Anda di halaman 1dari 40

ISOLASI, PENENTUAN KADAR PROTEIN DAN UJI AKTIVITAS

ENZIM PROTEASE DARI PAYA

Disusun Oleh:

EVAN HADRIAN 140210170004

GHINA NUR FADHILAH 140210170006

KHOIRUN NISSA 140210170018

RETNO AISYAWATI DEWI 140210170032

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

DEPARTEMEN KIMIA

JATINANGOR

2019
Kata Pengantar
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan akhir praktikum yang berjudul “Isolasi,
Penentuan Kadar Protein dan Uji Aktivitas Enzim Protease dari Paya”. Terlepas dari itu,
kami menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam tugas ini, baik dari segi kalimat maupun
tata bahasanya. Oleh karena itu, kami menerima kritik dan saran agar menjadi dapat
memperbaiki dan menjadi pelajaran tersendiri bagi kami pada khususnya.

Laporan akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu nilai praktikumIII A yang ada
di Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selain itu penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu baik selama praktikum,
maupun dalam penyusunan laporan ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan
menginspirasi bagi kami ataupun pembaca makalah ini.

Jatinangor, 2 November 2019

Penulis
Daftar Isi
KATA PENGANTAR ....................................................................................................
..................................................................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI...................................................................................................................
..................................................................................... Error! Bookmark not defined.
ABSTRAK ......................................................................................................................
.................................................................................... iError! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................
..................................................................................... Error! Bookmark not defined.
1.1 Latar Belakang .................................................................................................
Error! Bookmark not defined.
1.2 Identifikasi Masalah .........................................................................................
Error! Bookmark not defined.
1.3 Tujuan Percobaan .............................................................................................
Error! Bookmark not defined.
1.4 Manfaat Percobaan ...........................................................................................
Error! Bookmark not defined.
1.5 Metodologi Percobaan......................................................................................
Error! Bookmark not defined.
1.6 Tempat dan Waktu Percobaan..........................................................................
Error! Bookmark not defined.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................
..................................................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB III BAHAN DAN METODE ................................................................................. 8
3.1 Alat ................................................................................................................... 8
3.2 Bahan ................................................................................................................ 8
3.2.1 Bahan Praktikum .......................................................................................... 8
3.2.2 Bahan Kimia ................................................................................................. 8
3.3 Metode Percobaan ............................................................................................ 8
3.3.1 Pengendapan Protein dengan Garam Ammonium Sulfat................................ 8
3.3.2 Pemurnian Protein dengan Kromatografi Kolom Filtrasi Gel ........................
Error! Bookmark not defined.
3.3.3 Penentuan Aktivitas Enzim Protease .............................................................. 9
3.3.4 Pembuatan Kurva Baku Standar Protein .........................................................
Error! Bookmark not defined.
3.3.5 Penentuan Kadar Protein .................................................................................
Error! Bookmark not defined.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................
..................................................................................... Error! Bookmark not defined.
4.1 Hasil Pengamatan .............................................................................................
Error! Bookmark not defined.
4.1.1 Tabel Pengamatan.........................................................................................
Error! Bookmark not defined.
4.1.2 Tabel Data Absorbansi ................................................................................. 15
4.2 Perhitungan.......................................................................................................
Error! Bookmark not defined.6
4.3 Grafik ...............................................................................................................
Error! Bookmark not defined.4
4.4 Pembahasan ......................................................................................................
Error! Bookmark not defined.4
5.1 Kesimpulan.......................................................................................................
Error! Bookmark not defined.2
5.2 Saran .................................................................................................................
Error! Bookmark not defined.2
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................
................................................................................... Error! Bookmark not defined.3

ABSTRAK
Pada buah dan sayuran terkandung enzim pankreatin yang merupakan enzim pencernaan
yang mengandung enzim protease, lipase dan amylase. Salah satu jenis enzim yang sangat
banyak digunakan dan berperan penting dalam aplikasi bioteknologi dan industri adalah
enzim protease, yang mana yang banyak digunakan adalah enzim papain. Enzim papain
merupakan enzim proteolitik hasil isolasi dari getah penyadapan buah papaya atau bisa
juga berasal dari daun pohon pepaya (Carica papaya L.) Di pasar sudah dijual enzim
komersial merk “Paya” yang berfungsi sebagai pengempuk daging dengan harga yang
murah, akan tetapi enzim papain ini tidak murni dan tidak diketahui aktivitasnya. Oleh
karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi enzim protease, memurnikan enzim
protease dengan kromatografi filtrasi gel, menentukan aktivitas enzim protease, dan
menentukan kadar enzim protein dengan metode Lowry. Metode yang digunakan adalah
sentrifugasi, fraksionasi, kromatografi filtrasi gel, dan metode Lowry. Hasil percobaan
menunjukkan bahwa enzim protease dari paya dapat diisolasi dan dimurnikan. Dari
percobaan ini dapat diketahui aktivitas spesifik dari enzim protease untuk fraksi 4,5,6,11,
dan14 berturut-turut sebesar 10,6193unit/mg; -3,3052 unit
/mg; -108,1774unit/mg;
25,5148unit/mg, dan -151,2010unit/mg.

Kata Kunci: Protease, Papain, Kromatografi Filtrasi Gel, Metode Lowry


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Praktikum ini bertujuan untuk mengisolasi enzim protease, memurnikan enzim
protease, menentukan aktivitas enzim protease dan menentukan kadar protein dari paya.
Enzim merupakan protein spesifik yang berfungsi sebagai biokatalisator. Sebagai
katalisator, enzim harus bersifat efektif (dibutuhkan dalam jumlah sangat sedikit
dibandingkan jumlah substratnya). Dalam proses pencernaan makanan, enzim berperan
dalam pencernaan zat kimiawi dengan adanya enzim, maka penggunaan energi dalam
proses pencernaan akan lebih kecil. Enzim adalah golongan protein yang paling banyak
terdapat dalam sel hidup. Dalam jumlah yang kecil enzim dapat mengatur reaksi tertentu
sehingga dalam keadaan normal tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan pada hasil
akhir reaksinya. Enzim akan kehilangan aktivitasnya akibat panas, asam, basa kuat,
pelarut organik, atau hal yang menyebabkan terjadinya denaturasi protein. Enzim
mempunyai sifat khusus, sebagai akan bekerja pada suau substrat yang khusus dengan
reaksi tertentu, contohnya enzim urease substratnya tentu urea dan bentuk reaksi adalah
mengubah substrat menjadi amonia dan karbondioksida. Dengan sifat khusus atau khas
pada enzim, ini diartikan bahwa suatu enzim hanya mampu berperan sebagai
biokatalisator untuk reaksi tertentu saja.
Faktor yang mempengaruhi kerja enzim yaitu suhu, aktifator contohnya ion klorida,
inhibitor dan konsentrasi enzim. Kecepatan reaksi akan meningkat disertai dengan
peningkatan suhu, namun jika suhu terus meningkat maka enzim akan rusak. Enzim
hanya bisa bekerja efektif pada suhu optimal. Enzim akan kehilagan seluruh aktivitas
katalitiknya ketika pH sangat tinggi atau sangat rendah. Jika Ph berubah sangat ekstrim
maka enzim dengan kecepatan reaksi digambarkan secara linear, artinya jika konsentrasi
enzim dengan kecepatan reaksi digambarkan secra linear, artinya jika konsentrasi enzim
rendah maka kecepatan reaksi juga akan lambat begitupun sebaliknya. Kecepatan reaksi
akan meningkat jika konsentrasi substrat meningkat namun hingga sampai titik tertentu
selebihnya tidak akan merubah laju reaksi.
Paya merupakan pelunak atau pengempuk daging, kandungan yang terdapat dalam
paya adalah garam, gula dan papain. Papain adalah suatu zat (enzim) yang dapat
diperoleh dari getah tanaman pepaya dan buah pepaya muda. Getah pepaya tersebut
terdapat dalam hampir di semua bagian pepaya, kecuali bagian akar dan biji. Dalam dunia
perdagangan, dikenal dua macam papain yaitu, papain kasar atau (crude papain) dan
papain murni (crystal papain) Getah papaya (papain) cukup banyak mengandung
berbagai macam enzim yang bersifat proteolitik (pengurai protein). Sehingga tepung
getah pepaya kering (papain) banyak digunakan oleh para pengusaha industri maupun
pada rumah tangga untuk mengolah berbagai macam produk.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang percobaan di atas maka dapat dikemukakan
identifikasi masalah percobaan sebagai berikut:
1. Bagaimana cara mengisolasi enzim protease dari paya?
2. Bagaiman cara memurnikan protein dari paya?
3. Bagaimana cara untuk menentukan aktivitas enzim protease dari paya?
4. Bagaimana cara menentukan kadar protein dari paya?

1.3 Tujuan Percobaan


Percobaan ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi yang objektif
yang berkaitan dengan isolasi, pemurnian, penentuan kadar protein dan uji aktivasi
enzim protease dari paya untuk menyusun laporan dari percobaan sebagai tugas laporan
akhir praktikum III A. Percobaan ini bertujuan untuk:
1. Mengisolasi enzim protease dari paya dengan metode sentrifugasi.
2. Memurnikan enzim protease dari paya dengan kromatografi kolom filtrasi gel.
3. Menentukan aktivitas enzim protease dari paya menggunakan subtstrat N,N-
dimetilkasein.
4. Menentukan kadar protein dari paya dengan metode Lowry.

1.4 Manfaat Percobaan


1. Bagi Penulis
Manfaat dari percobaan ini adalah memberikan wawasan serta ilmu
pengetahuan yang sangat bermanfaat mengenai hubungan teori yang telah didapat
selama perkuliahan dengan penerapan dalam percobaan ini.
2. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Diharapkan hasil percobaan ini memberikan sumbangan ilmu yang bermanfaat
dalam pengembangan ilmu kimia seara umum dan khususnya dapat memberikan
gambaran mengenai isolasi enzim serta memurnikannya, penentuan kadar protein
dan uji aktivitas enzim.

1.5 Metodologi Percobaan


Metode yang digunakan dalam percobaaan ini yaitu:
1. Pengambilan sampel dan pengendapan protein dengan metode fraksionasi.
2. Pemurnian protein dengan kromatografi kolom filtrasi gel.
3. Penentuan aktivtas enzim protease menggunakan substrat N,N-dimetilkasein.
4. Pembuatan kurva baku protein.
5. Penentuan kadar protein dengan metode Lowry

1.6 Tempat dan Waktu Percobaan


Percobaan ini dilakukan di laboratorium Biokimia, Jurusan Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran yang dilaksanakan
pada hari rabu dan kamis tanggal 30 Oktober 2019 dan 31 Oktober 2019. Percobaan ini
dilakukan selama 2 hari. Pada hari pertama, percobaan dilakukan sampai penampungan
fraksi-fraksi yang telah dimurnikan dengan kromatografi filtrasi gel menggunakan
sephadex G-25. Pada hari kedua dilakukan uji aktivitas enzim dan penentuan kadar
protein.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Protein berasal dari baha Yunani yaitu proteos yang berarti yang utama atau yang
didahulukan. Kata ini diperkenalkan oleh ahli kimia Belanda, Geraldus Mulder (1802 –
1880). Ia berpendapat bahwa protein adalah zat yang paling penting dalam setiap
organisme (Ellya,2010).Protein merupakan polimer yang panjang dari asam-asam
amino yang bergabung melalui ikatan peptida. Komposisi rata-rata unsur kimia yang
terdapat dalam protein adalah karbon 55%, hidrogen 7%, oksigen 23%, nitrogen 16%,
sulfur 1% dan kurang dari 1% fosfor (Winarno, 1991).

Protein yang mempunyai fungsi sebagai biokatalisator memiliki struktur tersier.


Pada struktur tersier terdapat sisi katalitik yang merupakan sisi pada ikatan enzim
dengan substrat dalam pembentukan kompleks. Tempat pengikatan enzim didapatkan
dari gabungan pengikatan yang khas dan gugus – gugus katalitik. Gugus katalitik dapat
berupa gugus karbonil, gugus amida, gugus hidroksil, dan lain sebagainya ( Mc Gilvery
et al., 1996).

Faktor yang mempengaruhi aktivitas Enzim (Pelczar dan Chan,2005):

A. Temperatur Suhu
Inkubasi sangat mempengaruhi kerja dari enzim, suhu inkubasi yang lebih tinggi
dari suhu optimum kerja enzim dapat menyebabkan terjadinya perubahan konformasi
sisi aktif enzim yang disebabkan adanya denaturasi protein enzim (Arbianto, 1989).
Sebagian besar enzim terdenaturasi pada suhu diatas 50 ºC (Wolfe, 1993). Dalam batas-
batas suhu tertentu, kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim akan naik bila suhunya
naik. Reaksi yang paling cepat terjadi pada suhu optimum (Rodwell, 1987). Pada suhu
0oC enzim menjadi tidak aktif dan dapat kembali aktif pada suhu normal (Lay dan
Sugyo, 1992).
B. pH (Derajat Keasaman)
pH (Derajat Keasaman) enzim pada umumnya bersifat amfolitik, yang berarti
enzim mempunyai konstanta disosiasi pada gugus asam maupun gugus basanya,
terutama pada gugus residu terminal karboksil dan gugus terminal amino. Perubahan
kereaktifan enzim diperkirakan merupakan akibat dari perubahan pH lingkungan
(Winarno, 1989). Perubahan pH dapat mempengaruhi asam amino kunci pada sisi aktif,
sehingga menghalangi sisi aktif enzim membentuk kompleks dengan substratnya (Page,
1989).
C. Konsentarasi Enzim
Kecepatan laju reaksi enzimatik berhubungan langsung antara konsentrasi enzim
dengan substrat (Orten and Neuhaus, 1970). Konsentrasi enzim secara langsung
mempengaruhi kecepatan laju reaksi enzimatik, laju reaksi meningkat dengan
bertambahnya konsentrasi enzim (Poedjiadi, 1994).
D. Konsentrasi substrat
Kecepatan reaksi enzimatis pada umumnya tergantung pada konsentrasi substrat.
Kecepatan reaksi akan meningkat apabila konsentrasi substrat meningkat. Peningkatan
kecepatan reaksi ini akan semakin kecil hingga tercapai suatu titik batas yang pada
akhirnya penambahan konsentrasi substrat hanya akan sedikit meningkatkan kecepatan
reaksi (Lehninger, 1982).
E. Aktivator dan inhibitor
Beberapa enzim memerlukan aktivator dalam reaksi katalisnya. Aktivator adalah
senyawa atau ion yang dapat meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis. Komponen
kimia yang membentuk enzim disebut juga kofaktor. Kofaktor tersebut dapat berupa
ion-ion anorganik seperti Zn, Fe, Ca, Mn, Cu, Mg atau dapat pula sebagai molekul
organik kompleks yang disebut koenzim (Martoharsono dan Soeharsono, 1997).
Menurut Wirahadikusuma (2001) inhibitor merupakan suatu zat kimia tertentu yang
dapat menghambat aktivitas enzim. Pada umumnya cara kerja inhibitor adalah dengan
menyerang sisi aktif enzim sehingga enzim tidak dapat berikatan dengan substrat dan
fungsi katalitik enzim tersebut akan terganggu (Winarno, 1989).
Salah satu enzim yang telah banyak dipelajari adalah enzim protease yang
berfungsi mengkatalis hidrolisis ikatan peptida pada protein. Enzim protease
merupakan enzim penting dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena aplikasi-nya
sangat luas. Contoh industri pengguna enzim protease antara lain industri deterjen,
kulit, tekstil, makanan, pengolahan susu, farmasi, bir dan limbah (Moon and Parulekar,
1993).
Protease merupakan enzim proteolitik yang mengkatalisis pemutusan ikatan
peptida pada protein. Protease dibutuhkan secara fisiologi untuk kehidupan organisme
pada tumbuhan, hewan maupun mikroorganisme. Protease tidak hanya berperan dalam
proses metabolisme seluler, namun juga dapat diaplikasikan dalam bidang industri.
Enzim ini merupakan salah satu enzim skala industri dengan tingkat penjualan hingga
60% dari total penjualan enzim di dunia. (Gupta et al., 2002; Rao et al., 1998).
Protease dapat dihasilkan oleh tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme.
Penggunaan tumbuhan sebagai sumber protease terbatas oleh tersedianya lahan tanam
dan kondisi pertumbuhan yang sesuai, serta memerlukan waktu produksi enzim yang
lama. Produksi protease dari hewan juga dibatasi oleh ketersediaan ternak penghasil
enzim. Mikroorganisme merupakan sumber enzim yang paling potensial dibandingkan
tanaman dan hewan. Penggunanan mikroorganisme lebih menguntungkan karena
pertumbuhannya cepat, dapat tumbuh pada substrat yang murah, lebih mudah
ditingkatkan hasilnya melalui pengaturan kondisi pertumbuhan dan rekayasa genetik.
Beberapa genus bakteri yang diketahui mampu menghasilkan protease di antaranya
Bacillus, Lactococcus, Streptomyces, dan Pseudomonas Produksi enzim protease
dipengaruhi oleh faktor waktu produksi enzim. Waktu produksi yang sesuai akan
menghasilkan aktivitas enzim maksimum (Rao et al., 1998; Said & Likadja, 2012).
Papain (paya) merupakan enzim proteolitik yang terkandung dalam getah papaya
(Carica papaya). Papain bisa diperdagangkan dalam bentuk serbuk putih kekuningan
dan harus disimpan di bawah temperatur 4oC. Kelebihan papain dibandingkan
proteolitik yang lain adalah lebih tahan terhadap proses suhu, mempunyai kisaran pH
yang luas dan lebih murni dibandingkan biomelin & ficin. Kisaran pH optimum papain
sekitar 5 – 7,5 dan stabil pada suhu (40 – 60)oC (Fitriani, 2006).

Protease diklasifikasikan berdasarkan tiga kriteria utama, yaitu tipe reaksi yang
dikatalisisnya, struktur kimia alami yang ada pada sisi katalitiknya, dan struktur yang
berhubungan dengan evolusi (Rao et al., 1998). Berdasarkan sistem klasifikasi IUBMB
(Nomenclature Committee of the International Union of Biochemistry and Molecular
Biology), enzim-enzim proteolitik mikroba dapat dibedakan atas endopeptidase dan
eksopeptidase. Endopeptidase terbagi menjadi 4 kelompok utama, yaitu protease serin
(EC 3.4.21), protease sistein (EC 3.4.22), protease aspartat (EC 3.4.23) dan protease
metal (EC 3.4.24) (Nagodawithana dan Reed, 1993). Penamaan tersebut menunjukkan
bagian penting dari sisi katalitik enzim.

A. Protease serin

Protease serin adalah endopeptidase yang mempunyai residu sistein reaktif dan pH
optimum mendekati netral. Protein serin mempunyai aktivitas maksimum pada pH
alkalis. Tiga residu asam amino yang membentuk catalytic triad yang essensial pada
proses katalitik, yaitu His57, Asp102 dan serin195. Tahap pertama terjadi
pembentukan intermediet asil-enzim antara substrat dan serin. Pada tahap kedua
intermediet asil-enzim di hidrolisis dengan molekul air yang melepaskan peptida
dengan gugus OH serin (Nagodawithana dan Reed, 1993)

B. Protease sistein

Famili protease ini meliputi protease tanaman seperti papain, aktinidin dan
bromelain. Pada famili ini, papain merupakan tipe protease yang paling banyak
dipelajari. Proses katalisis berlangsung melalui pembentukan intermediet kovalen yang
melibatkan residu sistein dan histidin. Pada protease sistein, Cys25 dan His159
berperan sama seperti Ser195 dan His57 pada protease serin. Ion thiolat lebih nukleofil
daripada gugus OH. Ion thiolat distabilkan melalui pembentukan pasangan ion dengan
gugus imidazolium dari His159 (Nagodawithana dan Reed, 1993).

C. Protease aspartat

Protease aspartat umumnya mempunyai aktivitas katalitik maksimum pada pH


asam. Hampir semua protease aspartat termasuk famili pepsin yang meliputi enzim
digestif seperti pepsin, chimosin, rennin dan protease fungal (Nagodawithana dan
Reed, 1993).

D. Protease metal

Protease metal mengandung ion logam essensial, biasanya Zn yang mempunyai


aktivitas optimum didekat pH netral. Enzim ini distabilkan oleh Ca2+ dan dihambat
oleh bahan pengkelat yang kuat seperti EDTA. Enzim ini umumnya terdapat dalam
mikroorganisme (Nagodawithana dan Reed, 1993).

Metode Lowry merupakan metode yang telah lama digunakan untuk menentukan
konsentrasi protein. Metode Lowry sangat sensitif dan hanya dapat mendeteksi protein
yang sangat rendah. Ketika reagen folin bersama larutan tembaga sulfat dicampur
dengan larutan protein, sehingga terbentuk larutan berwarna biru-ungu yang dapat
secara kuantitatif dianalisis absorbansinya pada 600 nm. Metode ini berdasarkan reaksi
biuret dimana ikatan peptida dari protein bereaksi dengan Cu2+ di bawah kondisi basa
menghasilkan Cu+ yang bereaksi dengan reagen folin dan terjadilah reaksi ciaocalteu
yang melibatkan reaksi reduksi fosfomolibdat menjadi hetero-polimolibdenum biru
yang dikatalisis oleh reduksi Cu dari asam amino aromatik. Hasil tersebut juga
bergantung pada kandungan tirosin & triptofan dalam sampel protein (Wilson &
Walker, 2000).
BAB III

BAHAN DAN METODE PERCOBAAN

3.1 Alat
Alat–alat yang digunakan adalah batang pengaduk, botol vial, gelas kimia,
inkubator, kolom filtrasi gel, neraca analitik, tabung reaksi sentrifugator, dan
spektrofometer UV-Vis.

3.2 Bahan
 Bahan praktikum
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah paya.
 Bahan kimia
Bahan- bahan kimia yang digunakan adalah akuades, ammonium sulfat,
buffer fosfat pH 7,6 0,1 M, folin ciocalteu, N,N-dimetil kasein, TCA 8% (trichloro
acetic acid), natrium ditionit, natrium karbonat 2% (dalam NaOH 0,1 N),sephadex
G-25, dan tembaga sulfat pentahidrat 0,5% (dalam Na-K-Tartat 1%) (pereaksi C).

3.3 Metode Percobaan


3.3.1 Pengendapan protein dengan Ammonium Sulfat
Paya ditimbang sebanyak 5 g dan dilarutkan kedalam 5 mL akuades.
Kemudian ekstrak kasar dipisahkan sebanyak 3 mL kedalam botol vial dan
disimpan di freezer. Sebanyak 4,5 mL ekstrak kasar ditambahkan 3,4515 g
ammonium sulfat, disentrifugasi dengan kecepatan 9000 rpm selama 30 menit.
Setelah disentrifugasi, kemudian dilarutkan dengan buffer fosfat pH 7,6
sebanyak 10 mL. Ekstrak pengendapan disimpan sebanyak 3 mL kedalam botol
vial.
3.3.2 Pemurnian Protein dengan Kromatografi Filtrasi Gel
Langkah pertama adalah menyiapkan kolom filtrasi gel. Matriks yang
digunakan adalah sephadex G-25. Matriks dimasukkan ke dalam kolom yang
terlebih dahulu diisi dengan eluen yaitu buffer fosfat pH 7,6. Kemudian, ekstrak
pengendapan dimasukkan sebanyak 0.5 mL ke dalam kolom filtrasi gel. Setelah
itu, dielusi dengan buffer fosfat pH 7,6. Lalu, ditampung sebanyak 25fraksi
dengan volume 3 mL untuk tiap fraksinya. Setiap fraksi kemudian diukur
serapannya dengan spektrofometer UV pada λ= 280 nm dengan kuvet kuarsa.
Selanjutnya dibaca absorbansinya, kemudian dibuat grafik serapan terhadap
fraksi.

3.3.3 Penentuan Aktivitas Enzim Protase


Dari grafik serapan diperoleh 3 puncak, yaitu puncak fraksi 5,11dan 14.
Pada penentuan aktivitas enzim protase ini terdapat 7 sampel yaitu fraksi yang
menghasilkan puncak (fraksi 5,11 dan 14), ekstrak kasar, ekstrak pengendapan,
fraksi sebelum dan sesudah puncak (fraksi 4, fraksi 6), serta kontrol blanko
berupa buffer fosfat pH 7,6. Masing- masing sampel dipipet sebanyak 0,5 mL
dan dimasukkan ke dalam 8 tabung reaksi berbeda. Selanjutnya masing-masing
ditambahkan 2,5 mL substrat N,N-dimetil kasein dan ditambahkan 4,5 mL
buffer fosfat pH 7,6, kemudian diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37oC.
Setelah selesai inkubasi, kemudian masing-masing ditambahkan 2,5 mL TCA
(asam trikloro asetat) 8%, kemudian disaring dengan menggunakan corong
saring. Langkah selanjutnya filtrat diukur serapannya dengan spektrofometer
UV pada λ=280 nm dan buffer fosfat sebagai blanko.
3.3.4 Pembuatan Kurva Baku
Larutan standar (Bovine Serum Albumin) dibuat dengan konsentrasi 0,1
; 0,5 ; 1,0 ; 1,5 ; 2,0mg/mL, selanjutnya masing-masing diambil 0,5 mL dan
dimasukkan dalam 5 tabung reaksi berbeda. Kemudian masing- masing tabung
ditambah 2,5 mL pereaksi Lowry C (pereaksi A atau larutan natrium karbonat
2% dalam natrium hidroksida 0,1 N dan B atau larutan tembaga sulfat penta
hidrat 0,5% dalam Na-K tatrat 1%) dan dikocok, lalu didiamkan 10 menit pada
suhu kamar. Setelah itu ditambahkan 0,25 mL pereaksi Lowry D (larutan folin
ciocalteu atau fosfomolibdat-fosfowolframat), dikocok dan didiamkan 30 menit
pada suhu kamar. Langkah selanjutnya adalah masing-masing larutan diukur
serapannya dengan spektrofometer UV pada λ=750 nm. Selanjutnya dibuat
kurva baku serapan terhadap konsentrasi standar.
3.3.5 Penentuan Kadar Protein
Pada penentuan kadar protein, sampel yang digunakan 7 sampel yaitu
fraksi yang menghasilkan puncak (fraksi 5,11 dan 14), ekstrak kasar, ekstrak
pengendapan, fraksi sebelum dan sesudah puncak (fraksi 4 dan fraksi 6) dan
akuades yang diperlakukan sama sebagai kontrol. Masing-masing sampel
dimasukkan kedalam 8 tabung reaksi berbeda. Selanjutnya ditambahkan 2,5 mL
pereaksi Lowry C (pereaksi A atau larutan natrium karbonat 2% dalam natrium
hidroksida 0,1 N dan pereaksi B atau larutan tembaga sulfat penta hidrat 0,5%
dalam Na-K tatrat 1%) pada masing-masing tabung lalu dikocok dan didiamkan
selama 10 menit. Kemudian ditambahkan 0,25 mL pereaksi Lowry D (larutan
folin ciocalteu atau fosfomolibdat-fosfowolframat), dikocok dan didiamkan 30
menit pada suhu kamar. Langkah selanjutnya adalah masing-masing larutan
diukur serapannya dengan spektrofometer UV pada λ=750 nm. Selanjutnya catat
absorbansinya dan dihitung kadar proteinnya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1 Tabel Data Pengamatan
Zat Perlakuan Hasil
Paya - Ditimbang sebanyak 5 g
- Dilarutkan dalam 5 mL
akuades
- Dipisahkan 3ml kedalam
botol vial - Ekstrak Kasar

- Volume sisa ekstrak


kasar diukur - Volume = 4,5 mL

- Ditambahkan ammonium
sulfat 3,4515 gramsedikit
demi sedikit sambil
diaduk
- Disentrifugasi 9000rpm,
30 menit - Terbentuk supernatan
dan endapan

Endapan - Dilarutkan dengan buffer


fosfat pH 7,6 10 mL
- Diambil 3ml ke botol - Ekstrak pengendapan

vial

Kolom Kromatografi
- Di jenuhkan buffer fosfat
pH 7,6
- Dimasukkan kapas yang
sudah di jenuhkan
dengan buffer fosfat ke
dalam kolom

- Kolom kromatografi
- Dimasukkan kedalam
Sephadex G-25 kolom hingga setinggi 15 setinggi 15 cm
cm
- Dielusi dengan buffer
fosfat pH 7,6
- Dimasukkan 0,5 mL
sampel
- Dielusi dengan buffer
fosfat pH 7.6
- Ditampung 25 fraksi - 25 fraksi 3 mL
masing-masing 3 ml

25 Fraksi 3 mL - Diukur absorbansinya - Terdapat puncak


pada panjang gelombang pada fraksi 5,11dan
280nm 14

- Di pipet masing masing


Larutan fraksi 4,5,6,11,14
0,5 ml
ekstrak kasar, ekstrak
- Dimasukkan ke tabung
pengendapan dan blanko
reaksi berbeda
- Di tambahkan 2,5
mlN,N-dimetilkasein
kedalam masing masing
tabung
- Ditambahkan buffer
fosfat pH 7,6 sebanyak
4,5 ml ke masing masing
tabung
- Diinkubasi selama 30
menit dengan suhu 37oC
- Ditambahkan TCA
sebanyak 2,5 ml
- Disaring menggunakan
corong saring dan kertas
saring
- Di ukur absorbansi pada
panjang gelombang
280nm dengan - Didapat absorbansi:
menggunakan blanko Blanko = 0,046;
buffer fosfat pH 7,6 Fraksi 4 = 0,168;
5 = 0,053; 6 = 0,089;
11 = 0,077;
14= 0,090; ekstrak
kasar = 0,104;
ekstrak
pengendapan= 0,104

- Ditimbang - Massa = 40 mg
Boufin Serum Albumin
(BSA) - Dimasukkan ke dalam
labu ukur 10 mL
- Ditambahkan akuades
hingga tanda batas dan
dihomogenkan
- Diencerkan menjadi
konsentrasi 0,1 ; 0,5 ; 1,0 - BSA konsentrasi 0,1

; 1,5 ; dan 2,0 mg/mL. ; 0,5 ; 1,0 ; 1,5 ; dan

- Dipipet sebanyak 0,5 mL 2,0 mg/mL.

- Ditambahkan 2,5 mL
pereaksi C
- Dikocok menggunakan
vortex
- Didiamkan 10 menit
- Ditambahkan 0,25 mL
pereaksi D
- Dikocok dengan vortex
- Didiamkan selama 30
menit
- Diukur absorbansinya
pada λ=750 nm
- Didapat absobansi:
Blanko = 0;
0,1 = 0,06;
0,5 = 0,213
1 = 0,399
1,5 = 0,515
2 = 0,582
- Didapat kurva baku
- Dibuat kurva baku
y = 0,2789x +0,0694
serapan terhadap
konsentrasi standar

Akuades, larutan ekstrak - Dipipet sebanyak 0,5 mL

kasar, ekstrak hasil - Ditambahkan 2,5 mL

pengendapan, dan hasil pereaksi C

fraksi 4,5,6,11,14 - Dikocok menggunakan


vortex
- Didiamkan 10 menit
- Ditambahkan 0,25 mL
pereaksi D
- Dikocok dengan vortex
- Didiamkan selama 30
menit
- Didapat absobansi:
- Diukur absorbansinya
Blanko = 0,014;
pada λ=750 nm
Ekstrak kasar= 0,301;
Ekstrak
pengendapan= 0,099;
Fraksi 4= 0,029;
5= 0,030; 6= 0,062
11= 0,092; 14= 0,064
- Dihitung kadar protein - Didapat kadar protein

4.1.2 Tabel Data Absorbansi


4.1.2.1 Data Absorbansi Tiap Fraksi (λ=280 nm)
Fraksi Absorbansi (A)
1 0,133
2 0,132
3 0,114
4 0,124
5 0,140
6 0,124
7 0,119
8 0,114
9 0,107
10 0,108
11 0,148
12 0,133
13 0,136
14 0,145
15 0,107
16 0,107
17 0,078
18 0,060
19 0,057
20 0,058
21 0,043
22 0,034
23 0,028
24 0,024
25 0,024
4.1.2.2 Data Absorbansi Penentuan Aktivitas Enzim Protease (λ=280 nm)
Sampel Absorbansi (A)
Blanko (Kontrol) 0,046
Ekstrak Kasar 0,104
Ekstrak Endapan 0,104
Fraksi 4 0,168
Fraksi 5 0,053
Fraksi 6 0,089
Fraksi 11 0,077
Fraksi 14 0,090

4.1.2.3 Data Absorbansi Pembuatan Kurva Baku (λ=750 nm)

Sampel Absorbansi(A)
Blanko 0
0,1 mg/mL 0,06
0,5 mg/mL 0,213
1 mg/mL 0,399
1,5 mg/mL 0,515
2 mg/mL 0,582

4.1.2.4 Data Absorbansi Penentuan Kadar Protein Sampel Paya


Sampel Absorbansi (A)
Blanko 0,014
Ekstrak Kasar 0,301
Ekstrak Pengendapan 0,099
Fraksi 4 0,283
Fraksi 5 0,030
Fraksi 6 0,062
Fraksi 11 0,092
Fraksi 14 0,064
4.2 Perhitungan
4.2.1 Tabel Pemurnian

Volu Kadar Aktivit Aktivitas


Protein Aktivitas
me Protein as Unit Spesifik Perolehan Kemur
Zat Total Total
(mL (mg (unit (unit mg- (%) nian
(mg) (unit)
) mL-1) mL-1) 1)

Ekstrak
5 0,8304 3.8667 4,152 19,3335 4,6564 100 1
Kasar
Ekstrak
Pengend 25 0,1061 3.8667 2,6525 96,6675 36,4439 500 7,8266
apan
Fraksi 4 0,7659 8,1333 114,885 1.219,995 10,6193 6.310,2646 2,2805
Fraksi 5 -0,1412 0,4667 -21,18 70,005 -3,3052 362,0917 -0,7098
Fraksi 6 150 -0,0265 2,8667 -3,975 430,005 -108,1774 2.224,1446 -23,2319
Fraksi 11 0,0810 2,0667 12,15 310,005 25,5148 1603,4603 5,4795
Fraksi 14 -0,0194 2,9333 -2,91 439,995 -151,2010 2.2758,8165 -32,4716

4.2.2. Data Perhitungan

4.2.2.1.Volume
a.Volume matriks =πr2t = 3,14 . (0.6)2 . 15 = 16,956 mL
3 3
b.Volume sampel = 100 . volume matriks = 100 .16,956 = 0,50868 mL

c.Voume sampel praktis = 0,5 mL


d.Ekstrak Kasar (EK)
V = 5 mL
e.Ekstrak Pengendapan (EP)
5
V = (5−2) . 10 𝑚𝐿 = 25 mL

f.Fraksi 4,5,6,11,14
25 𝑚𝐿
V= . 3𝑚𝐿 = 150 mL
0.5
4.2.2.2 Kadar Protein (KP)
Persamaan kurva baku
y = 0,2789x + 0,0694 ; R2 = 0,9637
a = 0,2789 ; b = 0,0694
y = absorbansi ; x = kadar protein

a. Ekstrak kasar
y = bx + a
0,301= 0,2789x + 0,0694
x = 0,8304 mg/mL
b. Ekstrak Pengendapan
y = bx + a
0,099= 0,2789x + 0,0694
x = 0,1061 mg/mL
c. Fraksi 4
y = bx + a
0,283= 0,2789x + 0,0694
x = 0,7659 mg/mL
d. Fraksi 5
y = bx + a
0,030= 0,2789x + 0,0694
x = -0,1412 mg/mL
e. Fraksi 6
y = bx + a
0,062= 0,2789x + 0,0694
x = -0,0265 mg/mL
f. Fraksi 11
y = bx + a
0,092= 0,2789x + 0,0694
x = 0,0810 mg/mL
g. Fraksi 14
y = bx + a
0,064= 0,2789x + 0,0694
x = -0,0194 mg/mL
4.2.2.3.Aktivitas Unit (AU)
A sampel−A Blanko (kontrol)
AU =
0,001 x t hidrolisis(menit)x Venzim(mL)

a. Ekstrak Kasar
0,104 − 0,046
AU =
0,001 x 30 x0,5
AU = 3.8667 unit/mL
b. Ekstrak Pengendapan
0,104 − 0,046
AU =
0,001 𝑥 30 𝑥 0,5
AU = 3,8667 unit/mL
c. Fraksi 4
0,168 − 0,046
AU =
0,001 x 30 x 0,05)
AU = 8,1333 unit/mL
d. Fraksi 5
0,053 − 0,046
AU =
0,001 x 30 x 0,5
AU = 0,4667 unit/mL
e. Fraksi 6
0,089 − 0,046
𝐴𝑈 =
0,001 𝑥 30 𝑥 0,5)
AU = 2,8667 unit/mL
f. Fraksi 11
0,077 − 0,046
AU =
0,001 x 30 x 0,5
AU = 2,0667 unit/mL
g. Fraksi 14
0,090 − 0,046
AU =
0,001 x 30 x 0,5)
AU = 2,9333 unit/mL

4.2.2.4 Protein Total (PT)


PT = V x KP
a. Ekstrak Kasar
PT = 5 mL x 0,8405 mg/mL
PT = 4,152 mg
b. Ekstrak Pengendapan
PT = 25 mL x 0,1061 mg/mL
PT = 2,6525 mg
c. Fraksi 4
PT = 150 mL x 0,7659 mg/mL
PT = 114,885 mg
d. Fraksi 5
PT = 150 mL x -0,1412 mg/mL
PT = -21,18 mg
e. Fraksi 6
PT = 150 mL x -0,0265 mg/mL
PT = -3,975 mg
f. Fraksi 11
PT = 150 mL x 0,0810 mg/mL
PT = 12,15 mg
g. Fraksi 14
PT = 150 mL x -0,0194 mg/mL
PT = -2,91 mg

4.2.2.5 Aktivitas Total (AT)

AT = V x AU

a. Ekstrak Kasar
AT = 5 mL x 3,8667 unit/mL
AT = 19,3335 unit
b. Ekstrak Pengendapan
AT = 25 mL x 3,8667 unit/mL
AT = 96,6675 unit
c. Fraksi 4
AT = 150 mL x 8,1333 unit/mL
AT = 1.219,995 unit
d. Fraksi 5
AT = 150 mL x 0,4667
AT = 70,005 unit
e. Fraksi 6
AT = 150 mL x 2,8667 unit/mL
AT = 430,005 unit
f. Fraksi 11
AT = 150 mL x 2,0667 unit/mL
AT = 310,005 unit
g. Fraksi 14
AT = 150 mL x 2,9333 unit/mL
AT = 439,885 unit

4.2.2.6. Aktivitas Spesifik (AS)

AT
AS = PT

a. Ekstrak Kasar
19,3335 unit
AS =
4,152 mg
AS = 4,6564 unit/mg
b. Ekstrak Pengendapan
96,6675 unit
AS =
2,6525 mg
AS = 36,4439unit/mg
c. Fraksi 4
1.219,995 unit
AS =
114,885 mg
AS =10,6193 unit/mg
d. Fraksi 5
70,005 unit
AS =
−21,18 mg
AS = -3,3052 unit/mg
e. Fraksi 6
430,005 unit
AS =
−3,975 mg
AS = -108,1774 unit/mg
f. Fraksi 11
310,005 unit
AS =
12,15 mg
AS = 25,5148 unit/mg
g. Fraksi 14
439,995 unit
AS =
−2,91 𝑚𝑔
AS = -151,2010 unit/mg

4.2.2.7 Perolehan

AT sampel
Perolehan = AT Ekstrak Kasar x 100 %

a. Ekstrak Kasar
19,3335
Perolehan = x 100 %
19,3335
Perolehan = 100 %
b. Ekstrak Pengendapan
96,6675
Perolehan = x 100 %
19,335
Perolehan = 500 %
c. Fraksi 4
1.219,995
Perolehan = x 100 %
19,3335
Perolehan = 6.310,2646 %
d. Fraksi 5
70,005
Perolehan = x 100 %
19,3335
Perolehan = 362,0917 %
e. Fraksi 6
430,005
Perolehan = x 100 %
19,3335
Perolehan = 2.224,1446 %
f. Fraksi 11
310,005
Perolehan = x 100 %
19,3335
Perolehan = 1.603,4603 %
g. Fraksi 14
439,995
Perolehan = x 100 %
19,3335
Perolehan = 2.2758,8165 %

4.2.2.8 Kemurnian

AS sampel
Kemurnian =
AS Ekstrak Kasar

a. Ekstrak Kasar
4,6564
Kemurnian =
4,6564
Kemurnian = 1
b. Ekstrak Pengendapan
36,4439
Kemurnian =
4,6564

Kemurnian = 7,8266

c. Fraksi 4
10,6193
Kemurnian =
4,6564
Kemurnian = 2,2805
d. Fraksi 5
−3,3052
Kemurnian =
4,6564
Kemurnian = -0,7098
e. Fraksi 6
−108,1774
Kemurnian =
4,6564
Kemurnian = -23,2319
f. Fraksi 11
25,5148
Kemurnian =
4,6564
Kemurnian = 5,4795
g. Fraksi 14
−151,2010
Kemurnian =
4,6564
Kemurnian = -32,4716

4.3 Grafik
4.3.1 Grafik Penentuan Absorbansi Tiap Fraksi

Grafik Penentuan Puncak Tiap Fraksi (λ=280 nm)


0.18
0.16
0.14 y = -0.0048x + 0.1582
0.12 R² = 0.7094
Absorbansi

0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Fraksi

4.3.2 Grafik Kurva Baku Standar Protein (BSA)

Grafik Penentuan Kurva Baku


0.7
y = 0.2789x + 0.0694
0.6
R² = 0.9637
0.5
Absorbansi

0.4

0.3

0.2

0.1

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Konsentrasi (mg/mL)
4.4 Pembahasan

Pada percobaan kali ini bertujuan untuk mengisolasi enzim protease dari paya
(pengempuk daging) dengan metode fraksionasi; memurnikan enzim protease dari paya
(pengempuk daging) dengan metode kromatograsi kolom filtrasi gel; menentukan aktivitas
enzim protease dari paya (pengempuk daging) dengan menggunakan substrat N,N-
dimetilkasein; dan menentukan kadar protein dari paya (pengempuk daging) dengan metode
Lowry.

Sampel yang digunakan pada percobaan ini adalah Paya (pengempuk daging). Dalam
paya terdapat papain,garam dan gula. Enzim papain merupakan salah satu jenis enzim
proteolitik yang dapat memecah protein sehingga berfungsi untuk proses pengempukan
daging. Papain cocok digunakan sebagai pengempuk daging karena aktif pada keadaan pH
daging. Enzim papain dalam proses pengempukan daging menyerang protein pada serat –
serat otot (muscle fiber) dan menghidrolisisnya menjadi peptida yang lebih kecil sehingga
menyebabkan daging menjadi lebih empuk dari sebelumnya. Enzim ini memotong protein
daging pada sisi karboksil valin, lisin dan arginine. Enzim papain mempunyai nomor komisi
enzim EC.3.4.22.2, artinya angka 3 terebut menandakan bahwa enzim papain itu termasuk
kedalam kelas enzim hidrolase. Selanjutnya, nomer 4 itu artinya bahwa bahwa enzim papain
ini termasuk kedalam enzim hidrolase yang memotong ikatan peptida. Selanjutnya, nomor 22
itu termasuk kedalam sistein endopeptidase, dan nomor 2 itu artinya bahwa enzim papain ini
didapatkan dari pepaya.

Prosedur pertama yang dilakukan yaitu pengendapan protein dengan ammonium


sulfat. Padatan paya ditimbang sebanyak 5,00 gram, kemudian dilarutkan dengan akuades
sebanyak 5 mL. Akuades berfungsi sebagaipelarut untuk padatan paya. Setelah itu, larutan
paya diambil 3 mL untuk dipisahkan ke dalam botol vial sehingga didapatkan ekstrak kasar
dari Paya. Kemudian,volume larutan yang tersisa diukur dan didapatkan sebanyak 4,5 mL.
Lalu volume yang tersisa ditambahkan padatan ammonium sulfat sebanyak 3,4515 gram.
Penambahan garam ammonium sulfat bertujuan untuk mengendapkan protein yang terdapat
dalam paya, sehingga aplikasi prinsip yang berlaku yaitu fraksionasi yang merupakan
pemisahan protein dengan menendapkannya melalui proses salting out yaitu penambahan
garam akan memutuskan ikatan hydrogen antara protein dan air sehingga protein akan
mengendap. Proses salting out dapat terjadi apabila penambahan garam ammonium sulfat
dilakukan secara terus menerus sehingga menurunkan kelarutan protein. Hal ini disebabkan
ion garam memiliki densitas muatan yang lebih besar dibandingkan dengan protein. Kekuatan
ionik garam pada konsentrasi tinggi akan semakin besar sehingga garam dapat merebut
molekul air dan protein pun akan mengendap. Ammonium sulfat memiliki kelarutan yang
tinggi dalam air dan memiliki kekuatan ion yang besar dan tidak mendenaturasi protein,
karena ammonium sulfat mengandung anion multivalen (SO42-) sehingga dapat
mengendapkan protein dengan cara menarik molekul air yang melarutkannya. Protein dalam
paya perlu dipisahkan dari komponen-komponen lain penyusunnya agar protein atau enzim
protease paya dapat diisolasi.Setelah itu, larutan paya disentrifugasi selama 30 menit dengan
kecepatan 9000 rpm yang bertujuan untuk memisahkan protein dari komponen-komponen
lain hingga dihasilkan bagian endapan dan supernatant, sehingga aplikasi prinsip yang
berlaku adalahsentrifugasi yaitu pemisahan protein berdasarkan perbedaan kecepatan
sedimentasi dari partikel-partikel molekul yang disebabkan oleh medan sentrifugasi (gaya
sentrifugal).Setelah larutan disentrifugasi, hasilnya berupa supernatan dan endapan. Endapan
yang dihasilkan kemudian dipisahkan dari supernatannya dengan cara didekantasi. Kemudian
supernatan yang dihasilkan diambil sebanyak 3 mL dan dipisahkan ke dalam botol
vialsehingga didapatkan ekstrak pengendapan dari larutan paya.

Prosedur selanjutnya adalah pemurnian protein dengan menggunakan kromatografi


kolom filtrasi gel. Langkah pertama yang dilakukan yaitu preparasi kolom kromatografi.
Kolom kromatogtafi yang telah bersih dan kering dipasang tegak lurus dengan statif.
Kemudian, kapas yang telah dibasahi dengan menggunakan buffer fosfat pH 7,6 yang
bertujuan untuk menjenuhkan kapas dan untuk memadatkan kapas supaya tidak terbentuk
rongga udaradimasukkan ke dalam dasar kolom kromatografi dengan bantuan lidi. Setelah
itu, kolom dielusi dengan menggunakan buffer fosfat pH 7,6 untuk menjenuhkan kolom.
Selanjutnya, kolom diisi dengan Sephadex G-25 sampai setinggi 15 cm. Sephadex G-25
disini berfungsi sebagai fase diam yang akan menahan dan memisahkan molekul protein.
Matriks Sephadex G-25 ini sangat cocok untuk kromatografi filtrasi gel karena tidak larut
dalam air, stabil dalam asam dan basa lemah, dapat mengembang dalam air, gliserol dan
dimetil sulfoksida, tidak dapat mengembang dalam asetat glasial, metanol dan etanol,
memiliki pori-pori besar yang dibuat dari dekstran melalui ikatan epiklorhidrin dan memiliki
ukuran pori berkisar 6000 dalton. Pengisian kolom dengan matriks Sephadex G-25 dilakukan
dengan cara dielusi melalui dinding kolom menggunakan pipet tetes agar lebih mudah
mengendap dan memadat sehingga tidak ada rongga udara yang terbentuk dan matriks dapat
efektif menahan molekul yang akan dipisahkan. Lalu matriks dielusi dengan menggunakan
larutan buffer fosfat pH 7,6 agar tidak kering, karena jika matriks kering maka matriks
tersebut akan retak dan keretakan itu akan diisi oleh udara. Adanya rongga udara pada sistem
kromatografi kolom ini dapat mengganggu proses pemisahan karena udara dapat menahan
sampel kolom dan pemisahan tidak akan terjadi. Matriks dielusi dengan buffer fosfat pH 7,6
sampai laju alir konstan yaitu 6 tetes/menit.Jika laju alir terlalu lama, maka proses
penampungan fraksi pun akan berlangsung lama sedangkan jika terlalu sebentar,
dihawatirkan proses pemisahan garam dan protein tidak berjalan maksimal sehingga eluat
yang dihasilkan tidak murni. Setelah laju alir konstan, selanjutnya sampel dielusi dengan
menggunakan larutan buffer fosfat pH 7,6. Pertama, endapan protein hasil sentrifugasi pada
prosedur awal, dilarutkan dengan menggunakan buffer fosfat pH 7,6 sebanyak 10 mL.
Pelarutan tersebut dilakukan agar sampel protein dapat masuk ke dalam sistem kromatografi.
Setelah itu, sampel dimasukkan ke dalam kolom sebanyak 3% dari volume matriks, yaitu
sekitar 0,5086 mL atau setara dengan 10 tetes. Sampel protein dimasukkan ke dalam kolom
ketika buffer fosfat pH 7,6 hampir mendekati permukaan atas matriks untuk menghindari
terjadinya pengenceran sampel. Setelah itu, sampel dielusi dengan menggunakan buffer fosfat
pH 7,6. Digunakan buffer fosfat pH 7,6 sebagai eluen adalah untuk mempertahankan pH
karena protein ini dapat bekerja secara optimal pada kisaran pH 7 (netral). Pada tahap ini,
aplikasi prinsip yang berlaku yaitu kromatografi filtrasi gel, yaitu metode kromatografi yang
berdasarkan pada ukuran molekul. Prinsip dari kromatografi kolom filtrasi gel yaitu molekul
yang memiliki ukuran lebih kecil akan tertahan oleh matriks di dalam kolom sedangkan
molekul dengan ukuran yang lebih besar akan lolos dan keluar dari kolom lebih dulu. Seperti
yang telah disebutkan bahwa ukuran pori dari Sephadex G-25 ini berkisar 6000 dalton yang
menyebabkan matriks ini dapat menahan molekul garam ammonium sulfat yang memilik
ukuran lebih kecil dari 6000 dalton dan protein yang memiliki ukuran lebih besar dari 6000
dalton akan lolos dan keluar kolom terlebih dahulu sebagai eluat. Eluat yang keluar
ditampung di dalam botol vial bening sebanyak 25fraksi dengan volume masing-masing
sebanyak 3 mL. Selanjutnya, fraksi-fraksi tersebut diukur serapannya dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 280 nm dengan blanko berupa akuades.
Menggunakan λ = 280 nm karena pada panjang gelombang tersebut khas untuk asam amino
aromatik yang mempunyai gugus benzene dan lebih spesifik untuk mengukur ikatan peptida
didalam suatu protein. Setiap struktur asam amino memiliki gugus karbonil, dimana jika
ditembakkan sinar UV maka akan terjadi transisi dari n ke π* yang menyerap pada λ = 280
nm. Pada tahap ini aplikasi prinsip yang berlaku adalah Hukum Lambert-Beer yaitu bila suatu
sinar monokromatik dilewatkan medium transparan, maka intensitas sinas yang diteruskan
akan berkurang dengan bertambahnya ketebalan medium dan konsentrasi larutan yang
mengabsorpsi. Absorbansi yang didapat dari setiap fraksi kemudian diplotkan ke dalam
grafik untuk mengetahui puncak protein. Data absorbansi dari fraksi-fraksi ini dapat dilihat
pada tabel 4.1.2.1 dan grafik penentuan puncak protein dapat dilihat pada poin 4.3.1. Dari
grafik tersebut, dapat dilihat fraksi yang memiliki puncak protein, yaitu fraksi dengan nilai
absorbansi yang tinggi karena nilai absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi, maka
makin besar nilai absorbansi semakin besar pula keberadaan enzim yang terdapat pada fraksi
tersebut. Fraksi-fraksi tersebut adalah fraksi 4,5,6,11,dan 14 dengan nilai absorbansi masing-
masing adalah 0,124A; 0,140A; 0,124A; 0,148A; dan 0,145A. Fraksi-fraksi inilah yang akan
digunakan untuk uji aktivitas enzim protease.

Prosedur selanjutnya adalah uji aktivitas enzim protease. Ekstrak kasar, ekstrak
pengendapan, fraksi,4,5,6,11, dan 14 serta akuades dipipet sebanyak 0,5 mL dengan
menggunakan mikropipet lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berbeda yang
didalamnya telah berisi 2,5 mL N,N-dimetilkasein dan 4,5 mL larutan buffer fosfat pH 7,6.
N,N-dimetilkasein berfungsi sebagai substrat yang akan terikat pada sisi aktif enzim sehingga
aktivitas enzim dapat diketahui. Larutan buffer fosfat pH 7,6 berfungsi untuk
mempertahankan kestabilan protein substrat pada kompleks enzim-substrat karena protein
stabil pada pH netral. Jumlah substrat N,N-dimetilkasein yang ditambahkan harus berlebih
agar seluruh enzim dapat terikat pada substrat. Enzim protease pada sampel akan memecah
ikatan peptida substrat membentuk asam amino penyusunnya. Banyaknya asam amino yang
terbentuk dapat menyatakan aktivitas enzim protease. Semakin banyak asam amino yang
terbentuk maka semakin besar aktivitas enzim proteasenya. Setelah itu, seluruh larutan yang
berada dalam tabung reaksi diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit. Enzim dapat
mengkatalisis reaksi pemecahan protein kompleks tersebut dapat dibantu dengan inkubasi
pada suhu 37oC karena pada suhu tersebut, enzim bekerja secara optimum. Jika inkubasi
dilakukan diatas suhu optimumnya, maka enzim akan terdenaturasi. Jika diinkubasi dibawah
suhu optimumnya, maka enzim akan terinaktivasi sehingga aktivitas enzimnya tidak dapat
ditentukan. Pada saat inkubasi, di dalam campuran terjadi hidrolisis protein oleh enzim
protease. Setelah diinkubasi, masing-masing sampel ditambahkan 2,5 mL trikloroasetat
(TCA) 8% yang berfungsi sebagai inhibitor untuk memutuskan rantai ikatan peptida yang
panjang pada protein menjadi rantai peptida yang lebih pendek sehingga proses hidrolisis
terhenti dengan ditandai munculnya cloudy solution (larutan berawan) berwarna putih yang
berarti ikatan peptida panjang telah terputus dan hidrolisis terhenti. Kemudian, masing-
masing sampel disaring menggunakan corong saring untuk memisahkan endapan dan filtrat.
Filtrat yang diperoleh merupakan asam amino dari substrat yang dipecah.

Prosedur selanjutnya yaitu filtrat yang didapat diukur serapannya dengan


menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 280 nm. Blanko yang
digunakan dalam percobaan ini adalah larutan buffer fosfat pH 7,6 dan kontrol yang
digunakan adalah akuades yang diperlakukan sama seperti sampel (ekstrak kasar, ekstrak
pengendapan, fraksi 4,5,6,11, dan 14). Dari hasil pengukuran tersebut, diperoleh data
absorbansi seperti yang tertera pada tabel 4.1.2.2. Dari data absorbansi tersebut, dapat
diketahui aktivitas enzim melalui nilai aktivitas unitnya. Aktivitas unit menyatakan jumlah
enzim yang menyebabkan kenaikan 0,001A unit/menit di atas blanko. Dari tabel tersebut,
dapat dilihat bahwa fraksi yang menunjukkan aktivitas enzim adalah fraksi 4 dengan nilai
aktivitas unit 8,1333 unit/mL. Hal tersebut menandakan bahwa pada fraksi tersebut, terdapat
banyak enzim protease yang memecah protein menjadi asam amino. Sedangkan pada fraksi 5
, nilai aktivitas unit nya adalah 0,4667 yang berarti bahwa pada fraksi tersebut, hanya sedikit
terdapat aktivitas enzim protease.

Prosedur selanjutnya, yaitu pembuatan larutan baku untuk mendapatkan persamaan


regresi linier yang digunakan untuk mengetahui konsentrasi sampel. Caranya adalah dengan
menimbang padatan Bovine Serum Albumin (BSA) sebanyak 40 mg dan dilarutkan dalam 10
mL akuades pada labu ukur 10 mL sehingga didapatkan larutan standar BSA 4 mg/mL.
Larutan Standar BSA tersebut kemudian diencerkan menjadi (0,1;0,5;1;1,5;2)mg/mL. Untuk
pengenceran variasi konsentrasi BSA tersebut dipipet secara berurutan sebanyak
(0,025;0,125;0,250;0,375;0,5)mL, dan ditambahkan akuades hingga volumenya
1mL,sehingga didapatkan Larutan Standar BSA (0,1;0,5;1;1,5;2)mg/mL. Larutan standar
BSA yang diencerkan tersebut kemudian dipipet sebanyak 0,1 mL dan ditambahkan 2,5 mL
pereaksi C yang berisi larutan A (natrium karbonat 2% dalam natrium hidroksida 0,1 N) dan
larutan B (kupri sulfat pentahidrat 0,5% dalam Na-K tartat 1%) pada tiap variasi konsentrasi,
lalu dikocok menggunakan vortex dan didiamkan selama 10 menit. Setelah itu, ditambahkan
0,25 mL pereaksi D yang berisi larutan follin ciocalteu/fosfomolibdat-fosfowalframat, diaduk
dengan menggunakan vortex hingga didapatkan warna biru yang makin pekat sesuai dengan
konsentrasi tiap larutan standar BSA. Diamkan hingga 30 menit lalu ukur dengan
spektrofotometer uv-vis pada panjang gelombang 750 nm, dengan menggunakan blanko yaitu
akuades yang diperlakukan sama seperti variasi konsentrasi BSA yang diencerkan.
Didapatkan absorbansi blanko = 0 , dan absorbansi untuk tiap variasi konsentrasi
(0,1;0,5;1;1,5;2)mg/mL adalah 0,06;0,213;0,399;0,515;0,582. Dan didapatkan persamaan
regresi linier y=0,2789x+0,0694 dengan R2 = 0,9637.

Prosedur terakhir yang dilakukan yaitu penentuan kadar protein dari paya
menggunakan metode Lowry. Pada metode Lowry, terjadi dua tahap reaksi. Pertama adalah
reaksi biuret, yaitu pembentukan kompleks antara ion Cu2+ dengan gugus -NH dari protein
pada rantai peptida dalam suasana basa. Adanya ion Cu2+ dari larutan CuSO4 dan basa dari
NaOH menyebabkan terbentuknya kompleks berwarna ungu. Biuret merupakan hasil
pemanasan urea pada suhu 180°C. Kedua yaitu reaksi reduksi follin-ciocalteu (fosfomolibat
dan fosfowalframat) disebabkan karena terdapat asam amino tirosin dan triptofan. Berikut
reaksi yang terjadi pada uji biuret:

(Mckee & Mckee, 1999)

Langkah pertama yaitu ekstrak kasar, ekstrak pengendapan, dan fraksi 4,5,6,11, dan
14 diambil sebanyak 0,1 mL menggunakan mikropipet lalu dimasukkan ke dalam tabung
reaksi yang berbeda. Setelah itu, ditambahkan pereaksi C yang berisi campuran larutan A
(natrium karbonat 2% dalam natrium hidroksida 0,1 N) dan larutan B (kupri sulfat
pentahidrat 0,5% dalam Na-K tartat 1%) sebanyak 2,5 mL kemudian dikocok dengan
menggunakan pengocok vortex dan didiamkan selama 10 menit pada suhu ruang agar reaksi
dapat berlangsung sempurna. Pereaksi A (berisi Natrium karbonat 2% dalam Natrium
hidroksida 2N) berfungsi sebagai pemberi suasana basa pada reaksi pembentukan senyawa
kompleks antara Cu2+ dengan gugus -NH dari rantai peptida pada protein dan pereaksi B
(berisi Kuprisulfat pentahidrat 0.5 % dalam Na-K tartat 1%) berfungsi sebagai sumber ion
Cu2+. Selanjutnya, ditambahkan pereaksi D (larutan folin-ciocalteu) ke dalam tabung reaksi
sebanyak 0,25 mL kemudian dikocok kembali dengan pengocok vortex dan didiamkan
selama 30 menit pada suhu ruang agar reaksi reduksi follin ciocalteu berjalan sempurna.
Pereaksi D (berisi larutan follin ciocalteu/fosfomolibdat-fosfowalframat) yang akan direduksi
oleh asam amino tirosin dan triptofan yang berasal dari molekul protein. Setelah pengocokan,
dihasilkan larutan kompleks berwarna biru yang menandakan bahwa proses telah selesai.

Langkah berikutnya yaitu larutan kompleks biru diukur absorpsi dalam penentuan
kadar protein pada panjang gelombang maksimum 750 nm dengan spektrofotometer UV-Vis.
Panjang gelombang digunakan pada 750 nm karena pereaksi folin-ciocalteu yang berwarna
biru akan terdeteksi pada panjang gelombang tersebut dan mempunyai absorbansi
maksimum.Pengukuran absorbansi ini menggunakan akuades sebagai blanko yang diberi
perlakuan yang sama. Berdasarkan hasil spektrofotometer UV-Vis, didapatkan nilai serapan
untuk blanko, ekstrak kasar, ekstrak pengendapan, fraksi 4, fraksi 5, fraksi 6, fraksi 11, dan
fraksi 14 berturut-turut adalah 0,014A; 0301A; 0,099A; 0,283A; 0,030A; 0,062A; 0,092A;
dan 0,092A. Setelah didapat nilai absorbansi, kadar protein dapat ditentukan menggunakan
persamaan regresi y = 0,2789x + 0,0694 dimana y merupakan absorbansi sampel dan x
merupakan kadar protein. Sesuai perhitungan tersebut didapatkan kadar protein ekstrak kasar,
ekstrak pengendapan, fraksi 4, fraksi 5, fraksi 6, fraksi 11, dan fraksi 14 berturut-turut adalah
mg mg mg mg mg
0,8304 /mL; 0,1061 /mL; 0,7659 /mL; -0,1412 /mL; -0,0265 /mL; 0,0810
mg mg
/mL;dan -0,0194 /mL. Berdasarkan hasil percobaan tersebut, dapat dihitung persentase
perolehan dari ekstrak kasar, ekstrak pengendapan, fraksi 4, fraksi 5, fraksi 6, fraksi 11, dan
fraksi 14 berturut-turut adalah 100 %; 500%; 6.310,2646%; 362,0917%; 2.224,1446%;
1.603,4603%; dan 2.2758,8165%. Berikutnya, percobaan ini didapatkan kemurnian dari
ekstrak kasar, ekstrak pengendapan, fraksi 4, fraksi 5, fraksi 6, fraksi 11, dan fraksi 14
berturut-turut adalah 1; 7,8266; 2,2805; -0,7098; -23,2319; 5,4795; dan -32,4716. Hasil
tersebut kemungkinan terjadi karena tidak adanya puncak protein yang jelas pada saat
pengukuran aktivitas enzim. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena larutan yang
dimasukkan ke dalam kolom terlalu sedikit dan menjadi terlalu encer. Selain itu, hasil ini
kemungkinan terjadi karena pada saat preparasi sampel larutan paya, paya tidak sepenuhnya
larut sehingga kadar protein yang terdeteksi menjadi sangat sedikit. Selain itu juga, hasil ini
kemungkinan didapat karena proses kromatografi yang tidak berjalan sempurna sehingga
proses pemisahan protein tidak terjadi secara sempurna.
DAFTAR PUSTAKA

Arbianto, P. (1989). Dalam Biokimia Konsep - Konsep Dasar (hal. 222 - 225). Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan TInggi.
Ellya, E. (2010). Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Trans Info Media.
Fitriani. (2006). Profil Asam Lemak Omega-3 Dalam Hati Ikan Manyung (Arius hnalassinus) yang
Mengalami Pemanasan Pasteurisasi (Blanching). Semarang: Tugas Akhir N.
Gupta, R., Beg, Q.K., & Lorenz, P. . (2002). Bacterial alkaline proteases: molecular approaches and
industrial application. . Appl Microbiol Biotechnol, 59:15-32.
Lay, B. W & Sugyo, H. (1992). Mikrobiologi. Jakarta: Rajawali Pers.
Lehninger, A.L. (1982). Dasar - Dasar Biokimia Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Martoharsono & Soeharsono. (1997). Biokimia Jilid 1. Yogyakarta: UGM Press.
Mc Gilvery., Robert, W., Goldstein., & Gerald, W. (1996). Biochemistry A Functional Approuch 3rd
Edition. Surabaya: Airlangga University Press.
McKee, T & J.R. McKee. (1999). Biochemistry : An Introduction 2nd edition. USA: The McGraw-
Hill Companies, Inc.
Moon SH & Parulekar SJ. (1993). Some Observation On Protease Producing In Continuous
Suspention Cultures of Bacillus firmus. . Biotechnology and Bioengineering, 41. 43-45.
Nagodawithana & Reed. (1993). Enzymes in Food Processing (Food Science and Technology). Tulsa,
PennWell Books: Oild Processing, Crude Oil.
Orten, J. M & O. W. Neuhaus. (1970). Biochemistry. Saint Luois. 430 - 435: Mosby Company.
Page, D.S. (1989). Prinsip - Prinsip Biokimia. Jakarta: Erlangga.
Pelczar, M. J & Chan, E.C.S. (2005). Dasar - Dasar Mikrobiologi Jilid 2 . Jakarta: UI-Press.
Podjadi, A. (1994). Dasar - Dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga.
Rao, M.B., Tanksale, A.M., Ghatge, M.S., dan Deshpande, V.V. (1998). Molecular and
biotechnological aspects of microbial proteases. Microbiology and Molecular Biology
Reviews, 62:597-635.
Rodwell, V. W. (1987). Harper's Review of Biochemistry. Jakarta: EGC Kedokteran .
Said, M.I., & Likadja, J.C. (2012). Isolasi dan Identifikasi Bakteri yang Berpotensi sebagai Penghasil
Enzim Protease pada Industri Penyamakan Kulit Pt. Universitas Hasanuddin Makassar : Adhi
Satria Abadi (Asa), Yogyakarta, Makalah Ilmiah Fakultas Peternakan.
Wilson, K & Walker, J. (2000). Principle and Techniques Of Prcatical Biochemistry 5th Edition.
England: Cambrigde University Press.
Winarno, F. G. (1989). Enzim Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Winarno, F. G. (1991). Kimia Pangan dan Gizi . Jakarta: Gramedia.
Wolfe, S. L. (1993). Molecular and Cellular Biology. California: Wadsworth Publishing Company.

Anda mungkin juga menyukai