Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu masalah gangguan kesehatan yang menonjol pada usia lanjut adalah
gangguan muskoloskeletal, terutama osteoartritis dan osteoporosis. Menghadapi
problem ini tanpa adanya persiapa yang baik, di khawatirkan akan menjadikan beban
yang akan di tanggung pemerintah, masyarakat, dan warga usia lanjut dengan keluarga
akan menjadi sangat besar dan akan menghambat perkembangan ekonomi serta
memperburuk kualitas hidup manusia secara utuh (isbagio H dalam Daniel, 2007).

Osteoporosis adalah suatu problem klimakterium yang serius. Di amerika serikat


dijumpai satu kasus osteoporosis di antara dua sampai tiga wanita pascamonopause.
Massa tulang pada manusia mencapai maksimum pada usia sekita 35 tahun, kemudian
terjadi penurunan massa tulang secara eksponensial. Penurunan massa tulang ini
berkisar antara 3-5% setiap decade, sesuai dengan kehilangan massa otot dan hal ini di
alami baik pada pria dan wanita. Pada masa klimakterium, penurunan massa tulang
pada wanita lebih mencolok dan dapat mencapai 2-3% setahun secara eksponensial.
Pada usia 70 tahun kehilangan massa tulang pada wanita ini baru mencapai
25% (Gonta,P.1996).

Kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, sehingga
dapat menurunkan massa tulang total. Osteoporosis adalah penyakit yang mempunyai
sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai mikroarsitektur tulang dan
penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang. Tulang
secara progresif menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang menjadi mudah patah dengan
stres, yang pada tulang normal tidak menimbulkan pengaruh. Sherwood (2001),
mengatakan selama dua decade pertama kehidupan, saat terjadi pertumbuhan,
pengendapan tulang melebihi resorpsi tulang dibawah pengaru hormone pertumbuhan.
Sebaiknya pada usia 50-6- tahun, resorpsi tulang melebihi pembentukan tulang.
Kalsitonin yang menghambat resorpsi tulang dan merangsang pembentukan tulang
mengalami penurunan. Hormone paratiroid meningkat bersama bertambahnya dan
meningkatkan resorpsi tulang. Hormone estrogen yang menghambat pemecahan
tulang, juga berkurang bersama bertambahnya usia.
Menurut Ganong (2003), perempuan dewasa memiliki massa tulang yang lebih
sedikit daripada pria dewasa, dan setelah menopause mereka mulai kehilangan
tulang lebih cepat daripada pria. Akibatnya perempuan lebih rentang menderita
ospteoporosis serius. Penyebab utama berkurangnya tulang setelah menopause adalah
defesiensi hormone estrogen. Pada osteoporosis, matriks dan mineral tulang hilang,
hingga massa dan kekuatan tulang, dengan peningkatan fraktur.

Osteoporosis sering menimbulkan fraktur kompresi pada vertebra torakalis. Terdapat


penyempitan diskus vertebra, apabila penyebaran berlanjut keseluruh korpus vertebra
akan menimbulkan kompresi vertebra dan terjadi gibus. Fraktur kolum femur sering
terjadi pada usia di atas 60 tahun dan lebih sering pada perempuan, yang disebabkan
oleh penuaan dan osteoporosis pascamenopause.

Kolaps bertahap tulang vertebra mungkin tidak menimbulkan gejala, namun terlihat
sebagai kifosis progresif. Kifosis dapat mengakibatkan pengurangan tinggi badan. Pada
beberapa perempuan dapat kehilangan tinggi badan sekitar 2,5-15 cm, akibat kolaps
vertebra.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep medis osteoporosis ?

2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan osteoporosis ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui konsep medis osteoporosis.

2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan osteoporosis.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS MEDIS

A. Defenisi

Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya massa tulang secara nyata yang
berakibat pada rendahnya kepadatan tulang, sehingga tulang menjadi keropos dan rapuh.
“Osto” berarti tulang, sedangkan “porosis” berarti keropos. Tulang yang mudah patah
akibat Osteoporosis adalah tulang belakang, tulang paha, dan tulang pergelangan tangan
(Endang Purwoastuti : 2009) .

Osteoporosis yang dikenal dengan keropos tulang menurut WHO adalah penyakit
skeletal sistemik dengan karakteristik massa tulang yang rendah dan perubahan
mikroarsitektur dari jaringan tulang dengan akibat meningkatnya fragilitas tulang dan
meningkatnya kerentanan terhadap tulang patah. Osteoporosis adalah kelainan dimana
terjadi penurunan massa tulang total (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).

Menurut konsesus di Kopenhagen 1990, osteoporosis didefinisikan sebagai suatu


penyakit dengan karakteristik massa tulang yang berkurang dengan kerusakan
mikroarsitektur jaringan yang menyebabkan kerapuhan tulang dan resiko fraktur yang
meningkat (Lukman, Nurma Ningsih : 2009).

Osteoporosis adalah suatu keadaan dimana terdapat pengurangan jaringan tulang per unit
volume,sehingga tidak mampu melindungi atau mencegah terjadinya fraktur terhadap
trauma minimal (Kholid Rosyidi : 2013).

Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total. Terdapat
perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih besar
dari kecepatan pembentukan tulang, pengakibatkan penurunan masa tulang total. Tulang
secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah; tulang menjadi mudah fraktur
dengan stres yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal
(Brunner&Suddarth, 2000).

B. Klasifikasi Osteoporosis

Klasifikasi osteoporosis dibagi ke dalam dua kelompok yaitu osteoporosis primer dan
osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer terdapat pada wanita postmenopause
(postmenopause osteoporosis) dan pada laki-laki lanjut usia (senile osteoporosis).
Penyebab osteoporosis belum diketahui dengan pasti. Sedangkan osteoporosis sekunder
disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan Kelainan endokrin
misalnya Chusing’s disease,hipertiriodisme, hiperparatiriodisme, hipogonadisme,
kelainan hepar, gagal ginjal kronis, kurang gerak, kebiasaan minum alcohol, pemakaian
obat-obatan/kortikosteroid, kelebihan kafein, dan merokok (Lukman, Nurma Ningsih :
2009).

Djuwantoro (1996), membagi osteoporosis menjadi osteoporosis postmenopause (Tipe


I), Osteoporosis involutional (Tipe II), osteoporosis idiopatik, osteoporosis juvenil dan
osteoporosis sekunder.

1. Osteoporosis Postmenopause (Tipe I)

Merupakan bentuk yang paling sering ditemukan pada wanita kulit putih dan Asia.
Bentuk osteoporosis ini disebabkan oleh percepatan resopsi tulang yang berlebihan
dan lama setelah penurunan sekresi hormon estrogen pada masa menopause.

2. Osteoporosis involutional (Tipe II)

Terjadi pada usia diatas 75 tahun pada perempuan maupun laki-laki. Tipe ini
diakibatkan oleh ketidakseimbangan yang samar dan lama antara kecepatan resorpsi
tulang dengan kecepatan pembentukan tulang.

3. Osteoporosis Sinilis
Merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan
ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan
tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut.
Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering
menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan
postmenopausal.
4. Osteoporosis Juvenil Idiopatik
Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya belum diketahui. Hal ini terjadi
pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang
normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari
rapuhnya tulang (Mulyaningsih, 2008).
5. Osteoporosis sekunder.

Penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk menyebabkan fraktur atraumatik
akibat faktor ekstrinsik seperti kelebihan kortikosteroid, atraumatik reumatoid,
kelainan hati/ ginjal kronis, sindrom malabsorbsi, mastisitosis sistemik,
hipertiriodisme , varian status hipogonade dan lain-lain.

C. Etiologi Osteoporosis
1. Wanita
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh hormon
estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun. Selain itu,
wanita pun mengalami menopause yang dapat terjadi pada usia 45 tahun.
2. Usia
Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada usia 75-85
tahun, wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam mengalami kehilangan
tulang trabekular karena proses penuaan, penyerapan kalsium menurun dan fungsi
hormon paratiroid meningkat.
3. Ras/Suku
Ras juga membuat perbedaan dimana ras kulit putih atau keturunan asia memiliki risiko
terbesar. Hal ini disebabkan secara umum konsumsi kalsium wanita asia rendah. Salah
satu alasannya adalah sekitar 90% intoleransi laktosa dan menghindari produk dari
hewan. Pria dan wanita kulit hitam dan hispanik memiliki risiko yang signifikan
meskipun rendah.
4. Keturunan Penderita Osteoporosis
Jika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhati-hatilah.
Osteoporosis menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti
kesamaan perawakan dan bentuk tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga pasti
punya struktur genetik tulang yang sama.
5. Gaya Hidup Kurang Baik
a. Konsumsi daging merah dan minuman bersoda, karena keduanya mengandung
fosfor yang merangsang pembentukan horman parathyroid, penyebab pelepasan
kalsium dari dalam darah.
b. Minuman berkafein dan beralkohol, Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol
juga dapat menimbulkan tulang keropos, rapuh dan rusak. Hal ini dipertegas oleh
Dr.Robert Heany dan Dr. Karen Rafferty dari creighton University Osteoporosis
Research Centre di Nebraska yang menemukan hubungan antara minuman berkafein
dengan keroposnya tulang. Hasilnya adalah bahwa air seni peminum kafein lebih
banyak mengandung kalsium, dan kalsium itu berasal dari proses pembentukan
tulang. Selain itu kafein dan alkohol bersifat toksin yang menghambat proses
pembentukan massa tulang (osteoblas).
c. Malas Olahraga, Mereka yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat proses
osteoblasnya (proses pembentukan massa tulang). Selain itu kepadatan massa tulang
akan berkurang. Semakin banyak gerak dan olahraga maka otot akan memacu tulang
untuk membentuk massa.
d. Merokok, Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis.
Perokok sangat rentan terkena osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya
mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang, nikotin juga membuat
kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang sehingga susunan-
susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses pelapukan. Disamping itu,
rokok juga membuat penghisapnya bisa mengalami hipertensi, penyakit jantung, dan
tersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh. Kalau darah sudah tersumbat, maka
proses pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi, nikotin jelas menyebabkan
osteoporosis baik secara langsung tidak langsung. Saat masih berusia muda, efek
nikotin pada tulang memang tidak akan terasa karena proses pembentuk tulang
masih terus terjadi. Namun, saat melewati umur 35, efek rokok pada tulang akan
mulai terasa, karena proses pembentukan pada umur tersebut sudah berhenti.
e. Kurang Kalsium, Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon
yang akanmengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di
tulang.(Nancy E. Lane, Osteoporosis, 2001)
6. Mengkonsumsi Obat
Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada penyakit asma
dan alergi ternyata menyebabkan risiko penyakit osteoporosis. Jika sering dikonsumsi
dalam jumlah tinggi akan mengurangi massa tulang. Sebab, kortikosteroid menghambat
proses osteoblas. Selain itu, obat heparin dan anti kejang juga menyebabkan penyakit
osteoporosis. Konsultasikan ke dokter sebelum mengkonsumsi obat jenis ini agar
dosisnya tepat dan tidak merugikan tulang.
Tulang adalah jaringan dinamis yang diatur oleh faktor endokrin, nutrisi, dan aktivitas
fisik. Biasanya penanganan gangguan tulang terutama osteoporosis hanya fokus pada
masalah hormon dan kalsium, jarang dikaitkan dengan olahraga. Padahal, Wolff sejak
1892 menyarankan bahwa olahraga sangatlah penting.
Osteoporosis (kekeroposan tulang) adalah proses degenerasi pada tulang. Mereka
yang sudah terkena perlu berolahraga atau beraktivitas fisik sebagai bagian dari
pengobatan. Olahraga teratur dan cukup takarannya tidak hanya membentuk otot,
melainkan juga memelihara dan meningkatkan kekuatan tulang. Dengan demikian,
latihan olahraga dapat mengurangi risiko jatuh yang dapat memicu fraktur (patah
tulang). (Mulyaningsih, 2008).
D. Patofisiologi

Genetik, nutrisi, gaya hidup (misal merokok, konsumsi kafein, dan alkohol), dan
aktivitas mempengaruhi puncak massa tulang. Kehilangan masa tulang mulai terjadi
setelah tercaipainya puncak massa tulang. Pada pria massa tulang lebih besar dan tidak
mengalami perubahan hormonal mendadak. Sedangkan pada perempuan, hilangnya
estrogen pada saat menopouse dan pada ooforektomi mengakibatkan percepatan resorpsi
tulang dan berlangsung terus selama tahun-tahun pasca menopouse (Lukman, Nurma
Ningsih : 2009).

Diet kalsium dan vitamin D yang sesuai harus mencukupi untuk mempertahankan
remodelling tulang selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan
fungsi tubuh. Asupan kasium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama bertahun-
tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan osteoporosis. Asupan
harian kalsium yang dianjurkan (RDA : recommended daily allowance) meningkat pada
usia 11 – 24 tahun (adolsen dan dewasa muda) hingga 1200 mg per hari, untuk
memaksimalakan puncak massa tulang. RDA untuk orang dewasa tetap 800 mg, tetapi
pada perempuan pasca menoupose 1000-1500 mg per hari. Sedangkan pada lansia
dianjurkan mengkonsumsi kalsium dalam jumlah tidak terbatas. Karena penyerapan
kalsium kurang efisisien dan cepat diekskresikan melalui ginjal (Smeltzer, 2002).

Demikian pula, bahan katabolik endogen (diproduksi oleh tubuh) dan eksogen dapat
menyebabkan osteoporosis. Penggunaan kortikosteroid yang lama, sindron Cushing,
hipertiriodisme dan hiperparatiriodisme menyebabkan kehilangan massa tulang. Obat-
obatan seperti isoniazid, heparin tetrasiklin, antasida yang mengandung alumunium,
furosemid, antikonvulsan, kortikosteroid dan suplemen tiroid mempengaruhi penggunaan
tubuh dan metabolisme kalsium.
Imobilitas juga mempengaruhi terjadinya osteoporosis. Ketika diimobilisasi dengan gips,
paralisis atau inaktivitas umum, tulang akan diresorpsi lebih cepat dari pembentukannya
sehingga terjadi osteoporosis.

E. Manifestasi Klinis
Gejala yang paling sering dan paling mencemaskan pada osteoporosis adalah :
1. Nyeri tulang akut. Nyeri terutama terasa pada tulang belakang, nyeri dapat dengan
atau tanpa fraktur yang nyata dan nyeri timbul mendadak
2. Nyeri timbul mendadak
3. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yang terserang
4. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur
5. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan dan akan bertambah oleh karena melakukan
aktivitas
6. Postur tubuh kelihatan memendek atau penurunan tinggi badan akibat dari Deformitas
vertebra thorakalis. (Nancy E. Lane, Osteoporosis, 2001)
F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan osteoporosis yang telah lama digunakan yaitu terapi medis yang lebih
menekankan pada pengurangan atau meredakan rasa sakit akibat patah tualng. Selain itu,
juga dilakukan terapi hormone pengganti (THP) atau hormone replacement therapy
(HRT) yaitu menggunakan estrogen dan progresteron. Terapi lainnya yaitu terapi non
hormonal antara lain suplemen kalsium dan vitamin D.

1. Terapi medis

Sebenarnya belum ada terapi yang secara khusus dapat mengembalikan efek dari
osteoporosis. Hal yang dapat dilakukan adalah upaya-upaya untuk menekan atau
memperlambat menurunnya massa tulang serta mengurangi rasa sakit.

a. Obat pereda sakit

Pada tahap awal setelah terjadinya patah tulang, biasanya diperlukan obat pereda
sakit yang kuat, seperti turunan morfin. Namun, obat tersebut memberikan efek
samping seperti mengantuk, sembelit dan linglung. Bagi yang mengalami rasa
sakit yang sangat dan tidak dapat diredakan dengan obat pereda sakit, dapat
diberikan suntikan hormone kalsitonin.
Bila rasa sakit mulai mereda, tablet pereda rasa sakit seperti paracetamol atau
codein ataupun kombinasi keduanya seperti co-dydramol, co- codramol, atau co-
proxamol bagi banyak pasien cukup memadai untuk menghilangkan rasa sakit
sehingga pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari.

2. Terapi hormone pada wanita

Osteoporosis memang tidak dapat disembuhkan, semua upaya pengobatan hanya


dimaksudkan untuk mencegah kehilangan massa tulang yang lebih besar. Namun,
demikian, pengobatan masih perlu dilakukan pada kasus osteoporosis berat untuk
mencegah terjadinya patah tulang. Obat-obat untuk mencegah penurunan massa
tulang biasanya bekerja lambat dan efeknya kurang terasa sehingga banyak pasien
penderita osteoporosis merasa putus asa dan menghentikan pengobatan. Hal tersebut
sangat tidak baik karena pengobatan jangka panjang diperlukan untuk dapat secara
maksimal menekan laju penurunan massa tulang dan patah tulang.

Terapi hormone pada wanita diberikan pada masa pramenopause. Lamanya


pemberian terapi hormone sulit ditentukan. Yang jelas jika ingin terhindar dari
osteoporosis, terapi hormone dapat terus dilakukan. Sebagian dokter menganjurkan
untuk dilakukan terapi hormone seumur hidup semenjak menopause pada wanita
yang mengalami osteoporosis. Namun, sebagian juga berpendapat bahwa
penggunaan terapi hormone sebaiknya dihentikan setelah penggunaan selama 5-10
tahun untuk menghindari kemungkinan terjadinya kanker.

a. Hormone Replacement Theraphy (HRT)

Hormone Replacement Theraphy (HRT) atau terapi hormone pengganti (THP)


menggunakan hormone estrogen atau kombinasi estrogen dan progesterone.
Hormone-hormon tersebut sebenarnya secara alamiah diproduksi oleh indung
telur, tetapi produksinya semakin menurun selama menopause sehingga perlu
dilakukan HRT.

Penggunaan estrogen memang efektif dalam upaya pengobatan dan pencegahan


osteoporosis. Namun, tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya efek samping
berupa munculnya kanker endometrium (dinding rahim). Dengan adanya
hormone tersebut akan merangsang pertumbuhan sel-sel di dinding rahim yang
apabila pertumbuhannya terlalu pesat dapat berkembang menjadi kanker ganas.
Oleh karena itu, penggunaan estrogen biasanya di kombinasikan dengan
progesterone untuk mengurangi resiko tersebut.

Efek lain yang juga dapat timbul dalam pemberian terapi hormone, diantaranya
adalah pembesaran payudara, kembung, retensi cairan, mual, muntah, sakit
kepala, gangguan pencernaan, dan gangguan emosi. Namun, demikian, efek
tersebut biasanya hanya terjadi pada awal terapi dan kondisi berangsur membaik
dengan sendirinya. Dapat juga dilakukan pemberian hormone estrogen dan
progesterone secara bertahap, dosis kecil diberikan pada awal terapi dilihat dulu
reaksinya terhadap tubuh. Bila dosis dapat diterima tubuh, dosis kemudian
dinaikkan secara bertahap.

b. Kalsitonin

Selain hormone estrogen dan progesterone, hormone lain yang biasa digunakan
dalam pencegahan dan pengobatan osteoporosis adalah kalsitonin. Kalsitonin
turut menjaga kestabilan struktur tulang dengan mengaktifkan kerja sel
osteoblast dan menekan kinerja sel osteoclast.

Kalsitonin juga berperan dalam mengurangi rasa sakit yang mungkin timbul
pada keadaan patah tulang. Hormone ini secara normal dihasilkan oleh kelenjar
tiroid yang memiliki sifat meredakan rasa sakit yang cukup ampuh. Kalsitonin
biasanya diberikan dalam bentuk suntikan yang diberikan setiap hari atau dua
hari sekali selama dua atau tiga minggu. Hormone ini juga dapat menimbulkan
efek samping berupa rasa mual dan muka merah, mungkin pula terjadi muntah
dan diare serta rasa sakit pada bekas suntikan.

c. Testosterone

Testosterone adalah hormone yang biasa dihasilkan oleh tubuh pria.


Penggunaan hormone testosterone pada wanita dengan osteoporosis pasca
menopause mampu menghambat kehilangan massa tulang. Namun, dapat
muncul efek maskulinasi seperti penambahan rambut secara berlebihan di dada,
kaki, tangan, timbulnya jerawat dimuka dan pembesaran suara seperti yang
biasa terjadi pada pria.
3. Terapi non-hormonal

Terapi hormone selama ini memang dianggap sebagai jalan yang paling baik untuk
mengobati osteoporosis. Namun, karena banyaknya efek samping yang dapat
ditimbulkan dan tidak dapat diterapkan pada semua pasien osteoporosis, maka
sekarang mulai dikembangkan terapi non-hormonal.

a. Bisfosfonat

Bisfosfonat merupakan golongan obat sintetis yang saat ini sangat dikenal dalam
pengobatan osteoporosis non-hormonal. Efek utama dari obat ini adalah
menonaktifkan sel-sel penghancur tulang (osteoclast) sehingga penurunan massa
tulang dapat dihindari. Obat-obat yang termasuk golongan bisfosfonat adalah
etidronat dan alendronat.

b. Etidronat

Etidronat adalah obat golongan bisfosfonat pertama yang biasa digunakan dalam
pengobatan osteoporosis. Obat ini diberikan dalam bentuk tablet dengan dosis
satu kali sehari selama dua minggu. Penggunaan obat ini harus dikombinasikan
dengan konsumsi suplemen kalsium. Namun, perlu diperhatikan agar konsumsi
suplemen kalsium harus dihindari dalam waktu dua jam sebelum dan sesudah
mengkonsumsi etidronat karena dapat mengganggu penyerapannya. Kadang kala
konsumsi etidronat memberikan efek samping,tetapi relative kecil. Misalnya
timbul mual, diare, ruam kulit dan lain-lain.

c. Alendronat

Alendornat mempunyai fungsi dan peran yang serupa dengan etidronat,


perbedaannya adalah pada penggunaannya tidak perlu dikombinasikan dengan
konsumsi suplemen kalsium, tetapi bila asupan kalsium masih rendah, pemberian
kalsium tetap dianjurkan. Efek samping yang mungkin ditimbulkan pada
konsumsi alendronat adalah timbulnya diare, rasa sakit dan kembung pada perut,
serta gangguan pada tenggorokan.
4. Terapi alamiah

Terapi alamiah adalah terapi yang diterapkan untuk mengobati osteoporosis tanpa
menggunakan obat-obatan atau hormone. Terapi ini berhubungan dengan gaya hidup
dan pola konsumsi. Beberapa pencegahan yang dapat diberikan yaitu :

1) Mengurangi asupan protein hewani: Protein hewani meningkatkan kehilangan


kalsium.
Studi lintas budaya telah menemukan hubungan yang kuat antara asupan protein
hewani dan risiko patah tulang pinggul. Tingginya asupan daging (lima atau lebih
porsi per minggu) secara signifikan meningkatkan risiko retak tulang lengan
bawah pada perempuan, dibandingkan dengan makan daging kurang dari sekali
per minggu. Wanita lansia yang mengkonsumsi sejumlah besar daging kehilangan
tulang lebih cepat dan risiko lebih besar terkena retak tulang pinggul.Risiko
masalah tulang tampaknya berkurang ketika protein hewani diganti dengan
protein dari sumber nabati, terutama kedelai. Dalam studi klinis dengan wanita
menopause, makanan kedelai telah ditemukan mencegah keropos tulang.
Penelitian telah menunjukkan hubungan positif antara protein kedelai dan
kepadatan mineral tulang pada wanita menopause. Hal ini mungkin karena
konsentrasi senyawa yang relatif tinggi yang disebut isoflavon dalam protein
nabati.
2) Peningkatan konsumsi buah dan sayuran
Penelitian telah menunjukkan bahwa diet kaya buah-buahan dan sayur-sayuran
berkaitan dengan kepadatan mineral tulang lebih tinggi pada pria dan wanita.
Asosiasi ini mungkin karena kalium, magnesium, dan vitamin K dalam buah-
buahan dan sayuran.
3) Mengurangi asupan natrium
Beberapa studi telah menemukan bahwa asupan tinggi natrium menyebabkan
hilangnya kalsium dari tubuh. Namun, efek dari pembatasan natrium terhadap
integritas tulang jangka panjang dan risiko patah tulang masih belum jelas dan
memerlukan penelitian lebih lanjut.
4) Pola makan rendah lemak
Studi telah menemukan bahwa asupan lemak yang lebih tinggi dikaitkan dengan
kehilangan tulang yang lebih besar dan risiko patah tulang lebih besar.
Mekanisme yang mungkin meliputi kecenderungan asupan lemak yang
berlebihan mengurangi penyerapan kalsium dan mempengaruhi produksi hormon.
Secara khusus, asam lemak omega-6 dapat menyebabkan hilangnya tulang
dengan mengorbankan pembentukan tulang baru.
5) Moderasi dalam penggunaan kafein
Penelitian telah menemukan bahwa perempuan yang mengkonsumsi paling
banyak kafein telah mempercepat kehilangan tulang belakang dan hampir tiga
kali lipat risiko terkena patah tulang pinggul. Resiko kehilangan tulang tampak
tertinggi pada wanita yang mengkonsumsi lebih dari 18 ons kopi per hari, atau
300 mg kafein dari sumber lain.
6) Membatasi suplemen vitamin A
Penelitian telah menunjukkan bahwa asupan vitamin A yang terlalu tinggi, baik
dengan makanan atau suplemen, dapat menyebabkan penurunan kepadatan tulang
dan peningkatan risiko fraktur pinggul. Asupan sehat dan cukup vitamin A dapat
dipastikan dengan beta-karoten dari sumber tanaman, sayuran terutama oranye
dan kuning.
7) Kombinasi suplemen vitamin D dan kalsium
Pada klien dengan obat-yang menyebabkan osteoporosis, kombinasi dari kedua
nutrisi tampaknya bermanfaat signifikan dalam mengurangi kehilangan tulang
lebih lanjut. Suplemen vitamin D (500 sampai 800 IU/hari) dan kalsium (1200-
1300 mg/hari) juga telah ditemukan meningkatkan kepadatan tulang dan
penurunan kehilangan tulang dan risiko patah tulang pada wanita dewasa yang
lebih tua. Klien wanita dengan diagnosa osteoporosis harus mendapatkan asupan
kalsium total dari pola makan dan suplemen sekitar 1500 mg/hari dalam dosis
terbagi tiga atau lebih, ditambah sedikitnya 400 sampai 800 IU vitamin D setiap
hari. Namun, klien yang tidak berisiko tinggi untuk osteoporosis mungkin tidak
memerlukan suplemen kalsium. Hal ini terutama berlaku untuk pria, yang
mungkin memiliki peningkatan risiko terkena kanker prostat jika mereka
mengkonsumsi terlalu banyak kalsium atau susu. (Iwan Sain, S. Kep, ASKEP
Pada Klien Dengan Gangguan Metabolime Tulang : OSTEOPOROSIS.pdf)

G. Pemeriksaan Diagnostik

Sebenarnya langkah terbaik dalam penanganan osteoporosis adalah pencegahan karena


bila sudah terkena susah, bahkan tidak dapat dipulihkan. Seyogyanya, sedini mungkin
dilakukan diagnosis untuk mendeteksi keadaan massa tulang sebelum terjadi akibat yang
lebih fatal seperti terjadinya patah tulang . penilaian langsung tulang untuk mengetahui
ada tidaknya osteoporosis dapat dilakukan dengan berbagai cara , yaitu sebagai berikut :

1. Pemeriksaan radiologic

Saat ini, sing dkk telah mengembangkan indeks sing untuk mengukur ketebalan
colum femaris dan komponen-komponen trabekulasinya secara radiologic .
caranya dengan menganalisis komponen-komponen yang berkolerasi cukup tepat
dengan adanya osteoporosis. Namun hasil pengukuran pengukuran ini masih
sangat lemah untuk mendiagnosis adanya osteoporosis. Pada pemeriksaan
radiologic ini digunakan X-ray konvensional sehingga osteoporosis baru akan
terlihat apabila massa tulang sudah berkurang hingga 30% atau lebih.

2. Pemeriksaan radioisotope

Pemeriksaan ini menggunakan sinar foton radionuklida yang dapat


mendeteksi densitas tulang dan ketebalan korteks tulang. Ada dua jenis
pemeriksaan yaitu : single photon absorptiometry dan dual photon absorptiometry.

a. Single photon absorptiometry (SPA) sinar photon bersumber dari 1-125


dengan dosis 200 mci yang diperiksa.
b. Dual photon absorptiometry (DPA) sinar photon bersumber dari nuklida GA-
135 sebanyak 1,5 Cl yang mempunyai energy (44 kev dan 100 kev).
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengukur vertebra dan colum femoris.

3. Pemeriksaan Quantitative

Computerized Tamography (QCT). Quantitative computerized tomography (QCT)


merupakan salah satu cara yang dipakai untuk mengukur mineral tulang karena
dapat menilai secara volumetric trabekulasi tulang radius , tibia, dan
vertebra. keuntungan QCT adalah tidak dipengaruhi oleh korteks dan
artefak kalsifikasi osteosit dan kalsifikasi aorta, serta tidak perlu
diperhitungkan dengan berat badan dan tinggi badan. Kerugiannya adalah paparan
radiasinya yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan jenis pemeriksaan lainnya.
4. Magnetic resonance imaging (MRI)

Cara ini dapat mengukur struktur trabekuler tulang dan kepadatannya. Alat tersebut
tidak memakai radiasi, melainkan hanya dengan lapangan magnet yang sangat
kuat. Sayangnya pemeriksaan ini mahal dan membutuhkan sarana yang banyak.

5. Quantitative Ultra Sound (QUS)

Cara ini menggunakan kecepatan gelombang suara ultra yang menembus tulang.
Kemudian dinilai atenuasi kekuatan dan daya tembus melalui tulang yang
dinyatakan sebagai pita lebar ultrasonic (ultrasound broad band ) dan kekuatan
(stiffness). Keuntungannya adalah mudah dibawah kemana-mana , tetapi
kerugiannya adalah tidak dapat mengetahui lokalisasi osteoporosis secara tepat.

6. Densitometer (X-ray absorptiometry)

Menggunakan radiasi sinar X yang sangat rendah. Ada dua jenis X-ray
absorptiometry yaitu SXA (Single X-ray absorptiometry) yang juga disebut scan
tulang. Pengukuran dilakukan pada tulang yang kemungkinan mudah patah,
seperti tulang belakang, pinggul, dan pergelangan tangan atau seluruh rangka
tubuh.

Nilai massa tulang yang didapat dari pengukuran ini disebut kerapatan mineral
tulang (BMD= bone mineral density). Pengukuran ini tidak menimbulkan rasa
sakit, mudah dilakukan, hasil pemeriksaan diperoleh dalam waktu singkat, dan
relative aman. Walaupun menggunakan sinar X, tingkat radiasinya sangat kecil
, seingkali lebih kecil dari radiasi alamiah. Oleh karenanya, pengukuran dapat
dilakukan pada anak-anak dan ibu hamil, serta dapat pula di ulang bila diperlukan.

7. Tes darah dan urine

Sebenarnya osteoporosis tidak dapat di deteksi menggunakan tes darah dan urine.
Namun demikian tes itu kedua tes ini masih mungkin dilakukan untuk
mengetahui dan melihat kondisi lain yang terkait dengan hilangnya massa tulang.
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status
kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan
penderita yang dapat diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik dan riwayat
psikososial.

2. Anamnese
a. Identitas
1) Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,


pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa
medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk
menentukan tindakan selanjutnya.

2) Identitas penanggung jawab

Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi
nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.

3) Riwayat Kesehatan

Dalam pengkajian riwayat kesehatan, perawat perlu mengidentifikasi adanya:

a) Rasa nyeri atau sakit tulang punggung (bagian bawah), leher,dan


pinggang
b) Berat badan menurun
c) Biasanya diatas 45 tahun
d) Jenis kelamin sering pada wanita
e) Pola latihan dan aktivitas
4) Pola aktivitas sehari-hari

Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga, pengisian


waktu luang dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi, dan toilet. Olahraga
dapat membentuk pribadi yang baik dan individu akan merasa lebih baik.
Selain itu, olahraga dapat mempertahankan tonus otot dan gerakan sendi.
Lansia memerlukan aktifitas yang adekuat untuk mempertahankan fungsi
tubuh. Aktifitas tubuh memerlukan interaksi yang kompleks antara saraf dan
muskuloskeletal.

Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan dengan menurunnya gerak


persendian adalah agility ( kemampuan gerak cepat dan lancar ) menurun,
dan stamina menurun.

3. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing)

Inspeksi : Ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang

Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri

Perkusi : Cuaca resonan pada seluruh lapang paru

Auskultasi : Pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronki

b. B2 ( Blood)

Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat dingin dan pusing.
Adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau
edema yang berkaitan dengan efek obat.

c. B3 ( Brain)

Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dapat
mengeluh pusing dan gelisah.

1) Kepala dan wajah : ada sianosis


2) Mata : Sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis
3) Leher : Biasanya JVP dalam normal
Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan
halus merupakan indikasi adanya satu fraktur atau lebih, fraktur kompresi
vertebra

d. B4 (Bladder)

Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem
perkemihan.

e. B5 ( Bowel)

Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi namun perlu di kaji
frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.

f. B6 ( Bone)

Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien osteoporosis sering
menunjukan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan
dan berat badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length
inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara
vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.

4. Pemeriksaan penunjang
a. Radiologi

Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang yang menurun yang
dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya
merupakan lokasi yang paling berat. Penipisan korteks dan hilangnya trabekula
transversal merupakan kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus
vertebrae menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nucleus pulposus
kedalam ruang intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.

b. CT-Scan

Dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai penting
dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110
mg/cm3 biasanya tidak menimbulkan fraktur vertebra atau penonjolan, sedangkan
mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang
mengalami fraktur.
B. Analisa Data

No Data Etiologi Problem

1. DS : Tulang rapuh dan mudah Nyeri berhubungan dengan


patah akan menyebabkan dampak skunder dari
- Pasien mengatakan
Fraktur yang akan fraktur vertebra
Nyeri Tulang, belakang yang
mengakibatkan Gangguan
intensitas serangannya
pada fungsi ekstremitas atas
meningkat pada malam
dan bawah sehingga
hari.(skala : ).
Pergerakan fragmen tulang,
- Pasien mengatakan Sakit spasme otot dan akan
hebat dan terlokalisasi pada menimbulkan masalah
vertebra yg terserang. Nyeri

- Pasien mengatakan
Nyeri berkurang pada saat
istirahat di tempat tidur

DO :

- Pasien kelihatan
menahan nyeri.

- Pasien tidak bisa


bergerak bebas

2. DS : Tulang rapuh dan mudah Hambatan mobilitas fisik


patah akan menyebabkan berhubungan dengan
- Pasien mengatakan
pasien Jatuh sehingga disfungsi sekunder akibat
aktivitasnya terganggu
terjadi Deformitas skelet perubahan skeletal (kifosis)
- Pasien mengatakan atau fraktur baru
Sehingga menyebabkan
kesulitan dalam bergerak
Berkurangnya kemampuan
DO : pergerakan yang akan
menyebabkan masalah
- Pasien mengalami
hambatan mobilitas fisik.
kesulitan bergerak tempat tidur

- Pasien terlihat terbaring


lemah di tempat tidur

3. DS : Osteoporosis akan Risiko tinggi injury atau


menyebabkan Tulang rapuh fraktur berhubungan
- Pasien mengatakan
dan mudah patah sehingga dengan kecelakaan
lemas Dan kaku
pasien mudah ringan/jatuh
DO : Jatuh/kecelakaan yang akan
menyebabkan masalah
- Pasien tampak lemah
Resiko Tinggi Cidera

C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri
2. Hambatan mobilitas fisik
3. Resiko cedera
4. Defisiensi pengetahuan
D. Intervensi

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI


KEPERAWATAN

1. Nyeri NOC : Pain Management


Definisi : Sensori yang tidak - Pain Level, Pain control, - Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
menyenangkan dan termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
pengalaman emosional yang - Comfort level factor presipitasi.
muncul secara actual atau
Kriteria Hasil : - Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
potensial kerusakan jaringan
atau menggambarkan adanya - Mampu mengontrol nyeri (tahu - Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
penyebab nyeri, mampu menggunakan mengetahui pengalaman nyeri pasien.
kerusakan (Asosiasi Studi
tehnik nonfarmakologi untuk
Nyeri Internasional):
mengurang nyeri, mencari bantuan). - Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri.
serangan mendadak atau
- Melaporkan bahwa nyeri - Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau.
pelan intensitasnya dari berkurang dengan menggunakan
- Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
ringan sampai berat yang manajemen nyeri.
tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau.
dapat diantisipasi dengan
- Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri). - Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
akhir yang dapat diprediksi
menemukan dukungan.
dan dengan durasi
- Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang. - Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
kurang dari 6 bulan.
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
Batasan karakteristik :
- Kurangi faktor presipitasi nyeri.
- Laporan secara verbal
- Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
atau non verbal.
non farmakologi dan inter personal).
- Fakta dari observasi. - Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
- Posisi antalgic untuk intervensi.
menghindari nyeri.
- Ajarkan tentang teknik non farmakologi.
- Gerakan melindungi.
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
- Tingkah laku berhati-
hati. - Evaluasi keefektifan kontrol nyeri.

- Muka topeng. - Tingkatkan istirahat.

- Gangguan tidur (mata - Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
sayu, tampak capek, sulit tindakan nyeri tidak berhasil.
atau gerakan kacau,
- Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
menyeringai).
Analgesic Administration
- Terfokus pada diri
sendiri. - Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
nyeri sebelum pemberian obat.
- Fokus menyempit
(penurunan persepsi waktu, - Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
kerusakan proses berpikir, frekuensi.
penurunan interaksi dengan
orang dan lingkungan). - Cek riwayat alergi.

- Tingkah laku - Pilih analgesic


distraksi, contoh : jalan-jalan, yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika
menemui orang lain dan/atau pemberian lebih dari satu.
aktivitas, aktivitas berulang-
ulang). - Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri.
- Respon autonom
(seperti diaphoresis, - Tentukan analgesik pilihan,
perubahan tekanan darah, rute pemberian, dan dosis optimal.
perubahan nafas, nadi dan - Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan
dilatasi pupil) nyeri secara teratur.
- Perubahan autonomic -
dalam tonus otot (mungkin Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
dalam rentang dari lemah ke analgesik pertama kali.
kaku).
- Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri
- Tingkah laku hebat.
ekspresif (contoh : gelisah,
merintih, menangis, waspada, - Evaluasi efektivitas analgesik, tanda
iritabel, nafas dan gejala (efek samping).
panjang/berkeluh kesah).
- Perubahan dalam
nafsu makan dan minum.
Faktor yang berhubungan :
Agen injuri (biologi, kimia,
fisik, psikologis)

2. Defisiensi Pengetahuan NOC : NIC :


Definisi : Tidak adanya atau - Kowlwdge : disease process. Teaching : disease Process
kurangnya informasi kognitif
sehubungan dengan topic - Kowledge : health Behavior - Berikan penilaian
spesifik. tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses
Kriteria Hasil : penyakit yang spesifik.
Batasan karakteristik
- Pasien dan keluarga menyatakan - Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana
:memverbalisasikan adanya
pemahaman tentang penyakit, kondisi, hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan
masalah, ketidakakuratan
prognosis dan program pengobatan. cara yang tepat.
mengikuti instruksi, perilaku
tidak sesuai. - Pasien dan keluarga mampu - Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada
melaksanakan prosedur yang dijelaskan
Faktor yang berhubungan secara benar. penyakit, dengan cara yang tepat.
:keterbatasan kognitif,
interpretasi terhadap - Pasien dan keluarga mampu - Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat.
informasi yang salah, menjelaskan kembali apa yang
kurangnya keinginan untuk dijelaskan perawat/tim kesehatan - Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara
lainnya yang tepat.
mencari informasi, tidak
mengetahui sumber-sumber - Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi,
informasi. dengan cara yang tepat.
- Hindari harapan yang kosong.
- Sediakan bagi
keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara
yang tepat.
- Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang
akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit.
- Diskusikan pilihan terapi atau penanganan.
- Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau
diindikasikan.
- Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat.
- Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas
lokal, dengan cara yang tepat.
- Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan,
dengan cara yang tepat.

3. Hambatan mobilitas fisik NOC NIC:


Defenisi : keterbatasan pada · Joint movement: active Exercise theraphy : ambulation
pergerakan fisik
· Mobility level · Monitoring vital sign sebelum/sesudah
Tubuh atau satu atau lebih
ekstremitas secara · Self care : ADLs latihan dan lihat respon pasien saat latihan

Mandiri atau terarah Kriteria hasil : · Konsultasikan dengan terapi fisik tentang
· Klien meningkat dalam aktifitas rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
fisik
· Bantu klien untuk menggunakan tongkat
· Mengerti tujuan dari peningkatan
mobilias Saat berjalan dan cegah terhadap cedera

· Memverbalisasikan perasaan · Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan


dalam
Lain tentang teknik ambulasi
meningkatkan kekuatan dan
· Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
kemampuan
· Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan
berpindah
ADLs secara mandiri sesuai dengan
· Memperagakan penggunaan alat
bantu Kemampuan
Untuk mobilisasi · Damping dan bantu pasien saat mobilisasi
Dan bantu penuhi kebutuhan ADLs pasien
· Berikan alat bantu jika klien memerlukan
4. Risiko cidera NOC NIC
Definisi : beresiko · Risk control Environment management (manajemen lingkungan
mengalami cedera sebagai
akibat kondisi lingkungan Kriteria hasil : · Sediakan lingkungan yang aman untuk
yang berinteraksi dengan
- Klien terbebas dari cedera Pasien
sumber adaptif dan sumber
defensive individu. Klien mampu menjelaskan cara atau · Identifikasi kebutuhan keamanan pasien
metode
Sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi
Untuk mencegah injury/cedera
Kognotif pasien dan riwayat penyakit
· Klien mampu menjelaskan factor
resiko dari Terdahulu pasien.

Lingkungan / perilaku personal · Menghindari lingkungan yang berbahaya

· Mampu memodifikasi gaya hidup (memindahkan perabotan)


untuk
· Menyediakan tempat tidur yang nyaman
Mencegah injury/ cedera
Dan bersih
· Menggunakan fasilitas kesehatan
· Menganjurkan keluarga pasien untuk
yang ada
Menemani pasien
· Mampu mengenali perubahan
status · Memindahkan barang-barang yang dapat
Kesehatan. Membahayakan
E. Implementasi

Selama tahap implementasi, perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan.


Instruksi keperawatan diimplementasikan untuk membantu klien memenuhi kebutuhan
yang telah direncanakan.

F. Evaluasi

Hasil yang diharapkan :

1. Nyeri berkurang

2. Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik

3. Status psikologi yang seimbang

4. Tidak terjadi cedera

5. Terpenuhinya kebutuhan, pengetahuan dan informasi


BAB III

TINJAUAN KASUS

Ny. S umur 58 tahun datang ke RSU Nurhidayah dengan keluhan ngilu yang sering
dirasakannya pada lutut sejak 3 bulan yang lalu, rasa ngilu itu sudah dirasakan sejak beberapa
tahun yang lalu, namun Ny. S tidak memperdulikannya. Ketika memeriksakan diri ke dokter
Ny. S dianjurkan untuk tes darah dan rongent kaki. Hasil rongent menunjukkan bahwa Ny. S
menderita osteoporosis diperkuat lagi dengan hasil BMD T-score -3. Klien mengalami
menopause sejak 6 tahun yang lalu. Menurut klien dirinya tidak suka minum susu sejak usia
muda dan tidak menyukai makanan laut. Klien beranggapan bahwa keluhan yang
dirasakannya karena usianya yang bertambah tua. Riwayat kesehatan sebelumnya diketahui
bahwa klien tidak pernah mengalami penyakit seperti DM dan hipertensi dan tidak pernah
dirawat di RS. Pola aktifitas diketahui klien banyak beraktifitas duduk karena dulu dirinya
bekerja sebagai staf administrasi dan tidak suka olahraga karena tidak sempat. Pemeriksaan
TB 165 cm, BB 76 kg (BB sebelumnya 77 kg).

A. Pengkajian
1. Biodata

Nama : Ny. S

Usia : 58 tahun

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Swasta

Status Pernikahan : Menikah

Alamat : panggang jln kenangan no 1945

Diagnosa Medis : Osteoporosis

Waktu/Tanggal Masuk RS :11- November 2013 jam 21.28

Penanggung Jawab

Nama : Ny. I

Usia : 41 tahun

Agama : Islam
Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT

Status pernikahan : Menikah

Alamat : panggang jln kenangan no 1945

Hubungan dengan klien : Adik klien

2. Keluhan Utama

Pasien mengeluh ngilu kaki kanan

3. Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat penyakit sekarang

Ny. S umur 58 tahun datang ke RSI Nurhidayah dengan keluhan ngilu yang sering
dirasakannya pada lutut sejak 3 bulan yang lalu, rasa ngilu itu sudah dirasakan
sejak beberapa tahun yang lalu, namun Ny. S tidak memperdulikannya. Ketika
memeriksakan diri ke dokter Ny. S dianjurkan untuk tes darah dan rongent kaki.
Hasil rongent menunjukkan bahwa Ny. S menderita osteoporosis

Hasil TTV klien:

TD : 130/90 mmHg

N :80x/menit

S: 36,50c

RR : 20x/mnt

b. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat kesehatan sebelumnya diketahui bahwa klien tidak pernah mengalami


penyakit seperti DM dan hipertensi dan tidak pernah dirawat di RS sebelumnya.

c. Riwayat penyakit keluarga

Pasien mengatakan bahwa tidak ada riwayat pentakit keluarga seperti yang dialami
pasien sekarang
4. Pengkajian Kebutuhan Dasar Klien
a. Aktifitas dan Latihan

Klien mengatakan tidak bisa mandi sendiri dan tidak bisa melakukan aktivitas
sendiri karena merasa ngilu. ADL dibantu oleh keluarga

b. Tidur dan istirahat

Sebelum sakit : pasien sebelum sakit bisa tidur 8 jam pada malam hari dan 2 jam
pada siang hari.

Selama sakit : pasien hanya dapat tidur 5 jam pada malam hari dan 2 jam pada
siang hari

c. Kenyamanan dan Nyei

P : pasien mengatakan nyerinya bertambah ketika berjalan

Q : pasien mengatakan nyerinya terasa seperti ditusuk-tusuk.

R : kaki kanan bagian lutut

S : skala nyeri 8

T : pasien mengatakan nyerinya terus menerus

d. Nutrisi

Pada saat dikaji pasien mengatakan tidak mengalami penurunan nafsu makan.
Pasien mengatakan tidak ada pantangan terhadap makanan tertentu pasien makan
di bantu oleh keluarganya.

Jenis makanan yang di konsumsi adalah nasi, ikan, dan sayur

e. Cairan , Elektrolit dan Asam Basa

Pasien mengatakan bisa minum atau mampu menghabiskan 4 gelas air minum dan
pasien tidak mengalami dehidrasi.

f. Oksigenasi

Pasien tidak menggunakan alat bantu bernapas. Pasien tidak mengeluh batuk.
g. Eliminasi Fekal/ Bowel

Klien mengatakan BABnya di bantu oleh keluarganya, saat dikaji oleh perawat
BAB klien padat dan berwarna coklat dan berbau kas

h. Eliminasi Urine

Pasien mengatakan bisa berkemih 2-3x/hari, pasien tidak menggunakan kateter,


pasien bisa BAK dengan di bantu oleh keluarganya

i. Sensori, Persepsi dan Kognitif

Pasien tidak menggunakan alat bantu pendengaran, dan pasien tidak mengalami
gangguan penglihatan, penciuman,pengecapan maupun sensasi taktil.

5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum

Kesadaran : compos mentis.

TD : 130/90 mmHg N :80x/menit S: 36,50c RR : 20x/mnt

b. Kepala

Bentuk kepala simetris, tidak terdapat kemerahan

Matasimetris, konjungtiva anemis, hidung simetris tidak menggunakan pernapasan


cuping hidung,

c. Leher

Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan tidak ada peningkatan JVP, tidak ada
nyeri telan.

d. Dada

Bentuk dada simetris

Pulmo : Inspeksi : bentuk pengembangan paru simetris

Palpasi : premitus taktil kiri dan kanan sama

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler
Car : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba pada mid clavicula SIC 5

Perkusi :pekak/redup

Auskultasi : tidak ada suara jantung tambahan

e. Abdomen

Inspeksi : tidak terdapat kemerahan

Auskultasi : suara pristaltik usus 7x/ mnit

Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan

Perkusi : timpani

f. Genetalia

Tidak terkaji

g. Rectum

Tidak terkaji

h. Ekstremitas : Atas : ROM ka/ki : 5/5

Capilary refil : 2 detik

Akral : hangat

Bawah : ROM ka/ki : 4/5

Capilary refil : 2 detik

Akral : hangat

6. Psiko Sosio Budaya dan spiritual


a. Psikologis

Pasien cemas dengan penyakitnya karena pasien tidak bisa beraktivitas seperti
biasanya

b. Sosial

Sebelum sakit klien sehari-hari sebagai ibu rumah tangga dan selalu berbincang-
bincang dengan tetangganya setiap sore.
c. Budaya

Pasien menganut budaya jawa dan tidak ada aspek budaya yang merugikan
kesehatan pasien

d. Spiritual

Sebelum sakit klien sehari hari menjalankan ibadah sholat 5 waktu

7. Pemeriksaan Penunjang

Hasil Pemeriksaan laboratorium

Jam/Tgl : 07.15/30 desember 2013

Parameter Hasil Satuan Nilai normal interpretas

Darah Lengkap :

N,

Hb 14 gr% 14-16 Normal

AL (angka leukosit) 11 ribu/ul 4-11 Normal

AE (angka eritrosit) 4,76 juta/ul 4,5-5,5 Normal

AT (angka trombosit) 350 ribu/ul 150-450 Normal

HMT 42,4 % 42-52 Normal

Albumin 2,74 mg/dl 3,5-5,5 Normal

Natrium 137,2 mmol/l 135-148 Normal

Kalium 4,32 mmol/l 3,5-5,3 Normal

Klorida 102,0 mmol/l 98-107 Normal

Glukosa Sewaktu 95 gr/dl <105 Normal


Foto polos sendi (roentgen) :

Pemeriksaan cairan sendi : Dijumpai peningkatan kekentalan cairan sendi.

Pemeriksaan BMD (Bone Mineral Density) : T- score - 3 ( Penyusutan massa


tulang)

8. Terapi Medis

Terapi cairan :

- Oksigen Canul 4
- Infus RL 20 tpm
- Ketorolac
- Ranitidin
- Ondon

ANALISA DATA

Nama klien : Ny.S No.Rekam Medis : -

Umur : 58 thn Diagnosa Medis : Osteoporosis

Ruang Rawat : Marwa Alamat :Panggang

Tgl/JM DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM

DS : klien mengatakan ngilu Agen cidera Biologis Nyeri akut


pada lutut dan kaki kanan
P: klien mengatakan nyerinya
bertambah saat berjalan
Q: seperti ditusuk-tusuk
R : kaki kanan dan lutut
S:8
T : terus menerus
DO : klien tampak menahan
nyeri dan skalanya 8

DS : klien mengatakan sulit Gangguan Hambatan imobilitas


untuk beraktivitas dan klien muskuloskeletal Fisik
mengatakan selalu di bantu
untuk memenuhi ADL nya oleh
keluarganya
DO : klien tampak sulit untuk
beraktivitas dan selalu dibantu
oleh keluarganya dalam
memenuhi ADL

DS : klien mengatakan bahwa Faktor internal fisik Resiko cidera


klien sering merasa ngilu pada
bagian lutut dan kaki kanan
DO : terlihat klien memegang
bagian sendi kaki yang ngilu.
Hasil pemeriksaan BMD : T-
score -3

B. Diagnose Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
3. Resiko cidera berhubungan dengan faktor internal fisik
C. Intervensi

No Diagnosa Tujuan Dan Intervensi Rasional Implementasi


Keperawatan Kriteria Hasil

1. Nyeri akut Tujuan dan Kriteria 1. Pantau tingkat nyeri pada 1. tulang dalam peningkatan 1. memantau tingkat nyeri
Hasil: punggung, nyeri terlokalisasi jumlah trabekular, pada punggung, nyeri
DS : klien atau menyebar pada abdomen pembatasan gerak spinal. terlokalisasi atau menyebar
mengatakan ngilu Setelah dilakukan
atau pinggang. pada abdomen atau
pada lutut dan kaki tindakan 2. Alternatif lain untuk pinggang.
kanan 2. Ajarkan pada klien tentang mengatasi nyeri, pengaturan
keperawatan
alternative lain untuk mengatasi posisi, kompres hangat dan 2. mengajarkan pada
P: klien mengatakan
selama 2x24 jam dan mengurangi rasa nyerinya. sebagainya. klien tentang alternative lain
nyerinya bertambah
saat berjalan nyeri klien teratasi, untuk mengatasi dan
3. Kaji obat-obatan untuk 3. Keyakinan klien tidak mengurangi rasa nyerinya.
Q: seperti ditusuk- dengan indicator: mengatasi nyeri. dapat menoleransi obat yang
tusuk  Tingkat adekuat atau tidak adekuat 3. mengkaji obat-obatan
untuk mengatasi nyerinya. untuk mengatasi nyeri.
R : kaki kanan dan kenyamanan.
lutut
 Dapat melakukan
S:8
aktivitas seperti
T : terus menerus biasa tanpa harus
DO : klien tampak merasakan nyeri.
menahan nyeri dan Kontrol nyeri
skalanya 8   Tanda-tanda vital
kembali normal.
2. Hambatan mobilitas Klien dapat 1. Kaji tingkat kemampuan 1. dasar untuk memberikan 1. Kaji tingkat
fisik melakukan ADL klien yang masih ada. alternative dan latihan gerak kemampuan klien yang
secara mandiri yang sesuai dengan masih ada.
DS : klien kemapuannya.
mengatakan sulit 2. · membantu klien
2. Rencanakan tentang 2. Latihan akan jika diperlukan latihan
untuk beraktivitas
dan klien pemberian program latihan: meningkatkan pergerakan
mengatakan selalu otot dan stimulasi sirkulasi · mengajarkan klien
· Bantu klien jika tentang aktivitas hidup
di bantu untuk darah
memenuhi ADL nya diperlukan latihan sehari hari yang dapat
oleh keluarganya dikerjakan
· Ajarkan klien tentang
DO : klien tampak aktivitas hidup sehari hari yang · mengajarkan
sulit untuk dapat dikerjakan pentingnya latihan.
beraktivitas dan · Ajarkan pentingnya 3. membantu kebutuhan
selalu dibantu oleh latihan. untuk beradaptasi dan
keluarganya dalam 3. Bantu kebutuhan untuk 3 Aktifitas hidup sehari- melakukan aktivitas hidup
beradaptasi dan melakukan hari secara mandiri sehari hari, rencana okupasi
memenuhi ADL
aktivitas hidup sehari hari, .
rencana okupasi . 4. Peningkatan latihan
4. Dengan latihan fisik:
4. Peningkatan latihan fisik fisik secara adekuat:
secara adekuat: · Masa otot lebih besar
sehingga memberikan · dorong latihan dan
· dorong latihan dan perlindungan pada hindari tekanan pada tulang
hindari tekanan pada tulang osteoporosis seperti berjalan.
seperti berjalan. · instruksikan klien
· Program latihan
· instruksikan klien untuk merangsang pembentukan untuk latihan selama kurang
latihan selama kurang lebih tulang lebih 30menit dan selingi
30menit dan selingi dengan dengan istirahat dengan
istirahat dengan berbaring berbaring selama 15 menit
selama 15 menit · Gerakan menimbulkan
kompresi vertical dan fraktur · hindari latihan fleksi,
· hindari latihan fleksi, vertebra. membungkuk tiba– tiba,dan
membungkuk tiba– tiba,dan penangkatan beban berat
penangkatan beban berat

3. Resiko cidera klien tidak 1. Ciptakan lingkungan yang 1. Menciptakan lingkungan 1. menciptakan lingkungan
mengalami jatuh bebas dari bahaya yang aman dan mengurangi yang bebas dari bahaya:
DS : klien atau fraktur akibat
mengatakan bahwa jatuh risiko terjadinya kecelakaan.
2. Berikan dukungan 2. memberikan dukungan
klien sering merasa
ambulasi sesuai dengan 2. Ambulasi yang ambulasi sesuai dengan
ngilu pada bagian
lutut dan kaki kanan kebutuhan: dilakukan tergesa-gesa dapat kebutuhan:
menyebabkan mudah jatuh.
DO : terlihat klien · Kaji kebutuhan untuk · mengjkaji kebutuhan
memegang bagian berjalan. untuk berjalan.
sendi kaki yang
ngilu. · Ajarkan klien untuk · mengajarkan klien
meminta bantuan bila untuk meminta bantuan bila
Hasil pemeriksaan diperlukan. diperlukan.
BMD : T- score -3
· Ajarkan klien untuk · mengajarkan klien
berjalan dan keluar ruangan. untuk berjalan dan keluar
ruangan.
3. Bantu klien untuk 3. Penarikan yang terlalu
melakukan aktivitas hidup keras akan menyebabkan 3. membantu klien untuk
sehari-hari secara hati-hati. terjadinya fraktur. melakukan aktivitas hidup
sehari-hari secara hati-hati.
4. Ajarkan pada klien untuk 4. Pergerakan yang cepat
berhenti secara perlahan, tidak 4. mengajarkan pada
naik tanggga, dan mengangkat akan lebih memudahkan klien untuk berhenti secara
beban berat. terjadinya fraktur kompresi perlahan, tidak naik
vertebra pada klien tanggga, dan mengangkat
osteoporosis. beban berat.
5. Ajarkan pentingnya diet 5. Diet kalsium 5. mengajarkan
untuk mencegah osteoporosis: dibutuhkan untuk pentingnya diet untuk
mempertahankan kalsium mencegah osteoporosis:
serum, mencegah
bertambahnya kehilangan
tulang. Kelebihan kafein akan
meningkatkan kalsium dalam
urine. Alcohol akan
meningkatkan asidosis yang
meningkatkan resorpsi tulang
· Ajarkan diet yang · mengajarkan diet yang
mengandung banyak kalsium mengandung banyak
kalsium
· Ajarkan klien untuk
mengurangi atau berhenti · mengajarkan klien
menggunakan rokok atau kopi untuk mengurangi atau
6. Obat-obatan seperti berhenti menggunakan
6. Observasi efek samping diuretic, fenotiazin dapat rokok atau kopi
obat-obatan yang digunakan menyebabkan pusing,
megantuk, dan lemah yang 6. mengobservasi efek
merupakan predisposisi klien samping obat-obatan yang
untuk jatuh. digunakan
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Osteoporosis merupakan kondisi terjadinya penurunan densitas/ matriks/massa tulang,


peningkatan prositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi deisertai dengan
kerusakakn arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekokohan
tulang sehingga tulang menjadi mudah patah.

Beberapa faktor resiko Osteoporosis antara lain yaitu : usia, genetik, defisiensi kalsium,
aktivitas fisik kurang, obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin),
merokok, alcohol serta sifat fisik tulang (densitas atau massa tulang) dan lain
sebagainya.

Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur kompresi. Fraktur kompresi ganda vertebra


mengakibatkan deformitas skelet.

B. Saran
1. Lansia

Harus lebih memperhatikan kesehatan dengan menghindari faktor-faktor resiko


osteoporosis serta memenuhi asupan gizi yang lengkap terutama untuk tulang

2. Tenaga medis

Sebagai seorang tenaga medis harus mampu memberikan pendidikan kesehatan yang
baik terutama bagi lansia sehingga dapat menghindarkan atau mencegah terjadinya
penyakit osteoporosis

3. Mahasiswa

Harus lebih memahami tentang asuhan keperaawatan pada gangguan system


musculoskeletal “osteoporosis” sehingga mampu menerapkannya di lhan praktik
demi memberi pelayanan kesehatan yang baik bagi klien.
DAFTAR PUSTAKA

Purwoastuti Endang. 2009. Waspada ! OSTEOPOROSIS. Yogyakarta. Kanisius

Emma Wirakusumah.2007. Mencegah Osteopporosis. Jakarta. Penebar plus

Tandra hans. 2009. Segala sesuatu yang harus anda ketahui tentang osteoporosis mengenal,
mengatasi dan mencegah Tulang Keropos. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Suratun, Heryati. 2008. KLIEN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL : SERI


ASUHAN KEPERAWATAN. Jakarta : EGC

Rosyidi Kholid. 2013. MUSKULOSKELETAL. Jakarta : CV. TRANS INFO MEDIA

Lukman, Ningsih Nurma. 2012. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL. Jakarta : Salemba Medika

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.


Lane, Nancy E. 2001. Lebih Lengkap Tentang: Osteoporosis. Jakarta: Fajar Interpratama
Offset.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Volume 2. Jakarta: EGC.
Sain, Iwan S.Kep. ASKEP Pada Klien Dengan Gangguan Metabolime Tulang :
OSTEOPOROSIS(41_2.pdf).

Anda mungkin juga menyukai