tulang panjang jaringan untuk menghasilkan kekuatan
yang terletak di daerah antara metafisis, tulang yang optimal. Matriks tulang juga
terutama terdiri dari tulang kortikal mengandung proteoglikan, glikoprotein,
kompak, kanal meduler berisi sumsum dan protein non-kolagen yang merupakan
dan sejumlah kecil tulang trabekula. produk osteoblas atau sel lain, namun dapat
4. Fisis (lempeng epifisis atau juga berasal dari deposisi darah. Bersama
pertumbuhan) adalah wilayah yang dengan hormon dan vitamin matriks
memisahkan epifisis dari metafisis dan tulang berperan dalam homeostasis tulang,
merupakan zona osifikasi endokondral remodeling, penyembuhan tulang, dan
dalam tulang aktif yang sedang tumbuh proses rebuilding bone graft.
atau bekas luka epifisis pada tulang Ketika tulang terbentuk sangat
dewasa. cepat selama proses pertumbuhan dan
penyembuhan fraktur, atau dalam
3.2.1. Pasokan Darah dan Inervasi ke
perkembangan tumor dan beberapa
Tulang
penyakit metabolik tulang, tidak terjadi
Tulang kaya akan suplai vaskular, yaitu penyusunan preferensial serat kolagen yang
menerima 10-20 % dari output jantung. menyebabkan tulang berubah menjadi tidak
Pasokan darah ini bervariasi antar berbagai padat, hal ini disebabkan oleh terbentuknya
jenis tulang, namun di daerah-daerah kumpulan serat dengan orientasi agak
yang mengandung sumsum tulang merah, acak, yang disebut sebagai tulang anyaman,
umumnya sangat kaya dengan pembuluh sebagai lawan tulang lamelar. Anyaman
darah. Pembuluh darah ini membentuk tulang tersebut mirip dengan kumpulan
jaringan tiga dimensi, yang terletak di serat kolagen yang tidak teratur, dengan
pusat osteon dan menembus lapisan tulang osteosit yang besar dan banyak, dan
kortikal tegak lurus dengan osteon, dan juga kalsifikasi acak. Anyaman tulang secara
hadir di lapisan luar tulang kortikal. progresif ini digantikan oleh tulang pipih
matang selama proses perbaikan yang
Saraf paling banyak berada pada mengikuti perkembangan normal atau
ekstremitas artikular tulang panjang, penyembuhan.
vertebra, dan tulang pipih yang lebih besar.

18 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


Sejumlah protein non-kolagen yang
ada dalam matriks tulang telah berhasil
dimurnikan dan diurutkan, tetapi peran
mereka baru sebagian saja yang dapat
diketahui (Tabel 3.1). Sebagian besar
protein non-kolagen dalam matriks tulang
disintesis oleh osteoblas dan hanya sekitar
seperempat dari protein tulang non-kolagen
merupakan protein plasma yang secara
preferensial diserap oleh matriks tulang.
Protein non-kolagen utama yang dihasilkan
adalah osteokalsin, yang jumlahnya 1 % dari
total matriks, dan diketahui memiliki peran
Gambar 3.6. Matriks tulang dalam mengikat kalsium dan memengaruhi
stabilisasi HA dalam matriks serta berperan
dalam pengaturan pembentukan tulang.

Tabel 3.1. Protein Non-Kolagen dalam Matriks Tulang

PROTEIN MW FUNGSI

Pengikat kalsium, apatit and matriks protein


Osteonectin (SPARC) 32K
Modulator pelekatan sel

Kemotaktik untuk monosit


α-2-HS-Glycoprotein 46-67K
Mineralisasi melalui matriks vesikula

Terlibat dalam stabilisasi pengikatan kalsium HA


Osteocalcin (Bone GLA protein) 6K Kemotaktik untuk monosit
Pengatur pembentukan tulang

Matrix-GLA-protein 9K Penghambat mineralisasi matriks

Pelekatan sel (melalui urutan RGD)


Osteopontin (Bone Sialoprotein I) 50K
Pengikatan kalsium

Pelekatan sel (melalui urutan RGD)


Bone Sialoprotein II 75K
Pengikatan kalsium

24K Phosphoprotein
24K Residu pemrosesan kolagen
(α-1(I) procollagen N-propeptide)

Regulasi pertumbuhan serat kolagen


Biglycan (Proteoglycan I) 45K core Mineralisasi dan penyusunan tulang
Pengikatan faktor pertumbuhan

36K core
Fibrilogenesis kolagen
Decorin (Proteoglycan II) + side
Pengikatan faktor pertumbuhan
chains

Pelekatan sel (melalui urutan RGD)


Thrombospondin & Fibronectin Pengikatan faktor pertumbuhan
Pembentukan hydroksiapatit

Others (including proteolipids) Mineralisasi

Growth Factors
IGFI & IGFII Diferensiasi, proliferasi dan aktivitas osteoblas
TGFβ Induksi tulang dan tulang rawan pada osteogenesis dan
Bone morphogenetic proteins perbaikan fraktur
(BMPs)

Bab 3 : Struktur Tulang 19


Serat kolagen dalam matriks tulang Haversian). Spindle atau pelat berbentuk
akan membentuk susunan serat yang dapat kristal HA [3Ca3(PO4)2·(OH)2] banyak
melengkung dan mencapai kepadatan ditemukan di dalam serat kolagen dan
tertinggi per satuan volume jaringan untuk dalam matriks di sekitarnya, dan cenderung
menghasilkan kekuatan tulang yang optimal. memiliki orientasi arah yang sama dengan
Lamellae dapat sejajar satu sama lain jika
berada di sepanjang permukaan yang datar
serat kolagen. Adapun komponen sel
utama pada tulang antara lain osteoblas,

(tulang trabekular dan periosteum), atau osteosit, osteoklas, sel-sel permukaan
konsentris jika diendapkan pada permukaan tulang (periosteum dan endosteum), sel-sel
sekitarnya yang berpusat pada saluran kompartemen sumsum tulang serta sel-sel
pembuluh darah (tulang kortikal sistem yang berkenaan dengan sistem imunologi.

20 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


BAB
4 Biomolekuler
Sel Tulang

preosteoblas, kemudian menjadi osteoblas


yang memproduksi matriks tulang, dan
4.1. OSTEOBLAS
akhirnya menjadi osteosit mechanosensory
atau sel lapisan tulang rawan.

Osteoblas berasal dari kata osteon 4.1.1. Terbentuknya Osteoblas


(tulang) dan blastos (germinal). Sumber
utama osteoblas adalah progenitor Osteoblas berasal dari prekursor sumsum
mesenkimal stroma sumsum tulang yang tulang mesenkimal yang populasi selnya
terletak berdekatan dengan endosteum dalam tulang dibedakan menjadi tiga bentuk
atau periosteum, selain itu jaringan yaitu preosteoblas, osteoblas matang,
penyambung, sel-sel perisit dan endotel juga dan osteosit. Salah satu fungsi utama
merupakan precursor osteoblas. Osteoblas osteoblas adalah menghasilkan komponen-
adalah sel mesenkimal yang berasal dari komponen terbesar matriks pembentuk
mesodermal dan krista progenitor netral tulang seperti kolagen, proteoglikan dan
yang populasinya dalam tulang dibedakan glikoprotein untuk mengkatalisis kalsifikasi
menjadi tiga bentuk yaitu preosteoblas, matriks. Fungsi lain dari sel ini adalah untuk
osteoblas matang, dan osteosit. Fungsi mengontrol aktivitas osteoklas.
utama osteoblas adalah melakukan sintetis
dan sekresi kolagen tipe I, membentuk 4.1.2 . Morfologi Sel Osteoblas
matriks organik tulang (osteoid) serta
Osteoblas adalah sel yang berfungsi
berperan dalam proses kalsifikasi osteoid
melakukan sintetis dan sekresi kolagen
melalui regulasi aliran masuk dan
tipe I, untuk membentuk matriks organik
keluar kalsium dan fosfat pada tulang.
tulang (osteoid) serta berperan dalam
Osteoblas juga bertanggung jawab dalam
proses kalsifikasi osteoid melalui regulasi
memproduksi osteokalsin, sialoprotein
aliran masuk dan keluar kalsium dan posfat
tulang, proteoglikan dan glikoprotein.
pada tulang. Osteoblas juga bertanggung
Fungsi lainnya adalah mendukung proses
jawab dalam memproduksi osteokalsin,
hematopoiesis dan mengontrol aktivitas
sialoprotein tulang, proteoglikan dan
osteoklas. Ekspresi berurutan beberapa
glikoprotein. Sel osteoblas berbentuk
molekul memfasilitasi diferensiasi sel
kuboid dengan ukuran 15-30 mikron yang
progenitor untuk berkembang menjadi

Gambar 4.1 Macam sel tulang

Bab 4 : Biomolekuler Sel Tulang 21


tersusun berderet membentuk lembaran sel dan PO43- ke dalam darah, selain itu PTH
menyerupai epitel. Inti osteoblas berukuran juga berfungsi mempertahankan resorpsi
besar yang terletak pada setengah dari ujung tulang, sedangkan fungsi PTHrP berkaitan
sitoplasmanya dan memiliki banyak sel dengan pertumbuhan tulang endokondral.
prosesus dan retikulum endoplasma, badan Beberapa faktor pengatur juga berperan
Golgi yang besar dan kantong sekresi yang dalam keseimbangan aktivitas di antara dua
mengandung kolagen. jenis yang berbeda. RANKL yang diproduksi
oleh osteoblas akan mengawali proses
4.1.3. Produk dan Marker Osteoblas osteoklastogenesis. Osteoprotegerin, suatu
umpan reseptor RANK, yang juga disekresi
Di antara produk yang disintesis osteoblas, osteoblas, akan menghambat pembentukan
osteokalsin dan sialoprotein merupakan osteoklas.
dua jenis protein yang spesifik untuk
tulang sehingga dapat digunakan sebagai Proses pembentukan tulang
biomarker untuk identifikasi dan evaluasi terjadi melalui dua tahap, yaitu tahap
fungsi osteoblas. Osteoblas yang aktif secara pembentukan matriks dan mineralisasi.
fungsional ditandai dengan peningkatan Pada tahap pembentukan matriks, osteoblas
enzim alkaline phosphatase (ALP), sekresi menyintesis dan menyekresi kolagen tipe
kolagen tipe I dan protein non-kolagen I dan menyusunnya secara berlapis-lapis
sebagai respons terhadap rangsangan yang disebut sebagai lapisan lamellae.
mekanik maupun non-mekanik. Pada Selama pembentukan matriks beberapa
pemeriksaan imunohistokimia enzim ALP osteoblas tertinggal dan tertanam dalam
akan terlihat menyebar pada pemukaan matriks yang baru saja terbentuk dan
membran sel osteoblas. Selanjutnya berdiferensiasi menjadi osteosit. Osteosit-
osteoblas yang aktif dapat pula berubah osteosit ini akan memperluas prosesusnya
menjadi bone lining cell, osteosit atau dengan cara terhubung dengan osteosit di
mengalami apoptosis. sebelahnya dan menempati rongga yang
disebut lakuna. Satu lakuna hanya ditempati
Osteoblas memiliki reseptor untuk oleh satu osteosit. Pada tahap mineralisasi
PTH, PTHrP, prostaglandin, metabolit terjadi proses penempatan kalsium ke
vitamin D, BMPs, steroid kelenjar gonad dalam  jaringan tulang yang berlangsung di
dan adrenal, sitokin tertentu, limfokin daerah yang terbatas oleh populasi sel yang
dan CSF-1. Melalui reseptor-reseptor ini disebut unit remodeling tulang. Setelah
faktor-faktor pengatur dapat mengaktivasi, osteoid terbentuk pada tahap pembentukan
meningkatkan, ataupun menghambat matriks, beberapa hari kemudian garam-
diferensiasi, proliferasi, dan apoptosis garam kalsium mulai mengendap dan
osteoblas dan prekursornya. Sebagai mengeras selama beberapa minggu atau
contoh PTH berfungsi merangsang bulan berikutnya. Sebagian osteoblas tetap
osteoklas untuk ‘memakan’ sebagian menjadi bagian dari osteoid, dan disebut
matriks tulang dan membebaskan ion Ca2+ osteosit atau sel tulang sejati.

Gambar 4.2. Proses pembentukan matriks tulang

22 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


Gram-positif) dalam menginduksi ekspresi
CXCL10.

4.1.5. Apoptosis Sel Osteoblas dan


Faktor Pemicunya
Regenerasi merupakan proses yang terjadi
pada semua jaringan, termasuk tulang
yang mengalami proses homeostasis untuk
pelestarian integritas anatominya. Pada
orang dewasa, tulang terus mengalami
remodeling, yaitu penggantian tulang yang
sudah tua dengan tulang yang baru. Proses
tersebut melibatkan interaksi sel osteoklas
dan osteoblas, yang dikenal sebagai unit
multiselular dasar (BMU). Selama beberapa
Gambar 4.3. Tahap mineralisasi tulang tahun terakhir telah diketahui bahwa
osteoklas dan osteoblas merupakan sel
4.1.4. Respon Imun Osteoblas progenitor sumsum tulang yang merupakan
terhadap Bakteri faktor penentu yang sangat penting dalam
BMU untuk mempertahankan proses
Interaksi antara osteoblas yang berasal homeostasis tulang. Kelebihan produksi
dari murin dengan bakteri Staphylococcus osteoklas dalam proses remodeling tulang
aureus dan Salmonella enterica telah serta kurangnya asupan osteoblas pada
dipelajari dan terbukti bahwa osteoblas proses perbaikan kavitas merupakan faktor
akan menghasilkan molekul imun yang bertanggung jawab pada osteopenia
jika berinteraksi dengan bakteri yang menopause yang berkaitan dengan usia.
menyebabkan peradangan pada tulang, Apoptosis atau kematian sel terprogram,
seperti osteomielitis. Penelitian ini merupakan faktor penentu yang penting
juga menjelaskan bagaimana sel-sel dalam menentukan waktu hidup pada
nonleukositik tulang dapat menangkap regenerasi sel jaringan. Sel mengalami
bakteri patogen untuk memulai produksi apoptosis melalui proses kondensasi
molekul pengatur kekebalan tubuh dengan kromatin, degradasi DNA menjadi fragmen
cara mempromosikan perekrutan leukosit oligonukleosom serta pembentukan plasma
ke situs infeksi bakteri, mengaktivasi sel dan membran nukleus. Sel-sel ini akhirnya
antigen-spesifik untuk melakukan infiltrasi, terpisah dan mengalami apoptosis yang
serta memfasilitasi pengembangan respons terjadi pada osteoklas bersamaan dengan
sel mediasi pejamu terhadap patogen laju perkembangan osteoklas.
intraselular pada jaringan tulang.
Osteoblas mengalami dua mekanisme
Penyelidikan menyangkut dua bakteri setiap kali menyelesaikan fungsinya
patogen yang banyak menyebabkan infeksi dalam proses pembentukan tulang, yaitu
tulang, yaitu Staphylococcus dan Salmonella terperangkap dalam matriks dan menjadi
telah dilakukan untuk menentukan osteosit atau tetap berada di permukaan
kemampuan mereka menginduksi ekspresi tulang yang baru terbentuk dan menjadi
kemokin pada kultur osteoblas tikus dan lapisan sel. Analisis berdasarkan hasil
manusia. Sel osteoblas selama ini dianggap pemeriksaan histomorfometri tulang
hanya bertanggung jawab dalam proses manusia mengungkapkan di awal lokasi
pembentukan tulang, tetapi bukti baru remodeling, 50-70 % osteoblas tidak dapat
menunjukkan bahwa osteoblas juga dapat diketahui keberadaannya saat penghitungan
menanggapi infeksi bakteri dengan cara lapisan sel dan osteosit. Berdasarkan
mengatur ekspresi CXCL10 kemokin (IP- penemuan ini diperkirakan bahwa
10), selain itu ditemukan pula perbedaan hilangnya osteoblas ini diakibatkan oleh
kemampuan Salmonella (bakteri gram- kematian atau apoptosis. Dengan analogi
negatif) dan Staphylococcus (bakteri proses yang terjadi pada osteoklas, jika

Bab 4 : Biomolekuler Sel Tulang 23


apoptosis tidak terjadi pada osteoblas atau tulang. Proses ini melibatkan reseptor
progenitor mereka pada saat bersamaan adhesi transmembran dari integrin. Integrin
dengan osteoblasogenesis, maka hal ini akan menempel pada sekuens asam amino yang
menentukan jumlah osteoblas di BMU pada spesifik (paling banyak urutan RGD) dari
laju pembentukan tulang. protein atau pada permukaan matriks
tulang. Di dalam osteoklas didominasi oleh
Pengaruh proses apoptosis osteoblas
; v3 (reseptor vitronektin), 21 (reseptor
dengan faktor pertumbuhan dan sitokin
kolagen) dan integrin v5. Jika sel tidak
yang diproduksi tulang telah dipelajari
menempel dan lingkungan mikro yang
menggunakan osteoblas murine melalui
bersifat asam tidak tercapai, maka osteoklas
pemeriksaan TUNEL. Hasil penelitian
tidak dapat bersifat sangat motil, sebagai
ini menunjukkan bahwa osteoblas dapat
properti fungsional yang berhubungan
mengalami apoptosis akibat peningkatan
dengan pembentukan podosomes.
sensitivitas terhadap beberapa agen
penginduksi, seperti berkurangnya Setelah proses adhesi osteoklas untuk
konsentrasi faktor pertumbuhan TGF-b, matriks tulang, ikatan v3 akan mengaktifkan
IL-6 dan sitokin atau akibat meningkatnya reorganisasi sitoskeletal dalam osteoklas,
konsentrasi atau tanggap faktor terhadap termasuk dalam penyebaran dan polarisasi
TNF. Tetapi proses apotosis osteoblas ini sel. Pada beberapa sel, penempelan
berada di bawah kontrol dan pengaturan sel terjadi melalui proses adhesi fokus,
lingkungan mikro tulang seiring dengan di mana tegangan serat (kumpulan
proses resorpsi tulang. mikrofilamen) menahan sel pada substrat.
Di dalam osteoklas penempelan terjadi
melalui podosomes. Podosomes adalah
struktur yang lebih dinamis dibandingkan
4.2. OSTEOKLAS fokus adhesi, dan akan menghasilkan sel
yang sangat motil. Proses perakitan dan
pembongkaran podosome ini berlangsung
Osteoklas (osteoklas : berasal dari kata terus-menerus yang memungkinkan
osteon + klastos: rusak), merupakan sel osteoklas menyebar di seluruh permukaan
multinuklear berukur besar yang berasal dari tulang selama proses resorpsi tulang.
mieloid dan berperan pada proses resorpsi Beberapa protein pengatur-aktin juga hadir
dan remodeling tulang. Karakteristik ultra dalam podosomes dan diperlukan dalam
struktur dari sel ini adalah mengandung proses resorpsi tulang. Hal ini menunjuk
kompleks Golgi berlimpah yang berada di pentingnya sinyal integrin serta perakitan
sekitar masing-masing inti, mitokondria, dan pembongkaran podosome sebagai
dan transpor vesikula yang sarat dengan fungsi osteoklas.
enzim lisosomal. Fitur yang paling menonjol
dari osteoklas adalah, memiliki foldings Osteoklas meresobsi tulang dengan
yang dalam pada membran plasma di pengasaman dan proteolisis matriks tulang
daerah yang berhadapan dengan matriks serta kristal hidroksiapatit. Karbonat
tulang (batas tidak beraturan) dan zona anhidrase tipe II memproduksi ion hidrogen
yang terlampir di sekitarnya (sealing zona). dalam sel, yang kemudian dipompa oleh
Sealing zona ini dibentuk oleh cincin dari pompa proton yang terletak di membran
titik fokus adhesi (podosomes) dengan basolateral melewati bagian tidak beraturan,
inti dari aktin dan regulasi beberapa menghasilkan kompartemen ekstraseluler
protein sitoskeletal di sekitarnya, sel yang bersifat asam. Proton sangat
akan menempel di permukaan tulang, terkonsentrasi di sitosol osteoklas sementara
menyelimuti kompartemen resorbing dari ATP dan CO2 disediakan oleh mitokondria.
tulang subosteoklasik. Membran basolateral melakukan aktivitas
penukaran bikarbonat dari klorida, untuk
4.2.1. Terbentuknya Osteoklas menghindari alkalinisasi dari sitosol.
Saluran K+ dalam domain basolateral dan
Penempelan osteoklas pada permukaan saluran Cl- di lapisan apikal memastikan
tulang sangat penting dalam proses resorpsi dihasilkannya gradien electrogenik oleh

24 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


H+-ATPase vakuolar. Pompa natrium tulang.
basolateral juga terlibat dalam transpor aktif
Pengaturan resorpsi tulang sebagian
sekunder kalsium dan/atau proton yang
besar dimediasi oleh aksi hormon pada
berhubungan dengan penukaran Na+/Ca2+
sel stroma, osteoblas dan osteosit. Sebagai
menjadi dan/atau Na+/H+. Terjadinya mutasi
contoh, PTH dapat merangsang produksi
genetik pada beberapa komponen dari
osteoblasik M-CSF, RANKL, OPG atau IL-
sistem pengasaman dan sistem transportasi
6, yang kemudian bekerja langsung pada
ion telah terbukti berhubungan dengan
osteoklas.
osteopetrosis (cacat resorpsi tulang oleh
osteoklas) pada manusia dan tikus. 4.2.2. Peranan Osteoklas dalam
Proses pertama dalam resoprsi Penyembuhan Tulang
matriks tulang adalah mobilisasi kristal
hidroksiapatit melalui proses penghancuran, Walaupun belum dapat dijelaskan secara
dimana kolagen dan protein non kolagen rinci, secara umum osteoblas akan
pada pH rendah akan dapat melarutkan mengawali proses osteoklastogenesis.
kristal hidroksiapatit yang terdapat dalam Sinyal aktivasi akan menginduksi
matriks tulang. Kemudian sisa serat pertumbuhan pembuluh darah di tempat
kolagen dicerna oleh cathepsin K pada precursor osteoklas bermigrasi ke dalam
pH yang optimal. Residu proses tersebut sumsum tulang terdekat. Sinyal aktivasi
diinternalisasi, atau diangkut melintasi sel juga menstimulasi bone lining cell untuk
dan dirilis pada domain basolateral. Residu berkontraksi. Sel-sel tersebut akan
juga dapat dilepaskan selama periode relaps, melepaskan faktor-faktor yang mencerna
seperti yang terjadi selama proses motilitas lapisan osteoid dan membuka permukaan
osteoklas yang disebabkan oleh sensor yang telah mengalami mineralisasi untuk
kalsium dalam menanggapi terbentuknya resorpsi osteoklas.
kalsium ekstraseluler pada proses resorbsi Bone lining cell dapat terangkat

Gambar 4.4. Reabsorpsi tulang

Bab 4 : Biomolekuler Sel Tulang 25


dari permukaan tulang dan bermigrasi Proses remodeling tulang memerlukan
ke sumsum tulang terdekat, kemudian aktivitas tambahan dari dua populasi
sel-sel secara langsung kontak dengan sel, sedangkan proses resorpsi tulang
precursor osteoklas. Selama kontak sel membutuhkan osteoblas untuk melepaskan
dengan sel, RANKL pada bone lining cell kolagenase dan menghilangkan matriks
dapat mengikat reseptor RANK pada organik yang meliputi permukaan tulang tak
precursor osteoklas, sehingga mengawali termineralisasi. Osteoklas tertarik pada situs
proses osteoklastogenik. Setelah aktif, ini dan matriks kalsifikasi. Kondisi yang asam
osteoklas akan melekat pada struktur yang akan memompa proton ke luar, sehingga
dikenal dengan clear zone, suatu dinding garam-garam kalsium menjadi larut.
yang permeable terhadap sirkulasi antara Osteoklas kemudian melepaskan enzim
permukaan osteoklas dan tulang. Pada lisosomal yang akan melepaskan faktor
osteoklas yang aktif terdapat ruffled (brush) pengikat pertumbuhan (diproduksi oleh
border yang merupakan lipatan-lipatan osteoblas). Faktor pengikat pertumbuhan
membran sel irregular yang berdekatan ini akan merangsang sel-sel mesenkim
dengan permukaan yang diresorpsi. berkembang biak dan berdiferensiasi
Sekeliling brush border (clear zone) adalah menjadi preosteoblas dan osteoblas, yang
daerah sitoplasma tanpa organel, tetapi kemudian dapat menggantikan matriks
kaya akan filamen-filamen aktin. Clear tulang yang sebelumnya diserap. Dengan
zone ini merupakan tempat melekatnya demikian, ada proses terus-menerus dan
osteoklas terhadap matriks tulang dan penggantian matriks tulang yang saling
menghasilkan suatu lingkungan mikro melengkapi (suatu proses yang melibatkan
(microenvironment) antara sel dan matriks proliferasi dan diferensiasi sel prekursor
tempat resorpsi tulang terjadi. Osteoklas menjadi osteoblas dewasa atau osteoklas),
mensekresi kolagenase dan enzim-enzim serta aktivasi osteoblas dan osteoklas.
lain serta pompa proton ke dalam lingkungan
mikro, mendorong penguraian kolagen dan 4.2.4. Morfologi Osteoklas
melarutkan kristal garam kalsium.
Osteoklas merupakan lapisan sel tulang
4.2.3. Marker Osteoklas (bone lining cell) yang bertanggung jawab
dalam proses resorpsi tulang. Osteoklas
Sitoplasma dan membran plasma brush adalah sel berinti raksasa, memiliki ukuran
border terdiri dari saluran klorida yang sampai dengan 100 mm, dengan diameter
terbungkus Na+/K+-ATPase, penukar berisi empat sampai 20 inti. Osteoklas
HCO3+/Cl-, penukar Na+/H+, protein biasanya ditemukan saat berlangsungnya
lisosom, dan RANK (gambar 2.3). Reseptor proses kalsifikasi permukaan tulang dalam
RANK, kalsitonin, dan vitronektin (integrin sebuah lakuna (Howship’s lacunaes),
alfa v beta 3) merupakan penanda spesifik yang merupakan hasil dari aktivitas
yang diekspresikan oleh osteoklas. Reseptor resorptifnya sendiri. Hal ini memungkinkan
untuk hormon kalsitonin dan vitamin D3 ditemukannya empat sampai lima osteoklas
juga ditemukan pada osteoklas, namun di situs resorptif yang sama, meskipun
tidak pada PTH. Regulator osteoklas non- biasanya hanya ditemukan satu atau dua
hormon meliputi faktor-faktor lokal dan saja. Di bawah mikroskop cahaya, bentuk
sitokin, seperti IL-1 dan IL-6. Osteoklas intinya beragam walau dalam sel yang sama:
yang jauh dari permukaan tulang tidak beberapa berbentuk bulat dan eukromatik,
memiliki brush border dan dikatakan sementara beberapa lainnya memiliki kontur
sebagai osteoklas yang tidak aktif (inactive/ tidak teratur dan heterokromatik. Perbedaan
resting). Gambaran osteoklas pada bentuk ini mungkin mencerminkan proses
mikroskop elektron tampak sebagai sel fusi prekursor mononuklear yang tidak
yang terpolarisasi dengan jumlah retikulum sinkron. Sitoplasma tampak “berbusa”
sitoplasma yang sedikit dan ribosom yang dengan banyaknya vakuola di dalamnya.
sedang, sejumlah vesikulus yang halus, serta Zona kontak dengan tulang ditandai dengan
mitokondria yang berkembang sempurna. adanya batas tidak beraturan dengan patch
padat di setiap sisi (zona penyegelan).

26 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


4.2.5. Respon Imun Osteoklas Aktivitas osteoklas dikontrol oleh sitokin
dan hormon. Osteoklas memiliki reseptor
Ruang lingkup osteoimunologi telah untuk kalsitonin dan hormon tiroid,
diperluas untuk mencakup berbagai sedangkan osteoblas memiliki reseptor
interaksi molekuler dan seluler untuk untuk hormon paratiroid yang bila diaktivasi
memberikan dasar ilmiah bagi pendekatan akan menghasilkan sitokin yang disebut
terapi masa depan untuk penyakit terkait dengan osteoclast-stimulating factor.
tulang dan sistem kekebalan tubuh.
Pada penelitian terhadap mencit
Kerangka tulang memungkinkan berusia tiga minggu, tidak ditemukan
terjadinya aktivitas lokomotif, yaitu terjadinya apoptosis osteoklas dalam
penyimpanan kalsium dan penyimpanan pemeriksaan yang dilakukan pada proses
sel punca hematopoietik yang berasal perbaikan sekunder tulang spongiosa.
dari darah dan sel imun. Meskipun tulang Namun, apoptosis osteoklas terdeteksi pada
terlihat sebagai produk metabolit yang lokasi perbaikan primer tulang spongiosa
inert, tulang sebenarnya merupakan organ model mencit berusia lima minggu. Dalam
dinamis di bawah kontrol aktif dari osteoblas kedua penelitian, dilakukan pemeriksaan
dan osteoklas. Aktivitas yang berlebihan dengan prosedur TUNEL pada bagian tulang
dari osteoklas menyebabkan resorpsi tulang untuk melihat adanya sel yang mengalami
patologis, seperti yang terjadi pada berbagai apoptosis. Perbedaan hasil dalam
kondisi osteopenia lokal atau umum. mendeteksi apoptosis osteoklas ini mungkin
Oleh karena itu, penjelasan mengenai disebabkan oleh perbedaan metodologi,
mekanisme regulasi yang terlibat dalam yaitu penggunaan matriks mineral tulang
osteoklastogenesis sangat penting untuk dan matriks nonmineral tulang, atau karena
memahami sistem rangka dalam bidang rendahnya prevalensi apoptosis osteoklas
kesehatan dan penyakit. dalam kedua model mencit tersebut.
Telah diketahui bahwa osteoklas dan
sel imun berbagi fungsi berbagai molekul
pengatur, termasuk sitokin, reseptor, 4.3. OSTEOSIT
molekul pemberi sinyal, dan faktor
transkripsi yang saling memengaruhi. Sel-
sel imun yang berasal dari sumsum tulang Osteosit (berasal dari kata osteon dan kytos
berkembang dalam lingkungan mikro yang yang berarti sel) ditemukan di dalam rongga
sama seperti osteoklas. Bahkan, pasien (lakuna) pada matriks ekstraseluler. Osteosit
dengan aktivitas sistem kekebalan tubuh merupakan jenis sel hasil diferensiasi
yang berlebihan, seperti dalam kasus radang osteoblas yang ditandai oleh rasio inti yang
sendi, juga berisiko lebih tinggi mengalami lebih besar terhadap sitoplasma, dengan
osteoporosis serta kerusakan tulang lokal ukuran sel yang lebih kecil, dan organel-
yang disebabkan oleh peningkatan aktivitas organel sintesis protein yang lebih sedikit
osteoklas akibat aktivasi sel T. Selain itu, daripada osteoblas.
pada tikus yang kekurangan molekul
imunomodulator ditemukan adanya 4.3.1. Terbentuknya Osteosit
perkembangan fenotip osteoklas yang
abnormal. Matriks tulang yang terkalsifikasi tidaklah
inert secara metabolik, dan sel-sel osteosit
4.2.6. Apoptosis Sel Osteoklas dan ditemukan tertanam jauh di dalam
Faktor Pemicu tulang. Semua osteosit berasal dari sel-sel
pembentuk tulang (osteoblas) yang telah
Osteoklas menurunkan pH lingkungan terperangkap dalam matriks tulang yang
dengan menghasilkan ion hidrogen mereka hasilkan dan telah terkalsifikasi.
melalui sistem karbonik anhidrase untuk Meskipun aktivitas metabolik dari osteoblas
meningkatkan kelarutan kristal HA. menurun secara drastis setelah sepenuhnya
Selanjutnya, komponen organik akan terbungkus dalam matriks tulang
dihidrolisis dengan acidic proteolytic menjadi osteosit, sel-sel ini masih terus
digestion dan terjadilah proses apoptosis. memproduksi matriks protein. Osteosit

Bab 4 : Biomolekuler Sel Tulang 27


adalah jenis sel terbanyak yang ditemukan konsentrasi ekstraseluler yang cukup
pada jaringan tulang. Pada tulang imatur, tinggi dan menyebabkan tertutupnya
osteosit membentuk sekitar 95% dari kompartemen. Perpindahan dan target kerja
total sel tulang. Osteosit merupakan satu- enzim ini adalah untuk mensekresi kutub
satunya sel yang tertanam dalam matriks apikal osteoklas yang melibatkan reseptor
ekstraseluler tulang. manosa-6-fosfat. Selanjutnya, sel akan
mengeluarkan beberapa metaloproteinase,
4.3.2. Produk Osteosit seperti kolagenase (MMP-13) dan gelatinase
B (MMP-9), yang akan terlibat dalam proses
Fungsi fisiologis osteosit belum dipahami migrasi preosteoklas ke permukaan tulang
dengan baik, tetapi beberapa ilmuwan serta pencernaan matriks tulang. Salah satu
menyatakan, osteosit bekerja dengan enzim kunci yang disintesis dan disekresikan
jaringan 3D-nya pada lining cell untuk oleh osteoklas adalah cathepsin K yang
meregulasi pertukaran ion-ion mineral mampu menurunkan kandungan kolagen
antara cairan interstisial dan ekstraseluler. pada pH rendah dengan target menghambat
Dengan demikian, osteosit akan resorpsi tulang.
mempertahankan lingkungan ion lokal
yang sesuai untuk mineralisasi matriks 4.3.4. Morfologi Osteosit
tulang. Atas dasar lokasinya yang unik ini
dalam matriks tulang, osteosit bertanggung Morfologi osteosit bervariasi sesuai dengan
jawab untuk mendeteksi kerusakan mikro umur sel dan aktivitas fungsional. Osteosit
dan untuk mengawali proses perbaikannya. muda memiliki sebagian besar karakteristik
Osteosit bersama dengan lining cell dari osteoblas, kecuali jika telah terjadi
juga menjadi sensor mekanik sistem penurunan volume sel dan beberapa organel
mechanostat. yang terlibat dalam sintesis protein, seperti
retikulum endoplasma kasar dan Golgi.
4.3.3. Marker Osteosit Osteosit yang lebih tua, yang pada kalsifikasi
tulang terletak lebih dalam, menunjukkan
Proses menempelnya sel ke matriks penurunan lebih lanjut dalam hal volume sel
diperankan oleh reseptor integrin yang dan organel, serta akumulasi glikogen dalam
mengikat RGD (Arginine-Glycine- sitoplasma. Sel-sel ini mensintesis sejumlah
Aspartate) tertentu dengan urutan kecil matriks tulang baru pada permukaan
yang ditemukan dalam matriks protein. lakuna osteositik yang kemudian mengeras.
Membran plasma di daerah perbatasan yang Osteosit menghasilkan sejumlah penanda
tidak beraturan mengandung protein yang osteoblas dalam jumlah rendah, termasuk
juga ditemukan pada membran lisosom osteokalsin, osteopontin, osteonektin, dan
dan membatasi organel terkait, serta penanda osteosit E11.
melibatkan ATPase proton elektrogenik
vakuolar jenis tertentu dalam proses Dengan mikroskop cahaya, tampak
pengasaman. Membran plasma basolateral osteosit terletak di antara lamella dan
dari osteoklas secara khusus diperkaya oleh tersusun secara konsentris di sekitar
Na+/K+-ATPase (pompa natrium), penukar lumen sentral osteon. Osteosit memiliki
HCO3-/Cl-, penukar Na+/H+, dan berbagai prosesus sel yang panjang yang terbungkus
saluran ion. kanalikuli. Struktur ini menjamin kontak
dan komunikasi antara osteosit yang
Enzim lisosomal seperti tartrate- berdekatan, serta dengan kanalis sentralis
resistant acid phosphatase dan cathepsin osteon melalui gap junction. Molekul-
K secara aktif disintesis oleh osteoklas dan molekul dari satu sel ke sel lainnya akan
ditemukan dalam retikulum endoplasma, berjalan melalui struktur ini. Sebagian
Golgi, dan banyak vesikel transportasi. pertukaran molekul antara osteosit dan
Enzim disekresikan, melalui perbatasan yang pembuluh darah juga terjadi melalui
tidak beraturan, ke dalam kompartemen sejumlah kecil substansi ekstraseluler yang
penyerapan tulang ekstraseluler. Dalam terletak antara osteosit (dan prosesusnya)
kompartemen ini, enzim akan mencapai dan matriks tulang.

28 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


4.3.5. Respon Imun Osteosit 4.3.6. Apoptosis Sel Osteosit
terhadap Bakteri dan Faktor Pemicu
Interaksi antara populasi sel yang Osteoklas dan osteoblas mengalami
menempati tulang (osteoblas dan osteoklas) apoptosis, yaitu kematian sel terprogram
dan berbagai mediator remodeling tulang yang mengacu pada suatu bentuk bunuh
meliputi komponen bakteri. Osteoblas diri sel yang ditandai dengan perubahan
menghasilkan matriks ekstraseluler tulang morfologi spesifik seperti penyusutan
dan juga berperan sangat penting dalam sitoplasma, kondensasi kromatin nukleus,
mengontrol aktivitas osteoklas. Faktor degradasi DNA, dan blebbing sitoplasma.
modulasi tulang, seperti hormon paratiroid Apoptosis memainkan peran penting dalam
dan 1,25-dihidroksi vitamin D3, dan faktor perkembangan dan homeostasis tulang.
lokal, seperti prostaglandin (PGE2) atau IL-
Apoptosis osteosit telah dikaitkan
1, dapat menginduksi osteoblas dan sekaligus
dengan tingginya tingkat regenerasi tulang.
mengaktivasi osteoklas. Komponen bakteri
Di daerah pertumbuhan tulang, apoptosis
dapat bertindak menyerupai faktor lokal
osteosit hadir dalam distribusi seragam yang
berupa induksi pembentukan osteoblas dan
menunjukkan hubungan antara resorpsi
aktivasi osteoklas. Faktor bakteri ini dapat
osteoklastik dan apoptosis. Apoptosis
juga secara langsung mengaktivasi osteoklas
osteosit dalam tulang diamati di tempat-
sehingga menginduksi osteoklasogenesis
tempat terjadinya resorpsi tulang yang kuat;
(gambar 2.3).
di tempat-tempat ini, kerusakan mikro
Kebanyakan osteosit akhirnya akan diduga dapat mengubah lingkungan osteosit
mengalami apoptosis. Penuaaan, kurangnya normal sehingga menginduksi apoptosis.
pembebanan mekanik, pemberian
Osteosit dapat mengalami apoptosis
glukokortikoid terus-menerus, dan
saat jaringan mengalami remodeling
berkurangnya estrogen adalah faktor-faktor
secara cepat. Apoptosis osteosit diatur oleh
yang telah diketahui dapat meningkatkan
regangan mekanik. Beberapa penelitian in
apoptosis dan pengeroposan tulang.
vivo pada tikus, seperti pengujian fisiologis
Terapi dengan estrogen akan menghambat
regangan dengan aliran fluida pulsator yang
apoptosis osteosit pada tikus yang dilakukan
dapat mencegah kultur osteosit mengalami
ovariektomi. Kehilangan osteosit pada
apoptosis, serta hubungan regangan
jaringan berperan pada osteonekrosis atau
mekanik berbentuk U dengan kelangsungan
osteoporosis pada pasien yang menderita
hidup osteosit, memberikan kesimpulan
penyakit vaskular dengan degenerasi
bahwa proses apotosis diinduksi oleh
pembuluh darah. Penelitian menunjukkan
regangan mekanik yang akan merangsang
bahwa terapi dengan hormon paratiroid
osteosit menstimulasi respon dalam
dan bisfosfonat akan mencegah apoptosis
remodeling.
osteosit.

Bab 4 : Biomolekuler Sel Tulang 29


BAB
5 Remodelling Tulang

Sel osteoklas adalah sel berinti banyak


5.1. PROSES REMODELLING TULANG yang diyakini berasal dari sel-sel prekursor
mieloid yang sama (granulosit-monosit
CFU), yang juga menghasilkan monosit. Sel-
Regenerasi merupakan proses yang terjadi
sel ini berkembang biak dan berdiferensiasi
pada semua jaringan, termasuk tulang,
menjadi preosteoklas berinti tunggal yang
yang mengalami proses homeostasis untuk
saling melebur. Proses pembentukan
pelestarian integritas anatominya. Pada
kembali pada tulang memerlukan aktivitas
tulang, proses regenerasi dikendalikan
yang terjadi secara berpasangan antara
secara bersamaan, namun juga saling
dua populasi sel ini. Untuk proses resorpsi
berlawanan, oleh dua sel utama tulang yaitu
tulang, osteoblas harus melepaskan kolagen
matriks tulang yang bertugas membentuk
untuk menyingkirkan matriks organik tak
osteoblas dan matriks tulang yang bertugas
termineralisasi yang menutupi permukaan
menghambat osteoklas. Tulang mengalami
tulang. Kemudian, sel osteoklas akan tertarik
remodeling untuk mempertahankan massa,
ke daerah ini untuk melapisi matriks yang
bentuk, dan sifat fisik rangkanya. Dua sel
mengeras, dan mengasamkannya dengan
utama pembentuk tulang, yaitu osteoblas
memompa proton-proton ke luar sehingga
dan osteoklas, memberi konstribusi agar
garam-garam kalsium dapat terlarut.
proses remodeling ini dapat terjadi terus
Setelah itu, osteoklas melepaskan berbagai
menerus sepanjang hidup. Keseimbangan
jenis enzim lisosomal untuk membuang
antara pembentukan dan degradasi tulang
matriks organik yang terpajan.
biasanya dikontrol ketat, tetapi dapat
terjadi pergeseran ke arah osteoporosis bila
terjadi degradasi dalam kondisi patologis
atau selama proses penuaan. Keseimbangan
5.2. FAKTOR YANG MEMENGARUHI
tersebut mengimplikasikan adanya REMODELLING TULANG
mekanisme koordinasi diferensiasi osteoblas
dan osteoklas serta migrasi ke lokasi tempat
Proses remodeling tulang dikendalikan
sel-sel ini berfungsi.
oleh berbagai macam faktor sistemik,
Proses remodeling melibatkan interaksi seperti hormon dan steroid; faktor-faktor
sel osteoklas dan osteoblas yang dikenal lokal, seperti prostaglandin, leukotrien,
sebagai Bone Multicellular Unit (BMU). sitokin; dan faktor-faktor pertumbuhan
Osteoklas dan osteoblas menjadi faktor (Tabel 4.2). Sebagian besar faktor modulasi
penentu yang sangat penting dalam BMU tulang yang bertindak adalah osteoblas yang
untuk mempertahankan proses homeostasis berperan mentransduksi faktor-faktor ini
tulang. Kelebihan produksi osteoklas dalam ke osteoklas. Pemahaman utama biologi sel
proses remodeling tulang serta kurangnya dalam pembentukan kembali pada tulang
asupan osteoblas pada proses perbaikan berawal dari studi mengenai osteopenia
kavitas merupakan faktor yang bertanggung (kondisi saat kepadatan tulang menurun),
jawab pada osteopenia menopause terkait yang dikaitkan dengan kekurangan hormon
usia. estrogen dan penuaan, dan osteopetrosis
(suatu kondisi saat proses penyerapan

30 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


matriks tulang osteoklastik tidak terjadi yaitu memerangkap organisme yang
secara sempurna). ditularkan melalui darah di dalam tulang.
Proses pemerangkapan ini tentu saja
Tabel 5.1. Berbagai Mediator yang Berperan dalam menjadi tidak penting pada penyakit-
Remodelling Tulang penyakit periodontal, karena jenis
penyakit ini disebabkan oleh terbentuknya
PERAN MEDIATOR
biofilm bakteri pada subgingiva, dan
Faktor sirkulasi Hormon paratiroid, bukan disebabkan oleh rusaknya jaringan
1,25-dihidroksi vitamin B3, periodontal akibat serangan bakteri.
Kalsitonin, IL-6 dan sitokin
sirkulasi lain, Estradiol dan
hormon steroid lain Tabel 5.2. Bakteri Penyebab Penyimpangan Proses
Remodelling Tulang
Faktor lokal Prostaglandin, Leukotriens,
Proinflammatory cytokines PENYAKIT ORGANISME PENYEBAB
(IL-1, IL-6, TNF), Faktor
pertumbuhan Periodontitis Actinobacillus actinomycetem
Porphyromas gingivalis
Produk bakteri LPSs, Asam teikoat, Eikenella corrodens
Lipid terasosiasi protein, Fusabacterium nucleatum
Porins, Cpn60 dari A. Prevoletta intermedia
actinomyecentemcomitans
dan E.coli, Gapstatin dari A. Osteomielitis Campylobacter rectus, dll
actinomycentemcomitans, Staphylococcus aureus
PMT, B. bronchiseptica DNT Staphylococcus epidermidis
Komponen dinding sel dari Salmonella spp.
beberapa bakteri Escherecia coli, dll
Asosiasi protein Artritis bakterial Staphylococcus aureus
permukaan dari A. Neisseria gonorhoea
Actinomycentemcomitans, Neisseria meningitides
P. gingivalis, E. corrodens, S. Mycobacterium tuberculosis
aureus dan S. epidermidis Haemophilus influenza
Kapsul polisakarida dari A. Pasteurella malcotida, dll
actinomycentemcomitans
32 dan 60 Kds asosiasi Infeksi pada Staphylococcuus aureus
protein permukaan dari S. logam implan Staphylococcus epidermidis
aureus, 43 Kda protein fimbria
P. Gingivalis
Pembentukan kembali pada tulang yang
berlangsung normal memerlukan regulasi
yang terkoordinasi antara keturunan
osteoblas dan aktivitasnya, dan juga silsilah
5.3. BAKTERIOLOGI DAN
osteoklas. Gangguan atau campur tangan
REMODELLING TULANG dalam bentuk apa pun terhadap sistem
seluler terintegrasi ini dapat mengakibatkan
Bakteri dapat merangsang munculnya reaksi terjadinya disregulasi pada proses
patologis di tulang. Umumnya, mekanisme pembentukan kembali dengan konsekuensi
yang terjadi pada infeksi tulang oleh bakteri hilangnya matriks tulang. Bakteri memiliki
adalah terjadinya proses patologis lokal kemampuan yang berbeda-beda untuk
akibat pelepasan faktor virulensi bakteri merangsang terjadinya pengeroposan
yang terlarut. Pada kasus infeksi di tulang matriks tulang, begitu pula cara
rangka apendikular dan aksial, bakteri interaksinya. Sejumlah bakteri yang terlibat
dapat masuk ke dalam tulang dengan cara dalam penyakit infeksi tulang mengandung
mengekspresikan reseptor yang sesuai atau menghasilkan molekul-molekul
dengan komponen matriks tulang. Sebagai modulator yang berdampak kuat terhadap
contoh, bakteri Staphylococcus aureus sel-sel tulang, misalnya populasi sel mana
mengandung reseptor untuk fibronektin, yang mengikat, bagaimana sifat kejadian
laminin, kolagen, dan sialoglikoprotein reseptor dan pascareseptor, dan apakah
tulang yang diduga memiliki fungsi lain, mereka bertindak secara langsung ataukah

Bab 5 : Remodelling Tulang 31


bergantung pada induksi ekstraseluler Sejumlah pengujian berbasis sel dan
sekunder faktor-faktor modulator tulang, jaringan telah dilakukan untuk menentukan
seperti sitokin, eikosanoid, dan sebagainya; dampak faktor-faktor bakteri yang telah
sebagai contoh: komponen dinding sel dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu faktor-
gram-positif, yaitu asam lipoteikoat,
merupakan stimulator berdaya rendah
faktor yang muncul untuk meningkatkan
resorpsi tulang dan menghambat
dalam proses resorpsi tulang secara in vitro. pembentukan tulang baru.
Komponen lainnya, seperti PMT, cpn60, IL-1
Beberapa bakteri osteolitik akan
dan TNF sama aktifnya dalam menyebabkan
mengeluarkan endotoksin dan LPS.
osteolitik pada mamalia.
Endotoksin akan membentuk kompleks LPS
Dengan meningkatnya resistensi dengan protein, yaitu komponen bakteri
bakteri terhadap antibiotik, khususnya yang terbukti mampu merangsang resorpsi
Staphylococcus aureus dan Mycobacterium tulang secara in vitro. Baik LPS maupun
tuberculosis, yakni penyebab terbanyak protein dari endotoksin memiliki berbagai
kasus patologis tulang di negara-negara mekanisme reaksi proinflamasi pada sel
berkembang dalam kurun waktu dua eukariotik yang akan memengaruhi resorpsi
generasi terakhir, perlu adanya perhatian tulang kalvarial.
lebih besar yang berfokus pada masalah
pembentukan kembali pada tulang yang
didorong oleh bakteri. Hal ini diperlukan
untuk menetapkan patogenesis yang dapat
menjadi target terapi dalam pengembangan
berbagai metode penanganan baru.

32 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


BAB
6 Bakteri Mycobacterium
Tuberculosis

Tuberkulosis disebabkan oleh bakteri jasa beliau tersebut, bakteri penyebab


Mycobacterium tuberculosis yang tuberkulosis diberi nama basil Koch dan
berasal dari ordo Actinomycetales, famili penyakit tuberkulosis paru-paru (TBC)
Mycobacteria dan genus Mycobacterium. yang ditimbulkannya juga dikenal sebagai
Beberapa spesies lain yang bersifat patogen Koch Pulmonum (KP). Beberapa penelitian
dari genus Mycobacterium, antara lain: melaporkan bahwa bakteri Mycobacterium
Mycobacterium tuberkulosis (tipe human), tuberculosis memiliki karakteristik tahan
Mycobacterium bovis (tipe bovine) dan asam. dan menyatakan bahwa organisme
Mycobacterium avium (tipe avian). tipe avian berbeda dari tipe human dan
bovine.
Percobaan tentang transmisi
tuberkulosis pertama kali dilakukan pada
tahun 1843 oleh Klencke yang memproduksi
tuberkulosis di dalam tubuh kelinci
6.1. TAKSONOMI, MORFOLOGI,
dengan inokulasi secara intravena. Pada FISIOLOGI, DAN EKOLOGI
tahun 1865, Villemin mendemonstrasikan
perbedaan resistensi kelinci terhadap Kingdom : Bacteria
organisme tipe human dan bovine dengan
Filum : Actinobacteria
cara menginokulasi jaringan tuberkulosis
tipe human dan bovine pada kelinci. Dari Ordo : Actinomycetales
percobaan ini, ia menyimpulkan bahwa Upaordo : Corynebacterineae
tuberkulosis adalah penyakit yang spesifik, Famili : Mycobacteriaceae
disebabkan oleh agen yang dapat diinokulasi
Genus : Mycobacterium
(inoculable), dapat menular dari manusia ke
kelinci, dan dapat bersifat mematikan. Spesies : Mycobacterium tuberculosis

Pada tahun 1882, Robert Koch berhasil Mycobacterium tuberculosis adalah basil
melakukan pewarnaan pada Mycobacterium tuberkel dengan bentuk batang ramping,
tuberculosis dan mendemonstrasikan lurus ataupun melengkung dengan panjang
bahwa tipe human dan bovine adalah 2-4 µm dan lebar 0,2-0,5 µm (tergantung
organisme yang identik. Untuk mengenang kondisi lingkungan) yang bergabung

Gambar 6.1 Bakteri Mycobacterium tuberculosis : a) Dilihat menggunakan mikroskop elektron; b) Dilihat di bawah
mikroskop cahaya setelah diwarnai dengan metode Ziehl-Nielseen; c) Pertumbuhan koloni yang bergerombol
dalam medium Lowenstein Jensen

Bab 5 : Bakteri Mycobacterium tuberculosis 33


membentuk rantai, filamen atau cabang
berbentuk huruf X, Y atau V. Bakteri ini tidak
dapat diklasifikasikan sebagai bakteri gram
positif ataupun bakteri gram negatif karena
bila diwarnai dengan zat warna basa, warna
tersebut tidak dapat dihilangkan dengan
alkohol meskipun dibubuhi larutan iodium.
Oleh karena itu, bakteri ini digolongkan
dalam golongan bakteri tahan asam.
Mycobacterium tuberculosis memiliki
dinding sel yang tersusun atas peptidoglikan jasa beliau tersebut, bakteri penyebab
dan asam diaminopilemik (DAP) dengan tuberkulosis diberi nama basil Koch dan
kandungan lipid
Tuberkulosis ± 60% serta
disebabkan oleh memiliki
bakteri penyakit tuberkulosis paru-paru (TBC)
granula metakromatik
Mycobacterium yang disebut granula
tuberculosis yang yang ditimbulkannya juga dikenal sebagai
Much. dari
berasal Hubungan antara lemak famili
ordo Actinomycetales, pada Koch Pulmonum (KP). Beberapa penelitian
dinding sel dengan
Mycobacteria dan genus arabinogalaktan
Mycobacterium. dan melaporkan bahwa bakteri Mycobacterium
peptidoglikan di bawahnya
Beberapa spesies lain yang bersifat patogenmembentuk tuberculosis memiliki karakteristik tahan
struktur
dari genusyang menyebabkanantara
Mycobacterium, turunnya
lain: asam. dan menyatakan bahwa organisme
permeabilitas tuberkulosis
Mycobacterium dinding sel sehingga
(tipe human), tipe avian berbeda dari tipe human dan
menurunkan
Mycobacterium efektivitas
bovis (tipe bovine)antibiotik.
dan bovine.
Suatu molekul avium lain dalam dinding sel Gambar 6.2 Struktur dan fungsi envelope sel
Mycobacterium (tipe avian).
Mycobacterium, yaitu lipoarabinomanan, Mycobacterium tuberculosis: analisis struktural dan
Percobaan tentang antara transmisi fungsional, serta organisasi spasial dari konstituen sel
berperan dalam interaksi inang envelope
tuberkulosis pertama kali
dan patogen, menjadikan Mycobacteriumdilakukan pada
tahun 1843 oleh Klencke yang memproduksi
tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam
tuberkulosis di ini dalam tubuh kelinci
6.1 TAKSONOMI, MORFOLOGI,
makrofag. Bakteri tidak memiliki kapsul fenol 2-3% dan
FISIOLOGI, DANkresol 2-3%.
EKOLOGI
dengan inokulasi secara intravena. Pada
atau spora. Kingdom : Bacteria
tahun 1865, Villemin mendemonstrasikan Mycobacterium tuberculosis
Meskipunresistensi
perbedaan tidak membentuk
kelinci terhadap spora, merupakan Filum : Actinobacteria
bakteri aerob dan mendapat
bakteri Mycobacterium
organisme tipe human dan tuberculosis
bovine denganrelatif energi dariOrdo
oksidasi : berbagai
Actinomycetales
senyawa
tahanmenginokulasi
cara panas, kecuali pada suhu tuberkulosis
jaringan 60 °C selama karbon (glukosa,
Upaordo gliserol, asam piruvat,
: Corynebacterineae
15-20
tipe menit dan
human atau bovine
100 0C selama 5-10 menit.
pada kelinci. Dari dan asam organik), nitrogen (amonia, asam
Famili : Mycobacteriaceae
Biakan bakteri
percobaan ini, ini
ia dapat mati jika terkena
menyimpulkan bahwa amino, asam amida, nitrat) serta garam-
sinar matahari
tuberkulosis langsung
adalah selama
penyakit 2 jam,
yang tetapi
spesifik, garam mineral terutamaMycobacterium
Genus    : magnesium dan
dapat bertahan
disebabkan olehhidup beberapa
agen yang dapatjam ditempat
diinokulasi Spesies
besi. Aktivitas : Mycobacterium
biokimianya tidak khastuberculosis
yang gelap dan
(inoculable), dapatlembab.
menular Bakteri ini dapat
dari manusia ke dengan laju pertumbuhan yang lebih lambat
bertahan
kelinci, danselama 20-30 mematikan.
dapat bersifat jam pada dahak dari bakteriMycobacterium tuberculosis
lain. Hal ini disebabkan karenaadalah basil
dan 8-10 hari pada percikan (droplet). Pada tuberkel dengan bentuk
sifatnya yang kompleks dan dinding selnya batang ramping,
suhuPada tahun
kamar, 1882,bakteri
biakan Robertini Koch
dapat berhasil
hidup lurus ataupun
yang impermeabel, sehingga melengkung dengan panjang
multiplikasinya
melakukan pewarnaan pada Mycobacterium
selama 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam 2-4 µm setiap
hanya berlangsung dan lebar
± 18 0,2-0,5 µm (tergantung
jam. Karena
tuberculosis
lemari dengan suhu dan 20°C mendemonstrasikan
selama 2 tahun. kondisiyang
pertumbuhannya lingkungan) yang bergabung
lamban, seringkali
bahwa tipe human
Hal ini terjadi dan bovine
karena bakteri berada adalah
dalam sulit untuk mendiagnostik tuberkulosis
organisme
keadaan dormanyang identik.
(tidur),Untuk
tetapi mengenang
dapat aktif dengan cepat.
kembali bila suatu saat terdapat keadaan
Habitat asli bakteri Mycobacterium
yang memungkinkan untuk berkembang.
tuberculosis adalah di paru-paru manusia.
Mycobacterium tuberculosis peka Bakteri ini biasanya berpindah dari tubuh
terhadap streptomisin tetapi tidak peka manusia ke manusia lainnya melalui saluran
terhadap penisilin Bakteri ini tahan pernafasan yang tersebar melalui udara
terhadap berbagai bahan kimia dan berupa partikel-partikel percikan dahak
desinfektan seperti fenol 5%, asam sulfat mengandung bakteri saat penderita batuk,
15%, asam sitrat 3% dan NaOH 4%, tetapi bersin, tertawa, bernyanyi atau bicara.
dapat dihancurkan oleh iodine tincture (air borne and droplets infection) Partikel
dalam
Gambarwaktu 5 menit,
6.1 Bakteri alkohol
Mycobacterium 80% dalam
tuberculosis dengan ukuran
a) Dilihat menggunakan yang
mikroskop sangat
elektron; kecil
b) Dilihat dan
di bawah
waktu 2-10
mikroskop menit,
cahaya ortofenil
setelah 1%, senyawa
diwarnai dengan mengandung
metode Ziehl-Nielseen; bakteri koloni
c) Pertumbuhan ini akan
yangterhirup
bergerombol oleh
dalam medium Lowenstein Jensen

34 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


orang sehat saat menarik nafas, melewati jaringan.
sistem pertahanan mukosillier bronkus,
Pada fase awal infeksi bakteri
dan terus berjalan sampai di alveolus
Mycobacterium tuberculosis, akan terjadi
untuk menetap disana. Infeksi dimulai saat
pertautan antar dinding sel bakteri dengan
bakteri berhasil berkembang biak dengan
makrofag sehingga bakteri difagosit oleh
membelah diri di dalam paru-paru.
makrofag dan membentuk fagolisosom.
Selanjutnya terjadi penghambatan
pertumbuhan Mycobacterium, bahkan
6.2. IMUNOLOGI terjadi kematian, setelah itu muncul reaksi
inflamasi dan presentasi antigen sel T.
Selama 2-6 minggu terjadi pembentukan
Mekanisme respons inang terhadap granuloma yang difasilitasi oleh imunitas
infeksi bakteri patogen intraselular sangat yang diperantarai sel (cell-mediated
tergantung pada lokasi terjadinya infeksi. immunity/CMI). Bakteri akan hidup dan
Pada reaksi imunologi atau reaksi inflamasi, berada selamanya di tengah granuloma.
akan dilepaskan sitokin, yaitu substansi Pada infeksi tahap awal, yaitu
berupa hormon maupun sel-sel lain yang sesaat setelah inang terpajan bakteri M.
berfungsi sebagai sinyal intrasel oleh tuberculosis, belum muncul gejala atau
limfosit T. Ada beberapa limfokin penting respons imun yang terdeteksi. Jika proses
pada proses infeksi bakteri Mycobacterium infeksi berkembang ke tahap berikutnya,
tuberculosis, antara lain faktor kemotaktik maka akan terlihat tanda-tanda infeksi
makrofag, faktor aktivasi limfosit dan seperti uji tuberkulin kulit dan pemeriksaan
makrofag (terutama interferon γ). Pada foto polos memberikan hasil positif.
lesi tuberkulosis, limfokin dari sel T akan Namun, proses ini tidak linear dengan hasil
menyebabkan akumulasi dan aktivasi pengujian pada tingkat sel dan pada tingkat
makrofag serta bertambahnya limfosit organisme inang dikarenakan terjadi
tumor necrosis factor alpha (TNF-α) dan pergeseran antara infeksi laten dan infeksi
transforming growth factor beta (TGF-β) yang baru berkembang dengan aktifnya
yang akan menyebabkan kerusakan kembali infeksi sebelumnya.

Gambar 6.3. Skema sederhana infeksi M. tuberculosis pada inang yang terinfeksi di tingkat sel (makrofag)

Bab 5 : Bakteri Mycobacterium tuberculosis 35


Gambar 6.4. Respons imun bakteri Mycobacterium tuberculosis terhadap makrofag

Bakteri Mycobacterium tuberculosis restricted CD1-T cell (antigen glikolipid)


difagositosis oleh makrofag dan sel dendritik dan sel γδ-T cell (phospholigands). Sel-sel
melalui ikatan membran-reseptor seperti T memproduksi efektor sitokin interferon
complement receptor 3 (CR3), scavenger gamma (IFN-γ) yang akan mengaktifkan
receptor, macrophage mannose receptor makrofag dalam hubungannya dengan
(MMR), toll-like receptors (TLR), NOD2, TNF-α yang memiliki efek membunuh
dan dendritic cell-specificic intercellular- Mycobacterium intraselular dengan oksigen
adhesion-molecule-3-grabbing non reaktif dan nitrogen intermediet. Selain itu,
integrin (DC-SIGN). Hal ini menyebabkan sel T sitotoksik (CD8+) dapat membunuh
aktivasi makrofag melalui jalur sinyal NF- Mycobacterium intraselular melalui proses
kB diikuti sekresi sitokin pro-inflamasi, granulisin di jalur yang diperantarai perforin.
kemokin, molekul antimikroba, dan aktivasi Di sisi lain, sel T helper 2 (Th2) dan sel CD4
vitamin D receptor (VDR) yang menginduksi akan memproduksi sitokin imunosupresif
ekspresi peptida katelisidin antimikroba seperti IL-4, dan CD4+, CD25+, Foxp3+,
dan β-defensin. Selain itu, induksi autofag regulatory T cell (Treg), serta IL-10 dan
juga berperan dalam menengahi aktivitas TGF-β yang menekan mekanisme efektor
antimikroba. yang membunuh bakteri Mycobacterium.
Dalam memodulasi respons peradangan,
Sel polymorphonuclear (PMN) terdapat sebuah subset baru sel T helper
mengenali dan memfagosit bakteri M. yang berperan penting, yaitu sel Th17 yang
tuberculosis. Makrofag yang terinfeksi diproduksi oleh IL-23, ditandai dengan
dan sel dendritik menyekresikan sitokin produksi IL-17. Sel Th17 dapat merekrut
berupa interleukin (IL), di antaranya neutrofil, monosit, dan IFN-γ, yang akan
IL-12, IL-23, IL-7, IL-15 dan TNF-α, memproduksi sel T CD4 dan merangsang
serta memproduksi antigen sel T CD4 ekspresi kemokin. Namun, IFN-γ pada
(MHC kelas II), sel T CD8 (MHC kelas I), keadaan tertentu juga dapat menekan IL-17

36 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


memproduksi sel Th17. Dengan demikian, diketahui sebelumnya. Oleh karena itu,
mekanisme respons imun yang terjadi lebih peran respons individu dalam kekebalan
kompleks dibanding regulasi silang Th1, protektif masih merupakan kontroversi.
Th2, Th17 dan respons sel Treg yang telah

Gambar 6.5. Kekebalan bawaan dan adaptif terhadap infeksi tuberkulosis

Bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagai antigen presenting cells (APC).


merupakan mikroorganisme intrasel, Antigen bakteri ini bersama-sama MHC
sehingga diperlukan respons imun seluler kelas II akan bereaksi dengan CD4 pada
yang merupakan fungsi limfosit T. Di timus, reseptor T dan melepaskan interleukin-1
sel T mengekspresikan antigen-antigen (IL-1) yang selanjutnya menggantikan CD4.
permukaan, di antaranya CD4, CD5 dan Sinyal ini akan memberi tanda limfosit
CD8 yang sebagian pada perkembangan untuk memproduksi limfokin, termasuk
selanjutnya akan menetap dan menandai di antaranya IFN-γ, IL-2, B cell growth
subset sel T. Sel limfosit yang berperan pada factor (BCGF) dan faktor kemotaktik.
respons CMI pada infeksi tuberkulosis adalah IFN-γ kemudian akan mengaktifkan
sel T helper (CD4) dan T supressor (CD8) makrofag untuk menghancurkan bakteri
yang bersifat spesifik dan dikendalikan Mycobacterium tuberculosis intrasel. Pada
secara ketat oleh major histocomplatibility keadaan ini akan timbul reaksi antara bagian
complex (MHC). Berdasarkan distribusinya somatik antigen bakteri yang bereaksi
dalam jaringan dan struktur molekul, dengan CD4 melalui ekspresi MHC kelas II
antigen MHC pada manusia dibagi dalam dengan makrofag sebagai APC. Makrofag
dua kelas utama yaitu antigen kelas I yang yang aktif ini akan menyebabkan terjadinya
mencakup human leukocyte antigen yang perubahan beberapa aktivitas, seperti
meliputi HLA-A, HLA-B, HLA-C dan bertambahnya aktivitas enzim hidralase,
antigen kelas II yang meliputi HLA-D, HLA- aktivitas bergerak dan bertambahnya
DR, HLA-DQ dan HLA-DP. metabolisme glukosa.
Bakteri Mycobacterium tuberculosis Pada penderita dengan CD4 rendah,
difagositosis oleh makrofag yang berfungsi contohnya pada penderita infeksi HIV,

Bab 5 : Bakteri Mycobacterium tuberculosis 37


Gambar 6.6. Reaksi CMI bakteri Mycobacterium tuberculosis

pertumbuhan bakteri Mycobacterium T helper terdiri dari dua sub populasi


tuberculosis tidak dapat dikontrol, sehingga yang menghasilkan sitokin dengan fungsi
terjadi peningkatan kerentanan terhadap yang berbeda. Sel Th-1 menghasilkan
tuberkulosis primer dan tuberkulosis IFN-γ, IL-2 dan limfotoksin yang berfungsi
reaktif. Oleh karena itu, sel CD4 hanya mengubah aktivitas mikrobisidal makrofag
dapat digunakan sebagai penanda untuk dan memperkuat reaksi delayed type
pasien yang imunokompeten seluler. hypersensitivity (DTH),sedangkan sel Th-2
CD4 juga menghasilkan sitotoksin yang menghasilkan IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10
mengaktifkan makrofag dan meningkatkan yang berfungsi membantu pertumbuhan
IL-2 sehingga CD8 yang merupakan populasi dan diferensiasi sel B serta memperkuat
utama sel sitotoksik, dapat teraktivasi untuk respons imun humoral. Sel Th-1 dan Th-2
menghancurkan sel yang terinfeksi. juga akan menghasilkan IL-3, GMCSF dan
TNF.

38 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


II

| TB Spinal

39

S
pondilitis TB adalah penyakit radang Pada area endemik:
granulomatosa pada tulang belakang Anak, remaja dan dewasa muda
yang bersifat kronik yang disebabkan
Pada area non endemik:
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Sebanyak
50 % penderita spondilitis TB mempunyai lesi • Usia tua, kelompok jompo, tuna wisma,
di tulang belakang dan 10-45 % diantaranya narapidana, dan pecandu alkohol
mengalami defisit neurologis. Keterlibatan
• Immunocompromised host:
infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis
Penderita HIV, diabetes mellitus,
di tulang belakang ini akan mempersulit
malnutrisi, alkoholisme, gagal ginjal
penatalaksanaan dan memperberat kondisi
pneumoconiosis
kronik, dialisis rutin, pneumoconoisis,
klinis karena adanya potensi defisit neurologis
sirosis hati, kanker, penerima terapi
dan deformitas yang permanen.
kortikosteroid, dan penerima kemoterapi
Ironisnya, tulang belakang adalah lokasi sitotoksik
infeksi tuberkulosis tulang yang paling
Faktor lokal sendi dan tulang
sering, yakni sekitar 50 % kasus tuberkulosis
osteoartrikular. Apabila infeksi bakteri Trauma sendi dan tulang, riwayat operasi
Mycobacterium tuberculosis ini mengenai sendi dan tulang, pengguna sendi prostesis,
korpus vertebra, maka kerusakan yang terjadi osteonekrosis, dan penyakit sistemik yang
menimbulkan instabilitas tulang belakang dan berdampak pada sendi dan tulang seperti
gangguan struktur di sekitarnya. Pasien dapat sistemik lupus eritematosus (SLE), artritis
lumpuh akibat kompresi pada medula spinalis. rematik, sjorgen syndrome, serta gout.
Kelumpuhan yang menetap (ireversibel)
tidak hanya mengganggu dan membebani
penderita itu sendiri, tetapi juga keluarga dan Adapun komplikasi yang sering terjadi pada
masyarakat. spondilitis TB Antara lain:
Kondisi komorbid pada spondilitis TB • Osteoporosis
secara umum sama dengan kondisi komorbid • Nyeri kronik
tuberkulosis yaitu: • Keterbatasan gerak sendi

40 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


BAB
7 Spondilitis
Tuberkulosis

Spondilitis TB adalah penyakit radang


granulomatosa pada tulang belakang yang 7.1. EPIDEMIOLOGI SPONDILITIS TB
bersifat kronik yang disebabkan bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Sebanyak
50 % penderita spondilitis TB mempunyai Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk
lesi di tulang belakang dan 10-45% dunia telah terinfeksi Mycobacterium
diantaranya mengalami defisit neurologis. tuberculosis. Indonesia adalah kontributor
Keterlibatan infeksi bakteri Mycobacterium penderita tuberkulosis nomor lima di dunia,
tuberculosis di tulang belakang ini yakni sekitar 583.000 kasus baru per tahun,
akan mempersulit penatalaksanaan dan dan kebanyakan dialami oleh masyarakat
memperberat kondisi klinis karena adanya usia produktif (15-54 tahun) dengan tingkat
potensi defisit neurologis dan deformitas sosioekonomi dan pendidikan rendah.
yang permanen. Ironisnya, tulang
Di Perancis (1980-1994), spondilitis
belakang adalah lokasi infeksi tuberkulosis
TB merupakan 15% dari semua kasus
tulang yang paling sering, yakni sekitar
tuberkulosis ekstrapulmoner dan 3-5% dari
50% kasus tuberkulosis osteoartrikular.
semua kasus tuberkulosis. Sementara itu, di
Apabila infeksi bakteri Mycobacterium
Amerika Serikat (1986-1995) tuberkulosis
tuberculosis ini mengenai korpus vertebra,
osteoartrikular merupakan 10% dari kasus
maka kerusakan yang terjadi menimbulkan
tuberkulosis ekstrapulmoner dan 1,8%
instabilitas tulang belakang dan gangguan
dari semua kasus tuberkulosis. Pada negara
struktur di sekitarnya. Pasien dapat lumpuh
dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi,
akibat kompresi pada medula spinalis.
kejadian yang lebih tinggi pada pria dan
Kelumpuhan yang menetap (ireversibel)
anak-anak. Anak-anak di bawah usia 10
tidak hanya mengganggu dan membebani
tahun cenderung mengalami destruksi
penderita itu sendiri, tetapi juga keluarga
vertebra lebih ekstensif sehingga risiko
dan masyarakat.
deformitas tulang belakangnya lebih tinggi.
Spondilitis TB dapat berasal dari infeksi Vertebra segmen torakal paling sering
langsung (primer), yaitu bakteri langsung terlibat, disusul segmen lumbal dan servikal.
menginfeksi korpus, ataupun infeksi
Walaupun belum ada data akurat
tidak langsung (sekunder), yaitu bakteri
epidemiologi spondilitis TB di Indonesia,
menyebar secara hematogen atau limfogen
diperkirakan spondilitis TB menyumbang
dari lokasi infeksi di tempat lain ke korpus
25–50% dari seluruh kasus tuberkulosis
tulang belakang. Kebanyakan spondilitis
tulang. Berdasarkan data dari Rumah
TB merupakan infeksi sekunder dari paru-
Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM),
paru, tetapi pada beberapa kasus merupakan
spondilitis TB menunjukkan angka tertinggi
infeksi primer.
pada populasi penderita TB ekstra paru,
yakni sekitar 71% dari populasi.

Bab 7 : Spondilitis Tuberkulosis 41


7.2.2. Berdasarkan Durasi
7.2. KLASIFIKASI SPONDILITIS TB
Klasifikasi spondilitis TB berdasarkan durasi
(lama diderita) terdiri atas 3 kategori, yaitu:
Spondilitis TB dapat diklasifikasikan a. Kategori Akut
berdasarkan:
1. Usia penderita Keluhan yang dialami masih ringan dan
2. Durasi hasil anamnesis maupun pemeriksaan
3. Organ yang terlibat fisik belum ada komplikasi
4. Bentuk b. Kategori Kronik
5. Hasil pemeriksaan BKPH dan
kombinasinya Keluhan yang dialami semakin
berat, tetapi dari hasil anamnesis
7.2.1. Berdasarkan Usia dan pemeriksaan fisik belum ada
komplikasi. Seringkali penderita sudah
Klasifikasi spondilitis TB berdasarkan umur tidak terlalu terganggu secara struktur
penderita dibedakan menjadi 6 kategori dan fungsi, seperti bengkok atau gibus,
yang dapat dilihat pada Tabel 7.1. karena keluhan yang dialami hanya
berhubungan dengan tulang, otot, dan
kulit.
Tabel 7.1. Klasifikasi Spondilitis TB Berdasarkan Usia

REMAJA DEWASA TUA


NEONATUS ANAK DEWASA MUDA
(>9-18 (>30-60 (>60
(<1 tahun) (1-8 tahun) (>18-30 tahun)
tahun) tahun) tahun)

Keluhan • Rewel • Rewel • Nyeri tulang


• Gerakan protektif • Nyeri tulang belakang belakang
berkurang • Gangguan saraf seperti • Gangguan saraf
• Umumnya keluhan kelemahan tungkai seperti kelemahan
disampaikan keluarga • Kelainan bentuk pada tungkai
• Kelainan bentuk tulang belakang seperti • Kelainan bentuk
tulang belakang, bengkok dan benjolan pada tulang
asimetris, bengkok, belakang seperti
dan benjolan bengkok dan
benjolan

Anamnesis • Demam berulang • Demam berulang dalam • Demam berulang


dalam fase tertentu fase tertentu > 3 bulan dalam fase tertentu
> 3 bulan • Nafsu makan berkurang > 3 bulan
• Nafsu makan • Ketidaknyamanan pada • Nafsu makan
berkurang posisi tertentu dalam berkurang
• Ketidaknyamanan jangka waktu > 3 bulan • Ketidaknyamanan
pada posisi tertentu • Ada abses, gibus, hingga pada posisi tertentu
dalam jangka waktu kelumpuhan dalam jangka waktu
> 3 bulan • Kelemahan tungkai yang > 3 bulan
• Ada abses, gibus, dirasakan bertahap dalam • Ada abses, gibus,
hingga kelumpuhan jangka waktu tertentu hingga kelumpuhan
• Kelemahan tungkai > 3 bulan • Kelemahan tungkai
yang dirasakan yang dirasakan
bertahap dalam bertahap dalam
jangka waktu tertentu jangka waktu
> 3 bulan tertentu > 3 bulan

42 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


ANAK REMAJA DEWASA TUA
NEONATUS DEWASA MUDA
(1-8 (>9-18 (>30-60 (>60
(<1 tahun) (>18-30 tahun)
tahun) tahun) tahun) tahun)

Pemeriksaan • Ditemukan tanda-tanda infeksi dan • Ditemukan tanda-tanda infeksi dan


Fisik inflamasi inflamasi
• Tidak selalu disertai gizi buruk • Tidak selalu disertai gizi buruk
• Ada abses, gibus, hingga • Ada abses, gibus, hingga kelumpuhan
kelumpuhan yang sesuai tingkat • Tulang yang porotik
keparahan dan lama kejadian

Pemeriksaan Sinar-X, laboratorium (LED dan CRP), Sinar-X, MRI, laboratorium (LED dan CRP),
Penunjang mikrobiologi (BKP), dan histopatologi mikrobiologi (BKP), dan histopatologi

Pendekatan Konservatif: OAT Konservatif: OAT Konservatif: OAT


Tata Laksana Operatif: TTSS alternatif 1-2 Operatif: TTSS alternatif 1-2 Operatif: TTSS alternatif
1-10
Rehabilitasi • Mengembalikan • Mengembalikan fungsi • Mengembalikan
dan fungsi duduk, berdiri, duduk, berdiri, dan fungsi duduk,
Prognosis dan berjalan berjalan berdiri, dan berjalan
• Mengembalikan • Memaksimalkan fungsi • Memaksimalkan
fungsi organ dalam aktivitas sehari-hari, fungsi dalam
yang dalam masa pekerjaan, dan kehidupan aktivitas
pertumbuhan sosial sehari-hari,
• Mendorong pekerjaan dan
pertumbuhan dan kehidupan sosial
perkembangan sesuai • Mengembalikan
dengan anak normal kemandirian

c. Kategori Neglected gangguan saraf, dan otot, atau


• korpus vertebra dengan abses,
Keluhan yang dialami semakin berat, gangguan saraf, otot, dan kulit
berlarut-larut dengan bertambahnya
waktu, serta telah terjadi komplikasi. Berdasarkan keterlibatan organ maka
Keluhan yang dialami berhubungan spondilitis TB dapat diklasifikasikan atas
pada kualitas hidup, saraf, tulang, otot, beberapa tingkatan (grade), seperti yang
dan kulit, terlebih pada kualitas hidup tertera pada Tabel 7.2.
dan tulang.
7.2.4. Berdasarkan Bentuk
7.2.3 Berdasarkan Organ yang Terlibat Klasifikasi spondilitis TB berdasarkan
bentuk kerusakan pada korpus vertebra
Klasifikasi spondilitis TB berdasarkan organ
dibedakan atas:
yang terlibat dibedakan atas tulang, saraf,
otot, dan kulit yang dievaluasi melalui a. Sentral
pencitraan radiologi. Semakin banyak organ
Destruksi awal terletak di sentral
yang terlibat maka kondisi penyakit semakin korpus vertebra.
berat. Kondisi ini dapat berupa keterlibatan:
b. Anterior
• korpus vertebra saja
Lokasi awal berada di korpus
• korpus vertebra dengan abses,
vertebra bagian superior atau
• korpus vertebra dengan abses dan inferior dan merupakan penyebaran
gangguan saraf, perkontinuitatum dari vertebra di
• korpus vertebra dengan abses, atasnya.

Bab 7 : Spondilitis Tuberkulosis 43


Tabel 7.2. Klasifikasi Spondilitis TB Berdasarkan erat dengan strategi pemberian obat anti
Keterlibatan Organ tuberkulosis (OAT), yang mana hanya yang
hasil pemeriksaan kultur positif yang dapat
TINGKAT DESKRIPSI
diberikan OAT. Hal ini sesuai dengan baku
1 Infeksi terbatas hanya pada emas diagnosis infeksi Mycobacterium
korpus vertebra dengan tuberculosis yaitu OAT hanya diberikan
kerusakan < 50%.
pada penderita TB aktif untuk membunuh
2 Infeksi telah menyebabkan bakteri hidup.
adanya abses paravertebral
dengan kerusakan korpus Tabel 7.3. Bentuk-bentuk Spondilitis TB
> 50%.
3 Infeksi telah mengenai
jaringan lunak yang
menyebabkan kelainan
struktur, yakni gibus > 30°.
4 infeksi telah menimbulkan
kerusakan vertebra > 50%
disertai pemendekan postur.
Kondisi ini dapat disertai
munculnya gibus, abses,
dan jaringan granulasi,
tetapi tidak memiliki riwayat
kelumpuhan dengan status
neurologis Franke D atau E.
5 Telah terjadi defisit
neurologis yang nyata
dengan status neurologis
Frankel C, B, atau A.

c. Paradiskus
Destruksi terletak di bagian korpus
vertebra yang bersebelahan dengan
diskus intervertebralis.
d. Atipikal
Campuran beberapa bentuk sehingga
tidak memiliki pola yang jelas.

7.2.5. Berdasarkan Hasil Pemeriksaan


Bakteriologi serta Kombinasinya
Klasifikasi spondilitis TB hasil
pemeriksaan bakteriologi didasarkan
pada hasil pemeriksaan mikrobiologi dan
histopatologi, yaitu BTA (B), kultur (K), PCR
(P), dan histopatologi (H). Sementara itu,
kombinasi hasil pemeriksaan dapat berupa:
BKPH positif, BKP positif, BKH positif, BPH
positif, BP positif, BH positif, KPH positif,
KP positif dan seterusnya sesuai kombinasi
yang mungkin. Hasil pemeriksaan
bakteriologi dan kombinasinya ini terkait

44 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


7.2.6. Berdasarkan Regio Infeksi berbentuk batang, tidak motil, tidak dapat
(Servikal, Torakal, Lumbar) diwarnai dengan cara konvensional tetapi
tahan terhadap pewarnaan asam (metode
Pada dasarnya setiap regio tulang belakang Ziehl-Neelsen), sehingga dikenal sebagai
dapat terinfeksi bakteri Mycobacterium bakteri tahan asam (BTA).
tuberculosis, tetapi regio tulang yang
memiliki fungsi untuk menahan beban Bakteri ini tumbuh lambat dalam
(weight bearing) dan mempunyai media diperkaya telur selama 6-8
pergerakan yang cukup besar lebih sering minggu. Spesies Mycobacterium lainnya,
terkena dibandingkan dengan regio lainnya. seperti Mycobacterium africanum,
Area torakolumbal, terutama torakal bagian Mycobacterium bovine, ataupun
bawah (umumnya T10) dan lumbal bagian Mycobacterium nontuberkulosis juga
atas, merupakan tempat yang paling sering dapat menjadi etiologi spondilitis TB,
terlibat karena pada area ini pergerakan dan tetapi biasanya banyak ditemukan pada
tekanan mencapai maksimum, lalu dikuti penderita HIV. Kemampuan Mycobacterium
dengan area servikal dan lumbal. tuberculosis memproduksi niasin
merupakan karakteristik yang dapat
Tuberkulosis tulang belakang membantu untuk membedakannnya
merupakan infeksi sekunder dari dengan spesies lain.
tuberkulosis di tempat lain. Sekitar 90-95%
tuberkulosis tulang belakang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis tipik (2/3
tipe human dan 1/3 tipe bovine) dan 5-10 % 7.4. KOMPLIKASI SPONDILITIS TB
sisanya oleh Mycobacterium atipik. Bakteri
ini berbentuk batang, tidak motil, tidak
dapat diwarnai dengan cara konvensional Masalah yang sering terjadi pada spondilitis
tetapi tahan terhadap pewarnaan asam tuberkulosis adalah infeksi, keadaan umum
(metode Ziehl-Neelsen), sehingga dikenal yang buruk, diseminasi, lesi multipel pada
sebagai bakteri tahan asam (BTA). tulang belakang, abses dingin, nyeri, insta-
bilitas, fraktur patologis, defisit neurologis,
Bakteri ini tumbuh lambat dalam
deformitas, kifosis yang progresif, masalah
media diperkaya telur selama 6-8 minggu.
sosial, ekonomi, dan psikologis.
Spesies Mycobacterium lainnya, seperti
Mycobacterium africanum, Mycobacterium
bovine, ataupun mycobacterium
nontuberkulosis juga dapat menjadi etiologi
spondilitis TB, tetapi biasanya banyak
ditemukan pada penderita HIV. Kemampuan
Mycobacterium tuberculosis memproduksi
niasin merupakan karakteristik yang
dapat membantu untuk membedakannnya
dengan spesies lain.

7.3. ETIOLOGI SPONDILITIS TB

Tuberkulosis tulang belakang merupakan


infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat
lain. Sekitar 90-95% tuberkulosis tulang
belakang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis tipik (2/3 tipe human dan
1/3 tipe bovine) dan 5-10 % sisanya
oleh Mycobacterium atipik. Bakteri ini

Bab 7 : Spondilitis Tuberkulosis 45


BAB
8 Patofisiologi
Spondilitis TB

dari korpus vertebra dan mengakibatkan


8.1. KERUSAKAN STRUKTURAL neuritis.
VERTEBRA
Kerusakan medula spinalis akibat
spondilitis tuberkulosis sejatinya dapat
Spondilitis tuberkulosis merupakan infeksi terjadi melalui kombinasi 4 faktor, yaitu
sekunder dari fokus infeksi primer seperti penekanan oleh abses dingin, iskemia akibat
paru-paru, kelenjar limfe mediastinum, penekanan pada arteri spinalis, terjadinya
mesenterium, servikal, ginjal, dan organ end-arteritis tuberculosis setinggi blokade
dalam lainnya dengan penyebaran sebagian spinalnya, dan penyempitan kanalis spinalis
besar secara hematogen melalui pembuluh akibat angulasi korpus vertebra yang rusak.
darah arteri epifisis atau melalui pleksus
Abses tuberkulosis banyak ditemukan
vena batson dari vena paravertebralis. Hasil
pada daerah vertebra torakalis bagian atas
pencitraan radiologi pada 499 penderita
dan tengah, dan paling sering mengenai
spondilitis tuberkulosis memperlihatkan
daerah vertebra torakalis 12 (53%).
31% di antaranya memiliki fokus primer di
Paraplegia biasanya terjadi pada vertebra
paru-paru dan 78% dari kelompok tersebut
torakalis 10, sedangkan non-paraplegia
adalah anak-anak sementara 69% sisanya
umumnya ditemukan pada vertebra
memperlihatkan foto rontgen paru normal
lumbalis. Hal ini kemungkinan disebabkan
di mana sebagian besarnya adalah dewasa.
oleh arteri induk yang memengaruhi medula
Kerusakan anatomi tulang belakang spinalis segmen torakal paling sering
pada kasus infeksi tuberkulosis dapat terdapat pada vertebra torakal 8 – lumbal 3
mempengaruhi kerusakan medula spinalis sisi kiri. Trombosis pada arteri yang vital ini
melalui dua acara, yakni mekanik dan dapat menyebabkan paraplegia. Faktor lain
biologis. Pada spondilitis TB, bakteri yang perlu diperhitungkan adalah diameter
biasanya menyangkut di dalam spongiosa relatif antara medula spinalis dengan kanalis
tulang. Proses infeksi dapat melibatkan vertebralis. Intumesensia lumbalis mulai
korpus vertebra atau diskus intervertebra, melebar kira-kira setinggi vertebra torakal
di mana lokasi paling sering terjadinya 10, sedangkan kanalis vertebralis di daerah
infeksi pada vertebra terletak pada bagian tersebut berukuran relatif kecil. Pada
lower thoracic dan upper lumbar. vertebra lumbal 1, kanalis vertebralisnya
jelas berukuran lebih besar. Oleh karena itu,
Infeksi tuberkulosis dapat menyebar
vertebra lumbal lebih memiliki ruang gerak
ke tulang belakang dan menyebabkan
bila ada kompresi dari bagian anteriornya.
proliferasi sel radang dan nekrosis.
Hal ini menjelaskan mengapa paraplegia
Akibatnya, korpus vertebra dapat
lebih sering terjadi pada lesi setinggi
mengalami perubahan morfologi (gibus)
vertebra torakal 10.
yang dapat merusak medula spinalis secara
mekanik dan mengakibatkan kelumpuhan. Masalah terpenting dalam patogenesis
Secara biologis, infeksi tuberkulosis dapat tuberkulosis adalah karakterisasi virulensi
menyebar dan menginvasi langsung medula determinan bakteri Mycobacterium
spinalis melalui ligamentum posterior tuberculosis, hubungannya dengan

46 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


pertumbuhan bakteri pada organ yang suatu nodul yang disebut tuberkel. yang
terinfeksi, serta adanya respons inflamasi. berkembang lambat, bersifat osteolisis
Pertumbuhan bakteri Mycobacterium lokal, dan berada pada tulang subkondral di
tuberculosis pada tulang akan bagian superior atau inferior anterior korpus
memunculkan manifestasi infeksi dan vertebra. Pada minggu kedua mulai terjadi
memunculkan respons inflamasi pada perkijuan di sentral tuberkel tersebut,
inang. Inflamasi yang diperlukan untuk dan reaksi eksudatif berupa abses dingin
mengendalikan infeksi nyatanya juga yang terdiri dari serum, leukosit, jaringan
dapat menyebabkan kerusakan jaringan perkijuan, debris tulang dan basil tuberkel
yang luas. Infeksi bakteri Mycobacterium yang dapat berpenetrasi dan menyebar ke
tuberculosis akan menyebabkan apoptosis berbagai arah.
makrofag yang menghasilkan cathepsin D
Proses selanjutnya ditandai dengan
yang terlibat dalam kerusakan jaringan dan
hiperemia dan osteoporosis berat akibat
dalam proses pencairan granuloma.
resorpsi tulang yang akan mengakibatkan
Reaksi pertama pada infeksi tuberkulosis terjadinya destruksi korpus vertebra di
di tulang belakang terjadi pada sistem anterior. Proses perkijuan yang terjadi akan
RES korpus vertebra berupa penimbunan menghalangi proses pembentukan tulang
sel-sel polimorfonuklear (PMN) yang reaktif dan mengakibatkan segmen tulang
segera digantikan oleh makrofag dan yang terinfeksi relatif avaskular, sehingga
monosit. Lipid yang dihasilkan oleh proses terbentuklah sequester tuberkulosis.
fagositosis basil tuberkulosis oleh makrofag Destruksi progresif di anterior akan
akan dikeluarkan melalui sitoplasma mengakibatkan kolapsnya korpus vertebra
makrofag dan membentuk sel-sel epiteloid yang terinfeksi dan terbentuklah kifosis
(datia Langhans) dan nekrosis perkijuan atau angulasi posterior tulang belakang.
yang memberikan gambaran reaksi Infeksi selanjutnya dapat menembus
spesifik tubuh terhadap infeksi bakteri korteks vertebra, menginfeksi jaringan
Mycobacterium tuberculosis. Dalam waktu lunak di sekitarnya dan membentuk abses
sekitar satu minggu, limfosit akan muncul paravertebral. Diseminasi lokal terjadi
dan membentuk cincin yang mengelilingi melalui penyebaran hematogen dan
lesi. Kumpulan sel-sel epiteloid, sel datia penyebaran langsung di bawah LLA. Apabila
Langhans, dan limfosit ini akan membentuk abses paravertebra telah terbentuk, lesi

Gambar 8.1. Korpus tulang belakang dengan infeksi tuberkulosis dan nekrosis perkijuan

Bab 8 : Patofisiologi Spondilitis TB 47


dapat turun mengikuti alur fasia muskulus • Stadium destruksi awal
psoas dan membentuk abses psoas yang
Ketika stadium implantasi berlanjut,
dapat mencapai trigonum femoralis.
akan terjadi proses destruksi korpus
Abses dapat berkumpul dan mendesak vertebra serta penyempitan ringan
ke arah belakang sehingga menekan medula pada diskus yang berlangsung selama
spinalis dan mengakibatkan paraplegia Pott 3–6 minggu.
yang disebut paraplegia awal. Selain karena
tekanan abses, paraplegia awal dapat pula • Stadium destruksi lanjut
disebabkan oleh kerusakan medula spinalis
Pada stadium ini terjadi destruksi
akibat gangguan vaskular atau akibat
yang masif, kolapsnya vertebra, dan
regangan terus menerus pada gibus yang
terbentuknya massa kaseosa serta pus
disebut paraplegia lanjut. Abses dingin di
yang berbentuk abses dingin. Kondisi
daerah torakal dapat menembus rongga
ini terjadi pada 2–3 bulan setelah
pleura sehingga terjadi abses pleura, atau
stadium destruksi awal. Sekuestrum
bahkan ke paru bila ada perlekatan paru. Di
dapat terbentuk dan kerusakan diskus
daerah servikal, abses dapat menembus dan
intervertebral dapat terjadi. Pada saat
berkumpul di antara vertebra dan faring.
inilah terbentuk tulang baji, terutama
Pada usia dewasa, diskus intervertebra di sebelah depan (wedging anterior)
bersifat avaskular sehingga lebih resisten akibat kerusakan korpus vertebra,
terhadap infeksi. Adapun infeksi diskus yang menyebabkan terjadinya kifosis
yang terjadi akan bersifat sekunder. atau gibus.
Berbeda dengan anak-anak yang diskus
intervertebralisnya masih bersifat vaskular, • Stadium gangguan neurologis
infeksi diskus yang terjadi adalah infeksi
Gangguan neurologis disebabkan
primer. Penyempitan diskus intervertebra
oleh adanya tekanan abses ke kanalis
terjadi akibat destruksi tulang pada kedua
spinalis. Gangguan ini ditemukan 10%
sisi diskus sehingga diskus mengalami
dari seluruh komplikasi spondilitis
herniasi ke dalam korpus vertebra yang
tuberkulosa. Vertebra torakalis
telah rusak.
mempunyai kanalis spinalis yang lebih
kecil sehingga gangguan neurologis
lebih mudah terjadi pada regio ini.

8.2. PERJALANAN PENYAKIT • Stadium deformitas residula


Stadium ini akan terjadi 3–5 tahun
setelah munculnya stadium implantasi.
Perjalanan penyakit spondilitis tuberkulosis
Kifosis atau gibus bersifat permanen.
dibagi dalam 5 stadium, yaitu:
Hal ini disebabkan oleh adanya
kerusakan vertebra yang masif di
• Stadium implantasi
sebelah depan.
Stadium ini merupakan kondisi
dimana terjadi duplikasi bakteri
Mycobacterium tuberculosis 8.3. KERUSAKAN SARAF
membentuk koloni-koloni baru SECARA UMUM
yang terjadi saat daya tahan tubuh
penderita menurun. Proses duplikasi
ini berlangsung selama 6–8 minggu. Sistem saraf merupakan sistem yang
Keadaan ini umumnya terjadi pada berperan penting dalam mengatur berbagai
daerah paradiskus dan pada anak- aktivitas organ tubuh. Ada saraf yang
anak umumnya pada daerah sentral bertugas menghantarkan impuls dari organ
vertebra. tubuh ke otak, dan ada pula saraf yang
berfungsi menghantarkan impuls dari otak
ke organ efektor. Oleh karena itu, kerusakan

48 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


saraf dapat menyebabkan organ tubuh tidak neuromuskular. Infeksi yang terjadi
dapat menjalankan fungsinya. Kerusakan dapat menyebabkan kerusakan saraf
saraf dapat terjadi melalui dua proses, yakni yang parah, baik karena efek langsung
mekanik dan biologis. dari mikroba, maupun karena aktivasi
imun yang berlebihan.
8.3.1. Akibat Proses Mekanik
• Sistem Saraf Pusat (SSP)
Kerusakan mekanik dapat terjadi akibat
Berbeda dari SST yang relatif lebih
cedera pada tulang belakang, otak, maupun
mudah terkena infeksi karena saraf
saraf perifer yang disebabkan oleh faktor
yang bersentuhan langsung dengan
luar, seperti trauma, ketidakseimbangan
jaringan, SSP memiliki beberapa lapisan
oksigen, atau penyakit tertentu. Faktor-
pertahanan yang dapat melindunginya
faktor tersebut menyebabkan saraf terjepit,
dari infeksi. Oleh sebab itu, untuk
nekrosis, kompresi, atau ruptur sehingga
menyebabkan infeksi SSP, patogen
mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut
infeksi harus berhasil melewati lapisan
menyebabkan hilangnya sensasi sensorik
pertahanan tersebut yang terdiri dari:
atau motorik pada organ yang diinervasinya.
sawar darah otak (blood brain barrier,
8.3.2. Akibat Proses Biologis BBB) dan blood-cerebro spinal fluid
barrier (BCSFB). Sawar darah otak
Berbeda dengan kerusakan mekanik yang terdiri dari sel endotel kapiler, perisit,
melibatkan faktor luar, kerusakan biologis dan astrosit. Akibat adanya taut kedap
terjadi akibat reaksi imunologi tubuh (tight junction) antarsel, toksin dan
terhadap bakteri dan invasi langsung bakteri pada umumnya tidak dapat
bakteri pada saraf. Kerusakan biologis melewati lapisan pertahanan tersebut.
berkaitan erat dengan infeksi yang terjadi Sayangnya, beberapa patogen cukup
dalam tubuh. Infeksi dan replikasi patogen pintar karena memiliki berbagai
didalam sel diiringi pelepasan senyawa dan strategi untuk dapat masuk ke SSP,
toksin (peptidoglikan, fragmen dinding seperti melalui transeluler, paraseluler,
sel, lipopolisakarida, dan sebagainya) yang dan menumpang bersama sel makrofag
dapat menyebabkan kerusakan sel secara yang diinfeksinya.
langsung atau menginduksi reaksi imun dan
Infeksi SSP dapat diklasifikasikan
inflamasi. Oleh karena kerusakannya tidak
tergantung pada situs anatomi
secara langsung menampakan kerusakan
peradangan dan tempat masuknya
fisik, kerusakan biologis seringkali terjadi
patogen. Infeksi pada meninges disebut
tidak disadari.
meningitis, otak disebut ensefalitis,
Berdasarkan tingkat keparahan infeksi, dan medula spinalis disebut mielitis.
kerusakan saraf akibat proses biologis dapat
terjadi pada sistem saraf tepi (SST), sistem
saraf pusat (SSP), ataupun keduanya. 8.4. KERUSAKAN SARAF PADA
SPONDILITIS TB
• Sistem Saraf Tepi (SST)
Pada umumnya, infeksi lebih mudah
terjadi pada sistem saraf tepi dan jarang Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh
sekali ditemukan pada sistem saraf Mycobacterium tuberculosis. Bakteri
pusat. Hal ini disebabkan SST memiliki ini umumnya menginfeksi paru-paru,
saraf yang berkontak langsung dengan tetapi dapat menyebar ke sistem saraf
jaringan perifer. Infeksi pada sistem pusat, terutama melalui tulang belakang.
saraf tepi seringkali tidak diketahui, Penyebaran tersebut dapat terjadi melalui
namun memiliki kemungkinan besar reaktivasi kuman dorman yang menyebar
untuk dapat diobati. Kerusakan SST melalui darah (hematogenous foci) atau
akibat infeksi meliputi radikulopati, melalui nodus limfa dari dua vertebra yang
neuropati perifer, dan gangguan taut saling berdekatan.

Bab 8 : Patofisiologi Spondilitis TB 49


TB spinal adalah jenis TB skeletal yang hilangnya fungsi sensorik dan gangguan
sangat berbahaya karena dapat dikaitkan otot sfingter.
dengan kerusakan neurologis akibat
kompresi struktur saraf yang berdekatan
dan deformitas tulang belakang yang
signifikan. Kerusakan neurologis yang
8.5. KATEGORI DEFISIT NEUROLOGI
tampak adalah paraplegia (kelumpuhan).
Berdasarkan waktu terjadinya, paraplegia
pada pasien TB dapat dikategorikan menjadi Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan
dua kelompok: paraplegia onset dini dan bahwa defisit saraf meningkat secara
paraplegia onset lambat. berurutan saat kompresi pada kolom
vertebra meningkat. Defisit neurologis
Paraplegia onset dini terjadi ketika
dapat dikategorikan ke dalam lima tahap:
pasien masih menderita TB. Oleh karena
itu, kelumpuhan terjadi secara cepat dalam
• Tahap I
kurun waktu dua tahun. Komplikasi saraf
dapat terjadi akibat kompresi mekanik oleh Pasien tidak menyadari defisit saraf,
abses, jaringan granulasi, debris tuberkular, namun dokter mendeteksi ekstensor
jaringan kaseosa, dan tekanan lokal dari plantar dan atau klonus pergelangan
subluksasi patologis atau dislokasi vertebra. kaki.
Akibatnya, medula spinalis dapat mengalami
edema akibat inflamasi dan mielomalasia. • Tahap II

Sementara itu, pada paraplegia onset Pasien mengalami spastisitas dengan


lambat, kelumpuhan baru terjadi beberapa defisit motorik. Skor motorik yang
tahun setelah pasien sembuh dari TB. Hal ini untuk tetraplegia adalah 60-100,
dapat terjadi karena adanya faktor intrinsik sedangkan pada paraplegia adalah 80-
yang menyebabkan kerusakan medulla 100. Kerusakan sensorik menandakan
spinalis, yaitu tekanan dari anterior tulang kompresi pada kolom lateral.
kepada medula spinalis atau vasokonstriksi
dari jaringan parut di sekitar dura. Medula • Tahap III
spinalis akan mengalami edema, atrofi, dan
gliosis interstitial sekunder. Pasien spastik terbaring di tempat
tidur. Skor motorik untuk tetraplegia
Pengaruh TB pada tulang belakang adalah 0-30, dan untuk paraplegia
baru menujukan manifestasi setelah terjadi adalah 50-80. Skor sensorik sama
kompresi medulla spinalis pada kolom dengan tahap II.
anterior vertebra. Hal ini ditandai dengan
peningkatan kelenturan yang berlebihan • Tahap IV
pada refleks tendon dan ekstensor plantar.
Ketika kompresi meningkat, pasien mulai Pasien terbaring di tempat tidur
kehilangan kemampuan motorik secara dengan kehilangan sensorik berat dan/
bertahap (gradual) akibat adanya lesi pada atau luka tekan. Skor motorik untuk
saraf motorik bagian atas. Kompresi yang tetraplegia adalah 0 dan paraplegia
cukup berat dapat menyebabkan blok adalah 50. Ada gangguan dari kedua
konduksi saraf secara keseluruhan di kolom sensasi kolom lateral dan posterior.
anterior.
• Tahap V
Selain kolom anterior, kolom lateral
juga dapat terpengaruh secara parsial. Sama seperti tahap IV dan disertai
Akibatnya, terjadi penurunan sensasi nyeri, keterlibatan kandung kemih dan usus
suhu, dan sentuhan kasar. Ketika kompresi dan/atau spasme fleksor tetraplegia/
semakin meningkat, kolom posterior juga paraplegia.
dapat terpengaruh. Hal ini menyebabkan

50 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


8.6. DERAJAT KERUSAKAN
PARAPLEGIA

Bila terjadi gangguan neurologis, derajat


kerusakan paraplegia dapat dibedakan
menjadi:

• Derajat 1
Terjadi kelemahan pada anggota gerak
bawah setelah melakukan aktivitas atau
setelah berjalan jauh. Pada tahap ini
belum terjadi gangguan saraf sensorik.
• Derajat 2
Terjadi kelemahan pada anggota gerak
bawah tapi penderita masih dapat
melakukan pekerjaannya.
• Derajat 3
Terdapat kelemahan pada anggota
gerak bawah yang membatasi gerak/
aktivitas penderita serta hipoestesia/
anestesia.
• Derajat 4
Terjadi gangguan saraf sensorik dan
motorik disertai gangguan defekasi dan
mikturisi.

Bab 8 : Patofisiologi Spondilitis TB 51


III

| Diagnosis TB Spinal

52 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


D
iagnosis spondilitis tuberkulosis spastisitas, klonus, hiperrefleksia, dan refleks
ditentukan berdasarkan gejala klinis Babinski bilateral. Gejala klinis spondilitis TB
dan pemeriksaan penunjang seperti secara umum adalah sebagai berikut:
laboratorium, histopatologi dan radiologi.
• Adanya gambaran penyakit sistemik
Gejala yang mendukung diagnosis spondilitis
seperti kehilangan berat badan, keringat
tuberkulosis adalah nyeri yang meningkat
malam, demam yang berlangsung secara
pada malam hari dan semakin lama
intermittent terutama pada waktu sore
semakin berat terutama pada saat bergerak,
dan malam hari
terbentuknya gibus, dan peningkatan
LED. Pada foto rontgen akan tampak • Adanya riwayat batuk lama (lebih dari 3
penyempitan sela diskus dan gambaran abses minggu), berdahak atau berdarah
paravertebral dan jika dilakukan tes tuberkulin
• Adanya nyeri yang terlokalisir pada satu
biasanya hasilnya positif. Untuk kepentingan
region tulang belakang, atau berupa nyeri
pemeriksaan bakteriologi, dapat dilakukan
yang menjalar
pungsi abses atau debris yang didapat dari
pembedahan untuk mendapatkan jaringan • Adanya defisit neurologi
lesi yang terbagi menjadi tiga jenis, yaitu lesi
padat, lesi setengah padat dan lesi cair.
Secara klinis gejala spondilitis TB hampir
sama dengan gejala tuberkulosis pada
umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu
makan berkurang, berat badan menurun, suhu
sedikit meningkat (subfebril) terutama pada
malam hari, serta sakit pada punggung. Pada
anak-anak sering disertai dengan menangis
pada malam hari. Pada awal dapat dijumpai
nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau
perut, kemudian diikuti dengan paraparesis
yang lambat laun makin memberat,

53
BAB
9 Anamnesis dan
Pemeriksaan Fisik

dengan pasien dilakukan dengan wajar


9.1. ANAMNESIS DAN dan normal serta menggunakan bahasa
PEMERIKSAAN FISIK UMUM yang lugas serta mudah dimengerti oleh
dokter serta pasien. Sebisa mungkin
Secara umum, berikut tahapan yang saat berkomunikasi dengan pasien tetap
dilakukan saat bertemu dengan pasien: menggunakan bahasa medis, tetapi yang
dapat dipahami oleh pasien sebagai bentuk
1. Mendefinisikan keluhan utama
pertanggungjawaban terhadap profesi dan
2. Merancang anamnesis
sesama klinisi.
3. Merencanakan dan melakukan
pemeriksaan fisik Saat menghadapi pasien, dokter
4. Mempersiapkan pemeriksaan harus menjadi sosok yang berwibawa dan
penunjang profesional sehingga pasien menjadi yakin
5. Strategi mengeksekusi bahwa saat ini sedang berkonsultasi dengan
6. Menjelaskan temuan kepada pasien dokter yang tepat. Untuk meyakinkan
7. Menggiring opini dan menjelaskan pasien, dokter dapat menceritakan
alternatif masalah serta strategi pengalaman dan reputasi sehingga pasien
penatalaksanaan kepada pasien semakin mempercayakan dirinya pada
dokter dan yakin dapat disembuhkan.
Melakukan anamnesis yang baik Apabila pasien yakin terhadap sang dokter,
akan sangat membantu untuk menyusun pasien kemudian dapat menceritakan
kemungkinan diagnosis hanya dari gejala seluruh masalahnya kepada dokter. Dokter
yang dirasakan pasien. Oleh karena itu, perlu menangkap masalah yang diutarakan
saat anamnesis dokter pertama-tama pasien dengan singkat, ringkas, dan cepat.
perlu mengenal diri sendiri agar menjadi Untuk mendapatkan masalah, berikan
dokter yang mumpuni dan profesional serta pertanyaan terbuka sehingga pasien dapat
mengenal pasien dengan baik. Berkenalan menceritakan segala keluhannya.

NYERI, lakukan: 1 KEKUATAN SENDI, tanyakan: 2 BENGKAK, tanyakan: 3


- Identifikasi lokasi nyeri - Sendi mana yang kaku - Berapa lama terjadi bengkak
- Tentukan kualitas nyeri - Onset dan durasi kekakuan sendi - Apakah disertai nyeri
- Identifikasi kapan timbul - Adakah pengaruh perubahan suhu - Identifikasi apakah ada panas atau
dan aktivitas terhadap sendi kemerahan

4 PERUBAHAN SENSORIK, tanyakan:


DEFORMITAS & IMOBILITAS, tanyakan: 5
- Kapan terjadinya, tiba-tiba atau bertahap - Apakah ada penurunan rasa di bagian tertentu
- Apakah menimbulkan keterbatasan gerak - Apakah menurunnya rasa tersebut berkaitan
- Apakah memburuk dengan aktivitas dan posisi dengan nyeri
tertentu
- Apakah menggunakan alat bantu

Gambar 9.1. Komponen anamnesis pasien

54 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


Setelah memperoleh seluruh keluhan Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan
pasien, dokter kemudian merangkum dengan metode pencitraan, histopatologi,
keluhan-keluhan tersebut. Pasien sebaiknya mikrobiologi, laboratorium, elektrofisiologi,
diikutsertakan dalam penyusunan agar dan pemeriksaan lainnya. Dalam
memastikan rangkuman yang didapatkan menentukan pemeriksaan penunjang,
benar dengan melakukan refleksi isi saat diskusi dapat dilakukan terlebih dahulu
anamnesis. Rangkuman yang sesuai akan dengan pasien dan/atau sejawat lain yang
membantu menilai kesepahaman antara dapat membantu.
dokter dan pasien serta meniadakan bias
dan kesalahan komunikasi. Jika rangkuman
telah disusun, dokter bersama pasien dapat 9.2. ANAMNESIS DAN
menyusun skenario berdasarkan waktu PEMERIKSAAN FISIK PADA
kejadian dan perjalanan keluhan sehingga SPONDILITIS TUBERKULOSIS
terbentuk cerita yang logis dan disetujui oleh
pasien dan orang yang mengenal pasien.
Pada kasus spondilitis TB, anamnesis
Apabila skenario telah disusun, dokter
dilakukan untuk mengetahui keluhan
kemudian membuat resume perjalanan
nyeri pada tulang belakang, gangguan
penyakit sehingga dapat memutuskan
neurologis, deformitas (bongkok, benjolan,
masalah penyakit yang mungkin. Dalam
atau gibus), adanya sinus/fistula di
menyusun resume serta kemungkinan
punggung, pinggang, atau lipat paha,
penyakit, pasien perlu dilibatkan dalam
hingga kelumpuhan. Untuk memudahkan
diskusi. Pasien harus diupayakan dapat
anamnesis, gejala-gela tersebut dapat
berpartisipasi dalam komunikasi sehingga
dieksplorasi secara berkelompok menjadi
mau untuk menyampaikan segala hal yang
gejala sistemik TB (penurunan berat badan
dibutuhkan, baik hal yang privat sekalipun
dan/atau tidak adanya kenaikan berat
sehingga dokter dapat menilai setiap detail
badan pada anak), gejala lokal akibat
keluhan pasien.
destruksi vertebra (deformitas, nyeri
Kemungkinan penyakit yang telah punggung akibat unstable spine), dan
diperoleh dari anamnesis perlu dilanjutkan gejala neurologis akibat keterlibatan saraf
dengan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik (nyeri ekstremitas, deficit neurologis, lesi
dapat membantu mengonfirmasi penyakit UMN). Tanda-tanda spondilitis TB dapat
apabila dilakukan dengan baik. Pasien harus muncul secara gradual atau mendadak
memberikan kesediaannya untuk diperiksa, akibat kolapsnya vertebra. Gejala awal dapat
sedangkan dokter tidak boleh dengan berupa nyeri radikuler di sekitar tulang
sengaja ataupun tidak sengaja mencederai belakang yang menjalar ke dada atau perut,
pasien. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk kemudian diikuti paraparesis yang lambat
memastikan area yang terkena dampak laun semakin memberat menjadi paraplegia,
penyakit dengan memeriksa daerah spastisitas, klonus, hiperrefleks, dan refleks
anatomis tersebut. Anamnesis ulang Babinski positif bilateral. Nyeri ketuk dan
dilakukan apabila terdapat perbedaan hasil gangguan motorik dapat ditemukan pada
antara anamnesis awal dengan pemeriksaan kasus spondilitis TB yang telah melibatkan
fisik. deformitas dan adanya penekanan saraf.
Ketika pemeriksaan fisik telah selesai, Untuk mendapatkan diagnosis yang
dokter kembali menyusun resume hasil akurat tentunya perlu anamnesis dan
anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan fisik yang cermat sehingga
melibatkan pasien untuk diskusi dan memperoleh gambaran utuh bagaimana
mengonfirmasi hasil yang telah diperoleh. bakteri Mycobacterium tuberculosis masuk
Jika hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik ke tubuh hingga menetap di lingkungan
telah sesuai, diagnosis dapat langsung mikro tubuh, seperti di tulang belakang
ditegakkan. Apabila masih ada keraguan, ataupun organ lainnya. Seluruh proses itu
maka dapat dilakukan pemeriksaan akan diikuti oleh keluhan keluhan subjektif
penunjang untuk memastikan diagnosis. yang dirasakan oleh pasien seperti panas,

Bab 9 : Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik 55


Gambar 9.2. Hal-hal yang harus diperhatikan saat inspeksi pasien

rasa tidak enak badan, menggigil, nyeri, c. Gerakan


dan sebagainya. Berikut ini adalah beberapa Minta pasien bungkuk (fleksi anterior),
hal yang dilakukan pada pemeriksaan fisik fleksi lateral, dan rotasi badannya.
pasien spondilitis TB: Pemeriksaan ini dapat menilai
dampak proses infeksi pada gangguan
a. Inspeksi neurologis. Pasien diminta duduk,
Inspeksi ini dilakukan saat pasien berdiri, dan berjalan, kemudian
dalam posisi berdiri, berjalan, duduk, hasilnya dinyatakan dalam skala
dan tidur (posisi terkelungkup dan Frankel, yakni A (tidak bisa sama
miring ke kanan atau kiri). Pertama- sekali) hingga E (normal).
tama didahului dengan inspeksi umum
untuk melihat apakah pasien dalam
kondisi baik, apakah tampak kurus,
apakah cara berjalannya normal, dan
sebagainya. Selanjutnya, inspeksi
lokal dilakukan untuk melihat adanya
benjolan, gibus, abses, sinus, asimetri
kiri-kanan atau atas-bawah.

b. Palpasi
Pada posisi tengkurap atau duduk, Rotasi

dokter dapat meraba gibus, abses, rasa Gambar 9.3. Berbagai macam gerakan yang
panas atau hangat, dan menentukan dilakukan pada saat pemeriksaan fisik.
dimana level temuan itu. Pada saat
bersamaan, dokter mengamati ekspresi Tabel 9.1. Frankel Grading for Spinal Cord Injury
pasien apakah tampak nyeri atau tidak. TINGKAT DESKRIPSI
A Paralisis total
B Kehilangan kemampuan
motorik secara total,
kemampuan sensorik di
bawah lesi masih intak
C Kehilangan kemampuan
motorik secara parsial,
kemampuan motorik di
bawah lesi masih intak
D Kemampuan motorik
tingkat sedang hingga baik
di bawah lokasi lesi, dapat
bergerak tanpa alat bantu
E Fungsi normal
Gambar 9.2. Palpasi

56 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


d. Pemeriksaan Sensorik
Pemeriksaan sensorik menilai rabaan
halus, kasar, panas, dan dingin.
Hasilnya kemudian dibandingkan atas
dan bawah, Apabila ada gangguan,
tentukan level dermatom yang terlibat.
Lakukan tes sensasi propioseptif untuk
menentukan apakah pasien dapat
menentukan arah gerakan jempol oleh
dokter saat matanya tertutup.

Gambar 9.4. Prosedur tes pin prick

Gambar 9.5. Pemeriksaan sensorik sesuai dermatom

Bab 9 : Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik 57


BAB
10 Pemeriksaan
Penunjang

Terdapat tiga modalitas utama yang


10.1.PRINSIP
11.1. PRINSIPPEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN digunakan dalam pencitraan struktur tulang
PENUNJANGTB
PENUNJANG TBSPINAL
SPINAL belakang. Foto polos X-ray, modalitas
yang paling direkomendasikan, mengambil
gambar sesuai level tulang belakang yang
Pemeriksaan penunjang turut memegang sesuai. Pada tahap awal spondilitis TB,
peran krusial dalam keberhasilan pencitraan tampak normal. Selanjutnya,
penegakkan diagnosis TB Spinal. foto polos digunakan untuk skrining ketika
Pemeriksaan penunjang diharapkan dapat dicurigai terdapat spondilitis infeksi.
memperdalam dan mempertajam level
diagnosis. Selain itu, pemeriksaan penunjang Foto polos dapat menilai struktur tulang
mampu memvisualisasikan langsung kondisi dan kondisi jaringan lunak di sekitar tulang.
tulang belakang yang kemudian harus Kerusakan yang dapat dilihat, antara lain
disesuaikan kembali dengan hasil anamnesis kompresi, burst atau pecah, pergeseran,
dan pemeriksaan fisik sebelumnya. Terdapat gibus, pendorongan struktur tulang ke
beberapa modalitas pemeriksaan penunjang kanal spinalis, abses di daerah paravertebral
yang bisa dipilih, mulai dari pemeriksaan (paravertebral abses). Selain itu, dapat juga
non-invasive hingga pemeriksaan yang digunakan untuk mengevaluasi struktur
memerlukan tindakan invasif. di posterior tulang belakang (prosesus
spinosus dan lamina). Pada foto rontgen,
Prinsip pemeriksaan penunjang pada TB proyeksi anteroposterior dan lateral
Spinal ada dua, yaitu observasi kerusakan digunakan untuk melihat adanya gambaran
struktur (menggunakan pencitraan dan infeksi di satu atau lebih ruas vertebra,
pemeriksaan histopatologi) dan melihat kerusakan tulang vertebra, gibus, kifosis,
dampak sistemik yang ditimbulkan dan abses. Pada daerah servikal, biasanya
(menggunakan pemeriksaan laboratorium, digunakan foto anteroposterior dan lateral.
biomolekuler, dan mikrobiologi). Pada daerah torakal foto diambil dari lateral.
Untuk melihat infeksi pada lumbosakral,
foto diambil setinggi torakolumbal dari
10.2. PEMERIKSAAN RADIOLOGI anteroposterior dan lateral.
(IMAGING) Temuan awal pada foto polos adalah
gambaran radiolusen dan hilangnya plate
margin, destruksi korpus vertebra terutama
Terdapat dua prinsip pencitraan pada tulang di anterior, hilangnya ketinggian diskus,
belakang, antara lain membantu visualisasi erosi lempeng akhir, geode vertebra,
kelainan tulang belakang serta melihat sekuestrasi tulang, massa skeloris dan
dampak atau kerusakan akibat proses infeksi paravertebral. Adanya kalsifikasi pada
yang menyebabkan perubahan struktur di paraspinal dapat dicurigai disebabkan TB.
sekitar tulang belakang, antara lain pada Selanjutnya, infeksi dapat berlanjut hingga
korda spinalis, medula spinalis, pembuluh ke segmen vertebra lainnya sehingga tampak
darah, otot, dan paravertebral. beberapa level vertebra terlibat. Ketinggian

58 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


diskus yang berkurang dapat menetap. Pada MRI juga membantu dalam mengidentifikasi
tahap akhir, dapat ditemukan sclerosis, komplikasi yang terjadi. Setiap perubahan
ankilosis tulang, kolaps vertebra, dan pada perkembangan penyakit dapat
pelebaran anterior yang menyebabkan tertangkap MRI saat modalitas lain tidak
terjadinya kifosis dan gibus. dapat menggambarkannya. MRI dapat
menggambarkan ukuran abses serta
Modalitas selanjutnya yang dapat
kerusakan otot dan medulla spinalis.
digunakan adalah pemeriksaan CT yang
Dengan pemeriksaan MRI, dapat diperoleh
dapat memperlihatkan struktur tiga
gambaran lebih detail struktur anatomi
dimensi kerusakan tulang belakang akibat
dan jaringan lunak yang terkena, misalnya
proses infeksi dengan lebih detail dibanding
medula spinalis, ligamentum flavum, diskus
foto polos X-ray. Selain itu, pemeriksaan
intervertebra, ligamentum longitudinal,
CT juga menggambarkan ekstensi
dan jaringan lunak lain disekitarnya. MRI
lesi karena resolusinya yang kontras.
mampu melokalisir lokasi lesi dan deteksi
Pemeriksaan CT dilakukan untuk melihat
awal destruksi tulang. MRI juga dapat
gambaran dekstruksi pada tulang belakang,
menggambarkan struktur di sekitar tulang
osteoporosis, penyempitan kanal yang
belakang, antara lain pembuluh darah dan
mengakibatkan penekanan saraf, abses, dan
perluasan abses ke paravertebral.
deformitas, serta keterlibatan infeksi tulang
dan jaringan lunak. Fase awal penyakit dapat
Modalitas lainnya yang dapat
ditemukan massa paraspinal dan abses yang
digunakan pada pasien spondilitis TB,
berada di anterolateral korpus vertebra
yaitu USG, pemeriksaan PET, dan bone
dan menyebar ke jaringan dan epidural.
scan. Ketiganya jarang digunakan untuk
Pada pemeriksaan CT, dilakukan deskripsi
diagnosis spondilitis TB, namun lebih sering
terhadap destruksi tulang (fragmentasi,
digunakan jika curiga terdapat neoplasma.
osteolitik, subperiosteal, atau terlokalisir).
Sejatinya, pemeriksaan radiologi, seperti
Kombinasi foto polos dan pemeriksaan CT
radiografi polos, bone scan, pemeriksaan
dapat membuat klinisi yakin bahwa terdapat
CT, dan MRI bisa digunakan namun tidak
suatu kelainan pada tulang.
mampu mendiagnosis TB Spinal secara pasti.
MRI, modalitas dengan sensitivitas tinggi Hal ini disebabkan oleh banyaknya diagnosis
(namun tidak spesifik), adalah modalitas banding yang menunjukkan gambaran
yang digunakan untuk menggambarkan serupa dengan TB Spinal pada gambaran
kelainan struktur dan jaringan lunak pada radiologi, seperti osteomielitis akibat
tulang dengan lebih detail. MRI sangat jamur, tumor tulang, dan tumor metastasis.
direkomendasikan terutama pada awal Radiografi polos dan pemeriksaan CT bisa
kasus dengan kecurigaan spondilitis tanpa menggambarkan gangguan struktural pada
komplikasi spinal dan neurologis. Adapun tulang belakang.

Gambar 10.1. a, b Foto rontgen torakolumbal proyeksi anteroposterior dan lateral memperlihatkan adanya
kehancuran dan kerusakan berat (hampir 90%) pada korpus dan vertebral lumbar L1 dan L2. Tampak kifosis regional
sebesar 36o (kifosis vertebral 57o). c, d Foto MRI setinggi T2 (T2-W1) memperlihatkan kehancuran total tulang
belakang lumbar di L1 dan kerusakan parah pada vertebra lumbalis L2. Terlihat gambaran abses paravertebral pada
tingkat L1 dan L2 dan menyebar ke L3 dan L4.

Bab 10 : Pemeriksaan Penunjang 59


dilakukan pada media tertentu,
10.3. PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI seperti Lowenstein Jensen (media
padat) dan Middlebrook (media cair).
Hasil biakan diperoleh setelah 4–6
Pemeriksaan mikrobiologi dilakukan untuk minggu. Hasil kultur bakteri positif
memastikan apakah infeksi disebabkan menunjukkan infeksi yang aktif pada
oleh Mycobacterium tuberculosis saja atau pasien dan membutuhkan setidaknya
bakteri lainnya, seperti bakteri Gram positif konsentrasi 103 basil per mililiter
(Staphylococcus aureus, Streptococcus spesimen. Infeksi Mycobacterium
epidermidis, dan lain-lain) atau bakteri tuberculosis dikatakan aktif apabila
anaerob. Sebelum mengumpulkan sampel, hasil kultur positif, dan sebaliknya.
dokter perlu mengomunikasikan dengan Adapun hasil uji resistensi biakan baru
mikobiolog bahwa akan melakukan kultur diperoleh 2–4 minggu sesudahnya.
dan pemeriksaan resistensi antibiotik, serta Media yang digunakan untuk kultur
sampaikan pula jenis antibiotik apa saja adalah medium berbasis telur, media
yang digunakan di rumah sakit tersebut. Lowenstein-Jensen dan media berbasis
Selanjutnya, komunikasikan jaringan apa cairan seperti Bexton-Dikinson dan
yang akan diambil dan apakah diambil BACTEC. Sebelum kultur, pasien
dengan core needle biopsy, fine-needle dianjurkan untuk menurunkan atau
aspiration biopsy (FNAB), ataukah saat melepas kebiasaan merokok. Selain itu,
operasi. Penting untuk menanyakan apakah konsumsi floroquinolone juga perlu
mikrobiolog dapat hadir saat pengambilan dihentikan karena dapat menyebabkan
sampel dan memastikan medium transport bakteri kultur tumbuh lebih lambat.
ke laboratorium. Pada prinsipnya, ada dua
• Pewarnaan Basil Tahan Asam (BTA)
jenis pemeriksaan yang dilakukan:
Pemeriksaan mikroskopis BTA adalah
• Kultur/Biakan
pewarnaan dengan Ziehl Neelsen untuk
Kultur bakteri Mycobacterium mendapat informasi Mycobacterium
tuberculosis merupakan baku tuberculosis yang mati dari spesimen
emas dalam diagnosis karena secara cepat. Pemeriksaan ini
dapat membuktikan keberadaan membutuhkan 104 basil per mililiter
bakteri hidup dari spesimen. Kultur spesimen. Walaupun hasil BTA dapat
Mycobacterium tuberculosis bisa diperoleh cepat, BTA memerlukan

Gambar 10.2. (a) Foto hasil pewarnaan BTA terhadap filtrat jaringan granulasi yang digerus, didapatkan gambaran
basil tahan asam (bakteri berbentuk batang dan berwarna merah dengan latar belakang kebiruan). (b) Foto
koloni bakteri Mycobacterium tuberculosis dalam medium MGIT setelah diinkubasi selama 42 hari di mesin MGIT,
koloni berwarna putih berbentuk butiran kecil hidrofobik yang tumbuh di atas medium padat dan tampak pula
perubahan warna medium cair menjadi keruh seperti suspensi. (c) Foto koloni bakteri Mycobacterium tuberculosis
dalam medium Lowenstein Jensen setelah diinkubasi selama 3 minggu, tampak bakteri Mycobacterium tuberculosis
berwarna putih kekuningan seperti butiran kering dan tumbuh bergerombol.

60 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


cukup banyak mikroorganisme dalam sebagai berikut. Infeksi spondilitis TB pada
spesimen dan spesifisitas BTA kurang. jaringan tulang akan menginduksi reaksi
Sementara itu, hasil kultur diperoleh radang granulomatosis dan nekrosis dengan
cukup lama, minimal sebulan. karakteristik yang cukup khas sehingga
Pemeriksaan biomolekular Polymerase dapat membantu penegakkan diagnosis.
Chain Reaction (PCR) kemudian Ditemukannya tuberkel memberikan nilai
menjadi pilihan alternatif yang unggul diagnostik paling tinggi dibandingkan
dalam hal sensitivitas dan spesifitas temuan histopatologi lainnnya. Adapun
dengan waktu yang diperlukan pun tuberkel merupakan struktur yang dibentuk
relatif cepat. oleh sel epiteloid, sel datia Langhans,
limfosit, dan nekrosis perkijuan di pusatnya.
Untuk menegakkan diagnosis, gambaran
histopatologi perlu dihubungkan dengan
10.4. PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI penemuan klinis dan radiologis pasien.

Pemeriksaan histopatologi merupakan


pemeriksaan yang bertujuan untuk melihat
dan menilai reaksi jaringan atau respons
imun tubuh terhadap suatu proses patologis
yang memiliki gambaran khas pada masing-
masing penyakit. Pengambilan sampel
untuk pemeriksaan histopatologi dilakukan
dengan aspirasi menggunakan fine-
needle atau biopsi jaringan yang dibantu
dengan fluoroskopi atau pemeriksaan CT.
Gambar 10.3. Gambaran histopatologi granuloma,
Pengambilan sampel tersebut dapat juga
sel datia langhans, dan sel-sel epiteloid dari jaringan
dilakukan saat operasi. spondilitis TB.
Pada kasus dengan hasil pewarnaan BTA
dan kultur negatif, perlu dilakukan biopsi
tulang belakang atau aspirasi abses untuk 10.5. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
mengonfirmasi diagnosis dan mengeliminasi
diagnosis banding lainnya. Biopsi tulang
dapat dilakukan secara perkutan dengan Pemeriksaan laboratorium yang bisa
dipandu dengan CT scan atau fluoroskopi, dilakukan, meliputi tuberculin skin
lalu dikirim ke beberapa laboratorium test (TST), complete blood count (CBC),
untuk pemeriksaan tambahan, salah pemeriksaan laju endapan darah (LED), dan
satunya adalah pemeriksaan histopatologi. pemeriksaan CRP (C-reactive protein).
Pengiriman spesimen oleh tenaga kesehatan
ke laboratorium perlu disertai dengan 10.5.1. Uji Tuberkulin
formulir yang memuat identitas pasien,
Uji Mantoux atau yang dikenal pula
jenis dan lokasi spesimen, rincian klinis
dengan istilah uji tuberkulin merupakan
yang relevan dan riwayat aspirasi jarum
salah satu metode yang digunakan untuk
halus. Spesimen untuk pemeriksaan
mendeteksi infeksi laten TB. Uji Mantoux
histopatologi spondilitis tuberkulosa (TB
dilakukan dengan cara menginjeksikan zat
spinal) adalah biopsi tulang, biasanya
derivat protein tuberkulin yang dipurifikasi
dengan biopsi jarum. Apabila diagnosis
(tuberculine purified protein derivate)
tidak dapat dipastikan dengan biopsi jarum,
sebanyak 0,1 ml melalui jalur intrakutan
dapat dipertimbangkan biopsi bedah yang
ke lengan pasien. Hasil dapat diketahui
disertai dengan kultur. Kultur umumnya
setelah 48-72 jam. Hasil dikatakan positif
memerlukan waktu yang relatif lama.
jika indurasi >10 mm. Jika indurasi
Gambaran khas dari pemeriksaan <5 mm, hasil dikatakan negatif. Indurasi
histopatologi spondilitis tuberkulosis adalah yang berkisar antara 5-9 mm dikatakan

Bab 10 : Pemeriksaan Penunjang 61


meragukan dan perlu diulang. Hasil dapat antigen spesifik. Deteksi interferon-gamma
menunjukkan positif palsu jika pasien release assays (IGRAs) dan ICT tuberkulosis
baru saja memperoleh vaksinasi BCG. Uji (Immunochromatographic assays) dapat
Mantoux memiliki keterbatasan dalam hal dilakukan sebagai deteksi dini antibodi
sensitifitas dan spesifisitas. Di daerah dengan pada TB Spinal. Untuk pemeriksaan ICT
tingkat tuberkulosis tinggi, sebanyak sendiri memiliki spesifisitas hingga 98%.
20% dari populasi dapat menunjukkan Deteksi antigen M. tuberculosis bisa
hasil negatif pada uji Mantoux. Sensitifitas dilakukan dengan prosedur enzyme-
dari uji Mantoux juga menurun pada linked immunoadsorbent assay (ELISA)
pasien dengan immunocompromised. dan polymerase chain reaction (PCR).
ELISA menggunakan antigen spesifik
10.5.2. Pemeriksaan CBC ESAT-6 dan CFP-10 sebagai stimulan.
Adapun pemeriksaan PCR berfokus pada
CBC dilakukan dengan berfokus pada pembentukan 123 pasang basa dengan
hitung total limfosit dan limfosit CD4. pengulangan pada segmen IS6110.
Kadar CD4 yang menurun secara signifikan
dapat menggambarkan kondisi infeksi yang 10.6.1. IGRAs
aktif. Pemeriksaan LED bersifat sensitif
tetapi tidak spesifik. Laju endap darah Interferon-Gamma Release Assays (IGRAs)
pada pasien dengan TB spinal umumnya merupakan salah satu pemeriksaan darah
akan meningkat. Laju endap darah dapat yang dapat digunakan untuk diagnosis
meningkat sebesar >20 mm/jam. Laju endap infeksi Mycobacterium tuberculosis.
darah akan kembali normal ketika lesi Pemeriksaan ini memanfaatkan reaksi
aktif tuberkulosis terkontrol. Pada infeksi imunologis. Pada pasien dengan infeksi
piogenik, peningkatan laju endap darah Mycobacterium tuberculosis, sel darah
dapat disertai leukositosis, tetapi pada putih pasien akan melepaskan interferon-
pasien dengan TB spinal, peningkatan laju gamma ketika terdapat antigen dari
endap darah umumnya tidak disertai dengan Mycobacterium tuberculosis. Antigen yang
peningkatan kadar leukosit (leukositosis). digunakan untuk menginduksi pelepasan
IFN-y dalam IGRAs adalah ESAT-6 dan
10.5.3. Pemeriksaan CRP CFP-10. Kedua antigen tersebut tidak dapat
ditemukan pada vaksin BCG sehingga
CRP merupakan protein serum fase akut hasil IGRAs lebih spesifik daripada uji
yang dihasilkan oleh hati, otot polos, Mantoux. Hasil dari IGRAs dapat diperoleh
endotel, dan jaringan adiposa. CRP dapat dalam kurun waktu kurang dari 24 jam.
dikatakan normal jika berada dalam Kekurangan dari pemeriksaan ini adalah
rentang 0-10 mg/L. Peningkatan kadar tidak dapat membedakan antara infeksi
CRP (>10 mg/L) mengindikasikan adanya laten dan infeksi aktif.
inflamasi, nekrosis, atau infeksi. Indikasi
ini menyebabkan pemeriksaan CRP kurang 10.6.2. ICT Tuberkulosis
spesifik dalam menegakkan diagnosis (Immunochromatographic Assays)
TB Spinal. Berdasarkan hasil penelitian,
diketahui bahwa sekitar 66% dari 35 ICT Tuberkulosis merupakan pemeriksaan
sampel penderita TB menunjukkan kadar serodiagnostik untuk mendeteksi antibodi
CRP yang meningkat. Peningkatan CRP ini yang dihasilkan oleh pasien terinfeksi
berhubungan dengan pembentukan abses. Mycobacterium tuberculosis. Pemeriksaan
ini menggunakan strip nitroselulosa yang
telah disensitisasi dengan antigen. Strip
dapat dibaca menggunakan densitometer
10.6. PEMERIKSAAN BIOMOLEKULER atau secara manual. Antigen yang sering
digunakan adalah antigen 38 kDa dengan
sensitifitas 45%-85% dan spesifisitas
Pemeriksaan biomolekuler TB Spinal sebesar 98%. Teknik ini cukup mudah dan
difokuskan pada deteksi antibodi dan cepat.

62 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


10.6.3. ELISA (Enzyme-Linked denaturasi cetakan DNA, penempelan
Immunoabsorbent assay) primer (annealing), dan elongasi/
pemanjangan primer. Keterbatasan jumlah
ELISA merupakan teknik yang bakteri dalam spesimen bukanlah suatu
menggabungkan sensitivitas uji enzim masalah jika metode ini digunakan. Hal
dengan spesifisitas antibodi secara tersebut dikarenakan setelah ekstraksi DNA,
sederhana. ELISA dapat digunakan untuk DNA tersebut akan diperbanyak dengan
mendeteksi adanya antigen yang dikenali bantuan enzim DNA polimerase.
oleh antibodi atau sebaliknya. Hasil
diperoleh dengan melakukan pengukuran Identifikasi bakteri Mycobacterium
nilai absorbansi. Pada diagnosis TB spinal, tuberculosis menggunakan metode PCR
ELISA dapat digunakan untuk mendeteksi lebih mudah dilakukan dan hasilnya lebih
antigen mikobakterial A60. Pemeriksaan akurat. Sensitifitas pemeriksaan PCR pada
ini memiliki sensitifitas sebesar 63% TB spinal sebesar 94,7% dengan spesifisitas
dan spesifisitas sebesar 96%. Meskipun sebesar 83,3% dan akurasi sebesar 92%.
demikian, pemeriksaan ini tidak dapat Akan tetapi, kekurangan dari metode ini
membedakan antara infeksi aktif dan infeksi adalah bakteri yang hidup dan bakteri
laten. yang mati tidak dapat dibedakan. Dengan
demikian, kita tidak dapat mengetahui
10.6.4. Polymerase Chain Reaction (PCR) kondisi infeksi, apakah telah sembuh,
atau masih aktif. Di sisi lain, metode ini
PCR merupakan metode untuk memerlukan instrumen yang cukup mahal
memperbanyak segmen DNA spesifik suatu serta tenaga pelaksana yang terlatih dan
bakteri. PCR dilakukan dalam tiga tahapan terampil sehingga biaya pemeriksaan pun
reaksi dengan suhu yang berbeda, yaitu menjadi mahal.

Bab 10 : Pemeriksaan Penunjang 63


IV

| Penatalaksanaan TB Spinal

64 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


T
ata laksana tuberkulosis bertujuan yaitu suatu material logam yang bersifat inert.
untuk mengeradikasi bakteri dan Sistem sekrup dan rod ini dapat dipasang di
mengembalikan fungsi organ seperti sisi anterior maupun posterior tergantung
sediakala. Tata laksana TB snal secara garis pada operator yang memasang berdasarkan
besar dapat dibedakan menjadi prosedur sisi tulang belakang yang dianggap kuat
nonoperatif dan operatif. Sebagian besar menyangga tulang belakang yang tidak stabil.
kasus spondilitis TB akan menyebabkan
d. Antimikrobial (pemberian OAT dan/atau
terjadinya kerusakan pada korpus vertebra.
antibiotika lokal)
Kerusakan ini akan menyisakan defek dengan
bagian yang tidak utuh. Besarnya volume Antimikrobial diberikan sesuai temuan hasil
defek atau bagian korpus yang menjadi tidak kultur. Apabila hanya ditemukan bakteri
utuh ini akan menimbulkan ketidakstabilan Mycobacterium tuberculosis pada hasil
kesatuan tulang belakang dalam menjalankan kultur maka penberian obat anti tuberkulosis
fungsinya sebagai pembentuk postur sehingga (OAT) dapat langsung dimulai sesuai dengan
harus diatasi dengan: protokol WHO. Namun bila pada temuan
hasil kultur ditemukan lebih dari satu bakteri,
a. Debridement
diberikan antibiotik sesuai bakteri yang
Debridement adalah suatu tindakan ditemukan dengan mempertimbangkan
membuang jaringan mati berupa jaringan kesesuaian sensitifitas bakteri terhadap
lunak, nanah, dan sekuester. Tindakan ini dapat antibiotik yang tersedia.
dilakukan dengan cara kuretase, pencucian,
Yang perlu diperhatikan pada pemberian
osteotomi, dan nekrotomi. Pendekatan yang
antibiotik dan/atau OAT adalah respon imun
dapat dilakukan antara lain, pendekatan
dan hasil pemberian OAT. Respon imun diamati
transpedikular, anterior, posterior, dan melalui
dengan pemeriksaan titer sel Th1 dan sel Th2
kostotransverektomi
dengan proporsi titer populasi kedua sel ini
b. Refreshing (refresh tepi defek) sebagai acuan dalam penilaian perbaikan dan
kesembuhan.
Refreshing dilakukan dengan tujuan mencapai
bagian tulang dan jaringan sehat. Tindakan ini e. Biospine (biological spine intervention)
dapat dicapai dengan melakukan osteotomi,
Biospine atau intervensi biologis untuk
nekrotomi, kuretase, dan sequeterektomi.
merangsang pertumbuhan sel pengisi defek
Pembuktian bahwa tindakan telah mencapai
adalah suatu konsep penatalaksanaan
bagian tulang dan jaringan sehat dilakukan
defek pada korpus vertebra dengan
melalui pemeriksaan makroskopis dengan
memperhitungkan faktor biologi sel dalam
memperhatikan tanda-tanda vital jaringan
bertumbuhkembang menyesuaikan
seperti tulang mengkilap, darah segar dari
lingkungan mikro yang ada sehingga
tulang, dan tidak lagi terdapat jaringan yang
tercapai struktur organ yang sesuai atau
mudah lepas.
menyerupainya. Pendekatan biospine
c. Stabilisation (stabilisasi kesatuan vertebra) memperhitungkan keberadaan sel punca,
skafold atau substitusi tulang, faktor
Stabilisasi dicapai dengan menambahkan dan
pertumbuhan, pasokan oksigen, dan medium
menempatkan benda kaku untuk menyangga
pertumbuhan.
struktur tulang yang tidak stabil. Alat yang
digunakan berupa sistem sekrup dan rod Kini, sedang dikembangkan prosedur tata
yang pada umumnya terbuat dari titanium, laksana TB spinal yang melibatkan sel punca.

65
BAB
11 Obat Anti
Tuberkulosis

Obat antituberkulosis (OAT) merupakan termasuk sebagai OAT lini kedua antara lain:
obat yang bertujuan untuk membunuh levofloksasin, moksifloksasin, etionamid,
bakteri Mycobacterium tuberculosis yang tiasetazon, kanamisin, kapreomisin,
masih hidup. Bila diagnosis ditegakkan lebih amikasin, sikloserin, klaritromisin dan lain-
awal, dimana destruksi dan deformasi tulang lain.
yang terjadi masih minmal, pemberian OAT
saja dapat mengobati spondilitis TB secara
sempurna. Serupa dengan terapi TB pada 11.1. PENDEKATAN TATA LAKSANA
umumnya, terapi infeksi spondilitis TB MDR-TB
adalah multidrug therapy untuk mencegah
resistensi. Regimen OAT yang digunakan
pada TB paru dapat pula digunakan pada Adakalanya kuman TB kebal terhadap
TB ekstraparu, tetapi rekomendasi durasi berbagai macam OAT. Multidrug resistance
pemberian OAT pada TB ekstraparu saat ini tuberculosis (MDR-TB) didefinisikan
masih belum konsisten antar ahli. sebagai keadaan dimana bakteri basil TB
resisten terhadap isoniazid dan rifampisin.
World Health Organization (WHO)
Spondilitis MDR-TB adalah penyakit
merekomendasikan agar kemoterapi
yang agresif karena tidak dapat hanya
diberikan setidaknya selama 6 bulan.
diterapi dengan pengobatan OAT baku.
Sementara itu, British Medical Research
Regimen untuk MDR-TB harus disesuaikan
Council menganjurkan agar kemoterapi
dengan hasil kultur abses. Perbaikan klinis
OAT pada spondilitis TB torakolumbal
umumnya bisa tercapai dalam 3 bulan
diberikan selama 6 – 9 bulan. Sayangnya
jika terapi berhasil. Adapula rekomendasi
regimen terapi untuk pasien dengan lesi
terbaru untuk penanganan MDR-TB,
vertebra tingkat servikal, multipel, dan
yaitu dengan kombinasi 5 obat, antara
disertai defisit neurologis belum dapat
lain: 1) salah satu dari OAT lini pertama
dievaluasi. Meskipun demikian, beberapa
yang diketahui sensitif melalui hasil kultur
ahli merekomendasikan agar pemberian
resistensi, 2) OAT injeksi periode minimal
kemoterapi dilakukan selama 9-12 bulan.
selama 6 buln, 3) kuinolon, 4) sikloserin
The Medical Research Council atau etionamid, 5) antibiotik lainnya seperti
Committee for Research for Tuberculosis amoksisilin klavulanat dan klofazimin.
in the Tropics menyatakan bahwa isoniazid Durasi pemberian OAT setidaknya selama
dan rifampisin harus selalu diberikan 18-24 bulan.
selama masa pengobatan. Selama dua bulan
The United States Centers for Disease
pertama (fase inisial), obat-obat tersebut
Control menyatakan bahwa pengobatan
dapat dikombinasikan dengan pirazinamid,
spondilitis TB pada bayi dan anak-
etambutol dan streptomisin sebagai obat lini
anak setidaknya harus 12 bulan. Durasi
pertama.
kemoterapi pada pasien imunodefisiensi
Pada kasus resisten pengobatan, sama pada pasien tanpa imunodefisiensi.
pasien diberikan OAT lini kedua. Yang Namun, adapula sumber yang mengatakan

66 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


durasinya harus diperpanjang. Kemoterapi dapat meningkatkan proses perbaikan
pada pasien dengan HIV positif harus tulang. Nerindronat 100 mg pada pemberian
disesuaikan dengan memperhatikan pertama, dan 25 mg setiap bulan berikutnya
interaksi OAT dan obat anti-retroviral. selama 2 tahun telah diuji dengan hasil yang
Zidovudin dapat meningkatkan efek toksik memuaskan. Nerindrinat disebutkan dapat
OAT. Didanosin harus diberikan selang 1 jam menghambat aktivitas resorpsi osteoklas
dengan OAT karena bersifat penyanggah dan menstimulasi aktivitas osteoblast.
antasida. Namun, studi ini masih terbatas pada satu
pasien dan perlu dievaluasi lebih lanjut.

11.2. REGIMEN OBAT TB Terapi medikamentosa dikatakan gagal


jika dalam 3-4 minggu, nyeri dan atau defisit
neurologis masih belum menunjukkan
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia perbaikan setelah pemberian OAT yang
telah merumuskan regimen terapi OAT sesuai, dengan atau tanpa imobilisasi atau
untuk pasien TB. Untuk kategori I, yaitu tirah baring.
kasus baru TB paru dengan TB ektraparu,
Dengan berkembangnya penggunaan
termasuk TB spinal, diberikan 2 HRZE
OAT efektif, terapi pembedahan relatif
(HRZS) fase inisial dilanjutkan 4H3R3 fase
ditinggalkan sebagai penatalaksanaan utama
lanjutan atau 2 RHZE (HRZS) fase inisial
spondilitis TB. Pilihan teknik bedah tulang
dilanjutkan 6 HE fase lanjutan. Pemberian
belakang pada spondilitis sangat bervariasi,
regimen bisa diperpanjang sesuai dengan
tetapi pendekatan tindakan bedah yang
respons klinis penderita. Sedangkan untuk
baku dan empiris masih belum ada. Setiap
kategori II, yaitu kasus gagal pengobatan,
kasus harus dinilai keadaannya secara
relaps, drop-out, diberikan 2RHZES fase
individual. Pada pasien yang direncanakan
inisial dilanjutkan 5HRE fase lanjutan,atau
dioperasi, kemoterapi tetap harus diberikan,
2RHZES dilanjutkan 5H3R3E3 fase lanjutan.
minimal 10 hari sebelum operasi OAT harus
Pemberian bisfosfonat intravena sudah diberikan. Kategori regimen OAT
bersamaan dengan kemoterapi OAT telah yang diberikan disesuaikan jenis kasus dan
dicoba pada beberapa pasien dan dikatakan dilanjutkan sesuai kategori masing-masing.

Tabel 11.1. Obat-obat antituberkulosis (OAT)


KONSENTRASI HAMBAT PERANAN PROTEIN HASIL
JENIS OBAT GEN
MINIMUM (mg/L) CODING GEN
Isoniazid 0.02–0.2 (7H9/7H10) katG Katalase/ peroksidase
inhA Enoil reduktase
ahpC Alkilhidroperoksida
reduktase
Rifampisin 0.05–0.1 (7H9/7H10) rpoB RNAβ polimerase
Pirazinamid 16–50 (LJ) pncA PZase
Streptomisin 2–8 (7H9/7H10) rpsL Protein ribosomal s12
rrs rRNA16S
gidB 7-metilguanosin metiltrans-
ferase
Etambutol 1–5 (7H9/7H10) embB Arabinosil transferase
Fluorokuinolon 0.5–2.0 (7H9/7H10) gyrA/gyrB DNA girase
Kanamisin 2–4 (7H9/7H10) rrs rRNA16S
eis aminoglikosida asetiltrans-
ferase
Amikasin 2–4 (7H9/7H10) rrs rRNA16S
Kapreomisin 2-4 (7H9/7H10) rrs rRNA16S
tylA rRNA metiltransferase
Etionamid 2.5–10 (7H11) inhA enoil reduktase
Asam p-aminosalisilat 0.5 (LJ) thyA timidilat sintase A

Bab 11 : Obat Anti Tuberkulosis 67


BAB
12 Penyangga Eksternal

Tata laksana pasien spondilitis tuberkulosis tulang berupa pergerakan tulang ke arah
bertujuan untuk menghilangkan penyakit, depan, belakang, samping, atau twisting.
mencegah berkembangnya paraplegia dan Stabilisasi tulang menggunakan penyangga
kifosis, serta menangani deformitas dan eksternal ini umumnya dilakukan selama
defisit neurologis yang telah ada. Penyangga 6 bulan sejak pasien diizinkan rawat jalan.
eksternal merupakan salah satu bagian dari Selama masa itu, pasien tetap harus kontrol
tata laksana pasien spondilitis tuberkulosis secara berkala. Jika tidak ada kemajuan,
berupa pemasangan alat di luar tubuh maka kemungkinan terjadi resistensi obat,
pasien, seperti leher, toraks, punggung, jaringan sekuester dan kaseonekrotik,
dada, pinggang, perut hingga bokong. nutrisi yang kurang baik, atau konsumsi
Dalam kondisi tertentu, alat juga dapat obat yang tidak teratur.
dipasang di daerah dagu, oksipital, hingga
Keunggulan penyangga eksternal
femur. Penyangga eksternal umumnya
adalah lebih nyaman bagi pasien karena
terbuat dari bahan metal, campuran gips,
pemasangannya dilakukan tanpa perlu
atau serat sintetis seperti polietilena.
tindakan invasif. Sayangnya, penyangga
Penyangga eksternal dapat diberikan eksternal hanya dapat diberikan jika
pada pasien spondilitis tuberkulosis tidak ada abses, deformitas vertebra, dan
ringan hingga sedang dengan tujuan untuk defisit neurologis yang parah. Berikut ini
stabilisasi dan memperkuat struktur akan dibahas mengenai beberapa contoh
tulang dari luar. Penyangga eksternal penyangga eksternal.
dapat mencegah terjadinya instabilitas

a. Cervical collar
Cervical collar merupakan alat
penyangga eksternal yang dipasang di
daerah vertebra servikalis. Tujuan dari
penggunaan cervical collar ini adalah
mengurangi pergerakan leher yang
berlebihan, mencegah pergerakan
tulang servikal yang patah, mencegah
bertambahnya cedera tulang belakang
daerah servikal, dan mengurangi
rasa sakit. Umumnya cervical collar
digunakan selama satu sampai dua
minggu. Setelah itu, cervical collar
tidak dapat digunakan kembali karena
bersifat satu kali pakai saja.
Bahan cervical collar dapat berupa
soft foam sponge, polietilena, atau
Gambar 12.1. Cervical orthosis bahan lain yang bersifat lebih kaku. Cara

68 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


menggunakan cervical collar ini cukup sakit, mencegah cedera lebih lanjut,
mudah. Langkah pertama yang harus dan mendukung proses penyembuhan.
dilakukan adalah menentukan mana LSO tidak jauh berbeda dengan
bagian depan dan bagian belakang. TLSO baik dari segi bahan dan cara
Bagian depan umumnya lebih rendah penggunaanya. LSO dapat mengganggu
karena akan dipasang dekat dagu. gerakan pasien karena tidak fleksibel
Setelah itu, cervical collar dipasang di dan menambah beban pada bagian atas
leher dan dapat dikencangkan sesuai tubuh. Setelah menentukan bagian
kenyamanan. depan dan belakang, LSO dipasang di
sekitar abdomen sampai ke belakang
b. Thoraco-lumbo-sacral orthosis dan dapat dikencangkan sesuai
(TLSO) kenyamanan pasien.
TLSO merupakan penyangga
eksternal yang dipasang pada
daerah torakal, lumbal, dan sakral.
Bahan yang digunakan pada TLSO
umumnya bersifat termoplastik,
seperti polipropilena. Ada juga TLSO
yang bersifat lebih fleksibel karena
menggunakan bahan yang tidak terlalu
kaku. TLSO dipasang dengan tujuan
memberikan tekanan sehingga dapat
mendukung pertumbuhan tulang di
daerah tersebut. Alat ini umumnya
dipasang pada anak-anak dikarenakan
hanya efektif pada tulang belakang
yang masih mengalami pertumbuhan.
Kekurangan dari alat ini adalah dapat
menyebabkan kesulitan bernapas
dan beraktifitas karena tidak bersifat
fleksibel.
Meskipun TLSO lebih efektif Gambar 12.2. TLSO
digunakan pada anak-anak, TLSO
juga dapat digunakan pada orang
dewasa dengan tujuan stabilisasi tulang
belakang daerah torakal, lumbal, dan
sakral. TLSO dapat dipasang dalam
keadaan berbaring ataupun duduk
bergantung pada jenis TLSO yang
digunakan serta kondisi pasien. Secara
umum, pemasangan TLSO tidak terlalu
sulit. Setelah menentukan bagian
depan dan belakang, TLSO dapat
dipasang dan diatur kekencangannya
sesuai kenyamanan pasien.
c. Lumbo-sacral orthosis (LSO)
LSO merupakan penyangga eksternal
yang digunakan di daerah lumbal dan
sakral. Tujuan penggunaan LSO adalah
untuk mengontrol dan menyokong
tulang belakang, mengurangi rasa Gambar 12.3. LSO

Bab 12 : Penyangga Eksternal 69


d. Jewett Brace Selain pemasangan penyangga
eksternal, istirahat di tempat tidur juga
Jewett brace digunakan untuk
termasuk dalam terapi konservatif. Istirahat
menyokong daerah torakal dan
biasanya dilakukan selama 3-4 minggu
lumbar dari tulang belakang dengan
dengan menggunakan gips selama kondisi
cara mencegah terjadinya rotasi dan
akut. Istirahat dapat dihentikan apabila
fleksi. Oleh karena itu, pasien yang
keadaan klinis pasien telah membaik
menggunakan Jewett tidak boleh
melakukan aktivitas fisik berat yang
atau stabil, misalnya nyeri berkurang,
spasme otot paravertebral menghilang,

dapat menimbulkan rotasi ataupun
berat badan meningkat, nafsu makan
fleksi di daerah tulang belakang. Alat
kembali normal, dan suhu tubuh normal.
ini digunakan sekitar 6-12 minggu dan
Istirahat juga dihentikan apabila hasil
harus selalu digunakan oleh pasien,
pemeriksaan laboratorium menunjukkan
baik saat mandi, duduk, berjalan,
adanya penurunan laju endap darah (LED),
maupun bepergian. Jewett dapat
hasil uji mantoux kurang dari 10 mm, dan
dilepas setelah dilakukan evaluasi oleh
hasil pemeriksaan radiologi menunjukkan
dokter dengan pemeriksaan radiologi.
tidak adanya perburukan destruksi tulang,
Jewett brace dipasang saat pasien jaringan tulang mati (sekuester), maupun
dalam posisi berbaring terlentang kavitas.
(supinasi). Fiksasi bagian belakang
jewett brace ke arah dada atau arah
perut. Pastikan pengunci yang ada di
sisi kiri masih dalam keadaan terkunci.
Setelah itu, lakukan metode log roll agar
pasien rotasi (berguling) ke sisi kanan.
Hal ini untuk memastikan bahwa
pad telah terletak di daerah injury.
Kemudian, pasien dikembalikan lagi
ke posisi terlentang. Pasang kunci
logam yang ada di bagian depan alat.
Terakhir, kencangkan jewett brace
sesuai kenyamanan pasien dengan cara
mengubah posisi kunci yang ada di sisi
kiri alat.

70 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


BAB
13 Total Treatment
Subroto Sapardan

karya yang berjudul “Pelat Sekrup Pedikel


13.1. MENGENAL SOSOK PROF. dan Kawat Sublaminar untuk Fiksasi Tulang
SUBROTO SAPARDAN Belakang” dan pada tahun 2004 atas judul
“Suatu Alat Koreksi dan Fiksasi Skoliosis
dari Belakang menggunakan Pengait
Prof. dr. H. Subroto Sapardan, SpB, SpOT(K) Tahan Putar dan Pelat Rekonstruksi Tulang
merupakan salah seorang guru besar Ilmu Belakang”. Prof. Subroto Sapardan semasa
Bedah Ortopedi RSCM-FKUI Jakarta. Beliau hidupnya sempat berpraktik di RSUPN
memilih ilmu bedah ortopedi sebagai bidang Cipto Mangunkusumo, RS Fatmawati, RS
yang ia pelajari dan bekerja sebagai staf Sumber Waras, dan RS Pondok Indah.
pengajar ilmu bedah FKUI dan pengajar S2
PPDS Ortopedi FKUI selama 35 tahun. Dokter
kelahiran Pematangsiantar, Sumatera Utara
tanggal 21 September 1941 ini menyelesaikan
pendidikan dokternya pada tahun 1966 di
FKUI. Beliau melanjutkan studinya di FKUI
dengan mengambil program dokter spesialis
bedah dan selesai pada tahun 1971. Pada
tahun 1973, beliau menyelesaikan program
pendidikan spesialis bedah ortopedi. Beliau
adalah Anggota American Orthopaedic
Association (AOA) sejak 1992, serta pernah
menjabat sebagai Vice President Western
Pacific Orthopaedic Association (WPOA)
hingga tahun 1992 dan President AOA pada
tahun 1993.
Beliau merupakan salah satu staf
pengajar S1 Pendidikan Kedokteran FKUI, S2
PPDS Orthopaedi dan Traumatologi FKUI-
RSCM, dan fellowship tulang belakang
Departemen Orthopaedi dan Traumatologi
FKUI-RSCM. Beliau telah dikukuhkan
sebagai Guru Besar Ilmu Bedah Orthopaedi.
Beliau merupakan seorang dokter yang Gambar 13.1. Prof. dr. H. Subroto Sapardan, SpB,
aktif di bidang penelitian dengan beberapa SpOT(K). Guru Besar Ilmu Bedah Orthopaedi
FKUI-RSCM
karya ilmiah yang dipresentasikan baik di
dalam maupun di luar negeri. Selain itu,
beliau juga pernah mendapatkan hak paten
pada tahun 1996 dari Menteri Kehakiman atas

Bab 13 : Total Treatment Subroto Sapardan 71


Subroto Sapardan dan Pedicle Club Tabel 13.1. Tujuan tata laksana total oleh Subroto
Indonesia Sapardan

TUJUAN TATA LAKSANA TOTAL


Prof. Subroto tidak hanya aktif dalam
pengembangan dunia kedokteran, Menyembuhkan infeksi
tetapi juga dalam aktivitas sosial. Beliau Menstabilkan tulang belakang
mulai bergabung bersama Ikatan Dokter
Indonesia (IDI) pada tahun 1966 dan masuk Menghilangkan rasa nyeri
Perhimpunan Ahli Bedah Indonesia (IKABI) Mengoreksi tanpa deformitas
pada tahun 1971. Tahun 1998, Prof. Subroto
Mengembalikan fungsi tulang belakang dan organ
dan beberapa rekan ahli tulang belakang
yang terlibat
lainnya mendirikan Pedicle Club Indonesia,
yakni organisasi keseminatan di bidang
bedah tulang belakang yang.6 Anggota instabilitas, deformitas, abses dingin,
Pedicle Club adalah semua ahli tulang nyeri, infeksi, fraktur patologis, kifosis
belakang dan fellowship training yang progresif, defisit neurologis, gangguan
didirikan oleh Prof. Subroto. Organisasi kardiovaskular, gangguan fungsi paru-
ini bergerak dalam bidang pengabdian paru akibat mengecilnya rongga toraks,
masyarakat yang biayanya berasal dari serta masalah sosial-ekonomi dan
himpunan dana mandiri anggota. psikogenik. Berdasarkan pertimbangan
terhadap adanya 14 masalah tersebut,
dokter bedah diharapkan dapat memilih
13.2. SEJARAH TOTAL TREATMENT tata laksana alternatif yang tepat. Tujuan
SUBROTO SAPARDAN umum dikembangkannya TTSS adalah
pendekatan penanganan tuberkulosis yang
bukan hanya dipandang sebagai infeksi
Metode total treatment atau tata laksana
biasa yang dapat ditangani dokter umum,
total untuk mengatasi masalah infeksi
melainkan penanganan tuberkulosis beserta
tuberkulosis pada tulang belakang pertama
permasalahan tulang belakang yang dapat
kali diperkenalkan oleh Subroto Sapardan
ditimbulkan. Penatalaksanaan ini nantinya
pada tahun 1984 di Rumah Sakit Cipto
memungkinan penderita dapat kembali ke
Mangunkusumo Jakarta. Metode ini berupa
kehidupan sosial, keluarga dan lingkungan
panduan penatalaksanaan spondilitis
kerjanya.Tahapan tata laksana total Subroto
tuberkulosis dengan membagi sepuluh
Sapardan secara umum adalah: identifikasi
alternatif pengobatan yang memudahkan
dan klarifikasi masalah yang ada, membuat
ahli bedah memilih jenis tindakan yang
daftar modalitas tata laksana mulai dari
sesuai dengan perkembangan penyakitnya.
konservatif sampai agresif, menyesuaikan
Setelah 5 tahun dikembangkan, tepatnya
daftar masalah dengan pengobatan yang
pada tahun 1989, metode total treatment
tepat untuk masing-masing penderita, dan
mulai digunakan di rumah sakit pendidikan
mencari pilihan tata laksana paling sesuai.
dan jejaring ortopedi, serta dipublikasikan
Dalam perkembangannya, tata laksana
oleh berbagai jurnal.
total Subroto Sapardan juga mengadopsi
tindakan distraksi pada kasus kifosis berat
untuk mencegah kingking medula spinalis.
13.3. PRINSIP TOTAL TREATMENT
Tata laksana total Subroto Sapardan
merupakan metode yang fleksibel dan
Prinsip tata laksana total Subroto Sapardan terbuka terhadap perkembangan ilmu
adalah penanganan masalah spondilitis kedokteran. Ilmu-ilmu yang baru
tuberkulosis berdasarkan masalah spesifik ditemukan untuk penanganan spondilitis
yang dihadapi pasien. Setidaknya ada 14 tuberkulosis seperti tindakan invasif
masalah yang dihadapi oleh penderita minimal dapat diintegrasikan pada metode
spondilitis tuberkulosis, di antaranya ini sesuai dengan prinsip tata laksana total
keadaan umum buruk, lesi multipel, Subroto Sapardan.

72 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


Tata laksana total Subroto Sapardan tetapi pada alternatif 5 dilakukan koreksi
terdiri dari sepuluh alternatif dengan deformitas. Alternatif 6 dan 7 dilakukan
membagi tindakan berdasarkan kondisi dengan pendekatan posterior, namun
pasien. Alternatif 1 merupakan tindakan pada alternatif 7 juga dilakukan koreksi
konservatif tanpa pembedahan. Alternatif deformitas. Alternatif 8 dilakukan pada
2 dilakukan pada kasus abses dengan kasus kifosis berat dengan shortening
tulang belakang° stabil sehingga dilakukan procedure. Pada alternatif 9 dan 10,
debridement dan evakuasi abses tanpa dilakukan distraksi tanpa shortening
koreksi. Alternatif 3 dilakukan dengan procedure. Alternatif 9 dilakukan pada
metode Hongkong pendekatan anterior. kasus defisit neurologis atau kelumpuhan.
Alternatif 4 dan 5 dilakukan dengan Adapun alternatif 10 dilakukan pada kondisi
pendekatan anterior dan posterior, pasien tanpa gangguan neurologis.

TTSS

Mengidentifikasi dan Membuat daftar modalitas


mengklarifikasi masalah yang ada penatalaksanaan yang tersedia
mulai dari yang konservatif
sampai dengan operatif

Infeksi Penatalaksanaan dasar


Kondisi umum yang buruk Drainase abses
Lesi multipel Kostotransversektomi
Abses dengan rasa nyeri Debridemen torakoskopik
Fraktur patologis Debridemen anterior dan
Ketidakstabilan tulang belakang penempatan strutgraft (Hongkong
Defisit neurologis Method)
Deformitas Instrumentasi anterior
Kifosis progresif Instrumentasi posterior
Disfungsi paru Debridemen transpedikular
Disabilitas jantung Biopsi transpedikular
Masalah sosial dan ekonomi PLIF, TLIF, PLF
Masalah psikogenik Prosedur pemendekan tulang
Nyeri untuk tujuan koreksi kifosis/gibus
Rehabilitasi
Dekompresi sirkumferensial
Fusion cages (pemasangan cages)
Manuver teknik RSCM
Dekompresi anterior dan
posterior
Biological cell support

Cocokkan masalah dan penatalaksanaan


berdasarkan karakteristik individual pasien

Tentukan 10 alternatif dan pilih satu atau


beberapa alternatif yang sesuai

Gambar 13.2. Tahapan tata laksana total Subroto Sapardan

Bab 13 : Total Treatment Subroto Sapardan 73


Tabel 13.2. Versi tabel algoritma alternatif tata laksana total Subroto Sapardan

ALTERNATIF JENIS LESI KONDISI PASIEN PENDEKATAN TERAPI


Alternatif 1 Lesi minimal Tidak menyetujui tindakan operasi Obat antituberkulosis
Proses infeksi aktif Penyangga tubuh (brace)
Alternatif 2 Destruksi tulang belakang minimal Evakuasi abses
Abses dingin
Alternatif 3 Lesi anterior Lesi area servikotorakolumbal Pendekatan anterior,
Kifosis bagian anterior instrumentasi anterior

Alternatif 4 Lesi anterior Tulang belakang tidak stabil Pendekatan anterior dan posterior
dan posterior Proses Infeksi aktif dalam 1 tahap
Nyeri hebat
Kifosis (+/-)
Alternatif 5 Fusi spontan pada sendi faset
Deformitas kifosis

Alternatif 6 Lesi anterior Lesi area servikotorakolumbal Pendekatan posterior,


dan/atau Tanpa deformitas kifosis instrumentasi posterior
posterior Tindak lanjut dari Alternatif 5
Alternatif 7 Lesi area lumbal
Kifosis torakal 40-74°
Lumbal hipolordosis
Alternatif 8 Kifosis torakal 75-89°
Kifosis lumbal 0-24°
Alternatif 9 Defisit neurologis
Kifosis torakal >90°
Kifosis lumbal >25°
Alternatif 10 Tidak ada kelainan neurologis
Kifosis torakal >90°
Kifosis lumbal > 25°

apabila tulang belakang pasien tampak


13.4. ALTERNATIF 1 tidak stabil. Tergantung pada letaknya,
penyokong eksternal dapat berupa cervical
support pada daerah servikal, Jewett brace
Metode konservatif dengan pengobatan pada daerah torakolumbar, lumbar support
anti-TB dan penyangga tubuh dari luar pada daerah lumbar, atau gips dan body
(non-operatif) untuk keadaan infeksi cast pada bayi yang tidak memungkinkan
stadium dini, keadaan umum baik, keluhan pemasangan brace.
minimal, dan penderita atau keluarga
yang tidak bersedia dilakukan operasi.
Alasan pemilihan alternatif 1 adalah pasien
yang tidak mungkin dilakukan operasi,
misalnya pasien yang menolak dilakukan
tindakan atau kondisi pasien yang tidak
memungkinkan (contohnya bayi atau
anak kecil). Kondisi lain yang tidak
memungkinkan tindakan operasi adalah
alat atau operator yang tidak memadai. Obat
anti-TB (OATB) diberikan apabila diagnosis
pasti ditegakkan dengan pendekatan kultur.
OATB diberikan sesuai regimen WHO
dengan pendekatan non-pulmoner TB. Tata
laksana penyokong eksternal dilakukan Gambar 13.2. Konsumsi obat anti-TB dan pemasangan
brace pada Alternatif 1 TTSS

74 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


Gambar 13.3. Algoritma tata laksana total Subroto Sapardan

MRI yang menunjukkan kantong abses yang


13.5. ALTERNATIF 2 sudah dekat dengan permukaan kulit, maka
tata laksana utamanya adalah evakuasi abses
dan mengurangi jaringan kulit terdekat.
Operasi untuk evakuasi abses, dilakukan
pada kasus infeksi dengan abses dingin yang
besar tetapi dengan lesi tulang yang minimal
dengan/tanpa nyeri.
Alternatif 2 dilaksanakan pada kasus
tulang belakang yang stabil dengan masalah
utama back pain dengan abses paravertebral
anterior maupun posterior. Prosedur
yang dilakukan pada alternatif 2 adalah
debridement dan evakuasi abses. Penyokong
eksternal tidak wajib diberikan, namun
dapat digunakan untuk meningkatkan
kenyamanan pasien. Pendekatan untuk
alternatif 2 dapat dilakukan baik dari
anterior maupun posterior, dengan
pertimbangan jarak abses ke permukaan
luar tubuh. Pendekatan dengan jarak abses
yang paling kecil dari permukaan kulit Gambar 13.3. Evakuasi abses pada Alternatif 2 TTSS
dianggap lebih baik untuk pasien. Misalnya
pasien spondilitis TB dengan abses yang
dapat teraba dari permukaan kulit dan hasil

Bab 13 : Total Treatment Subroto Sapardan 75


kolum posterior masih utuh/intak. Pasien
13.6. ALTERNATIF 3 yang ditata laksana dengan alternatif 3
dapat mengalami hemiparesis atau tanpa
gangguan neurologis.
Operasi dengan pendekatan anterior
dan instrumentasi anterior, debridement,
dan fusi untuk kasus infeksi di daerah
anterior torakolumbal dengan kifosis 13.7. ALTERNATIF 4
minimal dengan/tanpa nyeri. Alternatif 3
adalah pendekatan dengan metode Hong
Kong, yaitu tindakan debridement dengan Operasi dengan pendekatan anterior dan
penyokong internal di daerah anterior posterior satu tahap, debridement, dan
vertebra. Alternatif 3 dilakukan terutama fusi untuk kasus infeksi dengan tulang
pada kasus spondilitis TB daerah torakal belakang yang tidak stabil dan nyeri
anterior dan pada sedikit kasus spondilitis hebat. Alternatif 4 dilakukan dengan
TB daerah lumbar maupun servikal. pendekatan anterior dan posterior. Pada
Metode Hong Kong klasik dilakukan oleh alternatif ini, dilakukan kombinasi antara
ahli tulang belakang di Hong Kong yang modifikasi metode Hong Kong (pendekatan
melakukan pendekatan anterior kemudian anterior) dan operasi dengan pendekatan
melakukan debridement. Akan tetapi, posterior. Pendekatan anterior dilakukan
debridement membuat kolum anterior untuk mengeluarkan debris, sementara
vertebra tidak stabil karena pengeluaran pendekatan posterior dilakukan untuk
debris. Untuk menguatkan kolum anterior menyokong dan menstabilkan vertebra. Hal
tersebut, dipasang strut graft yang ini dilakukan karena pada kasus spondilitis
diambill dari tulang iga atau tulang bulat. TB dengan alternatif 4, kerusakan terjadi
Saat ini, metode Hong Kong klasik sudah pada kolum anterior maupun posterior.
ditinggalkan dan dimodifikasi dengan Pasien yang ditata laksana dengan alternatif
menempatkan anterior cage. Anterior 4 memiliki tulang belakang yang tidak stabil
cage terdiri dari beberapa macam cage yang (instabilitas vertebra). Kasus spondilitis TB
terbuat dari titanium yang ditempatkan dapat terjadi pada daerah servikal, torakal,
di depan lokasi defek untuk menyangga maupun lumbar dan utamanya didapati
tulang belakang. Kasus spondilits TB yang kerusakan anterior dengan debris banyak.
ditangani dengan alternatif 3 adalah kondisi Alternatif 4 dapat dilakukan dengan one-
kerusakan kolum anterior vertebra dengan step¬ atau two-step.

Gambar 13.4 . Alternatif 3 TTSS Gambar 13.5 . Alternatif 4 TTSS

76 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


Alternatif 6 umumnya digunakan pada
13.8. ALTERNATIF 5 kelainan daerah torakal, walaupun dapat
digunakan juga pada daerah servikal
maupun lumbar. Seorang ahli bedah perlu
Operasi dengan pendekatan dan mempertimbangkan dengan cermat apakah
instrumentasi anterior, atau pendekatan pasien dapat ditata laksana dengan alternatif
anterior dan posterior satu tahap, 6 atau tidak, dengan dasar pertimbangan
debridement, dan fusi spontan untuk keterjangkauan letak abses. Pada kondisi
kasus infeksi dengan kifosis yang kaku, tertentu, alternatif 6 dapat dilanjutkan
dengan/tanpa nyeri. Alternatif 5 sebenarnya dengan alternatif lain.
merupakan kelanjutan alternatif 4 dengan
pendekatan anterior dan posterior.
Perbedaan alternatif 5 dari alternatif 4
adalah perlunya koreksi untuk mengatasi
deformitas kifosis. Kasus spondilitis TB
dengan penanganan alternatif 5 adalah di
daerah servikal, torakal, maupun lumbar
dengan deformitas kifosis atau gibus yang
perlu dikoreksi.

Gambar 13.6. Alternatif 5 TTSS Gambar 13.7. Alternatif 6 TTSS

13.9. ALTERNATIF 6 13.10. ALTERNATIF 7

Operasi dengan pendekatan dan Operasi dengan pendekatan dan


instrumentasi posterior, debridement, dan instrumentasi posterior, debridement
fusi untuk kasus infeksi di daerah anterior dan fusi untuk kasus infeksi di daerah
dan atas posterior torakal. Alternatif 6 hanya lumbar disertai kifosis sedang (<750).
dilakukan dengan pendekatan posterior dan Alternatif 7 hanya dilakukan dengan
tidak perlu dilakukan koreksi deformitas. pendekatan posterior. Perbedaan alternatif
Indikasi alternatif 6 adalah kasus anterior 6 dengan alternatif 7 adalah perlunya upaya
stabil dan posterior tidak stabil, atau abses koreksi deformitas kifosis. Koreksi perlu
dapat dicapai dengan pendekatan posterior. mempertimbangakan apakah cukup dengan
Tindakan debridement dilakukan dengan melakukan rod and screw corrective
pendekatan posterior ke arah anterior manipulation (RSCM) technique yang
dan instrumentasi posterior. Kelemahan tidak memerlukan “perusakan” daerah
alternatif 6 adalah tidak adekuatnya posterior seperti osteotomi, laminektomi,
tindakan untuk kasus abses daerah anterior. kostotranversektomi, atau dekompresi.

Bab 13 : Total Treatment Subroto Sapardan 77


13.12. ALTERNATIF 9

Operasi dengan pendekatan dan


instrumentasi posterior, debridement,
distraksi, dan fusi untuk kasus infeksi
dengan defisit neurologi disertai kifosis berat
(>900). Pada alternatif 9 hanya dilakukan
pendekatan posterior. Kasus spondilitis TB
yang memerlukan penanganan alternatif
Gambar 13.7. Instrumentasi dan koreksi tulang 9 adalah kasus dengan kifosis berat di
belakang pada Alternatif 7 TTSS
daerah servikal, torakal, torakolumbar,
dan lumbar, serta defisit neurologis
13.11. ALTERNATIF 8 (kelumpuhan). Prosedur yang dilakukan
pada alternatif 9 adalah reposisi tulang
belakang yang mengalami deformitas. Pada
Operasi dengan pendekatan dan spondilitis TB dengan indikasi alternatif
instrumentasi posterior, debridement, 9, infeksi tuberkulosis bisa sudah sembuh
dan fusi untuk kasus infeksi di daerah atau masih aktif.. Prosedur yang digunakan
lumbar disertai kifosis moderat (75-890). adalah dengan koreksi (osteoromi, teknik
Pada alternatif 8 dilakukan shortening RSCM, atau kombinasi) dan distraksi
procedure. Shortening procedure adalah (dilakukan dalam pengawasan dengan
dekompresi sirkumferensial dengan tujuan intraoperative nerve monitoring pada
mengurangi atau membuang satu atau dua kasus partial plegia). Seringkali dapat
segmen vertebra. Alternatif 8 umumnya dijumpai defek anterior, tetapi tidak ditata
dikerjakan pada kasus spondilitis TB laksana sekaligus pada alternatif 9.
dengan kifosis moderat. Sebagai contoh,
pada kasus spondilitis TB T10-12 dengan
segmen anterior dan posterior yang kolaps,
maka dapat dilakukan pembuangan T10-
12 dengan fusi tanpa traksi (pemanjangan
tulang belakang). Setelah operasi, akan
terjadi pemendekan satu atau dua vertebra.
Dahulu, alternatif 8 banyak digunakan
karena jarang digunakan alat monitor
fungsi saraf sehingga prosedur traksi
dikhawatirkan menyebabkan kelumpuhan.
Pada alternatif 8 dapat dilakukan
laminektomi, kostotranversektomi, dan Gambar 13.9. Distraksi pada Alternatif 9 TTSS
korpektomi dari posterior. (tidak dilakukan shortening procedure)

Gambar 13.8. Shortening procedure pada Alternatif 8 TTSS

78 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


13.13. ALTERNATIF 10

Operasi dengan pendekatan dan


instrumentasi posterior, debridement,
distraksi, dan fusi untuk kasus infeksi tanpa
kelainan neurologis disertai kifosis berat
(>900). Alternatif 10 merupakan kelanjutan
dari alternatif 9 namun tanpa adanya defisit
neurologis atau kelumpuhan. Prosedur yang
dilakukan pada alternatif 10 adalah koreksi
deformitas. Tujuan alternatif 10 adalah
mencegah terjadinya defisit neurologis.

Gambar 13.10. Prosedur pada Alternatif 10 sama


dengan Alternatif 9, hanya saja dilakukan dengan
hati-hati agar tidak mencederai saraf yang masih
normal

Bab 13 : Total Treatment Subroto Sapardan 79


BAB
14 Instrumentasi

pemasangan alat penyangga pada tulang


14.1. PRINSIP INSTRUMENTASI PADA belakang, baik di sisi anterior maupun
SPONDILITIS TUBERKULOSIS posterior vertebra. Tujuan dilakukannya
instrumentasi adalah stabilisasi, penguatan
struktur, dan pengisian defek tulang
Infeksi tuberkulosis pada tulang belakang belakang. Instrumentasi dapat dilakukan
dapat menimbulkan terjadinya defisit di bagian servikal, torakal maupun lumbar
neurologis dan deformitas tulang belakang vertebra. Pendekatan yang dilakukan pada
yang parah sebagai akibat sekunder dari instrumentasi dapat berasal dari depan
infeksi. Deformitas yang berkepanjangan (anterior approach) dan belakang (posterior
dapat menimbulkan nyeri yang berat, distres approach), tetapi pada pendekatan anterior
pernapasan, dan paraplegia onset lambat lebih rumit untuk dilakukan. Pada kasus
yang menurunkan kualitas hidup penderita. spondilitis TB, terjadi infeksi dan destruksi
Sebelum diperkenalkannya antibiotik, segmen anterior atau posterior servikal,
tujuan pengobatan adalah menangani torakal dan lumbar.
infeksi TB dengan imunitas alami penderita.
Dukungan mekanis ini diberikan
Setelah obat antituberkulosis ditemukan,
untuk menyebarkan beban tubuh, yang
tujuan pengobatan TB pada tulang belakang
ditahan oleh tulang belakang, secara
berubah menjadi pengoreksian deformitas
merata sehingga tidak mengganggu
dan pencegahan defisit neurologis.
fusi tulang belakang yang berlangsung.
Kifosis pada TB spinal terjadi secara Instrumentasi spinal bertujuan untuk
kontinyu pada semua kasus dan 3-5 % membentuk sebuah kolom yang padat dan
diantanya berlanjut menjadi kifosis berat. stabil sehingga memungkinkan terjadinya
Selain itu, sebanyak 44% penderita anak- fusi pascaoperasi penyambungan. Tanpa
anak mengalami progresi deformitas adanya fusi, struktur yang dipasang akan
vertebra meskipun infeksi TB sudah mengalami kelelahan dan patah. Terdapat
sembuh. Hal ini menunjukkan adanya beberapa jenis instrumentasi berdasarkan
proses biomekanis selain infeksi yang kondisi pasien, namun semuanya memiliki
dapat membuat vertebra rentan terhadap tujuan yang sama, yaitu memberikan
kerusakan dan deformitas. stabilitas mekanis tulang belakang sehingga
menyediakan ruang untuk fusi. Bahan
Instrumentasi spinal adalah metode
yang biasa digunakan untuk pembuatan
stabilisasi vertebra dengan memasangkan
instrumen adalah stainless steel, titanium,
pengait atau batang dengan pembedahan
atau titanium-alloy.
untuk memberikan dukungan mekanis
dalam proses fusi tulang belakang. Bentuk instrumentasi spinal yang paling
Instrumentasi adalah pemasangan alat awal adalah instrumentasi Harrington.
penyangga di dalam badan (internal Prosedur ini pertama kali diperkenalkan
fixation). Indikasi dilakukannya oleh Paul Harrington di akhir 1950-an.
instrumentasi adalah gangguan struktur, Selama periode waktu tersebut, banyak
defek, dan instabilitas pada tulang anak dengan polio yang memiliki deformitas
belakang. Prinsip instrumentasi adalah tulang belakang.

80 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


Kekurangan dari metode ini adalah masa sempurna. Instrumentasi dilakukan dengan
penggunaan brace yang lama pascaoperasi. memasangkan peralatan tertentu yang
Instrumentasi lainnya adalah instrumentasi dapat memberikan dukungan mekanis
Luque yang merupakan bentuk modifikasi kepada vertebra dan memungkinkan fusi.
instrumentasi Harrington. Instrumentasi
Luque diperkenalkan oleh Eduardo Luque Interbody Spacers
pada tahun 1970-an. Prosedur ini memiliki
Interbody spacer diletakkan di antara
kelebihan berupa masa penggunaan brace
segmen vertebra (intervertebra) dan
yang lebih singkat, namun memiliki
digunakan sebagai bantalan tulang
risiko injuri yang tinggi pada saraf tulang
belakang. Interbody spacer dapat dibuat
belakang. Instrumentasi lainnya adalah
dari titanium atau materi radiolusen dengan
Coutrel-Dobusset. Kelebihan instrumentasi
konstruksi padat (ramps) atau berpori
Coutrel-Dobusset adalah pasien tidak
(cages) yang memungkinkan fusi melalui
perlu menggunakan brace setelah operasi,
celah tersebut. Umumnya, interbody
tetapi karena strukturnya yang rumit,
spacer memiliki dua bagian radioopak yang
kemungkinan terjadinya kesalahan
membuat spacer dapat diamati melalui
pemasangan sangat tinggi.
pemeriksaan radiografi.
Prosedur instrumentasi digunakan
untuk mengembalikan stabilitas tulang Plat atau Rod dengan Sekrup Pedikel
belakang, mengoreksi deformitas (kifosis, (Pedicle Screws)
skoliosis), dan menjembatani ruang yang
Sekrup pedikel ditanamkan pada vertebra
diciptakan oleh pembuangan bagian tulang
sebagai “pegangan” dan dihubungkan
belakang. Intrumentasi membuat segmen
dengan rod atau plat. Sekrup pedikel yang
tulang belakang yang dihubungkan tidak
dihubungkan dengan rod atau plat dipasang
dapat bergerak, namun prosedur ini tidak
pada dua segmen atau lebih dan berfungsi
menyebabkan kesulitan pada pasien untuk
sebagai penyangga mekanis tulang
menggerakkan punggungnya. Justru,
belakang. Pada pemasangan multisegmen
banyak pasien mengatakan mereka merasa
(>2 segmen vertebra), rod lebih banyak
lebih mudah bergerak karena tidak merasa
dipilih karena dapat disesuaikan dengan
nyeri.
bentuk tulang.

14.2. PERALATAN INSTRUMENTASI


SPINAL

Terdapat dua elemen dalam instrumentasi


spinal. Elemen pertama adalah alat yang
menempel pada diskus vertebra, biasanya
berupa kawat, pengait, maupun batang
metal. Elemen kedua adalah alat yang
menembus segmen vertebra. Sekarang, alat Gambar 14.1. Rod and screw device
fiksasi internal sudah dikembangkan untuk
semua tingkat vertebra, mulai dari servikal
hingga sakral.
Fiksasi internal yang kuat ditujukan
untuk memungkinkan fusi spinal
dalam 4–5 bulan setelah operasi dan
mencegah terjadinya pseudoarthrodesis.
Pseudoarthrodesis adalah timbulnya
gerakan seperti sendi pada daerah tulang
yang tidak sembuh dan menyatu dengan Gambar 14.2. Plate and screw device

Bab 14 : Instrumentasi 81
Hartshill Rectangle Translaminar atau Sekrup Facet
(Facet Screws)
Hartshill Rectangle merupakan alat
instrumentasi spinal yang terdiri dari Sekrup facet dipasang pada bagian posterior
persegi dan diikat menggunakan kawat vertebra pada kondisi segmen posterior
sublaminar (sublaminar wire). Kawat yang masih intak menggunakan teknik minimal-
dipasangkan berperan sebagai penyangga invasif dengan sudut yang berbeda untuk
struktur tulang belakang. mencegah adanya pertemuan dengan screw
lainnya.

Rod dengan Hook


Hook dipasangkan pada segmen vertebra
sebagai “pengait” yang mengaitkan
antarsegmen tulang belakang. Rod berfungsi
sebagai penghubung antarsegmen sehingga
memberikan dukungan mekanis

Gambar 14.3. Hartshill Rectangle

Laminar

Gambar 14.4. Pedicle Screw dan Laminar Hooks

82 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


mekanis lainnya pada tulang belakang
14.3. INDIKASI INSTRUMENTASI daerah servikal bagian kolom posterior.
SPINAL

Indikasi stabilisasi instrumentasi adalah


panvertebral disease, long-segment
disease, koreksi bedah untuk kifosis, dan
kondisi lainnya seperti cervical-spine
disease.
a. Panvertebral disease
Tulang belakang cenderung mengalami
kerusakan pada ketiga kolom
karena infeksi TB. Kerusakan ini
dapat meningkatkan kemungkinan
subluksasi/dislokasi dan paraplegia.
Kondisi tersebut dapat diidentifikasi
dari pemeriksaan radiografi dan
perlu dilakukan stabilisasi dengan
dekompresi anterior.

b. Long-segment disease Gambar 14.5. Instrumentasi servikal anterior

Stabilisasi diindikasikan untuk


memberikan dukungan mekanis
pada cangkokan spinal anterior yang
melibatkan empat atau lebih segmen
vertebra.

c. Koreksi kifosis
Kondisi tulang belakang membungkuk
atau kifosis dapat dikoreksi dengan
korpektomi anterior, pemendekan
kolomposterior, fusi anterior dan
posterior, serta instrumentasi.

14.4. TIPE-TIPE INSTRUMENTASI


SPINAL Gambar 14.6. Instrumentasi servikal posterior

a. Instrumentasi servikal anterior c. Instrumentasi Thoracic Junction


Servikal Posterior
Instrumentasi servikal anterior adalah
pemasangan pengait atau dukungan Instrumentasi thoracic junction
mekanis lainnya pada tulang belakang servikal posterior adalah pemasangan
daerah servikal bagian kolom anterior. pengait atau dukungan mekanis
lainnya pada tulang belakang daerah
b. Instrumentasi servikal posterior peralihan antara servikal dan torakal
bagian kolom posterior.
Instrumentasi servikal posterior adalah
pemasangan pengait atau dukungan

Bab 14 : Instrumentasi 83
tulang belakang daerah peralihan
antara lumbar dan sakral bagian kolom
posterior.

Gambar 14.7. Instrumentasi thoracic junction


cervical posterior

d. Instrumentasi Thoracolumbar
Junction Posterior
Instrumentasi thoracolumbar junction
posterior adalah pemasangan pengait
atau dukungan mekanis lainnya pada
tulang belakang daerah peralihan
antara torakal dan lumbar bagian
kolom posterior.
Gambar 14.9. Instrumentasi lumbosacral
junction posterior

f. Instrumentasi Torakal Anterior


Instrumentasi torakal anterior adalah
pemasangan pengait atau dukungan
mekanis lainnya pada tulang belakang
daerah torakal bagian kolom anterior.

Gambar 14.8. Instrumentasi thoracolumbar


junction posterior

e. Instrumentasi Lumbosacral
Junction Posterior
Instrumentasi lumbosacral junction
posterior adalah pemasangan pengait Gambar 14.10. Instrumentasi torakal anterior
atau dukungan mekanis lainnya pada

84 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


g. Instrumentasi Lumbar Anterior Kelebihan dari instrumentasi
anterior adalah pemendekan waktu
Instrumentasi lumbar anterior adalah operasi yang akhirnya akan mengurangi
pemasangan pengait atau dukungan waktu penggunaan anestesi, volume
mekanis lainnya pada tulang belakang kehilangan darah, dan komorbid
daerah lumbar bagian kolom anterior. pascaoperasi. Selain itu, instrumentasi
anterior berkaitan dengan peningkatan
koreksi deformitas dan pemeliharaan
koreksi. Bed rest yang berkepanjangan
dapat dihindari dan pasien dapat
langsung bermobilisasi setelah
pelepasan chest tube.
Terlepas dari kelebihan
instrumentasi anterior, masih terdapat
ketakutan akan adanya infeksi
yang menetap di bawah logam yang
dipasangkan. Penelitian menunjukkan
bahwa adanya benda asing (logam
instrumentasi) tidak mempengaruhi
kerja kemoterapi antituberkulosis.
Koreksi maksimum dari instrumentasi
posterior diikuti dengan arthrodesis
anterior pada pasien kifosis adalah
54 %, sedangkan pada instrumentasi
anterior diperoleh rata-rata koreksi
Gambar 14.11. Instrumentasi lumbar anterior maksimum 64 % dengan gangguan
pada dua segmen, dan 81% dengan
gangguan pada tiga segmen atau lebih.
Perlu diingat bahwa instrumentasi
anterior hanya bisa dilakukan apabila
14.5. PENDEKATAN INSTRUMENTASI segmen posterior masih intak, apabila
SPINAL terdpaat gangguan pada segmen
posterior, instrumentasi anterior tidak
dapat digunakan untuk mengatasi
kifosis.
a. Pendekatan Anterior
Pendekatan anterior dilakukan melalui b. Pendekatan Posterior
pemasangan pengait atau pendukung
Instrumentasi dengan pendekatan
mekanis pada segmen anterior vertebra.
posterior adalah pemasangan alat
Instrumentasi ini dilakukan hanya
penyangga pada segmen posterior
bila segmen posterior vertebra tidak
vertebra. Pendekatan posterior
mengalami kelainan. Apabila terdapat
dapat dilakukan pada semua segmen
kelainan di segmen posterior, perlu
vertebra, mulai dari servikal, torakal
dilakukan instrumentasi posterior
hingga lumbar. Tipe alat yang
untuk menjaga stabilitas mekanis
digunakan untuk instrumentasi
vertebra. Penelitian menunjukkan
posterior dapat berupa sekrup (screw),
bahwa instrumentasi posterior
hook, atau gabungan kedua alat
berkaitan dengan waktu operasi, yang
tersebut. Keunggulan instrumentasi
juga berarti meningkatkan volume
posterior dibandingkan anterior
kehilangan darah, peningkatan waktu
adalah kemudahan menjangkau daerah
anestesi, dan peningkatan faktor
target dan kecilnya kemungkinan
komorbid pascaoperasi.
gangguan saraf. Selain itu, pendekatan

Bab 14 : Instrumentasi 85
posterior juga memberikan kontrol Teknik pemasangan instrumentasi
yang baik dalam bidang sagital posterior dimulai dari penempatan
kolum spinalis. Pada kondisi normal, pasien pada posisi yang sesuai.
instrumentasi posterior tidak Selanjutnya, dilakukan rod rotation,
mengganggu thoracic cage sehingga translation, cantilever reduction, dan
menimalisir gangguan pernapasan. rotasi vertebra langsung. Pada kasus
defromitas parah (skoliosis atau kifosis

Kelemahan instrumentasi posterior
berat), instrumentasi segmen bilateral
adalah terjadinya gangguan kontur
dapat digunakan untuk meningkatkan
otot bagian belakang dan melibatkan
rigiditas struktur tulang belakang dan
lebih banyak segmen vertebra untuk
meningkatkan kemungkinan koreksi
memperoleh derajat koreksi yang
deformitas.
sama dengan instrumentasi anterior.

86 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


BAB
15 Teknik RSCM

Spondilitis TB berisiko mengakibatkan melalui prosedur osteotomi, sedangkan


perubahan postur, salah satunya untuk meningkatkan gaya yang berperan
skoliosis. Skoliosis merupakan kelainan dalam meluruskan tulang belakang (disebut
tulang belakang yang ditandai dengan pula realigning force) dapat diletakkan
membengkoknya tulang belakang ke kiri pada pedikel. Menggunakan teknik RSCM,
atau kanan. Hal ini dapat menyebabkan tulang belakang dipisahkan menjadi tiga
berbagai komplikasi karena letaknya yang segmen meliputi segmen torakal atas (T3-
dekat dengan organ-oragan tubuh lainnya T7), segmen torakal bawah (T8-T12) dan
seperti jantung dan paru-paru. Tata laksana segmen lumbal (L1-L5). Segmen torakal
pembedahan pada skoliosis dapat dijadikan dibedakan menjadi dua karena adanya
pilihan ketika kelengkungan skoliosis perbedaan kurvatura dan tingkat kekakuan
yang terjadi melebihi 40 derajat. Berbagai tulang belakang.
teknik telah dikembangkan di Indonesia
Pedikel vertebral dibagi berdasarkan
meliputi penggunaan Harrington Rod
sisi cekung dan cembung untuk
dan skrup pedikel yang umum digunakan
memfasilitasi prosedur manipulasi tulang
di Indonesia. Teknik konvensional dari
belakang. Pembagian tersebut berdasarkan
operasi koreksi skoliosis memerlukan insisi
pengamatan perbedaan diameter sisi cekung
vertebral yang panjang, meningkatkan
pedikel dengan sisi cembungnya, dengan
risiko terjadinya komplikasi perdarahan dan
sisi cembung memiliki diameter yang lebih
kerusakan jaringan. Selain itu, pembedahan
besar. Selain itu, sisi cembung memiliki
membutuhkan waktu yang panjang dan
ketebalan badan yang lebih besar. Prosedur
membutuhkan waktu perawatan pasca
dari RSCM meliputi:
pembedahan yang lama.
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
merupakan rumah sakit rujukan dan 1. Mempersiapkan peralatan
pendidikan terbesar di Indonesia. Sekarang
Peralatan yang akan digunakan
ini sedang dikembangkan teknik operasi
meliputi skrup pedikel dan correction
skoliosis baru yang berdasarkan pada
rod yang akan digunakan selama
patobiomekanisme dari deformitas tiap
pembedahan. Jumlah skrup pedikel
segmen tulang belakang yang mengalami
yang digunakan minimal 8, namun
kelainan. Teknik ini disebut dengan Rod
jumlah skrup yang digunakan harus
and Screw Corrective Manipulation
disesuaikan dengan bentuk deformitas
(RSCM). Teknik RSCM merupakan teknik
yang terjadi. Semakin kaku deformitas,
yang digunakan untuk memperbaiki
maka semakin banyak jumlah skrup
kelengkungan pada tulang belakang.
yang digunakan Selain itu perlu pula
Prinsip dari teknik RSCM berdasarkan
disiapkan peralatan IONM untuk
pada fakta bahwa dibutuhkan energi tinggi
memantau fungsi saraf yang masih
untuk melawan tahanan tulang belakang
normal selama proses pembedahan
yang membengkok atau disebut pula curve
berlangsung.
load. Curve load tersebut dapat dikurangi

Bab 15 : Teknik RSCM 87


2. Mempersiapkan pasien 6. Penempatan manipulator bar
Pasien disiapkan dalam posisi pronasi Enam manipulator bar diletakkan pada
serta melakukan proses antisepsis. bagian ujung dari correction rod yang
sudah diletakkan sebelumnya dengan
3. Insisi pasien pada bagian midline tujuan untuk mencegah terjadinya
perubahan posisi correction rod selama
Sebelum insisi perlu diperhatikan
proses operasi berlangsung.
antisepsis dilakukan dengan baik.
7. Manuver koreksi
4. Penempatan skrup pedikel
Pada umumnya, manuver koreksi
Skrup pedikel diletakkan di bagian
dapat dibagi berdasarkan tujuannya
dalam medulla pedikel menggunakan
menjadi dua, yaitu:
teknik terbuka setelah titik insersi.
Medula pedikel kemudian dipalpasi a. Untuk meluruskan tulang belakang
menggunakan probe. Diameter dan secara sagital atau memperoleh
panjang skrup ditentukan berdasarkan sagittal alignment. Setelah
diameter dan panjang pedikel correction rod diletakkan pada
terhadap badan vertebral. Umumnya, segmennya yang sesuai, manuver
penggunaan skrup yang berukuran mendorong dilakukan pada sisi
lebih besar lebih dipilih karena lebih cekung ke arah medial lateral.
mudah penggunaannya. Skrup pedikel Tindakan ini diteruskan sampai
tersebut kemudian akan disisipkan pedikel kiri dan kanan tegak lurus
kedalam badan vertebral pedikel. sehingga lamina pedikel dapat
Proses penempatan skrup pedikel divisualisasi pada posisi horizontal.
ini dimulai dari segmen lumbal lalu
dilanjutkan ke segmen torakal bawah b. Untuk meluruskan tulang belakang
dan kemudian segmen torakal atas. secara koronal atau memperoleh
Setelah pemasangan dilakukan maka coronal alignment. Di bagian
evaluasi derajat kekakuan deformitas ujung correction rod manipulasi
yang terjadi serta fungsi saraf untuk dilakukan untuk meluruskan
melihat apakah prosedur yang sudah sumbu tulang belakang secara
dilakukan mengganggu integritas koronal. Manipulasi pada
saraf. Jika pada pengamatan ditemukan manipulator bar disesuaikan
adanya gangguan integritas fungsi saraf dengan arah bukaan kurva.
maka tindakan harus dihentikan. Manipulasi ini segera dihentikan
setelah diperoleh koreksi yang
5. Penempatan correction rod optimal.
Tiga correction rod meliputi correction 8. Penempatan correction rod
rod lumbar, correction rod torakal
bawah dan correction rod torakal atas. Correction rod disiapkan dengan
Correction rod lumbar dibuat dengan mengukur jarak antara ujung atas dan
mengikuti kurvatura lordotik segmen bawah skrup pada posisi terkoreksi
lumbar tulang belakang yang normal, dan kemudian ditambahkan 2 cm.
sedangkan correction rod torakal atas Ketika kelengkungan skoliosis telah
dan bawah dibengkokkan mengikuti memperoleh koreksi maksimal,
kuravtura kifotik segmen torakal yang correction rod diletakkan pada sisi
normal. Correction rod diletakkan pada cekung. Setelah setiap skrup telah
sisi cekung dari 5 segmen lumbar yang diisi oleh correction rod, bautnya
diikuti dengan peletakan 5 correction dikencangkan.
rod torakal bawah dan 5 correction rod
torakal atas pada sisi cekung lengkung
skoliosis tulang belakang.

88 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


9. Penempatan connecting rod dikencangkan. Setelah semua bagian
dikencangkan, luka operasi kemudian
Connection rod dipersiapkan dengan
dijahit lapis demi lapis. Kemudian, kulit
mengukur jarak antara 2 skrup pedikel
dijahit dan ditutup dengan perban.
pada segmen tulang belakang yang
bersebelahan. 4 skrup penyambung Pada kasus spondilitis TB, deformitas
dipersiapkan. Ketika correction rod yang terjadi pada tulang belakang dapat
telah difiksasi dengan baik, connecting terjadi secara anterior-posterior (lordotik
rod diletakkan diantara ujung dua atau kifotik) dan lateral (skoliosis). Pada
correction rod diantara segmen yang umumnya, bentuk deformitas yang terjadi
bersebelahan dengan menempatkan adalah deformitas anterior-posterior jenis
setiap 2 skrup penyambung. Setelah kifotik.
setiap connecting rod telah diletakkan
dengan baik, setiap connecting screws

Gambar 15.1. Prosedur teknik RSCM. (a) Pemasangan pedicle screw; (b) Pemasangan correction rod;
(c) Pemasangan correction bar; (d) Manuver koreksi; (e) Pemasangan correction rod;
(f ) Pemasangan connecting rod

Bab 15 : Teknik RSCM 89


BAB
16 Intraoperative
Nerve Monitoring

Intra Operative Nerve Monitoring (IONM) dan kutub input non-inverting (+) atau
merupakan sebuah modalitas yang dapat input positif. Sinyal yang dihantarkan
digunakan oleh para tenaga kesehatan yang keluar melalui kutub output bergantung
berada di dalam untuk memantau fungsi pada perbedaan sinyal yang masuk melalui
saraf pusat dan perifer ketika pembedahan kedua kutub input tersebut.
sedang dilakukan. IONM merupakan
sesuatu yang kompleks dan membutuhkan
banyak perlengkapan. Oleh karena itu, Inverting (-)
sebelum pembedahan dilakukan maka perlu
Output
dilakukan persiapan oleh tim IONM. Hal ini
Non- inverting (+)
bertujuan untuk memastikan bahwa pasien
memang memiliki fungsi saraf normal
yang bisa diamati ketika pembedahan Gambar 16.1. Ilustrasi komponen amplifier operasional
berlangsung. Jika terdapat abnormalitas,
maka tim IONM harus melaporkannya Sinyal evoked potential yang diterima
guna meningkatkan akurasi pengamatan kemudian akan didigitisasi untuk diproses
fungsi saraf ketika pembedahan dilakukan. lebih lanjut. Sinyal tersebut kemudian
Persiapan dapat dilakukan dengan akan diolah untuk ditampilkan pada sistem
menggunakan elektroensefalografI (EEG) komputer sentral. Proses ini membutuhkan
yang dilakukan minimal satu hari sebelum adanya analog-to-digital converter (ADC)
pembedahan berlangsung. pada sistem komputer sentral. Perlu dipahai
bahwa gelombang digital yang ditampilkan
Mesin IONM pada dasarnya tesusun
merupakan representasi dari gelombang
atas 3 bagian dasar, meliputi stimulator
analog yang diterima oleh alat IONM.
untuk mengaktifkan sistem saraf, sistem
Setelah sinyal didigitisasi, sinyal tersebut
amplifikasi, dan sistem komputer sentral
dapat dimanipulasi lebih lanjut untuk
untuk menganalisis dan menampilkan
menghasilka output yang lebih baik dengan
gambaran gelombang yang terekam. Bagian
menurunkan noise. Manipulasi lanjutan ini
stimulator berfungsi untuk mengaktifkan
dilakukan karena sinyal evoked potential
bagian saraf yang berisiko cedera pada saat
umumnya berukuran jauh lebih kecil
prosedur bedah dilakukan. Terdapat tiga
dibanding sinyal-sinyal lainnya yang ikut
jenis stimulator yang berbeda, meliputi
terekam oleh alat IONM.
stimulator elektrik untuk stimulasi
sistem somatosensori, stimulator auditori IONM menggabungkan beberapa
yang mengaktifkan sistem auditori, dan modalitas berbeda dalam mengamati fungsi
stimulator visual yang mengaktifkan sistem saraf. Modalitas yang digunakan meliputi
visual. Amplifier yang digunakan pada alat elektromiografi (EMG), somatosensory
IONM memiliki komponen utama berupa evoked potential (SEP), motor evoked
amplifier operasional yang memiliki 2 kutub potential (MEP), brainstem auditory evoked
input dan 1 kutub output. Kutub input dapat potential (BAEP) dan elektroensefalografi
dibedakan menjadi kutub input inverting (EEG). EMG dapat diamati pada otot apapun
(-) atau dikenal juga dengan input negatif yang bisa dicapai oleh kabel atau elektroda

90 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


Tabel 16.1. Beberapa jenis alat IONM dan spesifikasinya.

MANUFACTURER AXON CADWELL NIHON KOHDEN VLASYS XLTEK


MODEL ECLIPSE CASCADE NEUROMASTER ENDEAVOR CR PROTECTOR

# Channel 32 16 16 atau 32 16 16
(32 Cascade
Elite)
EP Y Y Y Y Y
BAEP Y Y Y Y Y
VEP Y Y Y Y Y
EMG Y Y Y Y Y
EEG Y Y Y Y Y
αcMEP Terintegrasi Y Y T T T
Multimodal Y Y Y Y Y
Penyimpanan HD, CD, DVD HD, CD, DVD HD, CD, DVD HD, CD, DVD HD, CD, DVD

Amplifikator
ADC N/A 16 bit, 16 bit, N/A 16 bit, 60 KHz
25,6 KHz 5 us/channel
Impedansi Input N/A > 100 Mohm > 100 Mohm > 1000 Mohm > 100 Mohm
CMRR > 100 dB > 95 dB > 106 dB 110 dB > 110 dB
Level Kebisingan < 2 uV p-p < 4 uV p-p < 3 uV p-p 0,7 pV RMS < 0,1 pV RMS
Sensitivitas N/A 0,01 pV -10 mV/ 0,05 pV - 50 mV/ 10 pV - 100mV < 0,1 pV - 5mV/
div div skala div
Basis Waktu N/A 1-1000 1 - 6000 msekon/ N/A 0,5 - 500
msekon/div div msekon/div

Filter
Order/rolloff N/A 2nd/12dB/oktaf 1st atau 2nd/6 1st atau 2nd/6 N/A
atau 12 dB/oktaf atau 12 dB/oktaf
LFF N/A 0,5 - 100 Hz 0,08 Hz - 3 KHz 0,2 - 500 Hz 0,1 - 500 KHz
HFF N/A 30 - 10 KHz 10 Hz - 3 KHz 100 - 3000 Hz 30 - 15 KHz

Derajat 50/50 Hz 50/60 Hz 50/60 Hz 50/60 Hz 50/60 Hz

permukaan. Setiap rangsang mekanis yang


diberikan pada saraf perifer atau akar saraf
dapat memunculkan aktivitas pada otot
yang terekam dalam bentuk potensial aksi.
Secara molekular, iritasi mekanis tersebut
menyebabkan adanya depolarisasi aksonal,
yang memunculkan potensial aksi motor
unit otot. Setiap potensial aksi motor
unit tersebut akan direkam dalam bentuk
lonjatan pada grafik yang tertera pada alat
EMG. Tindakan pembedahan dimana EMG
terutama diperlukan adalah tindakan yang Gambar 16.2. Contoh lonjatan potensial aksi yang
memiliki risiko tinggi dapat mencederai terekam pada EMG. Pada grafik ini lonjatan terjadi
saraf kranial atau akar saraf. karena ada nya manipulasi

Bab 16 : Intraoperative Nerve Monitoring 91


Tabel 16.2. Otot-otot yang biasa digunakan untuk merekam EMG

NERVUS KRANIALIS - OTOT YANG DIINERVASI


III, IV, VI - Otot ekstraokular X - Otot laring dan faring
V - m. masseter, temporalis XI - m. sternocleidomastoideus, trapezius
VII - m. frontalis, orbicularis oculi, orbicularis oris, mentalis, dll XII - Otot lidah
IX - m. stylopharyngeus

MIOTOM AKAR DORSALIS


C1 - Tidak ada T10, T11, T12 - m. rectus abdominis bawah,
paraspinalis, intercostalis
C2 - m. sternocleidomastoideus
C3 - m. trapezius, sternocleidomastoideus L1 - m. quadratus lumborum, paraspinalis, cremaster,
iliopsoas, obliquus internus
C4- m. trapezius, m. levator scapulae
C5 - m. deltoideus, biseps L2, L3 - m. quadriceps, adductor longus, adductor
magnus, iliopsoas
C6 - m. biseps, triceps, brakhioradialis, pronator teres, flexor
carpi radialis (FCR)
C7 - m. triceps, pronator teres, FCR, ekstensor lengan bawah L4 - m. quadriceps, tibialis anterior, adductor longus,
adductor magnus
C8 - m. triceps, ulnaris, semua otot intrinsik tangan (termasuk
m. abduktor pollicis brevis, interosseus dorsalis pertama,
L5 - m. tibialis anterior, peroneus longus, adductor
adduktor digiti minimi)
magnus
T1 - Otot intrinsik tangan, m. flexor carpi ulnaris
T2, T3, T4, T5, T6 - m. intercostalis, araspinalis S1 & S2 - m. gastrocnemius, abductor hallucis
T6, T7, T8 - m. rectus abdominis atas, paraspinalis, intercostalis S2-S5 - m. sphincter ani, sphincter urethra
T8, T9, T10 - m. rectus abdominis tengah, paraspinalis, intercostalis

utama dalam mengamati fungsi saraf pada


kasus TB spinal karena dapat memeriksa
setiap orde neuron dari saraf perifer sampai
ke hemisfer otak. SEP sangat cocok untuk
digunakan sebagai IONM karena sinyal
listrik yang terekam bersifat lebih stabil
dibandingkan modalitas lainnya. Selain
itu, dalam SEP dapat diperiksa beberapa
lokasi sekaligus dengan tingkat akurasi
yang tinggi. Sehingga, lokalisasi kelainan
dapat ditentukan dengan pasti dan tindakan
korektif yang paling sesuai dengan neuron
yang cedera dapat dilakukan.
Gelombang SEP dapat dibedakan
menjadi tiga jenis menjadi short-latency
SEP (SSEP), middle-latency SEP dan
Gambar 16.3. Sistem peletakan elektroda kepala long-latency SEP. SSEP merupakan jenis
10-20 internasional. gelombang yang paling sering digunakan
untuk memantau fungsi saraf sensorik aferen
SEP adalah modalitas yang mengukur ke sumsum tulang belakang melalui serat
integritas jalur sensorik pada kolumna saraf Aβ. Daerah utama yang paling sering
dorsal dari saraf tulang belakang. SEP digunakan untuk stimulasi adalah saraf
diukur dengan menstimulasi saraf perifer median atau ulnaris untuk ekstremitas atas
dan mengukur respon listrik yang terbentuk dan saraf tibialis posterior untuk ekstremitas
pada otak. SEP merupakan salah modalitas bawah. Menurut sistem internasional

92 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


peletakan elektroda kepala 10-20, elektroda paling sering digunakan karena dapat
biasanya diletakkan pada titik CP3 dan mencakup semu neuron di sepanjang jalur
CP4, yang terletak diantara titik C3 dan C4 saraf, MEP tetap penting untuk dilakukan
dengan titik P3 dan P4. Lokasi saraf yang karena terkadang cedera pada saraf motorik
dipantau bergantung pada lokasi segmen dapat tidak disertai dengan adanya cedera
tulang belakang yang dibedah, dimana saraf sensorik. Hal ini karena adanya
jika segmen servikal yang dibedah maka perbedaan lokasi anatomis antara jalur
biasanya pematantauan dilakukan pada sensorik dan motorik. Selain itu, neuron
n. medianus. Jika pembedahan dilakukan motorik pada saraf tulang belakang lebih
pada segmen torakal atau lumbar, maka sensitif terhadap iskemia dibandingkan
umumnya saraf yang dimonitor adalah saraf sensorik, sehingga dibutuhkan suatu
n. tibialis. modalitas khusus untuk mencegah adanya
kerusakan saraf motorik. Oleh karena
Karena SEP dapat digunakan untu itu, MEP umumnya dilakukan beriringan
memeriksa adanya kelainan pada setiap dengan SEP untuk meningkatkan akurasi
neuron sepanjang neuraksis, maka SEP pemantauan fungsi saraf selama operasi.
sangat umum digunakan pada setiap
tindakan operasi yang membutuhkan MEP umumnya digunakan untuk
IONM. Setiap pembedahan yang berisiko memantau pembedahan yang berisiko dapat
dapat mencederai jalur somatosensorik mencederai saraf motorik. Namun, MEP
dapat menggunakan modalitas SEP untuk tidak rutin digunakan untuk memantau
memantau fungsi saraf. Namun, SEP pada prosedur pembedahan di sekitar tulang
ternyata memiliki sensitivitas yang cukup belakang daerah lumbar karena MEP tidak
rendah untuk memantau gangguan pada sensitif untuk mendeteksi adanya gangguan
pada akar saraf secara individual. Selain
akar saraf di tulang belakang. Selain itu,
itu, MEP dapat menyebabkan gangguan
SEP juga tidak dapat digunakan untuk
pada proses pembedahan karena dapat
memantau adanya kelainan pada serat
menyebabkan pergerakan tubuh pasien.
saraf motorik meskipun kehilangan fungsi
Hal ini terutama penting pada prosedur
motorik merupakan efek samping dari
pembedahan yang membutuhkan presisi
gangguan pada saat pembedahan.
tinggi.
tingg.i.
Untuk memantau adanya gangguan pada
saraf motorik, maka MEP dapat digunakan.
Meskipun SEP merupakan modalitas yang

Bab 16 : Intraoperative Nerve Monitoring 93


17
Pendekatan Operasi
BAB Invasi Minimal pada
Kasus TB Spinal

kombinasi dari beberapa keadaan patologis


17.1. MINIMALLY INVASIVE SPINE meliputi:
SURGERY (MISS)
• Kerusakan anatomis tulang yang
cukup berat
• Abses yang semakin membesar
Teknik pembedahan lainnya yang dapat
• Kegagalan pengobatan konservatif
dijadikan pembanding terhadap teknik
• Terdapat deformitas pada tulang
pembedahan RSCM adalah pendekatan
belakang
Minimally Invasive Spine Surgery (MISS)
• Defisit neurologis progresif
atau pendekatan operasi invasi minimal.
• Nyeri berat
Pendekatan MISS merupakan pendekatan
pembedahan yang sedang meningkat
Beberapa metode telah dikembangkan
popularitasnya akhir-akhir ini. Pendekatan
untuk pembedahan invasi minimal yang
MISS ini dapat digunakan untuk mencapai
diarahkan pada tulang belakang, antara lain
dekompresi tulang tanpa memberikan
operasi disektomi, pemasangan sekrup pada
adanya kerusakan secara iatrogenik di daerah
segmen torakal dan lumbar (baik anterior
punggung. Oleh karena itu, pendekatan
maupun posterior) serta beberapa kasus
MISS diharapkan dapat mengurangi
lainnya.
kehilangan darah, penggunaan sedatif pasca
operasi, dan lama tinggal di rumah sakit. Pembedahan pada kasus spondilitis
Spondilitis tuberkulosis merupakan salah tuberkulosis diindikasikan bila ada temuan
satu etiologi utama terhadap paraplegia dan defisit neurologis, abses paravertebral, dan
kelainan tulang belakang. Dekompresi dan adanya instabilitas tulang belakang akibat
stabilisasi tulang belakang dapat dilakukan deformitas kifosis pada pasien. Indikasi
untuk mencegah terjadinya komplikasi. lain dilakukannya prosedur operasi adalah
apabila terapi dengan obat-obatan gagal
Metode invasi minimal kini merupakan
memberikan hasil yang diharapkan. Bila
pendekatan operasi yang semakin diminati
prosedur bedah terlambat dilakukan,
di kalangan dokter bedah, tak terkecuali
dapat timbul kifosis yang lebih parah, yang
pada kasus spondilitis tuberkulosis.
berujung pada gangguan sistem respirasi
Pendekatan multidisiplin diperlukan dalam
dan paraplegia. Oleh karena itu, sangat
penatalaksanaan spondilitis tuberkulosis.
penting untuk melakukan prosedur bedah
Pengobatan awal dari spondilitis
sesegera mungkin setelah ditemukannya
tuberkulosis dimulai dengan penggunaan
indikasi pembedahan.
obat-obatan antituberkulosis. Stabilisasi
tulang belakang dapat digunakan sebagai Ada beberapa cara untuk melakukan
metode lain untuk mencegah komplikasi pembedahan pada pasien spondilitis
neurologis serius karena adanya kerusakan tuberkulosis: dekompresi posterior
struktural pada tulang belakang. Pada kasus dengan penggabungan menggunakan
spondilitis tuberkulosis, operasi dapat autograft tulang, dekompresi anterior dan
dilakukan apabila ditemukan salah satu atau penggabungan dengan autograft tulang,

94 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


serta metode gabungan dari kedua metode prosedur yang terlalu lama.
sebelumnya yang dilakukan langsung
Meskipun demikian, prosedur ini perlu
atau secara bertahap di kemudian hari.
terus dikembangkan di Indonesia karena
Pendekatan dari posterolateral sangat sering
berbagai keuntungan yang diperoleh.
dilakukan dalam penanganan spondilitis
Dengan prosedur invasi minimal, risiko
tuberkulosis. Untuk memaksimalkan hasil,
pasien untuk terpapar infeksi menjadi lebih
perlu diberikan pengobatan dalam jangka
kecil. Selain itu, perdarahan yang dialami
panjang (18 bulan).
pasien pada prosedur ini akan lebih sedikit
Prosedur yang dapat diterapkan dengan dibandingkan operasi standar. Karena
metode invasi minimal adalah dengan hanya membutuhkan luas permukaan
posterolateral endoscopic debridement. yang lebih kecil untuk bekerja, pemulihan
Metode ini dilakukan dengan cara membuat pasien pascaoperasi akan lebih singkat dan
insisi pada punggung sepanjang kurang dari tidak membutuhkan waktu rawat inap yang
2 cm di dekat lokasi yang ingin dilakukan terlalu panjang. Bekas luka operasi yang
prosedur. Setelah itu, pengeluaran nanah ditimbulkan juga berukuran kecil (minimal)
dilakukan dari daerah tulang belakang. dengan angka kejadian nyeri pascaoperasi
Pengeluaran dapat dilakukan secara yang lebih sedikit.
transpedikular atau lainnya. Selain itu,
Hanya saja, kendala utama dari
dapat pula dilakukan kuretase lesi infeksi
penggunaan teknik MISS dalam
pada prosedur ini apabila diperlukan.
penatalaksanaan spondilitis tuberkulosis
Di Indonesia, operasi invasi minimal adalah lokasi abses yang terkadang sulit
pada tulang belakang dimulai sejak tahun dicapai sehingga terapi farmakologi tidak
2005 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dapat mencapai rongga abses secara
dan Rumah Sakit Fatmawati. Operasi adekuat. Dalam kasus ini, modalitas
yang diperkenalkan saat itu berupa teknik lama dapat digunakan untuk mencapai
operasi endoskopi disektomi, disektomi lokasi abses yang sulit dicapai. Namun,
mikroskopik, serta metode “Disc-Fx”. penggunaan modalitas lama dapat
Sebelum pengenalan ini, beberapa prosedur menyebabkan kerusakan jaringan lunak
lain telah mulai diterapkan di Indonesia, yang besar sehingga mempengaruhi
seperti Intradiscal Electrothermal Therapy lamanya kesembuhan luka.
(IDET) dan penggunaan frekuensi radio
untuk manajemen nyeri.
Pada tahun 2010, Rumah Sakit 17.2. PENERAPAN TEKNIK MISS
Farmawati menerapkan operasi invasi DALAM TTSS
minimal untuk menempatkan sekrup pada
tulang belakang. Tiga tahun kemudian,
prosedur serupa diterapkan di Rumah Teknik pembedahan invasi minimal yang
Sakit Cipto Mangunkusumo. Sayangnya, digunakan dalam menatalaksana kasus
perkembangan prosedur invasi minimal spondilitis tuberkulosis adalah metode Total
di Indonesia tergolong lambat karena Treatment yang dikembangkan oleh Prof.
beberapa kendala, antara lain jumlah Subroto Supardan. Metode Total Treatment
dokter bedah tulang belakang yang tidak memiliki 10 alternatif pilihan terapi yang
banyak, keterampilan operator yang belum dapat dipilih berdasarkan permasalahan
memadai, kebijakan pemerintah yang belum klinis yang dihadapi. Seperti yang sudah
mendukung, dan biaya yang kurang. Untuk dijelaskan pada Bab 13, tujuan utama dari
berinvestasi mengembangkan prosedur ini, metode pembedahan ini adalah kesembuhan
diperlukan biaya yang besar. Oleh karena infeksi tanpa disertai rasa nyeri disertai
itu, untuk melakukan prosedur ini, biaya koreksi deformitas, dan diharapkan pasien
yang perlu ditanggung pasien menjadi lebih dapat dipulangkan dan dapat beraktivitas
mahal. Selain itu, kendala prosedural yang kembali seperti normal. Langkah-langkah
juga dikhawatirkan adalah risiko paparan dari pengobatan menggunakan metode
sinar rontgen terhadap pasien selama Total Treatment Subroto Sapardan (TTSS)

Bab 17 : Pendekatan Operasi Invasi Minimal pada Kasus TB Spinal 95


meliputi: dilanjutkan dengan anterior
debridement
1. Identifikasi masalah klinis yang timbul 6. Basic treatment dengan
2. Menentukan modalitas terapi pendekatan posterior yang disertai


yang akan digunakan pada pasien. dengan shortening procedure,
Pilihannya meliputi terapi konservatif, costotransversectomy, dan
minimal invasif, dan agresif. transpedicular biopsy
3. Pemilihan terapi secara personal. 7. Basic treatment dengan pendekatan
Masalah klinis yang teridentifikasi posterior yang disertai dengan
harus disesuaikan dengan terapi yang shortening procedure, posterolumbal
akan dipilih. interbody fusion, dan anterior lumbar
4. Jelaskan 10 alternatif terapi pilihan interbody fusion.
pada pasien dan keluarga pasien 8. Basic treatment dengan pendekatan
5. Diskusikan mengenai pilihan alternatif posterior pada kifosis <90o
terapi mencakup risiko, prognosis, disertai shortening procedure dan
biaya dan prosedur dengan pasien dan circumferential depression
keluarga pasien. 9. Basic treatment dengan pendekatan
6. Lakukan penatalaksanaan secara posterior pada kifosis >90o
konservatif jika pasien dan keluarga disertai shortening procedure dan
pasien menolak pembedahan circumferential decompression.
7. Berikan kesempatan bagi pasien dan 10. Basic treatment dengan pendekatan
keluarga pasien untuk mencari second posterior dengan atau tanpa anterior
opinion debridement pada kifosis >90o disertai
8. Dokumentasikan semua tindakan circumferential depression dan
dan sertakan saksi-saksi jika pasien distraksi.
memilih pembedahan sebagai metode
penatalaksanaan. Jika pendekatan pembedahan minimal
invasif dipilih sebagai pendekatan
Adapun 10 alternatif total treatment yang pengobatan, maka pilihan alternatif yang
dapat dilakukan meliputi: dapat digunakan adalah alternatif 4 sampai
alternatif 10. Keuntungan-keuntungan dari
1. Basic treatment penggunaan teknik MISS adalah mengurangi
2. Basic treatment disertai debridement kehilangan darah selama operasi, risiko
dan drainase abses yang luas. infeksi, ukuran luka operasi, lama rawat,
3. Basic treatment disertai Hongkong dan rasa nyeri serta mempercepat waktu
method pemulihan. Kekurangan-kekurangan dari
4. Basic treatment dengan pendekatan teknik MISS meliputi paparan terhadap
posterior pada kasus mobile kyphotic radiasi pengion yang besar, kurang dapat
spine dilanjutkan dengan anterior mencapai abses pada lokasi-lokasi yang
debridement sulit, bergantung pada keahlian operator,
5. Basic treatment dengan pendekatan dan biaya yang lebih mahal.
posterior pada kasus rigid kyphotic

96 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


BAB
18 Terapi Sel Punca
pada TB Spinal


Spondilitis tuberkulosis mengakibatkan fusi dengan adanya tanda implant failure,
destruksi korpus pada tulang belakang di mana terjadi pullout screw sehingga
yang terlibat. Hal tersebut meninggalkan memerlukan operasi revisi. Kegagalan fusi
defek pada korpus tulang belakang sehingga ini berpengaruh terhadap kualitas hidup
instabilitas terjadi. pasien.
Tata laksana pada penyakit spondilitis Perlu dikembangkan sebuah prosedur
tuberkulosis meliputi pemberian obat untuk mengatasi atau mencegah masalah
antituberkulosis (OAT), drainase abses, defek tulang belakang akibat kegagalan
debridement atau pembersihan jaringan fusi tanpa menambah morbiditas di tempat
non-vital, instrumentasi tulang belakang lain. Union dapat dicapai dengan bantuan
untuk menjaga kestabilan, serta pemberian sel punca mesenkimal. Telah dilakukan
graft tulang untuk mendukung percepatan banyak penelitian untuk mengetahui peran
penyembuhan dan mendorong fusi. sel punca mesenkimal dalam mengatasi
defek tulang panjang. Sel punca mesenkimal
Fusi dapat dicapai dengan bantuan
memiliki sifat osteogenik yang tinggi. Sel
graft tulang. Graft tulang memiliki
tersebut mampu berdiferensiasi menjadi sel
tiga karakteristik yaitu osteogenesis,
matur dan berfungsi menurut lingkungan
osteoinduksi dan osteokonduksi, yang akan
tempat sel itu hidup sehingga berfungsi
mempercepat proses pembentukan tulang,
dalam memperbaiki organ. Sel punca
memperbaiki kualitas penyembuhan tulang,
mesenkimal dapat berdiferensiasi menjadi
dan memperkuat jembatan antar tulang.
osteoblas yang berfungsi sebagai penghasil
Namun, graft tulang memiliki beberapa
molekul pembentuk matriks tulang.
kelemahan. Tulang cancellous kaya akan
sel osteoprogenitor, tetapi tidak kuat secara Rahyussalim telah melakukan studi
struktur. Hal ini berbeda dengan tulang pada model kelinci tuberkulosis. Hasil studi
kortikal yang kuat secara struktur, tetapi menunjukkan adanya perbedaan signifikan
memiliki kandungan biologis yang lebih pada grup kelinci yang mendapat perlakuan
sedikit dibanding tulang cancellous. Selain implantasi sel punca mesenkimal, yang
itu, pengambilan graft tulang menimbulkan dinilai berdasarkan pertumbuhan sel tulang
morbitidas pada lokasi tempat pengambilan. baru yang lebih banyak dibanding dengan
Jika fusi gagal tercapai, defek tulang belakang grup kontrol. Untuk kepentingan penerapan
akan tetap ada sehingga instabilitas kembali pada manusia, diperlukan uji klinis yang
terjadi. bertujuan untuk mengetahui efek dari
implantasi lokal sel punca mesenkimal
Setidaknya terdapat 5% kasus spondilitis
terhadap perbaikan defek tulang belakang
tuberkulosis pascaoperasi yang tidak
akibat spondilitis TB.
mengalami fusi yang stabil sehingga terjadi
komplikasi seperti implant yang patah, nyeri
punggung hebat, pseudoartrosis, hingga
masalah psikis. Studi yang dilakukan Gokce
menunjukkan terdapat kasus kegagalan

Bab 18 : Terapi Sel Punca pada TB Spinal 97


merupakan struktur avaskular sehingga
18.1. DEFEK TULANG BELAKANG pada awalnya terhindar dari infeksi.
Di saat infeksi berlanjut, vertebra yang
berdekatan akhirnya terinfeksi melalui
Mekanisme terjadinya defek dan kondisi kontak pembuluh darah dan jalur
keropos tulang patologis oleh bakteri subligamentous. Ketika hanya satu vertebra
dijelaskan oleh tiga kemungkinan berikut: yang terlibat, diskus menerima nutrisi dari
vertebra normal yang berdekatan dan tetap
• Bakteri menghancurkan komponen
normal. Namun, keterlibatan dua vertebra
tulang nonselular secara langsung
yang berdekatan menghalangi asupan
dengan cara melepaskan asam dan
makanan pada diskus intervertebralis
enzim protease
yang menyebabkan kehancuran dan
• Bakteri memicu proses selular yang
displacement. Proses infeksi berlangsung
merangsang degradasi tulang
lebih lanjut, puing nekrotik kaseosa
• Bakteri menghambat sintesis matriks
terkumpul membentuk abses lokal yang
tulang
dapat menyebar ke daerah sekitarnya.
Mekanisme kedua dan ketiga Seperti yang sudah dijelaskan, kuman
memperlihatkan efek langsung berupa Mycobacterium tuberculosis berkembang
pengeluaran komponen tulang oleh bakteri di dalam makrofag dan mampu bertahan
sebagai akibat faktor induksi oleh tuan hidup di dalam vakuola makrofag.
rumah, misalnya, sitokin atau prostaglandin Meskipun makrofag bervakuola tersebut
yang kemudian beraksi di dalam sel tulang. mengandung LAMP-1 (lysososome-
associated membrane glycoprotein 1),
Adanya faktor modulasi tulang seperti
lalu berkomunikasi dengan membran sel
PTH dan 1,25-dihidroksi vitamin D3, faktor-
plasma melalui reseptor transperin dan
faktor lokal seperti PGE2 dan IL-1 dapat
Major Histocompatibility Complex (MHC)
menyebabkan osteoblas matang terinduksi
class II, ternyata kuman Mycobacterium
dan menghasilkan sinyal yang akan
tuberculosis yang patogen berevolusi
mengaktifkan osteoklas atau mempercepat
menghambat maturasi dari proses fagosom
pembentukan osteoklas. Faktor-faktor
setelah di-uptake oleh makrofag. MHC class
tersebut juga dapat mempromosikan
II yang meninggalkan jaringan trans golgi
pembentukan osteoblas. Faktor yang berasal
tersebut disertai dengan peptida CLIP yang
dari bakteri dapat meniru proses ini dan
berasal dari rantai invariant (chaperone
beredar sebagai inang yang merangsang
yang membimbing molekul MHC class II
ataupun menghambat faktor lokal dalam
ke arah badan golgi). Kompartemen MHC
pembentukan dan aktivasi osteoblas. Faktor
bersifat asam, hidrolik, dan dicerna oleh
bakteri ini dapat pula bertindak langsung
antigen. Studi yang dilakukan oleh Meghji
pada osteoklas, yaitu mendorong aktivasi
dkk menunjukkan bahwa Mycobacterium
dan/atau merangsang osteoklastogenesis.
tuberculosis menginduksi aktivitas
osteolitik melalui protein chaperonin (cpn)
10. Rekombinan cpn 10 dianggap berperan
tidak hanya sebagai stimulator poten dari
18.2. KERUSAKAN TULANG
resorpsi tulang tetapi juga sebagai inhibitor
BELAKANG AKIBAT INFEKSI proliferasi jalur osteoblas.
MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS

Pada infeksi spondilitis tuberkulosis, 18.3. KERUSAKAN TULANG


penyebaran bakteri umumnya secara BELAKANG MENIMBULKAN DEFEK
hematogen melalui arteri atau vena. Fokus
awal infeksi berada di bagian anterior
vertebra dekat tulang subkondral, yang Definisi dari defek tulang adalah hilangnya
memiliki anastomosis arteri dan vena bagian tulang karena gagalnya proses
pleksus yang luas. Diskus intervertebralis penyembuhan tulang dan membutuhkan

98 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


rekonstruksi tulang untuk mencegah Lingkungan biologik dan mekanik yang baik
defek non-union. Sejauh ini modal untuk menghasilkan profilerasi dan diferensiasi
menanggulangi defek, dilakukan prosedur MSC menjadi osteosit dan kondrosit. Sel
autologous bone grafting. Namun karena ini menghasilkan matriks osteoid dan
adanya keterbatasan dalam sumber graft kartilago membentuk kalus fraktur. Mineral
yang diambil dan juga karena kondisi osteoid dan kartilago mengalami osifikasi
osteoporosis, pilihan yang lain terus diteliti. endokondral membentuk tulang sampai
Pengunaan autologous non-hematopoetic menjembatani gap fraktur.
cell/sel progenitor yang mengandung
Dengan remodeling kalus, perkiraan
stroma sumsum tulang dewasa menjadi
karakter fisik dan geometrik akan
topik yang terus dikembangkan oleh para
disesuaikan dengan beban yang bekerja
peneliti. Ada dua protokol yang telah
padanya. Dengan demikian kejadian
menjadi bagian dalam protokol preklinik
seluler pada penyembuhan tulang adalah
dan klinik dalam dalam penanganan defek.
kemoatraksi, migrasi, proliferasi dan
Yang pertama, sel punca disuntikan secara
diferensiasi, dan MSC merupakan induk
langsung pada test dan yang kedua stem
dasar dan himpunan seluler ini.
sel dibiarkan dulu secara ex vivo sebelum
ditanam pada lesi. Penyembuhan tulang terdiri dari
empat tahapan: pembentukan hematom,
pembentukan kalus, clinical union dan
konsolidasi. Setelah pendarahan dalam
18.4. PENYEMBUHAN KERUSAKAN tulang, bekuan darah dengan segera terjadi
TULANG dalam kapiler pembuluh darah tidak
jauh dari tempat fraktur. Bekuan darah
menyebabkan kematian osteosit yang
Pada penyembuhan fraktur, khususnya mendapat darah dari kapiler ini. Sel yang
yang disertai jarak atau pergerakan mati akan digantiikan dengan sel yang
interfragmen, terjadi proses penyatuan baru melalui proses resorpsi dan deposit.
tulang secara sekunder dimana peningkatan Pembentukan kalus kemudian terjadi
komplek dari MSC menjadi turunannya: mengikuti proses ini. Meskipun adanya
kondroblas, kondrosit, fibroblas dan osteoblas membantu dalam pembentukan
osteoblas yang membentuk kalus. Tulang kalus, sebagian besar kalus merupakan sel
yang fraktur menyebabkan matriks putus baru yang dibedakan dari sel progenitor.
dan pendarahan. Sitokin dari matriks
dan degranulasi platelet dalam bekuan Pada tahap ini kalus yang terbentuk
darah membentuk sejumlah protein aktif tidak mengandung tulang dan radiolusen
secara biologis, beberapa kemoatraktif sehingga tidak terlihat secara radiologis.
pada MSC yang bergerak ke arah fraktur. Kalus yang dibentuk awalnya cair dan
MSC kemudian berprofilerasi menjadi kemudian secara perlahan-lahan menjadi
osteoblastik, kondroblastik atau fibroblastik keras. Pada saat kalus mengeras untuk
diturunkan sesuai dengan lingkungan mencegah pergerakan, penyembuhan
tempat patah. telah mencapai tahap clinical union.
Pada pemeriksaan radiologis kalus yang
Terdapat dua faktor yang memengaruhi terbentuk sudah terlihat tapi garis patah
penyembuhan fraktur yaitu faktor biologik masih ditemukan. Kemudian kalus akan
dan mekanik. Pada proses penyembuhan digantikan oleh tulang lamelar. Kelebihan
fraktur diperlukan proliferasi sel dan kalus akan diserap secara perlahan. Pada
pembentukan matriks baru untuk tahap ini, telah terjadi konsolidasi dan secara
menghubungkan jarak antara ujung fragmen radiologi garis fraktur sudah tidak tampak.
tulang. Sejumlah faktor pertumbuhan Namun, tidak semua penyembuhan fraktur
terlibat dalam proses penyembuhan tulang, melewai empat tahapan ini, contohnya
seperti insulin-like growth factor (IGF), pada penggunaan fiksasi interna yang rigid
platelet-derived growth factor (DPGF) sehingga tidak terbentuk kalus oleh karena
dan bone morphogenic protein (BMP). penyembuhan langsung antara kedua

Bab 18 : Terapi Sel Punca pada TB Spinal 99


korteks tulang yang mengaakontak.
18.5. SEL PUNCA MESENKIMAL
Terdapat penanda yang sering digunakan
untuk penyembuhan tulang, diantaranya
alkali fosfatase (ALP). ALP berfungsi sebagai Sel punca merupakan sel yang belum
penanda aktivitas osteoblas dan perannya berdiferensiasi dan memiliki karakteristik
dalam penyembuhan tulang. Studi pada kemampuan bereplikasi melalui mitosis sel
canine menunjukkan bahwa pemeriksaan dan berdiferensiasi menjadi berbagai macam
serial ALP dapat berfungsi menjadi alat sel yang berbeda dalam tubuh. Sel punca
untuk memprediksi fraktur dan risiko juga berperan dalam sistem perbaikan untuk
menjadi non-union. mengganti sel-set tubuh yang telah rusak
Pada bab sebelumnya dijelaskan demi kelangsungan hidup suatu organisme.
bahwa penyembuhan tulang melewati Sel punca terdapat dalam semua organisme-
4 tahap yaitu pembentukan hematom, organisme multiselular. Pada pembelahan
pembentukan kalus, union secara klinis sel punca, sel baru akan terbentuk menjadi
dan konsolidasi. Pada proses pembentukan sel punca baru atau menjadi sel jenis lain
kalus, terlihat gambaran semi radioopak. dengan fungsi yang lebih khusus seperti sel
Telah dikembangkan kuantifikasi untuk otak, sel darah, atau sel lainnya. Ada tiga
fusi atau union pada tulang. Tiedman dkk tipe sel punca: embrionik, germinal dan
mengembangkan suatu metode yang efektif somatik. Sel punca somatik dikenal juga
dan non-invasif untuk menilai proses sebagai sel punca atau sel punca derivat
penyembuhan tulang. jaringan. Bagaimanapun sel punca memiliki
derajat potensial yang bervariasi.

Gambar 18.1. Tahap-tahap diferensiasi sel punca mesenkimal

100 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


Sel punca mesenkimal atau dan kapasitasnya untuk membunuh bakteri
mesenchymal stem cell (MSC) mampu pada kasus cystic fibrosis. Peran sel punca
berdiferensiasi menjadi osteoblas, mesenkimal yang berasal dari tali pusat
kondrosit, adiposit, tenosit, dan myoblas. telah dilaporkan pada kasus non-union
Sel punca mesenkimal dapat ditemukan pada tulang panjang dengan defek yang luas
pada jaringan tali pusat dan dalam derajat di mana dengan teknik modifikasi maskelet,
yang rendah terdapat dalam sirkulasi terjadi regenerasi tulang dan union dalam
perifer. Kemampuan sel punca mesenkimal waktu 6 bulan. Terdapat laporan kasus
melakukan diferensiasi menjadi beberapa chronic granulomatous disease, di mana
tipe jaringan muskuloskeletal sangat keberhasilan dalam transplantasi sel punca
potensial untuk terapi perbaikan dan mesenkimal dari tali pusat memperbaiki
regenerasi tulang dan tulang rawan sehingga klinis pasien.
dapat digunakan sebagai terapi tranplantasi
yang berbasis sel untuk mengobati efek
tulang akibat dari trauma, reseksi tumor, 18.6. PENGGUNAAN SEL PUNCA
dan revisi artroplasti sendi total yang bisa MESENKIMAL PADA KASUS DEFEK
membawa perubahan besar di bidang
TULANG
orthopaedi.
Dari tali pusat, sel punca mesenkimal
dapat diisolasi dan berkembang pada Dalam penelitian pada hewan murine,
kultur hingga puluhan juta sel, disebabkan fusi tulang belakang diperoleh dengan
kemampuan sel punca melakukan proliferasi. menginjeksikan sel punca mesenkimal
Sel punca mesenkimal juga mempunyai secara genetik ke dalam otot-otot
kerakteristik sebagai imunofenotipe paravertebral. Terlihat bahwa fusi
dan marker spesifik permukaan sel. Sel tulang belakang dapat diperoleh dengan
punca mesenkimal adalah sel progenitor menggerakan sel punca mesenkimal yang
multipoten, mereka ditandai dengan marker mengekspresikan bone morpinogenetic
permukaan sel dan dalam kondisi yang baik protein-2 dan seterusnya, dan kuantitas
dapat berdiferensiasi menjadi otot, tulang tulang baru yang dibentuk dapat dimonitor
rawan, otot dan lemak. dengan mengontrol durasi ekspresi gen
BMP-2. Penggunaan derivat sumsum
tulang sebagai allograft untuk memperoleh
fusi tulang belakang telah didukung oleh
18.5. PENGGUNAAN SEL PUNCA beberapa peneliti di mana jumlah jaringan
MESENKIMAL PADA INFEKSI osteogenik diperoleh secara signifikan.
Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa
sel punca dapat membantu penyembuhan
Penggunaan sel punca mesenkimal
tulang dan memperpendek durasi fusi tulang
mengundang kontroversial untuk kasus-
belakang. Ismail dkk dari RSCM-FKUI
kasus infeksi. Terdapat studi mengenai efek
telah melakukan studi pada kelinci dengan
sel punca untuk memicu terjadinya infeksi
implantasi sel punca mesenkimal pada defek
Staphylococcus aureus pada kasus-kasus
tulang. Hasil studi menunjukkan adanya
defek tulang panjang. Namun, terdapat
proses pertumbuhan kalus yang lebih cepat
beberapa studi yang menyebutkan bahwa
dan tebal. Pada kasus-kasus atrofik non-
sel punca mesenkimal berperan dalam
union, kombinasi hidroksiapatit dengan
melawan infeksi jaringan. Pada satu studi
sel punca mesenkimal menunjukkan hasil
didapatkan bahwa sel punca mesenkimal
yang aman, dengan kemajuan fungsi dan
berperan dalam mengatasi sepsis pada
radiologis yang lebih baik.
fase proinflamasi. Efek tersebut diduga
kuat terjadi karena sel punca mesenkimal Saat ini, uji klinis Implantasi Sel Punca
memiliki fungsi imunomodulator dan Mesenkimal secara Lokal untuk Mengatasi
antimikrobiologi. Terdapat penelitian yang Defek Korpus Tulang Belakang akibat
menemukan fungsi sel punca mesenkimal Infeksi Mycobacterium tuberculosis tengah
dalam meningkatkan sensitivitas antibiotik dilakukan di RSCM-FKUI.

Bab 18 : Terapi Sel Punca pada TB Spinal 101


V

| Rehabilitasi pada TB Spinal

102 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


R
ehabilitasi menurut WHO adalah
semua upaya yang bertujuan untuk
mengurangi dampak dari semua
keadaan yang menimbulkan disabilitas, agar
memungkinkan penyandang cacat untuk
berpartisipasi secara aktif dalam lingkungan
keluarga dan masyarakat. Adapun tujuan
rehabilitasi adalah mengurangi keadaan cacat
sebanyak mungkin, melatih orang dengan sisa
keadaan cacat fisik untuk dapat hidup dan
bekerja dengan optimal. Rehabilitasi dapat
diklasifikasikan menjadi edukasi, rehabilitasi
fungsi dan anatomi, serta rehabilitasi sistemik.

103
19
Tata Laksana Fungsi
BAB (Rehabilitasi) pada
TB Spinal

b. Rehabilitasi rangka dan sendi


19.1. REHABILITASI
Rehabilitasi rangka dilakukan dengan
tujuan penguatan tulang akibat
Rehabilitasi dilakukan untuk disuse osteoporotic yang berpotensi
mengoptimalkan fungsi tulang belakang, mengakibatkan terjadinya ancaman
tungkai, seksual, buang air besar (BAB) patah pada tulang. Sementara itu,
dan buang air kecil (BAK) yang terganggu rehabilitasi sendi ditujukan untuk
selama dan sesudah terjadi proses mengembalikan keutuhan tulang
infeksi. Rehabilitasi diharapkan dapat rawan sendi dan peregangan kapsul–
mengembalikan fungsi-fungsi organ yang ligamen sendi. Rehabilitasi sendi
terganggu untuk dapat kembali bekerja terutama ditujukan untuk mencegah
seperti fungsi organ orang sehat sesuai dan mengobati osteoartritis sekunder
usia penderita. Tata laksana fungsi atau dengan etiologi non infeksi.
rehabilitasi ini dapat dibedakan menjadi: c. Rehabilitasi vesika urinaria
a. Rehabilitasi otot Rehabilitasi vesika urinaria dilakukan
dengan tujuan untuk mengembalikan
Rehabilitasi otot dilakukan dengan fungsi buang air kecil (BAK) terhadap
tujuan untuk memulihkan massa, gangguan berupa retensi dan
tonus, dan kekuatan otot. Manipulasi inkontinensia yang sering terjadi,
yang dilakukan dapat berupa latihan sesuai dengan level kerusakan medula
aktif, latihan pasif, fisioterapi, dan spinalis. Penderita dengan retensi
stimulasi aliran listrik arus rendah. urin dapat dilatih dengan pemasangan

Gambar 19.1. Penerapan fisioterapi sebagai Gambar 19.2. Latihan peregangan sendi lutut
bentuk rehabilitasi otot. Latihan ini berguna untuk sebagai salah satu contoh rehabilitasi rangka dan
memulihkan fungsi otot-otot lengan. sendi

104 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


Gambar 19.4. Defekasi digital

f. Rehabilitasi berjalan
Rehabilitasi berjalan dilakukan
Gambar 19.3. Pemasangan kateter untuk dengan tujuan untuk meningkatkan
mengembalikan fungsi berkemih pasien dan mempertahankan kemampuan
berpindah tempat penderita. Penderita
diajarkan menggunakan alat bantu jalan
kateter nelaton untuk mengurangi mulai dari kruk, kursi roda, bahkan
volume urine dalam vesika urinaria. robot dengan tetap memperhatikan
Pada kasus inkontinensia, penderita cedera yang dapat terjadi untuk
dilatih untuk mengenal vesika urinaria mencegah kerusakan tungkai lebih
yang penuh dan menjaga kebersihan lanjut. Penderita juga dilatih untuk
genitalia akibat beser yang membuat memperkuat ekstremitas bagian atas.
urin terus membasahi daerah genitalia.
Penderita juga dilatih mengendalikan g. Rehabilitasi sanitasi
BAK.
Rehabilitasi sanitasi dilakukan dengan
d. Rehabilitasi kolon tujuan agar penderita dapat mengenal
sanitasi diri, kebersihan peralatan, dan
Rehabilitasi kolon dilakukan dengan kebersihan baju pakaian dalam.
tujuan untuk mengenalkan dan melatih
BAB secara berkala serta mencegah
obstruksi pada penderita. Penderita
dilatih untuk mengenal obstruksi dan
diajarkan bagaimana cara melakukan
defekasi digital dengan bantuan jari.

e. Rehabilitasi seksual
Rehabilitasi seksual dilakukan
dengan tujuan untuk melatih dan
mengendalikan hasrat seksual, serta
mengenal fungsi seksual yang masih
dapat dilakukan. Pemahaman kepada
pasangan penderita juga diberikan agar
Gambar 19.5. Konseling bersama pasangan sebagai
dapat berkompromi dengan handikap bagian dari rehabilitasi seksual
yang ada.

Bab 19 : Tata Laksana Fungsi (Rehabilitasi) pada TB Spinal 105


Gambar 19.7. Sterilisasi peralatan sebagai upaya
rehabilitasi sanitasi

19.1.1. Edukasi
Pasien dan keluarga pasien berhak
mendapatkan edukasi terkait dengan
penyakit yang dialami. Edukasi ini diberikan
untuk menyamakan persepsi dengan pasien
terkait penyakit dan rencana tata laksana
yang akan dilakukan. Edukasi yang penting
untuk diberikan bagi pasien spondilitis TB
antara lain mengenali penyakit spondilitis
Gambar 19.6. Rehabilitasi berjalan
TB, tata laksana yang akan dilakukan,
pengobatan pasca operasi, dan rehabilitasi
h. Rehabilitasi sosial yang akan dilakukan.
Rehabilitasi sosial dilakukan dengan
tujuan untuk mengembalikan rasa
19.1.2. Rehabilitasi Fungsi pada
percaya diri penderita, memperkuat
Spondilitis Tuberkulosis
diri dan keluarga untuk mau Pada spondilitis TB terdapat gangguan
bersosialisasi dan dapat berinteraksi fungsi berupa fungsi bergerak dan berjalan,
dengan baik dengan segala handikap fungsi duduk, fungsi berdiri, dan fungsi
yang ada. buang air kecil dan besar. Fisioterapi perlu

Gambar 19.6. Group therapy sebagai bagian dari rehabilitasi sosial

106 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


dikalukan selama ditemukan adanya dilakukan setiap 2 atau 3 jam sekali dan
gangguan fungsional. Dalam hal ini, pasien dianjurkan untuk minum 8 gelas
gangguan fungsional dikaitkan dengan sehari.
cedera medulla spinalis yang terjadi, dan
Pada lesi LMN, refleks kandung
menimbulkan gangguan motoric, sensorik,
kemih tidak ada sehingga perlu
dan otonom. Adapun intervensi fisioterapi
dilakukan kateterisasi. Kateterisasi
yang diberikan disesuaikan dengan sistem
yang dianjurkan adalah kateterisasi
dan modalitas yang terganggu. Beberapa
berkala.
latihan dan rehabilitasi yang digunakan
untuk rehabilitasi fungsi tersebut, antara Pada pasien dengan gangguan
lain: defekasi, pasien diberikan edukasi
diet makanan berserat dan minum
a. Latihan lingkup gerak sendi /
yang cukup. Bowel training dilakukan
Range of Motion exercise
selama 3 hari dengan cara diberikan
Pada pasien dengan TB spinal dengan laksatif oral selama 3 hari. Setiap
paraplegia, diberikan latihan lingkup pagi hari, pasien diberikan laksatif
gerak sendi pasif untuk kedua anggota suppositoria dan stimulasi rektal dan
gerak bawah. Latihan ini bertujuan evakuasi feses secara manual. Mulai
untuk: hari ke 4, laksatif perlahan mulai
dihentikan, sementara stimulasi rektal
• Merangsang sirkulasi darah
dan evekuasi feses secara manual tetap
• Mempertahankan LGS sendi yang
dilakukan jika perlu.
penuh
• Mempertahankan elastisitas otot- c. Latihan mobilisasi, transfer dan
otot dan jaringan lunak ambulasi
• Mencegah atrofi otot.
Latihan imobilisasi dilakukan untuk
Latihan ini dapat diberikan membantu pasien latihan sendiri serta
pada anggota tubuh yang lumpuh 2 untuk merubah posisinya di tempat
kali sehari, 10 menit setiap anggota tidur, dengan cara pemasangan
gerak. Gerakan dimulai dari sendi overhead trapeze bar atau diberikan
yang proksimal ke distal termasuk semacam kain yang cukup kuat
sendi metatarsal. Gerakan dilakukan yang difiksasi di sebelah kaudal
berirama dan pelan-pelan untuk pasien. Tali kain ini dapat menjadi
mencegah cedera sendi. Selain pegangan pasien sewaktu mengangkat
itu, untuk mempertahankan dan tubuhnya. Latihan pindah/transfer
meningkatkan kekuatan ekstremitas dimulai dari tempat tidur ke kursi
atas, dapat diberikan latihan penguatan roda dan sebaliknya, kemudian
(strengthening exercise). dilanjutkan kegiatan-kegiatan lain
sesuai kondisinya. Pada tahap ini
b. Bladder dan bowel training pasien diharapkan melakukan defekasi
pada bed side commode atau di kloset
Pada lesi di atas T10-11 refleks kandung
duduk.
kemih masih ada. Berkemih terjadi
apabila kandung kemih terasa penuh, Jika kapasitas ambulasi ada,
maka otot detrusor akan berkontraksi maka latihan jalan dimulai pertama di
dan sphincter akan relaksasi.apabila parallel bar, kemudian dengan walker
kandung kemih terasa penuh, maka dan selanjutnya dengan tongkat ketiak/
otot detrusor akan berkontraksi dan crutches di samping latihan dengan
sphincter akan relaksasi. Refleks kursi roda.
detrusor bisa dirangsang dengan
menepuk-nepuk paha sebelah dalam, d. Pemberian penyangga spinal
tapping yang ritmis pada daerah di atas Pemberian penyangga spinal alias
simfisis pubis atau dengan menarik spinal orthosis bervariasi tergantung
rambut pubis. Perangsangan ini pada tingkat lesi. Pasien paraplegia

Bab 19 : Tata Laksana Fungsi (Rehabilitasi) pada TB Spinal 107


memerlukan imobilisasi dengan penyakit lainnya yang dapat menyebabkan
menggunakan penyangga untuk disabilitas atau gangguan lebih lanjut dari
membatasi pergerakan tulang pasien dengan TB spinal.
belakang, mengontrol nyeri dan
Adapun rehabilitasi sistemik yang
agar destruksi tidak bertambah serta
dilakukan antara lain:
memakai penyangga ekstremitas
inferior agar dapat ambulasi. 1. Latihan pernapasan
Tujuan pemberian penyangga spinal:
Tujuan latihan pernapasan adalah :
• Kontrol nyeri dengan mengurangi
• Mencegah hipostatik pneumonia
pergerakan dan menghilangkan
• Mencegah atelektasis dan fibrosis
beban pada struktur spinal
paru
• Proteksi struktur pasca trauma
• Meningkatkan volume paru
atau setelah fusi tulang belakang
• Membersihkan sekresi paru
• Stabilisasi/koreksi deformitas
dengan aplikasi kekuatan dari luar
2. Koreksi posisi tidur
Jenis imobilisasi yang dilakukan
(proper bed positioning)
sama seperti imobilisasi pasca operasi Pasien yang mengalami paraplegia
yang dilakukan pasca operasi, yakni menyebabkan pasien berada dalam
penggunaan jaket Minerva pada daerah posisi tirah baring. Sangat penting
servikal, penggunaan body cast jacket untuk dilakukan koreksi posisi tidur
untuk fiksasi daerah torakolumbal dan pada pasien tirah baring dengan tujuan:
lumbal bagian bawah, serta penggunaan
• Mempertahankan posisi koreksi
body jacket atau korset dari gips
tulang belakang
untuk fiksasi daerah lumbosakral atau
• Mencegah ulkus dekubitus
sacral. Untuk ekstremitas inferior
• Mencegah kontraktur
digunakan long leg brace (Knee Ankle
• Mencegah timbulnya spastisitas
Foot Orthosis, KAFO) yang biasanya
digunakan untuk pasien paraparesis
Sehingga disarankan untuk
atau paraplegia. Selain itu dapat juga
melakukan koreksi posisi tidur/ alih
digunakan alat bantu ambulasi lain
baring setiap 2 jam setiap harinya.
seperti cane, crutches, walker, atau
Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan
kursi roda (wheelchair). Imobilisasi
kulit menyeluruh dan berkala untuk
ini dilakukan setidaknya selama
mencegah ulkus dekubitus.
enam bulan. Imobilisasi dilakukan
untuk imobilisasi spinal, mengurangi 3. Transcutaneous Electrical Nerve
kompresi yang terjadi pada medulla Stimulation (TENS)
spinalis, dan progressi deformitas lebih
lanjut. Penggunaan TENS bertujuan untuk
mengurangi nyeri, baik bersifat akut
maupun kronis. Cara kerja TENS

19.1.3 Rehabilitasi Sistemik pada


Spondilitis Tuberkulosis
Hal ini dibutuhan untuk kesinambungan
proses perbaikan penyakit bisa berjalan
dengan baik. Seperti diketahui, TB spinal
penyakit sistemik dan kronik, sehingga
untuk mengembalikan proses anatomis
dan sistemiknya dibutuhkan upaya yang
bertahap dan berlanjut. Rehabilitasi
sistemik juga dilakukan untuk mencegah Gambar 20.1. TENS

108 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


berdasarkan gate control mechanism, 2. Fisioterapis
yakni pada frekuensi tinggi intensitas
rendah dapat merangsang pengeluaran Ahli yang memiliki ilmu pengobatan
endorphin, sementara pada frekuensi fisik dengan perantaraan unsur-unsur
rendah intensitas tinggi dapat alamiah (panas, dingin, air, arus listrik,
merangsang opiat endogen. TENS pemijatan, dan latihan).
digunakan selama 20 menit dengan
frekuensi 3 kali seminggu, dan dapat 3. Okupasi terapi
dikurangi hingga nyeri berkurang. Ahli yang memiliki ilmu yang
4. Pemanasan mengarahkan respon seseorang pada
aktivitas tertentu untuk memperbaiki
Terapi panas yang diberikan berupa dan mempertahankan kesehatan,
pemanasan superfisial dengan mencegah kecacatan, mengevaluasi
menggunakan infrared, yang tujuan kekakuan dan melatih pasien dengan
untuk: disfungsi fisik.
• Meningkatkan aliran darah 4. Ortotis prostetis
superfisial
• Relaksasi kekakuan otot superfisial Ortotis adalah ahli yang memiliki ilmu
• Mengurangi nyeri yang berhubungan dengan aplikasi
alat-alat eksoskelet untuk membantu
5. Perbaikan gizi dan membatasi gerak, sedangkan
Pasien diberikan perbaikan gizi prostetis adalah ahli yang memiliki
untuk memberikan status gizi dan ilmu yang berhubungan dengan
penyembuhan yang lebih baik bagi aplikasi alat-alat gerak artifisial pada
pasien. Sebelumnya harus dilakukan tubuh untuk menggantikan sebagian
asesmen terhadap status gizi pasien dan atau seluruh alat tubuh yang hilang.
target berat bada ideal sesuai dnegan
tinggi pasien. Kemudian kalori yang 5. Terapis wicara
dibutuhkan dihitung sesuai dengan Ahli terapi pasien dengan gangguan
target kenaikan berat badan. Adapun komunikasi, seperti disartria, gagap
pasien diberikan makanan sesuai atau afasia.
dengan jumlah kalori, dan dipantau
kenaikan berat badannya. 6. Psikolog
Melakukan psikoanalisis, memberi
dukungan mental dan motivasi kepada
19.2. TIM REHABILITASI pasien agar membantu melaksanakan
program rehabilitasi yang telah
direncanakan.
Adapun untuk melakukan berbagai kegiatan
rehabilitasi diperlukan tim rehabilitasi yang 7. Pekerja sosial medik
terdiri dari:
Mengadakan evaluasi sosial, keadaan
1. Dokter rumah, pekerjaan, pendidikan,
keadaan ekonomi, penyesuaian diri
Merupakan ketua tim, melakukan dengan masyarakat.
pemeriksaan umum, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, menentukan 8. Perawat rehabilitasi medik
diagnosis, dan membuat program
rehabilitasi medik. Tim dokter yang Melaksanakan perawatan dan evaluasi
terlibat adalah dokter umum, dokter tentang perawatan yang diperlukan
bedah orthopedi, dokter neurologi, dan bagi pasien.
dokter rehabilitasi medik.

Bab 19 : Tata Laksana Fungsi (Rehabilitasi) pada TB Spinal 109


Selain itu, untuk melakukan rehabilitasi (misalnya pada pasien dengan gangguan
medik, diperlukan evaluasi berkala dari gizi, kelumpuhan, atrofi otot, dan gangguan
rehabilitasi tersebut. Evaluasi bisa dilakukan sendi), rehabilitasinya harus dilakukan
setiap 3 bulan sampai 6 bulan untuk melihat secara bertahap. Tahapan rehabilitasi ini
hasil dari program rehabilitasi. Adapun dimulai dari gangguan paling ringan yang
diperlukan modalitas evaluasi berupa dapat membaik secara cepat, mudah, dan
pemeriksaan CT, X-ray, dan laboratorium. cepat dirasakan perubahannya oleh pasien.
Sehingga diperlukan kontrol ke rumah sakit Pada contoh kasus yang telah disebutkan,
sekunder atau tersier untuk melakukan status gizi tentu menjadi hal utama yang
evaluasi. harus diperbaiki. Setelah itu, baru dilakukan
rehabilitasi terhadap atrofi otot dengan
Perlu diingat bahwa spondilitis TB
olahraga aktif maupun pasif agar otot
memiliki derajat ringan sampai berat.
mencapai normotrofi. Terakhir, barulah
Pada kasus spondilitis TB derajat ringan
perbaikan sendi dapat dilakukan. Tentunya,
(misalnya pada pasien dengan keluhan
untuk melakukan rehabilitasi secara
nyeri tulang belakang tanpa gangguan
bertahap, perlu dilakukan identifikasi dan
fungsional yang signifikan), rehabilitasinya
verifikasi yang cermat terhadap gangguan
cukup dilakukan dengan memberikan
fungsi yang dialami pasien terlebih dahulu.
obat analgesik. Sementara itu, pada pasien
spondilitis TB dengan derajat sangat berat

110 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


VI

| Penelitian dan Edukasi

111

P
ada bagian ini akan dibahas berbagai
hasil penelitian dan informasi terkini
terkait kasus TB spinal di Indonesia,
dari mula Teknik RSCM, registry kasus, hingga
berbagai laporan kasus TB spinal dengan
sepuluh alternatif tata laksana total treatment
Subroto Sapardan.

112 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


BAB
20 Registry
Spondilitis TB

INA Registry adalah suatu bank data yang tergantung oleh kualitas input data setiap
berperan dalam registrasi suatu penyakit. rumah sakit dan kerja sama dengan
Program ini mengumpulkan data untuk perhimpunan profesi. Registrasi ini
memantau perkembangan data medis pasien berperan dalam rekomendasi tata laksana.
supaya data tidak berhenti hingga rekam Pada kasus stroke yang diregistrasikan
medis saja. Hal ini dilakukan supaya setiap tahun 2012, terdapat pembahasan tata
data tidak berdiri sendiri yang menyulitkan laksana stroke hemoragik dengan bedah dan
melakukan analisis. Dengan adanya registry tata laksana stroke iskemia dengan rTPA.
ini, dokter dapat memantau perkembangan Karena registry stroke ini pada tahun 2012,
pasien saat menjalani pengobatan kemudian pengadaan rTPA yang dapat memberikan
meregistrasikan kasusnya setelah ditangani. prognosis lebih baik dilakukan di setiap
Selain itu, pihak Kementerian Kesehatan rumah sakit. Oleh karena itu, registry
(Kemenkes) dapat menyelenggarakan berperan dalam menentukan tata laksana
program dengan data yang sudah ada. penyakit supaya prognosis lebih baik.
Program yang sudah dilaksanakan Dengan adanya registrasi, rekomendasi
sejak tahun 2011 ini dilatarbelakangi oleh tata laksana pasien serta penyediaan
Peraturan Menteri Kesehatan nomor sarana dan prasarana untuk memperbaiki
1144 tahun 2010 tentang Tata Organisasi prognosis dapat dilakukan. Selain itu, data
Kementerian Kesehatan. Permenkes juga dapat digunakan untuk kepentingan
tersebut menyebutkan bahwa salah penelitian yang mewakili data nasional.
satu badan organisasi Kemenkes adalah
Data registry di Indonesia saat ini
penelitian dan pengembangan dengan salah
memiliki tujuan untuk digunakan oleh
satu pusatnya adalah teknologi terapan dan
tenaga kesehatan dan Kemenkes dalam
epidemiologi klinik. INA registry berkaitan
menciptakan suatu program, belum
dengan pusat epidemiologi klinik tersebut.
bertujuan untuk dibaca oleh pasien. Di
Awalnya, pada tahun 2011, penyakit yang
luar negeri, pasien sudah dapat mengakses
diregistrasikan adalah stroke. Sejauh ini,
hasil data tersebut sehingga dapat mencari
daftar penyakit yang sudah terdaftar dalam
gejala penyakit dan menjadi waspada untuk
INA registry adalah stroke, tuberkulosis,
memeriksakan dirinya jika gejala tersebut
diabetes melitus, gagal jantung, hipertensi
muncul. Masyarakat dapat mengakses
pulmonar, kelainan bawaan, dan spondilitis
data dan memperoleh manfaat dari data
TB.
tersebut, tetapi tidak dapat memasukkan
Proses INA registry adalah setiap dokter data. Dengan demikian, data di luar negeri
memasukkan data kasus pasien masing- tersebut dapat digunakan oleh semua
masing setelah ditangani setiap hari melalui pihak, sedangkan di Indonesia belum dapat
internet dengan setiap kasus memiliki digunakan oleh semua pihak.
registry sendiri. Karena data di-input oleh
INA Registry adalah suatu bank data
pihak yang berbeda, kualitas hasil pun
yang berperan dalam registrasi suatu
berbeda.
penyakit. Program ini mengumpulkan data
Pencapaian program registry ini sudah untuk memantau perkembangan data medis
cukup baik. Akan tetapi, pencapaian pasien supaya data tidak berhenti hingga

Bab 20 : Registry Spondilitis TB 113


rekam medis saja. Dengan adanya registrasi, rekomendasi
tata laksana pasien serta penyediaan
Hal ini dilakukan supaya setiap data
sarana dan prasarana untuk memperbaiki
tidak berdiri sendiri yang menyulitkan
prognosis dapat dilakukan. Selain itu, data
melakukan analisis. Dengan adanya registry
juga dapat digunakan untuk kepentingan
ini, dokter dapat memantau perkembangan
penelitian yang mewakili data nasional.
pasien saat menjalani pengobatan kemudian
meregistrasikan kasusnya setelah ditangani. Data registry di Indonesia saat ini
Selain itu, pihak Kementerian Kesehatan memiliki tujuan untuk digunakan oleh
(Kemenkes) dapat menyelenggarakan tenaga kesehatan dan Kemenkes dalam
program dengan data yang sudah ada. menciptakan suatu program, belum
bertujuan untuk dibaca oleh pasien. Di
Program yang sudah dilaksanakan
luar negeri, pasien sudah dapat mengakses
sejak tahun 2011 ini dilatarbelakangi oleh
hasil data tersebut sehingga dapat mencari
Peraturan Menteri Kesehatan nomor
gejala penyakit dan menjadi waspada untuk
1144 tahun 2010 tentang Tata Organisasi
memeriksakan dirinya jika gejala tersebut
Kementerian Kesehatan. Permenkes
muncul. Masyarakat dapat mengakses
tersebut menyebutkan bahwa salah
data dan memperoleh manfaat dari data
satu badan organisasi Kemenkes adalah
tersebut, tetapi tidak dapat memasukkan
penelitian dan pengembangan dengan salah
data. Dengan demikian, data di luar negeri
satu pusatnya adalah teknologi terapan dan
tersebut dapat digunakan oleh semua
epidemiologi klinik. INA registry berkaitan
pihak, sedangkan di Indonesia belum dapat
dengan pusat epidemiologi klinik tersebut.
digunakan oleh semua pihak.
Awalnya, pada tahun 2011, penyakit yang
diregistrasikan adalah stroke. Sejauh ini, Proses mempertahankan sistem
daftar penyakit yang sudah terdaftar dalam tidak menemukan kendala berarti karena
INA registry adalah stroke, tuberkulosis, menggunakan layanan dengan spesifikasi
diabetes melitus, gagal jantung, hipertensi baik yang dapat diisi setiap hari selama 24
pulmonar, kelainan bawaan, dan spondilitis jam. Untuk rumah sakit yang ingin bekerja
TB. sama dapat mendaftar ke bagian penelitian
dan pengembangan.
Proses INA registry adalah setiap dokter
memasukkan data kasus pasien masing-
Kendala utama yang dihadapi adalah
masing setelah ditangani setiap hari melalui
sumber daya manusia yang memasukkan
internet dengan setiap kasus memiliki
data registrasi. Jika tidak ada SDM yang
registry sendiri. Karena data di-input oleh
memasukkan data, data tidak akan dapat
pihak yang berbeda, kualitas hasil pun
dikelola di pusat. Hal ini disebabkan tidak
berbeda.
semua rumah sakit terlibat dalam INA
Pencapaian program registry ini sudah registry. Saat ini, sudah ada 20 rumah
cukup baik. Akan tetapi, pencapaian sakit yang terlibat untuk kasus stroke dan
tergantung oleh kualitas input data setiap 30 rumah sakit yang terlibat untuk kasus
rumah sakit dan kerja sama dengan kelainan bawaan. Akan tetapi, diharapkan
perhimpunan profesi. Registrasi ini berperan terdapat minimal satu rumah pendidikan di
dalam rekomendasi tata laksana. Pada kasus Pulau Jawa dan Sumatera yang secara rutin
stroke yang diregistrasikan tahun 2012, mengirimkan data supaya kualitas data
terdapat pembahasan tata laksana stroke baik. Untuk ke depannya, dapat dilakukan
hemoragik dengan bedah dan tata laksana pengenalan, seminar atau simposium,
stroke iskemia dengan rTPA. Karena registry dan pelatihan nasional atau internasional
stroke ini pada tahun 2012, pengadaan mengenai registry ini oleh bagian penelitian
rTPA yang dapat memberikan prognosis dan pengembangan dengan menyampaikan
lebih baik dilakukan di setiap rumah sakit. hasil analisis data yang telah dikumpulkan
Oleh karena itu, registry berperan dalam yang dapat digunakan sebagai acuan tata
menentukan tata laksana penyakit supaya laksana suatu penyakit.
prognosis lebih baik.

114 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


20.2. CARA PENGUMPULAN DATA
20.1. REGISTRY SPONDILITIS TB
REGISTRY SPONDILITIS TB

Registry spondilitis tuberkulosis, Registry spondilitis tuberkulosis, sebagai


sebagai salah satu penyakit terbaru salah satu upaya pencatatan kasus, dilakukan
yang diregistrasikan sejak tahun 2016, dengan mengumpulkan data secara primer
merupakan upaya pengumpulan data (wawancara, observasi, pengukuran,
yang berperan untuk melakukan kegiatan dan pemeriksaan) dan sekunder (rekam
medis). Wawancara dilakukan dengan
suatu penelitian dalam memperoleh data
menggunakan kuesioner.
spondilitis TB secara akurat dan valid. Oleh
karena itu, diperlukan suatu metode untuk Akan tetapi, pengisian kuesioner
mengumpulkan data yang dapat berupa dengan metode wawancara memerlukan
wawancara, observasi, pengukuran, dan upaya untuk menjaga validitas dan
pemeriksaan. kualitas karena ditentukan oleh faktor
pewawancara, responden, kuesioner,
Registry spondilitis TB yang dan tempat wawancara. Oleh karena
memiliki jumlah enam kasus per bulan itu, perlu diperhatikan beberapa hal,
ini membandingkan data pasien yang antara lain penyampaian pertanyaan
mendapatkan tata laksana bedah dan dengan menggunakan bahasa yang
mudah dipahami, pewawancara mampu
nonbedah. Tujuan dari registry spondilitis
menggali lebih dalam jawaban responden,
TB, selain untuk kepentingan Kemenkes pewawancara mampu menempatkan dirinya
dalam pengumpulan data, juga berperan sesuai tingkat sosial pasien, pewawancara
untuk memberikan pelayanan terbaik pada menanyakan pertanyaan sensitif di akhir
pasien. Selain itu, tenaga kesehatan juga sesi supaya pasien tidak merasa malu di
dapat menggunakan data untuk penelitian tengah wawancara, dan pewawancara
dengan data yang mewakili skala nasional. memiliki kemampuan adaptasi.
Karena program ini membawa keuntungan
bagi banyak pihak, program ini memerlukan
komitmen dari semua pihak.
20.3. CARA PENGISIAN KUESIONER
Saat ini, registry spondilitis TB yang REGISTRY SPONDILITIS TB
awalnya diharapkan selesai pada 2 Mei
sudah melewati tahapan uji coba dan sedang
dalam tahap proses pencarian badan profesi Kuesioner harus diisi secara jelas dan
dan tenaga kesehatan, seperti peserta lengkap, boleh menggunakan pensil 2B
program pendidikan dokter spesialis yang untuk menghindari kesalahan penulisan dan
dapat bekerja sama untuk pelaksanaan data diisi dengan huruf balok. Pada beberapa
program registry tersebut karena petugas pertanyaan, pewawancara diperkenankan
penelitian dan pengembangan tidak dapat menggali jawaban.
ditempatkan di seluruh rumah sakit. Form
Kuesioner terdiri dari 13 sub pertanyaan,
yang berisi pertanyaan-pertanyaan tertutup
antara lain pengenalan tempat
sudah berada dalam tahap akhir dan sudah
pengumpulan data, identitas pengumpul
dimasukkan ke dalam sistem. Pertanyaan
data, status demografi, riwayat kebiasaan
diberikan dalam bentuk pilihan-pilihan
dan penyakit, riwayat penyakit saat ini,
dan hasil ditampilkan dalam bentuk tabel.
pemeriksaan fisis, pemeriksaan neurologi,
Registry spondilitis TB direncanakan akan
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
bekerja sama dengan perhimpunan ortopedi
mikrobiologi, pemeriksaan radiologi, terapi,
yang menangani kasus tulang belakang.
penatalaksanaan, dan hasil.

1. Pengenalan tempat
Terdiri dari nama rumah sakit, nomor
ID rumah sakit, nomor rekam medis,

Bab 20 : Registry Spondilitis TB 115


dan nomor kuesioner. Nama rumah 5. Riwayat penyakit saat ini
sakit merupakan tempat proses
Subpertanyaan ini menggali keluhan
registry dilakukan. Nomor rekam
responden saat ini dan sejak masuk
medis disesuaikan dengan aturan
rumah sakit. Pertanyaan yang
yang berlaku di rumah sakit tersebut.
digali, antara lain tentang tanggal
Nomor kuesioner dibuat sesuai urutan
masuk rumah sakit; riwayat nyeri
dengan empat digit (0001) disesuaikan
tulang belakang, sudah berapa lama
dengan pencatatan pada buku besar,
mengalami nyeri, dan kualitas nyeri;
dan nomor ID rumah sakit disesuaikan
adanya kelemahan anggota gerak
dengan rumah sakit masing-masing.
tubuh, bagian anggota gerak yang
2. Identitas pengumpul data mengalami kelemahan, dan kualitas
kelemahan; dan gangguan buang air
Terdiri dari nama lengkap pengumpul kecil (BAK) serta jenis gangguan BAK.
data, tanggal pengumpulan data,
6. Pemeriksaan fisis
tanda tangan pewawancara, nama
ketua tim, nomor telpon, dan tanggal Data pemeriksaan fisis dapat diperoleh
pemeriksaan form. dari rekam medis atau dilakukan
pemeriksaan secara langsung. Data
3. Demografi yang diharapkan, antara lain tanggal
Karakteristik demografi yang dicatat, dan jam pemeriksaan; berat badan,
antara lain nama pasien dengan inisial, tinggi badan duduk, tinggi badan
jenis kelamin, tanggal lahir, umur, duduk, tinggi badan berdiri, dan
alamat, nomor telpon atau handphone, status gizi (buruk <-3SD, kurang -3
pendidikan responden terakhir, dan SD sampai -2 SD, baik -2 SD sampai
pekerjaan. +2 SD, atau lebih >+2 SD); adanya
tonjolan tulang belakang (gibus), lokasi
4. Riwayat kebiasaan dan penyakit gibus, dan tinggi gibus terhadap iga;
adanya pembengkakan (abses) dan
Pada bagian ini, riwayat kebiasaan lokasi; adanya sinus (muara abses) dan
yang ingin digali adalah kebiasaan lokasinya; atrofi otot dan lokasinya;
berolahraga dan jenis olahraga; ukuran lingkar lengan; dan ukuran
kebiasaan merokok, sudah berapa lama lingkar paha.
merokok, dan jumlah konsumsi rokok
7. Pemeriksaan neurologi
per hari; dan kebiasaan mengonsumsi
alkohol serta jumlah alkohol yang Pada subpertanyaan ini, dilakukan
dikonsumsi (dalam cc). pemeriksaan refleks fisiologis dan
patologis. Data yang dicatat, antara
Sementara itu, riwayat penyakit
lain tanggal dan jam pemeriksaan
yang ingin digali, antara lain riwayat
fisis; status neurologis otonom, yaitu
batuk dan durasi batuk; penurunan
berkeringat; data neurologis fungsional
nafsu makan dan durasinya; riwayat
dengan frankel (A, B, C, D, dan E);
TBC paru pada keluarga atau kerabat
refleks fisiologis tendon achiles dan
serumah, siapa saja yang mengalami
patella (meningkat, normal, atau
riwayat TBC paru serumah, dan sejak
menurun); refleks patologis Babinski;
kapan; riwayat imunisasi BCG; riwayat
klonus; dan lokasi hipestesia.
menderita TBC, jenis TBC yang dialami,
sejak kapan menderita TBC, dan Tendon achiles diperiksa dengan
komplikasi TBC; obat-obatan yang fleksi tungkai lutut responden dan
dikonsumsi untuk TBC dan durasi dorsofleksi kaki. Kemudian ketuk
minum obat; dan adanya kelainan tendon achiles. Dinilai positif jika
tulang belakang, jenis kelainan, dan plantar fleksi dan kontraksi otot
tindakan yang dilakukan untuk tulang gastrocnemius. Tendon patella
belakang. diperiksa dengan kedua tungkai

116 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


tergantung bebas lalu mengetuknya. 11. Terapi
Dinilai positif jika ekstensi tungkai
Subkuesioner ini mencatat terapi yang
bawah dan kontraksi otot kuadrisep
didapat selama perawatan, antara lain
terjadi.
antibiotik dan obat antituberkulosis
8. Pemeriksaan laboratorium (OAT). Jika responden mendapat obat
lain, isilah di bagian “lain-lain” dengan
Data laboratorium yang dicatat, menuliskan jenis obat yang didapat.
antara lain tanggal dan pemeriksaan
laboratorium; darah perifer lengkap 12. Penatalaksanaan
(leukosit dan LED); fungsi liver (SGOT,
Subkuesioner ini mencatat jenis
SGPT, dan albumin); fungsi ginjal
tindakan atau penatalaksanaan yang
(ureum dan kreatinin); dan penanda
didapat responden. Penatalaksanaan
inflamasi (CRP).
yang ditanyakan antara lain, operasi,
9. Pemeriksaan mikrobiologi penggunaan implan, dan metode
operasi. Jika operasi tidak dilakukan,
Pada subkuesioner ini, dilakukan tanyakan alasan tidak dilakukan operasi
pemeriksaan terhadap sputum dan lesi. (indikasi operasi tidak ada, biaya, atau
Data yang dicari, antara lain tanggal takut dioperasi). Jangan lupa mencatat
dan jam pemeriksaan mikrobiologi; tanggal dan jam penatalaksanaan.
morfologis kuman dengan pewarnaan
basil tahan asam (BTA) pada sputum 13. Hasil
dan lesi); kultur dalam medium selektif
Subkuesioner ini merangkum
dan PCR (polymerase chain reaction)
subkuesioner lainnya. Bagian ini
MTB pada sputum dan lesi; dan
mencatat apakah pasien dirawat, lama
histopatologi lesi.
rawat (sejak pertama kali dirawat
11. Pemeriksaan radiologi di rumah sakit hingga dinyatakan
sembuh atau boleh pulang), dan hasil/
Pada registrasi spondilitis tuberkulosis, outcome (sembuh, pulang paksa, atau
pemeriksaan radiologi yang dilakukan, meninggal). Jika meninggal, catat
antara lain foto polos dengan X-ray penyebab meninggal. Selain itu, juga
tulang belakang dengan posisi mencatat diagnosis akhir (ICD-10).
anteroposterior (AP) dan lateral.
Keduanya menilai kelayakan baca
foto, struktur pedikel, kerusakan
korpus, serta abses dan lokasinya.
Dengan foto AP, dapat dinilai level
vertebra dan level apeks yang terlibat.
Sementara itu, pada foto lateral, dapat
dinilai tinggi vertebra, adanya gibus
dan derajat gibus, penyempitan kanal
dan lebar kanal, serta level saraf yang
terkena. Selain foto polos, dilakukan
pula pemeriksaan CT dan MRI. Jika
pemeriksaan MRI dapat dilakukan,
lakukan penilaian adanya penyempitan
kanal dan lebar kanal. Jika pemeriksaan
CT dapat dilakukan, lakukan penilaian
ukuran pedikel serta penyempitan
kanal dan lebar kanal. Jangan lupa
mencatat tanggal dan jam pemeriksaan
radiologi.

Bab 20 : Registry Spondilitis TB 117


BAB
21 Penerapan Klinis
TTSS di Rumah Sakit

Spondilitis TB adalah salah satu penyakit Kepala : Tidak ada kelainan


infeksi tuberkulosis yang bermanifestasi di Jantung : S I-II normal, tidak ada
tulang belakang. Terdapat sepuluh macam murmur maupun gallop
alternatif tata laksana pada spondilitis TB Paru : Vesikular, tidak ada
yang mencakup tata laksana umum berupa ronkhi maupun wheezing
obat antituberkulosis (OAT), penyokong Abdomen : Bising usus normal.
eksternal, dan pembedahan. Dalam bab ini, Extremitas : Extremitas hangat,
akan dibahas contoh kasus dari masing- CRT <2 detik
masing alternatif yang telah dijelaskan pada
Bab 13. Status Lokalis
Look : Tidak ada deformitas,
gibus, sinus, luka
21.1. ALTERNATIF 1: OBAT TB DAN terbuka, bekas luka
PENYOKONG EKSTERNAL Feel : Tidak ada nyeri tekan
maupun hipestesia
Kasus Move : Motorik terbatas akibat
nyeri
Tn. B, usia 88 tahun datang dengan keluhan
nyeri punggung sejak 4 bulan sebelum Pemeriksaan Penunjang
masuk rumah sakit. Nyeri tumpul dan tidak
menjalar ke tungkai bawah. Nyeri terutama
dirasakan saat beraktivitas. Keluhan
dirasakan semakin memberat hingga tidak
bisa bergerak 1 bulan terakhir akibat nyeri.
Terdapat penurunan berat badan dan
keringat malam. Anak pasien mengalami TB
paru pada 2 tahun lalu dan sudah berobat
dan dikatakan sembuh. Pasien kemudian
berobat ke puskesmas dan dirujuk ke RSU
setempat.

Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Frekuensi nadi : 100x/menit
Frekuensi napas : 20x/menit
Suhu : 36,3˚C
BB : 36kg (BMI: 15)
Mata : Konjungtiva tidak pucat. Gambar 21.1. Hasil foto polos AP dan lateral
Sklera tidak ikterik

118 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


Daftar Masalah pasien dan mengurangi nyeri.

• Infeksi Kasus
• Lesi multipel
• Sosioekonomi Seorang anak laki-laki 4 tahun datang dengan
keluhan nyeri punggung sejak 7 bulan
Diagnosis sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan
terutama saat membungkuk, dan semakin
Spondilitis TB T11-12 memberat terutama sebulan sebelum
Tata Laksana masuk rumah sakit. Pasien kemudian
berobat dan didiagnosis infeksi TB di dokter
• OAT dan perbaikan gizi buruk paru dan diberikan obat antituberkulosis
• Bedah: dekompresi dan stabilisasi selama 1 bulan. Pasien sebelumnya telah
posterior (pasien menolak) diberi tindakan debridement posterior dan
• Penyokong eksternal imobilisasi dengan body jacket. Nyeri saat
aktivitas sudah berkurang. Saat ini, pasien
Pembahasan mengeluhkan body jacket yang longgar.

Pasien laki-laki usia 88 tahun, datang Pemeriksaan Fisik


dengan keluhan nyeri punggung sejak 4
bulan lalu yang memberat 1 bulan lalu. Status Generalis
Pada pemeriksan didapatkan gizi buruk Tekanan darah : 110/70 mmHg
(BMI: 15), dan tidak terlihat adanya Frekuensi nadi : 86x /min,
deformitas. Pada pemeriksaan penunjang Frekuensi napas : 18x/min
didapatkan destruksi end-plate T11-T12 Mata : Konjungtiva tidak pucat.
dan pemendekan diskus T10-11. Pasien Sklera tidak ikterik
direncanakan untuk dilakukan dekompresi Kepala : Tidak ada kelainan
untuk mengurangi nyeri dan stabilisasi Jantung : S I-II normal, tidak ada
posterior, tetapi pasien menolak. Pasien murmur maupun gallop
kemudian ditatalaksana dengan OAT dan Paru : Vesikular, tidak ada
penyokong eksternal berupa Jewett brace. ronkhi maupun wheezing
Pasien juga memiliki gizi buruk yang harus Abdomen : Bising usus normal.
ditatalaksana dengan support gizi adekuat. Extremitas : Extremitas hangat,
CRT <2 detik

21.2. ALTERNATIF 2: PASIEN Status Lokalis


DITATALAKSANA DENGAN Look : Terdapat gibus.
DEBRIDEMEN DAN EVAKUASI ABSES Tidak ada deformitas
dan sinus.
Feel : Terdapat nyeri tekan
Alternatif 2 dilindikasikan pada pasien setinggi L1-L2. Terdapat
dengan tulang belakang yang stabil, dengan spasme otot (+)
masalah back pain, abses paravertebral Move : Terbatas akibat nyeri
(anterior atau posterior), dan sinus. Nyeri
adalah masalah utama pada pasien. Pasien
diberikan tindakan debridement dan Tabel 21.1. Skor movement pada pasien
evakuasi abses. Tindakan dapat diberikan MOVEMENT RIGHT LEFT
melalui anterior maupun posterior, yang
L2 5 5
paling dekat dengan kulit. Pada spondilitis
yang dapat dipalpasi dari kulit, maka L3 5 5
prosedur yang dilakukan evakuasi abses dan L4 5 5
debridement. Imobilisasi eksternal tidak L5 5 5
selalu dilakukan. Namun, dapat diberikan
S1 5 5
untuk memberikan rasa nyaman pada

Bab 21 : Penerapan Klinis TTSS di Rumah Sakit 119


Gambar 21.2. Foto klinis
Gambar 21.4. Hasil foto polos AP dan lateral

Pemeriksaan Radiologis • Hilangnya lordosis lumbal


• Destruksi tulang segmen L4-L5
• Kerusakan inferior end-plate L4 dan
anterior end-plate L5
• Diskus L4-L5 yang menyempit

Daftar Masalah
• Spondilitis TB pada L4-5
• Lesi multipel
• Nyeri
• Sosioekonomi
• Psychogenic

Diagnosis
• Spondilitis TB pada L4-5
• Post-debridement posterior

Tata Laksana
• OAT
• Tirah baring
• Pemasangan body jacket

Pembahasan

Pasien anak laki-laki usia 4 tahun


mengalami kerusakan korpus vertebra
pada inferior end-plate L4 dan anterior
Gambar 21.3. Hasil MRI
end-plate L5. Pasien tidak mengalami
gangguan neurologis. Pasien mengeluhkan
Dari pemeriksaan MRI, ditemukan hal-hal adanya nyeri pada panggung sehingga
sebagai berikut: perlu dilakukan debridement pada bagian

120 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


Gambar 21.5. Aplikasi body jacket

Gambar 21.6. Evaluasi terapi OAT

lumbal melalui pendekatakan posterior.


Tidak diperlukan stabilisasi internal karena 21.3. ALTERNATIF 3:
korpus tidak mengalami fraktur. Pasien HONGKONG METHOD
masih anak-anak sehingga dilakukan
imobilisasi eksternal dengan body jacket
Hongkong method adalah suatu metode
untuk mengurangi nyeri dan mempercepat
debridemen dan diberikan support internal
penyembuhan. Body jacket kemudian
dari anterior. Hongkong method dilakukan
direvisi untuk menyesuaikan dengan
pada pasien dengan kerusakan korpus
pertumbuhan pasien dan meningkatkan
vertebra anterior, dengan daerah posterior
kenyamanan pasien.
yang masih intak. Pasien bisa dalam kondisi

Bab 21 : Penerapan Klinis TTSS di Rumah Sakit 121


tetraparesis atau tanpa gangguan neurologis. Feel : Tidak ada nyeri tekan
Classic Hongkong method dilakukan oleh maupun hipestesia
ortopedi di Hongkong yang melakukan Move : Lihat Tabel 22.1.
pendekatan anterior, lalu debridement dan
korpektomi anterior. Setelah itu, untuk Tabel 21.2. Skor movement pada pasien
menstabilkan korpus anterior, dipasang MOVEMENT RIGHT LEFT
stood graft yang dapat diambil dari tulang
L2 5 5
iga atau tulang fibula. Prosedur ini telah
dimodifikasi dengan memasang anterior L3 5 5
cage. Setelah operasi, pasien menggunakan L4 5 5
orthoses collar neck untuk imobilisasi L5 5 5
eksterna.
S1 5 5
Kasus
Seorang anak laki-laki berusia 4 tahun, sejak
1 tahun yang lalu orang tua anak tersebut
menyadari adanya benjolan berukuran
1 x 1 cm2 di punggung anak tersebut. Saat
itu pasien tidak mengeluh, tetapi ketika
benjolan semakin besar, pasien mulai
merasakan sakit saat duduk dan berdiri.
Pasien kemudian berobat ke RSCM. Tidak
Ditemukan riwayat trauma dan anomali
kongenital lainnya. Pasien lalu dilakukan
pemberian terapi OAT dan tindakan operasi
berupa tindakan dekompresi dan stabilisasi
posterior, koreksi deformitas dan aplikasi
body jacket.

Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Frekuensi nadi : 100x /m
Frekuensi Napas : 20x /m
Suhu : 36,3˚C
BB : 10kg
Mata : Konjungtiva tidak pucat.
Sklera tidak ikterik
Kepala : Tidak ada kelainan
Jantung : S I-II normal , Tidak ada
murmur maupun gallop
Paru : Vesikular, Tidak ada
ronkhi maupun wheezing
Abdomen : Bising usus normal.
Extremitas : Extremitas hangat,
CRT <2 detik
Status Lokalis
Look : Terdapat deformitas
hiperkifosis dan gibus,
tidak ada sinus, luka
terbuka, bekas luka
Gambar 21.7. Foto klinis pasien

122 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


Gambar 21.8. Pemeriksaan radiologis (proximal level : Th III-V; distal level : Th XI-L1)

Bab 21 : Penerapan Klinis TTSS di Rumah Sakit 123


Daftar Masalah • Post Decompression
• Post Posterior Stabilization
• Lesi multipel (Alternatif 6)
• Cold abscess
• Deformitas Tata Laksana Lanjutan
• Kifosis yang bersifat progresif
• Sosioekonomi • Debridement
• Anterior Stabilization
Diagnosis
• Spondilitis TB Vth VI- XI with Kyphotic
Deformity

Gambar 21.9. Aplikasi debridement dan anterior stabilization

124 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


Pembahasan makan yang semakin menurun, dan aktivitas
yang semakin berkurang dengan kelemahan
Pasien ini adalah anak-anak dengan pada tungkai. Pasien disarankan oleh dokter
gibus berisi abses pada posisi lateral dan bedah di poliklinik dekat rumahnya untuk
posterior. Pada tatalaksana pertama pasien menggunakan brace dan dirujuk ke RSCM.
dilakukan alternatif 7 berupa pemberian
OAT serta dilakukan tindakan operasi Pemeriksaan Fisik
dengan pendekatan posterior ke arah
• Bengkak di daerah punggung
anterior dan dilakukan debridemen,
• Tidak kuat berdiri >2 menit
dekompresi posterior dengan pemasangan
• Berjalan dipapah
pedicle screw, koreksi, stabilisasi dan fusi
• Tidak ada gibus
posterolateral. Kekurangan pendekatan
• Terdapat bekas abses di lipatan gluteal
posterior ini adalah kurang adekuat untuk
• Pasien sudah menggunakan brace
mencapai daerah anterior, sehingga harus
• Tidak ada deformitas kifosis
diperhitungkan secara matang dengan
memetakan lokasi abses dan instabilitas. Pemeriksaan Radiologi
Pada tatalaksana kedua dilakukan Foto polos menunjukkan:
alternatif 3 yaitu modifikasi Hongkong • Destruksi lamina dan prosesus spinosus
Method berupa tindakan operasi dengan di daerah posterior yang tampak jelas
metode debridemen, korpektomi di proyeksi lateral.
dan support internal dari anterior. • Lesi dan pemendekkan segmen
Alternatif 3 dipilih berdasarkan vertebra T12 di proyeksi AP
permasalahan pasien berupa adanya lesi
multipel, abses dingin, deformitas dan MRI menunjukkan:
kifosis yang bersifat progresif. Untuk • Lesi anterior dengan gambaran seperti
menstabilkan korpus anterior, dipasang halo yang diduga abses pada T11, T12,
anterior cage atau penyangga berbahan L1, dan sedikit menyebrang L2
titanium untuk menyangga tulang belakang. • Penekanan di daerah anterior, dengan
Setelah operasi pasien diberikan support debris tampak memasuki kanal setinggi
eksternal. T12

Daftar Masalah
21.4. ALTERNATIF 4: METODE
ANTERIOR DAN POSTERIOR • Spondilitis TB T11-L2
• Kifosis 22⁰
• Instabilitas
Pasien diberikan OAT sesuai regimen
ekstraparu dan diberikan tindakan bedah. Diagnosis
Pendekatan ini dilakukan pada pasien Spondilitis TB T11-L2 dengan kifosis
dengan instabilitas tulang belakang. Metode
ini dapat dilakukan baik untuk pada TB
Tata Laksana
spinal di servikal, torakal, maupun lumbal.
Metode ini menggabungkan modifikasi • OAT
Hongkong method dan tindakan dari bagian • Kombinasi pendekatan anterior-
posterior. posterior
• Hongkong method
Kasus • Stabilisasi

Wanita 76 tahun datang dengan keluhan


nyeri punggung tidak menjalar. Pasien
sudah minum OAT. Pasien menderita TB
paru kronik. Sebelum datang ke RS, pasien
merasa nyeri punggung yang hebat, nafsu

Bab 21 : Penerapan Klinis TTSS di Rumah Sakit 125


Gambar 21.10. Pencitraan intaoperasi dan pasca operasi

Pembahasan 21.5. ALTERNATIF 5: METODE


ANTERIOR DAN POSTERIOR
Pasien dengan infeksi TB aktif diberikan OAT
dan tindakan bedah. Pendekatan alternatif
IV ini dipilih pada pasien dengan instabilitas Alternatif V bisa dilakukan pada pasien
tulang belakang. Kombinasi pendekatan dengan TB spinal di servikal, torakal,
anterior-posterior ini menggabungkan maupun lumbal. Alternatif V merupakan
modifikasi Hongkong method dan tindakan kelanjutan dari alternatif IV. Pada alternatif
dari bagian posterior berupa penguatan IV belum dirperlukan tidakan koreksi.
tulang dengan pedicle and screw. Hongkong Pasien pada alternatif V sudah terjadi
method dilakukan untuk membersihkan deformitas berupa kifosis atau gibus,
debris dari anterior, penutupan defek, dan sehingga dibutuhkan upaya koreksi selain
pemasangan graft tulang dan pendekatan pendekatan anterior dan posterior. Pasien
posterior bertujuan untuk stabilisasi tulang. juga diberikan OAT sesuai regimen ekstra
pulmonal.

126 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


Narasi Kasus Paru : Vesikular, tidak ada ronkhi
maupun wheezing
Tn. DH, laki-laki, 19 tahun, datang dengan Abdomen : Bising usus normal.
keluhan nyeri pada leher sejak 1 tahun Extremitas : Extremitas hangat,
sebelum masuk rumah sakit. 1 tahun CRT <2 detik
sebelum masuk rumah sakit, terdapat nyeri
leher, pasien masih bisa melakukan aktivitas Status Generalis
seperti biasa, dan nyeri hilang dengan
pemijatan. 7 bulan sebelum masuk rumah Look : Tidak ada deformitas, gibus,
sakit, pasien merasa nyeri memberat hingga maupun sinus.
pasien tidak bisa menggerakkan kepala ke Feel : Terdapat nyeri tekan pada
arah kiri. Nyeri tidak menjalar. Kedua lengan daerah servikal, VAS 4-5.
dan tungkai masih berfungsi normal. Nyeri Tidak ada spasme otot,
berkurang dengan antinyeri dan suplemen atau step-off
saraf serta fisioterapi di neurologis. 5 bulan Move : ROM terbatas akibat nyeri
sebelum masuk rumah sakit, pasien berobat
ke neurologis dan didiagnosis infeksi
tulang belakang berdasarkan pemeriksaan Status Neurologis
radiologis. Pasien dirujuk ke RSCM. Pasien Tabel 21.3. Hasil pemeriksaan neurologis pada pasien
berobat ke RSCM 3 bulan lalu, ketika pasien RIGHT LEFT
tidak bisa berjalan dan hanya bisa tirah
baring. Pasien didiagnosis infeksi TB pada C5 5 5
vertebra servikal. C6 5 5
C7 5 5
C8 5 5
T1 5 5

RIGHT LEFT
C5 2 2
C6 2 2
C7 2 2
C8 2 2
T1 2 2

Pemeriksaan Radiologi
Terdapat:
Gambar 21.11. Foto klinis
• Kifosis
Pemeriksaan Fisik • Destruksi vertebra segmen C1-2
• Destruksi end-plate C1-C2
Status Generalis • Terdapat pembengkakan
Compos mentis
Daftar Masalah
Tekanan darah : 120/80 mmHg,
Frekuensi nadi : 84x /min • Nyeri leher akibat spondilitis TB
Frekuensi napas : 20x/min C2-7 T1
Mata : Konjungtiva tidak pucat. • Instabilitas
Sklera tidak ikterik • Nyeri
Kepala : Tidak ada kelainan • Infeksi
Jantung : S I-II normal , tidak ada • Abses
murmur maupun gallop • Defisit neurologis

Bab 21 : Penerapan Klinis TTSS di Rumah Sakit 127


Diagnosis
Spondilitis TB C2-C7 T1

Gambar 21.12. Hasil pemeriksaan radiologis

Tata Laksana (Alternatif 5) • Pasien diberi tindakan anterior


debridement dan stabilisasi
• OAT posterior.
• Bedah (Gambar 22.13): • Pasien diberikan orthosis
• Debridement anterior dari oral dan (penyangga eksternal) dengan
mengangkat cold abcess, mereposisi Philadelphia cervical collar, dan
pasien untuk mengekspos bagian tirah baring.
oksipital.
• Implant pada oksipital, C2, C4, C5,
T2, dan T3 serta graft tulang.

128 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


Gambar 21.13. Prosedur pembedahan

Pembahasan Bila abses di lateral atau lateral dan


posterior, pendekatan posterior dapat
Pasien usia 19 tahun didiagnosis spondilitis dipertimbangkan.
TB pada C2-C7 dan T1. Pada pasien terdapat
fraktur pada destruksi vertebrae pada Umumnya pendekatan ini umumnya
C1-2, end-plate C1-2 dengan kifosis. dilakukan pada daerah torakal, tetapi
Pasien diberi tatalaksana OAT regimen dapat dilakukan juga pada servikal dan
ekstraparu. Tata laksana bedah dilakukan lumbal. Pasien juga tidak mengalami kifosis,
dengan debridement anterior dari oral dan sehingga tidak diperlukan koreksi tulang
mengangkat cold abcess. Pasien juga diberi belakang.
implant pada oksipital, C2, C4, C5, T2, dan
T3 serta graft tulang untuk stabilisasi dan Kasus
koreksi. Karena keadaan pasien, dilakukan
pula tindakan anterior debridement dan Ny. R, Perempuan, 32 tahun, datang dengan
stabilisasi posterior. Pasca operasi pasien keluhan kelemahan pada empat ekstremitas
diberikan orthosis dengan Philadelphia sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit.
cervical collar dan tirah baring. Pasien mengeluhkan baal dan kelemahan
ringan pada kedua lengan dan tungkai
bawah. Pasien masih bisa berjalan dan
21.6. ALTERNATIF 6: diberi pengobatan alternatif berupa pijat
PENDEKATAN POSTERIOR tradisional. 3 bulan sebelum masuk rumah
sakit, kelemahan pada tungkai bawah
Pada alternatif VI, pasien diberi terapi semakin memburuk, pasien tidak lagi bisa
OAT dan terapi bedah melalui pendekatan berjalan. Riwayat batuk lama, keringat
posterior. Alternatif ini diindikasikan untuk malam, atau demam disangkal. Pasien
pasien dengan korpus anterior yang stabil, mengalami penurunan berat badan 7kg
tetapi daerah posterior tidak stabil atau abses dalam 4 bulan terakhir. Pasien kemudian
yang dapat dicapai dari posterior. Evakuasi datang ke rumah sakit dan dirujuk ke RSCM.
abses atau debridement dapat dilakukan Pasien mendapat terapi OAT sejak 2 bulan
dari daerah posterior ke arah anterior dan lalu.
dilakukan dekompresi posterior dengan Pemeriksaan Fisik
pedicle screw, debridement, dan fusi
posterolateral. Kekurangan pendekatan Status Generalis
posterior ini adalah kurang adekuat untuk Compos mentis
mencapai daerah anterior, sehingga harus Tekanan darah : 120/80 mmHg,
diperhitungkan secara matang dengan Frekuensi nadi : 84x /min
memetakan lokasi abses dan instabilitas. Frekuensi napas : 20x/min

Bab 21 : Penerapan Klinis TTSS di Rumah Sakit 129


Mata : Konjungtiva tidak pucat.
sklera tidak ikterik
Kepala : Tidak ada kelainan
Jantung : S I-II normal , tidak ada
murmur maupun gallop
Paru : Vesikular, tidak ada ronkhi
maupun wheezing
Abdomen : Bising usus normal.
Ekatremitas : Ekstremitas hangat,
CRT <2 detik

Status Lokalis
Look : Tidak ada deformitas, gibus,
Gambar 21.14. Foto klinis
maupun sinus.
Feel : Terdapat nyeri tekan pada
daerah servikal, VAS 4-5.
Tidak ada spasme otot,
atau step-off
Move : ROM terbatas akibat nyeri

Tabel 21.4. Hasil pemeriksaan neurologis pada pasien

RIGHT LEFT
C5 4 4
C6 4 4
C7 3 3
C8 3 3
T1 3 3

RIGHT LEFT
C5 2 2
C6 2 2
C7 1 1
C8 1 1
T1 1 1

RIGHT LEFT
L2 3 3
L3 4 4
L4 3 3
L5 3 3
S1 3 3

RIGHT LEFT
L2 1 1
L3 1 1
L4 1 1
L5 1 1
S1 1 1 Gambar 21.15. Hasil pemeriksaan radiologi

130 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


Gambar 21.16. Hasil pemeriksaan radiologi

Daftar Masalah Diagnosis


• Tetraparese ec spondilitis TB C6-T1 • Spondilitis TB C6-T1 dengan
• Instabilitas komplikasi tetraparesis
• Nyeri Tata Laksana
• Deformitas
• Fraktur patologis • OAT
• Defisit neurologis • Orthosis (TLSO)
• Sosioekonomi • Bedrest
• Operasi: posterior instrumentation,
debridement, correction (Alternatif 6)

Gambar 21.17. Prosedur pembedahan

Gambar 21.18. Instrumentasi pada pasien

Bab 21 : Penerapan Klinis TTSS di Rumah Sakit 131


Pembahasan Lumbal 4. Pasien telah menjalani operasi
dekompresi dan stabilisasi posterior pada
Pada kasus ini, pasien mengalami 1 bulan sebelumnya. Pasien direncanakan
tetraparesis akibat spondilitis TB pada untuk bone grafting.
C6-T1. Dari pemeriksaan penunjang,
diketahui pasien memiliki korpus anterior Sebelum operasi pertama, pasien
yang stabil tetapi daerah posterior tidak mengeluhkan nyeri punggung dan
stabil atau abses yang dapat dicapai dari melakukan tirah baring. Pasien juga sulit
posterior. Debridement dapat dilakukan menggerakkan kedua kakinya. Setelah
dari daerah posterior ke arah anterior dan operasi pertama, pasien tidak mengeluhkan
dilakukan dekompresi posterior dengan nyeri, kesemutan, baal, dan tidak ada
pedicle screw. Bone insertion juga dilakukan gangguan mikturisi atau defekasi.
untuk mengganti struktur tulang belakang
yang fraktur. Pada pasien juga dilakukan Pemeriksaan Fisik
laminektomi untuk dekompresi dan fusi
Status Generalis
posterolateral. Pasien tidak mengalami
kifosis sehingga tidak dibutuhkan koreksi. Compos mentis
Dapat disimpulkan alternatif VI adalah tata Tekanan darah : 120/80 mmHg,
laksana yang tepat. Frekuensi nadi : 84x/min
Frekuensi napas : 20x/min
Mata : Konjungtiva tidak pucat.
21.7. ALTERNATIF 7: PENDEKATAN sklera tidak ikterik
POSTERIOR DENGAN KOREKSI Kepala : Tidak ada kelainan
TULANG BELAKANG Jantung : S I-II normal , tidak ada
murmur maupun gallop
Alternatif VII merupakan alternatif IV Paru : Vesikular, tidak ada
dengan koreksi tulang belakang. Pada ronkhi maupun
pasien dapat deformitas berupa kifosis atau wheezing
gibus. Pasien dengan abses lateral yang Abdomen : Bising usus normal.
mengalami kifosis tulang belakang harus Extremitas : Extremitas hangat, CRT
ditatalaksana dengan alternatif VII. Pasien <2 detik
dengan kifosis atau gibus, membutuhkan
upaya koreksi selain pendekatan posterior. Status Lokalis
Instrumentasi dan koreksi harus dilihat
Look : Tidak ada deformitas,
sesuai keadaan pasien. Misalnya pasien
gibus, maupun sinus.
yang diberikan tindakan rods and screw
Feel : Terdapat luka operasi di
corrective manipulation (RSCM), operator
bagian lumbal. Tidak
tidak perlu melakukan penghancuran
ada spasme otot atau
daerah posterior seperti lamnektomi,
step-off
korpektomi, osteotomi, dekompresi,
Move : ROM terbatas akibat
atau costrostranverseektomi atau tidakan
nyeri (pada fleksi dan
lainnya. Namun, pada kondisi tertentu
ekstensi)
pasien juga memerlukan penghancuran
daerah posterior untuk koreksi deformitas. Pada pemeriksaan neurologi, tidak
Pendekatan ini umumnya dilakukan ditemukan gangguan motorik, sensorik,
pada TB spinal di bagian lumbal. Pasien atau otonom.
juga diberikan OAT sesuai regimen ekstra
pulmonal. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dalam batas
Kasus I normal. Pemeriksaan X-ray pre-operasi
pertama menunjukkan:
Perempuan 48 tahun datang dengan rencana
untuk operasi kedua. Pasien sebelumnya • Lumbal lurus
didiagnosis dengan fraktur kompresi • Destruksi segmen L4

132 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


• Terdapat sklerosis end-plate L4 Pembahasan
• Terdapat pemendekan diskus vertebra
pada L4-L5 dan L5-S1 Pasien didiagnosis spondilitis TB dengan
destruksi segmen L4, terdapat sclerosis
MRI preoperasi didapatkan:
end-plate L4, terdapat pemendekan diskus
• Destruksi segmen vertebra L4 vertebrae pada L4-L5 dan L5-S1. Pada tata
• Bulging diskus L4-L5, L5-S1 laksana pertama pasien dilakukan alternatif
• Discus darkening pada L4-5, L5-S1 7 berupa pemberian OAT serta dilakukan
tindakan operasi dengan pendekatan
Diagnosis posterior ke arah anterior dan dilakukan
debridement, dekompresi posterior dengan
• Spondilitis TB L4-L5
pemasangan pedicle screw, koreksi,
• Pasca dekompresi dan stabilisasi
stabilisasi dan fusi posterolateral.
posterior (Alternatif 7)
Pada tatalaksana kedua dilakukan
Tata Laksana alternatif 3 yaitu modifikasi Hongkong
Method berupa tindakan operasi dengan
• Debridement, korpektomi, dan
metode debridement, korpektomi dan
fusi anterior L4 dengan mesh cage.
support internal dari anterior. Alternatif 3
(Alternatif 3)
dipilih berdasarkan permasalahan pasien
berupa adanya lesi multipel, abses dingin,
dan kifosis. Untuk menstabilkan korpus
anterior, dipasang anterior cage.

Gambar 21.19. Hasil pemeriksaan radiologi dan instrumentasi pada pasien

Bab 21 : Penerapan Klinis TTSS di Rumah Sakit 133


Kasus II Pemeriksaan Fisik
Perempuan 66 tahun datang dengan keluhan Status Generalis
utama nyeri punggung sejak 6 bulan sebelum
Compos mentis
masuk rumah sakit. Enam bulan sebelum
Tekanan darah : 120/80 mmHg
masuk rumah sakit, pasien mengeluh nyeri
Frekuensi nadi : 84x /min
punggung tumpul, tidak menjalar, dan
hilang timbul. Pasien hanya minum obat Frekuensi napas : 20x/min
pereda nyeri dan tidak berobat lebih lanjut. Mata : Konjungtiva tidak pucat.
1 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien Sklera tidak ikterik
mulai merasakan nyeri punggung yang tidak Kepala : Tidak ada kelainan
tertahankan hingga tidak bisa berjalan. Jantung : S I-II normal , tidak ada
Pasien hanya bisa berbaring pada saat itu. murmur maupun gallop
Pasien tidak merasakan baal, kesemutan, Paru : Vesikular, Tidak ada
maupun kelemahan pada tungkai bawah. ronkhi maupun
Tidak ada keluhan pada berkemih maupun wheezing
buang air besar. Terdapat penurunan berat Abdomen : Bising usus normal.
badan sebanyak 6kg selama 3 bulan. Keluhan Extremitas : Extremitas hangat, CRT
batuk, keringat malam, dan sesak napas <2 detik
disangkal. Pasien berobat ke rumah sakit,
bertemu dengan dokter spesialis ortopedi, Status Generalis
didiagnosis dengan TB tulang belakang. Look : Terdapat kifosis dan
Pasien sudah konsumsi OAT selama 3 gibus. tidak ada sinus.
minggu. Pasien dirujuk ke rumah sakit pusat Feel : Terdapat nyeri tekan,
untuk diterapi lebih lanjut. VAS 4-5. Tidak ada
spasme otot atau step-off
Move : ROM terbatas akibat
nyeri

Tabel 21.5. Hasil pemeriksaan neurologis pada pasien

RIGHT LEFT
L2 5 5
L3 5 5
L4 5 5
L5 5 5
S1 5 5

RIGHT LEFT
L2 2 2
L3 2 2
L4 2 2

Gambar 21.20. Foto klinis L5 2 2


S1 2 2

134 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


Gambar 21.21. Hasil pemeriksaan radiologi

Daftar Masalah Tata Laksana


• Spondilitis TB T8-9 dengan kifosis • Pemberian OAT dan terapi gizi.
• Nyeri • Tindakan dekompresi dengan insersi
• Deformitas kifosis pedicle screw, debridement, stabilisasi
• Infeksi posterior, transpendcular biopsy,
• Instabilitas fusi posterolateral, dan koreksi.
• Psikogenik (Alternatif 7)
• Sosioekonomi
Pasien kemudian dilakukan X-ray
post operasi dan didapatkan penurunan
Diagnosis
derajat kifosis regional menjadi 9o dan
Spondilitis TB T 8-9 dengan kifosis kifosis lokal menjadi 10o.

Bab 21 : Penerapan Klinis TTSS di Rumah Sakit 135


Gambar 21.22. Prosedur pembedahan dan instrumentasi

Pembahasan masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan


nyeri punggung ringan, persisten, dan tidak
Pasien didiagnosis spondilitis TB dengan ada penjalaran. Pasien tidak berobat saat
cold abscess anterior. Tatalaksana pasien itu karena masih bisa beraktivitas seperti
dilakukan alternatif 7 berupa pemberian biasa. Nyeri mulai dirasakan memberat
OAT serta dilakukan tindakan operasi pada 4 bulan sebelum masuk rumah sakit.
dengan pendekatan posterior ke arah Nyeri dirasakan menjalar ke kedua sisi
anterior dan dilakukan insersi pedicle tungkai. Pasien kemudian berobat dan
screw, debridement, stabilisasi posterior, dikatakan terjangkit tuberkulosis. Pada 3
transpendcular biopsy, fusi posterolateral, bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien
dan koreksi. Biopsi dilakukan untuk merasakan kesulitan berjalan akibat nyeri.
menyingkirikan diagnosis banding berupa Pasien, kemudian dibawa ke RSCM untuk
keganasan, berdasarkan usia pasien dan pengobatan lebih lanjut.
luasnya lesi. Koreksi kifosis juga dilakukan
untuk mengembalikan postur pada pasien. Pemeriksaan Fisik
Kasus III Status Generalis
Ny. A, 45 tahun datang dengan keluhan nyeri Compos mentis
punggung sejak 4 bulan sebelum masuk Tekanan darah : 110/80 mmHg
rumah sakit. Sebelumnya 6 tahun sebelum Frekuensi nadi : 90x /min

136 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


Frekuensi napas : 18x/min Move : ROM terbatas akibat
Mata : Konjungtiva tidak pucat. nyeri (pada fleksi dan
sklera tidak ikterik ekstensi)
Kepala : Tidak ada kelainan
Jantung : S I-II normal, tidak ada Pemeriksaan Penunjang
murmur maupun gallop
Dari pemeriksaan X-ray didapatkan:
Paru : Vesikular, tidak ada
• Kifosis tanpa lithesis
ronkhi maupun wheezing
• Destruksi corpus vertebra T11-12 dan
Abdomen : Bising usus normal.
L1-2
Extremitas : Extremitas hangat,
• Destruksi end-plate T11-12 dan L1-2
CRT <2 detik
• Terdapat pemendekkan diskus
Status Lokalis
intervertebra
Look : Terdapat kifosis dan
gibus. Tidak ada sinus. Daftar Masalah
Feel : Terdapat nyeri tekan
VAS 4. Tidak ada spasme • Nyeri
otot, atau step-off • Fraktur patologis
• Kurangnya nutrisi
Tabel 21.6. Hasil pemeriksaan neurologis pada pasien
• Deformitas kifosis
RIGHT LEFT • Cold abcess.
L2 2 2
Diagnosis
L3 2 2
L4 2 2 Spondilitis TB T11-12 dan L1-2 dengan
L5 2 2 komplikasi paraparesis.
S1 2 2

RIGHT LEFT
Th11 1 1
Th12 1 1
L1 1 1
L2 1 1
L3 1 1
L4 1 1
L5 1 1
S1 1 1 Gambar 21.23. Foto klinis

Gambar 21.24 Hasil pemeriksaan radiologi

Bab 21 : Penerapan Klinis TTSS di Rumah Sakit 137


Tata Laksana Alternatif ini dahulu sering dilakukan
karena alat monitor saraf masih jarang
• OAT digunakan sehingga pemanjangan tulang
• Tindakan: dekompresi, debridement, belakang ditakutkan dapat mengganggu
stabilitas posterior, koreksi deformitas medulla spinalis. Konsekuensinya adalah
dan biopsi. terjadi pemendekan tulang. Selain itu
laminektomi, kostotransversektomi, dan
lain sebagainya dapat dilakukan untuk
membantu koreksi.

Kasus I
Tn. IR, Laki-laki 20 tahun, datang dengan
keluhan nyeri punggung sejak 1 tahun lalu.
Pasien merasa nyeri punggung sejak 1 tahun
lalu. Riwayat trauma disangkal. Selain
itu, terdapat keluhan demam dan nyeri
Gambar 21.25. Prosedur pembedahan
pada malam hari. Pasien juga merasakan
ada benjolan pada punggung sejak 11
bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien
Pembahasan tidak bisa berjalan akibat nyeri. Pasien
tidak ada keluhan mikturisi, tetapi harus
Pasien didiagnosis dengan spondilitis menggunakan laksatif untuk membantu
TB T11-12 dan L1-2 dengan komplikasi defekasi.
paraparesis. Pasien diberi tatalaksana berupa
OAT dan bedah. Bedah yang diberikan Pasien datang ke RSUD kuningan,
adalah dekompresi dan debridement melakukan X-ray kemudian diddiagnosis
dengan pendekatan posterior. Koreksi TB Paru. Pasien kemudian mulai minum obat
deformitas dilakukan dengan corrective TB. Pasien juga mengalami penurunan beat
rods and screw. Biopsi dilakukan untuk badan sebanyak 6 kg. Pasien menggunakan
menyingkirkan adanya massa intravertebral. korset untuk mengurangi nyeri. Pasien
dirujuk ke RSCM untuk mendapatkan
penanganan lebih lanjut.
21.8. ALTERNATIF 8: PENDEKATAN
POSTERIOR DENGAN KOREKSI TULANG Pemeriksaan Fisik
BELAKANG DAN SHORTENING
Status Generalis
Compos mentis
Alternatif VIII dilakukan pada pasien TB
Tekanan darah : 110/80 mmHg,
spinal dengan kifosis yang berat, lebih dari
Frekuensi nadi : 79x /min
80o. Pada pasien dilakukan koreksi kifosis
Frekuensi napas : 18x/min
dengan shortening melalui circumferential
Mata : Konjungtiva tidak pucat.
decompression dengan membuang 1-2 ruas
sklera tidak ikterik
vertebra. Misalnya, pada pasien dengan TB
Kepala : Tidak ada kelainan
spinal T10, T11, dan T 12 yang telah terjadi
Jantung : S I-II normal , tidak ada
kolaps di anterior maupun posterior,
murmur maupun gallop
maka T10, T11, dan T 12 dievakuasi dan
Paru : Vesikular, tidak ada
difusi dengan menempatkan graft tanpa
ronkhi maupun
mendifraksi. Sehingga post operasi terjadi
wheezing
pemendekan 1-2 vertebra. Pasien dilakukan
Abdomen : Bising usus normal.
dengan pendekatan posterior, dilakukan
Extremitas : Extremitas hangat,
insisi posterior debridement untuk evakuasi
CRT <2 detik
pus, dan shortening, lalu stabilisasi
Status Lokalis
posterior dengan screw dan rod, lalu fusi
posterolateral. Look : Terdapat deformitas dan

138 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


gibus. Tidak ada sinus dengan deformitas kifosis yang
atau bekas luka. menyebabkan stenosis derajat sedang
Feel : Terdapat nyeri tekan kanalis spinalis dan foramen kanan
VAS 3-4. Tidak ada level T12-L1.
spasme otot atau step-off • Penebalan jaringan lunak di perikorpus
Move : ROM terbatas akibat T12 sisi kanan-kiri dengan obliterasi
nyeri struktur m. psoas sisi kiri
• Hiperintensitas medulla spinalis level
Pemeriksaan Penunjang T10-L1

Pada pemeriksaan MRI didapatkan :


• Fraktur kompresi vertebra T12-L1

Local kyphotic angle 500 Cobb angle 53,50

AUTONOM
Urinary incontinence (+)
Gambar 21.26. Foto klinis
Fecal incontinence (+)

SENSORY RIGHT LEFT MOTORIC RIGHT LEFT


L2 2 2 L2 5 5
L3 2 2 L3 5 5
L4 2 2 L4 5 5
L5 2 2 L5 5 5
S1 2 2 S1 5 5

Gambar 21.27. Hasil pemeriksaan radiologi

Bab 21 : Penerapan Klinis TTSS di Rumah Sakit 139


Daftar Masalah sebelum masuk rumah sakit. Pasien
mengeluhkan nyeri punggung yang tumpul,
• Spondilitis TB pada L1-L2 persisten, dan tidak ada penjalaran ke
• Nyeri lengan maupun tungkai. Nyeri diperberat
• Infeksi oleh aktivitas sehingga pasien mengurangi
• Lesi multipel gerakan punggung. 2 bulan sebelum masuk
• Instabilitas rumah sakit, pasien tidak dapat bangun dari
tempat tidur atau berjalan tanpa dibantu
Diagnosis akibat nyeri yang semakin memberat. Pasien
juga merasakan terdapat benjolan di tulang
Spondilitis TB pada L1-L2 belakang yang nyeri bila ditekan. Tidak
ada gangguan defekasi maupun mikturisi.
Tata Laksana Pasien juga ada penurunan berat badan.
• OAT
Pemeriksaan Fisik
• Bedah: debridement, dekompresi,
stabilisiasi posterior, dan koreksi Status Generalis
deformitas (Alternatif VIII)
Compos mentis
Pembahasan Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 84x /min
Pasien laki-laki dengan spondilitis Frekuensi napas : 20x/min
TB disertai fraktur kompresi vertebra Mata : Konjungtiva tidak pucat.
T12-L1 dengan deformitas kifosis yang sklera tidak ikterik
menyebabkan stenosis derajat sedang Kepala : Tidak ada kelainan
kanalis spinalis. Pasien ditatalaksana dengan Jantung : S I-II normal , tidak ada
Alternatif VIII untuk melakukan koreksi murmur maupun gallop
kifosis dengan melakukan circumferential Paru : Vesikular, tidak ada
decompression untuk mengurangi ronkhi maupun
kompresi dan stenosis kanalis spinalis pada wheezing
T12-L1 melalui pendekatan posterior. Pasien Abdomen : Bising usus normal.
juga dibedah dengan debridement dan Extremitas : Extremitas hangat,
stabilisasi posterior. CRT <2 detik
Status Lokalis
Kasus II
Look : Terdapat deformitas
An.S, laki-laki 13 tahun datang dengan pada Th 12. Tidak ada
keluhan nyeri punggung sejak 1 tahun gibus maupun sinus
Tabel 21.7. Hasil pemeriksaan neurologis pada pasien
SENSORY RIGHT LEFT
L2 2 2
L3 2 2
L4 2 2
L5 2 2
S1 2 2

MOTORIC RIGHT LEFT


L2 5 5
L3 5 5
L4 5 5
L5 5 5
S1 5 5
Gambar 21.28. Foto klinis

140 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


Gambar 21.29. Hasil pemeriksaan radiologi

Daftar Masalah
• Nyeri
• Fraktur patologis
• Kurangnya nutrisi
• Deformitas kifosis
• Cold abcess

Diagnosis
Spondilitis TB pada T12 dan L1 dengan abses
paravertebral

Tata Laksana
• Obat TB
• Gizi
• Tindakan : debridement, dekompresi,
laminektomi dan kortotrasverstomi,
Feel : Terdapat nyeri tekan disertai shortening, dan stabilisasi
VAS 4. Tidak ada spasme posterior.
otot dan step off
Move : ROM terbatas akibat
nyeri (fleksi, ekstensi,
dan lateral bending)

Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan X-ray, ditemukan:
• Kifosis lokal pada T12
• Destruksi korpus anterior T12
• Diskus Intervertebralis normal

Hasil pemeriksaan laboratorium:


• LED meningkat (105 ml/menit)
• CRP meningkat dibanding normal
(48,53 mgdL) Gambar 21.30 Prosedur pembedahan
• Pemeriksaan lain dalam batas normal

Bab 21 : Penerapan Klinis TTSS di Rumah Sakit 141


Pembahasan nyeri semakin terasa, terdapat baal dan tebal
pada tungkai bawah, dan tungkai bawah
Pasien An. S usia 13 tahun diidentifikasi tidak dapat digerakkan. Pasien menjadi sulit
mengalami spondilitis TB dengan deformitas mengatur keinginan berkemih dan buang
pada Th 12 dan L1. Pasien juga mengalami air besar. Terdapat riwayat penurunan
abses di paravertebral. Sebagai tata laksana, berat badan dannafsu makan serta keringat
pasien diberikan regimen OAT ekstraparu, malam. Pada riwayat keluarga, kakak pasien
disertai terapi bedah alternatif 8. Pasien menderita TB paru dan sudah mendapatkan
dilakukan pendekatan posterior untuk terapi enam bulan.
melakukan debridement dan dekompresi.
Pada pasien juga dilakukan shortening Pemeriksaan Fisik
dengan laminektomi dan kortotrasverstomi.
Kemudan pasien distabilisasi melalui Status Generalis
posterior dengan screw and rod. Compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 84x /min
21.9. ALTERNATIF 9: PENDEKATAN
Frekuensi napas : 20x/min
POSTERIOR DENGAN KOREKSI TULANG
Mata : Konjungtiva tidak pucat.
BELAKANG DENGAN PARAPLEGIA sklera tidak ikterik
Kepala : Tidak ada kelainan
Pendekatan yang dilakukan adalah Jantung : S I-II normal, tidak ada
pendekatan posterior. Kasus yang murmur maupun gallop
diindikasikan adalah pasien dengan kifosis Paru : Vesikular, tidak ada
berat pada servikal, torakal, torakolumbal, ronkhi maupun
atau torakolumbal. Prosedur ini dilakukan wheezing
pada pasien dengan TB aktif atau sudah Abdomen : Bising usus normal
sembuh. Pada alternatif IX, pasien Extremitas : Extremitas hangat,
mengalami kifosis berat disetai kelumpuhan CRT <2 detik
atau defisit neurologi. Pada kondisi ini dapat
dilakukan koreksi dengan osteotomy atau Status Lokalis
rods and screw corrective manipulation
Look : Terdapat deformitas
maupun kombinasi keduanya. Seringkali
dan gibus
pada tata laksana ini terdapat defek di
Feel : Terdapat nyeri tekan
anterior, sehingga membutuhkan koreksi
pada T4, VAS 1-2. Tidak
lebih lanjut dengan melakukan 2nd step.
ada spasme otot, atau
Selain melakukan koreksi, difraksi juga
step off
dilakukan meskipun tanpa intraoperative
Move : ROM terbatas akibat
nerve monitoring. Pada semi-plegia,
nyeri
intraoperative nerve monitoring masih
dilakukan untuk menghindari komplikasi.

Kasus I
Ny. F, perempuan 32 tahun datang dengan
keluhan utama kelemahan pada kedua
tungkai bawah sejak 2 bulan sebelum masuk
rumah sakit. Sejak 6 bulan sebelum masuk
rumah sakit, pasien merasanyeri punggung
yang tumpul,tidak menjalar, tidak
dipengaruhi posisi (persisten), meningkat
saat pasien berjalan, dan tidak membaik
dengan obat antinyeri. Pada 2 bulan sebelum
masuk rumah sakit, pasien jatuh dari 2 anak
tangga dalam posisi duduk. Sejak saat itu, Gambar 21.31. Foto klinis

142 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


Gambar 21.32. Hasil pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan Penunjang • Diskus : Pada diskus T4-5
terdapat penurunan
Pemeriksaan foto polos X-ray
sebesar 2 mm dan
menunjukkan
terdapat paravertebral
• Kesegarisan : Kifosis lokal (7.10) dan shadow.
kifosis regional sebesar
(10.150) Pemeriksaan MRI toraks menunjukkan
• Tulang : Destruksi segmen T4 dan adanya destruksi segmen vertebra T4 dan
terdapat pemendekkan pemendekkan pada vertebra T8, T9, dan
pada T8 sebesar 20 mm, T10.
T9 sebesar 18 mm, dan
T10 sebesar 22 mm. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan :
• Kartilago : Terdapat iregularitas • Hemoglobin menurun dibanding
pada inferior normal (9,3 g/dL)
end-plate T3 • Hematokrit menurun dibanding
normal (30,4%)

Bab 21 : Penerapan Klinis TTSS di Rumah Sakit 143


• Kreatinin menurun dibanding normal
(0,5 mg/dL) 21.10. ALTERNATIF 10: PENDEKATAN
• Laju endap darah meningkat dibanding POSTERIOR DENGAN KOREKSI TULANG
normal (50mm/jam) BELAKANG TANPA PARAPLEGIA
• C reactive protein meningkat
dibanding normal (9,8 mg/dL)
• Prokalsitonin meningkat dibanding Pada alternatif X, pasien mengalami kifosis
normal (0,06 mg/dL) berat tanpa kelumpuhan atau defisit
• Pemeriksaan laboratorium lainnya neurologi. Pada alternatif ini dilakukan
dalam batas normal koreksi dan ditraksi dengan menggunakan,
intraoperative nerve monitoring untuk
Daftar Masalah mencegah kelumpuhan. Koreksi dapat
dilakukan dengan osteotomy atau rods and
• Defisit neurologis screw corrective manipulation maupun
• Instabilitas kombinasi, bergantung dengan kondisi
• Psikogenik pasien.
• Sosioekonomi
Kasus
Diagnosis
Nn. O, perempuan 25 tahun datang dengan
Paraplegia akibat spondilitis TB T3-4 frankel keluhan tulang punggung yang bengkok
A dengan gibus. menonjol ke belakang. Pasien masih dapat
beraktivitas normal seperti duduk, berdiri,
Tata Laksana berjalan, dan berlari. Pasien tidak memiliki
riwayat jatuh maupun trauma lainnya.
• OAT Pasien selama ini berobat ke dokter ahli paru
• Tindakan dekompresi dengan pedicle di daerah Jawa Barat. Pasien tinggal seorang
screw, debridement, dan stabilisasi diri semenjak suaminya menggugat cerai
posterior. Dipasang implan dengan karena anggapan keluarga besar Sang suami
pedicle screw, nut, rod, dan crosslink. yang menduga pasien mengalami penyakit
(Alternatif IX) Durasi operasi 5-6 jam. kutukan. Pasien merasa malu dengan kondisi
fisiknya sehingga membatasi pergaulannya
dengan lingkungannya. Keluarga pasien
ingin menolong dan berupaya untuk berobat
dengan mendatangi beberapa rumah sakit.
Melihat kasus pasien yang cukup berat,
salah satu dokter orthopaedi di rumah sakit
yang didatangi pasien dan keluarganya
mengatakan bahwa pasien diduga menderita
spondilitis TB dengan kelainan kifosis yang
Gambar 21.33. Prosedur pembedahan sangat berat. Selanjutnya, pasien dirujuk ke
RSCM untuk penanganan lebih lanjut.

Pembahasan Pemeriksaan Fisik


Pasien perempuan dengan spondilitis TB Status Generalis
T3-4 dengan kifosis dan gibus. Pasien
Compos mentis
juga mengalami paraplegia dan gangguan
Tekanan darah : 110/80 mmHg
otonom. Pasien kemudian ditatalaksana
Frekuensi nadi : 79x /min
dengan alternatif IX yakni menggunakan
Frekuensi napas : 18x/min
pendekatan posterior untuk dekompresi,
Mata : Konjungtiva tidak pucat.
debridement dan pemasangan implant
sklera tidak ikterik
sebagai koreksi kifosis. Pada pasien juga
Kepala : Tidak ada kelainan
dilakukan difraksi tanpa menggunakan
Jantung : S I-II normal, tidak ada
intraoperative nerve monitoring.

144 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


Gambar 21.34. Foto klinis

murmur maupun gallop


Paru : Vesikular, tidak ada Pemeriksaan Penunjang
ronkhi maupun
Pemeriksaan X-ray menunjukkan:
wheezing
Abdomen : Bising usus normal • Destruksi T6-T8. Tidak ada penekanan,
Extremitas : Extremitas hangat, tetapi ada gambaran kingking
CRT <2 detik • Kifosis 110⁰ dengan kissing segmen
vertebra T5-T9
Status Lokalis
Pemeriksaan MRI menunjukkan:
Look : Terdapat deformitas
• Gambaran destruksi
dan gibus. Tidak ada
• Tidak tampak abses
sinus atau bekas luka.
• Gambaran jaringan granulasi
Proporsi tinggi badan
berdiri - duduk tidak
seimbang dan proporsi
panjang rentang tangan -
tinggi badan tidak sesuai.
Feel : Tidak ada nyeri,
spasme otot atau step-off
Move : ROM luas

Gambar 21.35. Prosedur pembedahan dan instrumentasi

Bab 21 : Penerapan Klinis TTSS di Rumah Sakit 145


Gambar 21.36. Hasil pemeriksaan radiologi

• Koreksi dengan instrumentasi


Pemeriksaan Lab Pembahasan
• LED normal
Pasien direncanakan untuk diberikan tata
Daftar Masalah laksana dengan alternatif X karena ini
tergolong ke dalam kasus TB dengan infeksi
• Spondilitis TB T6-T8 dengan kifosis yang sudah sembuh (healed TB), tetapi masih
• Deformitas kifosis mengalami deformitas dan kifosis ekstrem
• Sosioekonomi dengan saraf yang intak. Direncanakan
operasi dengan prinsip alternatif X. Persiapan
Diagnosis operasi membutuhkan monitor saraf. Selain
itu, direncanakan dekompresi posterior,
Healed spondilitis TB dengan kifosis ekstrem
laminektomi, korpektomi, spinosusektomi,
transverektomi, kostotransversektomi, dan
Tata Laksana koreksi dengan instrumentasi.
• Dekompresi posterior
• Bedah: laminektomi, korpektomi,
spinosusektomi, transverektomi, dan
kostotransversektomi

146 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


VII

| Soal dan Evaluasi

147

U
ntuk menguji pemahaman yang
dimiliki, pada bagian ini disajikan
soal-soal terkait materi pada bab-bab
sebelumnya dalam bentuk pilihan ganda dan
essai singkat.

148 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


BAB
22 Soal dan Evaluasi

4. Fungsi terbentuknya kurvatura pada


22.1. PILIHAN GANDA tulang belakang manusia adalah…
a. Mempertahankan postur tubuh
tetap tegak
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan
b. Membuat kolumna vertebralis
memilih pilihan yang paling benar di antara
tidak kaku (fleksibel)
pilihan A, B, C, D, atau E!
c. Menyediakan ruang untuk paru-
paru
1. Kolumna vertebralis terdiri dari…
d. Melindungi sumsum tulang
a. 30 ruas
belakang
b. 31 ruas
e. Semua jawaban benar
c. 33 ruas
d. 24 ruas
5. Ligamentum yang berperan untuk
e. 5 ruas
mencegah hiperekstensi pada tulang
belakang adalah…
2. Kolumna vertebralis terbagi menjadi 5
a. Ligamentum flavum
segmen. Kelima segmen tersebut memiliki
b. Ligamentum longitudinalis
ciri khas dan karakteristik yang berbeda.
anterior
Nama-nama di bawah ini adalah nama-
c. Ligamentum longitudinalis
nama segmen tersebut, kecuali…
posterior
a. Segmen servikalis
d. Ligamentum intervertebralis
b. Segmen kranialis
e. Ligamentum intraspinosus
c. Segmen thorakalis
d. Segmen sakralis
6. Struktur elastis yang terletak dibagian
e. Segmen lumbalis
tengah dari diskus intervertebralis disebut…
a. Nukleus pulposus
3. Jika dilihat dari samping, rangkaian
b. Annulus fibrosus
tulang belakang manusia membentuk huruf
c. Foramen intervertebralis
S dengan 4 kurvatura. Pernyataan dibawah
d. Fibrokartilago
ini yang benar adalah…
e. Serat kolagen
a. Kurvatura servikal dan torakal
berbentuk kifosis
7. Foramen yang bentuk dari 2 vertebra
b. Kurvatura servikal dan lumbal
yang berdekatan dan berfungsi sebagai pintu
berbentuk kifosis
masuk dan keluar saraf dari sumsum tulang
c. Kurvatura torakal dan sakral
belakang adalah…
berbentuk kifosis
d. Kurvatura lumbal dan torakal
a. Foramen vertebralis
berbentuk lordosis
b. Foramen obturator
e. Kurvaturan sakral dan servikal
c. Foramen medulla spinalis
berbentuk lordosis
d. Foramen intervertebralis
e. Foramen kanalis vertebral

Bab 22 : Soal dan Evaluasi 149


8. Struktur pada gambar ini adalah… 12. Diensefalon tersusun atas…
a. Vertebra servikalis a. Midbrain, serebelum, hipotalamus
b. Vertebra lumbalis b. Midbrain, hipotalamus, epitalamus
c. Sakrum c. Pons, medula oblongata, midbrain
d. Kosigis d. Talamus, hipotalamus, epitalamus
e. Vertebra thoracalis e. Serebelum, serebrum, talamus

13. Pusat sensorik wicara terletak pada…


a. Broca’s area
b. Gyrus precentralis
c. Medula spinalis
d. Wernicke’s area
e. Pons

14. Pusat sistem kardiovaskular, respirasi,


dan pencernaan terletak pada…
a. Medula oblongata
b. Korteks serebri
c. Serebelum
9. Struktur pada gambar ini adalah… d. Pons
a. Vertebra torakalis e. Hipotalamus
b. Sakrum
c. Vertebrae servikalis pertama 15. Saraf motorik penggerak lidah adalah…
d. Vertebra lumbalis a. N. glossopharyngeus
e. Vertebra servikalis b. N. glossus
c. N. genitoglossus
d. N. mandibularis
e. N. hipoglossus

16. Seorang anak mengalami cidera pada


tulang humerusnya akibat terjatuh dari
sepeda. Ia pun tidak bisa merasakan sensasi
pada punggung ibu jari tangannya. Nervus
apa yang kemungkinan rusak…
a. N. ulnaris
b. N. axilaris
c. N. radialis
d. N. brachialis
10. Tulang yang menonjol di bagian atas e. N. musculocutaneus
sakrum dan di bawah lumbal disebut…
a. Promontorium 17. Seorang lelaki mengalami kekerasan
b. Kanalis sakralis pada daerah kemaluannya. Ia pun tidak
c. Kanalis vertebralis dapat merasakan sensasi pada daerah
d. Koksigis genitalia eksternanya. Saraf yang
e. Prosesus sakralis kemungkinan rusak adalah…
a. N. illioinguinal
11. Lapisan meninges yang melekat langsung b. N. femoralis
pada parenkim otak adalah… c. N. genitalis
a. Arachnoid mater d. N. genitofemoral
b. Pia mater e. N. obturatorius
c. Scalp
d. Vertebra
e. Dura mater

150 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


18. Seorang anak mengalami cedera pada c. Saraf dan pembuluh darah
hidungnya akibat jatuh dari tangga sekolah. d. Serat kolagen dan elastin
Sesaat setelah jatuh, darah mengucur dari e. Osteosit
hidungnya diikuti dengan cairan yang
bening. Sel apakah yang beperan dalam 24. Protein spesifik yang mampu
sekresi cairan tersebut… menghambat proses mineralisasi matriks
a. Sel Schwann tulang adalah…
b. Sel saraf a. Bone sialoprotein I
c. Sel ependimal b. Bone sialoprotein II
d. Oligodendrosit c. Fibronectin
e. Myosit d. Decorin
e. Matrix-GLA-protein
19. Sel yang berperan dalam proses
myelinisasi pada sistem saraf pusat adalah… 25. Faktor lokal yang berperan dalam
a. Astrosit remodeling tulang adalah…
b. Sel Schwann a. Hormon paratiroid dan vitamin D
c. Perisit b. Asam teikoat dan LPSs
d. Sel Ependimal c. Estradiol dan leukotrien
e. Oligodendrosit d. Leukotrien dan prostaglandin
e. IL-1 dan asam teikoat
20. Proses konduksi listrik di sepanjang
akson dapat berlansung dengan cepat akibat 26. Tokoh yang berhasil melakukan
bantuan dari stuktur… pewarnaan pada Mycobacterium
a. Selubung myelin tuberculosis untuk pertama kali adalah…
b. Akson hillock a. Klencke
c. Akson terminal b. Robert Koch
d. Sel Schwann c. Villemin
e. Nodus Ranvier d. Antonie Van Leeuwenhoek
e. Plato
21. Tiga fungsi utama tulang adalah…
a. Fungsi pelindung, metabolik, 27. Pernyataan yang salah tentang
kekuatan Mycobacterium tuberculosis adalah…
b. Fungsi metabolik, proliferasi, a. Bakteri tahan asam
obliterasi b. Dinding selnya mengandung
c. Fungsi pelindung, mekanik, peptidoglikan dan asam
metabolik diaminopilemik
d. Fungsi mekanik, obliterasi, c. Tahan pada suhu <60 °C
kimiawi d. Memiliki kapsul
e. Fungsi metabolik, kimiawi, e. Peka terhadap streptomisin
mekanik
28. Mycobacterium tuberculosis dapat
22. Tulang panjang sebagian besar dibentuk ditularkan melalui, kecuali…
melalui proses… a. Sentuhan
a. Osifikasi intermediat b. Batuk
b. Osifikasi endokondral c. Bersin
c. Osifikasi sekunder d. Bernyanyi
d. Osifikasi intramembranosa e. Tertawa
e. Osifikasi tersier
29. Limfokin yang berperan penting dalam
23. Ruang perivaskular kanal haversian proses infeksi bakteri Mycobacterium
pada tulang berisi… tuberculosis adalah…
a. Osteoblas a. Faktor proliferasi
b. Kondrosit b. Faktor infeksi bakteri

Bab 22 : Soal dan Evaluasi 151


c. Faktor kemotaktik makrofag 35. Mycobacterium nontuberkulosis dapat
d. Faktor aktivasi sitokin menjadi etiologi spondilitis tuberkulosis
e. Faktor adhesi bakteri pada keadaan…
a. Infeksi kronik
30. Makrofag dan sel dendritik yang b. Infeksi subakut
telah terinfeksi M. tuberculosis akan c. Infeksi primer
menyekresikan sitokin berupa… d. Infeksi sekunder
a. IL-12, IL-23, IL-7, IL-15, TNF-α e. Imunosupresif
b. IL-1, IL-4, dan TNF-α
c. IL-12, IL-15, IL-3, dan TGF 36. Lokasi tersering terjadinya spondilitis
d. TGF-α dan IL-10 tuberkulosis pada tulang belakang adalah…
e. IL-1 dan IL-10 a. Servikal
b. Torakal bawah
31. Infeksi sekunder Mycobacterium c. Lumbar bawah
tuberculosis pada tulang belakang dapat d. Sakral
melalui jalur… e. Koksigis
a. Udara
b. Kutan 37. Invasi bakteri tuberkulosis dari tulang
c. Cairan tubuh belakang menuju medula spinalis dapat
d. Hematogen dan limfogen menyebabkan…
e. Idiopatik a. Neuritis
b. Gibus
32. Klasifikasi spondilitis tuberkulosis c. Kifosis
berdasarkan durasi terdiri atas… d. Lordosis
a. Kronik dan neglected e. Kompresi
b. Akut, kronik, dan neglected
c. Akut, subakut, dan kronik 38. Komplikasi spondilitis tuberkulosis
d. Akut dan kronik berupa paraplegia disebabkan oleh
e. Akut dan subakut kerusakan vertebra setinggi…
a. Servikal II
33. Seorang pria datang ke dokter dengan b. Sakral
keluhan nyeri punggung dan mati rasa pada c. Koksigis
kakinya. Setelah dilakukan pemeriksaan, d. Torakal X
pria tersebut positif terkena spondilitis e. Lumbar V
tuberkulosis dengan gambaran abses
paravertebral dengan kerusakan korpus 39. Gambaran histopatologi khas pada
> 50%. Berdasarkan hasil pemeriksaan, infeksi tuberkulosis adalah…
pasien tersebut dapat dikategorikan dalam a. Adanya sebukan sel radang kronik
spondilitis tingkat… b. Adanya sel datia Langhans dan
a. 1 jaringan nekrosis perkijuan
b. 2 c. Adanya infiltrasi PMN menuju
c. 3 pusat nekrosis
d. 4 d. Adanya sel epiteloid
e. 5 e. Adanya penumpukan jaringan ikat

34. Pemberian OAT (obat anti tuberkulosis) 40. Tahap terakhir pada perjalanan penyakit
hanya diberikan pada pasien yang… spondilitis tuberkulosis adalah…
a. Menunjukkan gejala klinis a. Stadium implantasi
b. Mengalami defisit neurologis b. Stadium destruksi lanjut
c. Kehilangan kesadaran c. Stadium deformitas residual
d. Positif kultur bakteri d. Stadium gangguan neurologis
e. Infeksi kronik e. Stadium kronik akhir

152 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


41. Kerusakan pada saraf dapat terjadi secara 48. Seorang pasien TB datang ke dokter
mekanik dan biologis. Pilihan dibawah ini untuk kontrol. Dokter yang memeriksa
yang termasuk penyebab kerusakan saraf menemukan adanya peningkatan kelenturan
secara biologis adalah… pada refleks tendon dan ekstensor plantar.
a. Trauma Akan tetapi, ketika ditanyakan pasien tidak
b. Iskemia merasa ada yang salah dengan dirinya. Pasien
c. Fraktur tersebut dapat dikategorikan mengalami
d. Invasi bakteri defisit neurologis tahapan?
a. I
42. Penyakit di bawah ini yang termasuk b. II
dalam infeksi sistem saraf pusat adalah… c. III
a. Neurpati perifer d. IV
b. Radikolupati
c. Ganggaun sambungan 49. Seorang dokter melakukan pemeriksaan
neuromuskular pada pasien TB. Pasien spastik terbaring
d. Meningitis di tempat tidur. Skor motorik tetraplegia
adalah 10, dan untuk paraplegia adalah 60.
43. Sawar darah otak tersusun dari struktur Pasien tersebut dapat dikategorikan
dibawah ini, kecuali… mengalami defisit neurologis tahapan?
a. Endotel kapiler, perisit, astrosit a. I
b. Endotel kapiler, perisit, darah b. II
c. Perisit, astrosit, dan makrofag c. III
d. Makrofag, darah, astrosit d. V

44. Kerusakan saraf akibat TB pada tulang 50. Adanya keterlibatan kandung kemih dan
belakang yang paling sering terjadi adalah… usus dan/atau spasme fleksor menandakan
a. Paraplegia defisit neurologis tahapan?
b. Meningitis a. II
c. Stroke b. III
d. Sakit punggung c. IV
d. V
45. Paraplegia onset dini pada umumnya
terjadi dalam kurun waktu… 51. Deformitas yang ditimbulkan oleh TB
a. 3 tahun spinal dan bisa ditemukan pada pemeriksaan
b. 4 tahun fisik adalah…
c. 2 tahun a. Angulasi
d. 5 tahun b. Bongkok, benjolan, dan gibus
c. Edema
46. Penyebab utama paraplegia pada pasien d. Kemerahan
TB tulang belakang adalah karena adanya… e. Gibus dan perdarahan
a. Kompresi
b. Trauma 52. Gejala awal yang muncul pada penderita
c. Fraktur TB spinal adalah...
d. Nekrosis a. Nyeri perut disertai nyeri tekan
epigastrium
47. Hilangnya sensasi dan gangguan sfingter b. Batuk dan sesak napas
disebabkan karena adanya kompresi pada c. Takikardia dengan kesulitan
bagian vertebra yaitu… bernapas
a. Kolum lateral d. Nyeri radikuler di tulang belakang
b. Kolum anterior hingga ke perut dan dada
c. Kolum media e. Nyeri tekan pada regio inguinal
d. Kolum posterior

Bab 22 : Soal dan Evaluasi 153


53. Jenis gangguan neurologis yang paling 59. Kadar CRP lebih dari 10 mg/L
sering dialami oleh penderita TB Spinal mengindikasikan adanya…
adalah… a. Infeksi laten
a. Paraplegia dan hiperefleks b. Konsumsi antibiotik
b. Nyeri tekan c. Denaturasi protein
c. Refleks vagal positif d. Proliferasi sel
d. Tetraplegia e. Inflamasi, nekrosis, atau infeksi
e. Kehilangan memori
60. Pemeriksaan biomolekuler dengan
54. Tes perabaan dan sensasi proprioseptif spesifisitas tertinggi adalah…
termasuk ke dalam uji diagnostik… a. ELISA
a. Sensorik dan motorik b. PCR
b. Keseimbangan c. ICT tuberkulosis
c. Sensorik d. CBC
d. Motorik e. Kultur bakteri
e. Kesadaran
61. Media kultur bakteri Mycobacterium
55. Inspeksi umum pasien TB Spinal sudah tuberculosis adalah…
dimulai sejak… a. Medium Lowenstein Jensen
a. Pasien berbaring di kasur b. Agar darah
pemeriksaan c. Agar nutrisi
b. Pasien duduk dengan punggung d. Agar Mac Conkey
diluruskan e. Agar Saboraud
c. Pasien tidur telungkup
d. Pasien diminta jalan dan berlari 62. Pewarnaan bakteri spesifik untuk M.
e. Pasien memasuki ruangan tuberculosis adalah…
pemeriksaan a. Pewarnaan Giemsa
b. Pewarnaan Ziehl Neelsen
56. Zat yang diinjeksikan secara intrakutan c. Pewarnaan Gram
pada uji Mantoux adalah… d. Pewarnaan Hematoksilin eosin
a. Tuberculine purified protein e. Pewarnaan Imunohistokimia
derivate
b. Penisilin 63. Modalitas pencitraan yang digunakan
c. Antibodi spesifik untuk evaluasi jaringan lunak yang terlibat
d. Antigen spesifik adalah…
e. C-reactive protein a. Radiografi polos
b. MRI
57. Laju endapan darah (LED) pada pasien c. Pemeriksaan CT
TB Spinal akan meningkat hingga… d. Scintigraphy
a. >10 mm/jam e. USG
b. >15 mm/jam
c. >20 mm/jam 64. Hasil positif jaringan granulomatosa
d. >50 mm/jam pada biopsi jaringan tulang belakang belum
e. Tidak meningkat bisa menegakkan diagnosis TB Spinal.
Modalitas pemeriksaan lain yang bisa
58. CRP merupakan protein fase akut yang membantu menegakkan diagnosis adalah…
dihasilkan oleh… a. Pemeriksaan mikrobiologi
a. Eritrosit b. Complete blood count
b. Leukosit c. ESR
c. Spermatosit d. Pemeriksaan CRP
d. Hepatosit e. Pemeriksaan radiologi
e. Oosit

154 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


65. Wanita berusia 25 tahun datang ke 70. Kerusakan yang terjadi pada medula
dokter dengan keluhan sakit di punggung, spinalis akibat spondilitis tuberkulosis
sesak napas, dan keringat di malam hari. dapat dievaluasi menggunakan modalitas
Dokter pun melakukan pemeriksaan TST. radiologi...
Infeksi M. tuberculosis dapat dikatakan a. USG
psotif jika tampak indurasi berukuran… b. MRI
a. 2 cm c. Foto polos
b. 5 mm d. Pemeriksaan PET
c. 11 mm e. Foto BNO
d. 1 mm
e. 0,5 mm 71. Teknik pewarnaan yang digunakan pada
pewarnaan BTA adalah…
66. Prinsip utama pencitraan tulang a. Pewarnaan gram
belakang adalah… b. Pewarnaan Giemsa
a. Visualisasi kelainan dan kerusakan c. Pewarnaan Ziehl Neelsen
tulang belakang d. Pewarnaan bakteri
b. Menentukan etiologi utama e. Pewarnaan LPCB
kerusakan tulang belakang
c. Mengevaluasi jaringan lunak di 72. Jumlah bakteri Mycobacterium
sekitar tulang belakang tuberculosis minimal yang diperlukan
d. Sebagai pilihan pemeriksaan untuk kultur adalah…
diagnostik ketika terjadi komplikasi
e. Menggambarkan status neurologis 73. Bentuk koloni Mycobacterium
pasien tuberculosis pada media Lowenstein Jensen
adalah…
67. Modalitas utama yang paling a. Koloni menjalar dan berwarna
direkomendasikan untuk pencitraan tulang merah
belakang adalah… b. Koloni kasar, bergerombol, dan
a. Pemeriksaan CT berwarna putih kekuningan
b. Scintigraphy c. Koloni berlendir dan berwarna
c. Kedokteran nuklir hijau
d. MRI d. Koloni halus dan berwarna merah
e. Foto polos muda
e. Tidak terbentuk koloni
68. Pada pemeriksaan CT, kerusakan tulang
belakang dapat dideskripsikan menjadi 74. Pemeriksaan bakteriologi yang unggul
beberapa jenis, yaitu… dalam hal sensitivitas dan spesifisitas
a. Fokal dan segmental adalah…
b. Fokal, osteolitik, dan subtorakal a. Kultur
c. Fragmentasi dan terlokalisir b. Pewarnaan bakteri
d. Fragmentasi, osteolitik, c. Pemeriksaan histopatologi
subperiosteal, dan terlokalisir d. PCR
e. Subperiosteal, terlokalisir, dan e. Pemeriksaan radiologi
segmental
75. Infeksi Mycobacterium tuberculosis
69. Modalitas radiologi yang paling sensitif pada spondilitis dikatakan positif jika…
namun tidak spesifik dalam pencitraan a. Hasil kultur bakteri positif
tulang belakang adalah… b. Terjadi destruksi tulang belakang
a. USG c. Sesak napas dan muntah darah
b. Foto polos d. Terjadi dekompresi tulang belakang
c. Pemeriksaan CT e. Demam dan menggigil pada malam
d. Pemeriksaan PET hari
e. MRI

Bab 22 : Soal dan Evaluasi 155


76. Pada pasien dengan hasil pewarnaan 82. Uji Mantoux dikatakan positif jika...
BTA dan kultur bakteri negatif, konfirmasi a. Indurasi 5-9 mm
hasil dapat ditegakkan dengan… b. Indurasi >10 mm
a. Uji resistensi antibiotik c. Indurasi <5 mm
b. Hitung darah lengkap d. Indurasi 6-7 mm
c. Pemeriksaan neurologis e. Indurasi <3 mm
d. Ulang pemeriksaan bakteriologi
e. Pemeriksaan histopatologi 83. Zat PDD tuberkulin diberikan dengan
cara...
77. Sebelum pengambilan sampel untuk uji a. Injeksi intravena
histopatologi TB Spinal, pasien dianjurkan b. Injeksi intrakutan
untuk… c. Injeksi intramuskular
a. Menghentikan konsumsi antibiotik d. Oral
b. Konsumsi floroquinolon e. Parenteral
c. Hitung darah lengkap
d. Analisis gas darah 84. Antigen yang digunakan pada ELISA
e. Pemeriksaan neurologis untuk diagnosis TB Spinal adalah...
a. A60
78. Tuberkel pada gambaran histopatologis b. B100
yang tersusun atas… c. TP65
a. Infiltrasi PMN dan sel plasma d. G89
b. Sekuestrasi & penebalan dinding sel e. S97
c. Sel epiteloid, sel datia Langhans,
limfosit, dan nekrosis perkijuan 85. Volume zat PDD tuberkulin yang
d. Makrofag yang telah terinfeksi digunakan dalam uji Mantoux sebesar...
tuberkulosis a. 3 ml
e. Kumpulan bakteri yang aktif b. 5 ml
menginfeksi c. 1 ml
d. 0,3 ml
79. Sel datia Langhans berasal dari sel … yang e. 0,1 ml
bersatu.
a. Bakteri 86. Tahapan reaksi PCR secara berurutan
b. Epiteloid adalah ...
c. Leukosit a. Denaturasi-annealing primer-
d. Makrofag polimerase
e. Limfosit b. Annealing primer-annealing
sekunder-polimerase
80. Spesimen utama yang digunakan c. Polimerase-annealing primer-
untuk pemeriksaan histopatologi TB Spinal denaturasi
adalah… d. Denaturasi-polimerase-annealing
a. Biopsi tulang e. Denaturasi-annealing sekunder-
b. Pus annealing primer
c. Darah perifer
d. Dahak 87. Antigen yang sering digunakan pada ICT
e. Aspirasi abses tuberkulosis adalah...
a. Antigen 45kDa
81. Pemeriksaan yang bersifat sensitif tetapi b. Antigen 38kDa
sangat tidak spesifik untuk menegakkan c. Antigen 57kDa
diagnosis TB Spinal adalah... d. Antigen 83kDa
a. PCR e. Antigen 95kDa
b. IGRAs
c. LED
d. MRI
e. ICT Tuberkulosis

156 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


88. Molekul yang dapat digunakan untuk 94. Regimen OAT kategori satu pada fase
diagnosis TB Spinal adalah… inisial adalah…
a. IFN-y a. 2HRZE
b. TNF-a b. 2RHZES
c. IL-1 c. 2HRZE (HRZS)
d. IL-17 d. 5HRE
e. iNOs e. 4H3R3

89. Laju endap darah dikatakan meningkat 95. Obat yang mampu meningkatkan
bila... toksisitas OAT jika dikonsumsi bersama
a. 5-10 mm/jam adalah…
b. 3-5 mm/jam a. Antasida
c. >20 mm/jam b. Furosemid
d. 10-15 mm/jam c. Kaptopril
e. <20 mm/jam d. Digoksin
e. Zidovudin
90. CRP dapat meningkat pada kondisi
seperti di bawah ini, kecuali... 96. Imobilisasi umumnya dilakukan
a. Infeksi selama...
b. Iskemia a. Satu minggu
c. Inflamasi b. Dua minggu
d. Hemofilia c. Satu bulan
e. Sindrom metabolik d. Enam bulan
e. Tiga minggu
91. Durasi pemberian OAT pada spondilitis
TB menurut British Medical Research 97. Ortosis yang lebih baik digunakan pada
Council adalah… anak-anak adalah..
a. 3-6 bulan a. CO
b. 6 bulan b. TLSO
c. 6-9 bulan c. LSO
d. 9-12 bulan d. Brace
e. Seumur hidup e. Jawett

92. Pemberian isoniazid dan rifampisin 98. Berikut merukapan tujuan dilakukannya
pada fase inisial (dua bulan pertama) dapat support eksternal, kecuali...
dikombinasi dengan… a. Mencegah berkembangnya
a. Pirazinamid, etambutol, dan paraplegia
streptomisin b. Mencegah kifosis
b. Floroquinolon dan etambutol c. Menangani deformitas
c. Etambutol dan trimetoprim d. Menambah jumlah tulang
d. Pirazinamid, etambutol, dan e. Menangani defisit neurologis
penisilin
e. Streptomisin, siprofloksasin, dan 99. Berikut merupakan tujuan penggunaan
etambutol ortosis, kecuali...
a. Memperbaiki posisi tulang
93. Salah satu contoh OAT lini kedua adalah… b. Menangani deformitas
a. Levofloksasin c. Menghilangkan abses
b. Trimetoprim d. Melindungi dari cedera
c. Kotrimoksazol e. Mengontrol pergerakan
d. Etambutol biomekanikal
e. Penisilin

Bab 22 : Soal dan Evaluasi 157


100. Keuntungan menggunakan brace 106. Tatalaksanan total Subroto Sapardan
adalah... terdiri dari ... pilihan penangangan
a. Bersifat lebih fleksibel dibanding spondilitis tuberkulosa
ortosis a. 7
b. Kaku b. 8
c. Berbahan kasar c. 9
d. Gerakan semakin terbatas d. 10
e. Dapat menambah jumlah tulang e. 11

101. Jewett umumnya digunakan selama 107. Tujuan tatalaksana total Subroto
a. 3-4 minggu Sapardan adalah, kecuali...
b. 6-12 minggu a. Mengatasi infeksi tuberkulosa
c. 8-18 minggu b. Menangani komplikasi spondilitis
d. 6-20 minggu c. Menghilangkan rasa nyeri
e. 6-21 minggu d. Stabilisasi tulang belakang
e. Mengeradikasi bakteri
102. Terapi konservatif terdiri dari
a. Tindakan bedah 108. Masalah yang dihadapi pasien dengan
b. Support eksternal spondilitis tuberkulosa menurut tatalaksana
c. Support internal total Subroto Sapardan adalah...
d. Instrumentasi a. Lordosis progresif
e. Medikamentosa b. Nyeri
c. Defisit neurologis
103. Berikut syarat yang harus dipenuhi d. Disfungsi paru
pasien untuk dapat berhenti istirahat, e. Disfungsi ginjal
kecuali..
a. Hasil uji Mantoux lebih dari 10 mm 109. Pasien dengan tanda infeksi tuberkulosis
b. LED menurun dini dan kondisi umum baik perlu diberikan
c. CRP menurun tatalaksana...
d. Tidak nampak penambahan a. Tatalaksana dasar
destruksi tulang pada pemeriksaan b. Medikamentosa
radiologi c. Pembedahan
e. Tidak nampak penambahan kavitas d. Penyangga tubuh luar
pada pemeriksaan radiologi e. Drainase abses

104. Tidak adanya kemajuan dalam masa 110. Berdasarakan 10 alternatif tatalaksana
rawat jalan pasien TB spinal kemungkinan total Subroto Sapardan, pasien spondilitis
terjadi karena... tuberkulosa daerah lumbal dengan kifosis
a. Resistensi obat sedang ditangani dengan...
b. Konsumsi obat teratur a. Alternatif 5
c. Pasien beristirahat sesuai anjuran b. Alternatif 6
dokter c. Alternatif 7
d. Asupan nutrisi cukup d. Alternatif 8
e. Keluarga memberi dukungan moral e. Alternatif 9
bagi pasien
111. Tatalaksana total Subroto Sapardan
105. Kekurangan dari LSO adalah... pertama kali diperkenalkan pada tahun...
a. Fleksibel a. 1984
b. Berbahan halus b. 1986
c. Dapat dilepas setiap saat c. 1989
d. Menambah beban bagian atas d. 1998
tubuh
e. Menambah beban bagian bawah
tubuh

158 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


112. Seorang pasien datang dengan diagnosis 118. Deformitas pada tulang belakanng
spondilitis tuberkulosa. Dari pemeriksaan dapat menimbulkan, kecuali ...
tidak ditemukan kelainan neurologis dan a. Nyeri hebat
kifosis lebih dari 900. Alternatif tatalaksana b. Distress pernapasan
total yang dipilih adalah... c. Paraplegia late onset
a. 1 d. Kelemahan fisik
b. 4
c. 8 119. Bahan yang digunakan untuk
d. 10 instrumentasi adalah, kecuali ...
e. 3 a. Titanium
b. Stainless steel
113. Tanda pasien yang perlu dioperasi c. Alloy titanium
dengan pendekatan anterior dan posterior d. Besi
satu tahap, debridemen dan fusi (alternatif
4) adalah... 120. Instrumentasi Harrington ditemukan
a. Nyeri hebat pada tahun ...
b. Infeksi a. Periode 1940
c. Tulang belakang tidak stabil b. Periode 1950
d. Demam tinggi c. Periode 1960
e. Abses dingin d. Periode 1970

114. Pedicle Club Indonesia merupakan 121. Metode instrumentasi paling baru
organisasi yang anggotanya berasal dari adalah ...
kalangan... a. Harrington
a. Ahli bedah b. Luque
b. Ahli tulang belakang c. Cotrel-Dobusset
c. Ahli tulang d. Minimal invasive
d. Ahli anak
e. Ahli gizi 122. Instrumentasi tidak memungkinkan
pergerakan tukang belakang namun ...
115. Tujuan pengobatan spondilitis TB a. Pasien masih tetap bergerak bebas
setelah ditemukannya obat anti TB adalah ... b. Pasien merasa lebih baik dalam
a. Eradikasi infeksi bergerak karena tidak nyeri
b. Mencegah deformitas c. Pasien susah mengalami gerakan
c. Menghilangkan gejala d. Gerakan pada tulang belakang
d. Meningkatkan kemungkinan sangat mempengaruhi kekakuan
defisit neurologis instrumentasi

116. Berapa persen progresifitas kifosis 123. Instrumentasi spinal dapat dilakukan
menjadi kifosis berat ? pada ...
a. 2% a. Segmen servikal saja
b. 3-5% b. Segmen torakal saja
c. 6-7% c. Segmen lumbar saja
d. 8% d. Semua segmen vertebra

117. Berapa persen progresifitas kifosis 124. Indikasi instrumentasi spinal adalah ...
setelah pasien sembuh dari TB ? a. Panvertebral disease
a. 44% b. Long segment disease
b. 45% c. Kifosis
c. 46% d. Posterior segment spinal disease
d. 47%

Bab 22 : Soal dan Evaluasi 159


125. Fasilitas yang dapat digunakan untuk 130. Mengapa SEP banyak digunakan
mengamati fungsi saraf selama pembedahan dibandingkan dengan modalitas lainnya?
berlangsung disebut a. Karena dapat memantau ungsi
a. EEG setiap saraf sepanjang neuraxis
b. IONM b. Karena membutuhkan fasilitas
c. EPG yang lebih sedikit
d. NSOI c. Karena pada umumnya pasien
e. PONM secara spesifik rentan mengalami
cedera pada sistem sensorik saja
126. Modalitas yang digunakan untuk selama pembedahan berlangsung
memantau fungsi saraf preoperatif adalah d. Karena secara fisiologis sel saraf
a. SEP sensorik lebih rentan terhadap
b. MEP iskemia
c. EEG e. Karena posisi anatomis saraf
d. BAEP sensorik lebih rentan
e. EMG
131. Kerugian utama dari menggunakan SEP
127. Tujuan dilakukan pemantauan IONM adalah
sebelum pembedahan adlaah a. Tidak dapat memantau fungsi saraf
a. Menjaga fungsi saraf agar dapat perifer
lebih tahan terhadap tindakan b. Tidak dapat memantau fungsi
bedah neuron kortikal
b. Memeriksa apakah ada predisposisi c. Tidak dapat memantau fungsi saraf
pada sistem saraf pasien yang akan motorik
mengalami pembedahan d. Tidak dapat memantau fungsi saraf
c. Menurunkan risiko terjadinya di ekstremitas
cedera pada saraf pasien bedah e. SEP cenderung tidak memiliki
d. Preservasi sel-sel sistem saraf kerugian
pasien
e. Memastikan bahwa pasien memiliki 132. Pada EMG, otot maseter dapat
fungsi saraf yang dapat dipantau digunakan untuk memantau fungsi saraf
selama pembedahan berlangsung kranial...
a. IV
128. Berikut yang TIDAK termasuk b. V
modalitas dalam IONM adalah c. VI
a. EKG d. VII
b. EEG e. VIII
c. BAEP
d. MEP 133. Pada EMG, sfingter anus dapat
e. SEP digunakan untuk memantau fungsi saraf...
a. S1 – S3
129. Otot yang dapat digunakan untuk b. S1 – S4
monitoring saraf T1 pada EMG c. S1 – S5
a. Deltoid d. S2 – S5
b. Trapezius e. S2 – S4
c. Stylopharyngeus
d. Flexor carpi ulnaris 134. Untuk meningkatkan akurasi IONM,
e. Trisep maka SEP umumnya dilakukan beriringan
dengan
a. MEP
b. BAEP
c. EEG
d. EMG
e. EP

160 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


135. Di bawah ini yang bukan merupakan 140. Yang bukan merupakan kendala dalam
keuntungan terapi bedah invasi minimal penerapan metode bedah invasi minimal di
adalah? Indonesia adalah…
a. Risiko infeksi postoperasi pasien a. Kurangnya pasien yang
lebih kecil diindikasikan untuk terapi
b. Waktu rawat inap yang lebih b. Paparan sinar rontgen pada pasien
singkat yang terlalu lama
c. Biaya pembedahan yang murah c. Kebijakan pemerintah yang kurang
d. Bekas sayatan yang dihasilkan mendukung
minimal d. Kurangnya operator yang dapat
e. Turunnya angka kejadian nyeri melakukan
pascaoperasi e. Biaya pengembangan yang tinggi

136. Apa indikasi terapi bedah pada 141. Apa komplikasi bila terapi bedah tidak
spondilitis tuberkulosis… dilakukan secepat mungkin bagi pasien
a. Pasien merupakan penderita TB yang diindikasikan…
sekunder a. TB dapat menyebar ke diskus lain
b. Mikroba resisten terhadap salah b. Dapat mencetuskan perkembangan
satu obat standar TB TB-MDR
c. Terdapat komorbiditas (sepsis atau c. Paraplegia
koagulopati) d. Dapat terjadi infeksi sekunder pada
d. Mikroba penyebab (TB) telah pasien
diidentifikasi e. Dapat menyebabkan gangguan
e. Terdapat defisit neurologis pada skoliosis pada pasien
pasien
142. Dalam melakukan prosedur invasi
137. Prosedur mana di bawah ini yang telah minimal, berapa besar sayatan yang
diterapkan pada tahun 2005 di Rumah Sakit sebaiknya dilakukan…
Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit a. Kurang dari 2 cm
Fatmawati… b. 2-5 cm
a. Endoskopi disektomi c. 5-10 cm
b. Penggunaan frekuensi sinar X d. 10-15 cm
untuk manajemen nyeri e. Lebih dari 15 cm
c. Disektomi mikroskopik
d. Disc-Fx 143. Prosedur bedah yang tidak dilakukan
e. IDET bagi penderita TB spinal adalah…
a. Dekompresi posterior
138. Kapan Rumah Sakit Cipto b. Dekompresi anterior
Mangunkusumo menetapkan prosedur c. Dekompresi posterior diikuti
invasi minimal tulang belakang… dekompresi anterior
a. 2005 d. Dekompresi anterior diikuti
b. 2007 dekompresi posterior
c. 2009 e. Dekompresi superior diikuti
d. 2010 inferior
e. 2013
144. Apabila ketika melakukan prosedur
139. Setelah pembedahan, pendekatan pembedahan invasi minimal dokter
terapi medikamentosa bagi pasien dilakukan mendapatkan lesi yang cukup besar,
selama ... bulan tindakan yang dapat dilakukan adalah…
a. 2 a. Melakukan operasi terbuka
b. 6 b. Kuretase dan irigasi lesi
c. 12 c. Pungsi lumbal
d. 18 d. Menggunakan terapi radiasi
e. 24 e. Melakukan irigasi pada lesi

Bab 22 : Soal dan Evaluasi 161


145. Tujuan rehabilitasi otot saat dan pasca 150. Tata laksana abses paravertebral sesuai
TB Spinal adalah… algoritma Subroto Sapardan adalah…
a. Memulihkan massa, tonus, dan a. Aspirasi abses
kekuatan otot b. OAT lini kedua
b. Menghilangkan bekas infeksi yang c. Konsumsi makanan tinggi
tersisa pada otot kandungan antioksidan
c. Memacu perbaikan kontraksi otot d. Debridemen dan evakuasi abses
d. Mencegah tetanus e. Konsumsi medikamentosa
e. Memaksimalkan difusi antibiotik
menuju otot 151. Di bawah ini yang bukan konsep
pendekatan terapi dengan sel punca adalah
146. Gangguan buang air kecil yang sering a. Administrasi langsung sel punca ke
terjadi akibat TB Spinal adalah… dalam tubuh
a. Hematuria b. Transplantasi sel punca yang telah
b. Kiluria terdiferensiasi
c. Retensi dan inkontinensia urin c. Stimulasi sel punca dalam tubuh
d. Urin keruh d. Metode tissue engineering dengan
e. Urin bau dan berbusa sel punca
e. Injeksi sel punca secara
147. Rehabilitasi sanitasi pada penderita TB intramuskular
Spinal adalah…
a. Menjaga kebersihan lingkungan 152. Bagaimana mekanisme sel punca
sekitar yang diinjeksikan sistemik mencapai organ
b. Mengenal sanitasi diri dan target?
kebersihan baju/pakaian dalam a. Mengikuti gradien konsentrasi
c. Mandi dengan air panas pada pagi sitokin dan kemokin yang
hari dilepaskan organ target
d. Konsumsi makanan sehat b. Berikatan dengan reseptor
e. Tidak keluar rumah untuk permukaan di organ target
menghindari paparan radiasi c. Berikatan dengan protein plasma
d. Menyebar secara transelular
148. Rehabilitasi pada spondilitis TB derajat e. Melawan gradien konsentrasi
ringan bisa dilakukan dengan… sitokin dan kemokin
a. Menggunakan kursi roda saat
beraktivitas 153. Molekul pro-inflamasi apa yang
b. Pemberian obat analgesik menyebabkan peningkatan proses osifikasi
c. Istirahat total di tempat tidur pada transplasi BMSC?
d. Konsumsi makronutrisi harus a. IL-2, IL-3
ditekan b. IL-4, IL-15
e. Menggunakan kateter saat c. IL-1, IL-17, dan TNF-α
berkemih d. INF-1, IL-5
e. IL-10
149. Spondilitis TB derajat berat
membutuhkan terapi rehabilitasi yang 154. Di bawah ini, yang bukan merupakan
bertahap. Tahap pertama yang harus perlakuan kepada kelinci pada percobaan
dilakukan adalah… adalah?
a. Pemberian obat analgesik a. Debridement
b. Rehabilitasi otot dan sendi b. Kuretasi lesi
c. Intervensi gizi c. Obat anti tuberkulosis
d. Istirahat total d. Transplantasi BMSC
e. Meningkatkan intensitas dan e. Peletakan kerangka hidroksiapatit
durasi aktivitas harian

162 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


155. Seberapa besar lubang yang diperlukan 160. Mengapa penelitian meneliti persebaran
untuk inokulasi pada kelinci? patogen pada sel iliac?
a. <2 mm a. Karena sumsum tulang sel iliac
b. 2-4 mm digunakan untuk pembuatan sel
c. 4-6 mm punca mesenkimal
d. 6-10 mm b. Karena terapi sel punca
e. 12-14 mm membutuhkan kestabilan tulang
iliac
156. Seberapa besar potensi penyebaran c. Karena sumsum tulang sel iliac
patogen menuju tulang iliaka? digunakan untuk pembuatan sel
a. 5% punca hematopoietik
b. 20% d. Karena sumsum tulang sel iliac
c. 50% digunakan untuk pembuatan sel
d. 35% punca adiposa
e. 15% e. Karena sumsum tulang sel iliac
digunakan untuk pembuatan sel
157. Apa yang menjadi syarat utama untuk punca trofoblas
penggunaan sumsum tulang bagi pembuatan
sel punca mesenkimal berdasarkan 161. Pembedahan dapat dilakukan untuk
penelitian? skoliosis jika sudut yang terbentuk
a. Tidak diinfeksi patogen melebihi…
b. Memiliki jumlah sel yang sedikit a. 30 derajat
c. Kemampuan diferensiasi baik b. 35 derajat
d. Memperoleh sampel yang kurang c. 40 derajat
e. Kemampuan migrasi yang baik d. 45 derajat
e. 50 derajat
158. Definisi sel punca adalah…
a. Sel dengan organel yang belum 162. Teknik pembedahan yang
matang dikembangkan oleh RSCM disebut...
b. Sel yang sudah tidak dapat a. IOL
berdiferensiasi lagi dalam tubuh b. RSCM
c. Sel yang kemampuan diferensiasi c. KML
rendah d. RCMS
d. Sel yang tidak memiliki inti e. MMR
e. Sel dengan kapabilitas untuk
membelah diri dan menghasilkan 163. Langkah pertama dari prosedur RSCM
anak sel dengan sifat yang sama adalah…
atau sel yang terdiferensiasi secara a. Penempatan skrup pedikel
lebih lanjut dalam tubuh b. Penempatan correction rod
c. Penempatan manipulator bar
159. Yang mana dari bawah ini merupakan d. Manuver koreksi
jenis sel punca yang digunakan untuk terapi e. Penempatan connecting rod
spondilitis tuberkulosis?
a. Bone-marrow stromal cells 164. Langkah kedua dari prosedur RSCM
b. Haemapoietic stem cell adalah
c. Adipose stem cell a. Penempatan skrup pedikel
d. Epistem cell b. Penempatan correction rod
e. Embryonic stem cell c. Penempatan manipulator bar
d. Manuver koreksi
e. Penempatan connecting rod

Bab 22 : Soal dan Evaluasi 163


165. Langkah ketiga dari prosedur RSCM d. Secretion control mechanism
adalah e. Trandermal open mechanism
a. Penempatan skrup pedikel
b. Penempatan correction rod 172. Seorang fisioterapis spondilitis TB
c. Penempatan manipulator bar bertugas untuk…
d. Manuver koreksi a. Memilih dan memasangkan ortose
e. Penempatan connecting rod prostetik
b. Memberi suntikan semangat dan
166. Langkah terakhir dari prosedur RSCM kekuatan spiritual
adalah c. Bertanggung jawab atas
a. Penempatan skrup pedikel kemandirian aktivitas fisik sehari-
b. Penempatan correction rod hari pasien
c. Penempatan manipulator bar d. Mengajarkan bladder dan bowel
d. Manuver koreksi training
e. Penempatan connecting rod e. Menentukan tata laksana lanjutan
yang akan diambil
167. Skrup pedikel yang lebih dipilih untuk
digunakan adalah 173. Latihan gerak sendi pasif pada pasien
a. Pendek dan berdiameter kecil TB Spinal dengan paraplegia memiliki
b. Panjang dan berdiameter kecil tujuan untuk…
c. Pendek dan berdiameter besar a. Mengurangi nyeri
d. Panjang dan berdiameter besar b. Mencegah atrofi otot
e. Ukuran tidak menentukan c. Mencegah gangguan pernapasan
d. Mencegah terjadinya ulkus
168. Segmen tulang belakang yang termasuk deKubitus
segmen torakal bawah adalah e. Mencegah kontraktur
a. T8 – T12
b. T7 – T12 174. Bowel training pada pasien spondilitis
c. T8 – T11 TB dilakukan dengan cara…
d. T7 – T11 a. Minum air 2,5 liter/hari
e. T6 – T12 b. Makan teratur dan defekasi teratur
setiap pagi
169. Segmen torakal atas mencakup c. Pemberian laksatif oral selama 3
a. T1 – T6 hari
b. T2 – T7 d. Makan buah dan sayur dengan
c. T3 – T8 takaran yang tidak ditentukan
d. T2 – T6 e. Buang air besar dijadwalkan sekali
e. T3 – T7 dalam sehari

170. Jumlah manipulator bar yang 175. Pemasangan penyangga prostetik pada
diperlukan adalah tulang belakang bertujuan untuk…
a. 5 a. Mencegah penyebaran infeksi yang
b. 6 berlanjut
c. 7 b. Menghambat pertumbuhan bakteri
d. 8 c. Menambah massa tulang
e. 9 d. Kontrol nyeri, stabilisasi, dan
mengurangi pergerakan tulang
171. Penggunaan TENS di punggung dapat belakang
merangsang pengeluaran endorfin melalui e. Menambah massa otot yang
mekanisme… mengalami atrofi
a. Gate control mechanism
b. Open mechanism
c. Close mechanism

164 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


176. Yang tidak berpengaruh terhadap 182. Pemeriksaan laboratorium yang perlu
faktor kebiasaan dan penyakit pada dilakukan pada registrasi spondilitis TB
registrasi spondilitis TB adalah… adalah
a. Riwayat imunisasi BCG pada pasien a. DPL
b. Riwayat TBC paru serumah b. Fungsi liver
c. Riwayat TBC paru pada pasien c. Fungsi ginjal
d. Riwayat minum obat TBC pada d. Penanda inflamasi (CRP)
pasien dan keluarga e. Semuanya benar
e. Riwayat imunisasi BCG pada
keluarga serumah 183. Pemeriksaan mikrobiologi pada
registrasi spondilitis TB dilakukan terhadap
177. Yang perlu digali pada riwayat penyakit a. Cairan punksi lumbal
saat ini pada registrasi spondilitis TB, adalah b. Darah arteri
riwayat... c. Swab mukosa
a. Masalah buang air kecil d. Sputum
b. Masalah buang air besar e. Darah vena
c. Trauma pada tulang belakang
d. Pengobatan TBC yang sudah
diterima
e. Adanya penurunan berat badan

178. Pada pemeriksaan radiologi, yang perlu


dilakukan (tidak ada kontraindikasi) untuk 22.2. ISIAN SINGKAT
data registrasi TB adalah
a. Foto polos X-ray
b. Pemeriksaan CT 1. Tulang belakang berfungsi untuk…
c. MRI
d. USG 2. Kolumna vertebralis terbagi menjadi 5
e. Bone scan segmen, yaitu…
3. Fraktur komplit pada dens axis dapat
179. Riwayat kebiasaan yang berpengaruh mempengaruhi mobilitas kolumna
pada spondilitis TB, adalah vertebralis berupa…
a. Riwayat olahraga
b. Riwayat merokok 4. Ligamentum flavum pada tulang belang
c. Riwayat minum alkohol berfungsi untuk…
d. Semuanya benar 5. C7 disebut sebagai vertebra prominens
karena…
180. Data yang perlu digali pada pemeriksaan
fisis pada registrasi spondilitis TB adalah 6. Otak merupakan organ yang sulit
a. Tekanan darah ditembus oleh beberapa zat tertentu
b. Nadi melalui sistem sirkulasi. Sistem proteksi
c. Status gizi ini dibantu oleh…
d. Ronki pada paru saat auskultasi 7. Ani merasakan haus setelah berolahraga.
e. Ketidaksimetrisan pernapasan saat Haus yang dirasakan Ani diatur oleh ….
inspeksi pada pusat integrasi.

181. Pemeriksaan neurologis yang perlu 8. Kulit pada 1/2 medial punggung tangan
dilakukan pada registrasi spondilitis TB, dipersarafi oleh…
adalah 9. Saraf kranial yang bertangggung jawab
a. Pemeriksaan refleks patologi dalam motorik atau penggerak bola
b. Pemeriksaan motorik mata adalah…
c. Pemeriksaan saraf kranial
d. Pemeriksaan saraf otonom 10. Diafragma sebagai otot utama
e. Pemeriksaan keseimbangan pernapasan dipersarafi oleh…

Bab 22 : Soal dan Evaluasi 165


11. Sel tulang yang berperan dalam proses 26. Infeksi bakteri tuberkulosis dari korpus
resorpsi adalah… vertebra menuju medula spinalis akan
melalui…
12. Evaluasi fungsi osteoblas bisa
menggunakan biomarker spesifik 27. Kumpulan sel epiteloid, sel datia
yaitu… Langhans, dan limfosit akan
membentuk nodul yang disebut…
13. Komponen utama matriks organik
tulang adalah… 28. Paraplegia lanjut pada spondilitis
tuberkulosis disebabkan oleh…
14. Berdasarkan bentuknya, kolumna
vertebralis termasuk ke dalam jenis 29. Abses dingin yang muncul dari servikal
tulang… dapat menumpuk pada daerah…
15. Biomarker spesifik yang diekspresikan 30. Derajat kerusakan pada paraplegia
oleh osteoklas adalah… akibat spondilitis tuberkulosis terdiri
atas … derajat.
16. Jenis patogen lain yang berasal dari
genus Mycobacterium selain M. 31. Kerusakan saraf akibat proses mekanik
tuberculosis adalah... disebabkan oleh …
17. Lapisan granula pada dinding sel 32. Sistem saraf tepi lebih rentan terkena
Mycobacterium tuberculosis tersusun infeksi dibandingkan sistem saraf pusat.
atas granula metakromatik yang sering Alasan yang mendasari hal tersebut
disebut… adalah…
18. Molekul pada dinding sel 33. Infeksi TB pada paru dapat menyebar ke
Mycobacterium tuberculosis yang tulang belakang dengan cara …
berperan dalam interaksi patogen dan
34. Perbedaan prapelgia onset dini dan
inang adalah…
onset lambat adalah…
19. Metode transmisi bakteri pada infeksi
35. Defisit neurologis pada pasien dengan
Mycobacterium tuberculosis adalah…
TB Spinal terjadi beberapa tahapan,
20. Kerentanan terhadap tuberkulosis yaitu…
primer dan reaktif akan meningkat
36. Sebelum memulai pemeriksaan fisik
pada pasien dengan…
pada pasien yang dicurigai menderita
21. Komplikasi terberat dari spondilitis TB Spinal, klinisi dapat mengumpulkan
tuberkulosis adalah… informasi mengenai keluhan pasien
pada saat…
22. Infeksi Mycobacterium tuberculosis
yang secara langsung menyerang tulang 37. Penilaian terhadap status neurologis
belakang pada spondilitis tuberkulosis pasien TB Spinal menggunakan skala…
disebut…
38. Palpasi pada pemeriksaan fisik
23. Keluhan yang semakin memberat digunakan untuk menilai…
namun belum tampak komplikasi pada
39. Hasil positif palsu pada pemeriksaan
spondilitis tuberkulosis termasuk ke
TST ditemukan pada pasien yang…
dalam infeksi fase…
40. Deteksi antibodi spesifik pada pasien
24. Seseorang yang mengalami spondilitis
yang dicurigasi TB Spinal dapat
tuberkulosis diketahui telah memiliki
dilakukan dengan metode…
gibus. Spondilitis yang dialami pasien
dapat digolongkan pada tingkat… 41. Contoh diagnosis banding TB Spinal
adalah…
25. Klasifikasi spondilitis tuberkulosis
berdasarkan bentuk lesinya terdiri 42. Medium cair yang bisa digunakan untuk
atas… kultur Mycobacterium tuberculosis
adalah …

166 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


43. Pengambilan sampel pada pemeriksaan 59. Terapi medikamentosa pada spondilitis
histopatologi TB Spinal dapat dilakukan TB dikatakan gagal jika…
dengan menggunakan…
60. Regimen OAT kategori II segera
44. Modalitas radiologi yang digunakan diberikan pada kondisi…
dalam screening spondilitis tuberkulosis
61. Sebutkan dua jenis ortosis!
adalah…
62. Terapi konservatif terdiri dari ...
45. Modalitas radiologi terbaik yang dapat
menunjukkan kerusakan atau destruksi 63. Istirahat di tempat tidur umumnya
tulang belakang adalah… dilakukan selama...
46. Modalitas radiologi yang digunakan 64. Salah satu kontraindikasi diberikannya
untuk melihat kondisi jaringan lunak di support eksternal adalah...
sekitar tulang belakang pada spondilitis
65. Hal yang harus dilakukan pasien selama
adalah…
menjalani masa rawat jalan adalah...
47. Jumlah bakteri minimal yang
66. Sebutkan tahapan tatalaksana total
dibutuhkan pada pewarnaan BTA
Subroto Sapardan!
adalah…
67. Selain masalah sosial dan psikogenik,
48. Lama proses kultur bakteri
masalah apa yang dihadapi pasien
Mycobacterium tuberculosis adalah…
dengan spondiltis tuberkulosa?
49. Selain media Lowenstein Jensen, media
68. Sebutkan tujuan tatalaksana total
kultur lain untuk Mycobacterium
Subroto Sapardan!
tuberculosis yaitu…
69. Operasi dengan pendekatan dan
50. Selain medium Middlebrook, medium
instrumentasi posterior dilakukan pada
cair lain yang bisa digunakan untuk
kondisi apa saja?
kultur Mycobacterium tuberculosis
adalah… 70. Instrumentasi spinal adalah...
51. Teknik pengambilan jaringan pada 71. Instrumentasi spinal bertujuan...
biopsi tulang belakang adalah…
72. Jelaskan komponen dalam
52. Apabila biopsi jarum tidak instrumentasi spinal!
memungkinkan untuk dilakukan, maka
73. Jelaskan perbedaan instrumentasi pada
teknik alternatif yang bisa dilakukan
masing-masing segmen!
adalah…
74. Prinsip instrumentasi adalah...
53. Antigen Mycobacterium tuberculosis
yang tidak terdapat dalam vaksin BCG 75. Mengapa iritasi mekanis dapat
adalah... menimbulkan lonjatan pada grafik
EMG?
54. Pada pemeriksaan ICT tuberkulosis,
hasil diperoleh dengan cara... 76. Sebutka otot-otot yang dapat digunakan
untuk memantau fungsi saraf C4!
55. Hasil uji Mantoux dapat diketahui
dalam kurun waktu.. 77. Sebutkan otot-otot yang dapat
diigunakan untuk memantau fungsi
56. Hasil positif palsu pada uji Mantoux
saraf L1!
dapat terjadi karena ...
78. Apa keuntungan menggunakan
57. CRP dapat dihasilkan oleh ...
modalitas SEP untuk IONM?
58. Durasi pemberian OAT pada spondilitis
79. Apa kerugian menggunakan modalitas
TB dengan hasil pemeriksaan positif
MEP untuk IONM?
MDR-TB adalah…

Bab 22 : Soal dan Evaluasi 167


80. Apa saja indikasi terapi bedah pada 100. Pemanasan (terapi panas) menggunakan
pasien spondilitis tuberkulosis? infrared memiliki manfaat berupa…
(Terdapat defisit neurologis, abses
101. Cara pengumpulan data registrasi
paravertebral, dan adanya instabilitas
spondilitis TB adalah
tulang belakang)
102. Data pemeriksaan fisik yang harus ada
81. Mengapa perkembangan prosedur
pada registrasi spondilitis TB adalah…
invasi minimal di Indonesia berkembang
lambat? 103. Pemeriksaan mikrobiologi pada
registrasi spondilitis TB adalah…
82. Apa saja keuntungan dari penerapan
metode bedah invasi minimal? 104. Apa saja yang ditulis dalam bagian hasil
pada registrasi spondilitis TB…
83. Mengapa terapi bedah harus dilakukan
secepat mungkin bagi pasien?
84. Apa saja prosedur bedah yang dapat
dilakukan bagi penderita TB spinal?
85. Tata laksana fungsi atau rehabilitas
spondilitis TB terdiri atas…
86. Sebelum melalukan tata laksana
rehabilitasi pada pasien spondilitis TB,
diperlukan…
87. Spondilitis TB derajat berat ditandai
dengan…
88. Apa yang menyebabkan sel punca
merupakan terapi yang menjanjikan
bagi pengobatan di masa depan?
89. Mengapa perlu mewaspadai patogen
pada sumsum tulang iliac?
90. Bagaimana mekanisme stimulasi sel
punca endogen?
91. Apa saja konsep terapi yang sudah
dikembangkan dalam terapi sel punca?
92. Jelaskan definisi sel punca?
93. Sebutkan prosedur dalam pemasangan
skrup pedikel!
94. Sebutkan prosedur dalam pemasangan
connecting rod!
95. Sebutkan dan jelaskan 2 tujuan manuver
koreksi!
96. Sebutkan pembagian dan klasifikasi
segmen tulang belakang!
97. Apa prinsip dari teknik RSCM?
98. Tim rehabilitasi terdiri atas…
99. Tujuan latihan pernapasan pada
rehabilitasi medik spondilitis TB
adalah…

168 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


Indeks

A B
Defisit neurologis 40, 41, 44,
45, 50, 66, 67, 68, 72, 73, 74,
78, 79, 80, 94, 127, 131, 144,
152, 153, 157, 158, 159, 161, 166,
Abses 42, 43, 44, 45, 46, 47, BAEP (brainstem evoked
168
48, 50, 53, 56, 58, 59, 61, 62, auditory potential) 90, 91, 160
Deformitas 2, 40, 41, 45, 48,
66, 68, 72, 73, 74, 75, 77, 94, Bakteri 2, 14, 23, 29, 31, 32,
50, 54, 55, 59, 68, 72, 73, 74,
95, 96, 97, 98, 116, 117, 119, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 40, 41,
77, 78, 79, 80, 81, 85, 86, 87,
125, 127, 129, 132, 133, 141, 142, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 55, 60,
88, 89, 94, 95, 108, 118, 119,
145, 152, 156, 157, 158, 159, 162, 63, 65, 66, 98, 101, 151, 152,
122, 124, 125, 126, 127, 130, 131,
166, 168 153, 154, 155, 156, 158, 164,
132, 135, 137, 138, 139, 140, 141,
Aerob 34 166, 167
142, 145, 146, 152, 153, 157, 159
Alternatif 2, 43, 54, 61, 72, Basil tahan asam (BTA) 44, 45,
Dekompresi 73, 77, 78, 83, 94,
73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 95, 96, 60, 61, 117, 155, 156, 167
119, 122, 125, 129, 132, 133, 135,
112, 118, 119, 121, 124, 125, 126, Basil tuberkel 33, 47 138, 140, 141, 142, 144, 146,
128, 129, 131, 132, 133, 135, 136, 155, 161
Bedah tulang belakang 67,
138, 140, 142, 144, 146, 158,
72, 95 Diafisis 16, 18
159, 167
alternatif 1 43, 73, 74, 75, Biomolekuler 21, 58, 62, 154, Diskus intervertebralis 4, 44,
118 169 98, 141, 149
alternatif 2 43, 73, 74, 75, Biopsi 61, 73, 136, 138, 154,
119 156, 167
alternatif 3 43, 73, 74, 75,

E
Brace 70, 74, 81, 108, 119, 125,
76, 121 157, 158
alternatif 4 43, 73, 74, 75,
76, 125
alternatif 5 43, 73, 74, 75,
77, 126
alternatif 6 43, 73, 74, 75,
C
Cedera saraf 93
Elektroensefalografi 90
Elektrofisiologi saraf 12

77, 129 Elektromielografi 90


alternatif 7 43, 73, 74, 75, CRP (C-reactive protein) 43, ELISA (Enzyme-linked
77, 132 61, 62, 117, 141, 154, 157, 158, Immunoabsorbent Assay) 62,
alternatif 8 43, 73, 74, 75, 165, 167 63, 154, 156
78, 138 Epidemiologi 2, 41, 113, 114
alternatif 9 43, 73, 74, 75,

D
Epifisis 16, 18, 46
78, 142
Etiologi 45, 94, 104, 152, 155
alternatif 10 43, 73, 74, 75,
79, 144
Anamnesis 42, 54, 55, 58 Debridement 65, 73, 75, 76,

G
77, 78, 79, 95, 96, 97, 119, 120,
Apoptosis
122, 124, 128, 129, 131, 132, 133,
osteoblas 22, 24
135, 136, 138, 140, 141, 142,
osteosit 29
144, 162 Gibus 42, 43, 44, 46, 48, 53,

Indeks 169
55, 56, 58, 59, 73, 116, 117, 118, 142, 144 MEP (Motor Evoked Potential)
119, 122, 125, 126, 127, 130, 132, Kemoterapi 40, 66, 85 90, 93, 160, 167
134, 137, 139, 140, 142, 144, 145, Metafisis 16, 18
152, 153, 166 Kerusakan saraf 48, 49, 93,
153, 166 Mikrobiologi 43, 44, 55, 58,
Granulomatosis 61 60, 115, 117, 154, 165, 168
Kifosis 2, 3, 45, 47, 48, 58, 59,
68, 72, 73, 74, 76, 77, 78, 79, 80, MRI 43, 59, 75, 117, 120, 125,

H
81, 83, 85, 86, 94, 96, 124, 125, 133, 139, 143, 145, 154, 155,
126, 127, 129, 132, 133, 134, 135, 156, 165
136, 137, 138, 139, 140, 141, 142, Multidrug-resistant
143, 144, 145, 146, 149, 152, 157, tuberculosis (MDR-TB) 66,
Histopatologi 43, 44, 53, 55, 158, 159 167
58, 61, 117, 152, 155, 156, 167 Klasifikasi Mycobacterium tuberculosis
rehabilitasi TB spinal 104 2, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38,
spodilitis TB 42

I
40, 41, 44, 45, 46, 47, 48, 49,
tulang 15 55, 60, 62, 63, 65, 66, 98, 101,
Koksigis 3,5,6 151, 155, 166, 167
Konvensional 45, 87
ICT (Immunochromatography) Koreksi 71, 73, 77, 78, 79, 83,
Tuberkulosis 62, 154, 156, 167

N
85, 86, 87, 88, 89, 95, 108, 122,
IGRAs (Interferon Gamma 125, 126, 129, 132, 133, 135, 136,
Release Assay) 62, 156 138, 140, 142, 144, 146, 163,
INA Registry 62, 156 164, 168
Infeksi 2, 14, 23, 31, 35, 37, 40, Kultur 23, 29, 44, 60, 61, 65, Nekrosis 46, 47, 49, 61, 62,
41, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 66, 74, 101, 117, 152, 154, 155, 152, 153, 154, 156
56, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 66, 156, 166, 167
72, 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80,
83, 85, 95, 96, 98, 101, 104, 118,
119, 126, 127, 135, 140, 146, 151, O
152, 153, 154, 155, 157, 158, 159,
161, 164, 166
Instabilitas 40, 41, 68, 72, 76,
L Obat antituberkulosis 43, 44,
65, 66, 67, 97, 117, 118, 119, 120,
80, 94, 97, 125, 126, 127, 129, LED (Laju Endap Darah) 43, 121, 122, 125, 126, 128, 129, 131,
131, 135, 140, 144, 168 53, 61, 62, 70, 117, 141, 146, 154, 132, 133, 134, 135, 136, 138, 140,
Instrumentasi 73, 74, 76, 77, 156, 158 142, 144, 152, 157, 162, 167
78, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85, Lesi 18, 35, 40, 41, 45, 46, 47, Orthosis lihat Penyangga
86, 97, 131, 132, 133, 136, 145, 50, 53, 55, 56, 59, 62, 66, 72, eksternal
146, 158, 159, 167 73, 74, 75, 95, 99, 107, 108, 117, Osifikasi 14, 15, 16, 18, 99,
Invasi minimal 2, 72 119, 120, 124, 133, 136, 140, 151, 162
IONM (Intraoperative Nerve 161, 162
Osteoblas 18, 19, 20, 21, 22, 23,
Monitoring) 87, 90, 91, 92, 93, Lumbalis 3, 5, 46, 59, 149, 150 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 97,
160, 167 98, 99, 100, 101, 151, 166
Osteoklas 20, 21, 22, 23, 24,
25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 67,

J M 98, 166
Osteosit 18, 20, 21, 22, 23, 25,
27, 28, 29, 99, 151
Marker Otak 7, 8, 9, 10, 48, 49, 92,
Jewett brace 70, 74, 119 osteoblas 22 100, 150, 153, 165
osteoklas 26
osteosit 28

K
Matriks tulang 16, 18, 19, 20,

Kelumpuhan 40, 41, 42, 43,


21, 22, 24, 25, 26, 27, 28, 30, 31,
97, 98, 151
Medulla spinalis 7, 9, 10, 40,
P
41, 46, 48, 49, 50, 58, 59, 72,
44, 46, 50, 55, 73, 78, 79, 110, Paraplegia 2, 46, 48, 50, 51, 55,
104, 150, 152, 155, 166

170 Spondilitis Tuberkulosis : Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi


68, 80, 83, 94, 107, 108, 142, Sistem saraf 138, 141, 143, 145, 165132, 134,
144, 152, 153, 154, 157, 159, 161, perifer 7, 10, 12 135, 138, 140, 142, 162
164, 166 pusat 7, 10, 12, 49, 151, 153,
PCR 44, 61, 62, 63, 117, 154, 166
155, 156 Skoliosis 71, 81, 86, 87, 88, 89,
Pemeriksaan 161, 163
BTA 44, 45, 60, 61, 117 Spondilitis TB 40, 41, 42, 43,
CT 59, 61, 110, 117, 154, 44, 45, 46, 49, 53, 55, 56, 58,
155, 165 59, 61, 65, 66, 67, 75, 76, 77,
fisik 42, 43, 54, 55, 56, 58, 78, 80, 87, 89, 97, 106, 110, 113,
109, 118, 119, 122, 125, 127, 114, 115, 118, 119, 120, 124, 125,
129, 132, 134, 136, 138, 140, 127, 128, 129, 131, 132, 133, 135,
142, 144, 153, 166, 168 136, 137, 138, 140, 141, 142, 144,
penunjang 43, 53, 54, 55, 146, 157, 159, 162, 164, 165,
58, 109, 118, 119, 132, 137, 167, 168
139, 141, 143, 145 Stabilisasi 19, 65, 68, 69, 80,
Penyangga eksternal 68, 69, 83, 94, 108, 119, 121, 122, 125,
70, 128, 170 126, 128, 129, 132, 133, 135, 136,
Posterolateral endoscopic 138, 140, 141, 144, 158, 164
debridement 95 Subroto Sapardan 71-75, 95,
112, 158, 162, 167

R T
Rehabilitasi 43, 73, 104, 105,
106, 107, 108, 109, 110, 162, 168 Tata laksana 43, 65, 66, 68,
72-75, 87, 97, 104, 106, 112,
Remodelling tulang 30, 31
113, 114, 115, 118, 119, 120, 124,
Resistensi 32, 33, 34, 60, 66, 125, 128, 129, 131, 132, 133, 135,
68, 156, 158 138, 140, 141, 142, 144, 146, 162,
Respons imun 23, 27, 29, 65 164, 168
Rifampisin 66, 67, 157 Teknik RSCM 73, 78, 87, 89,
112, 168
Torakalis 3, 5, 46, 48, 150

S
Total Treatment Subroto
Sapardan 71, 72, 95, 96, 112
Tuberkel 33, 34, 47, 61, 156,
169
Sakralis 5, 149, 150
Tuberculin skin test 35, 53,
Saraf kranial 7, 9, 10, 91, 160,
61, 156
165
Saraf perifer 7, 10, 12, 49, 91,
92, 160

U
Segmen 3, 41, 46, 47, 58, 62,
63, 78, 80, 81, 82, 83, 85, 86,
87, 88, 89, 93, 94, 120, 125, 127,
132, 133, 143, 145, 149, 159, 164, Uji Mantoux 61, 62, 70, 154,
165, 167, 168 156, 158, 167
Sekrup 65, 71, 81, 82, 85, 94,
95
Sel punca 27, 65, 97, 99, 100,

X
101, 162, 163, 168
SEP 90, 92, 93, 160, 167
Servikalis 3, 4, 5, 11, 68, 149,
150 X-ray 58, 59, 110, 117, 135,

Indeks 171

Anda mungkin juga menyukai