Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG VULVA HYGIENE

DENGAN KEJADIAN FLOUR ALBUS PADA MAHASISWA DI

UNIVERSITAS MEGAREZKY

MAKASSAR.

SURATMI M.ABUBAKAR

16 3145 105 036

UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR

FAKULTAS KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN

PRODI S1 KEPERAWATAN

TAHUN 201
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

WHO didefinisikan kesehatan adalah suatu kondisi sejahtera jasmani,

rohani, dan social ekonomi, bukan hanya bebas dari penyakit atau

kecacatan.

Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental,dan

social secara utuh,yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau

kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan system reproduksi dan

fungsi-fungsinya serta prosesnya.( Widyastuti dalam Riska)

Kesehatan genetalia merupakan salah satu permasalahan organ

reproduksi yang sering di alami wanita di berbagai Negara termasuk di

Indonesia. Data studi kesehatan dunia (WHO) menunjukan angka kejadian

masalah genetalia pada wanita dalam mencapai 33% dari jumlah total

beban penyakit yang di derita wanita di dunia (Putra, 2011). Sebanyak 50%

penyebab masalah genetalia di sebabkan oleh penggunaan pembalut yang

kurang tepat (Ross, 2014). Pembalut wanita merupakan produk sekali

pakai yang biasa di gunakan wanita setiap bulannya (Kumalasari, 2016)


Determinan tersebut yaitu, pemikiran dan perasaan (thought and feeling),

adanya acuan atau referensi yang di percayai (personal refrences), sumber

daya (resoursces), dan sosio budaya (culture). Pengetahuan, sikap,orang

penting sebagai referensi dan sumber daya yang di miliki oleh wanita

berpengaru dalam menentukan status tindakan wanita sebagai pengguna

pembalut herbal sebagai upaya menjaga kebersihan organ genetalia.

Perilaku pemilihan produk pembalut juga di pengaruhi oleh pengetahuan

konsumen calon pemakai produk (Rimawati, 2012)

Keputihan atau flour albus adalah semua pengeluaran cairan alat

genetalia yang bukan darah. Keputihan fisiologis dijumpai pada keadaan

menjelang menstruasi, dan pada waktu hamil (Manuaba, 2010).

Flour albus adalah cairan putih yang keluar dari vagiana secara

berlebihan. Terdapat dua jenis flour albus yaitu flour albus normal (

fisiologis) dan flour albus abnormal (patologis).flour albus normal dapat

terjadi pada masa menjelang dan sesudah menstruasi, juga terjadi melalui

rangsagan seksual. Flour albus abnormal dapat terjadi pada semua infeksi

alat kelamin (infeksi bibir kemaluan, liang sanggama, mulut Rahim,Rahim

dan jaringan penyangganya, serta pada infeksi penyakit hubungan kelamin).

(Manuaba, 2019).

Faktor yang dapat memicu keputihan abnormal antara lain; kelelahan

fisik, ketegangan psikis, dan kebersihan diri (Anonim, 2010)


Sekitar 75% wanita di dunia perna mengalami keputihan paling tidak

sekali seumur hidup.( Boike, 2008) penelitian awal yang di lakukan oleh

peneliti bulan maret tahun 2009 dari 20 responden yang terlihat dalam

penelitian 10 orang (50%) memiliki pengetahuan cukup, 9 orang (45%)

memiliki pengetahuan baik dan 8 orang (40%) memiliki pengetahuan

kurang. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa umumnya remaja

putri yang menjadi responden mempunyai pengetahuan yang kurang

tentang flour albus (Eny, 2008)

Di Indonesia sendiri di dapatkan data 75% wanita perna mengalami

keputihan minimal sekali dalam seumur hidup dan 45% sisanya biasa

mengalami keputihan sebanyak 2 kali atau lebih seumur hidup (BKKBN,

2009 dalam Adawiyah, 2015).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dijelaskan bahwa hal ini

“Apakah ada ”Hubungan tingkat pengetahuan tentang vulva hygiene

dengan kejadian flour albus pada mahasiswa di Universitas Mega

Rezky Makassar ?”
B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui factor-faktor yang berhubungan dengan vulva

hygiene dan kejadian flour albus pada mahasiswa di Universitas

Mega Rezky Makassar”

2. Tujuan Khusus

- Untuk mengetahui pengetahuan tentang vulva hygiene dengan

kejadian flour albus pada mahasiswa di Universitas Mega

Rezky”

- Untuk mengetahui hubungan vulva hygiene dengan kejadian

flour albus pada mahasiswa di universitas Mega Rezky ”

C. Manfaat Penelitian

a. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat sebagai data pendukung pada penelitian

selanjutnya tentang hubungan tingkat pengetahuan tentang vulva

hygiene dengan kejadian flour albus pada mahasiswa di

Universitas MegaRezky .

b. Bagi Mahasiswa

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan mahasiswa dalam

mengetahui tentang vulva hygiene dengan kejadian flour albus

pada mahasiswa Universitas MegaRezky .


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuk tindakan seseorang. Karena itu pengalaman dan penelitian

ternyata perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Menurut Budiman

dan Rianto (2013) yang mengatakan pengetahuan di pengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu faktor pendidikan, faktor informasi, faktor budaya,

serta faktor pengalaman.

Pengetahuan biasanya didapat dari pengalaman, dari guru, dari orang

tua, teman, buku dan media massa.

Pengetahuan ini didapat membentuk keyakinan tertentu sehingga

seseorang berperilaku sesuai keyakianan tersebut (WHO, 1992).

Notoatmodjo 1997 mengatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari

tahu akibat dari proses penginderaan terhadap suatu objek. Penginderaan

tersebut terjadi sebagian besar berasal melalui penglihatan dan

pendengaran.

Penilaian pengetahuan pada umumnya di lakukan melalui tes dan

wawancara serta alat bantu berisi materi yang ingin di ukur dari responden

(Aswar, 1997, dalam Permatasari, Muliyono, dan Istiana, 2012)


Secara rinci pengukuran tingkat pengetahuan sesorang, Bloom

mengemukakan 6 tingkat:

1. Pengetahuan (knoweledge)

Bila seseorang hanya mampu untuk menginggat sesuatu yang telah di

pelajarinya dalam garis besarnya saja.

2. Perbandinggan menyeluruh ( comprehendsion).

Bila seseorang tidak dapat menerapkan kembali secara mendatar ilmu

pengetahuan yang telah di pelajarinya.

3. Penerapan (aplication)

Bila ada kemampuan mengunakan apa yang telah di pelajarinya.

4. Analisis (analysis)

Bila telah mampu merangkai bagian-bagian yang menyusun

pengetahuan tertentu dan menganalisa satu sama lain.

5. Sintesis (syntesis)

Bila telah mampu menyusun kembali baik ke bentuk semula maupun

kebentuk yang lain.

6. Evaluasi (evaluation)

Merupakan tingkat pengetahuan tertinggi. Bila ada kemampuan untuk

mengetahui secara menyeluruh dari semua bahan yang telah di

pelajarinya

B. Tinjauan Umum Tentang Vulva Hygiene

1. defenisi
Vulva hygiene merupakan suatu tindakan untuk memelihara

kebersihan organ kewanitaan bagian luar ( vulva) yang di lakukan untuk

mempertahankan kesehatan mencegah infeksi ( Ayu, 2010).

2. manfaat vulva hygiene

Perawatan vagina memiliki beberapa manfaat, antara lain:

a. Menjaga vagina dan daerah sekitarnya tetap bersih dan nyaman.

b. Mencegah munculnya keputihan, tidak sedap dan gatal-gatal

c. Menjaga agar PH vagina tetap normal, (3,5-4,5)

3. tujuan vulva hygiene

Ada beberapa tujuan dari vulva hygiene antara lain:

a. Menjaga kesehatan dan kebersihan vagina

b. Membersihkan bekas keringat dan bakteri yang ada di sekitar vulva di

luar vagina

c. Mempertahankan PH derajat keasaman vagina normal yaitu 3,5-4,5

d. Mencegah rangsangan tumbuhnya jamur, bakteri dan protosoa.

Mencegah keputihan dan virus

4. cara perawatan vulva hygiene

Menjaga kesehatan berawal dari menjaga kebersihan. Hal ini juga

dapat berlaku bagi kesehatan organ-organ seksual. Cara memilihara organ

intim tanpa kuman di lakukan sehari-hari di mulai bangun tidur dan bangun
pagi. Alat reproduksi dapat terkena sejenis jamur atau kutu yang dapat

menyebabkan rasa gatal atau tidak nyaman apa bila tidak di rawat

kebersihannya. Mencuci vagina dengan air kotor, pemeriksaan dalam yang

tidak benar, penggunaan pembilas vagina yang berlebihan, pemeriksaan yang

tidak higenis, dan adanya benda asing dalam vagina dapat menyebabkan

keputihan yang abnormal. Keputihan juga bisa timbul karena pengobatan

abnormal, celana yang tidak menyerap keringat, dan penyakit menular

seksual ( Kusmiran Eni, 2011)

Adapun cara pemeliharaan organ reproduksi remaja perempuan

adalah sebagai berikut ( Kusmiran Eni, 2011):

a. Tidak memasukan benda asing ke dalam vagina

b. Menggunakan celana dalam yang menyerap keringat

c. Tidak menggunakan celana yang terlalu ketat. Pemakaian pembilas

vagina secukupnya, tidak berlebihan.

C. Tinjauan Umum Tentang Flour Albus

1. Definisi

Keputihan atau flour albus atau leukorea atau vaginal discharge

merupakan istilah yang mengambarkan keluarnya cairan dari organ

genetalia atau vagina yang berlebihan dan buka darah (Sibagaria, 2010).

Menurut Kusmiran (2011), keputihan adalah cairan bukan darah yang keluar
di luar biasanya dari liang vagina baik berbau atau tidak, serta di sertai

adanya rasa gatal setempat.

2. Etiologi

Penyebab keputihan tergantung dari jenisnya yaitu penyebab dari keputihan

yang fisiologik dan patologik.

a. Keputihan fisiologik

Keputihan atau flour albus yang fisiologis dapat ditemukan pada:

1. Bayi baru lahir sampai umur kira-kira sepulu hari. Hal ini dikarenakan

adanya pengaruh sisa estrogen dari plasenta terhadap uterus dan

vagina janin.

2. Saat menarche karena pengaruh estrogen yang meningkat

3. Rangsangan saat koitusterjadi pengeluaran transudasi dari dinding

vagina (Spence et al.,2007).

4. Saat masa ovulasi adanya peningkatan produksi kelenjar-kelenjar pada

mulur rahim.

5. Kehamilan menyebabkan peningkatan mukus servik yang padat

sehingga menutup lumen serviks yang berfungsi mencegah kuman

masuk ke ringga uterus.

6. Penggunaan kontrasepsi hormonal atau mengubah metode

kontrasepsi (Monalisa et al.,2012)

b. Keputihan patologik
Keputihan patologik disebabkan oleh karena kelainan pada organ

reproduksi wanita dapat berupa infeksi, adanya benda asing, dan

penyakit lain pada organ reproduksi.

1) Infeksi

Infeksi adalah masuknya bibit penyakit kedalam tubuh. Salah satu

gejalanya adalah keputihan. Infeksi yang sering terjadi pada organ

kewanitaan yaitu vaginitis, candidiasis, trichomoniasis.

2) Vaginitis

Penyebab adalah pertumbuhan bakteri normal yang berlebihan pada

vagina. Dengan gejala cairan vagina encer, berwarna kuning kehijauan,

berbusa dan berbau busuk, vulva agak bengkak dan kemerahan, gatal,

terasa tidak nyaman serta nyeri saat berhubungan seksual dan saat

kencing.

Vagina bakterialis merupakan sindrom klinik akibat pergantian

Bacilus Duoderlin yang merupakan flora normal vagina dengan bakteri

anaerob dalam kosentrasi tinggi seperti Bacteroides spp, Mobilucus sp,

peptostreptococcus Sp dan Gardnerella vaginalis bakterialis dapat di

jumpai dua tubuh vagina yang banyak, Homogen dengan bau yang khas

seperti bau ikan, terutama waktu berhubungan seksual. Bau tersebut

disebabkan adanya amino yang menguap bila cairan vagina menjadi

basa. Cairan seminal ysng basa menimbulkan terlepasnya amino dari

perlekatannya pada protein dan vitamin yang menguap menimbulkan

bau yang khas.


3) Candidiasis

Penyebab berasal dari jamur kandida albican. Gejalanya adalah

keputihan berwarna putih susu, bergumpal seperti susu basi, disertai

rasa gatal dan kemerahan pada kelamin dan disekitarnya. Infeksi

jamur pada vagina paling sering disebabkan oleh candida,spp,

terutama candida albicans (Brwon and chin, 2002). Gejala yang

muncul adalah kemerahan pada vulva, bengkak, iritasi, dan rasa

panas. Tanda klinis yang tepat adalah eritmea, fissuring, sekret

menggumpal seperti keju, lesi satelit dan edema (Brwon and chin,

2002) dikutip dari (Widiawaty, 2006).

Usaha pencegahan terhadap timbulnya kandidiasis vagina

meliputi penanggulangan faktor predisposisi dan penanggulangan

sumber infeksi yang ada. Penanggulangan faktor predisposisi

misalnya tidak menggunakan antibiotika atau steroid yang berlebihan,

tidak menggunakan pakaian ketat, mengganti kontrasepsi dengan

kontrasepsi lain yang sesuai, memperhatikan hygiene.

Penanggulangan sumber infeksin yaitu dengan mencari dan

mengatasi sumber infeksi yang ada, baik dalam tubuhnya sendiri atau

diluarnya (Endang, 2003).

4) Trichomoniasis

Berasal dari parasit yang disebut trichomonas vaginalis.

Gejalanya keputihan berwarna kuning atau kehijauan, berbau dan

berbusa, kecoklatan seperti susu ovaltin, biasanya disertai dengan


gejala gatal dibaian lebia mayora, nyeri saat kencing dan terkadang

sakit pinggang.

Trichomoniasis merupakan penyakit infeksi protozoa yang

disebabkan oleh trichomonas vaginalis, biasanya ditularkan melalui

hubungan seksual dan sering menyerang traktus urogenitalis bagian

bawah. Pada wanita sering tidak menunjukan keluhan, bila ada

biasanya berupa duh tubuh vagina yang banyak, berwarna kehijauan

dan berbusa yang patognomonic (bersifat khas) untuk penyakit ini.

Pada pemeriksaan dengan kolposkopi tampak gambaran “strawberry

cevix” yang diangap khas untuk trichomoniasis. Salah satu fungsi

vagina adalah untuk melakukan hubungan seksual. Terkadang

mengalami pelecetan pada saat melakukan senggama. Vagina juga

menampung air mani, dengan adanya pelecetan dan kontak mukosa

(selaput lendir) vagina dengan air mani merupakan pintu masuk (

Port d’entre) mikro organisme penyebab infeksi PHS.

5) Adanya benda asing dan penyebab lain

Infeksi ini timbul jika penyebab infeksi (bakteri atau infeksi lain)

masuk melalui prosedur medis, seperti; haid, abortus yang disengaja,

insersi IUD, saat melahirkan, infeksi pada saluran reproduksi bagian

bawah yang terdorong sampai ke serviks atau sampai pada saluran

reproduksi bagian atas.

3. Diagnosa Keputihan
a. Keputihan (flour albus) pisiologis

Keputihan (flour albus) pisiologis biasanya lendirnya encer,

muncul saat ovulasi, menjelang haid dan saat mendapatkan

rangsangan seksual. Keputihan normal tidak gatal, tidak berbau dan

tidak menular karena tidak ada bibit penyakinya

b. Keputihan (flour albus) patologis

Keputihan (flour albus) patologis dapat didiagnosa dengan

anamnese oleh dokter yang telah berpengalaman hanya dengan

menanyakan apa keluhan pasien dengan ciri-ciri; jumlah banyak,

warnanya seperti susu basi, cairanya mengandung leukosit yang

berwarna kuning-kuningan sampai hijau, disertai rasa gatal, pedih,

terkadang berbau hamis dan berbau busuk.

Pemeriksaan khusus dengan memeriksankan lendir

dilaboratorium, dapat diketahui apa penyebabnya, apakah karena

jamur, bakteri atau parasit, namun ini kurang praktis karena harus

butuh waktu beberapa hari untuk menunggu hasil. (Jones, 2005).

Amsel et al merekomendasikan diagnosa klinik vaginosis bakterialis

berdasarkan adanya tanda-tanda berikat:

1) Cairan vagina homogen, putih atau keabu-abuan, melekat pada

dinding vagina

2) Jumlah PH vagina lebih besar dari 4,5.

3) Sekret vagina berbau seperti bau ikan sebelum atau sesudah

penambahan KOH 10% (whiff test).


Adanya “clue cells” pada pemeriksaan mikroskop sediaan basah. Clue

cell merupakan sel epitel vagina yang ditutupi oleh berbagai bakteri

vagina sehingga memberikan gambaran granular dengan batasan sel

yang kabur karena melekatnya bakteri batang atau kokus yang kecil

(Endang, 2003). Penegakan diagnosis harus didukung data

laboratorium terkait, selain gejala dan tanda klinis yang muncul dan

hasil pemeriksaan fisik seperti PH vagina dan pemeriksaan

mikroskopik untuk mendeteksi blastospora dan pseudohifa

(Widiawaty, 2006) diagnosis trichomonoasis ditegakan bila ditemukan

trichomo nas vaginalis pada sediaan basa. Pada keadaan yang

meragukan dapat dilakukan pemeriksaan dengan biakan duh tubuh

vagina.

4. Patofisiologi

Organ yang paling sensitif dan rawan pada tubuh wanita adalah organ

reproduksi dan merupakan organ yang paling rawan di banding dengan

organ tubuh yang lainnya. Keputihan (flour albus) merupakan salah satu

tanda dan gejala penyakit organ reproduksi wanita, di daera alat genetalia

eksternal bermuara saluran kencing dan saluran pembuangan sisa-sisa

pencernaan yang di sebut anus. Apabila tidak dibersihkan secara sempurna


akan ditemukan berbagai bakteri, jamur dan parasit, akan menjalar ke

sekitar organ genetalia. Hal ini dapat menyebabkan infeksi dengan gejala

keputihan. Selain itu dalam hal melakukan hubungan seksual terkadang

terjadi pelecetan, dengan adanya pelecetan merupakan pintu masuk

mikroorganisme penyebab infeksi penyakit hubungan seksual (PHS) yang

kontak dengan air mani dan mukosa (Kasdu, 2008)

5. Dampak Terhadap Wanita

Keputihan (flour albus) yang psiologis tidak memberi dampak pada

wanita. Keputihan yang memberi dampak pada ibu yaitu keputihan patologis.

Dengan adanya keputihan ibu merasa tidak nyaman karena menunjukan

keluhan berbau busuk, gatal, vulva terasa seperti terbakar. Apabila keputihan

tidak di obati maka infeksi dapat menjalar ke rongga rahim kemudian sampai

ke induk telur dan akhirnya sampai ke rongga panggul. Banyak di temukan

wanita yang menderita keputihan yang kronik menjadi mandul (Yones,

2005).

Biasanya komplikasi yang terjadi pada wanita adalah terinfeksinya

kelenjar yang ada di bibir vagina. Bisul kelenjar tersebut harus di sedot

keluar karena tidak dapat di sembuhkan dengan obat. Komplikasi pada

wanita sering menimbulkan radang saluran telur. Infeksi nonspesifik pada

wanita sering tanpa keluhan maupun kejala. Itu sebabnya tidak mudah

mendiagnosis hal itu. Kadang seorang wanita merasa tidak punya penyakit

kelamim, tetapi ketika lendir keputihan di periksa maka ditemukan bibit


penyakit. Biasanya wanita hanya menrasa tidak enak kalau buang air kecil,

kemudian jumlah lendirnya hanya sedikit. Terkadang merasa tidak enak di

panggul dan mungkin akan merasa nyeri kalau melakukan hubungan seks.

Oleh karena itu komplikasi sering terjadi apa bila tidak melakukan

pemeriksaan sedini mungkin (Rahma, 2006).

6. Pencegahan Keputihan

Menjaga kebersihan organ genitalia dan sekitarnya merupakan salah

satu upaya pencegahan keputihan, yaitu dengan;

1. Pola hidup sehat meliputi diet seimbang, waktu istirahat yang

cukup tidak mengkomsumsi alkohol dan rokok, mengendalikan

stres, dan menjaga berat badan tetap ideal dan seimbang

(Handayani, 2011)

2. Jika sudah memeiliki pasangan, setialah terhadap satu

pasangannya

3. Selalu menjaga kebersihan daerah genetalia agar tidak lembab dan

tetap kering, misalnya dengan menggunakan celana dengan bahan

yang menyerap keringat agar tidak ketat. Biasakan mengganti

pembalut pada waktunya untuk mencegah

perkembiangkanbakteri.

4. Memperhatikan pakian diantaranya dengan mengganti celana

dalam yang diapakai bila sudah terasa lembab dengan yang kering

dan bersih, menggunakan pakian dalam dari bahan katun


menyerap kelembabandan menjaga agar sikrulasi udara tetap

terjaga.

5. Membasuh vagina dengan cara yang benar yaitu dari depan

kebelakang tiap kali selesai buang air kecil ataupun buang air

besar.

6. Penggunaan cairan pemberish vagina sebaiknya tidak berlebihan

karena dapat menggangu keseimbangan flora normal vagina. Jika

perlu, sebelumnya menggunakan cairan pemberih vagina,

sebaiknya di konsultasikan ke dokter.

7. Hindari penggunaan bedal talkum, tisue, atau sabun dengan

pewangi pada daerah genitalia (vagina) karena dapat

mengakibatkan iritasi.

8. Jangan membiasakan meminjam barang-barang yang

mempermudah penularan misalnya peminjaman alat mandi

(Djuanda A, 2009). Bila menggunakan kamar mandi umum

terutama kloset duduk harus hati-hati, hindari duduk diatas kloset

atau dengan mengelapnya terlebih dahulu.

9. Jangan mengkonsumsi jamu-jamuan untuk mengatasi keputihan,

konsultasikan ke dokter terlebih dahulu (Kusmiran, 2011).

7. Penatalaksanaan Keputihan (Fluor Albus)

Penatalaksanaan keputihan meliputi usaha pencegahan dan

pengobatan yang bertujuan untuk menyembuhkan seorang penderita dari


penyakitnya, tidak hanya untuk sementara tetapi untuk seterusnya dengan

mencegah infeksi berulang (Endang, 2003). Apabila keputihan yang di alami

adalah yang fisiologi tidak perlu pengobatan, cukup hanya menjaga

kebersihan pada kemaluan. Apabila keputihan yang patologi, sebaiknya

segera memeriksa ke dokter, tujuanya menentukan letak bagian yang sakit

dan dari mana keputihan itu berasal. Melakukan pemeriksaan dengan

mengunakan alat tertentu akan lebih memperjelas. Kemudian merencanakan

pengobatan setelah melihat kelainan yang di temukan. Keputihan yang

patologik yang paling sering di jumpai yaitu keputihan yang di sebabkan

vaginitis, candidiasis, trichomoniasis. Penatalaksanaan yang adekuat dengan

menggabungkan terapi farmakologi dan terapi nonfarmakologi.

a. Terapi farmakologi

Pengobatan keputihan yang disebabkan oleh candidiasis dapat diobati

dengan anti jamur atau krim. Biasannya jenit anti jamur yang sering

digunakan adalah imidazol yang disemprotkan dalam vagina sebanyak

1 atau 3 ml. Ada juga obat oral anti jamur yaitu ketocinazola dengan

dosis 2x1 hari selama 5 hari. Apabila ada keluhan gatal dapt dioleskan

salep anti jamur (Jones,2005).

Pengobatan fluor albus yang disebabkan oleh trichomoniasis mudah

dan efektif yaitu setelah dilakukan pemeriksaan dapat diberikan tablet

metronidazol (flagy) atau tablet besar tinidazol (fasigin) dengan dosis

3x1 hari selama 7-10 hari. Pengobatan keputihan (fluor albus) yang

disebabkan oleh vaginitis sama dengan pengobatan infeksi


trichomoniasis. Yaitu dengan memberikan metronidazol atau tinidazol

dengan dosis 3x1 selama 7-10 hari. Pengobatan kandidiasis vagina

dapat dialakukan secara topikal maupun sistemik. Obat anti jamur

tersedia dalam berbagai bentuk yaitu: gel,krim,losion,tablet

vagina,supposotoria dan tablet oral. Nama obat adalah sebagai

berikut: (1) derivat rosanillin, gentina violet 1-2 % dalam bentuk

larutan atau gel,selama 10 hari. (2) povidone-iodine , merupakan

bahan aktif yang bersifat antibakteri maupun anti jamur.(3) derivat

polien; Nistatin 100,000 unit krim/ tablet vagina selama 14 hari. (4)

Drivat Imidazole: Topical (mikonazol: 2% krim vaginal selama 7 hari,

100 mg tablet vaginal selama 7 hari, 200 mg tablet vaginal selama 3

hari, 1200 mg tablet vaginal dosis tunggal. Ekonazol 150 mg tablet

vaginal selama 3 hari. Fentikonazol 2% krim vaginal selama 7 hari,

200 mg tablet vaginal selama 3 hari, 600 mg tablet vaginal dosis

tunggal. Tiokonazol 2% krim vaginal selama 3 hari, 6,5% krim vaginal

dosis tunggal. Klotrimazol 1% krim vaginal selama 7 – 14 hari, 10%

krim vaginal sekali aplikasi, 100 mg tablet vaginal selama 7 hari, 500

mg tablet vaginal dosis tunggal. Butokonazol 2% krim vaginal selama

3 hari. Terkonazol 2% krim vaginal selama 3 hari). Sistemik

(ketokanazol 400 mg selama 5 hari. Trakanazol 200 mg selama 3 hari

atau 400 mg dosis tunggal. Flukonazol 150 mg dosis tunggal. (Endang,

2003).
b. Terapi Nonfarmakologi

1. Perubahan Tingkah Laku

Keputihan (fluor albus) yang disebabkan oleh jamur lebih cepat

berkembang di lingkungan yang hangat dan basah maka untuk

membantu penyembuhan menjaga kebersihan alat kelamin dan

sebaiknya menggunakan pakain dalam yang terbuat dari katun

serta tidak menggunakan pakaian dalam yang ketat (Jones,

2005). Keputihan bisa ditularkan melalui hubungan seksual dari

pasangan yang terinfeksi oleh karena itu sebaiknya pasangan

harus dapat pengobatan juga.

2. Personal hygiene

Memperhatikan personal hygiene terutama pada bagian alat

kelamin sangat membantu penyembuhan, dan menjaga tetap

bersih dan kering, seperti penggunaan tisu basah atau produk

panty liner harus betul-betul steril. Bahkan, kemasannya pun

harus diperhatikan. Jangan sampai menyimpan sembarangan,

misalnya tanpa kemasan di taruh dalam tas bercampur dengan

barang lainnya. Karena bila dalam keadaan terbuka, bisa saja

panty liner atau tisu basah tersebut sudah terkontaminasi.

Memperhatikan kebersihan setelah buang air besar atau kecil.

Setelah bersih, mengeringkan dengan tisu kering atau handuk

khusus. Alat kelamin jangan dibiarkan dalam keadaaan lembab.

3. Pengobatan Psikologis
Pendekatan psikologik penting dalam pengobatan keputihan.

Tidak jarang keputihan yang mengaganggu, pada wanita kadang

kala pemeriksaan di laboraterium gagal menunjukan infeksi,

semua penguji telah dilakukan terapi hasilnya negatif namun

masalah atau keluhan tetap ada. Keputihan tersebut tidak

disebabkan oleh infeksi melainkan karena gangguan psikologi

seperti kecemasan, depresi,hubungan yang buruk, atau beberapa

masalah psikologi yang lain yang menyebabkan emosional.

Pengobatan yang dilakukan yaitu dengan konsultasi dengan ahli

psikologi. Selain itu perlu dukungan keluarga agar tidak terjadi

depresi.

D. Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Fluor Albus

Pengetahuan merupakan hasil dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu, peindraan terjadi melalui panca

indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga (Notoadmodjo, 2007).

Pengetahuan adalah keseluruhan gagasan, ide, konsep dan pahaman

manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan

kehidupannya, pengetahuan segala sesuatu juga mencangkup praktek atau

kemampuan tehnik dalam memecahkan sebagai persoalan hidup yang belum

dilakukan secara sistematis dan metode (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan


adalah proses belajar dengan menggunakan panca indra yang dilakukan

seseorang terhadap objek tertentu untuk menghasilkan pengetahuan dan

ketrampilan. (Hidayat, 2005).

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh maisara

dompi pada tahun 2010 di RSU Adam Malek Medan didapat hasil tingkat

pengetahuan remaja putri tinggi tidak mengalami flour albus 74,9%.

Dari hasil penelitian maka peneliti berasumsi bahwa semakin tinggi

pengetahuan seseorang, maka semakin kecil kemungkinan ia mengalami

kejadian flour albus, demikian pula sebaliknya semakin rendah pengetahuan

seseorang maka semakin besar kemungkinan mengalami kejadian flour albus

hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang membuktikan adanya hubungan

yang bermakna antara tingkat pengetahuan responden yang kejadian flour

albus. Hal ini dikarenakan dengan memiliki pengetahuan yang tinggi tentang

flour albus maka remaja putri mampu untuk mencegah terjadinya flour

albus, sedang bagi yang memiliki pengetahuan rendah mengakibatkan tidak

mengerti tentang gejala dan cara mencegah kejadian flour albus sehingga

ketika gejala flour albus muncul maka remaja putri tidak tahu sehingga tidak

melakukan upaya pencegahan sehingga dapat menderita flour albus.

E. Hubungsn Personal Hygiene Dengan Kejadian Flour Albus

Personal hygiene atau kebersihan diri adalah suatu usaha kesehatan

perseorangan untuk dapat melihat kesehatan diri sendiri, memperbaiki dan


mempertinggi nilai-nilai kesehatan serta mencegah timbulnya penyakit

personal hygiene meliputi kebersihan badan, tangan, kulit/kuku, gigi dan

rambut. (Wijaya, A.Jumantoro,T. 2002).

Sebagaimana halnya bagian tubuh yang lain kulit membutuhkan

oksigen, zat-zat makanan dan air, perlu mendapat kesempatan

membersihkan sel-selnya dari kotoran agar supaya bisa meningkatkan

kesehatan.

F.Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam suatu penelitian berarti jawaban sementara penelitian,

patogan diga, atau dalil sementara, yang kebenaranya akan di buktikan dalam

penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2012)

1. Hipotesis Nol (Ho)

Adapun hipotesis (Ho) dalam penelitian ini adalah tidaka ada

hubungan antara tingkat pengetahuan tentang vulva hygiene dengan

kejadian keputihan (flour albus)

2. Hipotesis Alternatif

Adapun hipotesis alternatif (Ha) dalam penelitian ini adalah ada

hubungan antara tingkat pengetahuan tentang vulva hygiene dengan

kejadian keputihan (flour albus)

Anda mungkin juga menyukai