Anda di halaman 1dari 37

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemakaian beton sebagai bahan konstruksi telah lama dilakukan di Indonesia.
Beton merupakan material yang terbuat dari campuran semen, agregat kasar, agregat
halus, air, dan bahkan dengan bahan tambah yang bervariasi. Banyak nya pembangunan
infrastruktur mendorong berkembangnya teknologi beton, sehingga penggunaan beton
dengan kualitas yang baik sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Alasan bahwa beton
banyak digunakan karena bahan yang kedap air, elemen struktur beton relatif mudah
dibentuk atau dicetak menjadi berbagai ukuran tipe, beton merupakan bahan yang mudah
disediakan dan dikerjakan
Salah satu bahan penyusun beton adalah semen. Semakin banyak penggunaan
beton sebagai bahan konstruksi maka, jumlah kebutuhan semen sebagai material
penyusun beton juga akan semakin meningkat. Kebutuhan semen di Indonesia adalah 70
juta ton per tahun (Kemenperin, 2017) sementara total kapasitas semen nasional pada
tahun 2017 akan mencapai 102 ton. Untuk mencukupi kebutuhan semen di Indonesia
selain melakukan import, maka pabrik – pabrik industri yang memproduksi semen harus
melakukan optimisasi produktivitas semen untuk mencukupi kebutuhan semen di
Indonesia.
Dampak negatif yang timbul dari pabrik – pabrik industri semen adalah dampak
fisik secara langsung baik pada pekerja dan juga masyarakat sekitar. Tingkat kebisingan
dan juga getaran mekanik yang ditimbulkan dari rangkaian proses produksi semen
merupakan salah satu dampak negatif yang ditimbulkan dari pabrik – pabrik industri
semen. Dampak lain nya yang timbul dari proses produksi semen adalah timbul nya
limbah gas dan limbah B3. Udara adalah media pencemar untuk limbah gas, limbah gas
atau asap yang diproduksi pabrik keluar bersamaan dengan udara. Selain debu, produksi
semen juga menimbulkan banyak dampak negatif bagi kesehatan maupun lingkungan
hidup.
Alternatif yang bisa digunakan untuk mengurangi penggunaan semen adalah
dengan memanfaatkan limbah yang sering ditemukan di lingkungan sekitar. Salah satu
contoh limbah yang bisa digunakan adalah limba kaca. Penelitian ini dengan
memperhatikan adanya limbah kaca baik yang berasal dari industri ataupun
1
pembongkaran bangunan dan dari rumah tangga dalam jumlah yang besar,
berkemungkinan untuk dimanfaatkan sekaligus sebagai alternatif solusi permasalahan
lingkungan yang dapat diakibatkan oleh limbah kaca. Gagasan awal berpedoman pada
pemikiran bahwa unsur – unsur kimia yang ada pada kaca sebagian diantaranya sama
seperti yang ada pada semen, sehingga apabila kaca dihancurkan menjadi serbuk
berkemungkinan berfungsi sebagai filler karena persentase kandungan silika (Si02), Na2O
pada kaca yang cukup besar yaitu lebih dari 70%.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka timbul permasalahan yang akan dibahas
pada Proyek Akhir ini yaitu bagaimana pengaruh campuran limbah kaca sebagai
substitusi parsial semen dan bahan tambah superplasticizer terhadap nilai kuat tekan
beton?

1.3 Tujuan
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai kuat tekan beton yang
dihasilkan dengan menggunakan limbah kaca sebagai substitusi parsial semen dan
superplasticizer untuk mempercepat waktu pengikatan material – material penyusun
beton.

1.4 Manfaat
Manfaat dalam penelitian nilai kuat tekan beton dengan bahan tambah serbuk kaca
sebagai substistusi parsial semen dan juga plasticizer ini sebagai berikut:
1. Bagi mahasiswa
Dapat meningkatkan wawasan mahasiswa umumnya dan penulis khususnya
mengenai potensi limbah serbuk kaca yang bisa digunakan sebagai substitusi
parsial semen terhadap campuran beton dengan menggunakan superplasticizer.
2. Bagi masyarakat
Dapat memberikan suatu inovasi baru atau alternatif dengan memanfaatkan
limbah kaca sebagai substitusi parsial semen dalam campuran beton.

2
1.5 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian kuat tekan beton dengan menggunakan serbuk
kaca sebagai substitusi parsial semen dan juga superplasticizer adalah sebagai berikut:
1. Mutu beton yang digunakan adalah ialah mutu dengan kuat tekan target fc’ 30
MPa.
2. Persentase serbuk kaca yang digunakan untuk semua sampel campuran beton
ditetapkan sebesar 10%.
3. Superplasticizer yang digunakan dalam penelitian ini adalah superplasticizer tipe
c yang fungsi nya adalah untuk mempercepat waktu pengikatan.
4. Persentase superplasticizer yang digunakan dalam penelitian ini bervariasi 0%,
0,5%, 1%, dan 1,5%
5. Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur 28 hari.
6. Perendaman beton menggunakan air tawar.
7. Penelitian ini tidak menguji kuat tarik dan kuat lentur beton.
8. Semen yang digunakan adalah Semen Gresik PPC (Portland Pozzolan Cement)
tipe I.
9. Tidak menghitung nilai ekonomis serbuk kaca.
10. Tidak menguji kandungan kimia pada serbuk kaca.

3
--Halaman ini sengaja dikosongkan--

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beton
Beton merupakan fungsi dari bahan penysunan yang terdiri dari bahan semen
sebagai bahan ikatan nya, agregat kasar, agregat halus, air, dan bahan tambah lain nya
(Mulyono, 2003). Beton didefinisikan sebagai sekumpulan interaksi mekanis dan kimiawi
dari material pembentuknya (Nawy, 1990). Sifat – sifat dan karakterisitik material
penyusun beton akan mempengaruhi sifat dan kinerja beton yang dibuat seperti
workability, cohesiveness, durability, strength, dan lain – lain. Parameter – parameter lain
yang juga mempengaruhi seperti kualitas semen, proporsi semen terhadap campuran,
interaksi atau adhesi antara pasta dan agregat (Mulyono, 2003)
Proses terjadinya beton adalah pasta semen, yaitu proses hidrasi antara air dan
semen, selanjutnya jika ditambahkan dengan agregat halus menjadi mortar dan jika
ditambahkan dengan agregat kasar menjadi beton (Mulyono, 2003).
2.1.1 Klasifikasi Beton
Agregat berpengaruh terhadap besarnya volume beton sehingga beton
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Beton Normal
Menurut SNI 03-2834-1993 beton normal merupakan beton yang
mempunyai berat isi 2200-2500 kg/m3 dengan menggunakan agregat alam
yang pecah. Agregat alam yang dipakai berupa agregat halus yaitu pasir
dan agregat kasarnya yatu kerikil sebagai hasil desintegrasi alami dari batu
atau berupa batu pecah yang diperoleh dari insdustri pemecah batu dan
mempunyai ukuran butir antar 5 – 40 mm. Agregat normal dihasilkan dari
pemecahan batuan dengan quarry atau langsung dari sumber alam.
Agregat ini biasanya dari granit basal, kuarsa dan sebagai nya. Kuat tekan
yang dihasilkan beton normal sekitar 15 – 40 MPa.
2. Beton Berat
Beton dengan kepadatan berat isi lebih dari 2400 kg/m3 dihasilkan darri
penggunaan agregat yang mempunyai berat jenis lebih dari 4,0 g/cm3
dibandingkan dengan agregat yang biasa digunakan untuk berat normal
dengan berat jenis 2,5 – 2,7 g/cm3. Beton yang mempunyai berat yang

5
tinggi ini biasa nya digunakan untuk kepentingan tertentu seperti menahan
radiasi, menahan benturan dan lain nya (Mulyono, 2003)
3. Beton Ringan
Beton ringan merupakan beton yang berat isinya lebih rendah 2200 kg/m3
dengan menggunakan agregat ringan atau campuran agregat kasar ringan
dan pasir alami sebagai pengganti agregat halus ringan (SNI 03-3449-
2002). Beton ringan struktural adalah beton yang memakai agregat ringan
atau campuran agregat kasar ringan dan pasir sebagai agregat halus beton
1850 kg/m3dan memenuhi persyaratan kuat tekan dan tarik belah beton
ringan untuk struktural (SNI 03-2461-1991)

2.1.2 Karakterisitik Beton


Perancangan beton harus memenuhi kriteria perancangan yang berlaku.
Perancangan sendiri dimaksudkan untuk mendapatkan untuk mendapatkan beton yang
baik dimana harus memenuhi kriteria dua kinerja yang utamanya, yaitu kuat tekan
yang tinggi (minimal sesuai dengan rencana) dan pengerjaan yang mudah
(workability). Selain itu juga harus memenuhi kriteria antara lain, tahan lama
(durability), murah (aspect economic cost) dan tahan aus.
a. Kuat Tekan Beton
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan beton, yaitu:
1. Proporsi bahan – bahan penyusun
2. Metode perancangan
3. Perawatan
4. Keadaan pada saat pengecoran (Mulyono, 2003)
b. Kuat Tarik Belah
Nilai kuat tarik tidak langsung dari benda uji beton berbentuk silinder yang
diperoleh dari hasil pembebenan benda uji tersebut yang diletakkan mendatar
sejajar dengan permukaan meja penekanan mesin uji ditekan (SNI 03-2491-
2002). Pengujian kuat tarik belah digunakan untuk mengevaluasi ketahanan
geser dari komponen struktur yang terbuat dari beton menggunakan agregat
ringan.

6
c. Workabilitas Beton
Workabilitas sering diartikan dengan kemudahan pengerjaan adukan
beton untuk diaduk, dituang, diangkut dan dipadatkan. Kemudahan
pengerjaan dapat dilihat dari nilai slump yang identik dengan tingkat
keplastisan beton. Semakin plastis beton semakin mudah pengerjaan nya.
Unsur – unsur yang mempengaruhi nilai slump antara lain:
1. Jumlah air pencampur, semakin banyak air semakin mudah
dikerjakan.
2. Kandungan semen, jikas FAS tetap, semakin banyak semen berarti
semakin banyak kebutuhan air sehingga keplastisan juga akan lebih
tinggi.
3. Gradasi campuran pasir – kerikil, jika memenuhi syarat dan sesuai
dengan standar, akan lebih mudah dikerjakan.
4. Bentuk butiran agregat kasar, agregat berbentuk bulau – bulat lebih
mudah dikerjakan.
5. Butir maksimum.
6. Cara pemadatan dan alat pemadat (Mulyono, 2003)
d. Rongga Udara (Air Content) Pada Beton
Pada umumnya beton mengandung rongga udara sekitar 1%, 2% pasta
semen (semen dan air) sekitar 25% - 40% dan agregat (agregat halus dan
kasar) sekitar 60% - 75% (Mulyono, 2003). Banyaknya pori – pori yang
mengandung udara tersebut, maka akan mengakibatkan kekuatan beton
akan semakin menurun, dengan penambahan bahan tertentu yang bersifat
sebagai filler akan mengisi rongga – rongga udara sehingga beton lebih
kedap air.
e. Umur Beton
Kuat tekan beton bertambah sesuai dengan bertambah nya umur beton.
Kecepatan bertambah nya kekuatan beton tersebut sangat dipengaruhi oleh
faktor air semen dan suhu perawatan. Semakin tinggi faktor air semen
semakin lambat kenaikan kekuatan beton. Laju kenaikan kuat tekan beton
ini mula – mula cepat, akan tetapi semakin lama laju kenaikan itu makin
lambat.

7
Semen portland akan terus bereaksi dengan air pada saat pengikatan awal terjadi.
Setelah 24 jam pada temperatur kamar, 30% - 40% semen biasanya mengalami proses
hidrasi, pembentukan lapisan penutup dengan bertambah nya kepadatan dan ketebalan
yang melapisi partikelnya. Hidrasi partikel klinker yang besar secara parsial dan
keseluruhan akan membentuk beton (Mulyono, 2003). Proses pembentukan beton dari
saat mulai mengeras sampai umur beton 90 hari.

2.2 Agregat
Kandungan agregat dalam beton biasanya sangat tinggi, fungsi nya sebagai
pengisi, namun karena komposisinya cukup besar agregat ini pun menjadi penting.
Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam atau agregat
buatan (artificial aggregates). Secara umum agregat dapat dibedakan berdaarkan ukuran
nya yaitu agregat kasar dan agregat halus. Batas antara agregat halus dan agregat kasar
yaitu 4,80 mm (British standard) atau 4,75 mm (Standard ASTM C-33).
Agregat dapat pula dibedakan berdasarkan beratnya. Ada tiga jenis agregat
Peraturan beton 1989 mencakup agregat normal, dan agregat ringan.
Agregat normal dihasilkan dari pemecahan batuan dengan quarry atau langsung
dari sumber alam. Agregat ini biasanya berasal dari granit, basalt, kuarsa dan sebagai nya.
Beton yang dibuat dengan agregat normal adalah beton normal, yaitu beton yang
mempunyai berat isi 2200 – 2500 kg/m3 (SK.SNI.T-15-1990:1). Kekuatan tekan nya
sekitar 15 – 40 MPa. Ketentuan dan persyaratan dari SII.0052-80 “Mutu dan Cara Uji
Agregat Beton” harus dipenuhi. Bila tidak tercakup dalam SII.0052-80, maka agregat
harus memenuhi ketentuan ASTM C-33, “Standard Specification for Concrete
Aggregate”.
Agregat ringan digunakan untuk menghasilkan beton yang ringan dalam sebuah
bangunan yang memperhitungkan berat dirinya. Agregat ringan digunakan dalam
bermacam produk beton, misalnya bahan – bahan untuk isolasi atau bahan untuk pra-
tekan. Agregat ini paling banyak digunakan untuk beton – beton pra cetak. Beton yang
dibuat dengan agregat ringan mempunyai sifat tahan api yang baik. Kelemahan nya
adalah ukuran pori pada beton yang dibuat dengan agregat ini besar sehingga penyerapan
nya besar pula, jika tidak diperhatikan maka hal ini akan menyebabkan beton yang
dihasilkan menjadi kurang baik kualitas nya. Agregat ringan dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu yang dihasilkan melalui pembekahan (expanding) dan yang dihasilkan dari
pengolahan bahan alam. Disarankan agar penakaran nya menggunakan volume. Agregat
8
ringan yang digunakan dalam campuran beton harus memenuhi syarat mutu dari
ASTMC-3300 “Specification for Lightweight Aggregats for Structural Concrete”.
Agregat berat mempunyai berat jenis lebih besar dari 2800 kg/m3. Contoh nya
adalah magnetik, berytes dan serbuk besi. Berat jenis beton yang dihasilkan dapat
mencapai lima kali berat jenis bahan nya (Mulyono, 2003).
2.2.1 Kekuatan Agregat
Kekuatan beton tidak lebih tinggi dari kekuatan agregat, oleh karena itu
sepanjang kekuatan tekan agregat lebih tinggi dari beton yang akan dibuat maka
agregat tersebut masih cukup aman digunakan sebagai campuran beton. Pada
kasus – kasus tertentu, kekuatan agregat dapat bervariasi dalam batas yang besar.
Butir – butir agregat dapat bersifat kurang kuat karena dua hal:
1. Terdiri dari bahan yang lemah atau terdiri dari partikel yang kuat tetapi tidak
baik dalam hal pengikatan (interlocking).
2. Porositas yang besar mempengaruhi keuletan yang menentukan ketahanan
terhadap beban kejut.
Kekerasan atau kekuatan butir – butir agregat tergantung dari bahan nya dan
tidak dipengaruhi oleh lekatan antara butir satu dengan lain nya (Mulyono, 2003)
Agregat yang lebih kuat biasanya mempunyai modulus elastisitas yang lebih
tinggi.
2.2.2 Sifat – sifat Agregat Dalam Campuran Beton
Sifat – sifat agregat sangat berpengaruh pada mutu campuran beton, untuk
menghasilkan beton yang mempunyai kekuatan sperti yang diinginkan maka sifat –
sifat ini harus diketahui. Agregat harus memenuhi syarat dan ketentuan yang
diberikan oleh ASTM C-33-82 “Standart Specification for Concrete Aggregate”.
Sifat – sifat agregat dalam beton yang perlu diketahui antara lain:
1. Serapan Air dan Kadar Air Agregat
Serapan air dihitung dari banyak nya air yang mampu diserap oleh agregat pada
kondisi jenuh permukaan kering atau Saturated Surface Dry (SSD), kondisi ini
merupakan:
a. Keadaan basa pada agregat yang hampir sama dengan agregat dalam beton,
sehingga gregat tidak akan menambah maupun mengurangi air dari pastanya.
b. Kadar air di lapangan lebih banyak mendekati kondisi SSD daripada kondisi
kering tungku.

9
Kadar air agregat adalah banyak nya air yang terkandung dalam agregat, ada
empat jenis kadar air dalam agregat, yaitu:
1) Kadar air kering tungku, yaitu agregat yang benar – benar kering tanpa air.
2) Kadar air kering udara, yaitu kondisi agregat yang permukaan nya kering
tetapi mengandung sedikit air dalam porinya sehingga masih dapat menyerap
air.
3) Jenuh kering permukaan (Saturated Surface Dry = SSD), dimana agregat
yang permukaan nya tidak terdapat air tetapi di dalam butiran nya sudah jenuh
air. Pada kondisi ini air yang terdapat dalam agregat tidak menambah atau
mengurangi jumlah air yang terdapat dalam adukan beton.
4) Kondisi basah, yaitu kondisi dimana di dalam butiran maupun permukaan
agregat banyak mengandung air sehingga akan menyebabkan penambahan
jumlah air pada adukan beton.
2. Berat Jenis
Berat jenis merupakan perbandingan antara berat dari satuan volume dari suatu
material terhadap berat air dengan volume yang sama pada temperatur yang
ditentukan (SNI 1969.2008). Berat jenis agregat ada tiga, yaitu:
1) Berat Jenis Curah Jenuh Kering Permukaan (Saturated Surface Dry)
Berat jenis curah jenuh kering permukaan merupakan perbandingan berat dari
satuan volume agregat (termasuk berat air yang terdapat di dalam rongga
akibat perendam selama 24±4 jam, tetapi tidak termasuk rongga antara
butiran partikel) pada suatu temperatur tertentu terhadap berat di udara dari
air suling bebas gelembung dalam volume yang sama pada suatu temperatur
terntentu (SNI 1969.2008)
2) Berat Jenis Curah Kering
Berat jenis curah kering merupakan perbandingan antara berat dari satuan
volume agregat pada suatu temperatur tertentu terhadap berat di udara dari air
suling bebas gelembung dalam volume yang sama pada suatu temperatur
tertentu (SNI 1969:2008)
3) Berat Jenis Semu (Apparent)
Perbandingan antara berat dari satuan volume suatu bagian agregat yang
imperemlable pada suatu temperatur tertentu terhadap berat di udara dari air
suling bebas gelembung dari volume yang sama pada suatu temperatur
tertentu (SNI 1969:2008)
10
3. Gradasi Agregat
Gradasi agregat adalah distribusi ukuran butiran dari agregat, baik agregat
kasar maupun halus. Agregat yang mempunyai ukuran seragam (sama) akan
menghasilkan volume pori antar butiran menjadi besar.
Sebaliknya agregat yang mempunyai ukuran bervariasi mempunyai
volume pori kecil, dimana butiran kecil mengisi pori di antara butiran besar
sehingga pori – pori nya menjadi sedikit (kemampatan nya tinggi), pada beton
dibutuhkan agregat yang mempunyai kemampuan tinggi sehingga volume
porinya kecil, maka dibutuhkan bahan ikat sedikit (bahan ikat mengisi pori di
antara butiran agregat). Gradasi agregat akan mempengaruhi sifat – sifat
beton, baik beton segar maupun beton kaku, yaitu:
a. Pada beton segar, gradasi agregat akan mempengaruhi kelecekan
(workability), jumlah air pencampuran, sifat kohesif, jumlah semen
yang diperlukan, segregasi dan bleeding.
b. Pada beton kaku (beton keras), akan mempengaruhi kekuatan beton
dan keawetan nya (durabilitas).
4. Kekekalan Agregat
Kekekalan agregat adalah kemampuan agregat untuk menahan terjadinya
perubahan volumenya yang berlebihan akibat adanya perubahan kondisi fisik.
Penyebab perubahan fisik yaitu adanya perubahan cuaca. Akibat fisik yang
ditimbulkan pada beton adalah kerutan – kerutan setempat, retak – retak pada
permukaan beton, pecah pada beton yang dapat membahayakan konstruksi
secara keseluruhan. Sifat tidak kekal pada agregat ditimbulkan oleh adanya
sifat porous pada agregat dan adanya lempung atau tanah liat.
5. Ketahanan Kimia
Ketahanan alkali adalah reaksi antar alkali yang terdapat pada semen
dengan silika aktif yang terkandung dalam agregat. Reaksi alkali hidrosida
dengan silika aktif pada agregat akan membentuk alkali – silika gelembung di
permukaan agregat. Gelembung bersifat mengikat air yang selanjutnya volume
gelembung akan mengembang, pada beton akan timbul retak – retak . Pada
konstruksi beton yang selalu berhubungan dengan air (basah) perlu
diperhatikan reaksi alkali agregat yang aktif.

11
Ketahanan sulfat adalah reaksi antara sulfat dengan calcium hyroxide dan
tracrium aluminat dari semen yanag berhidrasi untuk membentuk senyawa
sulfat dan calcium sulfoaluminate.
6. Perubahan Volume
Faktor utama yang menyebabkan terjadi nya perubahan – perubahan dalam
volume adalah kombinasi reaksi kimia antarsemen dengan air seiring dengan
mengeringnya beton jika agregat mengandung senyawa kimia yang dapat
mengganggu proses hidrasi dari semen, maka beton yang terbentuk akan
mengalami keretakan. ASTM C-330 memberikan ketentuan bahwa susut
kering untuk agregat ringan tidak boleh melebihi 0,10%.
7. Sifat Thermal
Sifat thermal meliputi koefisien pengembangan linier, panas jenis dan
daya hantar panas (Mulyono, 2003). Pengembangan linier pada agregat
sebagai pertimbangan pada konstruksi beton dengan kondisi suhu yang
berubah – ubah. Sebaiknya koefisien pengembangan linier agregat sama
dengan semen. Panas jenis dan bahaya hantar panas sebagai pertimbangan
pada beton untuk isolasi panas.

2.3 Semen Portland


Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan. Semen akan
bereaksi dan berikatan jika dicampur dengan air. Semen merupakan bahan pengikat yang
penting dan banyak digunakan dalam pembangunan fisik di sektor industri sipil. Jika
ditambah air, semen akan menjadi pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen
akan menjadi mortar yang jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi
campuran beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (concrete)
Semen portland didefinisikan sebagai semen hidrolik yang dihasilkan dengan
menggiling klinker yang terdiri dari hydraulic calcium silicate, yang umumnya
mengandung satu atau lebih bentuk calcium sulfat sebagai bahan tambahan yang
digiling bersama – bersama dengan bahan utamanya (ASTM C-150, 1985).
Perbandingan bahan – bahan utama penyusun semen portland adalah kapur (CaO)
sekitar 60% - 65%, silika (SiO3) sekitar 20% - 25%, dan oksida besi serta alumina
(Fe2O3 dan A12O3) sekitar 7% - 12% (Mulyono, 2003).
Semen portland yang digunakan di Indonesia harus memenuhi syarat SII.0013-
1981 atau Standar Uji Bahan Bangunan Indonesia 1986, dan harus memenuhi persyaratan
12
yang ditetapkan dalam standar terssebut. Peraturan Beton 1989 (SKBI.1.4.53.1989)
membagi semen portland menjadi lima jenis (SK.SNI T-15-1990-03:2) yaitu:
Tipe I : Semen portland yang dalam penggunaan nya tidak memerlukan persyaratan
khusus seperti jenis – jenis lain nya. Jenis ini paling banyak diproduksi karena
digunakan untuk hampir semua jenis konstruksi.
Tipe II : Semen portland modifikasi yang dalam penggunaannya memerlukan
ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.
Tipe III : Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekakuan awal
tinggi dalam fase permulaan setelah peningkatan terjadi. Kekuatan 28 hari
umumnya dapat dicapai dalam satu minggu. Semen jenis ini umum dipakai
ketika acuan harus dibongkar secepat mungkin atau ketika struktur harus
dapat cepat dipakai.
Tipe IV : Semen portland yang penggunaannya memerlukan panas hidrasi yang rendah,
yang dipakai untuk kondisi dimana kecepatan dan jumlah panas yang timbul
harus minimum. Misalnya pada bangunan masif seperti bendungan gravitasi
yang besar.
Tipe V : Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan yang
tinggi terhadap sulfat. Umumnya dipakai di daerah dimana tanah atau airnya
memiliki kandungan sulfat yang tinggi.

2.4 Air
Air diperlukan pada pembuatan beton untuk proses kimiawi semen, membasahi
agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton. Air yang banyak
mengandung senyawa – senyawa yang berbahaya, tercemar garam, minyak, gula atau
bahan kimia yang lain nya, bila dipakai dalam campuran beton akan menurunkan kualitas
beton, bahkan dapat mengubah sifat – sifat beton yang dihasilkan (Mulyono, 2003).
Air merupakan komponen penting dari campuran beton yang memegang peranan
penting dalam bereaksi dengan semen dan mendukung terbentuk nya kekuatan pasta
semen (SNI 03-2847-2002)
Air digunakan sebagai bahan pencampur dan pengaduk beton untuk
mempermudah pekerjaan. Air sebagai bahan dasar dalam pembuatan beton diperlukan
dalam proses hidrasi semen yang berfungsi sebagai pelumas antara agregat agar mudah
dikerjakan dan dipadatkan. Menurut PBI 1971, pemakaian air untuk beton tersebut
sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut:
13
1. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lain nya) lebih dari 2 gr/liter.
2. Tidak mengandung garam – garam yang merusak beton (asam, zat organik dan
sebagai nya) lebih dari 15 gr/liter.
3. Tidak mengandung klorida lebih dari 0,5 gr/liter.
4. Tidak mengandung senyawa – senyawa sulfat lebih dari 1 gr/liter.
Air yang dipakai dalam pembuatan beton pra-tekan dan beton yang akan ditanami
logam aluminium (termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat) tidak boleh
mengandung ion clorida dalam jumlah yang membahayakan (ACI 318-89: 2-2).

2.5 Serbuk Kaca


Kaca adalah salah satu produk industri kimia yang merupakan gabungan dari
berbagai oksida anorganik yang tidak mudah menguap, yang dihasilkan dari dekomposisi
dan peleburan senyawa alkali dan alkali tanah, pasir serta berbagai penyusun lain nya
(Wibowo, 2013). Serbuk kaca berfungsi sebagai filler karena memiliki potensi sebagai
material pozzolan atau material yang memiliki kandungan senyawa siliki dan aluminia.
Bubuk kaca mempunyai kelebihan dibangingkan dengan bahan pengisi pori yang
lainnya yaitu:
1. Mempunyai sifat tidak menyerap air (zero water absorption)
2. Kekerasan dari kaca menjadikan beton tahan terhadap abrasi yang hanya dapat
dicapai oleh sedikit agregat alami.
3. Bubuk kaca/serbuk kaca memperbaiki kandungan dari beton segar sehingga kekuatan
yang tinggi dapat dicapai.
4. Bubuk kaca/serbuk kaca mempunyai sifat pozzoland sehingga dapat berfungsi
sebagai pengganti semen dan filler. (Wibowo, 2013)
5. Kaca juga merupakan bahan atau limbah yang mudah didapatkan dan diolah.
Pada penelitian ini, bahan kaca yang digunakan untuk beton adalah serbuk kaca
yang berasal dari berbagai macam sumber. Kaca yang digunakan antara lain kaca yang
berasal dari industri, rumah tangga, ataupun pembongkaran bangunan yang dihancurkan
sampai menjadi bubuk dan lolos nomor saringan paling kecil yaitu no.200.
Pada penelitian ini, persentase penggunaan serbuk kaca yang digunakan untuk
semua sampel benda uji diteteapkan sebesar 10%. Pengujian dilakukan terhadap berat
volume dengan menggunakan benda uji silinder untuk umur 28 hari.

14
2.6 Superplasticizer
Superplasticizer merupakan bahan tambah atau admixture yang didefinsikan
sebagai material selain air, agregat, semen, dan fiber yang digunakan dalam campuran
beton atau mortar, yang ditambahkan dalam adukan segera sebelum atau selama
pengadukan dilakukan (ACI 116R-2000).
Keuntungan yang didapatkan dari penggunaan bahan tambah atau admixture pada
campuran beton atau mortar yaitu:
1. Meningkatkan nilai slump dan workability (slump hingga 23 cm)
2. Mengurangi pemakaian air.
3. Mengurangi pemakaian semen.
Secara umum, tujuan yang ingin dicapai dari penggunaan bahan tambah atau
admixture superplasticizer yaitu:
1. Mencapai posisi pengecoran yang sulit melakukan pemadatan dengan vibrator,
karena dapat menghasilkan beton segar yang dapat mengalir dengan lebih baik
dengan slump hingga 23 cm.
2. Menghasilkan beton mutu tinggi, dengan mengurangi air sehingga faktor air semen
yang merupakan faktor utama penentu mutu beton dapat diminimalkan sekecil
mungkin, sehingga hanya air yang diperlukan untuk reaksi hidrasi semen saja yang
digunakan.
3. Menghasilkan beton dengan permeabilitas yang lebih rendah (lebih kedap air),
karena dengan pengurangan pemakaian air dan kemampuan menyebarkan partikel
semen dalam adukan beton segar, dapat menghasilkan kepadatan beton segar, dapat
menghasilkan kepadatan beton yang lebih baik sehingga lebih kedap air.
4. Menghasilkan beton yang setara mutunya dengan faktor air semen yang lebih kecil,
sehingga pemakaian semen menjadi lebih sedikit.
Superplasticizer yang digunakan dalam penelitian ini adalah superplasticizer tipe
c “Accelerating admixture” yang fungsinya adalah untuk mempercepat waktu pengikatan
material – material penyusun beton. Persentase penggunaan superlasticizer dalam
penelitian ini adalah 0%, 0,5%, 1%, dan 1,5%.

15
2.7 Penelitian Serbuk Kaca dan Superplasticizer
Adapun penelitian yang pernah dilakukan dengan menggunakan serbuk kaca
sebagai substitusi parsial semen. Serbuk kaca digunakan untuk mengetahui nilai kuat
tekan dan juga kuat tarik pada sampel beton atau benda uji.
Penelitian “Pengaruh Penambahan Pecahan Kaca Sebagai Bahan Pengganti
Agregat Halus dan Penambahan Fiber Optik Terhadap Kuat Tekan Beton Serat”
(Muhammad Nur Ikhsan, Hakas Prayuda, dan Fadillawaty Saleh, 2016). Beberapa hal
yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Penyusun beton serat dalam penelitian ini adalah serat fiber optik dan pecahan kaca.
Variasi pecahan kaca yang digunakan yaitu 15%, 20%, dan 25% diambil dari berat
agregat halus dan serat fiber optik yang digunakan sebesar 0,15% dengan panjang
serat 10 cm diambil dari berat beton nya.
2. Pecahan kaca yang dibutuhkan untuk pembuatan satu benda uji pada variasi 15%
adalah 600 gram, untuk variasi 20% sebesar 800 gram, dan untuk variasi 25%
sebesar 1000 gram. Sedangkan kebutuhan serat fiber optik untuk satu benda uji
dibutuhkan 18,7 gram.
3. Ditinjau dari data hasil pengujian kuat tekan, variasi sampel benda uji tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan. Nilai kuat tekan terbesar diperoleh sample
benda uji dengan variasi penggunaan serbuk kaca sebesar 25%.
4. Dari penelitian tersebut dapat dinyatakan bahwa serbuk kaca dapat digunakan
sebagai bahan tambah dalam pembuatan batako.
Adapun penelitian yang pernah dilakukan dengan menggunakan serbuk kaca
sebagai substitusi parsial semen. Serbuk kaca digunakan untuk mengetahui nilai kuat
tekan dan juga kuat tarik pada sampel beton atau benda uji.
Penelitian “Kuat Tekan Beton Dengan Bahan Tambah Serbuk Kaca Sebagai
Substitusi Parsial Semen” (Handy Yohanes Karwur, R. Tenda, S.E. Wallah, R.S Windah,
2013). Beberapa hal yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Penyusun beton dalam penelitian ini adalah serbuk kaca dengan variasi campuran
serbuk kaca 0%, 6%, 8%, 10%, 12%, 15%. Banyaknya benda uji yang digunakan
sebanyak empat buah untuk setiap pengujian.
2. Hasil pemeriksaan slump masing – masing campuran beton adalah kaca 0% nilai
slump 77mm, kaca 6% nilai slump 81mm, kaca 8% nilai slump 85 mm, kaca 10%
nilai slump 85 mm, kaca 12% nilai slump 80 mm, kaca 15% nilai slump 80 mm.

16
3. Berat volume beton pada umur 1 hari berkisar 2056,808 sampai 2149,117 kg/m3.
Sesuai dengan klasifikasi ACI, FIP, dan SNI, maka semua jenis beton dalam
penelitian ini termasuk beton dalam jenis beton berbobot normal.
4. Dari hasil uji kuat tekan beton, benda uji dengan nilai kuat tekan tertinggi diperoleh
beton dengan variasi serbuk kaca sebesar 10% yaitu 31,07 MPa.
Adapun penelitian yang pernah dilakukan dengan menggunakan serbuk kaca
sebagai substitusi parsial semen. Serbuk kaca digunakan untuk mengetahui nilai kuat
tekan dan juga kuat tarik pada sampel beton atau benda uji.
Penelitian “Pemanfaatan Serbuk Kaca Sebagai Substitusi Parsial Semen Pada
Campuran Beton Ditinjau Dari Kekuatan Tekan dan Kekuatan Tarik Beton” (Hendra
Purnomo, Endang Setyawati Hisyam, 2014). Beberapa hal yang dapat diambil dari
penelitian ini adalah:
1. Variasi penggunaan serbuk kaca pada campuran beton masing – masing adalah 0%,
2,5%, 5%, 7,5%, 10%, 12,5%, 15% dan masing – masing variasi campuran beton
membuat 3 benda uji beton.
2. Hasil pemeriksaan slump masing – masing campuran beton adalah kaca 0% nilai
slump 7,6 cm, kaca 2,5% nilai slump 8,2 cm, kaca 5% nilai slump 6,8 cm, kaca 7,5%
nilai slump 8,5 cm, kaca 10% nilai slump 9,8 cm, kaca 12,5% nilai slump 7,3 cm, kaca
15% nilai slump 8,9 cm.
3. Dari hasil uji kuat tekan beton, benda uji dengan nilai kuat tekan tertinggi diperoleh
beton dengan variasi serbuk kaca sebesar 10% yaitu 21,41 MPa.
4. Dari hasil uji kuat tarik belah beton, benda uji dengan nilai kuat tarik belah tertinggi
diperoleh beton dengan variasi serbuk kaca sebesar 2,5% yaitu 2,69 MPa.
5. Dari penelitian tersebut dapat dinyatakan bahwa serbuk kaca dapat digunakan sebagai
bahan tambah dalam pembuatan beton.
Adapun penelitian beton dengan menggunakan bahan tambah superplasticizer
sebagai bahan tambah untuk meningkatkan mutu beton dan juga mempercepat pengikatan
seluruh material penyusun beton.
Penelitian mengenai penggunaan bahan tambah superplasticizer dan juga bahan
pengganti tembaga (copper slag) pada campuran beton dengan judul “Pengaruh
Penambahan Superplasticizer Pada Beton Dengan Limbah Tembaga (Copper Slag)
Terhadap Kuat Tekan Beton Sesuai Umurnya” (Muhammad Dzikri, M. Firmansyah, ST,
MT, M.Sc). Beberapa hal yang dapat dipelajari dari penelitian ini adalah:

17
1. Penggunaan superplasticizer pada campuran beton masing – masing sebesar
0%, 0,5%, 1%, 1,5%, 2%.
2. Nilai slump masing – masing campuran variasi superplasticizer adalah
superplasticizer 0% sebesar 0,5 cm, superplasticizer 0,5% sebesar 8 cm,
superplasticizer 1% sebesar 15 cm, superplasticizer 1,5% sebesar 18 cm,
superplasticizer 2% sebesar 22 cm. Dari peneleitian ini semakin banyak
penggunaan superplasticizer maka nilai slump nya juga semakin tinggi.
3. Hasil uji kuat tekan beton di umur 28 hari adalah superplasticizer 0% sebesar
21,90 MPa, superplasticizer 0,5% sebesar 25,17 MPa, superplasticizer 1%
sebesar 25,50 MPa, superplasticizer 1,5% sebesar 26,17 MPa, superplasticizer
2% sebesar 17, 81 MPa.
4. Dari hasil penelitian ini, beton dengan kuat tekan tertinggi didapatkan dari
beton dengan variasi campuran superplasticizer sebanyak 1,5%.
Adapun penelitian beton dengan menggunakan bahan tambah superplasticizer
sebagai bahan tambah untuk meningkatkan mutu beton dan juga mempercepat pengikatan
seluruh material penyusun beton.
Penelitian mengenai penggunaan bahan tambah superplasticizer pada campuran
beton dengan judul “Pengaruh variasi kadar superplasticizer terhadap nilai slump beton
geopolymer” (Anggie Adityo Aer Marthin D. J. Sumajouw Ronny E. Pandaleke, 2014).
Beberapa hal yang dapat dipelajari dari penelitian ini adalah:
1. Benda uji yang dibuat dalam penelitian ini terdiri dari 6 jenis, yaitu beton
geopolymer tanpa superplasticizer, beton geopolymer dengan superplasticizer
0,2%, beton geopolymer dengan superplasticizer 0,5%, beton geopolymer
dengan superplasticizer 1%, beton geopolymer dengan superplasticizer 1,5%.
beton geopolymer dengan superplasticizer 2%
2. Persentase penggunaan fly ash pada penelitian ini untuk seluruh sampel beton
adalah 0,3%.
3. Untuk varian campuran beton geoplymer dengan penggunaan superplasticizer
(0,2% - 2%) mencapai nilai slump flow dengan diameter alir sebesar ≥ 50 cm.
Dengan demikian varian beton geopolymer yang menggunakan
superplasticizer dalam penelitian ini dapat dikategorikan sebagai self
compacting geopolymer concrete.
4. Berat volume rata – rata beton geopolymer bertambah seiring dengan
pertambahan persentase superplasticizer sebanyak 0% - 1,5% yang berkisar
18
antara 2033,58 kg/m3 sampai 2109, 63 kg/m3, akan tetapi pada persentase
superplasticizer sebanyak 2% berat volume rata – rata beton geopolymer
mengalami penurunan yaitu 2099, 75 kg/m3.
5. Pengaruh penambahan superplastizicer membuat nilai kuat tekan beton
geopolymer menjadi tidak teratur. Penambahan superplasticizer 0,2%, 0,5%,
dan 1,5% mengalami kenaikan kuat tekan, akan tetapi penambahan
superplasticizer 1% dan 2% justru menyebabkan penurunan kuat tekan.
Berdasarkan penelitian – penelitian sebelumnya mengenai penggunaan serbuk
kaca dan juga superplasticizer pada campuran beton dimana rata – rata nilai kuat tekan
beton tertinggi didapatkan pada beton dengan campuran serbuk kaca sebesar 10%,
sedangkan beton dengan menggunakan superplasticizer memiliki nilai kuat tekan yang
tidak teratur. Berdasarkan penelitian – penelitian tersebut, penggunaan serbuk kaca untuk
seluruh sampel beton diambil nilai persentase serbuk kaca yang nilai kuat tekan nya
paling tinggi yaitu sebesar 10% dan penggunaan superplasticizer ditetapkan bervariasi
0%, 0,5%, 1%, 1,5% dengan membuat sampel beton masing - masing variasi campuran
superplasticizer dan serbuk kaca sebanyak 3 buah.

19
--Halaman ini sengaja dikosongkan--

20
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Bagan Alir (Flowchart) Penelitian


Berikut adalah bagan alir penelitian pengerjaan Tugas Akhir.

Mulai

Studi Pustaka

Pengambilan Bahan

Pembuatan Serbuk Kaca


1. Pengumpulan Limbah Kaca
2. Pembersihan Limbah Kaca Dari Kotoran
3. Pemecahan Kaca Dengan Menggunakan Alat Penumbuk
4. Penyaringan Serbuk Kaca Dengan Saringan No. 200
5. Penyimpanan Serbuk Kaca

Pengujian Laboratorium

Agregat Kasar Agregat Halus


1. Analisa Saringan 1. Analisa Saringan
2. Berat jenis Pasir 2. Berat jenis Pasir
3. Penyerapan 3. Penyerapan
4. Berat Volume 4. Berat Volume

21
A

Mix Design

Pembuatan Benda Ujii

Perawatan Benda Ujii

Uji Kuat Tekan Umur 28 Hari.

Ya
Tidak
Standar Deviasi

Pembahasan

Selesai

Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian (Hasil Pengolahan, 2019)

3.2 Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bahan Bangunan Program Studi
Teknik Sipil Politeknik Negeri Banyuwangi.

3.3 Langkah – Langkah Pengerjaan Studi


Secara garis besar langkah – langkah dalam pengerjaan studi ini antara lain
adalah:
1. Studi Pustaka.
Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan data yang digunakan dalam
penelitian ini. Data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data yang diperoleh dari sumber asli atau sumber pertama. Data
primer yang digunakan adalah data yang diambil dari hasil penelitian yang
penulis lakukan. Data sekunder adalah data yang sudah tersedia di berbagai

22
sumber seperti di perpustakaan, dan lain – lain. Data sekunder yang digunakan
adalah data sumber penelitian mengenai beton dengan bahan tambah limbah
kaca.
2. Pengambilan Bahan
Bahan yang akan diolah yaitu jenis limbaha kaca yang diolah menjadi serbuk kaca.
Limbah kaca didapatkan dari hasil pembongkaran bangunan dan juga dari hasil
limbah rumah tangga.
3. Pengolahan Limbah Kaca Menjadi Serbuk Kaca
Limbah kaca dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran yang menempel di kaca.
Kaca yang telah dibesihkan kemudian dihancurkan dengan cara ditumbuk. Kaca
yang sudah dihancurkan kemudian diayak menggunakan ayakan paling kecil yaitu
ayakan nomor 200.
4. Melakukan pengujian analisa ayakan agregat kasar dan sifat fisik pasir di
laboratorium Politeknik Negeri Banyuwangi, yaitu sebagai berikut:
1. Pengujian Analisa Saringan Agregat Kasar (SNI 03-1968-1990).
A. Alat dan Bahan
a. Timbangan dan Neraca dengan ketelitian 0,2% dari berat benda uji.
b. Satu set saringan : 3.75 mm (3”); 63,5 mm (2½”), 50.8 mm (2”); 37.5
mm (1½”); 25 mm (1”); 19.1 mm (3/4”); 12.5 mm (1/2”); 9,5 mm
(3/8”); No.4 (4,75 mm); Pan.
c. Shieve shaker.
d. Oven (110 ± 5) ˚ C
e. Agregat kasar batu pecah seberat 1600 gram, dalam keadaan kering
oven.
B. Metode Pelaksanaan
a. Memasukkan bahan seberat 1600 gram dalam ayakan dengan ukuran
saringan paling besar di atas dan digetarkan selama 15 menit.
b. Menimbang masing – masing bahan yang tertinggal dalam ayakan.
c. Mengontrol berat bahan = 1600 gram dan hitung angka kehalusan
berdasarkan Persamaan 3.1
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛 𝑇𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑎𝑛
Angka Kehalusan = ............................................ (3.1)
100

23
2. Berat Jenis Agregat Kasar (Batu Pecah).
A. Alat dan Bahan.
a. Timbangan 25 kg.
b. Container.
c. Mounting Table.
d. Keranjang sample.
e. Agregat Kasar (Batu Pecah) dalam kondisi SSD seberat 3 kg.
f. Air suling.
B. Metode Pelaksanaan.
a. Agregat kasar (batu pecah) yang telah direndam selama 24 jam diangkat
kemudian dilap satu persatu.
b. Timbang agregat kasar (batu pecah) dalam kondisi SSD.
c. Timbang pula beratnya di dalam air.
d. Untuk berat bahan kering oven diperoleh dari Pengujian Penyerapan.
e. Hitung berat jenis berdasarkan Persamaan 3.2, Persamaan 3.3 dan
Persamaan 3.4
𝐴
Sd = (𝐵−𝐶)................................................................................................ (3.2)
𝐵
Ss = (𝐵−𝐶) ................................................................................................ (3.3)
𝐴
Sa = (𝐴−𝐶) ............................................................................................... (3.4)

Dengan:
Sd = Berat jenis curah kering
Ss = Berat jenis curah jenuh kering permukaan
Sa = Berat jenis semu
A = Berat benda uji kering oven
B = Berat benda uji kering permukaan di udara
C = Berat benda uji dalam air
3. Penyerapan Agregat Kasar (Batu Pecah)
A. Alat dan Bahan
a. Timbangan 25 kg.
b. Oven.
c. Agregat kasar (batu pecah) dalam kondisi SSD.

24
B. Metode Pelaksanaan
a. Menimbang agregat kasar (batu pecah) dalam kondisi SSD sebanyak
3000 gram.
b. Memasukkan agregat kasar (batu pecah) tersebut ke dalam oven selama
24 jam.
c. Mengeluarkan agregat kasar (batu pecah) tersebut serta setelah dingin
ditimbang beratnya.
d. Hitung penyerapan agregat kasar (batu pecah) pada Persamaan 3.5
𝑆−𝐴
Sw = x 100 ........................................................................................ (3.5)
𝐴

Sw = Penyerapan air
S = Berat benda uji kondisi jenuh kering permukaan
A = Berat benda uji kering oven
4. Berat Isi
A. Alat dan Bahan
a. Timbangan
b. Batas penusuk terbuat dari baja.
c. Alat penakar berbentuk silinder terbuat dari logam atau bahan kedap air
dengan ujung dan dasar yang benar – benar rata.
d. Sekop atau sendok sesuai dengan kebutuhan.
e. Agregat (batu pecah)
B. Metode Pelaksanaan
a. Kondisi Padat (Cara Tusuk):
1) Isi penakar sepertiga dari volume penuh dan ratakan dengan batang
perata.
2) Tusuk lapisan agregat dengan 25 kali tusukan batang penusuk.
3) Isi lagi sampai volume menjadi dua per tiga penuh kemudian ratakan
dan tusuk 25 kali.
4) Isi penakar sampai berlebih dan tusuk lagi.
5) Ratakan permukaan agregat dengan batang perata.
6) Timbang berat penakar yang berisi agregat.
7) Tentukan berat penakar yang ada isinya dan berat penakar itu sendiri.
8) Catat beratnya.
9) Hitung berat isi agregat menurut Persamaan 3.6

25
b. Kondisi Gembur
1) Isi penakar dengan agregat memakai sekop atau sendok secara
berlebihan dan hindarkan terjadinya pemisahan dari butir agregat.
2) Ratakan permukaan dengan batang perata.
3) Timbang penakar yang berisi agregat.
4) Tentukan berat penakar yang ada isinya dan berat penakar sendiri.
5) Cata beratnya.
6) Hitung berat isi menurut Persamaan 3.6.
𝐺−𝑇
(M) = ................................................................................................. (3.6)
𝑉

Dengan:
G = Berat agregat + Berat penakar
T = Berat penakar
V = Volume penakar.
5. Pengujian Analisa Saringan Agregat Halus(SNI 03-1968-1990)
A. Alat dan Bahan
a. Timbangan dan Neraca dengan ketelitian 0,2% dari berat benda uji.
b. Satu set saringan : 3.75 mm (3”); 63,5 mm (2½”), 50.8 mm (2”); 37.5
mm (1½”); 25 mm (1”); 19.1 mm (3/4”); 12.5 mm (1/2”); 9,5 mm
(3/8”); No.4 (4,75 mm); Pan.
c. Shieve Shaker.
d. Pan
e. Agregat kasar 16000 gram dan hitung angka kehalusan dengan
Persamaan 3.1.
6. Berat Jenis Agregat Halus (SNI 03-1970-1990)
A. Alat dan Bahan
a. Timbangan
b. Picnometer.
c. Cetakan (kerucut terpancung).
d. Batang penumbuk.
e. Pasir SSD.
f. Air Suling.

26
B. Metode Pelaksanaan
a. Timbang picnometer.
b. Timbang pasir kondisi SSD sebanyak 500 gram.
c. Masukkan pasir ke dalam picnometer kemudian ditimbang.
d. Picnometer yang berisi pasir diisi air sampai penuh dan dipegang miring
(diputar – putar) hingga gelembung udara keluar.
e. Picnometer kosong diisi air hingga batas kapasitas dan ditimbang
beratnya.
f. Untuk berat benda uji kering oven diperoleh dari pengujian penyerapan.
g. Hitung berat jenisnya menggunakan Persamaan 3.7, Persamaan 3.8,
dan Persamaan 3.9
𝐴
Sd = (𝐵+𝑆−𝐶) ................................................................................................... (3.7)
𝑆
Ss = (𝐵+𝑆−𝐶) ................................................................................................... (3.8)
𝐴
Sa = (𝐵+𝐴−𝐶) ................................................................................................... (3.9)

Dengan:
Sd = Berat jenis curah kering
Ss = Berat jenis curah jenuh kering permukaan
Sa = Berat jenis semu
A = Berat benda uji kering oven
B = Berat picnometer yang berisi air
C = Berat picnometer dengan pasir dan air sampai batas pembacaan
7. Penyerapan Agregat Halus (SNI 03-1970-1990)
A. Alat dan Bahan
a. Timbangan.
b. Oven.
c. Pasir dalam kondisi SSD.
B. Metode Pelaksanaan
a. Menimbang pasir dalam kondisi SSD sebanyak 500 gram.
b. Memasukkan pasir tersebut ke dalam oven selama 24 jam.
c. Mengeluarkan pasir dari oven.
d. Diamkan beberapa menit serta setelah dingin ditimbang beratnya.
e. Hitung penyerapan air agregat berdasarkan Persamaan 3.10

27
𝑆−𝐴
Sw = x 100% ........................................................................................... (3.10)
𝐴

Dengan:
Sw = Penyerapan air
S = Berat benda uji kondisi jenuh kering permukaan
A = Berat benda uji kering oven
8. Berat Isi
A. Alat dan Bahan
a. Timbangan
b. Batang penususk terbuat dari baja.
c. Alat penakar berbentuk silinder terbuat dari logam atau bahan kedap air
dengan ujung dan dasar yang benar – benar rata
d. Sekop atau sendok sesuai dengan kebutuhan
e. Pasir lumajang
B. Metode Pelaksanaan
a. Kondisi Padat (Cara Tusuk)
a) Isi penakar sepertiga dari volume penuh dan ratakan dengan batang
perata.
b) Tusuk lapisan agregat dengan 25 kali tusukan batang penusuk.
c) Isi lagi sampai volume menjadi dua per tiga penuh kemudian
ratakan dan tusuk seperti di atas.
d) Isi penakar sampai berlebih dan tusuk lagi.
e) Ratakan permukaan agregat dengan batang perata.
f) Timbang penakar yang berisi agregat
g) Tentukan berat penakar yang berisi pasir dan berat penakar itu
sendiri.
h) Catat beratnya.
i) Hitung berat isi agregat menurut Persamaan 3.6
b. Kondisi Gembur
a) Isi penakar dengan agregat memakai sekop atau sendok secara
berlebihan dan hindarkan terjadinya pemisahan dari butir agregat.
b) Ratakan permukaan dengan batang perata.
c) Timbang penakar yang berisi agregat.
d) Tentukan berat penakar yang berisi pasir dan berat penakar sendiri.

28
e) Catat beratnya.
f) Hitung berat isi menurut Persamaan 3.6

9. Mix Design Concrete


Perencanaan adukan beton cara inggris (“The British Mix Design Method”) ini
tercantum dalam “Design of Normal Concrete Mixes” yang telah menggantikan
cara “Road Note No.4” sejak tahun 1975, di Indonesia cara ini dikenal dengan cara
DOE (Department of Environment).
Perencanaan adukan beton menggunakan cara DOE (Department of
Environment) yang dipakai sebagai standar perencanaan oleh Departemen
Pekerjaan Umum di Indonesia dan dimuat standar SK.SNI.T-15-1990-03 dengan
judul: “Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal”.
a. Kekuatan Proporsi Campuran
Penetapan kuat tekan beton yang disyaratkan dengan persyaratan peencanaan
strukturnya dan kondisi setempat, di Indonesia kuat tekan beton yang
disyaratkan ialah kuat tekan beton dengan kemungkinan lebih rendah dari nilai
itu hanya 5% saja.
b. Nilai Standar Deviasi
Standar deviasi ditetapkan berdasarkan tingkat mutu pengendalian pelaksanaan
pencampuran beton nya. Makin baik mutu pelaksanaan makin kecil nilai
standar deviasi. Standar deviasi yang didapat dari pengalaman di lapangan
selama produksi beton menggunakan Persamaan 3.11 sebagai berikut:
√∑(𝑋𝑖−𝑋𝑟𝑡)²
S= .................................................................................................. (3.11)
(𝑛−1)

Dengan:
S = Standar deviasi
X1 = Data kuat tekan masing – masing benda uji (X1, X2, X3.... Xn)
Xrt = Data kuat tekan rata – rata dari semua benda uji
N = Jumlah Benda Uji
c. Perhitungan Nilai Tambah (Margin), (M)
Jika nilai tambah ini sudah ditetapkan sebesar 12 MPa, nilai tambah dihitung
berdasarkan nilai standar deviasi, maka dilakukan dengan Persamaan 3.12
sebagai berikut:
M = k . Sd .......................................................................................................... (3.12)

29
Dengan:
M = Nilai tambah, MPa
K = 1,64
Sd = Standar deviasi, MPa
d. Menetapkan Kuat Tekan Rata – rata Yang Direncanakan
Kuat tekan beton rata – rata yang direncanakan diperoleh dengan Persamaan
3.13 sebagai berikut:
f’cr = fc + M .......................................................................................................... (3.13)
Dengan:
f’cr = Kuat tekan rata – rata, MPa
fc = Kuat tekan yang disyaratkan, MPa
M = Nilai tambah, MPa
e. Penetapan Jenis Semen Portland
Semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen PPC (Portland
Pozzoland Cement) yang dalam penggunaan nya memerlukan ketahanan
terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang. Semen PPC (Portland Pozzoland
Cement) digunakan karena cocok untuk pembuatan konstruksi beton seperti
dermaga, jembatan, jalan raya, bendungan, bangunan irigasi, beton massa, dan
lain – lain.
f. Penetapan Jenis Agregat
Jenis agregat halus (pasir) yang digunakan adalah pasir lumajang. Agregat
kasar (batu pecah) yang digunakan adalah agregat milik Prodi Teknik Sipil
Politeknik Negeri Banyuwangi.
g. Penetapan Faktor Air Semen Maksimum
Agar beton tidak cepat rusak dan menghasilkan mutu yang sesuai dengan
perencnaan awal yang baik mak perlu ditetapkan nilai FAS maksimum.
Penetapan faktor air semen untuk mencapai kuat tekan rata – rata yang
ditargetkan didasarkan:
1. Hubungan kuat tekan dan faktor air semen yang diperoleh dari penelitian
lapangan sesuai dengan bahan dan kondisi pekerjaan yang diusulkan. Bila
tidak tersedia data hasil penelitian sebagai pedoman dapat dipergunakan
Tabel 3.2 atau grafik hubungan kuat tekan dan faktor air semen.
2. Untuk lingkungan khusus faktor air semen maksimum harus memenuhi
SNI 03-1915-1992 tentang spesifikasi beton bertulang kedap air.
30
h. Penetapan Nilai Slump
Penetapan nilai slump disesuaikan dengan kondisi pelaksanaan pekerjaan agar
diperoleh beton yang mudah dituangkan, dipadatkan dan diratakan. Cara
pengangkutan adukan beton dengan aliran dalam pipa yang dipompa dengan
tekanan membutuhkan nilai slump yang besar.
Nilai slump dapat diperoleh dari Tabel 3.1
Tabel 3.1 Penetapan Nilai Slump
Pemakaian Beton Max Min
Dinding, plat fondasi dan fondasi telapak bertulang 12,5 5,0
Fondasi telapak tidak bertulang, kaison, dan struktur di bawah tanah 9,0 2,5
Pelat, balok, dan dinding. 15,0 7,5
Pengerasan dalam 7,5 15,0
Pembetonan masal 7,5 2,5
Sumber : PBI 1971
i. Penetapan Besar Butir Agregat Maksimum
Penetapan besar butir agregat maksimum dilakukan berdasarkan nilai terkecil
dari ketentuan – ketentuan berikut :
1. Sepertiga dari tebal pelat.
2. Tiga per-empat kali jarak bersih minimum antarbaja tulangan, atau berkas
baja tulangan atau tendon prategang atau selongsong.
3. Seperlima jarak terkecil antara bidang samping dari cetakan.
j. Penetapan Kadar Air Bebas
Penetapan kadar air bebas ditentukan sebagai berikut:
1. Agregat dipecah dan agregat tidak dipecah digunakan nilai – nilai pada
tabel dan gambar grafik.
2. Agregat campuran (tak dipecah dan dipecah), dihitung menurut Persamaan
3.14 berikut
2 1
𝑊h + 𝑊k ............................................................................................ (3.14)
3 3

Dengan :
Wh adalah perkiraan jumlah air untuk agregat halus
Wk adalah perkiraan jumlah air untuk agregat kasar

31
Tabel 3.2 Perkiraan Kuat Tekan (MPa) Dengan Faktor Air Semen
Kekuatan Tekan
Jenis Semen Jenis Agregat Bentuk Benda Uji
3 7 28 91
Alami 17 23 33 40
Silinder
Batu Pecah 19 27 37 45
I,II,IV
Alami 20 28 40 48
Kubus
Batu Pecah 23 32 45 54
Alami 21 28 38 44
Silinder
Batu Pecah 25 33 44 48
III,IV
Alami 25 31 46 53
Kubus
Batu Pecah 30 40 53 60
Sumber : SNI 03-2834-2000
k. Penetapan Berat Jenis dan Spesifikasi Gabungan Agregat
Berat jenis agregat campuran dihitung dengan Persamaan 3.15 sebagai berikut:
𝑃 𝐾
Bj campuran = 100 x Bj Agregat Halus + 100 x Bj Agregat Kasar ................................ (3.15)

Dengan:
Bj campuran: = Berat jenis agregat campuran.
Bj agregat halus = Berat jenis agregat halus.
Bj agregat kasar = Berat jensi agregat kasar.
P = Persentase agregat halus terhadap agregat campuran.
K = Persentase agregat kasar terhadap agregat campuran.
Berat jenis agregat halus dan agregat kasar diperoleh dari hasil pemeriksaan
laboratorium, namun jika tidak ada dapat diambil sebesar 2,60 untuk agregat tak pecah
dan 2,70 untuk agregat pecahan.
l. Penetapan Berat Volume Beton
Berat volume beton diperoleh berdasarkan pertimbangan dari kadar air bebas dan berat
jenis spesifikasi gabungan.
m. Penetapan Jumlah Agregat Kasar dan Halus
Penetapan jumlah agregat yang digunakan diperoleh dengan menggunakan rumus
berikut:
a. Berat total agregat = Berat volume beton – berat semen – kadar air bebas.
b. Berat agregat pasir = Berat total agregat x (%) gabungan pasir.
c. Berat agregat kasar = Berat total agregat – Berat agregat halus.

32
Tabel 3.3 Perkiraan Kebutuhan Air Per Meter Kubik Beton (liter)
Besar Ukuran Slump
Maksimum Kerikil Jenis Batuan
0 - 10 10 -30 30 - 60 60 - 180
(mm)
10 Alami 150 180 205 225
Batu Pecah 180 205 230 250

20 Alami 135 160 180 195


Batu Pecah 170 190 210 225

40 Alami 115 140 160 175


Batu Pecah 155 175 190 205

Sumber : SNI 03-2834-2000


n. Perbandingan Volume Serbuk Kaca dan Superplaticizer
Perbandingan volume digunakan untuk menentukan banyak campuran serbuk kaca
yang digunakan sebagai substitusi parsial semen. Penentuan nya setelah ditentukan
mix design beton normal sehingga dapat diketahui kebutuhan semen untuk per
silinder yang dapat digunakan sebagai tolak ukur perbandingan volume.
o. Pembuatan Benda Uji
Pembuatan beton ini dirancang berdasarkan banyaknya campuran serbuk kaca dan
superplasticizer sebagai pembanding menggunakan beton normal dengan mengurangi
banyaknya semen yang digunakan pada beton normal sebesar 10% dan
superplasticizer sebanyak 0%, 0,5%, 1%, 1,5%.
Tabel 3.4 Banyaknya Benda Uji.
Campuran Benda Uji
Superplasticizer Total
Serbuk Kaca Hari Kuat Tekan
10% 0% 28 3
10% 0,5% 28 3
12
10% 1% 28 3
10% 1,5% 28 3
Sumber : Pengolahan Data 2019

33
3.4 Jadwal Kegiatan Penelitian
Pelaksanaan Tugas Akhir ini diusahakan selesai kurang lebih dalam kurun
waktu 4 bulan.
1. Studi Pustaka
Penyusunan ketentuan yang nantinya digunakan untuk penyusunan
laporan Tugas Akhir dari berbagai sumber yang terkait.
2. Pengumpulan Material
Tahap ini dilakukan pengumpulan limbah kaca.
3. Pembuatan Material
Pada tahap ini dilaksanakan pembuatan serbuk kaca.
4. Pengujian Laboratorium
Pelaksanaan pengujian di laboratorium prodi Teknik Sipil Politeknik
Negeri Banyuwangi yang meliputi pengujian agregat halus dan kasar.
5. Mix design dan Pembuatan Benda Uji
Perencanaan untuk menentukan komposisi beton kemudia dilakukan
pembuatan beton di laboratorium prodi Teknik Sipil Politeknik Negeri
Banyuwangi.
6. Pengujian Kuat Tekan Beton
Pengujian kuat tekan beton dilakukan di laboratorium prodi Teknik Sipil
Politeknik Negeri Banyuwangi.
7. Pembahasan
Hasil akhir atau kesimpulan yang penulis dapatkan selama penelitian
beserta rekomendasi yang disarankan dari hasil pengujian.
8. Menyusun Laporan
Penyusunan laporan ini dimulai dari awal kegiatan penelitian sampai akhir
kegiatan penelitian dan juga dilakukan kegiatan asistensi laporan.
9. Seminar Sidang Akhir
Pertanggung jawaban hasil Tugas Akhir.

34
Tabel 3.5 Jadwal Kegiatan Pelaksanaan Tugas Akhir
Bulan
Kegiatan Januari Februari Maret April Mei Juni
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3
Studi Pustaka
Pengumpulan material
Pembuatan material
Pengujian laboratorium
Mix design & pembuatan
benda uji
Perawatan benda uji
Pengujian kuat tekan
Pembahasan
Menyusun Laporan TA
Seminar & Sidang TA

Sumber: Pengolahan data 2019

35
36
37

Anda mungkin juga menyukai