Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan adalah proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia
dengan melalui proses yang panjang dan berlangsung sepanjang hayat (long life
education). Pendidikan terjadi karena adanya interaksi antar manusia tanpa ada batas
ruang dan waktu. Pendidikan terjadi mulai dari lingkaran keluarga, dilanjutkan serta
diperkuat di lingkungan sekolah, tempat ibadah kemudian diperkaya dalam lingkungan
masyarakat. Pendidikan juga sebagai upaya memanusiakan manusia yang
mengembangkan potensi manusia dan kemampuan individu sehingga bisa hidup optimal,
baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat, serta memiliki nilai-nilai
moral dan sosial sebagai pedoman hidupnya.
Menurut Suparlan pendidikan yang dilakukan di lingkungan sekolah disebut
pendidikan formal, dikarenakan adanya unsur-unsur kesengajaan, diminati,
direncanakan, diatur sedemikian rupa melalui tatacara dan mekanisme sesuai dengan
perundangan yang berlaku dan itu semua untuk memudahkan dalam melaksanakan tugas
dan kewajibannya sebagai suatu lembaga pendidikan yang formal. Dalam pendidikan
formal terdapat peraturan yang mengikat. Dalam suatu sistem pendidikan sebagai sub
dari kehidupan sosial masyarakat pada umumnya.
Sistem adalah seperangkat objek atau konsep yang memiliki sejumlah komponen
yang saling berhubungan dan mempengaruhi satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan.
Hal ini sesuai dengan Undangundang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional pasal 14 bahwa jalur pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar,
pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Tujuan umum pendidikan nasional yaitu:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
sistem peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa. Tujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis dan bertanggung jawab.
Dalam konteks keislaman, corak pendidikan yang diinginkan oleh Islam adalah
pendidikan yang mampu membentuk manusia yang unggul secara intelektual, kaya
dalam hal amal, serta anggun dalam kebijakan dan moral. Sehingga pendidikan Islam
mempunyai tujuan agar manusia mencapai keseimbangan pribadi secara menyeluruh.

1
Melihat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, maka
pendidikan Islam dituntut untuk bergerak dan mengadakan inovasi-inovasi pendidikan.
Mulai paradigma, sistem pendidikan dan metode yang digunakan. Hal ini dimaksudkan
agar perkembangan Islam tidak tersendat-sendat.
Selain itu, juga perlu adanya rekonstruksi metode atau model pembelajaran yang
digunakan di dalam pendidikan Islam. Pendidikan Islam ke depan harus lebih
memprioritaskan kepada ilmu terapan yang sifatnya aplikatif, bukan saja dalam ilmu-
ilmu agama akan tetapi dalam bidang teknologi.
Podok pesantren adalah suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan
pada pengajaran agama islam dan didukung asrama sebagai tempat tinggal santri.Pondok
pesantren merupakan sistem pendidikan agama Islam yang tertua sekaligus merupakan
ciri khas yang mewakili Islam tradisional Indonesia yang eksistensinya telah teruji oleh
sejarah dan berlangsung hingga kini. Pada mulanya merupakan sistem pendidikan Islam
yang dimulai sejak munculnya masyarakat Islam di Indonesia. Munculnya masyarakat
Islam di Indonesia berkaitan dengan proses Islamisasi, dimana proses Islamisasi terjadi
melalui pendekatan dan penyesuaian dengan unsur-unsur kepercayaan yang sudah ada
sebelumnya, sehingga terjadi percampuran atau akulturasi. Saluran Islamisasi terdiri dari
berbagai cara antara lain melalui perdagangan, perkawinan, pondok pesantren dan
kebudayaan atau kesenian.
Di dalam lembaga pendidikan pesantren ini terdapat seorang kiai (pendidik) yang
mengajar dan mendidik para santri dengan sarana masjid yang digunakan untuk
menyelenggarakan pendidikan tersebut. Selain itu juga didukung dengan adanya pondok
yang merupakan tempat tinggal para santri. Dengan demikian, santri tidak kembali ke
rumah untuk beristirahat setelah belajar, melainkan mereka kembali ke pondok (asrama)
yang sudah disediakan.Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam mengalami
perkembangan bentuk sesuai dengan perubahan zaman serta adanya dampak kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Akan tetapi, pondok pesantren tetap merupakan lembaga
pendidikan agama Islam yang tumbuh dan berkembang dari masyarakat untuk
masyarakat.
Muhammadiyah merupakan organisasi Islam sosial keagamaan yang berperan penting
dalam proses modernisasi pendidikan Islam di Indonesia. Pendidikan merupakan area of
concern organisasi ini sejak didirikan bahkan sebelum didirikan oleh pendirinya.
Organisasi ini berperan penting dan terlibat langsung dalam proses eksprimentasi
pendidikan Islam modern pada awal abad kedua puluh. Tajdîd dan ijtihȃd, dua tema
2
penting yang diusung dalam setiap gerakan sosial keagamaan yang dilancarkannya.
Melalui identitas ini Muhammadiyah merumuskan dan mengimplementasikan
programprogram sosial yang mencirikannya sebagai gerakan Islam modern.
Selain memodernisasi pendidikan Islam, Muhammadiyah juga telah memprakarsai
aktivitas sosial baru dalam gerakan Islam dalam bentuk pembangunan dan pendirian
panti-panti sosial, rumah sakit dan balai pengobatan sebagai bentuk penafsiran dan
aktualisasi terhadap ajaran Islam. Dengan tema dan identitas seperti itu, Muhammadiyah
dipandang sebagai pendorong gerakan reformis yang cukup berpengaruh dalam konteks
pembaruan Islam di Tanah Air. Tokoh penting dibalik pendirian organisasi ini adalah KH.
Ahmad Dahlan, sosok terpelajar muslim yang mengecap pendidikan tradisional.
Muhammadiyah adalah salah satu organisasi yang berhasil dalam pengelolaan
pendidikan. Organisasi ini dipandang mampu melakukan peran yang senantiasa
mengikuti perkembangan zaman. Melalui kepeloporannya dalam pendidikan,
Muhammadiyah telah memberikan sumbangan berharga bagi bangsa ini, yaitu mampu
melahirkan kader bangsa yang beriman, cerdas, berkepribadian, dan maju alam
pikirannya serta mampu menghadapi tantangan dan permasalahan kehidupan di berbagai
aspek.
Sejak awal berdirinya, Muhammadiyah secara konsisiten melakukan dakwah amar
ma’ruf nahi munkar dan al amru bi al ‘adli wa ‘an nahyu ‘ani al dzulmi melalui
pendidikan. Dalam sejarahnya, Muhammadiyah telah mengembangkan pendidikan
mendahului upaya yang dilakukan organisasi lain, bahkan mendahului pendidikan yang
diselenggarakan pemerintah. Dalam proses perkembangannya, berbagai tantangan selalu
muncul, terutama dalam konteks pendidikan. Sehingga pada praktek masa kininya,
pendidikan Muhammadiyah memiliki spirit keilmuan yang membawa pada pendidikan
yang berkemajuan dan spirit amal shalih yang membawa pada pendidikan transformatif.
B. Rumusan Masalah
1. sejarah pondok pesantren
2. Tujuan pendidikan dalam Pondok Pesantren
3. Bagaimana sitem pengajaran di Pondok Pesantren ?
4. Sejarah pendidikan Muhamadiyah
6. Bagaimana sistem pengajaran Muhammadiyah ?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui sejarah Pondok Pesantern dan Muhammadiyah
2. Untuk mengetahui tujuan pendidikan dalam Pondok Pesantern dan Muhamadiyah
3
3. Untuk mengetahui bagaimana sistem pembelajaran dala Pondok Pesantren dan
Muhammadiyah.
D. Manfaat Pembahasan
1. Mahasiswa dapat mengetahui sejarah Pondok Pesantern dan Muhammadiyah
2. Mahasiswa dapat mengatahui tujuan pendidikan dalam Pondok Pesantern dan
Muhamadiyah
3. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana sistem pembelajaran dala Pondok Pesantren
dan Muhammadiyah.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Pondok Pesantren

Sejarah pondok pesantren di Jawa tidak lepas dari peran para Wali Sembilan atau
lebih dikenal dengan Walisongo yang menyebarkan Islam di pulau Jawa pada khususnya.
Pada masa Walisongo inilah istilah pondok pesantren mulai dikenal di Indonesia.[4] Ketika
itu Sunan Ampel mendirikan padepokan di Ampel Surabaya sebagai pusat pendidikan di
Jawa. Para santri yang berasal dari pulau Jawa datang untuk menuntut ilmu agam. Padepokan
Sunan Ampel inilah yang dianggap sebagai cikal bakal berdirinya pesantren-pesantren yang
tersebar di Indonesia.

Setelah periodesasi perkembangan pesantren yang cukup maju pada masa Walisongo,
masa-masa suram mulai terlihat ketika Belanda menjajah Indonesia. Pemerintah Belanda
mengeluarkan kebijakan yang politik pendidikan dalam bentuk Ordonansi Sekolah
Liaratau Widle School Ordonanti yang sangat membatasi ruang gerak pesantren. Tujuannya,
pihak Belanda ingin membunuh madrasah dan sekolah yang tidak memiliki izin dan juga
bertujuan melarang pengajaran kitab-kitab Islam yang menurut mereka berpotensi
memunculkan gerakan subversi atau perlawanan di kalangan santri dan muslim pada
umumnya. Hal seperti ini akhirnya membuat pertumbuhan dan perkembangan Islam menjadi
tersendat. Sebagai respon penindasan Belanda tersebut, kaum santri mulai melakukan
perlawanan yakni, antar tahun 1820-1880 kaum santri memberontak di belahan Nusantara.
Akhirnya, pada akhir abad ke-19 Belanda mencabut resolusi tersebut, sehingga
mengakibatkan pendidikan pesantren sedikit lebih berkembang.

Setelah penjajahan Belanda berakhir, Indonesia dijajah kembali oleh Jepang. Pada
masa penjajahan Jepang ini, pesantren berhadapan dengan kebijakan Saikere yang
dikeluarkan pemerintahan Jepang. Hal ini ditentang keras oleh Kyai Hasyim Asy’ari sehingga
ditangkap dan dipenjara selama 8 bulan. Berawal dari sinilah terjadi demonstrasi besar-
besaran yang melibatkan ribuan kaum santri menuntut pembebasan Kyai Hasyim Asy’ari dan
menolak kebijakan Seikere. Sejak itulah pihak Jepang tidak pernah mengusik dunia
pesantren.

Pada masa awal kemerdekaan, kaum sanri kembali berjuang untuk mempertahankan
kemerdekaan Indonesia. KH. Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa wajib hukumnya

5
mempertahankan kemerdekaan. Setelah Indonesia dinyatakan merdeka, pondok pesantren
kembali diuji, karena pemerintahan Soekarno yang dinilai sekuler itu telah melakukan
penyeragaman atau pemusatan pendidikan nasional. Pada masa Orde Baru, bersamaan
dengan dinamika politik umat Islam dan negara, Golongan Karya (Golkar) sebagai kontestan
Pemilu selalu membutuhkan dukungan dari pesantren. Dari sinilah kemudian ada usaha
timbal balik dari pemerintahan dan pesantren. Kondisi nyata seperti itu mengakibatkan
pesantren mengalami pasang surut hingga pada era pembangunan.

B. Tujuan Pendidikan Dalam Pondok Pesantren

Pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan mempunyai tujuan yang dirumuskan


dengan jelas sebagai acuan progam-progam pendidikan yang diselenggarakannya. Profesor
Mastuhu menjelaskan bahwa tujuan utama pesantren adalah untuk mencapai hikmah
atau wisdom (kebijaksanaan) berdasarkan pada ajaran Islam yang dimaksudkan untuk
meningkatkan pemahaman tentang arti kehidupan serta realisasi dari peran-peran dan
tanggung jawab sosial.

Setiap santri diharapkan menjadi orang yang bijaksana dalam menyikapi kehidupan
ini. Santri bisa dikatakan bijaksana manakala sudah melengkapi persyaratan menjadi seorang
yang ‘alim (menguasai ilmu, cendekiawan), shalih (baik, patut, lurus, berguna, serta cocok),
dan nasyir al-‘ilm (penyebar ilmu dan ajaran agama). Secara spesifik, beberapa pondok
pesantren merumuskan beragam tujuan pendidikannya kedalam tiga kelompok.

yaitu pembentukan akhlak/kepribadian, penguatan kompetensi santri, dan penyebaran ilmu.

1. Pembentukan akhlak/kepribadian

Para pengasuh pesantren yang notabene sebagai ulama pewaris para nabi,
terpanggil untuk meneruskan perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam membentuk
kepribadian masyarakat melalui para santrinya. Para pengasuh pesantren
mengharapkan santri-santrinya memiliki integritas kepribadian yang tinggi (shalih).
Dalam hal ini, seorang santri diharapkan menjadi manusia yang seutuhnya, yaitu
mendalami ilmu agama serta mengamalkannya dalam kehidupan pribadi dan
masyarakat.

2. Kompetensi santri

Kompetensi santri dikuatkan melalui empat jenjang tujuan, yaitu:

6
a) Tujuan-tujuan awal (wasail)

Rumusan wasail dapat dikenali dari rincian mata pelajaran yang masing-masing
menguatkan kompetensi santri di berbagai ilmu agama dan penunjangnnya.

b) Tujuan-tujuan antara (ahdaf)

Paket pengalaman dan kesempatan pada masing-masing jenjang (ula, wustha,


‘ulya) terlihat jelas dibanyak pesantren. Di jenjang dasar (ula) pengalaman dan
tanggung jawab terkait erat dengan tanggung jawab sebagai pribadi. Di jenjang
menengah (wustha) terkait dengan tanggung jawab untuk mengurus sejawat santri
dalam satu kamar atau beberapa kamar asrama. Dan pada jenjang ketiga (‘ulya)
tanggung jawab ini sudah meluas sampai menjangkau kecakapan alam
menyelenggarakan musyawarah mata pelajaran, membantu pelaksanaan pengajaran,
dan menghadiri acara-acara di masyarakat sekitar pesantren guna mengajar di
kelompok pengajian masyarakat. Lebih jauh lagi rumusan tujuan pendidikan dalam
tingkat aplikasinya, santri diberi skill untuk membentuk insan yang memiliki keahlian
atau kerampilan, seperti ketrampilan mengajar atau berdakwah.

c) Tujuan-tujuan pokok (maqashid)

Tujuan pokok yang ingin dihasilkan dari proses pendidikan dilembaga pesantren
adalah lahirnya orang yang ahli dalam bidang ilmu agama Islam. Setelah santri dapat
bertanggung jawab dalam mengelola urusan kepesantrenan dan terlihat kemapanan
bidang garapannya, maka dimulailah karir dirinya. Karir itu akan menjadi media bagi
diri santri untuk mengasaha lebih lanjut kompetensi dirinya sebagai lulusan pesantren.
Disinilah ia mengambil tempat dalam hidup, menekuni, menumbuhkan, dan
mengembangkannya.

3. Tujuan-tujuan akhir (ghayah)


Tujuan akhir adalah mencapai ridla Allah SWT. Itulah misteri kahidupan yang terus
memanggil dan yang membuat kesulitan terasa sebagai rute-rute dan terminal-terminal
manusiawi yang wajar untuk dilalui.
4. Penyebaran ilmu
Penyebaran ilmu menjadi pilar utama bagi menyebarnya ajaran Islam. Kalangan
pesantren mengemas penyebaran ini dalam dakwah yang memuat prinsip al-amru bi al-

7
ma’ruf wa al-nahyu ‘an al-munkar. Perhatian pesantren terhadap penyebaran ilmu ini
tidak hanya dibuktikan denga otoritasnya mencetak da’i, akan tetapi juga partisipasinya
dalam pemberdayaan masyarakat.
C. Sistem pembelajaran dalam Pondok Pesantren

Berbagai macam lembaga pendidikan di Indonesia, baik lembaga pendidikan formal


maupun non formal, senantiasa eksis dan ikut serta berperan dalam mencerdaskan kehidupan
anak bangsa. Salah satu lembaga pendidikan tersebut adalah pondok pesantren yang
merupakan sebuah lembaga non formal yang merupakan lembaga pendidikan tertua di negeri
ini yang masih memiliki peran penting dalam dunia pendidikan.
Pondok pesantren merupakan sebuah sistem yang unik, tidak hanya unik dalam hal
pendekatan pembelajarannya, tetapi juga unik dalam pandangan hidup dan tata nilai yang
dianut, cara hidup yang ditempuh, serta semua aspek-aspek kependidikan dan
kemasyarakatan lainnya. Dari sistematika pengajaran, dijumpai sistem pelajaran yang
berulang-ulang dari tingkat ke tingkat, tanpa terlihat kesudahannya. Persoalan yang diajarkan
seringkali pembahasan serupa yang diulang-ulang dalam jangka waktu bertahun-tahun,
walaupun buku teks yang dipergunakan berlainan.
Dalam keputusan Musyawarah/ Lokakarya intensifikasi Pengembangan pondok
pesantren yang diselenggarakan pada tanggal 2 s/d 6 Mei 1978 di Jakarta tentang pondok
pesantren diberikan batasan sebagai berikut: Pondok pesantren adalah lembaga
pendidikan Islam yang minimal terdiri dari tiga unsur yaitu Kyai/ syekh/ ustadz yang
mendidik serta mengajar, santri dengan asramanya, dan masjid. Kegiatannya mencakup Tri
Dharma Pondok Pesantren yaitu keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT;
pengembangan keilmuan yang bermanfaat; dan pengabdian terhadap agama, masyarakat dan
negara.
Metode pembelajaran di pesantren ada yang bersifat tradisional, yaitu metode
pembelajaran yang diselenggarakan menurut kebiasaan-kebiasaan yang telah lama
dipergunakan dalam institusi pesantren atau merupakan metode pembelajaran asli pesantren.
Ada pula metode pembelajaran baru (tajdid), yaitu metode pembelajaran hasil pembaharuan
kalangan pesantren dengan mengintrodusir metode-metode yang berkembang di masyarakat
modern. Penerapan metode baru juga diikuti dengan penerapan sistem baru, yaitu sistem
sekolah atau klasikal.
Dalam keadaan aslinya pondok pesantren memiliki sistem pendidikan dan pengajaran
non klasikal, yang dikenal dengan nama bandungan, sorogan, dan wetonan. Penyelenggaraan

8
pendidikan dan pengajaran ini berbeda antara satu pondok pesantren dengan pondok
pesantren lainnya, dalam arti tidak ada keseragaman sistem dalam penyelenggaraan
pendidikan dan pengajarannya.
Sejalan dengan perkembangan zaman, lembaga pendidikan pesantren juga tidak
menutup diri untuk mengadakan pembaharuan-pembaharuan baik metode maupun teknis
dalam pelaksanaan pendidikan pesantren itu sendiri. Meskipun demikian tidak semua
pesantren mau membuka mengadakan inovasi serta pembaharuan terhadap metode
pembelajaran yang ada.
Pada awal berdirinya pondok pesantren, metode yang digunakan adalah
metode wetonan dan sorogan bagi pondok non klasikal. Pada perkembangan selanjutnya
metode pembelajaran pondok pesantren mencoba untuk merenovasi metode yang ada tersebut
untuk mengembangkan pada metode yang baru yaitu metode klasikal. Kyai bertugas
mengajarkan berbagai pengajian untuk berbagai tingkat pengajaran di pesantrennya, dan
terserah kepada santri untuk memilih mana yang akan ditempuhnya.
Kalau santri ingin mengikuti semua jenis pengajian yang diajarkan, sudah tentu akan
membutuhkan waktu yang lama. Akan tetapi keseluruhan struktur pengajaran tidak
ditentukan oleh panjang atau singkatnya masa seorang santri mengaji pada Kyainya, karena
tidak adanya keharusan menempuh ujian dari Kyainya. Satu-satunya ukuran yang digunakan
adalah ketundukannya kepada sang Kyai dan kemampuannya untuk memperoleh “ngelmu”
dari sang Kyai. Di samping kurikulum pelajaran yang sedemikian fleksibel (luwes), keunikan
pengajaran di pesantren juga dapat ditemui pada cara pemberian pelajarannya, juga dalam
penggunaan materi yang telah diajarkan kepada dan dikuasai oleh para santri. Pelajaran
diberikan dalam pengajian yang berbentuk seperti kuliah terbuka.
Di samping itu, mata pelajaran yang diajarkan bersifat aplikatif, dalam arti harus
diterjemahkan dalam perbuatan dan amal sehari-hari, sudah tentu kemampuan para santri
untuk mengaplikasikan pelajaran yang diterimanya, menjadi perhatian pokok sang Kyai.
Proses pembelajaran merupakan kegiatan yang kompleks, maka hampir tidak mungkin untuk
menunjukkan dan menyimpulkan bahwa suatu metode tertentu lebih unggul daripada metode
yang lainnya dalam usaha mencapai semua tujuan pembelajaran.
Secara umum metode pembelajaran yang diterapkan pondok pesantren mencakup dua
aspek, yaitu:
1. Metode yang bersifat tradisional (salaf), yakni metode pembelajaran yang
diselenggarakan menurut kebiasaan yang telah lama dilaksanakan pada pesantren atau dapat
juga disebut sebagai metode pembelajaran asli (original) pondok pesantren.
9
2. Metode pembelajaran modern (tajdid), yakni metode pembelajaran hasil pembaharuan
kalangan pondok pesantren dengan memasukkan metode yang berkembang pada masyarakat
modern, walaupun tidak diikuti dengan menerapkan sistem modern, seperti sistem sekolah
atau madrasah
Pada umumnya pembelajaran di pesantren mengikuti pola tradisional, yaitu
model sorogan dan model bandongan. Baik dengan
model sorogan maupun bandongan keduanya dilakukan dengan pembacaan kitab yang
dimulai dengan pembacaan tarjamah, syarah dengan analisis gramatikal, peninjauan
morfologi dan uraian semantik. Kyai sebagai pembaca dan penerjemah, bukanlah sekadar
membaca teks, melainkan juga memberikan pandangan-pandangan (interpretasi) pribadi, baik
mengenai isi maupun bahasanya. Kedua model pengajaran ini oleh sementara pakar
pendidikan dianggap statis dan tradisional.
Secara teknis, model sorogan bersifat individual, yaitu santri menghadap guru
seorang demi seorang dengan membawa kitab yang akan dipelajari. Sedangkan
model bandongan (weton) lebih bersifat pengajaran klasikal, yaitu santri mengikuti pelajaran
dengan duduk di sekeliling Kyai menerangkan pelajaran secara kuliah dengan terjadual.
D. Sejarah Pendidikan Muhammadiyah
Berdirinya Muhammadiyah juga didasari oleh faktor pendidikan. Sutarmo, Mag
dalam bukunya Muhammadiyah, Gerakan Sosial, Keagamaan Modernis mengatakan
bahwa Muhammadiyah didirikan oleh KHA. Dahlan didasari oleh dua faktor, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berkaitan dengan ajaran
Islam itu sendiri secara menyeluruh dan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berada
di luar Islam. Maka pendidikan Muhammadiyah adalah salah satu faktor internal yang
mendasari Muhammadiyah didirikan. Kita ketahui bahwa pada masa awal berdirinya
Muhammadiyah, lembaga-lembaga pendidikan yang ada dapat dikelompokkan menjadi
dua kelompok besar sistem pendidikan.
Dua sistem pendidikan yang berkembang saat itu, pertama adalah sistem pendidikan
tradisional pribumi yang diselenggarakan dalam pondok-pondok pesantren dengan
Kurikulum seadanya. Pada umumnya seluruh pelajaran di pondok-pondok adalah
pelajaran agama. Proses penanaman pendidikan pada sistem ini pada umumnya masih
diselenggarakan secara tradisional, dan secara pribadi oleh para guru atau kyai dengan
menggunakan metode srogan (murid secara individual menghadap kyai satu persatu
dengan membawa kitab yang akan dibacanya, kyai membacakan pelajaran, kemudian
menerjemahkan dan menerangkan maksudnya) dan weton (metode pengajaran secara
10
berkelompok dengan murid duduk bersimpuh mengelilingi kyai juga duduk bersimpuh
dan sang kyai menerangkan pelajaran dan murid menyimak pada buku masing-masing
atau dalam bahasa Arab disebut metode Halaqah) dalam pengajarannya. Dengan metode
ini aktivitas belajar hanya bersifat pasif, membuat catatan tanpa pertanyaan, dan
membantah terhadap penjelasan sang kyai adalah hal yang tabu. Selain itu metode ini
hanya mementingkan kemampuan daya hafal dan membaca tanpa pengertian dan
memperhitungkan daya nalar.
Kedua adalah pendidikan sekuler yang sepenuhnya dikelola oleh pemerintah kolonial
dan pelajaran agama tidak diberikan. Bila dilihat dari cara pengelolaan dan metode
pengajaran dari kedua sistem pendidikan tersebut, maka perbedaannya jauh sekali. Tipe
pendidikan pertama menghasilkan pelajar yang minder dan terisolasi dari kehidupan
modern, akan tetapi taat dalam menjalankan perintah agama, sedangkan tipe kedua
menghasilkan para pelajar yang dinamis dan kreatif serta penuh percaya diri, akan tetapi
tidak tahu tentang agama, bahkan berpandangan negatif terhadap agama.
Maka atas dasar dua sistem pendidikan di atas KHA. Dahlan kemudian dalam
mendirikan lembaga pendidikan Muhammadiyah coba menggabungkan hal-hal yang
positif dari dua sistem pendidikan tersebut. KHA. Dahlan kemudian coba
menggabungkan dua aspek yaitu, aspek yang berkenaan secara ideologis dan praktis.
Aspek ideologisnya yaitu mengacu kepada tujuan pendidikan Muhammadiyah, yaitu
untuk membentuk manusia yang berakhlak mulia, pengetahuan yang komprehensif, baik
umum maupun agama, dan memiliki kesadaran yang tinggi untuk bekerja membangun
masyarakat (perkembangan filsafat dalam pendidikan Muhmmadiyah, syhyan rasyidi).
Sedangkan aspek praktisnya adalah mengacu kepada metode belajar, organisasi sekolah
mata pelajaran dan kurikulum yang disesuaikan dengan teori modern.
E. Sistem Pembelajaran dalam Muhammadiyah
Ahmad Dahlan memadukan antara pendidikan Agama dan pendidikan umum
sedemikian rupa, dengan tetap berpegang kepada ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Selain kitab-kitab klasik berbahasa Arab, kitab-kitab kontemporer berbahasa Arab juga
dipelajari dilembaga Muhammadyah yang dipadukan dengan pendidikan umum. Materi
yang disampaikan pada pendidikan muhammadiyah adalah pendidikan agama yang
mencakup mata pelajaran aqidah akhlak, hadist, fikih, tarikh, bahasa, al-quran dan
kemuhammadiyahan.
Berangkat dari tujuan pendidikan, K.H. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa materi
pendidikan hendaknya meliputi:
11
1. Pendidikan moral, akhlak yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia baik
berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
2. Pendidikan individu dan ketrampilan, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan
kesadaran individu yang utuh yang berkesinambungan antara perkembangan mental dan
gagasan, antara keyakinan dan intelek serta antara dunia dan akhirat. Di sisi lain, seorang
muslim juga harus mempunyai skill atau ketrampilan mumpuni agar ia dapat eksis dalam
mengarungi kehidupan dunia ini.
3. Pendidikan kemasyarakatan yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan
keinginan hidup bermasyarakat.

Di dalam menyampaikan pelajaran agama KH. Ahmad dahlan tidak menggunakan


pendekatan yang tekstual tetapi konekstual. Karena pelajaran agama tidak cukup hanya
dihafalkan atau dipahami secara kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai situasi dan
kondisi.
• Cara belajar-mengajar di pesantren menggunakan sistem Weton dan Sorogal, madrasah
Muhammadiyah menggunakan sistem masihal seperti sekolah Belanda.
• Bahan pelajaran di pesantren mengambil kitab-kitab agama. Sedangkan di madrasah
Muhammadiyah bahan pelajarannya diambil dari buku-buku umum.
• Hubungan guru-murid. Di pesantren hubungan guru-murid biasanya terkesan otoriter
karena para kiai memiliki otoritas ilmu yang dianggap sakral. Sedangkan madrasah
Muhammadiyah mulai mengembangkan hubungan guru-murid yang akrab
Ada dua sistem pendidikan yang berkembang di Indonesia, yaitu pendidikan
pesantren dan pendidikan Barat. Pandangan Ahmad Dahlan, ada problem mendasar
berkaitan dengan lembaga pendidikan di kalangan umat Islam, khususnya lembaga
pendidikan pesantren. Problem itu berkaitan dengan proses belajar-mengajar, kurikulum,
dan materi pendidikan.
1. dalam proses belajar-mengajar, sistem yang dipakai masih menggunakan sorogan
(khalaqah), ustadz/kiyai dianggap sebagai sumber kebenaran yang tidak boleh dikritisi.
Kondisi ini membuat pengajaran nampak tidak demokratis. Fasilitas-fasilitas modern
yang sebenarnya baik untuk digunakan dilarang untuk dipakai karena menyamai orang
kafir.
2. materi dan kurikulum yang disajikan masih berkisar pada studi Islam klasik, misalnya,
fikih, tasawuf, tauhid, dan sejenisnya. Ilmu-ilmu itu wajib syar’i untuk dipelajari.
Sementara ilmu modern tidak diajarkan karena ilmu itu termasuk ilmu Barat yang haram
12
hukumnya bagi orang Islam untuk mempelajarinya. Ilmu-ilmu selain studi Islam klasik
tersebut dianggap bukan ilmu Islam. Padahal kalau diteliti, ilmu-ilmu yang berkembang
di Barat itu merupakan pengembangan lebih lanjut dari ilmu yang sudah dikembangkan
oleh umat Islam pada zaman keemasan Islam.
3. sementara itu, pendidikan yang disebut kedua hanya mengajarkan ilmu-ilmu yang
diajarkan di dunia Barat. Metode pengajaran sudah menggunakan metode modern.
Pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kolonial Belanda ini tidak diajarkan
ilmu-ilmu keislaman. Kebanyakan siswa yang bisa masuk dalam pendidikan ala Barat ini
adalah orang-orang priyayi atau pegawai pemerintah Belanda.
Dari realitas pendidikan tersebut di atas, K.H. Ahmad Dahlan menawarkan sebuah
metode sintesis antara metode pendidikan modern Barat dengan metode pendidikan
pesantren. Dari sini tampak bahwa lembaga pendidikan yang didirikan K.H. Ahmad
Dahlan berbeda dengan lembaga pendidikan yang dikelola oleh masyarakat pribumi saat
ini.

13
BAB III
A. Kesimpulan
Secara umum metode pembelajaran yang diterapkan pondok pesantren mencakup
dua aspek, yaitu metode yang bersifat tradisional (salaf) dan metode pembelajaran
modern (tajdid). Namun secara rinci dapat disebutkan beberapa model pembelajaran
pesantren yaitu model sorogan, wetonan (bandongan), musyawarah (bahtsul masa’il),
pengajian pasaran, muhafadzah (hapalan), demonstrasi, muhawarah, dan mudzakarah.
Perlu adanya pengembangan model pembelajara di pesantren yaitu dengan
menggunakan metode pembelajaran yang lebih baik yakni mempergunakan kegiatan
murid-murid sendiri secara efektif dalam kelas, merencanakan dan melaksanakan
kegiatan-kegiatan sedemikian rupa secara kontinu dan juga melalui kerja kelompok.
Pola pengembangan pembelajaran yang dimaksud adalah metode pembelajaran
terbimbing dan metode mengajar teman sebaya.
Sedangkan, tujuan utama Muhammadiyah adalahMengembalikan amal dan
perjuangan umat pada sumber Al Qur’an dan Hadist, bersih dari Bid’ah dan khurafat.
Menafsirkan ajaran-ajaran Islam secara modern. Memperbaharui sistem pendidikan
Islam secara modern sesuai dengan kehendak dan kemajuan jaman.Membebaskan
umat dari ikatan-ikatan tradisionalisme, konservatisme, taqlidisme dan formalisme
yang membelenggu kehidupan umat.

B. Saran
Dalam sebuah lembaga di bidang pendidikan, diharapkan besar dalam
kehidupan bemasyarakat bagi kehidupan generasi penerusnya sebagai penerus
perjuangan di tengah kehidupan bermasyarakat bangsa
.Maka dari itu,sistem pembelajaran pada Pondok pesantredan Muhammadyah
sebagai wadah dalam mengembangkan nilai-nilai karakter pada santri diharapkan
dapat meningkatkan kualitas pendidikan baik dari segi kegiatan yang diajarkan
kepada santri ataupun dari segi mutu tenaga pendidik sehingga dapat tercapainya
keberhasilan pendidikan karakter.

14
DAFTAR PUSTAKA
Nasir, ridlwan, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Pondok
Pesantren di Tengah Arus Perubahan, (Yogyakarta: Pustaka pelajar,
2005).
Agama RI, Departemen. Pola Pembelajaran Di Pesantren . Jakarta:
Departemen Agama RI, 2001
Http://solomoncell.wordpress.com/2012/06/04/pendidikan-
muhammadiyah/
Yusuf, M. Yunan (ed.). 2000. Filsafat Pendidikan Muhammadiyah
(naskah awal). Jakarta: Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah.

15

Anda mungkin juga menyukai