Anda di halaman 1dari 23

STUDI TRANSFORMASI PASANG SURUT DARI PERAIRAN LEPAS KE

PERAIRAN DANGKAL DI DELTA BERAU DAN SEKITAR PERAIRAN PULAU


DERAWAN

PROPOSAL TUGAS AKHIR


Disusun untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti UAS
mata kuliah Kolokium (OS4091)

oleh:
Muhammad Suharto Rijalul Faiq Yasna
12915037

PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

STUDI TRANSFORMASI PASANG SURUT DARI PERAIRAN LEPAS KE


PERAIRAN DANGKAL DI DELTA BERAU DAN SEKITAR PERAIRAN PULAU
DERAWAN

PROPOSAL TUGAS AKHIR


Disusun untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti UAS
mata kuliah Kolokium (OS4091)

oleh:
Muhammad Suharto Rijalul Faiq Yasna
12915037

Bandung, September 2019


Telah diperiksa dan disetujui

Pembimbing

Dr. Ayi Tarya, S.Si., M.Si.


NIP 19770510 200604 1 002

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................................................. i


DAFTAR ISI .................................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................ 1

1.2 Tujuan ..................................................................................................................................... 2

1.3 Ruang Lingkup Masalah ......................................................................................................... 2

1.4 Sistematika Penulisan ............................................................................................................. 2

BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................................................... 3


2.1 Pasang surut ............................................................................................................................ 3

2.2 Gaya pembangkit pasang surut ............................................................................................... 3

2.3 Komponen pasang surut .......................................................................................................... 4

2.4 Komponen pasang surut perairan dangkal .............................................................................. 5

2.5 Tipe Pasang surut .................................................................................................................... 7

2.6 Kondisi Umum Delta Berau .................................................................................................... 2

2.7 Studi Terdahulu ....................................................................................................................... 3

BAB III METODOLOGI ................................................................................................................ 6


3.1 Daerah Kajian ......................................................................................................................... 6

3.2 Data yang Digunakan .............................................................................................................. 6

3.3 Alur Pengerjaan ...................................................................................................................... 9

BAB IV HASIL YANG DIHARAPKAN .................................................................................... 10


BAB V JADWAL PENGERJAAN TUGAS AKHIR.................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................... 12

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Gaya tarik-menarik antara dua benda ................................................................... 3


Gambar 2. 2 Hubungan Bentuk Delta dengan Fenomena Dominan Pembentuknya ................. 3
Gambar 3. 1 Peta Daerah Kajian................................................................................................ 6
Gambar 3. 2 Optical Monitoring Sonde 600 .............................................................................. 7
Gambar 3. 3 Penggunaan alat KELLER .................................................................................... 7
Gambar 3. 4 Diagram Alur Pengerjaan...................................................................................... 9

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Komponen-komponen pasang surut utama dan pasang surut perairan dangkal
(shallow water tides) ................................................................................................. 5
Tabel 2. 2 Komponen-komponen pasang surut perairan dangkal.............................................. 7
Tabel 3. 1 Data yang terkumpul ................................................................................................. 8
Tabel 5. 1 Rencana pengerjaan tugas akhir ............................................................................. 11

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Estuari merupakan salah satu ekosistem di kawasan pesisir yang memiliki produktivitas
tinggi, dimana terdapat banyak kehidupan yang sangat beragam di dalamnya (Rositasari dan
Rahayu, 1994). Salah satunya yaitu estuari menjadi tempat ikan-ikan untuk berpijah dan
mencari makan bahkan juga tinggal di dalamnya. Estuari juga mudah terganggu oleh tekanan
lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas manusia maupun dari proses-proses alam (Dahuri,
1992). Contoh dari pengaruh aktivitas manusia yaitu pengerukan pasir dan juga penebangan
hutan bakau akan kehidupan di wilayah estuari. Sedangkan contoh yang dari alam salah
satunya yaitu pengaruh pasang surut.
Pasang surut sangat mempengaruhi fluktuasi air di dalam ekosistem estuari. Pada
umumnya semakin tinggi amplitudo pasang surut maka semakin besar pula potensi
produktivitas. Gerakan bolak-balik dari air merupakan proses yang sangat berarti dalam
pembuangan limbah dari ekosistem tersebut dan pengangkutan makanan serta nutrien dari
lingkungan sekitarnya (Widyastuti dkk, 2012).
Pasang surut merupakan salah satu aspek penting dalam mempelajari karakteristik suatu
perairan. Informasi pasang surut ini bisa digunakan untuk kegiatan navigasi dan keperluan
pembangunan serta segala kegiatan yang dilakukan di perairan. Selain itu, keadaan fisik
perairan juga akan berpengaruh terhadap ekosistem di estuari.
Efek yang ditimbulkan pasang surut berbeda di setiap wilayah, meski perairan tersebut
semua terhubung dengan laut. Oleh karena itu, penulis mencoba untuk mencari perbedaan
karakteristik pasang surut perairan dari beberapa lokasi di sekitar Delta Berau dan Pulau
Derawan dengan menggunakan beberapa analisis parameter fisik air.
Daerah Delta Berau dan Pulau Derawan dipilih sebagai wilayah kajian karena
mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi di daerah tangkapan air dan di laut yang
berdekatan. Selanjutnya, hutan hujan Delta Berau akan ditebang di daerah resapan air dalam
skala besar untuk perkebunan kelapa sawit (Buschman dkk, 2011). Serta Sungai Berau terbagi
menjadi jaringan pasang surut, ini memungkinkan mempelajari aliran melalui jaringan pasang
surut. Selain itu, pemilihan beberapa lokasi kajian di Delta Berau dan Pulau Derawan untuk
melihat perbedaan pengaruh dan penjalaran pasang surut dari laut lepas ke hulu suatu delta.

1
1.2 Tujuan
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengkaji dinamika spasial pasang surut dari
laut lepas ke arah sungai yang meliputi komponen pasang surut utama serta komponen pasang
surut perairan dangkal (shallow water).

1.3 Ruang Lingkup Masalah


Ruang lingkup penelitian ini membahas tentang dinamika spasial pasang surut dari laut
lepas ke arah sungai di sepanjang Delta Berau dan sekitar Pulau Derawan yang meliputi
komponen utama serta komponen pasang surut perairan dangkal (shallow water) menggunakan
metode analisis data pasang surut. Data yang digunakan merupakan data lapangan di rentang
tertentu pada tahun 2006 dan 2007.

1.4 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan dalam proposal tugas akhir ini terdiri dari 5 bab, yaitu Bab 1
Pendahuluan yang berisikan latar belakang, tujuan, rumusan masalah, ruang lingkup masalah,
dan sistematika penulisan. Bab 2 Kajian Pustaka menjelaskan hasil studi pustaka tentang teori
dasar yang mendukung penelitian. Bab 2 juga berisikan tentang studi terdahulu yang berkaitan
dengan studi transformasi pasang surut. Bab 3 Metodologi menjelaskan tentang daerah kajian,
data penelitian, dan cara pengolahannya. Bab selanjutnya adalah Bab 4 Hasil yang Diharapkan,
berisikan tentang hasil yang ingin dicapai dari penelitian ini. Bab terakhir yaitu Bab 5 Jadwal
Pengerjaan Tugas Akhir yang memperlihatkan rencana pengerjaan penelitian dan penyusunan
Tugas Akhir dalam bentuk tabel.

2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pasang surut


Pasang surut adalah suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut
secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik antara
benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan. Pasang surut terutama
dihasilkan oleh adanya tarik menarik antara dua tenaga yang terjadi di lautan, gaya-gaya
tersebut adalah gaya sentrifugal (dorongan ke arah luar pusat rotasi) bumi dan gaya gravitasi
yang berasal dari bulan dan matahari. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari namun
gaya gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam pembangkitan
pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat dengan bumi daripada jarak matahari.
Ketika pasang surut air laut terjadi, maka air laut yang berada pada permukaan akan
mengalami pasang dan juga surut dalam waktu yang bergantian sesuai dengan siklusnya.
Biasanya, air akan mulai pasang ketika hari mulai malam, dimana bulan sudah mulai
menampakkan dirinya di ufuk barat, dan kemudian akan surut pada saat fajar dimana bulan
akan terbenam. Karena pasang surut terjadi secara periodik, maka kejadian pasang surut dapat
diramalkan.

2.2 Gaya Pembangkit Pasang Surut


Menurut Hukum Gravitasi atau Hukum Newton gaya tarik-menarik (F) antara dua
benda yang masing-masing bermassa m1 dan m2 dan berjarak r (Gambar 2. 1), dapat dinyatakan
dengan:

Gambar 2. 1 Gaya tarik-menarik antara dua benda


𝑚1 × 𝑚2
𝐹=𝛾 (2.1)
𝑟2

Dengan 𝛾 adalah suatu konstanta yang menyatakan gaya tarik antara dua satuan massa
yang berjarak satu satuan jarak. Misalkan bumi dengan radius 𝑎 dan massa 𝐸, dimana
diasumsikan massanya ini terkonsentrasi pada pusat bola bumi, maka gaya yang timbul pada
suatu partikel di permukaan bumi:

3
𝐸×1 (2.2)
𝐹=𝛾
𝑎2

Karena gaya tarik bumi pada suatu partikel per satuan massa di permukaan bumi sama
dengan berat partikel itu sendiri, yang merupakan hasil kali massa dengan perceparan gravitasi,
maka:

𝐹 = 𝑚𝑔 (2.3)
untuk 𝑚=1
𝐹=𝑔 (2.4)
sehingga didapatkan harga 𝛾 sebagai berikut:

𝐸×1 𝑎2 (2.5)
𝐹=𝛾 atau 𝛾 = 𝑔
𝑎2 𝐸

2.3 Komponen Pasang Surut


Fenomena pasang surut yang diamati di laut, pada hakekatnya merupakan superposisi
dari komponen-komponen pasang surut yang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari,
pengaruh batimetri, dan geometri pantai. Komponen-komponen pasang surut tersebut
mempunyai frekuensi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Berdasarkan hal tersebut maka
ada tiga komponen pasang surut utama, yaitu:
 Komponen pasang surut periode panjang, contohnya Mf dan Mm
 Komponen pasang surut diurnal, dimana dalam 1 hari terjadi 1 kali pasang surut dan 1
kali surut, contohnya K1, O1, P1.
 Komponen pasang surut semidiurnal, dimana dalam 1 hari terjadi 2 kali pasang dan 2
kali surut, contohnya M2, S2, N2, dan K2.
Selain tiga komponen utama tersebut, terdapat juga komponen pasang surut perairan
dangkal yang timbul akibat interaksi non-linear antara komponen-komponen pasang surut
diurnal dan semidiurnal serta disebabkan oleh pengaruh geometri dan batimetri pantai. Hasil
interaksi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. 1, dimana nilai kecepatan sudut M4 bernilai
mendekati dua kali kecepatan sudut M2 serta periode M4 mendekati setengah dari periode M2.

4
Tabel 2. 1 Komponen-komponen pasang surut utama dan pasang surut perairan dangkal
(shallow water tides)
(Sumber: Ali, dkk., 1994)
Jenis, nama, dan simbol Kecepatan sudut Periode
komponen-komponen pasut (derajat/jam) (jam)
Semi diurnal
1. Principal Lunar (M2) 28,9841 12,42
2. Principal Solar (S2) 30,0000 12,00
3. Larger Lunar Eliptic (N2) 28,4397 12,66
4. Luni Solar (K2) 30,0821 11,97
Diurnal
1. Luni Solar (K1) 15,0411 23,33
2. Principal Lunar (O1) 13,9430 25,82
3. Principal Solar (P1) 14,9589 24,07
Long Period
1. Diurnal Fortnightly (Mf) 1,0980 327,82
2. Lunar Monthly (Mm) 0,5444 661,30
3. Solar Semi Annual (Ssa) 0,0821 2191,43
Shalow Water
1. 2SM2 31,0161 11,61
2. MNS2 27,4240 13,13
3. MK3 44,0250 8,18
4. M4 57,9680 6,21
5. MS4 58,0840 6,20

2.4 Komponen Pasang Surut Perairan Dangkal


Pada saat memasuki perairan dangkal, seperti sungai atau estuari, arus pasang surut dan
batimetri saling berinteraksi, sehingga kecepatan gelombangnya akan sangat bergantung pada
kedalaman perairan. Semakin dangkal perairan, maka kecepatan penjalarannya akan semakin
kecil. Kedalaman perairan akan lebih besar pada saat pasang daripada saat surut yang
menyebabkan penjalaran gelombang akan lebih cepat pada saat air pasang daripada air surut
(Ali, dkk., 1994).

5
Proses tersebut menyebabkan komponen diurnal (K1, O1, dan P1) dan semidiurnal (M2,
S2, N2, dan K2) akan saling berinteraksi satu sama lain atau dengan komponen itu sendiri dan
membentuk komponen pasang surut perairan dangkal seperti S4, MS4, MK3, dan M4
(Mohamad, 2012).
Komponen pasang surut di perairan dangkal terbagi menjadi dua, yaitu overtide dan
compound tide. Overtide dan compound tide merupakan proses fisis non-linier yang dominan
di beberapa daerah pesisir dan dapat menghasilkan pasang dan surut yang asimetris karena
waktu pasang yang lebih pendek daripada waktu surut (Mohamad, 2012).
a. Overtide
Overtide adalah komponen pasang surut harmonik dimana lajunya merupakan
perkalian eksak dari laju suatu komponen dasar pasang surut yang dibangkitkan dari gaya
pembangkit pasang surut. Biasanya overtide ini muncul atau dominan di perairan dangkal.
Faktor-faktor seperti gesekan dan morfologi dari perairan membangkitkan komponen overtide
seperti M4 (Mandang dan Yanagi, 2007). Overtide yang biasa ditinjau dalam analisis pasang
surut adalah dibangkitkan oleh komponen utama principal lunar (M2) dan solar semidiurnal
(S2) dengan lambang M4, M6, M8, S4, S6, dst. Komponen pasang surut M4 termasuk ke dalam
kategori overtide, yaitu komponen pasang surut yang kecepatan sudutnya 2 kali laju komponen
M2. Ada juga komponen pasut M6, yang lajunya 3 kali laju komponen M2, dan M8 yang
kecepatan sudutnya 4 kali dari kecepatan sudut M2 (Parker, 1991).
b. Compound Tide
Compound tide adalah suatu komponen yang terbentuk dari hasil interaksi antara
beberapa komponen pasang surut utama (primary constituents). Apabila dua komponen yang
berinteraksi merupakan komponen semidiurnal (M2 dan N2) maka akan menghasilkan
komponen pasang surut quarterdiurnal (MN4). Sedangkan interaksi antara M2 dan K1 akan
menghasilkan komponen pasang surut terdiurnal MK3 (Parker, 1991). Contoh komponen
pasang surut compound tide yang lain adalah MS4, 2MS2, 2SM6, dan 2MS6, keempat compound
tide tersebut merupakan hasil interaksi antara komponen pasang surut utama M2 dan S2, dan
termasuk komponen perairan dangkal. Ada juga MNS6 yang merupakan interaksi dari
komponen pasang surut M2, N2, dan S2. Tabel 2.2. menunjukkan compound tide dari interaksi
antara M2 dengan komponen astronomis N2, S2, K1 dan O1.
Untuk menghitung kecepatan sudut dan periode komponen perairan dangkal dapat
dilakukan dengan perhitungan yang sederhana. Kecepatan sudut (𝜎) rumusnya 360°/𝑇,
satuannya derajat per jam matahari (deg per solar hour). Jika periode komponen M2=12,42
jam, maka kecepatan sudutnya adalah 360°/12,42 = 28,985 derajat/jam. Maka
6
𝜎M4=2*28,985, dst. Sedangkan untuk compound tide seperti MS4, 2SM2, DAN 2SM6 masing-
masing perhitungan kecepatan sudutnya sebagai berikut:
𝜎MS4= 𝜎M2+𝜎S2 (2.6)
𝜎2SM2= 𝜎S2-𝜎M2 (2.7)
𝜎2SM6= 2* 𝜎S2+𝜎M2 (2.8)
Tabel 2. 2 Komponen-komponen pasang surut perairan dangkal
(Sumber: Parker, 1991)
Menghasilkan komponen
M2 berinteraksi dengan
|𝜎M2-𝜎𝐶| |2𝜎M2-𝜎𝐶| |𝜎M2+𝜎𝐶| |2𝜎M2+𝜎𝐶| |4𝜎M2-𝜎𝐶|
M2 M4 M6 M8
N2 MN 2MN2 MN4 2MN6 4MN8
S2 MS 2MS2 MS4 2MS5 4MS8
K1 MK1 2MK3 MK3 2MK5 4MK7
O1 MO1 2MO3 MO3 2MO5 4MO7

Beberapa komponen perairan dangkal yang dihasilkan dari interaksi komponen pasang
surut utama memiliki nilai kecepatan sudut yang sama dengan komponen pasang surut utama.
Seperti interaksi antara M2 dan N2 yang menghasilkan MN4 yang memiliki nilai kecepatan
sudut yang sama dengan Mm. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan cara:

𝜎M2- 𝜎N2= 28,9841-28,4397 = 0,5444 (2.9)

Dimana 0,5444 merupakan nilai dari 𝜎Mm. Selain MN, berikut adalah beberapa
komponen perairan dangkal lain yang memiliki kecepatan sudut yang sama (Parker, 1991):

𝜎MN = 𝜎Mm 𝜎2O3= 𝜎MK3

𝜎MS = 𝜎Mf 𝜎MO3= 𝜎2MK3

𝜎MK1= 𝜎O1 𝜎MO5= 𝜎3MK5

𝜎MO1= 𝜎K1 𝜎4MO7= 𝜎3MK7

2.5 Tipe Pasang Surut


Tipe pasang surut yang timbul berbeda-beda, bergantung pada tempat dimana pasang
surut itu terjadi, Parker (1991) melakukan klasifikasi tipe pasang surut berdasarkan
perbandingan antara jumlah amplitudo komponen-kompobeb diurnal K1 dan O1 dengan jumlah

7
amplitudo komponen-komponen semidiurnal M2 dan S2. Perbandingan tersebut dinyatakan
dalam hubungan:

𝐾1 + 𝑀1 (2.10)
𝐹=
𝑀2 + 𝑆2

Berdasarkan harga 𝐹 (yang dikenal sebagai bilangan pembentuk Formzahl) tipe pasang surut
dibagi menjadi empat, yaitu:
1. 0 < 𝐹 < 0,25 : semidiurnal murni. Pasang surut yang dalam satu hari terjadi dua kali
pasang dan dua kali surut dengan tinggi hampir sama
2. 0,25 < 𝐹 < 1,5 : campuran condong berganda (mixed tide predominantly semidiurnal).
Pasang surut yang dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut, tetapi
terkadang terjadi satu pasang dan satu kali surut dengan memiliki tinggi dan waktu yang
berbeda.
3. 1,5 < 𝐹 < 3,0 : campuran condong tunggal (mixed tide predominantly diurnal). Pasang
surut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut, tetapi terkadang
dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu.
4. 𝐹 > 3,0 : diurnal murni. Pasang surut yang dalam satu hari hanya terjadi satu kali
pasang dan satu kali surut.

2.6 Kondisi Umum Delta Berau


Delta Berau terletak di Provinsi Kalimantan Timur berseberangan dengan Kepulauan
Derawan. Wilayah ini memiliki biodiversitas yang sangat tinggi di daerah tangkapan maupun
di laut lepas. Aliran Sungai Berau merupakan gabungan dari dua sungai yang berasal dari Desa
Gunung Tabur. Sungai Berau kemudian akan mengalir hingga menuju laut melewati cabang-
cabang yang disebut dengan delta. Delta merupakan endapan di muara yang terbentuk akibat
proses sedimentasi sehingga endapan tersebut membentuk daratan dan memecah aliran sungai
menjadi bercabang. Endapan tersebut terjadi akibat berkurangnya aliran air sungai saat
memasuki laut. Proses pembentukan delta terjadi secara perlahan selama beberapa tahun.

2
Gambar 2. 2 Hubungan bentuk delta dengan fenomena dominan pembentuknya
(Sumber: Sassi, 2013)
Dari Gambar 2.8 menunjukkan hubungan antara bentuk delta dengan fenomena
dominan yang berperan dalam pembentukannya. Jika melihat bentuk Delta Berau yang
menyerupai bentuk dari Delta Mahakam, maka dapat dikatakan bahwa Delta Berau merupakan
delta yang terbentuk akibat pengaruh aliran sungai dan pasang surut.

2.7 Studi Terdahulu


Mohamad (2012) mengkaji variasi spasial amplitudo elevasi dan arus komponen pasang
surut perairan dangkal yang disebabkan oleh interaksi antara komponen pasang surut utama
dengan batimetri dan perubahan area di Estuari Sungai Kapuas Kecil pada tanggal 1 Juni – 1
Juli 2005 dan 1 November – 1 Desember 2005. Kajian ini dilakukan dengan menggunakan
model hidrodinamika dua dimensi (2D). Pada batas terbuka digunakan data elevasi pasang
surut yang diperoleh dari Tidal Model Driver (TMD) berdasarkan hasil prediksi dari 4
komponen (M2, S2, O1, K1) debit Sungai Kapuas pada saat Q = 35,8 m3/det (November 2005)
dan Q = 4,63 m3/det (Juni 2005). Hasil model selanjutnya dianalisis harmonik untuk
mendapatkan nilai amplitudo elevasi dan arus komponen pasut perairan dangkal overtide (M4)
serta compound tide (MK3 dan MS4) dan dikaji variasi spasialnya sepanjang Estuari Sungai
Kapuas. Dari hasil simulasi diketahui bahwa tipe pasang surut yang terjadi di perairan sekitar
Estuari Kapuas adalah pasang surut campuran condong tunggal baik pada bulan Juni (Q = 4,63
m3/det) dengan nilai F = 2,18 maupun pada November (Q = 35,8 m3/det) dengan nilai F = 2,51.
Hasil simulasi memperlihatkan efek interaksi non-linier antara komponen pasut utama dengan
batimetri perairan dangkal, yaitu nilai amplitudo elevasi dan amplitudo arus komponen pasut

3
perairan dangkal overtide (M4 dan M6) dan compound tide (MK3 dan MS4) dan nilai
perbandingan amplitudo M4/ K1, MK3/ K1 dan MS4/ K1 membesar ke arah hulu sungai. Nilai
amplitudo elevasi komponen pasut perairan dangkal (M4, MK3 dan MS4) lebih tinggi pada saat
bulan Juni (Q = 4,63 m3/det) yaitu ketika debitnya kecil dibandingkan pada bulan November
(Q = 35,8 m3/det) ketika debitnya besar.
Widyastuti dkk. (2012) melakukan penelitian karakteristik pasang surut di Delta
Mahakam, studi kasus di Bekapai dan Tunu dengan metode admiralty. Pemilihan daerah studi
karena merupakan daerah operasi berbagai perusahaan minyak dan gas (Migas) serta
merupakan jalur navigasi banyak kapal. Selain itu, pemilihan Bekapai dan Tunu ditujukan
untuk melihat perbedaan pasang surut di suatu delta dengan pasang surut di lepas pantai. Data
yang digunakan berasal dari Total E&P Indonesie selama 15 hari, yaitu 1 s.d. 12 Januari 2010
untuk Bekapai, 1 s.d. 15 Februari 2008 untuk Tunu dengan interval data adalah 1 jam. Data
kemudian direvifikasi dengan data lapangan selama 29 hari, untuk Bekapai 1 s.d. 29 Januari
2010 dan Tunu 1 s.d. 29 Februari 2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bekapai dan
Tunu mempunyai tipe pasang surut yang sama, yaitu campuran condong ke semidiurnal. Tetapi
ampliduto pasang surut di Tunu lebih tinggi daripada Bekapai, yang diduga dikarenakan
batimetri Tunu lebih dangkal dibandingkan Bekapai. Perbedaan fasa yang terjadi
menginformasikan bahwa kondisi air tinggi (high water) akan tiba 15 menit lebih awal di
Bekapai dibandingkan di Tunu.
Nurrohim, dkk (2012) melakukan kajian intrusi air laut di kawasan pesisir Kecamatan
Rembang, Kabupaten Rembang untuk mengetahui distribusi spasial daerah yang terkena
dampak intrusi air laut dan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya intrusi air laut. Metode
yang digunakan adalah observasi, wawancara, dokumentasi, dan uji laboratorium terhadap 30
sampel air sumur dan penduduk sebanyak 90 orang. Hasil yang didapatkan adalah faktor yang
berpengaruh terhadap terjadinya intrusi air laut di kawasan pesisir Kecamatan Rembang, (1)
kondisi geologi pada wilayah dengan material alluvium; (2) kondisi geohidrologi pada wilayah
produktivitas ekuiver sedang; (3) kepadatan penduduk tinggi dan (4) penggunaan lahan
tambak. Jarak intrusi laut dari garis pantai menuju daratan yang mencapai dataran dari wilayah
penelitian mencapai 4 kilometer. Akan tetapi, faktor jarak tidak berpengaruh besar terhadap
terjadinya intrusi air laut du daerah penelitian, karena beberapa sampel tidak menunjukkan
adanya intrusi padahal dekat dengan pantai.
Buschman, dkk (2012) melakukan penelitian tentang variasi ketinggian muka air di
wilayah subtidal dan tidal yang dipengaruhi oleh aliran sungai dan pasang surut di Sungai
Berau, Kalimantan Timur. Data yang digunakan adalah data ketinggian air dan debit sungai
4
selama beberapa bulan. Dengan menggunakan beberapa regresi untuk pengolahan, evaluasi,
dan analisis data. Data observasi di wilayah tidal ketinggian muka air menunjukkan variasi 1
m saat neap tide dan 2,5 m saat spring tide. Tipe pasang surut di area kajian adalah tipe pasang
surut campuran condong semidurnal. Dalam perjalanannya menuju daratan, khususnya
ketinggian air minimum bertambah, dimana ketinggian air bertambah sedikit. Di wilayah
subtidal variasi ketinggian air yang dipengaruhi pasang surut mulai melemah dan terkadang
tidak ada pengaruh dari pasang surut. Pengaruh pasang surut terbesar terdapat di antara Batu-
Batu dan Gunung Tabur. Debit sungai yang tinggi akan meningkatkan gaya friksi rata-rata
harian. Secara umum, debit sungai saat puncak ebb dan puncak flood nilai kecepatannya sama.
Periode ebb lebih lama dibandingkan periode flood. Korelasi antara ketinggian air di Gunung
Tabur dan debit sungai di wilayah subtidal kecil. Hal ini diduga karena debit sungai di Berau
merespon dengan cepat hujan, debit sungai dianggap tidak terkontrol oleh pengaruh pasang
surut.

5
BAB III
METODOLOGI

3.1 Daerah Kajian


Daerah kajian pada penelitian ini adalah kawasan Delta Berau dan Pulau Derawan,
Kalimantan Timur yang secara geografis terletak diantara 117o36,0’ s.d. 118 o2,0 BT dan 2o
s.d. 2o16’ LU (Gambar 3. 1). Tanjung Redep, Batu-Batu, Semanting, Muara Tumbuk, dan
Pulau Derawan merupakan nama daerah sebagai titik lokasi pengukuran pasang surut yang
berada di sepanjang delta dan lepas pantai.

Gambar 3. 1 Peta daerah kajian

3.2 Data yang Digunakan


Data-data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data hasil dari pengukuran
langsung menggunakan alat Optical Monitoring Sonde (OMS) dan Keller. OMS untuk
mengukur turbiditas dan tekanan dalam arah vertikal, dan Keller untuk mengukur tekanan dan
temperatur dalam arah vertikal. Pengukuran dilakukan pada rentang waktu tertentu pada tahun
2007 dan 2006.
Pengukuran dilakukan secara terus-menerus dengan interval 5 menit dan 10 menit
menggunakan OMS model 600 yang diproduksi oleh YSI. OMS ditempatkan di dermaga

6
sekitar 1,5 m di atas dasar perairan dan di antara 2,5 m dan 4,5 m di bawah permukaan air
selama beberapa bulan. Meski dilengkapi dengan pembersih dan sangkar untuk melindungi
sensor, sinyal konduktivitas sering membaca peningkatan jumlah puncak yang salah di setiap
seri waktu. Sebagian besar puncak disebabkan oleh pengotoran biologis, dengan gulma,
ganggang, dan cangkang yang tumbuh pada intsrumen. Setelah data didapat dalam rentang
waktu tertentu, data kemudian dimasukkan ke dalam komputer.

Gambar 3. 2 Optical Monitoring Sonde 600


(Sumber: fondriest.com)

Pengambilan data menggunakan alat Keller. Data diukur tiap 5 menit. Dengan
menggunakan teknologi mikroprosesor terbaru, yang memberikan akurasi dan resolusi tinggi
untuk sinyal tekanan dan suhu dari sensor kedalaman dan sensor barometrik. Nilai yang terukur
dikompensasi secara matematis untuk semua kesalahan linearitas dan suhu sensor tekanan.

Gambar 3. 3 Penggunaan alat keller

7
Data yang terkumpul menggunakan alat pengukuran adalah sebagai berikut:

Tabel 3. 1 Data yang terkumpul


Titik Tanggal Durasi Alat
Kajian Mulai Selesai (hari)
Batu-batu 06 Oktober 2006 03 November 2006 28 OMS
03 November 2006 27 November 2006 24
31 Mei 2007 31 Juli 2007 61
01 Agustus 2007 04 September 2007 34
05 September 2007 25 September 2007 20
Semanting 23 September 2006 03 November 2006 41 OMS
19 November 2006 27 November 2006 8
30 Mei 2007 30 Juni 2007 31 Keller
31 Mei 2007 29 Juni 2007 29
30 Juni 2007 03 Agustus 2007 34
03 Agustus 2007 27 September 2007 55
Tanjung 22 September 2006 05 Oktober 2006 13 OMS
Redep 05 Oktober 2006 20 November 2006 46
20 November 2006 26 November 2006 6
12 Mei 2007 31 Mei 2007 19
04 September 2007 25 September 2007 21
27 September 2007 14 Februari 2008 140
Muara 30 Juni 2007 31 Juli 2007 31 OMS
Tumbuk 01 Agustus 2007 24 Agustus 2007 23

Data yang direkam menggunakan OMS adalah temperatur (oC), konduktivitas


(mS/cm), tekanan (psia) dan turbiditas (NTU), sedangkan data yang direkam menggunakan
KELLER adalah temperatur dan tekanan adalah temperatur (oC) dan tekanan (bar).

3.3. Metode Pengolahan Data


Pengolahan data pertama dilakukan untuk melihat kondisi pasang surut dari
pengukuran di beberapa titik lokasi di Delta Berau dan sekitar Pulau Derawan. Data yang
didapatkan dari OMS yaitu konduktivitas bisa digunakan untuk menentukan nilai salinitas dan
tekanan untuk menjadi data kedalaman menggunakan perangkat lunak MATLAB, dengan
beberapa koreksi yang diberikan. Setelah data yang sudah dikoreksi didapatkan, maka diplot
terhadap waktu. Data KELLER yang didapatkan adalah temperatur dan tekanan kemudian
diolah menggunakan perangkat lunak MATLAB untuk mendapatkan elevasi muka air laut.
Data pasang surut akan diplot secara time series untuk melihat dinamika elevasi muka
air selama observasi. Hasil plot tersebut kemudian akan dibandingkan dengan hasil plot elevasi
muka air secara regional Delta Berau dan sekitar Pulau Derawan (Gambar 3. 1). Dari hasil

8
pengolahan data pasang surut juga dapat diketahui komponen pasang surut dominan pada titik-
titik lokasi kajian (Gambar 3. 1). Setelah itu dapat diketahui dinamika komponen pasang surut
dari laut lepas ke perairan dangkal. Dari hasil yang didapatkan, maka dapat ditentukan
prosentase perubahan komponen pasang surut.

3.3 Alur Pengerjaan

Gambar 3. 4 Diagram alur pengerjaan

9
BAB IV
HASIL YANG DIHARAPKAN

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu dinamika elevasi muka air laut pasang
surut di tiap titik lokasi kajian di Delta Berau dan sekitar Pulau Derawan (Gambar 3. 1). Selain
itu, dapat dapat diketahui komponen pasang surut dominan yang mempengaruhi terjadinya pola
pasang surut. Pada penjalaran pasang surut dari laut ke perairan dangkal akan terbentuk
komponen pasang surut di perairan dangkal, untuk itu akan dibandingkan perubahan komponen
pasang surut di tiap titik kajian. Kemudian dianalisis mengapa terjadi perubahan tersebut dan
pengaruhnya terhadap pola pasang surut yang terjadi di lokasi titik kajian.

10
BAB V
JADWAL PENGERJAAN TUGAS AKHIR

Dalam menjalankan penelitian dibutuhkan rencana kegiatan pengerjaan penelitian


sebagai titik acuan dan target. Berikut dilampirkan jadwal pengerjaan penelitian dimulai dari
tahapan penyusunan proposal tugas akhir (TA) pada Bulan September 2019 hingga rencana
Sidang Akhir pada Bulan Desember 2019.

Tabel 5. 1 Rencana pengerjaan tugas akhir

11
DAFTAR PUSTAKA

Ali, M., Mihardja, D.K., Hadi, S., 1994, Pasang Surut Laut, Institut Teknologi Bandung,
Bandung
Buschman, F. A., 2011, Flow and sediment transport in an Indonesian tidal network, Utrecht
University.
Dahuri, R., 1992, Strategi Penelitian Estuari di Indonesia, Pros, Loka. Nas. Peny. Prog. Pen.
Bio, Kelautan dan Proses Dinam.Pesisir, Universitas Diponegoro: Semarang.
Hadi, S. dan I. M. Radjawane, 2009, Arus Laut, Program Studi Oseanografi Institut Teknologi
Bandung, Bandung.
Mohamad, R. P., 2012, Kajian Komponen Pasang Surut Perairan Dangkal di Estuari Sungai
Kapuas Kecil, Program Studi Oseanografi Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Nurrohim, A., Tjaturahono B. S., dan Wahyu S., 2012. Kajian Intrusi Air Laut di Kawasan
Pesisir Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang, Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu
Sosial, Universitas Negeri Semarang.
Parker, B.B., 1991, Tidal Hydrodynamics, U.S. Department of Commerce, Rockville,
Maryland. John Wiley & Sons, Inc.
Rositasari, R., dan Rahayu, S.K. 1994. Sifat-Sifat Estuari dan Pengelolaannya. Oseana. Vol.
29 (3): 21-31.
Sassi, M. G., 2013, Discharge regimes, tides and morphometry in the Mahakam delta channel
network.
Van Rijn, L. (1990) : Principles of Fluid Flow and Surface Wave in Rivers, Estuaries, Seas,
and Ocean. Aqua Publication.
Widyastuti, M. S., Nining S. N., dan R. Rinaldi, 2012, Karakteristik Pasang Surut di Delta
Mahakam (Studi Kasus di Bekapai dan Tunu), Program Studi Oseanografi Institut
Teknologi Bandung, Bandung.

12

Anda mungkin juga menyukai