Anda di halaman 1dari 2

Dalam Dua Hari, Aku lebih Mengaguminya

Pernah ku menulis dalam Twitter, "Udah 6 tahun loh, masih aja diam2 aja ... Liatin, cemburu dari
kejauhan wkwk emang susah ngungkapin. Bye" ingin ku mention orangnya, tapi ya namanya secret
admiror, ya tetap susah. Dan teman-temanku pada menjawab, "ungkapin!". 6 tahun lamanya ku tak
keberatan dan menurutku sekarang sudah waktunya aku mengungkapkan apa yang kurasa selama ini.
Karena ku tak ingin berakhir seperti suatu cerita pendek, tentang seorang Fajar yang “terlambat”
mengungkapkan perasaannya kepada Senja, wanita idamannya. Sampai Senja menikah dengan orang
lain kemudian ditinggal meninggal oleh suaminya. Dan suatu saat keduanya saling bertemu, Fajar
mengungkapkan perasaannya, tapi sebuah pertengkaran hebat terjadi. Senja kecewa kepada sang
Fajar, kenapa baru mengungkapkannya sekarang, padahal pria idaman yang sedang ditunggunya
adalah Fajar. Kemudian Senja mengakhiri pertemuan itu dengan kalimat, “Sesuatu yang terlambat,
mungkin memang tidak perlu dimulai”. Mungkin ini adalah cerita penyesalan yang hampir tak kuasa
kuterima. So, I make a plan.
Kumulai berbicara dengan diriku sendiri, lalu ngebayangin bakal naik bianglala yang tinggi berdua
sambil menikmati pemandangan sunset yang begitu hangat, "Tal, hmmm... sebenarnya ada yang
pengen aku ucapin ke kamu" Ku mulai senyum sendiri, sangat konyol kalau ngebayangin aku tiba-
tiba berbuat demikian. "Hmmm... Tapi kalau aku udah ngucapin ini, anggap aja aku nggak pernah
ngucapin" kepalaku pusing tak karuan memikirkan kata-kata selanjutnya, "Jadi, selama 6 tahun ini
kamu yang jadi sumber semangatku dan salah satu patokan buat aku meraih lebih baik lagi. Ku
mengagumi setiap langkah yang kamu ambil dan pemikiranmu yang begitu dewasa”, kemudian aku
begitu lega, “Tapi hmm… jangan berubah ya! Inget kataku di awal, aku cuman pengen ngungkapin
perasaanku hehe, dan menurutmu gimana?” Aku menebak, mungkin dia bakal terdiam, dan ketawa-
ketawa. Memang dia sahabat yang lebih dari sahabatku.
***
Waktupun berlalu, tiba saatnya kita bertemu. Kita berjanji akan bertemu di stasiun Duri lalu pergi ke
suatu tempat. Aku melihatnya sedang duduk dan asik dengan tabnya, memang beberapa hari
sebelumnya dia bilang lagi suka baca. Dia begitu cantik dengan rias make up natural di wajahnya, dia
begitu elegan dibalut pakaian hitam garis-garis. Dia melihatku, sontak ku terkaget, karena tengah
memandanginya dari kejauhan. Kita saling melambaikan tangan dan aku menghampirinya. Kemudian
bincang-bincang sebentar dan seperti biasa logat Jawanya masih kental, dan bahasanya yang membuat
orang nyaman berbincang dengannya.
Hari ini mungkin menjadi hari yang tak akan pernah kulupakan, aku pergi berdua bersamanya,
mengantar ke kampus impian kita berdua, Universitas Indonesia. Di perjalanan naik commuter line,
dia bercerita banyak tentang drama kehidupannya. Seperti biasa, aku selalu tertarik dengan apa yang
dia ceritakan. Dia menceritakan perjalanannya berhasil move on dengan pacar sekaligus temanku saat
di SMA. Kemudian bertemu sahabat hijrah yang menemaninya di tempat kerjanya sekarang. Dia dan
kedua sahabatnya begitu sering mengikuti kajian dan berkegiatan bersama. Tapi sisi menariknya di
sini, ada seorang pria di sana yang cukup dia kagumi.
Seseorang yang membuatku penasaran selama ini di cuwitan twitternya, secara gamblang dia
ceritakan. Aku sempat cemburu, saat dia sedang kagum dengan seorang laki-laki, tapi balik lagi, siapa
aku? Namun belakangan yang kutahu cuwitannya berisi kesedihan, tapi tetap menerima apa yang
terjadi. Kini kutahu ceritanya, seorang laki-laki itu telah mengirim undangan pernikahan bertuliskan
nama dia dengan sahabatnya. Berjam-jam aku mendengar ceritanya, tapi tak pernah bosan aku
memperhatikannya. Dia bahagia kedua sahabatnya telah menikah. Padahal dia selalu menyelipkan
nama laki-laki itu dalam doanya, tapi dia ingin yang terbaik untuk laki-laki tersebut. Jadi memang
pantas sahabat perempuannya menikah dengan sahabat laki-lakinya, kerena sahabatnya memang
perempuan yang menurutnya lebih baik darinya. Dari ceritanya dia mengambil nilai, bahwasannya
jangan sampai berharap kepada manusia, dan Allah selalu memberikan rencana yang terbaik daripada
rencana kita.
Waktu tak terasa berlalu, kita sampai di tempat tujuan. Jantungku berdetak kencang dan selalu salah
tingkah di hadapannya. Aku tak kehabisan akal, kemudian membuat topik pembicaraan baru tentang
sebuah pernikahan dan jenjang karir kehidupannya. Dan aku terkejut lagi, dia telah merencanakan
kehidupannya dengan sangat baik dibandingkan aku, iya memang dia wanita idaman. Dia ingin
melanjutkan belajarnya sebelum menikah, kemudian dia berpikir, “Mungkin karena keinginan
belajarku tinggi, Allah ingin aku belajar dahulu sebelum aku menikah”. Kita berjalan menuju gedung
fakultas, aku bahagia, ternyata dia masih ingat jurusan impianku

Anda mungkin juga menyukai