Final Isbn Spondilitis Tuberkulosis Diagnosis-Compressed PDF
Final Isbn Spondilitis Tuberkulosis Diagnosis-Compressed PDF
Spondilitis
tuberkulosis br - A
10
ot
o Sapa
rdan
lternatif 1 - Alternat
if 2
-
- Alternatif 9 - Alte S u
Diagnosis, Penatalaksanaan,
Alt
ti f
t
r na
n
ern
Total Treatme
dan Rehabilitasi
atif
EDISI
3-
Alternatif 4 - A
1
8
lt
f
e
at i
rna
ern
tif
lt 5-
-A A
Spondilitis Tuberkulosis:
Diagnosis, Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi
EDISI PERTAMA
Penulis Rahyussalim | Kontributor Tri Kurniawati, Fadlika Harinda, Clara Gunawan, Tania
Graciana, Reganedgary Jonlean, Filbert Kurnia Liwang, Yuli Maulidiya, M. Ilham Dhiya,
Nur Afiahuddin, Afiyatul Mardiyah | Editor Rahyussalim, Tri Kurniawati, Fadlika Harinda,
Clara Gunawan, Renata Tamara, Vannessa Karenina, Nadhira Najma | Desain dan Tata Letak
Cetak Shafira Chairunnisa, Idzhar Arrizal, Kristian Kurniawan, Itsna A. Zulfiyah, Fiona
Muskananfola | Foto Dokumen penulis | Ilustrasi Shafira Chairunnisa, Meutia Naflah Gozali,
Kelvin Theandro Gotama | Tim Penerbitan dan Produksi Tri Kurniawati, Andi Gunawan
Karamoy, Reganedgary Jonlean
Hak Cipta © 2018 Penerbit Media Aesculapius, Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, baik
secara elektronik maupun mekanik, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan
menggunakan sistem penyimpanan lainnya tanpa izin dari Penulis maupun Penerbit.
Cetakan I, 2018
ISBN 978-602-61056-3-9
1. Rehabilitasi. I. Rahyussalim
Spondilitis
Tuberkulosis
Diagnosis, Penatalaksanaan,
dan Rehabilitasi
Edisi 1
Dari Penulis
B
ismillaahir Rahmaanir Raahim. Dengan Sapardan, selain juga belajar kepada senior dokter
mengucap syukur ke hadirat Allah SWT orthopaedi ahli tulang belakang yang berkumpul
yang telah melimpahkan segala rahmat serta dalam wadah Pedicle Club Indonesia (PCI) menjadi
karunia-Nya sehingga pembuatan buku “Spondilitis sebuah buku yang diberi judul “Spondilitis
Tuberkulosis: Diagnosis, Penatalaksanaan dan Tuberkulosis: Diagnosis, Penatalaksanaan dan
Rehabilitasi” ini dapat diterwujud. Shalawat dan Rehabilitasi”.
salam semoga Allah curahkan kepada Nabi kita,
Buku ini ditulis dengan tujuan untuk
Muhammad SAW, beserta keluarga, para shahabat
memperkaya wawasan para praktisi kedokteran,
dan pengikutnya hingga akhir zaman.
mulai dari mahasiwa kedokteran hingga dokter
Spondilitis tuberkulosis (spondilitis TB) spesialis, meningkatkan kualitas pelayanan di RSUPN
merupakan suatu penyakit endemis di Indonesia Dr. Cipto Mangunkusumo, menambah khazanah
yang ditemui di sepanjang tahun di seluruh lapisan keilmuan di Fakultas Kedokteran Universitas
masyarakat. Selain masyarakat yang akrab dengan Indonesia serta menyediakan buku ajar yang dapat
penyakit ini, para dokter terutama dokter orthopaedi menjadi acuan dalam memahami penyakit spondilitis
hampir selalu menemukan penyakit ini mulai di tuberkulosis secara komprehensif.
faskes pertama hingga faskes utama. Atas kondisi ini
Penulis menyampaikan terimakasih kepada
maka para dokter perlu memahami permasalahan
Dekan FKUI Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH,
spondilitis TB mulai dari diagnosis, penatalaksanaan
MMB, FINASIM, FACP, Direktur Utama RSUPN
hingga rehabilitasi.
Dr Cipto Mangunkusumo dr. Lies Dina Liastuti,
Tata laksana total spondilitis TB yang SpJP(K), MARS, dan Kepala Departemen Orthopaedi
diperkenalkan oleh Prof. Subroto Sapardan dari dan Traumatologi FKUI-RSCM dr. Wahyu Widodo,
Universitas Indonesia merupakan salah satu panduan SpOT(K) yang telah memberikan ruang, kesempatan
untuk penatalaksanaan spondilitis TB di Indonesia. dan dukungan sehingga buku “Spondilitis
Tatalaksana total Soebroto Sapardan membagi Tuberkulosis: Diagnosis, Penatalaksanaan dan
sepuluh alternatif pengobatan spondilitis TB yang Rehabilitasi” edisi pertama ini dapat tersusun dan
memudahkan seorang dokter dalam memilih diterbitkan.
jenis tindakan yang cocok dengan perkembangan
Penulisan buku “Spondilitis Tuberkulosis:
penyakit dengan tujuan antara lain menyembuhkan
Diagnosis, Penatalaksanaan dan Rehabilitasi”
infeksi, mencapai tulang belakang yang stabil
edisi pertama ini tentu masih jauh dari sempurna,
dan bebas dari rasa sakit, tanpa deformitas serta
karenanya kritik, saran dan masukan untuk
mengembalikan fungsi tulang belakang dan organ
perbaikan buku ini di masa yang akan datang sangat
yang terlibat sehingga memungkinkan penderitanya
Penulis harapkan.
dapat kembali ke kehidupan sosial, keluarga dan
lingkungan kerjanya. Akhirnya, semoga buku ini dapat memberi
manfaat positif bagi semua. Aamin YRA.
Sebagai salah seorang murid yang beruntung
memperoleh pendidikan langsung dari Prof. Soebroto
Sapardan, Penulis mencoba untuk mengumpulkan,
mengkompilasi dan mengembangkan catatan serta
Dr. dr. Rahyussalim, SpOT(K)
dokumentasi yang dibuat sendiri oleh Prof. Soebroto
P
ertama–tama saya mengucapkan selamat bisa menjadi bahan bacaan para klinisi yang sehari-
kepada Dr. dr. Rahyussalim, SpOT(K) atas hari bertemu pasien di poliklinik maupun di ruang
terbitnya buku “Spondilitis Tuberkulosis, rawat.
Diagnosis, Penatalaksanaan dan Rehabilitasi” ke-1.
Kami sebagai pimpinan fakultas ini
Kita tahu bahwa tuberkulosis (TB) masih menjadi
mengucapkan terima kasih atas upaya yang telah
momok bagi masyarakat kita termasuk kalangan
dilakukan oleh Dr. dr. Rahyussalim, SpOT(K), staf
medis. Indonesia sekarang negara terbesar ke-2 dalam
pengajar FKUI seperti yang ada di hadapan para
kontribusi kasus TB dunia. Salah satu komplikasi dari
pembaca sekalian. Mudah-mudahan buku ini juga
TB ini adalah spondilitis TB. Apabila tidak ditangani
menjadi inspirasi buat staf pengajar lain terutama
dengan baik, hal ini bisa menyebabkan kecacatan
yang muda-muda untuk membuat buku ajar seperti
pada pasiennya. Oleh karena itu, informasi seputar
buku Spondilitis Tuberkulosis ini. Tugas pengajaran
penyakit ini sangat dibutuhkan oleh para praktisi
dalam bentuk pembuatan buku khususnya buku ajar
kesehatan.
memang merupakan salah tugas dari staf pengajar
Buku ini berisi topik-topik yang komprehensif yang bekerja di institusi pendidikan. Buah karya
mulai dari anatomi dan fungsi tulang belakang, ilmiahnya selalu ditunggu untuk menjadi bahan
susunan syaraf pusat dan perifer, struktur tulang, rujukan baik untuk pendidikan maupun untuk
biomolekuler sel tulang, remodelling tulang dan pelayanan.
bakteri Mycobacterium tuberculosis sendiri. Bagian
Mudah-mudahan buku ini bermanfaat untuk
kedua dari buku ini membahas TB spinal, bagian
para pembacanya dan menjadi ladang amal untuk
ketiga membahas tentang diagnosis dari TB spinal,
para penulisnya.
dilanjutkan dengan penatalaksanaan TB spinal dan
rehabilitasi pada bagian keempat dan kelima, hingga
topik seputar penelitian dan edukasi. Selain itu buku
Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB,
ini juga memberikan soal dan evaluasi untuk menguji
FINASIM, FACP
pemahaman yang dimiliki oleh pembacanya.
Lengkapnya isi buku ini menjadikan buku ini menjadi Dekan Fakultas Kedokteran
bahan yang dapat digunakan untuk pendidikan dan Universitas Indonesia
pembelajaran.
P
uji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah Ditengah kesibukan melakukan pelayanan,
SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, mengajar, meneliti, Dr. dr. Rahyussalim, SpOT(K)
yang telah memperkenankan, Dr. dr. mampu menulis buku ini yang dapat menginspirasi
Rahyussalim SpOT(K) menyelesaikannya buku dokter spesialis muda untuk menuangkan karya tulis
berjudul “Spondilitis Tuberkulosis: Diagnosis, yang bermanfat bagi pelayanan.
Penatalaksanaan dan Rehabilitasi”.
Atas kontribusi tersebut, kami ucapkan terima
Pada penyusunan buku ini, penulis kasih. Mudah-mudahan Dr. dr. Rahyussalim,
mendapatkan banyak bahan dari pengalaman SpOT(K) dapat terus memberikan yang terbaik bagi
menangani pasien spondilitis tuberkulosis di RSCM kemajuan dunia kedokteran, khususnya di bidang
dan RS lainnya serta pengembangkan dari catatan tulang belakang.
yang dibuat oleh Prof. dr. H. Subroto Sapardan, SpB,
SpOT(K). Pengalaman tersebut dituangkan dalam
buku ini secara sistematis mulai dari epidemiologi,
Dr. Lies Dina Liastuti, SpJP(K), MARS.
diagnosis hingga alternatif penatalaksanaan sehingga
buku ini dapat menjadi rujukan bagi mahasiswa serta Direktur Utama RS Dr Cipto Mangunkusumo
peserta didik pendidikan dokter spesialis orthopaedi (RSCM)
dan traumatologi.
A
ssalammualaikum wr.wb. Alhamdulillah, Semoga dengan terbitnya buku ini akan
puji syukur kehadiran Allah SWT yang menambah khazanah pilihan buku bagi kita untuk
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya meningkatkan ilmu pengetahuan dan wawasan
kepada kita sehingga kita dapat beraktivitas untuk terutama dalam bidang Tulang Belakang yang sejalan
mengembangkan diri dalam pelayanan, pendidikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
dan pengabdian masyarakat di bidang kedokteran. kemajuan teknologi dalam bidang Orthopaedi dan
Saya ucapkan selamat dan terima kasih kepada Traumatologi. Buku ini juga dapat menjadi salah
Dr. dr. Rahyussalim, SpOT (K) yang telah berhasil satu bahan acuan dalam memberikan pendidikan
menyusun sebuah buku dalam bidang Orthopaedi kepada PPDS Orthopaedi dan Traumatologi FKUI/
dan Traumatologi, khusunya Tulang Belakang RSCM.
dengan judul “Spondilitis Tuberkulosis: Diagnosis,
Penatalaksanaan, dan Rehabilitasi” edisi pertama. Selain memberikan manfaat yang banyak, kami
Dr. dr. Rahyussalim , SpOT(K) merupakan salah satu berharap terbitnya buku ini juga akan memotivasi
staf Departemen Orthopaedi dan Traumatologi FKUI/ kita semua terutama kepada staf pengajar untuk
RSCM yang sangat produktif dengan menerbitkan terus berkarya dan berinovasi lebih baik lagi.
beberapa buku serta publikasi ilmiah baik nasional Wassalamualaikum wr wb.
maupun internasional.
4.2. Osteoklas 24
BAGIAN I
4.2.1. Terbentuknya Osteoklas 24
Pendahuluan 4.2.2. Peranan Osteoklas dalam
Penyembuhan Tulang 25
Bab 1 4.2.3. Marker Osteoklas 26
Anatomi dan Fungsi Tulang Belakang 4.2.4. Morfologi Osteoklas 26
1.1. Ligamen Tulang Belakang 3 4.2.5. Respons Imun Osteoklas 27
1.2. Diskus Intervertebralis 4 4.2.6. Apoptosis Sel Osteoklas dan
1.3. Karakteristik Vertebra 4 Faktor Pemicunya 27
1.3.1. Vertebra Servikalis (C1-7) 4 4.3. Osteosit 27
1.3.2. Vertebra Torakalis (T1-12) 5 4.3.1. Terbentuknya Osteosit 27
1.3.3. Vertebra Lumbalis (L1-L5) 5 4.3.2. Produk Osteosit 28
1.3.4. Sakrum (S1-S5) 5 4.3.3. Marker Osteosit 28
1.3.5. Koksigis 6 4.3.4. Morfologi Osteosit 28
4.3.5. Respons Imun Osteosit
Bab 2 terhadap Bakteri 29
Susunan Saraf Pusat dan Perifer 4.3.6. Apoptosis Sel Osteosit dan
2.1. Susunan Saraf Pusat 7 Faktor Pemicunya 29
2.1.1. Otak 7
2.1.2. Medula Spinalis 9 Bab 5
2.2. Susunan Saraf Perifer 10 Remodelling Tulang
2.3. Elektrofisiologi Saraf 12 5.1. Proses Remodelling Tulang 30
5.2. Faktor yang Memengaruhi
Bab 3 Remodelling Tulang 30
Struktur Tulang 5.3. Bakteriologi dan Remodelling
3.1. Proses Pembentukan dan Kalsifikasi tulang 31
Tulang 14
3.2. Struktur Tulang 18 Bab 6
3.2.1. Pasokan Darah dan Inervasi Bakteri Mycobacterium tuberculosis
ke Tulang 18
6.1. Taksonomi, Morfologi, Fisiologi,
3.2.2. Matriks Tulang 18
dan Ekologi 33
Bab 4 6.2. Imunologi 35
Biomolekuler Sel Tulang
4.1. Osteoblas 21
4.1.1. Terbentuknya Osteoblas 21 BAGIAN II
4.1.2. Morfologi Sel Osteoblas 21
4.1.3. Produk dan Marker TB Spinal
Osteoblas 22
4.1.4. Respon Imun Osteoblas Bab 7
Terhadap Bakteri 23 Spondilitis Tuberkulosis
4.1.5. Apoptosis Sel Osteoblas dan 7.1. Epidemiologi Spondilitis TB 41
Faktor Pemicunya 23 7.2. Klasifikasi Spondilitis TB 42
BAGIAN VI Bab 22
Soal dan Evaluasi
Penelitian dan Edukasi 22.1. Pilihan Ganda 149
22.2. Isian Singkat 165
Bab 20
Registry Spondilitis TB 113
20.1. Registry Sponsilitis TB 115 Indeks 169
20.2. Cara Pengumpulan Data Registry
| Pendahuluan
I
nfeksi adalah suatu kelainan yang timbul yang ditimbulkan antara lain demam, keringat
akibat interaksi mikroorganisme dengan terutama di malam hari, penurunan berat
sistem pertahanan tubuh. Reaksi ini dapat badan dan nafsu makan, terdapat massa
mengakibatkan kerusakan sel, jaringan, dan di tulang belakang, kifosis, kadang-kadang
organ yang akan menimbulkan permasalahan berhubungan dengan kelemahan dari tungkai,
terkait anatomi dan fungsi organ yang dan paraplegia.
mengalami kerusakan.
Spondilitis tuberkulosis dapat menjadi
Tulang belakang secara anatomi sangat destruktif. Berkembangnya
merupakan susunan vertebra yang dimulai dari tuberkulosis di tulang belakang berpotensi
servikal 1 (atlas) sampai koksigis 2. Struktur meningkatkan morbiditas, termasuk defisit
ini memiliki berbagai fungsi, salah satunya neurologi yang permanen dan deformitas
adalah memberikan bentuk tubuh sehingga yang berat. Pengobatan medikamentosa
seseorang bisa duduk tegak. Selain itu, tulang atau kombinasi antara medis dan bedah
belakang memiliki fungsi melindungi organ dapat mengendalikan penyakit spondilitis
organ sekitarnya seperti pembuluh darah tuberkulosis pada beberapa pasien.
besar, saraf, organ toraks, dan organ di rongga
Buku ini membahas secara total segala
abdomen.
aspek yang berhubungan dengan spondilitis
Spondilitis tuberkulosis adalah infeksi tuberkulosis mulai dari epidemiologi, anatomi,
pada tulang belakang yang disebabkan bakteri, penegakkan diagnosis, dan berbagai
oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. alternatif penatalaksanaannya.
Sejak obat anti tuberkulosis dikembangkan
Di dalam buku ini dibahas juga pendekatan
dan seiring dengan peningkatan kesehatan
invasif minimal pada operasi spondilitis
masyarakat, tuberkulosis tulang belakang
tuberkulosis dan disinggung pula pendekatan
menjadi menurun di daerah negara industri,
terapi sel bagi spondilitis tuberkulosis.
meskipun tetap menjadi penyebab yang
bermakna di negara berkembang. Gejala
Sistem saraf dapat dibagi menjadi dua sistem saraf perifer. Susunan saraf pusat
kelompok utama, yaitu sistem saraf pusat memegang fungsi tertinggi dalam mengatur
yang terdiri atas otak dan medula spinalis, sistem kerja tubuh.
dan sistem saraf perifer yang terdiri atas
saraf kranial dan saraf spinal beserta
2.1.1. Otak
cabang-cabangnya. Terdapat empat struktur utama yang
menyusun otak, yaitu hemisfer otak,
diensefalon, batang otak (midbrain, pons,
dan medulla oblongata), dan serebelum.
2.1. SUSUNAN SARAF PUSAT
Otak dilindungi oleh lapisan yang tersusun
atas beberapa struktur, yaitu scalp
(tempurung kepala), meninges (dura
Susunan saraf pusat terdiri atas dua mater, arachnoid mater, dan pia mater),
komponen utama, yaitu otak dan medula cairan serebrospinal (dihasilkan oleh sel
spinalis. Kedua komponen ini saling ependimal), dan sawar darah otak (blood
berhubungan dan terintegrasi dengan brain barrier).
Gambar 2.2. Lobus, sulcus, gyrus, dan fisura pada otak beserta area fungsional otak
Korteks Serebri Persepsi sensoris, kontrol pergerakan volunter, bahasa, kepribadian, berpikir, memori,
pengambilan keputusan, dan kreativitas.
Diensefalon
Batang Otak Pusat saraf kranial, pusat sistem tubuh (kardiovaskular, respirasi, dan pencernaan), pusat
integrasi sinaps dari medulla spinalis
Trigeminus (V) Saraf sensorik wajah dan saraf motorik otot pengunyah
Fasialis (VII) Saraf sensorik dan motorik wajah dan beberapa kelenjar
PROTEIN MW FUNGSI
24K Phosphoprotein
24K Residu pemrosesan kolagen
(α-1(I) procollagen N-propeptide)
36K core
Fibrilogenesis kolagen
Decorin (Proteoglycan II) + side
Pengikatan faktor pertumbuhan
chains
Growth Factors
IGFI & IGFII Diferensiasi, proliferasi dan aktivitas osteoblas
TGFβ Induksi tulang dan tulang rawan pada osteogenesis dan
Bone morphogenetic proteins perbaikan fraktur
(BMPs)
Pada tahun 1882, Robert Koch berhasil Mycobacterium tuberculosis adalah basil
melakukan pewarnaan pada Mycobacterium tuberkel dengan bentuk batang ramping,
tuberculosis dan mendemonstrasikan lurus ataupun melengkung dengan panjang
bahwa tipe human dan bovine adalah 2-4 µm dan lebar 0,2-0,5 µm (tergantung
organisme yang identik. Untuk mengenang kondisi lingkungan) yang bergabung
Gambar 6.1 Bakteri Mycobacterium tuberculosis : a) Dilihat menggunakan mikroskop elektron; b) Dilihat di bawah
mikroskop cahaya setelah diwarnai dengan metode Ziehl-Nielseen; c) Pertumbuhan koloni yang bergerombol
dalam medium Lowenstein Jensen
Gambar 6.3. Skema sederhana infeksi M. tuberculosis pada inang yang terinfeksi di tingkat sel (makrofag)
| TB Spinal
39
S
pondilitis TB adalah penyakit radang Pada area endemik:
granulomatosa pada tulang belakang Anak, remaja dan dewasa muda
yang bersifat kronik yang disebabkan
Pada area non endemik:
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Sebanyak
50 % penderita spondilitis TB mempunyai lesi • Usia tua, kelompok jompo, tuna wisma,
di tulang belakang dan 10-45 % diantaranya narapidana, dan pecandu alkohol
mengalami defisit neurologis. Keterlibatan
• Immunocompromised host:
infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis
Penderita HIV, diabetes mellitus,
di tulang belakang ini akan mempersulit
malnutrisi, alkoholisme, gagal ginjal
penatalaksanaan dan memperberat kondisi
pneumoconiosis
kronik, dialisis rutin, pneumoconoisis,
klinis karena adanya potensi defisit neurologis
sirosis hati, kanker, penerima terapi
dan deformitas yang permanen.
kortikosteroid, dan penerima kemoterapi
Ironisnya, tulang belakang adalah lokasi sitotoksik
infeksi tuberkulosis tulang yang paling
Faktor lokal sendi dan tulang
sering, yakni sekitar 50 % kasus tuberkulosis
osteoartrikular. Apabila infeksi bakteri Trauma sendi dan tulang, riwayat operasi
Mycobacterium tuberculosis ini mengenai sendi dan tulang, pengguna sendi prostesis,
korpus vertebra, maka kerusakan yang terjadi osteonekrosis, dan penyakit sistemik yang
menimbulkan instabilitas tulang belakang dan berdampak pada sendi dan tulang seperti
gangguan struktur di sekitarnya. Pasien dapat sistemik lupus eritematosus (SLE), artritis
lumpuh akibat kompresi pada medula spinalis. rematik, sjorgen syndrome, serta gout.
Kelumpuhan yang menetap (ireversibel)
tidak hanya mengganggu dan membebani
penderita itu sendiri, tetapi juga keluarga dan Adapun komplikasi yang sering terjadi pada
masyarakat. spondilitis TB Antara lain:
Kondisi komorbid pada spondilitis TB • Osteoporosis
secara umum sama dengan kondisi komorbid • Nyeri kronik
tuberkulosis yaitu: • Keterbatasan gerak sendi
Pemeriksaan Sinar-X, laboratorium (LED dan CRP), Sinar-X, MRI, laboratorium (LED dan CRP),
Penunjang mikrobiologi (BKP), dan histopatologi mikrobiologi (BKP), dan histopatologi
c. Paradiskus
Destruksi terletak di bagian korpus
vertebra yang bersebelahan dengan
diskus intervertebralis.
d. Atipikal
Campuran beberapa bentuk sehingga
tidak memiliki pola yang jelas.
Gambar 8.1. Korpus tulang belakang dengan infeksi tuberkulosis dan nekrosis perkijuan
• Derajat 1
Terjadi kelemahan pada anggota gerak
bawah setelah melakukan aktivitas atau
setelah berjalan jauh. Pada tahap ini
belum terjadi gangguan saraf sensorik.
• Derajat 2
Terjadi kelemahan pada anggota gerak
bawah tapi penderita masih dapat
melakukan pekerjaannya.
• Derajat 3
Terdapat kelemahan pada anggota
gerak bawah yang membatasi gerak/
aktivitas penderita serta hipoestesia/
anestesia.
• Derajat 4
Terjadi gangguan saraf sensorik dan
motorik disertai gangguan defekasi dan
mikturisi.
| Diagnosis TB Spinal
53
BAB
9 Anamnesis dan
Pemeriksaan Fisik
b. Palpasi
Pada posisi tengkurap atau duduk, Rotasi
dokter dapat meraba gibus, abses, rasa Gambar 9.3. Berbagai macam gerakan yang
panas atau hangat, dan menentukan dilakukan pada saat pemeriksaan fisik.
dimana level temuan itu. Pada saat
bersamaan, dokter mengamati ekspresi Tabel 9.1. Frankel Grading for Spinal Cord Injury
pasien apakah tampak nyeri atau tidak. TINGKAT DESKRIPSI
A Paralisis total
B Kehilangan kemampuan
motorik secara total,
kemampuan sensorik di
bawah lesi masih intak
C Kehilangan kemampuan
motorik secara parsial,
kemampuan motorik di
bawah lesi masih intak
D Kemampuan motorik
tingkat sedang hingga baik
di bawah lokasi lesi, dapat
bergerak tanpa alat bantu
E Fungsi normal
Gambar 9.2. Palpasi
Gambar 10.1. a, b Foto rontgen torakolumbal proyeksi anteroposterior dan lateral memperlihatkan adanya
kehancuran dan kerusakan berat (hampir 90%) pada korpus dan vertebral lumbar L1 dan L2. Tampak kifosis regional
sebesar 36o (kifosis vertebral 57o). c, d Foto MRI setinggi T2 (T2-W1) memperlihatkan kehancuran total tulang
belakang lumbar di L1 dan kerusakan parah pada vertebra lumbalis L2. Terlihat gambaran abses paravertebral pada
tingkat L1 dan L2 dan menyebar ke L3 dan L4.
Gambar 10.2. (a) Foto hasil pewarnaan BTA terhadap filtrat jaringan granulasi yang digerus, didapatkan gambaran
basil tahan asam (bakteri berbentuk batang dan berwarna merah dengan latar belakang kebiruan). (b) Foto
koloni bakteri Mycobacterium tuberculosis dalam medium MGIT setelah diinkubasi selama 42 hari di mesin MGIT,
koloni berwarna putih berbentuk butiran kecil hidrofobik yang tumbuh di atas medium padat dan tampak pula
perubahan warna medium cair menjadi keruh seperti suspensi. (c) Foto koloni bakteri Mycobacterium tuberculosis
dalam medium Lowenstein Jensen setelah diinkubasi selama 3 minggu, tampak bakteri Mycobacterium tuberculosis
berwarna putih kekuningan seperti butiran kering dan tumbuh bergerombol.
| Penatalaksanaan TB Spinal
65
BAB
11 Obat Anti
Tuberkulosis
Obat antituberkulosis (OAT) merupakan termasuk sebagai OAT lini kedua antara lain:
obat yang bertujuan untuk membunuh levofloksasin, moksifloksasin, etionamid,
bakteri Mycobacterium tuberculosis yang tiasetazon, kanamisin, kapreomisin,
masih hidup. Bila diagnosis ditegakkan lebih amikasin, sikloserin, klaritromisin dan lain-
awal, dimana destruksi dan deformasi tulang lain.
yang terjadi masih minmal, pemberian OAT
saja dapat mengobati spondilitis TB secara
sempurna. Serupa dengan terapi TB pada 11.1. PENDEKATAN TATA LAKSANA
umumnya, terapi infeksi spondilitis TB MDR-TB
adalah multidrug therapy untuk mencegah
resistensi. Regimen OAT yang digunakan
pada TB paru dapat pula digunakan pada Adakalanya kuman TB kebal terhadap
TB ekstraparu, tetapi rekomendasi durasi berbagai macam OAT. Multidrug resistance
pemberian OAT pada TB ekstraparu saat ini tuberculosis (MDR-TB) didefinisikan
masih belum konsisten antar ahli. sebagai keadaan dimana bakteri basil TB
resisten terhadap isoniazid dan rifampisin.
World Health Organization (WHO)
Spondilitis MDR-TB adalah penyakit
merekomendasikan agar kemoterapi
yang agresif karena tidak dapat hanya
diberikan setidaknya selama 6 bulan.
diterapi dengan pengobatan OAT baku.
Sementara itu, British Medical Research
Regimen untuk MDR-TB harus disesuaikan
Council menganjurkan agar kemoterapi
dengan hasil kultur abses. Perbaikan klinis
OAT pada spondilitis TB torakolumbal
umumnya bisa tercapai dalam 3 bulan
diberikan selama 6 – 9 bulan. Sayangnya
jika terapi berhasil. Adapula rekomendasi
regimen terapi untuk pasien dengan lesi
terbaru untuk penanganan MDR-TB,
vertebra tingkat servikal, multipel, dan
yaitu dengan kombinasi 5 obat, antara
disertai defisit neurologis belum dapat
lain: 1) salah satu dari OAT lini pertama
dievaluasi. Meskipun demikian, beberapa
yang diketahui sensitif melalui hasil kultur
ahli merekomendasikan agar pemberian
resistensi, 2) OAT injeksi periode minimal
kemoterapi dilakukan selama 9-12 bulan.
selama 6 buln, 3) kuinolon, 4) sikloserin
The Medical Research Council atau etionamid, 5) antibiotik lainnya seperti
Committee for Research for Tuberculosis amoksisilin klavulanat dan klofazimin.
in the Tropics menyatakan bahwa isoniazid Durasi pemberian OAT setidaknya selama
dan rifampisin harus selalu diberikan 18-24 bulan.
selama masa pengobatan. Selama dua bulan
The United States Centers for Disease
pertama (fase inisial), obat-obat tersebut
Control menyatakan bahwa pengobatan
dapat dikombinasikan dengan pirazinamid,
spondilitis TB pada bayi dan anak-
etambutol dan streptomisin sebagai obat lini
anak setidaknya harus 12 bulan. Durasi
pertama.
kemoterapi pada pasien imunodefisiensi
Pada kasus resisten pengobatan, sama pada pasien tanpa imunodefisiensi.
pasien diberikan OAT lini kedua. Yang Namun, adapula sumber yang mengatakan
Tata laksana pasien spondilitis tuberkulosis tulang berupa pergerakan tulang ke arah
bertujuan untuk menghilangkan penyakit, depan, belakang, samping, atau twisting.
mencegah berkembangnya paraplegia dan Stabilisasi tulang menggunakan penyangga
kifosis, serta menangani deformitas dan eksternal ini umumnya dilakukan selama
defisit neurologis yang telah ada. Penyangga 6 bulan sejak pasien diizinkan rawat jalan.
eksternal merupakan salah satu bagian dari Selama masa itu, pasien tetap harus kontrol
tata laksana pasien spondilitis tuberkulosis secara berkala. Jika tidak ada kemajuan,
berupa pemasangan alat di luar tubuh maka kemungkinan terjadi resistensi obat,
pasien, seperti leher, toraks, punggung, jaringan sekuester dan kaseonekrotik,
dada, pinggang, perut hingga bokong. nutrisi yang kurang baik, atau konsumsi
Dalam kondisi tertentu, alat juga dapat obat yang tidak teratur.
dipasang di daerah dagu, oksipital, hingga
Keunggulan penyangga eksternal
femur. Penyangga eksternal umumnya
adalah lebih nyaman bagi pasien karena
terbuat dari bahan metal, campuran gips,
pemasangannya dilakukan tanpa perlu
atau serat sintetis seperti polietilena.
tindakan invasif. Sayangnya, penyangga
Penyangga eksternal dapat diberikan eksternal hanya dapat diberikan jika
pada pasien spondilitis tuberkulosis tidak ada abses, deformitas vertebra, dan
ringan hingga sedang dengan tujuan untuk defisit neurologis yang parah. Berikut ini
stabilisasi dan memperkuat struktur akan dibahas mengenai beberapa contoh
tulang dari luar. Penyangga eksternal penyangga eksternal.
dapat mencegah terjadinya instabilitas
a. Cervical collar
Cervical collar merupakan alat
penyangga eksternal yang dipasang di
daerah vertebra servikalis. Tujuan dari
penggunaan cervical collar ini adalah
mengurangi pergerakan leher yang
berlebihan, mencegah pergerakan
tulang servikal yang patah, mencegah
bertambahnya cedera tulang belakang
daerah servikal, dan mengurangi
rasa sakit. Umumnya cervical collar
digunakan selama satu sampai dua
minggu. Setelah itu, cervical collar
tidak dapat digunakan kembali karena
bersifat satu kali pakai saja.
Bahan cervical collar dapat berupa
soft foam sponge, polietilena, atau
Gambar 12.1. Cervical orthosis bahan lain yang bersifat lebih kaku. Cara
TTSS
Alternatif 4 Lesi anterior Tulang belakang tidak stabil Pendekatan anterior dan posterior
dan posterior Proses Infeksi aktif dalam 1 tahap
Nyeri hebat
Kifosis (+/-)
Alternatif 5 Fusi spontan pada sendi faset
Deformitas kifosis
Bab 14 : Instrumentasi 81
Hartshill Rectangle Translaminar atau Sekrup Facet
(Facet Screws)
Hartshill Rectangle merupakan alat
instrumentasi spinal yang terdiri dari Sekrup facet dipasang pada bagian posterior
persegi dan diikat menggunakan kawat vertebra pada kondisi segmen posterior
sublaminar (sublaminar wire). Kawat yang masih intak menggunakan teknik minimal-
dipasangkan berperan sebagai penyangga invasif dengan sudut yang berbeda untuk
struktur tulang belakang. mencegah adanya pertemuan dengan screw
lainnya.
Laminar
c. Koreksi kifosis
Kondisi tulang belakang membungkuk
atau kifosis dapat dikoreksi dengan
korpektomi anterior, pemendekan
kolomposterior, fusi anterior dan
posterior, serta instrumentasi.
Bab 14 : Instrumentasi 83
tulang belakang daerah peralihan
antara lumbar dan sakral bagian kolom
posterior.
d. Instrumentasi Thoracolumbar
Junction Posterior
Instrumentasi thoracolumbar junction
posterior adalah pemasangan pengait
atau dukungan mekanis lainnya pada
tulang belakang daerah peralihan
antara torakal dan lumbar bagian
kolom posterior.
Gambar 14.9. Instrumentasi lumbosacral
junction posterior
e. Instrumentasi Lumbosacral
Junction Posterior
Instrumentasi lumbosacral junction
posterior adalah pemasangan pengait Gambar 14.10. Instrumentasi torakal anterior
atau dukungan mekanis lainnya pada
Bab 14 : Instrumentasi 85
posterior juga memberikan kontrol Teknik pemasangan instrumentasi
yang baik dalam bidang sagital posterior dimulai dari penempatan
kolum spinalis. Pada kondisi normal, pasien pada posisi yang sesuai.
instrumentasi posterior tidak Selanjutnya, dilakukan rod rotation,
mengganggu thoracic cage sehingga translation, cantilever reduction, dan
menimalisir gangguan pernapasan. rotasi vertebra langsung. Pada kasus
defromitas parah (skoliosis atau kifosis
Kelemahan instrumentasi posterior
berat), instrumentasi segmen bilateral
adalah terjadinya gangguan kontur
dapat digunakan untuk meningkatkan
otot bagian belakang dan melibatkan
rigiditas struktur tulang belakang dan
lebih banyak segmen vertebra untuk
meningkatkan kemungkinan koreksi
memperoleh derajat koreksi yang
deformitas.
sama dengan instrumentasi anterior.
Gambar 15.1. Prosedur teknik RSCM. (a) Pemasangan pedicle screw; (b) Pemasangan correction rod;
(c) Pemasangan correction bar; (d) Manuver koreksi; (e) Pemasangan correction rod;
(f ) Pemasangan connecting rod
Intra Operative Nerve Monitoring (IONM) dan kutub input non-inverting (+) atau
merupakan sebuah modalitas yang dapat input positif. Sinyal yang dihantarkan
digunakan oleh para tenaga kesehatan yang keluar melalui kutub output bergantung
berada di dalam untuk memantau fungsi pada perbedaan sinyal yang masuk melalui
saraf pusat dan perifer ketika pembedahan kedua kutub input tersebut.
sedang dilakukan. IONM merupakan
sesuatu yang kompleks dan membutuhkan
banyak perlengkapan. Oleh karena itu, Inverting (-)
sebelum pembedahan dilakukan maka perlu
Output
dilakukan persiapan oleh tim IONM. Hal ini
Non- inverting (+)
bertujuan untuk memastikan bahwa pasien
memang memiliki fungsi saraf normal
yang bisa diamati ketika pembedahan Gambar 16.1. Ilustrasi komponen amplifier operasional
berlangsung. Jika terdapat abnormalitas,
maka tim IONM harus melaporkannya Sinyal evoked potential yang diterima
guna meningkatkan akurasi pengamatan kemudian akan didigitisasi untuk diproses
fungsi saraf ketika pembedahan dilakukan. lebih lanjut. Sinyal tersebut kemudian
Persiapan dapat dilakukan dengan akan diolah untuk ditampilkan pada sistem
menggunakan elektroensefalografI (EEG) komputer sentral. Proses ini membutuhkan
yang dilakukan minimal satu hari sebelum adanya analog-to-digital converter (ADC)
pembedahan berlangsung. pada sistem komputer sentral. Perlu dipahai
bahwa gelombang digital yang ditampilkan
Mesin IONM pada dasarnya tesusun
merupakan representasi dari gelombang
atas 3 bagian dasar, meliputi stimulator
analog yang diterima oleh alat IONM.
untuk mengaktifkan sistem saraf, sistem
Setelah sinyal didigitisasi, sinyal tersebut
amplifikasi, dan sistem komputer sentral
dapat dimanipulasi lebih lanjut untuk
untuk menganalisis dan menampilkan
menghasilka output yang lebih baik dengan
gambaran gelombang yang terekam. Bagian
menurunkan noise. Manipulasi lanjutan ini
stimulator berfungsi untuk mengaktifkan
dilakukan karena sinyal evoked potential
bagian saraf yang berisiko cedera pada saat
umumnya berukuran jauh lebih kecil
prosedur bedah dilakukan. Terdapat tiga
dibanding sinyal-sinyal lainnya yang ikut
jenis stimulator yang berbeda, meliputi
terekam oleh alat IONM.
stimulator elektrik untuk stimulasi
sistem somatosensori, stimulator auditori IONM menggabungkan beberapa
yang mengaktifkan sistem auditori, dan modalitas berbeda dalam mengamati fungsi
stimulator visual yang mengaktifkan sistem saraf. Modalitas yang digunakan meliputi
visual. Amplifier yang digunakan pada alat elektromiografi (EMG), somatosensory
IONM memiliki komponen utama berupa evoked potential (SEP), motor evoked
amplifier operasional yang memiliki 2 kutub potential (MEP), brainstem auditory evoked
input dan 1 kutub output. Kutub input dapat potential (BAEP) dan elektroensefalografi
dibedakan menjadi kutub input inverting (EEG). EMG dapat diamati pada otot apapun
(-) atau dikenal juga dengan input negatif yang bisa dicapai oleh kabel atau elektroda
# Channel 32 16 16 atau 32 16 16
(32 Cascade
Elite)
EP Y Y Y Y Y
BAEP Y Y Y Y Y
VEP Y Y Y Y Y
EMG Y Y Y Y Y
EEG Y Y Y Y Y
αcMEP Terintegrasi Y Y T T T
Multimodal Y Y Y Y Y
Penyimpanan HD, CD, DVD HD, CD, DVD HD, CD, DVD HD, CD, DVD HD, CD, DVD
Amplifikator
ADC N/A 16 bit, 16 bit, N/A 16 bit, 60 KHz
25,6 KHz 5 us/channel
Impedansi Input N/A > 100 Mohm > 100 Mohm > 1000 Mohm > 100 Mohm
CMRR > 100 dB > 95 dB > 106 dB 110 dB > 110 dB
Level Kebisingan < 2 uV p-p < 4 uV p-p < 3 uV p-p 0,7 pV RMS < 0,1 pV RMS
Sensitivitas N/A 0,01 pV -10 mV/ 0,05 pV - 50 mV/ 10 pV - 100mV < 0,1 pV - 5mV/
div div skala div
Basis Waktu N/A 1-1000 1 - 6000 msekon/ N/A 0,5 - 500
msekon/div div msekon/div
Filter
Order/rolloff N/A 2nd/12dB/oktaf 1st atau 2nd/6 1st atau 2nd/6 N/A
atau 12 dB/oktaf atau 12 dB/oktaf
LFF N/A 0,5 - 100 Hz 0,08 Hz - 3 KHz 0,2 - 500 Hz 0,1 - 500 KHz
HFF N/A 30 - 10 KHz 10 Hz - 3 KHz 100 - 3000 Hz 30 - 15 KHz
yang akan digunakan pada pasien. dengan shortening procedure,
Pilihannya meliputi terapi konservatif, costotransversectomy, dan
minimal invasif, dan agresif. transpedicular biopsy
3. Pemilihan terapi secara personal. 7. Basic treatment dengan pendekatan
Masalah klinis yang teridentifikasi posterior yang disertai dengan
harus disesuaikan dengan terapi yang shortening procedure, posterolumbal
akan dipilih. interbody fusion, dan anterior lumbar
4. Jelaskan 10 alternatif terapi pilihan interbody fusion.
pada pasien dan keluarga pasien 8. Basic treatment dengan pendekatan
5. Diskusikan mengenai pilihan alternatif posterior pada kifosis <90o
terapi mencakup risiko, prognosis, disertai shortening procedure dan
biaya dan prosedur dengan pasien dan circumferential depression
keluarga pasien. 9. Basic treatment dengan pendekatan
6. Lakukan penatalaksanaan secara posterior pada kifosis >90o
konservatif jika pasien dan keluarga disertai shortening procedure dan
pasien menolak pembedahan circumferential decompression.
7. Berikan kesempatan bagi pasien dan 10. Basic treatment dengan pendekatan
keluarga pasien untuk mencari second posterior dengan atau tanpa anterior
opinion debridement pada kifosis >90o disertai
8. Dokumentasikan semua tindakan circumferential depression dan
dan sertakan saksi-saksi jika pasien distraksi.
memilih pembedahan sebagai metode
penatalaksanaan. Jika pendekatan pembedahan minimal
invasif dipilih sebagai pendekatan
Adapun 10 alternatif total treatment yang pengobatan, maka pilihan alternatif yang
dapat dilakukan meliputi: dapat digunakan adalah alternatif 4 sampai
alternatif 10. Keuntungan-keuntungan dari
1. Basic treatment penggunaan teknik MISS adalah mengurangi
2. Basic treatment disertai debridement kehilangan darah selama operasi, risiko
dan drainase abses yang luas. infeksi, ukuran luka operasi, lama rawat,
3. Basic treatment disertai Hongkong dan rasa nyeri serta mempercepat waktu
method pemulihan. Kekurangan-kekurangan dari
4. Basic treatment dengan pendekatan teknik MISS meliputi paparan terhadap
posterior pada kasus mobile kyphotic radiasi pengion yang besar, kurang dapat
spine dilanjutkan dengan anterior mencapai abses pada lokasi-lokasi yang
debridement sulit, bergantung pada keahlian operator,
5. Basic treatment dengan pendekatan dan biaya yang lebih mahal.
posterior pada kasus rigid kyphotic
Spondilitis tuberkulosis mengakibatkan fusi dengan adanya tanda implant failure,
destruksi korpus pada tulang belakang di mana terjadi pullout screw sehingga
yang terlibat. Hal tersebut meninggalkan memerlukan operasi revisi. Kegagalan fusi
defek pada korpus tulang belakang sehingga ini berpengaruh terhadap kualitas hidup
instabilitas terjadi. pasien.
Tata laksana pada penyakit spondilitis Perlu dikembangkan sebuah prosedur
tuberkulosis meliputi pemberian obat untuk mengatasi atau mencegah masalah
antituberkulosis (OAT), drainase abses, defek tulang belakang akibat kegagalan
debridement atau pembersihan jaringan fusi tanpa menambah morbiditas di tempat
non-vital, instrumentasi tulang belakang lain. Union dapat dicapai dengan bantuan
untuk menjaga kestabilan, serta pemberian sel punca mesenkimal. Telah dilakukan
graft tulang untuk mendukung percepatan banyak penelitian untuk mengetahui peran
penyembuhan dan mendorong fusi. sel punca mesenkimal dalam mengatasi
defek tulang panjang. Sel punca mesenkimal
Fusi dapat dicapai dengan bantuan
memiliki sifat osteogenik yang tinggi. Sel
graft tulang. Graft tulang memiliki
tersebut mampu berdiferensiasi menjadi sel
tiga karakteristik yaitu osteogenesis,
matur dan berfungsi menurut lingkungan
osteoinduksi dan osteokonduksi, yang akan
tempat sel itu hidup sehingga berfungsi
mempercepat proses pembentukan tulang,
dalam memperbaiki organ. Sel punca
memperbaiki kualitas penyembuhan tulang,
mesenkimal dapat berdiferensiasi menjadi
dan memperkuat jembatan antar tulang.
osteoblas yang berfungsi sebagai penghasil
Namun, graft tulang memiliki beberapa
molekul pembentuk matriks tulang.
kelemahan. Tulang cancellous kaya akan
sel osteoprogenitor, tetapi tidak kuat secara Rahyussalim telah melakukan studi
struktur. Hal ini berbeda dengan tulang pada model kelinci tuberkulosis. Hasil studi
kortikal yang kuat secara struktur, tetapi menunjukkan adanya perbedaan signifikan
memiliki kandungan biologis yang lebih pada grup kelinci yang mendapat perlakuan
sedikit dibanding tulang cancellous. Selain implantasi sel punca mesenkimal, yang
itu, pengambilan graft tulang menimbulkan dinilai berdasarkan pertumbuhan sel tulang
morbitidas pada lokasi tempat pengambilan. baru yang lebih banyak dibanding dengan
Jika fusi gagal tercapai, defek tulang belakang grup kontrol. Untuk kepentingan penerapan
akan tetap ada sehingga instabilitas kembali pada manusia, diperlukan uji klinis yang
terjadi. bertujuan untuk mengetahui efek dari
implantasi lokal sel punca mesenkimal
Setidaknya terdapat 5% kasus spondilitis
terhadap perbaikan defek tulang belakang
tuberkulosis pascaoperasi yang tidak
akibat spondilitis TB.
mengalami fusi yang stabil sehingga terjadi
komplikasi seperti implant yang patah, nyeri
punggung hebat, pseudoartrosis, hingga
masalah psikis. Studi yang dilakukan Gokce
menunjukkan terdapat kasus kegagalan
103
19
Tata Laksana Fungsi
BAB (Rehabilitasi) pada
TB Spinal
Gambar 19.1. Penerapan fisioterapi sebagai Gambar 19.2. Latihan peregangan sendi lutut
bentuk rehabilitasi otot. Latihan ini berguna untuk sebagai salah satu contoh rehabilitasi rangka dan
memulihkan fungsi otot-otot lengan. sendi
f. Rehabilitasi berjalan
Rehabilitasi berjalan dilakukan
Gambar 19.3. Pemasangan kateter untuk dengan tujuan untuk meningkatkan
mengembalikan fungsi berkemih pasien dan mempertahankan kemampuan
berpindah tempat penderita. Penderita
diajarkan menggunakan alat bantu jalan
kateter nelaton untuk mengurangi mulai dari kruk, kursi roda, bahkan
volume urine dalam vesika urinaria. robot dengan tetap memperhatikan
Pada kasus inkontinensia, penderita cedera yang dapat terjadi untuk
dilatih untuk mengenal vesika urinaria mencegah kerusakan tungkai lebih
yang penuh dan menjaga kebersihan lanjut. Penderita juga dilatih untuk
genitalia akibat beser yang membuat memperkuat ekstremitas bagian atas.
urin terus membasahi daerah genitalia.
Penderita juga dilatih mengendalikan g. Rehabilitasi sanitasi
BAK.
Rehabilitasi sanitasi dilakukan dengan
d. Rehabilitasi kolon tujuan agar penderita dapat mengenal
sanitasi diri, kebersihan peralatan, dan
Rehabilitasi kolon dilakukan dengan kebersihan baju pakaian dalam.
tujuan untuk mengenalkan dan melatih
BAB secara berkala serta mencegah
obstruksi pada penderita. Penderita
dilatih untuk mengenal obstruksi dan
diajarkan bagaimana cara melakukan
defekasi digital dengan bantuan jari.
e. Rehabilitasi seksual
Rehabilitasi seksual dilakukan
dengan tujuan untuk melatih dan
mengendalikan hasrat seksual, serta
mengenal fungsi seksual yang masih
dapat dilakukan. Pemahaman kepada
pasangan penderita juga diberikan agar
Gambar 19.5. Konseling bersama pasangan sebagai
dapat berkompromi dengan handikap bagian dari rehabilitasi seksual
yang ada.
19.1.1. Edukasi
Pasien dan keluarga pasien berhak
mendapatkan edukasi terkait dengan
penyakit yang dialami. Edukasi ini diberikan
untuk menyamakan persepsi dengan pasien
terkait penyakit dan rencana tata laksana
yang akan dilakukan. Edukasi yang penting
untuk diberikan bagi pasien spondilitis TB
antara lain mengenali penyakit spondilitis
Gambar 19.6. Rehabilitasi berjalan
TB, tata laksana yang akan dilakukan,
pengobatan pasca operasi, dan rehabilitasi
h. Rehabilitasi sosial yang akan dilakukan.
Rehabilitasi sosial dilakukan dengan
tujuan untuk mengembalikan rasa
19.1.2. Rehabilitasi Fungsi pada
percaya diri penderita, memperkuat
Spondilitis Tuberkulosis
diri dan keluarga untuk mau Pada spondilitis TB terdapat gangguan
bersosialisasi dan dapat berinteraksi fungsi berupa fungsi bergerak dan berjalan,
dengan baik dengan segala handikap fungsi duduk, fungsi berdiri, dan fungsi
yang ada. buang air kecil dan besar. Fisioterapi perlu
111
P
ada bagian ini akan dibahas berbagai
hasil penelitian dan informasi terkini
terkait kasus TB spinal di Indonesia,
dari mula Teknik RSCM, registry kasus, hingga
berbagai laporan kasus TB spinal dengan
sepuluh alternatif tata laksana total treatment
Subroto Sapardan.
INA Registry adalah suatu bank data yang tergantung oleh kualitas input data setiap
berperan dalam registrasi suatu penyakit. rumah sakit dan kerja sama dengan
Program ini mengumpulkan data untuk perhimpunan profesi. Registrasi ini
memantau perkembangan data medis pasien berperan dalam rekomendasi tata laksana.
supaya data tidak berhenti hingga rekam Pada kasus stroke yang diregistrasikan
medis saja. Hal ini dilakukan supaya setiap tahun 2012, terdapat pembahasan tata
data tidak berdiri sendiri yang menyulitkan laksana stroke hemoragik dengan bedah dan
melakukan analisis. Dengan adanya registry tata laksana stroke iskemia dengan rTPA.
ini, dokter dapat memantau perkembangan Karena registry stroke ini pada tahun 2012,
pasien saat menjalani pengobatan kemudian pengadaan rTPA yang dapat memberikan
meregistrasikan kasusnya setelah ditangani. prognosis lebih baik dilakukan di setiap
Selain itu, pihak Kementerian Kesehatan rumah sakit. Oleh karena itu, registry
(Kemenkes) dapat menyelenggarakan berperan dalam menentukan tata laksana
program dengan data yang sudah ada. penyakit supaya prognosis lebih baik.
Program yang sudah dilaksanakan Dengan adanya registrasi, rekomendasi
sejak tahun 2011 ini dilatarbelakangi oleh tata laksana pasien serta penyediaan
Peraturan Menteri Kesehatan nomor sarana dan prasarana untuk memperbaiki
1144 tahun 2010 tentang Tata Organisasi prognosis dapat dilakukan. Selain itu, data
Kementerian Kesehatan. Permenkes juga dapat digunakan untuk kepentingan
tersebut menyebutkan bahwa salah penelitian yang mewakili data nasional.
satu badan organisasi Kemenkes adalah
Data registry di Indonesia saat ini
penelitian dan pengembangan dengan salah
memiliki tujuan untuk digunakan oleh
satu pusatnya adalah teknologi terapan dan
tenaga kesehatan dan Kemenkes dalam
epidemiologi klinik. INA registry berkaitan
menciptakan suatu program, belum
dengan pusat epidemiologi klinik tersebut.
bertujuan untuk dibaca oleh pasien. Di
Awalnya, pada tahun 2011, penyakit yang
luar negeri, pasien sudah dapat mengakses
diregistrasikan adalah stroke. Sejauh ini,
hasil data tersebut sehingga dapat mencari
daftar penyakit yang sudah terdaftar dalam
gejala penyakit dan menjadi waspada untuk
INA registry adalah stroke, tuberkulosis,
memeriksakan dirinya jika gejala tersebut
diabetes melitus, gagal jantung, hipertensi
muncul. Masyarakat dapat mengakses
pulmonar, kelainan bawaan, dan spondilitis
data dan memperoleh manfaat dari data
TB.
tersebut, tetapi tidak dapat memasukkan
Proses INA registry adalah setiap dokter data. Dengan demikian, data di luar negeri
memasukkan data kasus pasien masing- tersebut dapat digunakan oleh semua
masing setelah ditangani setiap hari melalui pihak, sedangkan di Indonesia belum dapat
internet dengan setiap kasus memiliki digunakan oleh semua pihak.
registry sendiri. Karena data di-input oleh
INA Registry adalah suatu bank data
pihak yang berbeda, kualitas hasil pun
yang berperan dalam registrasi suatu
berbeda.
penyakit. Program ini mengumpulkan data
Pencapaian program registry ini sudah untuk memantau perkembangan data medis
cukup baik. Akan tetapi, pencapaian pasien supaya data tidak berhenti hingga
1. Pengenalan tempat
Terdiri dari nama rumah sakit, nomor
ID rumah sakit, nomor rekam medis,
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Frekuensi nadi : 100x/menit
Frekuensi napas : 20x/menit
Suhu : 36,3˚C
BB : 36kg (BMI: 15)
Mata : Konjungtiva tidak pucat. Gambar 21.1. Hasil foto polos AP dan lateral
Sklera tidak ikterik
• Infeksi Kasus
• Lesi multipel
• Sosioekonomi Seorang anak laki-laki 4 tahun datang dengan
keluhan nyeri punggung sejak 7 bulan
Diagnosis sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan
terutama saat membungkuk, dan semakin
Spondilitis TB T11-12 memberat terutama sebulan sebelum
Tata Laksana masuk rumah sakit. Pasien kemudian
berobat dan didiagnosis infeksi TB di dokter
• OAT dan perbaikan gizi buruk paru dan diberikan obat antituberkulosis
• Bedah: dekompresi dan stabilisasi selama 1 bulan. Pasien sebelumnya telah
posterior (pasien menolak) diberi tindakan debridement posterior dan
• Penyokong eksternal imobilisasi dengan body jacket. Nyeri saat
aktivitas sudah berkurang. Saat ini, pasien
Pembahasan mengeluhkan body jacket yang longgar.
Daftar Masalah
• Spondilitis TB pada L4-5
• Lesi multipel
• Nyeri
• Sosioekonomi
• Psychogenic
Diagnosis
• Spondilitis TB pada L4-5
• Post-debridement posterior
Tata Laksana
• OAT
• Tirah baring
• Pemasangan body jacket
Pembahasan
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Frekuensi nadi : 100x /m
Frekuensi Napas : 20x /m
Suhu : 36,3˚C
BB : 10kg
Mata : Konjungtiva tidak pucat.
Sklera tidak ikterik
Kepala : Tidak ada kelainan
Jantung : S I-II normal , Tidak ada
murmur maupun gallop
Paru : Vesikular, Tidak ada
ronkhi maupun wheezing
Abdomen : Bising usus normal.
Extremitas : Extremitas hangat,
CRT <2 detik
Status Lokalis
Look : Terdapat deformitas
hiperkifosis dan gibus,
tidak ada sinus, luka
terbuka, bekas luka
Gambar 21.7. Foto klinis pasien
Daftar Masalah
21.4. ALTERNATIF 4: METODE
ANTERIOR DAN POSTERIOR • Spondilitis TB T11-L2
• Kifosis 22⁰
• Instabilitas
Pasien diberikan OAT sesuai regimen
ekstraparu dan diberikan tindakan bedah. Diagnosis
Pendekatan ini dilakukan pada pasien Spondilitis TB T11-L2 dengan kifosis
dengan instabilitas tulang belakang. Metode
ini dapat dilakukan baik untuk pada TB
Tata Laksana
spinal di servikal, torakal, maupun lumbal.
Metode ini menggabungkan modifikasi • OAT
Hongkong method dan tindakan dari bagian • Kombinasi pendekatan anterior-
posterior. posterior
• Hongkong method
Kasus • Stabilisasi
RIGHT LEFT
C5 2 2
C6 2 2
C7 2 2
C8 2 2
T1 2 2
Pemeriksaan Radiologi
Terdapat:
Gambar 21.11. Foto klinis
• Kifosis
Pemeriksaan Fisik • Destruksi vertebra segmen C1-2
• Destruksi end-plate C1-C2
Status Generalis • Terdapat pembengkakan
Compos mentis
Daftar Masalah
Tekanan darah : 120/80 mmHg,
Frekuensi nadi : 84x /min • Nyeri leher akibat spondilitis TB
Frekuensi napas : 20x/min C2-7 T1
Mata : Konjungtiva tidak pucat. • Instabilitas
Sklera tidak ikterik • Nyeri
Kepala : Tidak ada kelainan • Infeksi
Jantung : S I-II normal , tidak ada • Abses
murmur maupun gallop • Defisit neurologis
Status Lokalis
Look : Tidak ada deformitas, gibus,
Gambar 21.14. Foto klinis
maupun sinus.
Feel : Terdapat nyeri tekan pada
daerah servikal, VAS 4-5.
Tidak ada spasme otot,
atau step-off
Move : ROM terbatas akibat nyeri
RIGHT LEFT
C5 4 4
C6 4 4
C7 3 3
C8 3 3
T1 3 3
RIGHT LEFT
C5 2 2
C6 2 2
C7 1 1
C8 1 1
T1 1 1
RIGHT LEFT
L2 3 3
L3 4 4
L4 3 3
L5 3 3
S1 3 3
RIGHT LEFT
L2 1 1
L3 1 1
L4 1 1
L5 1 1
S1 1 1 Gambar 21.15. Hasil pemeriksaan radiologi
RIGHT LEFT
L2 5 5
L3 5 5
L4 5 5
L5 5 5
S1 5 5
RIGHT LEFT
L2 2 2
L3 2 2
L4 2 2
RIGHT LEFT
Th11 1 1
Th12 1 1
L1 1 1
L2 1 1
L3 1 1
L4 1 1
L5 1 1
S1 1 1 Gambar 21.23. Foto klinis
Kasus I
Tn. IR, Laki-laki 20 tahun, datang dengan
keluhan nyeri punggung sejak 1 tahun lalu.
Pasien merasa nyeri punggung sejak 1 tahun
lalu. Riwayat trauma disangkal. Selain
itu, terdapat keluhan demam dan nyeri
Gambar 21.25. Prosedur pembedahan
pada malam hari. Pasien juga merasakan
ada benjolan pada punggung sejak 11
bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien
Pembahasan tidak bisa berjalan akibat nyeri. Pasien
tidak ada keluhan mikturisi, tetapi harus
Pasien didiagnosis dengan spondilitis menggunakan laksatif untuk membantu
TB T11-12 dan L1-2 dengan komplikasi defekasi.
paraparesis. Pasien diberi tatalaksana berupa
OAT dan bedah. Bedah yang diberikan Pasien datang ke RSUD kuningan,
adalah dekompresi dan debridement melakukan X-ray kemudian diddiagnosis
dengan pendekatan posterior. Koreksi TB Paru. Pasien kemudian mulai minum obat
deformitas dilakukan dengan corrective TB. Pasien juga mengalami penurunan beat
rods and screw. Biopsi dilakukan untuk badan sebanyak 6 kg. Pasien menggunakan
menyingkirkan adanya massa intravertebral. korset untuk mengurangi nyeri. Pasien
dirujuk ke RSCM untuk mendapatkan
penanganan lebih lanjut.
21.8. ALTERNATIF 8: PENDEKATAN
POSTERIOR DENGAN KOREKSI TULANG Pemeriksaan Fisik
BELAKANG DAN SHORTENING
Status Generalis
Compos mentis
Alternatif VIII dilakukan pada pasien TB
Tekanan darah : 110/80 mmHg,
spinal dengan kifosis yang berat, lebih dari
Frekuensi nadi : 79x /min
80o. Pada pasien dilakukan koreksi kifosis
Frekuensi napas : 18x/min
dengan shortening melalui circumferential
Mata : Konjungtiva tidak pucat.
decompression dengan membuang 1-2 ruas
sklera tidak ikterik
vertebra. Misalnya, pada pasien dengan TB
Kepala : Tidak ada kelainan
spinal T10, T11, dan T 12 yang telah terjadi
Jantung : S I-II normal , tidak ada
kolaps di anterior maupun posterior,
murmur maupun gallop
maka T10, T11, dan T 12 dievakuasi dan
Paru : Vesikular, tidak ada
difusi dengan menempatkan graft tanpa
ronkhi maupun
mendifraksi. Sehingga post operasi terjadi
wheezing
pemendekan 1-2 vertebra. Pasien dilakukan
Abdomen : Bising usus normal.
dengan pendekatan posterior, dilakukan
Extremitas : Extremitas hangat,
insisi posterior debridement untuk evakuasi
CRT <2 detik
pus, dan shortening, lalu stabilisasi
Status Lokalis
posterior dengan screw dan rod, lalu fusi
posterolateral. Look : Terdapat deformitas dan
AUTONOM
Urinary incontinence (+)
Gambar 21.26. Foto klinis
Fecal incontinence (+)
Daftar Masalah
• Nyeri
• Fraktur patologis
• Kurangnya nutrisi
• Deformitas kifosis
• Cold abcess
Diagnosis
Spondilitis TB pada T12 dan L1 dengan abses
paravertebral
Tata Laksana
• Obat TB
• Gizi
• Tindakan : debridement, dekompresi,
laminektomi dan kortotrasverstomi,
Feel : Terdapat nyeri tekan disertai shortening, dan stabilisasi
VAS 4. Tidak ada spasme posterior.
otot dan step off
Move : ROM terbatas akibat
nyeri (fleksi, ekstensi,
dan lateral bending)
Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan X-ray, ditemukan:
• Kifosis lokal pada T12
• Destruksi korpus anterior T12
• Diskus Intervertebralis normal
Kasus I
Ny. F, perempuan 32 tahun datang dengan
keluhan utama kelemahan pada kedua
tungkai bawah sejak 2 bulan sebelum masuk
rumah sakit. Sejak 6 bulan sebelum masuk
rumah sakit, pasien merasanyeri punggung
yang tumpul,tidak menjalar, tidak
dipengaruhi posisi (persisten), meningkat
saat pasien berjalan, dan tidak membaik
dengan obat antinyeri. Pada 2 bulan sebelum
masuk rumah sakit, pasien jatuh dari 2 anak
tangga dalam posisi duduk. Sejak saat itu, Gambar 21.31. Foto klinis
147
U
ntuk menguji pemahaman yang
dimiliki, pada bagian ini disajikan
soal-soal terkait materi pada bab-bab
sebelumnya dalam bentuk pilihan ganda dan
essai singkat.
34. Pemberian OAT (obat anti tuberkulosis) 40. Tahap terakhir pada perjalanan penyakit
hanya diberikan pada pasien yang… spondilitis tuberkulosis adalah…
a. Menunjukkan gejala klinis a. Stadium implantasi
b. Mengalami defisit neurologis b. Stadium destruksi lanjut
c. Kehilangan kesadaran c. Stadium deformitas residual
d. Positif kultur bakteri d. Stadium gangguan neurologis
e. Infeksi kronik e. Stadium kronik akhir
44. Kerusakan saraf akibat TB pada tulang 50. Adanya keterlibatan kandung kemih dan
belakang yang paling sering terjadi adalah… usus dan/atau spasme fleksor menandakan
a. Paraplegia defisit neurologis tahapan?
b. Meningitis a. II
c. Stroke b. III
d. Sakit punggung c. IV
d. V
45. Paraplegia onset dini pada umumnya
terjadi dalam kurun waktu… 51. Deformitas yang ditimbulkan oleh TB
a. 3 tahun spinal dan bisa ditemukan pada pemeriksaan
b. 4 tahun fisik adalah…
c. 2 tahun a. Angulasi
d. 5 tahun b. Bongkok, benjolan, dan gibus
c. Edema
46. Penyebab utama paraplegia pada pasien d. Kemerahan
TB tulang belakang adalah karena adanya… e. Gibus dan perdarahan
a. Kompresi
b. Trauma 52. Gejala awal yang muncul pada penderita
c. Fraktur TB spinal adalah...
d. Nekrosis a. Nyeri perut disertai nyeri tekan
epigastrium
47. Hilangnya sensasi dan gangguan sfingter b. Batuk dan sesak napas
disebabkan karena adanya kompresi pada c. Takikardia dengan kesulitan
bagian vertebra yaitu… bernapas
a. Kolum lateral d. Nyeri radikuler di tulang belakang
b. Kolum anterior hingga ke perut dan dada
c. Kolum media e. Nyeri tekan pada regio inguinal
d. Kolum posterior
89. Laju endap darah dikatakan meningkat 95. Obat yang mampu meningkatkan
bila... toksisitas OAT jika dikonsumsi bersama
a. 5-10 mm/jam adalah…
b. 3-5 mm/jam a. Antasida
c. >20 mm/jam b. Furosemid
d. 10-15 mm/jam c. Kaptopril
e. <20 mm/jam d. Digoksin
e. Zidovudin
90. CRP dapat meningkat pada kondisi
seperti di bawah ini, kecuali... 96. Imobilisasi umumnya dilakukan
a. Infeksi selama...
b. Iskemia a. Satu minggu
c. Inflamasi b. Dua minggu
d. Hemofilia c. Satu bulan
e. Sindrom metabolik d. Enam bulan
e. Tiga minggu
91. Durasi pemberian OAT pada spondilitis
TB menurut British Medical Research 97. Ortosis yang lebih baik digunakan pada
Council adalah… anak-anak adalah..
a. 3-6 bulan a. CO
b. 6 bulan b. TLSO
c. 6-9 bulan c. LSO
d. 9-12 bulan d. Brace
e. Seumur hidup e. Jawett
92. Pemberian isoniazid dan rifampisin 98. Berikut merukapan tujuan dilakukannya
pada fase inisial (dua bulan pertama) dapat support eksternal, kecuali...
dikombinasi dengan… a. Mencegah berkembangnya
a. Pirazinamid, etambutol, dan paraplegia
streptomisin b. Mencegah kifosis
b. Floroquinolon dan etambutol c. Menangani deformitas
c. Etambutol dan trimetoprim d. Menambah jumlah tulang
d. Pirazinamid, etambutol, dan e. Menangani defisit neurologis
penisilin
e. Streptomisin, siprofloksasin, dan 99. Berikut merupakan tujuan penggunaan
etambutol ortosis, kecuali...
a. Memperbaiki posisi tulang
93. Salah satu contoh OAT lini kedua adalah… b. Menangani deformitas
a. Levofloksasin c. Menghilangkan abses
b. Trimetoprim d. Melindungi dari cedera
c. Kotrimoksazol e. Mengontrol pergerakan
d. Etambutol biomekanikal
e. Penisilin
101. Jewett umumnya digunakan selama 107. Tujuan tatalaksana total Subroto
a. 3-4 minggu Sapardan adalah, kecuali...
b. 6-12 minggu a. Mengatasi infeksi tuberkulosa
c. 8-18 minggu b. Menangani komplikasi spondilitis
d. 6-20 minggu c. Menghilangkan rasa nyeri
e. 6-21 minggu d. Stabilisasi tulang belakang
e. Mengeradikasi bakteri
102. Terapi konservatif terdiri dari
a. Tindakan bedah 108. Masalah yang dihadapi pasien dengan
b. Support eksternal spondilitis tuberkulosa menurut tatalaksana
c. Support internal total Subroto Sapardan adalah...
d. Instrumentasi a. Lordosis progresif
e. Medikamentosa b. Nyeri
c. Defisit neurologis
103. Berikut syarat yang harus dipenuhi d. Disfungsi paru
pasien untuk dapat berhenti istirahat, e. Disfungsi ginjal
kecuali..
a. Hasil uji Mantoux lebih dari 10 mm 109. Pasien dengan tanda infeksi tuberkulosis
b. LED menurun dini dan kondisi umum baik perlu diberikan
c. CRP menurun tatalaksana...
d. Tidak nampak penambahan a. Tatalaksana dasar
destruksi tulang pada pemeriksaan b. Medikamentosa
radiologi c. Pembedahan
e. Tidak nampak penambahan kavitas d. Penyangga tubuh luar
pada pemeriksaan radiologi e. Drainase abses
104. Tidak adanya kemajuan dalam masa 110. Berdasarakan 10 alternatif tatalaksana
rawat jalan pasien TB spinal kemungkinan total Subroto Sapardan, pasien spondilitis
terjadi karena... tuberkulosa daerah lumbal dengan kifosis
a. Resistensi obat sedang ditangani dengan...
b. Konsumsi obat teratur a. Alternatif 5
c. Pasien beristirahat sesuai anjuran b. Alternatif 6
dokter c. Alternatif 7
d. Asupan nutrisi cukup d. Alternatif 8
e. Keluarga memberi dukungan moral e. Alternatif 9
bagi pasien
111. Tatalaksana total Subroto Sapardan
105. Kekurangan dari LSO adalah... pertama kali diperkenalkan pada tahun...
a. Fleksibel a. 1984
b. Berbahan halus b. 1986
c. Dapat dilepas setiap saat c. 1989
d. Menambah beban bagian atas d. 1998
tubuh
e. Menambah beban bagian bawah
tubuh
114. Pedicle Club Indonesia merupakan 121. Metode instrumentasi paling baru
organisasi yang anggotanya berasal dari adalah ...
kalangan... a. Harrington
a. Ahli bedah b. Luque
b. Ahli tulang belakang c. Cotrel-Dobusset
c. Ahli tulang d. Minimal invasive
d. Ahli anak
e. Ahli gizi 122. Instrumentasi tidak memungkinkan
pergerakan tukang belakang namun ...
115. Tujuan pengobatan spondilitis TB a. Pasien masih tetap bergerak bebas
setelah ditemukannya obat anti TB adalah ... b. Pasien merasa lebih baik dalam
a. Eradikasi infeksi bergerak karena tidak nyeri
b. Mencegah deformitas c. Pasien susah mengalami gerakan
c. Menghilangkan gejala d. Gerakan pada tulang belakang
d. Meningkatkan kemungkinan sangat mempengaruhi kekakuan
defisit neurologis instrumentasi
116. Berapa persen progresifitas kifosis 123. Instrumentasi spinal dapat dilakukan
menjadi kifosis berat ? pada ...
a. 2% a. Segmen servikal saja
b. 3-5% b. Segmen torakal saja
c. 6-7% c. Segmen lumbar saja
d. 8% d. Semua segmen vertebra
117. Berapa persen progresifitas kifosis 124. Indikasi instrumentasi spinal adalah ...
setelah pasien sembuh dari TB ? a. Panvertebral disease
a. 44% b. Long segment disease
b. 45% c. Kifosis
c. 46% d. Posterior segment spinal disease
d. 47%
136. Apa indikasi terapi bedah pada 141. Apa komplikasi bila terapi bedah tidak
spondilitis tuberkulosis… dilakukan secepat mungkin bagi pasien
a. Pasien merupakan penderita TB yang diindikasikan…
sekunder a. TB dapat menyebar ke diskus lain
b. Mikroba resisten terhadap salah b. Dapat mencetuskan perkembangan
satu obat standar TB TB-MDR
c. Terdapat komorbiditas (sepsis atau c. Paraplegia
koagulopati) d. Dapat terjadi infeksi sekunder pada
d. Mikroba penyebab (TB) telah pasien
diidentifikasi e. Dapat menyebabkan gangguan
e. Terdapat defisit neurologis pada skoliosis pada pasien
pasien
142. Dalam melakukan prosedur invasi
137. Prosedur mana di bawah ini yang telah minimal, berapa besar sayatan yang
diterapkan pada tahun 2005 di Rumah Sakit sebaiknya dilakukan…
Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit a. Kurang dari 2 cm
Fatmawati… b. 2-5 cm
a. Endoskopi disektomi c. 5-10 cm
b. Penggunaan frekuensi sinar X d. 10-15 cm
untuk manajemen nyeri e. Lebih dari 15 cm
c. Disektomi mikroskopik
d. Disc-Fx 143. Prosedur bedah yang tidak dilakukan
e. IDET bagi penderita TB spinal adalah…
a. Dekompresi posterior
138. Kapan Rumah Sakit Cipto b. Dekompresi anterior
Mangunkusumo menetapkan prosedur c. Dekompresi posterior diikuti
invasi minimal tulang belakang… dekompresi anterior
a. 2005 d. Dekompresi anterior diikuti
b. 2007 dekompresi posterior
c. 2009 e. Dekompresi superior diikuti
d. 2010 inferior
e. 2013
144. Apabila ketika melakukan prosedur
139. Setelah pembedahan, pendekatan pembedahan invasi minimal dokter
terapi medikamentosa bagi pasien dilakukan mendapatkan lesi yang cukup besar,
selama ... bulan tindakan yang dapat dilakukan adalah…
a. 2 a. Melakukan operasi terbuka
b. 6 b. Kuretase dan irigasi lesi
c. 12 c. Pungsi lumbal
d. 18 d. Menggunakan terapi radiasi
e. 24 e. Melakukan irigasi pada lesi
170. Jumlah manipulator bar yang 175. Pemasangan penyangga prostetik pada
diperlukan adalah tulang belakang bertujuan untuk…
a. 5 a. Mencegah penyebaran infeksi yang
b. 6 berlanjut
c. 7 b. Menghambat pertumbuhan bakteri
d. 8 c. Menambah massa tulang
e. 9 d. Kontrol nyeri, stabilisasi, dan
mengurangi pergerakan tulang
171. Penggunaan TENS di punggung dapat belakang
merangsang pengeluaran endorfin melalui e. Menambah massa otot yang
mekanisme… mengalami atrofi
a. Gate control mechanism
b. Open mechanism
c. Close mechanism
181. Pemeriksaan neurologis yang perlu 8. Kulit pada 1/2 medial punggung tangan
dilakukan pada registrasi spondilitis TB, dipersarafi oleh…
adalah 9. Saraf kranial yang bertangggung jawab
a. Pemeriksaan refleks patologi dalam motorik atau penggerak bola
b. Pemeriksaan motorik mata adalah…
c. Pemeriksaan saraf kranial
d. Pemeriksaan saraf otonom 10. Diafragma sebagai otot utama
e. Pemeriksaan keseimbangan pernapasan dipersarafi oleh…
A B
Defisit neurologis 40, 41, 44,
45, 50, 66, 67, 68, 72, 73, 74,
78, 79, 80, 94, 127, 131, 144,
152, 153, 157, 158, 159, 161, 166,
Abses 42, 43, 44, 45, 46, 47, BAEP (brainstem evoked
168
48, 50, 53, 56, 58, 59, 61, 62, auditory potential) 90, 91, 160
Deformitas 2, 40, 41, 45, 48,
66, 68, 72, 73, 74, 75, 77, 94, Bakteri 2, 14, 23, 29, 31, 32,
50, 54, 55, 59, 68, 72, 73, 74,
95, 96, 97, 98, 116, 117, 119, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 40, 41,
77, 78, 79, 80, 81, 85, 86, 87,
125, 127, 129, 132, 133, 141, 142, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 55, 60,
88, 89, 94, 95, 108, 118, 119,
145, 152, 156, 157, 158, 159, 162, 63, 65, 66, 98, 101, 151, 152,
122, 124, 125, 126, 127, 130, 131,
166, 168 153, 154, 155, 156, 158, 164,
132, 135, 137, 138, 139, 140, 141,
Aerob 34 166, 167
142, 145, 146, 152, 153, 157, 159
Alternatif 2, 43, 54, 61, 72, Basil tahan asam (BTA) 44, 45,
Dekompresi 73, 77, 78, 83, 94,
73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 95, 96, 60, 61, 117, 155, 156, 167
119, 122, 125, 129, 132, 133, 135,
112, 118, 119, 121, 124, 125, 126, Basil tuberkel 33, 47 138, 140, 141, 142, 144, 146,
128, 129, 131, 132, 133, 135, 136, 155, 161
Bedah tulang belakang 67,
138, 140, 142, 144, 146, 158,
72, 95 Diafisis 16, 18
159, 167
alternatif 1 43, 73, 74, 75, Biomolekuler 21, 58, 62, 154, Diskus intervertebralis 4, 44,
118 169 98, 141, 149
alternatif 2 43, 73, 74, 75, Biopsi 61, 73, 136, 138, 154,
119 156, 167
alternatif 3 43, 73, 74, 75,
E
Brace 70, 74, 81, 108, 119, 125,
76, 121 157, 158
alternatif 4 43, 73, 74, 75,
76, 125
alternatif 5 43, 73, 74, 75,
77, 126
alternatif 6 43, 73, 74, 75,
C
Cedera saraf 93
Elektroensefalografi 90
Elektrofisiologi saraf 12
D
Epifisis 16, 18, 46
78, 142
Etiologi 45, 94, 104, 152, 155
alternatif 10 43, 73, 74, 75,
79, 144
Anamnesis 42, 54, 55, 58 Debridement 65, 73, 75, 76,
G
77, 78, 79, 95, 96, 97, 119, 120,
Apoptosis
122, 124, 128, 129, 131, 132, 133,
osteoblas 22, 24
135, 136, 138, 140, 141, 142,
osteosit 29
144, 162 Gibus 42, 43, 44, 46, 48, 53,
Indeks 169
55, 56, 58, 59, 73, 116, 117, 118, 142, 144 MEP (Motor Evoked Potential)
119, 122, 125, 126, 127, 130, 132, Kemoterapi 40, 66, 85 90, 93, 160, 167
134, 137, 139, 140, 142, 144, 145, Metafisis 16, 18
152, 153, 166 Kerusakan saraf 48, 49, 93,
153, 166 Mikrobiologi 43, 44, 55, 58,
Granulomatosis 61 60, 115, 117, 154, 165, 168
Kifosis 2, 3, 45, 47, 48, 58, 59,
68, 72, 73, 74, 76, 77, 78, 79, 80, MRI 43, 59, 75, 117, 120, 125,
H
81, 83, 85, 86, 94, 96, 124, 125, 133, 139, 143, 145, 154, 155,
126, 127, 129, 132, 133, 134, 135, 156, 165
136, 137, 138, 139, 140, 141, 142, Multidrug-resistant
143, 144, 145, 146, 149, 152, 157, tuberculosis (MDR-TB) 66,
Histopatologi 43, 44, 53, 55, 158, 159 167
58, 61, 117, 152, 155, 156, 167 Klasifikasi Mycobacterium tuberculosis
rehabilitasi TB spinal 104 2, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38,
spodilitis TB 42
I
40, 41, 44, 45, 46, 47, 48, 49,
tulang 15 55, 60, 62, 63, 65, 66, 98, 101,
Koksigis 3,5,6 151, 155, 166, 167
Konvensional 45, 87
ICT (Immunochromatography) Koreksi 71, 73, 77, 78, 79, 83,
Tuberkulosis 62, 154, 156, 167
N
85, 86, 87, 88, 89, 95, 108, 122,
IGRAs (Interferon Gamma 125, 126, 129, 132, 133, 135, 136,
Release Assay) 62, 156 138, 140, 142, 144, 146, 163,
INA Registry 62, 156 164, 168
Infeksi 2, 14, 23, 31, 35, 37, 40, Kultur 23, 29, 44, 60, 61, 65, Nekrosis 46, 47, 49, 61, 62,
41, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 66, 74, 101, 117, 152, 154, 155, 152, 153, 154, 156
56, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 66, 156, 166, 167
72, 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80,
83, 85, 95, 96, 98, 101, 104, 118,
119, 126, 127, 135, 140, 146, 151, O
152, 153, 154, 155, 157, 158, 159,
161, 164, 166
Instabilitas 40, 41, 68, 72, 76,
L Obat antituberkulosis 43, 44,
65, 66, 67, 97, 117, 118, 119, 120,
80, 94, 97, 125, 126, 127, 129, LED (Laju Endap Darah) 43, 121, 122, 125, 126, 128, 129, 131,
131, 135, 140, 144, 168 53, 61, 62, 70, 117, 141, 146, 154, 132, 133, 134, 135, 136, 138, 140,
Instrumentasi 73, 74, 76, 77, 156, 158 142, 144, 152, 157, 162, 167
78, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85, Lesi 18, 35, 40, 41, 45, 46, 47, Orthosis lihat Penyangga
86, 97, 131, 132, 133, 136, 145, 50, 53, 55, 56, 59, 62, 66, 72, eksternal
146, 158, 159, 167 73, 74, 75, 95, 99, 107, 108, 117, Osifikasi 14, 15, 16, 18, 99,
Invasi minimal 2, 72 119, 120, 124, 133, 136, 140, 151, 162
IONM (Intraoperative Nerve 161, 162
Osteoblas 18, 19, 20, 21, 22, 23,
Monitoring) 87, 90, 91, 92, 93, Lumbalis 3, 5, 46, 59, 149, 150 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 97,
160, 167 98, 99, 100, 101, 151, 166
Osteoklas 20, 21, 22, 23, 24,
25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 67,
J M 98, 166
Osteosit 18, 20, 21, 22, 23, 25,
27, 28, 29, 99, 151
Marker Otak 7, 8, 9, 10, 48, 49, 92,
Jewett brace 70, 74, 119 osteoblas 22 100, 150, 153, 165
osteoklas 26
osteosit 28
K
Matriks tulang 16, 18, 19, 20,
R T
Rehabilitasi 43, 73, 104, 105,
106, 107, 108, 109, 110, 162, 168 Tata laksana 43, 65, 66, 68,
72-75, 87, 97, 104, 106, 112,
Remodelling tulang 30, 31
113, 114, 115, 118, 119, 120, 124,
Resistensi 32, 33, 34, 60, 66, 125, 128, 129, 131, 132, 133, 135,
68, 156, 158 138, 140, 141, 142, 144, 146, 162,
Respons imun 23, 27, 29, 65 164, 168
Rifampisin 66, 67, 157 Teknik RSCM 73, 78, 87, 89,
112, 168
Torakalis 3, 5, 46, 48, 150
S
Total Treatment Subroto
Sapardan 71, 72, 95, 96, 112
Tuberkel 33, 34, 47, 61, 156,
169
Sakralis 5, 149, 150
Tuberculin skin test 35, 53,
Saraf kranial 7, 9, 10, 91, 160,
61, 156
165
Saraf perifer 7, 10, 12, 49, 91,
92, 160
U
Segmen 3, 41, 46, 47, 58, 62,
63, 78, 80, 81, 82, 83, 85, 86,
87, 88, 89, 93, 94, 120, 125, 127,
132, 133, 143, 145, 149, 159, 164, Uji Mantoux 61, 62, 70, 154,
165, 167, 168 156, 158, 167
Sekrup 65, 71, 81, 82, 85, 94,
95
Sel punca 27, 65, 97, 99, 100,
X
101, 162, 163, 168
SEP 90, 92, 93, 160, 167
Servikalis 3, 4, 5, 11, 68, 149,
150 X-ray 58, 59, 110, 117, 135,
Indeks 171