Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Segala puja hanya bagi Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Berkat limpahan karunia nikmatNya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang

berjudul “Perkembangan Kritik Sastra Arab pada Masa Pra-Islam hingga Masa

Modern” dengan lancar. Penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas

Mata Kuliah Stilistika yang dibimbing oleh Abdul Wahid, M.Hum

Kami menyadari masih banyak kekurangan dan kekeliruan di dalam

penulisan makalah ini, baik dari segi tanda baca, tata bahasa maupun isi. Sehingga

kami secara terbuka menerima segala kritik dan saran positif dari pendengar

maupun pembaca.

Demikian apa yang dapat kami sampaikan. Semoga makalah ini dapat

bermanfaat untuk teman-teman umumnya, dan untuk kami sendiri khususnya.

Pinrang, 08 November 2019

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................................... i

Daftar isi ................................................................. Error! Bookmark not defined.

Bab I Pendahuluan ................................................. Error! Bookmark not defined.

A. Latar belakang ............................................ Error! Bookmark not defined.

B. Rumusan masalah....................................... Error! Bookmark not defined.

C. Tujuan penulisan ........................................ Error! Bookmark not defined.

Bab II Pembahasan ................................................. Error! Bookmark not defined.

A. Arab Masa Pra Islam dan setelah datangnya Islam .. Error! Bookmark not

defined.

B. Masa Abbasiyah ......................................... Error! Bookmark not defined.

C. Masa modern .............................................. Error! Bookmark not defined.

Bab III Penutup ...................................................... Error! Bookmark not defined.

A. Kesimpulan ................................................ Error! Bookmark not defined.

B. Saran ........................................................... Error! Bookmark not defined.

Daftar Pustaka ........................................................ Error! Bookmark not defined.

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kritik sastra adalah salah satu cabang ilmu sastra untuk

menghakimi suatu karya sastra. Kritik sastra mencakup penilaian guna

memberi keputusan bermutu atau tidaknya suatu karya sastra. Kiritk sastra

memungkinkan suatu karya dapat dianalisis, diklasifikasi dan akhirnya

dinilai oleh seorang kritikus sastra yang menguraikan pemikiran, paham-

paham, filsafat, pandangan hidup yang terdapat dalam suatu karya sastra.

Sebuah kritik sastra yang baik harus menyertakan alasan-alasan dan bukti-

bukti baik langsung maupun tidak langusng dalam penilaiannya.

Kegiatan kritik sastra pertama kali dikatakan oleh bangsa Yunani

yang bernama Xenophanes dan Heraclitus. Mereka mengecam pujangga

Yunani yang bernama Homerus yang gemar menceritakan kisah dewa-

dewi. Para pujangga Yunani menganggap karya-karya Homerus tidak baik

dna bohong. Peristiwa kritik sastra ini diikuti oleh kritikus-kritikus

berikutnya di Yunani seperti Aristophanes (450-385 SM), Plato (427-347

SM), dan Aristoteles (384-332 SM).

Sedangkan di Indonesia, istilah kritik sastra secara akademis baru

dikenal pada sekitar awal abad ke-20, setelah para sastrawan memperoleh

pendidikan sastra di negara Barat.

Itulah penjelasan singkat mengenai sejarah kritik sastra secara

umum. Sedangkan pada makalah kali ini secara khusus kami akan

iii
membahas tentang perkembangan kritik sastra arab dari masa pra-Islam

hingga masa modern.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perkembangan kritik sastra Arab pada masa Jahiliyah dan

setelah munculnya Islam ?

2. Bagaimana perkembangan kritik sastra Arab pada masa Abbasiyah ?

3. Bagaimana perkembangan kritik sastra Arab pada masa modern ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui perkembangan kritik sastra Arab pada masa

Jahiliyah dan setelah munculnya Islam.

2. Untuk mengetahui perkembangan kritik sastra Arab masa Abbasiyah.

3. Untuk mengetahui perkembangan kritik sastra Arab pada masa

modern.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Kritik Sastra Arab pada Masa Pra-Islam dan Setelah

Datangnya Islam

Dalam sejarah kritik sastra Arab, kritik sastra telah muncul sejak

masa Jahiliyah (pra-Islam) khususnya dalam moment Pasar Raya Ukaz

yang tidak hanya berfungsi sebagai pasar material. Tetapi juga sastra dan

budaya yang melahirkan karya sastra Al-mu’allaqat (karya sastra

monumental yang digantung di dinding Ka’bah).

Masa Jahiliyah, terkenal dengan puncak masa kreatifitas dna

imajinasi penyair. Para penyair saat itu begitu terkenal dengan fashahah

(kefasihan), hasan al ibda’ (memiliki kreatifitas yang bagus), jamal fi al

uslub (gaya bahasa yang mempesona).

Para penyair di kalangan masyarakat Jahiliyah, ibarat seorang Nabi

di kalangan Umatnya. Mereka begitu diagung-agungkan, disanjung, serta

perkataannya diikuti. Hal itu tidak aneh, sebab bagi orang Arab, syair

adalah buku petunjuk dan senjata untuk memerangi kabilah lain.

Diantara penyair yang piawai dalam bersyair adalah Zuhair bin

Abu Sulma dan Nabighah Zibyani. Kedua penyair ini merupakan pemilik

syair Mu’allaqat, syair yang terpilih karena keistimewaanya dalam aspek

lafadz dan makna dan digantungkan di Ka’bah.

Al-Nabigah al-Zibyani misalnya, pernah mengkritik Hasanah bin

Tsabit ketika Hasanah dalam syairnya menyebut kata jafnat (sarung-

3
sarung pedang), asyaf (pedang-pedang) dan membanggakan anak

keturunan. Menurut al-Nabigah, diksi yang digunakan Hasanah kurang

tepat, karena kata jafnat dan asyaf merupakan kata jamak yang

kejamakannya minimal, tidak maksimal, seharusnya diksi yang dipilih

adalah jafan dan suyuf yang makna jamaknya maksimal. Demikian pula

membanggakan anak, menurut al-Nabigah kurang tepat, karena bukan

tradisi Arab yang dominan, seharusnya Hasanah mengungkapkan kalimat

yang membanggakan nenek moyang.

Pada masa awal Islam, Nabi sendiri bahkan pernah melakukan

kritik terhadap syair-syair haja (ejekan) yang diungkapkan Hassan bin

Tsabit, Ka’ab bin Malik dan Abdullah bin Rawahah, ketika mereka

melawan syair haja kaum Quraisy. Menurutnya syair dua penyair yang

disebut terakhir cukup baik dan yang paling baik dan yang paling baik

adalah syair Hassan, karena penguasannya terhadap peristiwa-peristiwa

sejarah Arab.

Pada abad ke-2 H (sekitar abad ke-8 M), lahirlah para kritikus

seperti Umar bin ‘Ala dan al Usmu’i yang mereview banyak syair

Jahiliyah dan melakukan studi banding antara satu dengan yang lainnya.

Periode ini merupakan periode tadwin (kodifikasi) terhadap syair-syair

sebelumnya yang berserakan dalam hapalan orang-orang Arab. Buku

kodifikasi syair al Usmu’i dinilai para ahli yang memiliki akurasi sastra

Arab. Jahiliyah karena ketelitiannya. Periode ini agaknya berbeda dengan

periode sebelumnya, karena periode ini merupakan periode dimulainya

tradisi tulis dalam kritik sastra Arab.

Pada abad berikutnya yaitu abad ke-3 H kritik sastra mengalami

perkembangan ketika muncul kritikus seperti Ibnu Qutaibah yang menulis

4
al-Syi’r wa al-Syu’ara dan Jahiz yang menulis al-Bayan wa al-Tabyin.

Kritik sastra pada masa ini mengandalkan ukuran kritik ketepatan kaidah,

orisinalitas, gaya bahasa yang solid, ukuran maknanya yang baik, dengan

menggunakan metode perbandingan. Bahkan kata naqd atau kritik pertama

kali digunakan untuk sastra pada abad ini.

B. Perkembangan Kritik Sastra Masa Abbasiyah

Masa bani Abbasiyah sering disebut-sebut sebagai masa keemasan

Islam. Pada masa ini geliat intelektual dan perkembangan peradaban Islam

mencapai puncaknya termasuk kajian tentang sastra pada masa ini juga

mengalami perkembangan, hal itu dikarenakan beberapa faktor,

diantaranya adanya dukungan dari pemerintah untuk mengemban kegiatan

intelektual. Salah satu bentuk apresiasi pemerintah adalah dengan

didirikannya lembaga penerjemahan Darul Hikmah. Namun hal lain yang

perlu dicatat ialah bahwa pada masa ini banyak terjadi kekeliruan

berbahasa di tengah masyarakat akibat pergumulan yang kuat bangsa Arab

dengan bangsa ‘Ajam (non Arab).

Adapun perkembangan pemikiran, meluasnya pengetahuan,

bercampurnya kebudayaan-kebudayaan orang Arab dan non Arab yang

adanya penerjemahan dari bahasa Persia, India dan Yunani memberikan

pengaruh yang besar pada perkembangan sastra dan kritik sastra secara

bersamaan. Sejak akhir abad ke-2 H, kritik sastra mengalami kemajuan

baru yakni pendalaman, ketelitian dan analisis yang jelas serta penafsiran

secara terperinci, hingga meningkat pada kritik sastra yang dilakukan

berdasarkan dasar-dasar dan aturan-aturan yang telah ditetapkan.

5
Kritik sastra pada masa ini, konsep kritik sudah bisa dibilang

cukup matang. Hal ini karena perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat

pada masa ini. Pengaruh sosial, budaya dan filsafat juga mengambil andil

dalam proses pematangan kritisasu di masa ini. Segala aspek dalam bidang

kehidupan mengambil peran dalam proses kritisasi.

Salah satu bentuk kematangan dalam bidang kritik sastra pada

masa ini adalah para ahli bahasa mengklasifikasikan para penyair menurut

kualitas keseniannya. Para penyair juga mensistematisasikan karya mereka

dalam pembahasan dan deskripsi yang rapi, seperti contohnya karya Ibnu

Almu’taz dalam bukunya al Badi’, yang di dalamnya membahas

keteraturan kalam.

Proses kritik sastra pada masa ini juga tak terlepas dari aktifitas

penerjemahan yang gencar dilakukan oleh ulama’ Bani Abbasiyah. Di

antara kitab-kitab luar negeri yang diterjemahkan adalah buku-buku

karangan filosof Yunani seperti Aristoteles dan Plato. Hal inilaah yang

mulai mendasari munculnya ilmu kritik, karena secara teoritis ilmu kritik

dicetuskan oleh para pemikir Yunani terdahulu.

Seiring perkembangan kegiatan penulisan sastra inilah yang

menimbulkan kritik sastra muncul. Bidang kritik pada masa ini sudah

banyak ragam, mulai dari sistemisasi penulisan karya sastra juga

pengklasifikasian antara karya sastra dan sastra modern.

Salah satu kitab kritik sastra adalah yang dikarang oleh Qudamah

yakni Naqdu as-Syi’ri dan Naqdu an-Natsri. Hal ini juga dilakukan oleh

penulis-penulis yang lain. Namun demikian bau-bau pemikiran Aristoteles

maupun Plato masih tercium dalam karya-karya mereka. Hal ini

6
mengindikasikan bahwa betapa aktifitas penerjemahan buku-buku Yunani

begitu besar mempengaruhi proses kreatifitas sastrawan pada masa ini.

Selain itu, faktor-faktor sosial politik juga ikut mewarnai

kebangkitan sastra pada masa in, kritik-kritik terhadap para khalifah via

karya sastra banyak digencarkan sehingga tidak jarang khalifah risih dan

mengambil tindakan untuk meminimalisir aktifitas sastrawan itu. Tindakan

politis yang diambil khlaifah untuk menjaga tahtanya dari rongrongan para

sastrawan adalah dengan mengumpulkan para sastrawan dan meminta

mereka untuk menulis syair yang indah, dan nantinya karya terbaik akan

diberikan hadiah oleh khalifah. Dengan adanya aktifitas ini, sastrawan atau

penyair mulai jarang menyerang kekhalifahan.

Secara umum kritik sastra pada masa bani abbasiyah sudah

tergolong matang dan teratur, dikarenakan kemajuan ilmu pengetahuan

yang disebabkan seperti di atas. Namun demikian menjelang akhir

kekuasaan Abbasiyah, proses kritisisasi mengalami stagnasi yang

disebabkan oleh stagnannya rasionalitas dan kesenian.

Salah satu contoh kritik sastra yang dilakukan pada masa ini adalah

kritikan para nuqqad terhadap karya Aby Tamam, seperti syair berikut :

‫ وصاغ األنام من عرضه‬# ‫صاغه ذو الجالل من جوهر المجيد‬

Syair Aby Tamam di atas dinilai para nuqqad dengan syair yang

mufradatnya syarat muatan filosofis, sehingga mengaburkan makna yang

sebenarnya. Akan tetapi Aby Tamam sendiri menggunakan mufradat

seperti itu karena ia sangat memperhatikan makna dalam sebuah syair

sehingga ketika kritikus, “kenapa engkau tak mengatakan apa yang

sekiranya bisa langsung dipahami ?.” Dia menjawab “kenapa engkau tak

bisa memahami apa yang dikatakan sastrawan.

7
Contoh lain adalah karya sastra al Mutanabbiy yang dikritik oleh

Ibnu al Atsir. Ibnu al Atsir memandang bahwa al Mutanabbiy hanya

menulis hal-hal baik yang terjadi pada masa peperangan sehingga dia lupa

untuk menulis permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi pada

masyarakat seperti masalah akhlak dan nilai-nilai pada masanya. Namun

demikian al Mutanabbiy merupakan salah satu sastrawan yang membuat

karya sastra dengan ciri yang khas sehingga berbeda dengan sastrawan

sebelumnya. Hal inilah yang menyebabkan al Mutanabbiy dinilai berbeda

dengan para sastrawan Abbasiyah sebelumnya.

C. Perkembangan Kritik Sastra pada Masa Modern

Pada abad ke-6 hingga modern, kritik sastra mangalami

kemandekan. Meskipun demikian, pada periode yang panjang ini sejarah

kritik sastra Arab mengenal beberapa kritikus sastra antara lain adalah

Ibnu al- Atsir, sebagai kritikus terpenting yang menulis buku al Misl as

Saa’ir. Yang harus menjadi catatan untuk sejarah kritik sastra Arab klasik

dan pertengahan ini adalah bahwa sepanjang sejarah kritik sastra pada dua

kategori masa besar ini, perhatian terhadap syair mendapatkan porsi jauh

lebih besar ketimbang porsi prosa, karena kultur kritik sastra Arab

pramodern adalah kultur syair bukan prosa.

Pada periode modernsejarah krtik sastra Arab kemudian bangkit

kembali dan bermunculan kritikus-kritikus sastra dengan berbagai

kecenderungan atau trennya. Paling tidak ada empat tren atau aliran.

Pertama, tren kritikus sastra klasik yang berpijak pada tradisi kritik sastra

Arab murni yang dipengaruhi Al-Qur’an dan Hadits yang dipimpin oleh

Musthafa Sadiq ar-Rafi’i. Tren atau aliran ini sering disebut juga aliran

8
Bayani yang mengikuti model Jahiz dan ‘Abdul al-Qahir al Jurjani. Kedua,

tren atau aliran kritikus Westrenis yang berpijak pada tradisi kritik sastra

Barat, seperti aliran kritik realisme, marxisme, eksistensialisme, dan

strukturalisme. Ketiga, tren atau aliran moderat yang menggabungkan

tradisi kritik sastra Arab Islam dan Barat semisal al-‘Aqqad. Keempat, tren

atau aliran kritikus Islamis semisal Muhammad Qutb yang menolak tradisi

kritik sastra Barat, khususnya kritik sastra realisme dan marxisme.

Bangsa Arab memang dikenal dengan kebiasaan mereka mengubah

syair un`utk mengekspresikan gejolak-gejolak ha`ti mereka. Tradisi jni

termotivasi oleh beberapa faktor di antaranya adalah lingkungan tempat

tinggal mereka yang memang sangat mendukung dan juga karena bahasa

mereka yang sesungguhnya juga sangat puitis.dan yang tak kalah

pentingnya adalah potensi sensitifitas ‘athifah yang tinggi yang mereka

miliki sangat mendukung dalam melahirkan beragam karya sastra yang

puitis dan menakjubkan.

Dalam setiap periode, sastra Arab mengalami perkembangan-

perkembangan sedikit demi sedikit dengan adanya inovasi dalam setiap

periode yang dilaluinya yang membedakannya dengan periode lain. Pada

periode modern khususnya, ternyata sastra Arab memiliki berbagai aliran

sastra yang muncul silih berganti, baik karena motivasi kritikan terhadap

model sastra yang muncul sebelumnya maupun karena untuk

menyempurnakan aliran lainnya yang muncul dalam kurun waktu yang

sama. Aliran-aliran sastra Arab yang mengemuka di masa modern adalah

al-Muhafizun (Neo-Klasik), ad Diwan, Apollo, Romantisme, Simbolisme,

dan Haditsah (modern).

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam setiap periode, sastra Arab mengalami perkembangan-

perkembangan sedikit demi sedikit dengan adanya inovasi dalam setiap

periode yang dilaluinya yang membedakannya dengan periode lain.

B. Saran

Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat untuk pembaca

terkhusus bagi penulis. Serta diharapkan dengan diselesaikannya makalah

ini, pembaca maupun penulis mampu memahami perkembangan kritik

sastra Arab dari masa Pra-Islam hingga masa modern.

10
DAFTAR PUSTAKA

http://maktabahkamila.blogspot.com/2016/09/kritk-sastra-klasik.html?m=1

https://id.scribd.com/document/361734658/Tugas-Naqdul-Adab-Kritik-Sastra-

Sofyana-Jamil-180910110009

https://www.warokakmaly.my.id/2012/10/kritik-sastra-masa-abbasiyah.html?m=1

11

Anda mungkin juga menyukai