Anda di halaman 1dari 24

REVIEW JURNAL FITOKIMIA

SERTA BIOAKTIVITAS DAUN SALAM

OLEH:
Ni Made Catur Indrawati 161200114
Ni Putu Mega Apriyanti 161200115
Nirvia Aquino 161200116
Ni Nengah Semiari 161200117
I Gst. Ayu Ari Candrawati 161200118
I Gst. A. Ngurah Bagaskara P. 161200117

JURUSAN FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS
INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA BALI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sembahkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya makalah kajian ilmiah ini dapat diselesaikan tepat waktu. Makalah kajian
ilmiah yang berjudul “Review jurnal : Dengan Tema Daun Salam” ini disusun dalam
rangka memenuhi salah satu syarat dalam menempuh mata kuliah Fitokimia yang
diampu oleh Bapak Putu Yudhistira Budhi Setiawan, S.Farm., M.Sc., Apt. pada
Semester Genap Tahun Akademik 2018/2019.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis mengalami banyak rintangan dan


hambatan. Akan tetapi, berkat adanya bantuan dari berbagai pihak, rintangan dan
hambatan tersebut dapat diatasi sehingga terwujudlah makalah ini. Terkait hal itu,
penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Bapak Putu
Yudhistira Budhi Setiawan, S.Farm., M.Sc., Apt. selaku dosen mata kuliah Fitokimia.
Semoga jasa dan budi baik yang telah diberikan memperoleh pahala yang setimpal
dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih
jauh dari yang sempurna. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan dan
pengalaman penulis dalam menyusun karya tulis ilmiah. Oleh karena itu, segala kritik
dan saran perbaikan sangat diharapkan demi kesempurnaan tulisan dan karya-karya
penulis berikutnya. Akhirnya, semoga karya tulis ini dapat bermanfaat.

Denpasar, 20 Mei 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................... 2

1.2 Rumusan Masalah...................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 3

2.1 Morfologi Tanaman ................................................................. 3

2.2 Makroskopi & Mikroskopis Tanaman ..................................... 4

2.3 Metode Uji Kandungan Senyawa ............................................. 5

2.4 Hasil Uji Kandungan Senyawa ................................................ 8

2.5 Metode Uji Bioaktivitas............................................................ 15

2.6 Hasil Uji Kandungan Aktivitas ................................................ 16

BAB III PENUTUP ....................................................................................... 19

3.1 Kesimpulan ............................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penggunaan obat tradisional sebagai alternatif pengobatan telah lama
dilakukan jauh sebelum ada pelayanan kesehatan formal dengan menggunakan obat-
obatan moderen. Namun, negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau yang
didiami oleh berbagai suku memungkinkan terjadinya perbedaan dalam pemanfaatan
tanaman sebagai obat tradisional. Hal ini disebabkan setiap suku memiliki
pengalaman empiris dan kebudayaan yang khas sesuai dengan daerahnya masing-
masing. Kehidupan nenek moyang yang menyatu dengan alam menumbuhkan
kesadaran bahwa alam adalah penyedia obat bagi dirinya dan masyarakat. Mulai dari
sinilah berkembang pengertian obat tradisional. Menurut Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, obat tradisional merupakan produk yang terbuat dari bahan alam
yang jenis dan sifat kandungannya sangat beragam dan secara turun temurun telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Depkes, 2007).

Salah satu jenis tanaman obat yang potensial adalah daun salam. Daun salam
mengandung minyak atsiri, alkaloid, tannin, dan flavonoid. Ekstrak etanol dari daun
tersebut berfungsi sebagai zat antijamur, antibakteri (Kurniawati, 2010; Ong, 2008).
Daun salam merupakan tanaman obat yang daunnya langsung dipanen dari alam .
Daun salam (Syzygium polyanthum Wight) famili myrtaceaea merupakan salah satu
tanaman dari Indonesia yang potensial digunakan sebagai bahan baku obat herbal.
Masyarakat telah menggunakan daun salam sebagai obat untuk hiperglikemia
(diabetes mellitus), hipertensi, gout, antidiare, menurunkan kadar kolesterol, dan
gastritis (Malik and Ahmad, 2013). Secara farmakologis daun salam telah dibuktikan
memiliki aktivitas antioksidan, antidiare, antibakteri, menurunkan kadar kolesterol
darah, antiglikemia dan antihipertensi ( Malik and Ahmad, 2013). Daun salam
mengandung flavonoid kuersetin, kuersitrin, mirsetin dan mirsitrin (Fitri, 2007).

1
Daun salam sebagai obat herbal memerlukan standardisasi untuk menjamin
identitas komponen kimianya. Standardisasi herbal adalah suatu sistem yang sangat
dibutuhkan guna menjamin kualitas, kuantitas, dan efek terapetik dari komponen-
komponen kimia dari kadungan daun salam, dan merupakan suatu penanda dalam
identifikasi khasiat dari daun salam.

1.1 Rumusan Masalah


1. Bagaimana morfologi dari daun salam?
2. Bagaimana makroskopis dan mikroskopis dari daun salam?
3. Apa saja metode uji kandungan senyawa daun salam?
4. Bagaimana hasil uji kandungan senyawa daun salam?
5. Bagaimana metode uji bioaktivitas senyawa daun salam?
6. Bagaimana hasil uji kandungan aktivitas senyawa daun salam?
1.2 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui morfologi dari daun salam
2. Untuk mengetahui makroskopis dan mikroskopis dari daun salam
3. Untuk mengetahui metode uji kandungan senyawa daun salam
4. Untuk mengetahui hasil uji kandungan senyawa daun salam
5. Untuk mengetahui metode uji bioaktivitas senyawa daun salam
6. Untuk mengetahui hasil uji kandungan aktivitas senyawa daun salam

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Morfologi Tanaman
2.1.1 Morfologi Tanaman
Salam adalah nama tumbuhan yang merupakan penghasil rempah dan
merupakan salah satu tanaman obat di Indonesia. Tumbuhan salam
merupakan tumbuhan yang banyak ditanam untuk menghasilkan daunnya.
Beberapa nama yang dimiliki oleh tumbuhan ini yaitu ubai serai (Melayu),
manting (Jawa), dan gowok (Sunda). Nama ilmiah dari tumbuhan ini yaitu
Syzygium polyanthum (Wight.) Walp atau Eugenia polyantha Wight (Enda,
2009).

Daun salam memiliki bentuk daun yang lonjong sampai elip atau
bundar telur sungsang dengan pangkal lancip, sedangkan ujungnya lancip
sampai tumpul dengan panjang 50 mm sampai 150 mm, lebar 35 mm sampai
65 mm, dan terdapat 6 sampai 10 urat daun lateral. Panjang tangkai daun 5
mm sampai 12 mm. Daun salam merupakan daun tunggal yang letaknya
berhadapan. Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau muda dan jika
diremas berbau harum (Dalimartha, 2000).

2.1.2 Klasifikasi Tanaman


Adapun klasifikasi tumbuhan salam menurut van Steenis, 2003
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Superdivisi : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Myrtales
Family : Myrtaceae

3
Genus : Syzygium
Species : Syzygium polyanthum (Wight.) Walp

Tanaman salam mempunyai kandungan kimia minyak atsiri 0,2% (sitral,


eugenol), flavonoid (katekin dan rutin), tannin dan metil kavicol (methyl
chavicol) yang dikenal juga sebagai estragole atau p-. Senyawa Katekin, Rutin,
Asam Galat Senyawa tersebut mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Tanin
dan flavonoidmerupakan bahan aktif yang mempunyai efek anti inflamasi dan
antimikroba. Minyak atsiri secara umum mempunyai efek sebagai antimikroba,
analgesik, dan meningkatkan kemampuan fagosit. Minyak atsiri daun salam
terdiri dari fenol sederhana, asam fenolat misal asam galat, seskuiterpenoid, dan
lakton. Juga mengandung saponin, lemak, dan karbohidrat. Dari beberapa bukti
bahan aktif tanaman salam maka tanaman salam mempunyai efek farmakologis.
Eugenia polyantha mengandung tanin, minyak atsiri, seskuiterpen, triterpenoid,
steroid, sitral, saponin, dan karbohidrat (Moeloek, 2006). Daun salam juga
mengandung beberapa vitamin, di antaranya vitamin C, vitamin A, vitamin E,
thiamin, riboflavin, niacin, vitamin B6, vitamin B12, dan folat. Beberapa mineral
pada daun salam yaitu selenium, kalsium, magnesium, seng, sodium, potassium,
besi, dan phospor (asiamaya.com).

2.2 Makroskopis & Mikroskopis Tanaman


2.2.1 Makroskopis Tanaman

4
Daun salam adalah daun Syzygium polyanthum Wight, suku Myrtaceae,
mengandung flavonoid total tidak kurang dari 0,40% dihitung sebagai kuersetin.
Pemerian berupa daun berwarna kecoklatan, bau aromatic lemah, rasa kelat. Daun
tunggal bertangkai pendek, panjang tungkai daun 5-10 mm. helai daun berbentuk
jorong memanjang, panjang 7-15 cm; ujung dan pangkal daun meruncing; tepi
rata; permukaan atas berwarna coklat kehijauan, licin, mengkilap; permukaan
bawah berwarna coklat tua; tulang daun hijau menyirip dan menonjol pada
permukaan bawah, tulang cabang halus (Depkes RI, 2008).

2.2.2 Mikroskopik Tanaman

Fragmen pengenal adalah epidermis bawah dengan stomata tipe parasitis,


berkas pengangkut, serabut sklerenkim, epidermis atas dan Kristal kalsium
oksalat bentuk roset, lepas (Depkes RI, 2008)

2.3 Metode Uji Kandungan antioksidan ekstrak Daun salam

2.3.1 uji aktivitas antioksidan ekstrak daun salam (syzygium polyanthum) dengan
menggunakan 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil
1. Bahan :

5
daun salam, etanol absolut, reagen mayer, logam Mg, HCl 2 N, larutan FeCl3
1%, HCl pekat, aquadest, DPPH dan Vitamin C.
2. alat :
Neraca analitik, blender, seperangkat alat rotary vacuum evaporator,
spektrofotometer UV-Vis PG instruments Ltd, labu, penangas air, dan peralatan
gelas yang umum di laboratorium.
3. Methode :

Pada penelitian ini, uji aktivitas antioksidan pada ekstrak daun salam dengan
metode pengujian menggunakan DPPH. Metode uji antioksidan menggunakan
DPPH adalah salah satu metode uji kuantitatif untuk mengetahui seberapa besar
aktivitas daun salam sebagai antioksidan. Metode pengujian menggunakan DPPH
merupakan metode yang konvensional dan telah lama digunakan untuk penetapan
aktivitas senyawa antioksidan (Utomo et al., 2008). Selain itu, pengerjaannya juga
mudah, cepat dan sensitif untuk menguji aktivitas antioksidan dari ekstrak
tanaman menggunakan DPPH secara spektrofotometer (Pourmorad,
Hosseinimehr, & Shahabimajd, 2006)

4. Ekstraksi daun salam dengan menggunakan pelarut etanol absolut


Ekstrak daun salam dibuat dengan mengekstraksi 30 gram serbuk masing-
masing daun salam (daun muda, daun setengah tua, daun tua) secara maserasi
dengan pelarut etanol hingga terekstraksi sempurna. Simplisia direndam dalam
pelarut etanol absolute sebanyak 300 mL selama 2 x 24 jam. Setelah 2 x 24 jam
filtrat yang diperoleh disaring dan residunya dimaserasi kembali dengan pelarut
etanol. Hasil ekstraksi selanjutnya dipekatkan dengan menggunakan rotary
vacuum evaporator.

2.3.2 Penetapan Kadar Tannin dalam Infusa Daun Salam

Penetapan kadar tannin dalam infusa daun salam (Syzygium polyanthus) secara
spektrofotometri sinar tampak

6
1. Bahan:
Daun salam (Syzygium polyanthum (Wight.) Walp) muda dan tua, asam
tanat, asam fosfomolibdat, natrium karbonat anhidrat, natrium tungstat, asam
fosfat, gelatin, besi (III) klorida, natrium klorida 2%, asam sulfat pekat,
aquabidestilata dan aquadetilata. Semua bahan kimia berderajat pro analisis.
2. Alat
Spektrofotometer, Ultraviolet-visibel (PharmaSpec UV-Vis 1700
Shimadzu), panci infusa, kompor, listrik dan alat-alat gelas yang lazim
digunakan di laboratorium analisis.
3. Methode
Metode yangh digunakan adalah metode spektrofotometri ultraviolet-
visibel dengan menggunakan pereaksi Folin Denis. Pereaksi ini mengandung
asam fosfomolibdat yang akan direduksi menjadi molibdenum. Ketika sudah
mengalami reduksi maka larutan menjadi berwarna biru dan dapat diukur
serapannya pada daerah sinar tampak. Dalam hal ini, tannin berperan sebagai
zat pereduksi. Semakin banyak tanin yang terkandung dalam sampel infusa
daun salam maka semakin banyak fosfomolibdat yang tereduksi menjadi
molibdenum, akibatnya warna biru yang terbentuk semakin intensif dan nilai
serapan yang terukur juga semakin besar.

2.3.3 Pengaruh Daun Salam (syzygium polyanthum) Terhadap Protein Kuning Telur,
Total Fenol dan Flavonoid pada Telur Asin
1. Alat dan bahan
Telur asin yang dibuat dari telur itik yang diasinkan. Telur itik
diperoleh dari peternakan itik yang berada di Desa Junrejo, Kecamatan
Junrejo, Kota Batu sebanyak 240 butir dengan bobot telur sekitar 54-64g.
pengasinan dilakukan dengan cara pemeraman menggunakan serbuk batu
bata, garam dan rebusan daun salam (Syzygium polyanthum).
2. Methode

7
Metode yang digunakan dalam penelitian percobaan laboratorium.
Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Percobaan Acak Lengkap
(RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 kali ulangan yaitu P0 (0), P1 (5), P2 (10), P3
(15) dan P4 (20 %). Penambahan 0% digunakan sebagai tanpa perlakuan
karena pada perlakuan ini tidak ada penambahan rebusan daun salam.
Penambahan rebusan daun salam 20 % merupakan batas akhir penambahan
rebusan daun salam.
3. Variable pengamatan
Variabel yang di ukur dalam penelitian ini adalah kadar protein kuning
telur, total fenol dan flavonoid. Pengujian kadar protein menggunakan metode
semimikro Kjeldhal, mengikuti metode kerja SNI 01-2891-1992. Pengujian
total fenol uji total fenol ditentukan oleh metode Follin-Ciocalteu dengan
menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 360 nm.
4. Analisis data
Data yang diperoleh dari pengujian kadar protein kuning telur, total
fenol dan flavonoid dianalisi menggunakan metode percobaan yang didisain
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) jika diperoleh hasil yang
berbeda nyata maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD).

2.4 Hasil Uji Kandungan Senyawa

2.4.1 UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN SALAM (SYZYGIUM


POLYANTHUM) DENGAN MENGGUNAKAN 1,1-DIFENIL-
2PIKRILHIDRAZIL

Data hasil ekstraksi daun salam yang diperoleh pada penelitian ini disajikan
dalam Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Ekstraksi Sampel Daun Salam dengan Menggunakan Pelarut Etanol

8
Data hasil uji identifikasi senyawa bioaktif pada daun salam yang diketahui
memiliki aktivitas antioksidan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Uji Identifikasi Senyawa Bioaktif Daun Salam

Keterangan :
(-) = Hasil negatif
(+) = Hasil positif lemah
(++) = Hasil positif kuat
(+++) = Hasil positif sangat kuat

Data hasil pengukuran absorbansi ekstrak daun salam dan pembanding vitamin C
yang telah ditambahkan dengan larutan DPPH sesuai variasi konsentrasi disajikan
pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Pengukuran Absorbansi

9
Absorbansi blanko (DPPH 0,1 mM) = 0,490

Data hasil uji aktivitas antioksidan dari ekstrak daun salam dan larutan pembanding
vitamin C disajikan pada Tabel 4.

Ekstraksi Daun Salam Menggunakan Pelarut Etanol Absolut


Pada penelitian ini metode ekstraksi yang digunakan yaitu metode maserasi
dengan menggunakan pelarut etanol absolut. Pada penelitian ini digunakan pelarut
etanol absolut sebanyak 300 ml untuk 30 gram sampel daun salam. Pemilihan metode
maserasi pada penelitian ini karena metode ini mudah dilakukan dan tidak
memerlukan alat khusus. Pemilihan pelarut etanol absolut pada penelitian ini
disesuaikan dengan metode yang digunakan. Pada penelitian ini digunakan metode
pengujian menggunakan DPPH, dimana metode ini hanya digunakan untuk menguji
senyawa-senyawa antioksidan yang larut dalam pelarut organik khususnya alkohol
(Molyneux, 2004), sehingga pada penelitian ini digunakan pelarut alkohol, dalam hal
ini yaitu etanol absolut.

Cara yang dilakukan untuk mendeteksi golongan senyawa alkaloid dengan


menggunakan pereaksi Mayer yang memberikan endapan putih yang menunjukkan
adanya alkaloid. Adanya senyawa flavonoid ditandai dengan terbentuknya warna
kuningjingga oleh pereaksi deteksi flavonoid, adanya tanin ditandai dengan
terbentuknya larutan berwarna biru tua dengan pereaksi deteksi tanin, sedangkan
adanya saponin menimbulkan busa yang stabil dengan pereaksi deteksi saponin
(Arianti, Harsojo, Syafria, & Ermayanti, 2007). Berdasarkan hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa makin tua umur tanaman makin terakumulasi senyawa bioaktif
yang terkandung di dalamnya. Peningkatan senyawa bioaktif ini disebabkan proses
sintesis senyawa bioaktif yang meningkat apabila tanaman terkena cahaya langsung.
Senyawa-senyawa golongan flavonoid dapat mengalami peningkatan karena
pengaruh cahaya (Ghulamahdi, Aziz, & Nirwan, 2008)

10
2.4.2 PENETAPAN KADAR TANIN DALAM INFUSA DAUN SALAM
(Syzygium polyanthum (Wight.) Walp) SECARA SPEKTROFOTOMETRI SINAR
TAMPAK

Untuk mengetahui kandungan tanin dalam infusa daun salam maka dilakukan
uji kualitatif dengan reaksi warna menggunakan H2SO4 dan FeCl3, serta dengan
panambahan larutan gelatin. Dengan pereaksi FeCl3 terbentuk warna hitam kebiruan
yang ketika dilakukan penambahan H2SO4 berubah menjadi coklat. Ketika dilakukan
penambahan larutan gelatin terbentuk endapan putih (Robinson, 1995). Reaksi
dengan FeCl3 melibatkan struktur tanin yang merupakan senyawa polifenol, yaitu
dengan adanya gugus fenol ini akan berikatan dengan FeCl3 membentuk kompleks
berwarna hitam kebiruan. Kompleks yang terbentuk ini tidak stabil dengan
penambahan H2SO4 (Anonim, 1995). Berdasarkan hasil tersebut maka dapat
dinyatakan bahwa di dalam sampel infusa daun salam mengandung tanin.

Kadar tanin dalam infusa daun salam yang berbeda usia ditetapkan dengan
metode spektrofotometri ultraviolet-visibel dengan menggunakan pereaksi Folin
Denis. Pereaksi ini mengandung asam fosfomolibdat yang akan direduksi menjadi
molibdenum. Ketika sudah mengalami reduksi maka larutan menjadi berwarna biru
dan dapat diukur serapannya pada daerah sinar tampak. Dalam hal ini, tanin berperan
sebagai zat pereduksi. Semakin banyak tanin yang terkandung dalam sampel infusa
daun salam maka semakin banyak fosfomolibdat yang tereduksi menjadi
molibdenum, akibatnya warna biru yang terbentuk semakin intensif dan nilai serapan
yang terukur juga semakin besar.

Untuk analisis kuantitatif menggunakan metode spektrofotometri ultraviolet-


visibel maka perlu dilakukan penentuan panjang gelombang maksimum. Setelah
dilakukan pengukuran maka diperoleh hasil bahwa pajang gelombang maksimum
larutan standar tanin adalah 745 nm, sehingga. untuk mengukuran serapan
dipergunakan panjang gelombang ini. Kurva baku dibuat dengan membuat larutan
asam tanat dengan konsentrasi 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; 0,7 dan 0,8 mg/mL. Kurva

11
hubungan antara konsentrasi dan serapan menunjukkan hubungan yang linier
(r=0,997) dengan persamaan garis lurus y = 0,937 x + 0,0296. Kurva baku ini
digunakan untuk

Gambar 1. Hasil scanning larutan baku asam tanat setelah direaksikan dengan
pereaksi Folin
Denis

0.9
0.8
0.7
0.6
0.5 y = 0.936x + 0.029
0.4 R² = 0.997
0.3
0.2
0.1
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Gambar 2. Kurva hubungan konsentrasi asam tanat (mg/mL) dan serapan menghitung
kadar
tanin dalam sampel infusa daun salam.

12
Hasil penetapan kadar tanin dalam sampel infusa daun salam muda dan daun
salam tua berturut-turut 2,38±0,036% (KV=1,51%) dan 2,45±0,007% (KV=0,29%).
Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kadar tanin dalam sampel daun salam
muda dan tua maka dilakukan analisis statistik dengan uji t. Analisis dengan uji t
diperoleh nilai t hitung 3,407 lebih besar dibandingkan t tabel. Nilai t hitung tersebut
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kadar tanin pada daun salam
muda dengan kadar tanin pada daun salam tua.

2.4.3 PENGARUH DAUN SALAM (Syzygium polyanthum) TERHADAP


PROTEIN KUNING TELUR, TOTAL FENOL DAN FLAVONOID PADA
TELUR ASIN

Secara umum telur memiliki 3 unsur terpenting yaitu kulit telur (11% dari
berat total telur), putih telur (57% dari berat total telur), putih telur (57% dari
berat telur total), dan kuning telur (32% dari berat telur). Hasil analisis
ragam menunjukkan bahwa pemberian rembusan daun salam tidak berbeda nyata
(p>0,05) terhadap protein kuning telur pada telur asin. Pengujian kandungan protein
P0 (tanpa penambahan rebusan daun salam) 17,96 , P1 (penambahan rebusan daun
salam 5%) 18,56, P2 (penambahan rebusan daun salam 10%) 19,85, P3
(penambahan rebusan daun salam 15%) 19,47 dan P4 (penambahan rebusan daun
salam 20%) 17,88%

Berdasarkan hasil pengujian total fenol, Fhitung yang diperoleh menunjukan


perbedaan sangat nyata (p<0,01) terhadap telur asin setelah penambahan rebusan
daun salam. Tabel 1 memberikan hasil bahwa total fenol terendah terdapat pada
perlakuan P0 Sebesar 0,024% kemudian diikuti dengan peningkatan P1 sebesar
0,041%, kemudian perlakuan P2 sebesar 0,042% lalu P3 sebesar 0,054% dan tertinggi
ditunjukan pada P4 sebesar 0,064%. Tabel 1 menunjukkan bahwa penambahan
rebusan daun salam berpengaruh meningkatkan total fenol pada telur asin, semakin
tinggi total fenol yang terkandung dalam telur asin maka semakin tinggi pula
kosentrasi rebusan daun salam yang ditambahkan. Telur asin yang tidak

13
menggunakan penambahan rebusan daun salam kadar total fenol terendah karena
tanpa penambahan total fenol dari sumber lain (rebusan daun salam) jika
dibandingkan dengan telur asin yang ditambahkan dengan rebusan daun salam.

Peningkatan kosentrasi penambahan rebusan daun salam pada perlakuan P0


hingga P4 meyebabkan kandungan total fenol yang terdapat dalam telur asin juga
semakin tinggi sehingga menghasilkan hubungan yang sinergis pada kedua senyawa
(karetonoid dan fenol) mampu meningkatkan total fenol pada telur asin yang
memiliki fungsi sebagai antioksidan. Kandungan fenol diperkirakan mempunyai
hubungan sinergisme dengan karotin pada telur, sehingga dalam kandungan
antioksidan telur asin semakin bertambah pada kosentrasi rebusan daun salam yang
semakin tinggi.

Daun salam yang ditambahkan pada proses pengasinan telur pada penelitian
ini, mengadung beberapa senyawa yang memiliki daya antibakteri salah satunya
adalah flavonoid. Senyawa-senyawa antibakteri menurut Widiawati (2005) dapat
menghambat pertumbuhan bakteri patogen melalui beberapa mekanisme, yaitu
meyebabkan kerusakan pada dinding sel bakteri, mempengaruhi premeabilitas
membran sitoplasma, menghambat kerja sangat nyata (p<0,01) enzim.
Terdapatnya sifat antibakteri tersubut maka bisa dipastikan ketahanan dari telur asin
yang disimpan lebih lama. dibandingkan dengan telur asin yang tidak ditambahkan
rebusan daun salam atau perlakuan kontrol, biasanya telur asin bisa bertahan selama
2-3 minggu dalam suhu ruang. Penambahan rebusan daun salam dapat
mempengaruhi masa simpan telur asin, pada umumnya telur asin hanya bertahan
hingga 3 minggu tetapi pada perlakuan ini telur asin dapat disimpan hingga 4 minggu
dalam suhu ruang hal ini sudah dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan dengan
melihat nilai pada Tabel 1. Semakin tinggi konsentrasi daun salam yang digunakan
maka sifat antibakterinya semakin tinggi dilihat dari kadar flavonoid yang
terkandung dalam telur asin dengan penambahan rebusan daun salam. Mekanisme
kerja flovanoid sebagai antibakteri dengan mendenaturasi molekul-molekul protein
dan asam nukleat yang meyebabkan koagulasi dan pembekuan protein yang akhirnya

14
akan terjadi gangguan metabolisme dan fungsi fisiologis bakteri, jika metabolisme
terganggu maka kebutuhan energi tidak tercukupi sehingga mengakibatkan rusaknya
sel bakteri secara permanen yang pada akhirnya meyebabkan kematian (Wee,
2003).

Tabel 1. Rata – rata Kadar Protein, Total Fenol, dan Flavonoid pada Kuning Telur
Asin

Perlakuan Protein kuning telur (%) Total Fenol (%) Flavonoid


(%)
P0 17,96±3,23 0,024 a ±0,003 34,26 a ±2,36
P1 18,56±1,05 0,041 ab ±0,013 54,59 b ±3,72
P2 19,85±1,97 0,042 ab ±0,001 68,28 c ±5,34
P3 19,47±1,09 0,054 b ±0,003 83,91 d ±3,73
P4 17,88±1,70 0,064 c ±0,003 92,62 d ±1,92

Keterangan: superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan


perbedaan yang membran sitoplasma, menghambat kerja sangat nyata (p<0,01)
enzim. Terdapatnya sifat antibakteri tersubut maka bisa dipastikan ketahanan dari
telur asin yang disimpan lebih lama. dibandingkan dengan telur asin yang tidak
ditambahkan rebusan daun salam.

2.5 Uji Metode Bioaktivasi

2.5.1 Pengaruh Pemberian Air Rebusan Daun Salam (Syzygium Polyanthum)


Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat

15
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya Pengaruh Pemberian
Air Rebusan Daun Salam Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat .Jenis penelitian
ini adalah Pre eksperimental dengan metode pendekatan Pretest – Posttest. dengan
menggunakan metode total sampling dengan jumlah sampel sebanyak 10 orang.
Pengumpulan data dilakukan secara langsung terhadap responden dengan
wawancara, lembar observasi dan pengukuran kadar asam urat dan gula darah.
Hasil penelitian ditemukan bahwa terdapat perbedaan kadar asam urat sebelum
dan sesudah pemberian air rebusan daun salam. Berdasarkan hasil Uji T terdapat
perbedaan kadar asam urat sebelum dan sesudah pemberian air rebusan daun
salam. Dimana rata- rata kadar asam urat sebelum adalah 7,16 mg/dl, dan kadar
asam urat sesudah adalah 5,76 mg/dl. Maka didapatkan nilai p=
0,000.Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa mengkonsumsi air
rebusan daun salam dapat menurunkan kadar asam urat, karena flavanoid yang
terkandung dalam daun salam. Untuk itu dibutuhkan penelitian lebih lanjut
tentang efek samping dan manfaat lain dari daun salam.

2.4 Hasil Uji Kandungan Aktivitas

2.6.1 Pengaruh Pemberian Air Rebusan Daun Salam (Syzygium Polyanthum)


Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat .

Table 5. rata-rata Penurunan Kadar Asam Urat Sebelum dan Setelah Pemberian Air
Rebusan Daun Salam Pada Penderita Asam Urat

16
Berdasarkan tabel 5 diatas dapat diketahui bahwa rata- rata kadar asam
urat sebelum diberikan air rebusan daun salam adalah 7,160 mg/dL, dan kadar
asam urat setelah pemberian air rebsuan daun salam adalah 5,76 mg/dL.
Setelah dilakukan uji t dependen dengan tingkat kemaknaan p < 0,05
diperoleh nilai p = 0,000 yang artinya ada perbedaan yang bermakna terhadap
kadar asam urat antara sebelum dan setelah pemberian air rebusan daun
salam. Dapat disimpulkan bahwa Ha diterima yaitu ada pengaruh pemberian
air rebusan daun salam terhadap penurunan kadar asam urat di wilayah kerja
Puskesmas Paninggahan Kabupeten Solok tahun 2013, terbukti dengan nilai p
= 0,000.

Peningkatan kadar asam urat di dalam tubuh dapat disebabakan oleh


beberapa faktor seperti faktor bawaan yang menyebabkan kelainan sintesa
purin, faktor pembuangan asam urat yang tergganggu, juga disebabkan oleh
faktor makanan, yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung
purin tinggi, dan juga dapat disebabkan oleh faktor usia. Daun salam dapat
dimanfaatkan dalam penanggulangan peningkatan kadar asam urat.
Pemakaian ekstrak daun salam peroral menghambat pembentukan asam urat
dengan cara mengurangi jumlah hipoxantin dan xantin dalam tubuh. Dimana
daun salam mengandung minyak atsiri (0,05 %) mengandung sitral dan
eugenol, tanin dan flavonoida. Peningkatan asam urat yang terjadi pada
penelitian ini disebabkan karena pengaruh faktor usia, karena semakin
meningkat usia seseorang maka kemungkinan terjadinya peningkatan kadar
asam urat dalam tubuh juga semakin besar. Faktor lain yang mempengaruhi
terjadinya peningkatan kadar asam urat tersebut diantaranya gaya hidup yang
suka mengkonsumsi makanan tinggi purin sehingga terjadi peningkatan kadar
asam urat dalam tubuh. Terganggunya pengeluaran asam urat dari tubuh juga
menjadi penyebab terjadinya peningkatan asam urat dalam tubuh.

Kadar Asam Urat Setelah Pemberian Air Rebusan Daun Salam Hasil
analisa didapatkan rata-rata kadar asam urat sesudah pemberian air rebusan

17
daun salam adalah 5,76 mg/dL, dengan kadar asam urat maksimal adalah 6,7
mg/dL dan kadar asam urat minimal adalah 4,9 mg/dL. Dapat disimpulkan
bahwa setelah pemberian air rebusan daun salam terjadi penurunan kadar
asam urat, dapat dilihat dari perbedaan rata-rata kadar asam urat sebelum dan
sesudah pemberian air rebusan daun salam. Penurunan kadar asam urat
dengan pemanfaatan daun salam ini dipengaruhi oleh kandungan flavonoid
yang terkandung dalam daun salam, dengan pemakaian daun salam dapat
menghambat kerja enzim hipoxhantin, sehingga pembentukan asam urat dapat
dihambat. Selain itu daun salam juga berkhasiat sebagai diuretik yang
membantu pengeluaran asam urat melalui urin. Inilah yang membuat daun
salam dapat digunakan untuk pengendalian asam urat.

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Salam adalah nama tumbuhan yang merupakan penghasil rempah dan


merupakan salah satu tanaman obat di Indonesia. Daun salam adalah daun
Syzygium polyanthum Wight, suku Myrtaceae, mengandung flavonoid total tidak
kurang dari 0,40% dihitung sebagai kuersetin. Tanaman salam mempunyai
kandungan kimia minyak atsiri 0,2% (sitral, eugenol), flavonoid (katekin dan
rutin), tannin dan metil kavicol (methyl chavicol). Daun salam juga
mengandung beberapa vitamin, di antaranya vitamin C, vitamin A, vitamin E,
thiamin, riboflavin, niacin, vitamin B6, vitamin B12, dan folat.

Daun salam adalah daun Syzygium polyanthum Wight, suku Myrtaceae,


mengandung flavonoid total tidak kurang dari 0,40% dihitung sebagai kuersetin.
Pemerian berupa daun berwarna kecoklatan, bau aromatic lemah, rasa kelat.
Daun tunggal bertangkai pendek, panjang tungkai daun 5-10 mm. helai daun
berbentuk jorong memanjang, panjang 7-15 cm; ujung dan pangkal daun
meruncing; tepi rata; permukaan atas berwarna coklat kehijauan, licin,
mengkilap; permukaan bawah berwarna coklat tua; tulang daun hijau menyirip
dan menonjol pada permukaan bawah, tulang cabang halus.

Daun salam dapat dimanfaatkan dalam penanggulangan peningkatan


kadar asam urat. Pemakaian ekstrak daun salam peroral menghambat
pembentukan asam urat dengan cara mengurangi jumlah hipoxantin dan xantin
dalam tubuh. Dimana daun salam mengandung minyak atsiri (0,05 %)
mengandung sitral dan eugenol, tanin dan flavonoida. Penurunan kadar asam
urat dengan pemanfaatan daun salam ini dipengaruhi oleh kandungan flavonoid
yang terkandung dalam daun salam, dengan pemakaian daun salam dapat

19
menghambat kerja enzim hipoxhantin, sehingga pembentukan asam urat dapat
dihambat

20
Daftar Pustaka

DepKes RI, 2007. Lampiran Keputusan Mentri Kesehatan Nomor : 381/ MenKes/
SK/ III/ 2007 mengenai Kebijakan Obat Tradisional Nasional Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Farmakope Herbal Indonesia.


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Dalimartha Setiawan. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Bogor : Trobus

Dalimartha,S .2006. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 5. Pustaka Bunda. Jakarta.

Enda, W.G.2009. Uji Efek Antidiare Ekstrak Etanol Kulit Batang Salam (Syzygium
polyanthum (Wight) Walph.) terhadap Mencit Jantan.

Fitri, Ana. 2007. “ Pengaruh Penambahan Daun Salam ( Eugenia polyantha, Wight )
Terhadap Kualitas Mikrobiologis, Kualitas Organoleptis dan Daya Simpan
Telur Asin pada Suhu Kamar. Skripsi. Surakarta : Fakultas matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret.

Kurniawati, N.2010 . Sehat dan Cantik Alami Berkat Khasiat Bumbu dapur. Mizan
Pustaka. Bandung

Malik A dan Ahmad, A.R. 2013. Antidiarreal Activity of Etanolic Extract of Bay
Leaves ( Syzygium Polyanthum Wight ). Int. Res. J. Pharm. 4 ( 4 ) : 106 -108

Moeloek FA. 2006. Herbal and traditional medicine: National perspectivesand


policies in Indonesia. Jurnal Bahan Alam Indonesia, 5(1):293-97.

Muhlisah, F.2008. Tanaman Obat Keluarga ( TOGA ).Penebar Swadaya. Jakarta.

21

Anda mungkin juga menyukai