Laporan Pemetaan Longsor Ponorogo
Laporan Pemetaan Longsor Ponorogo
Kerjasama antara :
DOKUMEN
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN ZONA POTENSI
LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO
KABUPATEN PONOROGO
2017
Laporan Akhir ii
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, dimana berkat
rahmat dan kuasa-Nya Tim Penyusun telah dapat melaksanakan kegiatan Penyusunan
“KAJIAN TINGKAT KERAWANAN ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA
LONGSOR DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN ANGGARAN
2017”. Kegiatan ini dilaksanakan berdasarkan Nota Kesepahaman Bersama Antara
Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kabupaten Ponorogo dengan Dewan
Pengurus Provinsi Ikatan Nasional Konsultan Indonesia Jawa Timur tentang Bantuan
Studi Teknis DPP INKINDO Jawa Timur pada Bencana Tanah Longsor di Kabupaten
Ponorogo Nomor : 412.2.24/1385/405.21/2017 atau 1839.MoU/DPP.INK.JTM/V/2017
Ucapan terima kasih disampaikan segenap pihak yang telah turut membantu dalam
pelaksanaan kajian ini. Semoga dokumen ini dapat memberi manfaat dan digunakan
sebaik-baiknya bagi perencanaan pembangunan di wilayah Kecamatan Pulung dan
Kabupaten Ponorogo pada umumnya.
November 2017
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Laporan Akhir iv
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir v
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
DAFTAR TABEL
Laporan Akhir vi
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
DAFTAR GAMBAR
BAB 1 PENDAHULUAN
Laporan Akhir | 1
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Morfonit Sedudo (Qas) melampar di sebelah timur kecamatan ini terdiri dari
Desa Banaran dengan luas pelamparan ± 2560 Ha atau sekitar 15% dari luas seluruh
Kecamatan Pulung. Morfoset Jeding-Patukbanteng (Qj) melampar di bagian utara dan
tengah dari kecamatan ini meliputi Desa Pomahan, Desa Kesugihan, Desa Serag, Desa
Wayang, Desa Munggung, Desa Bekiring dan sebagian kecil Desa Banaran. Morfoset
Jeding-Patukbanteng (Qj) memiliki luas pelamparan ± 5530 Ha atau sekitar 33% dari
luas seluruh Kecamatan Pulung. Morfoset Argokalangan (Qav) melampar di sebelah
selatan-tengah meliputi Desa Sidoharjo, Desa Plunturan, Desa Wotan, Desa Patik, Desa
Pulung Merdiko, Desa Pulung, Desa Karangpatihan, Desa Tegalrejo, Desa Singgahan,
Desa Bedrug, Desa Wagir kidul. Morfoset Argokalangan (Qav) memiliki luas pelamparan
± 8460 Ha atau sekitar 50% dari luas seluruh Kecamatan Pulung. Formasi Mandalika
(Tomm) berada di sebelah selatan kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Sooko
dengan luas pelamparan ± 119 Ha atau sekitar 2% dari luas seluruh Kecamatan Pulung
meliputi sebagian dari Desa Bedrug.
Laporan Akhir | 2
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 3
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Kabupaten Ponorogo terletak pada lembah antar pegunungan yang diapit oleh
dua gunung yaitu Gunung Wilis dan Gunung Lawu. Morfologi Kabupaten Ponorogo
dapat dikelompokkan menjadi 2 satuan yaitu dataran tinggi (yang meliputi Kecamatan
Ngrayun, Sooko, Pulung dan Ngebel) dan dataran rendah. Ketinggian wilayah
Kabupaten Ponorogo adalah antara 92 m – 2.563 m diatas permukaan laut.
Kabupaten Ponorogo juga memiliki kandungan mineralisisasi bahan galian.
Berdasarkan wilayah kecamatan jenis bahan galian antara lain : Kecamatan Ngrayun
memiliki kandungan mangaan, oker dan tras (17.792 m2, Kecamatan Slahung memiliki
kandungan mineralisasi seng, mangaan, batu gamping (6.273 m2), kaolin bentonit (437
m2), zeolit (797 m2), gypsum (26.000 ton), tras (1.305 m2). Kecamatan Bungkal
memiliki kandungan mineralisasi seng, Kecamatan Sambit memiliki kandungan tras,
Kecamatan Sawoo memiliki kandungan batu gamping, Kecamatan Sooko memiliki
kandungan tras, dan mineralisasi emas. Kecamatan Pulung memiliki kandungan
mineralisasi emas, mangaan, tras dan sirtu. Kecamatan Sampung memiliki kandungan
batu gamping dan tras. Kecamatan Jenangan memiliki kandungan sirtu. Kecamatan
Ngebel memiliki kandungan mineralisasi logam dan tras. Sedangkan 10 kecamatan
lainnya belum ada penelitian sehingga belum diketahui sumber daya alam berupa
bahan tambang.
Laporan Akhir | 4
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Gambar 2. Kondisi Satuan Perbukitan Agak Curam yang berada di Kecamatan Pulung
Sumber: Dokumentasi Penyusun, 2017
Laporan Akhir | 5
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 6
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 7
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 8
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 9
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Morfonit Sedudo (Qas) tersusun atas endapan vulkanik kuarter yaitu lava
andesit hornblende dan sedikit breksi gunungapi berkeping andesit hornblende.
Formasi ini hanya terdapat di Desa Banaran. Kenampakan di lapangan berwarna abu-
abu gelap, tingkat pelapukan rendah-sedang, tersusun atas plagioklas, hornblende, dan
mineral afanitik yang menyusun massa dasar.
Laporan Akhir | 10
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 11
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 12
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 13
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Gambar 11. Litologi andesit yang terdapat cermin sesar dari Morfoset Argokalangan
Sumber: Dokumentasi Penyusun, 2017
Laporan Akhir | 14
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 15
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Tabel 2 Nama-nama sungai, panjang sungai dan manfaatnya untuk irigasi di Kab.
Ponorogo
No Nama Sungai Asal Sumber Air Panjang Sungai ( km ) Manfaat Irigasi ( Ha )
1 Asin Termpuran 36,80 5.656
2 Cemer Nglegok 36,00 5.295
3 Gendol Kedungpring 33,20 376
4 Keyang Cawet 49,00 5.071
5 Bedingan Cangkring 4,00 170
6 Nambang Dukung 6,00 248
7 Slahung Mati 35,90 4.154
8 Mayong Cuwung 13,70 789
9 Pelem Pelem 18,00 726
10 Munggu Munggu 7,70 576
11 Domas Klitik 12,40 590
12 Ireng Tambu Umbul 7,00 175
13 Sungkur Kresek 58,10 4.945
14 Galok Gebang 29,70 2.980
15 Gonggang Gonggang - 25
16 Pucang Pucang - 198
17 Nglorok Atas - - 644
Sumber : Ponorogo dalam angka 2012
Laporan Akhir | 16
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Tabel 3 Jumlah Curah Hujan tiap bulan (mm), tahun 2015 Kab. Ponorogo
Bulan
No. Lokasi Penakar hujan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Ponorogo 260 310 279 245 37 - - 11 - - 134 361
2 Babadan 182 168 206 226 35 4 - - - - 100 207
3 Kesugihan 247 391 361 357 60 42 - - - - 407 414
4 Pulung 288 361 410 346 86 27 - - - - 459 295
5 Pudak 370 443 433 369 74 117 - - - - 457 317
6 Sooko 145 352 361 357 60 42 - - - - 308 386
7 Sawoo 197 319 345 232 115 - - - - - 122 241
8 Slahung 163 349 355 308 52 8 - - - - 126 157
9 Balong 282 314 230 247 22 7 - - - - 159 214
10 Sungkur 307 347 380 247 24 - - - - - 81 368
11 Sumorobangun 213 237 402 191 26 - - - - - 122 170
12 Ngebel 188 461 499 594 74 27 - - - 3 158 459
13 Talun 460 484 645 560 63 29 - - - 41 429 421
14 Bollu 233 427 195 402 44 8 - - - - 177 209
15 Wilangan 265 358 443 382 78 8 - - - - 146 301
16 Ngilo-ilo 301 365 355 200 35 3 - - - - 222 220
17 Somoroto 190 315 265 77 5 - - - - - 58 351
18 Badegan 204 291 438 229 12 - - - - - 93 279
19 Pohijo 144 412 389 260 29 - - - - - 62 258
20 Ngrayun 255 379 444 499 32 3 - - - - 142 298
Rata-rata 245 354 372 321 49 16 - 1 - 2 198 296
Sumber: Ponorogo dalam angka 2012
Laporan Akhir | 17
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Tabel 4 Jumlah Hari Hujan tiap bulan, tahun 2015 Kab. Ponorogo
Bulan
Lokasi Penakar
No. hujan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Ponorogo 18 16 23 13 7 - - 1 - - 10 20
2 Babadan 10 12 18 14 4 1 - - - - 4 14
3 Kesugihan 15 16 16 11 2 4 - - - - 11 21
4 Pulung 16 17 19 12 5 3 - - - - 15 22
5 Pudak 16 18 19 16 6 6 - - - - 12 15
6 Sooko 14 20 23 19 9 3 - - - - 15 21
7 Sawoo 17 19 21 17 4 - - - - - 6 16
8 Slahung 15 15 22 18 7 1 - - - - 9 15
9 Balong 14 15 19 15 4 1 - - - - 10 14
10 Sungkur 13 19 23 13 3 - - - - - 2 17
11 Sumorobangun 15 15 21 19 5 - - - - - 2 7
12 Ngebel 16 21 21 20 5 3 - - - 1 10 24
13 Talun 18 20 22 19 3 3 - - - 1 9 21
14 Bollu 14 14 17 15 3 1 - - - - 8 17
15 Wilangan 16 15 21 15 6 1 - - - - 5 16
16 Ngilo-ilo 14 15 21 15 6 1 - - - - 10 14
17 Somoroto 12 14 16 5 1 - - - - - 2 13
18 Badegan 15 19 24 15 3 - - - - - 2 15
19 Pohijo 5 12 14 13 2 - - - - - 1 10
20 Ngrayun 12 14 19 21 5 1 - - - - 7 12
Rata-rata 14 16 20 15 4 1 - - - - 8 16
Sumber: Ponorogo dalam angka 2012
Laporan Akhir | 18
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
2.5.2. Hidrogeologi
Hidrogeologi Kecamatan Pulung tersusun atas tiga satuan yaitu akuifer
(bercelah atau bersarang) dengan produktivitas kecil dan langka; akuifer dengan aliran
melalui celahan dan ruang antar butir, akifer produktif terdapat setempat-setempat;
akuifer dengan aliran melalui celahan dan ruang antar butir produktivitas sedang
penyebaran luas. Akuifer dengan aliran melalui celahan dan ruang antar butir
produktivitas sedang penyebaran luas melampar di sebelah selatan hingga tengah
kecamatan ini. Desa-desa yang termasuk pada satuan ini adalah Desa Sidoharjo, Desa
Karangpatihan, Desa Pulung, , Desa Patik, Desa Pulung Merdiko, Desa Tegalrejo, Desa
Plunturan, Desa Wotan. Satuan ini didominasi oleh material vulkanik dari Morfoset
Argokalangan yang merupakan endapan vulkanik kuarter sehingga kualitas airnya
cukup baik.
Akuifer produktif terdapat setempat-setempat melampar di sebelah selatan
hingga tengah kecamatan ini. Desa-desa yang termasuk pada satuan ini adalah Desa
Kesugihan, Desa Serag, Desa Wayang, Desa Munggung, Desa Wagir Kidul dan Desa
Banaran. Satuan ini didominasi oleh material vulkanik dari Morfonit Jeding-
Patukbanteng yang merupakan endapan vulkanik kuarter sehingga kualitas airnya
cukup baik meskipun setempat-setempat. Mata air dijumpai di satuan ini.
Gambar 13. Mata air Sumber Cempaka Indah di Desa Bekiring Kecamatan Pulung.
Sumber: Dokumentasi Penyusun, 2017
Laporan Akhir | 19
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 20
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Gambar 15. Penggunaan lahan berupa hutan rimba. Pohon yang mendominasi adalah pohon pinus
yang dimanfaatkan warga untuk diambil getahnya
Sumber: Dokumentasi Penyusun, 2017
Laporan Akhir | 21
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Sawah dan tegalan adalah penggunaan lahan paling besar di kecamatan ini. Desa-
desa yang penggunaan lahan sawah terbesar adalah Desa Karangpatihan, Desa Pulung, ,
Desa Patik, Desa Pulung Merdiko, Desa Tegalrejo, Desa Plunturan, Desa Wotan. Luas
sawah dan tegalan ini adalah ±6.220 Ha atau seluas 37% dari kecamatan ini.
Gambar 18. Penggunaan lahan berupa sawah dan tegalan di Desa Kesugihan.
Sumber: Dokumentasi Penyusun, 2017
Laporan Akhir | 22
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 23
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 24
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 25
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 26
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Mulai
PERSIAPAN PERSIAPAN
Data Sekunder Data kondisi Daerah, kajian sebelumnya
Studi kajian Sebelumnya Peta Dasar
Peta RBI daerah telitian
Pengolahan Data
Penyiapan Peta Dasar Analisa Batuan, Analisa aspek fisik Analisa aspek
1:25.000 (RBI) Geomorfologi, alami aktifitas manusia
Stratigrafi, Struktur
Laporan Akhir | 27
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 28
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Keempat belas faktor tersebut lebih lanjut dijadikan dasar perumusan kriteria
(makro) dalam penetapan kawasan rawan bencana longsor sebagai berikut:
a. kondisi kemiringan lereng dari 15% hingga 70%;
b. tingkat curah hujan rata-rata tinggi (di atas 2500 mm per tahun);
c. kondisi tanah, lereng tersusun oleh tanah penutup tebal (lebih dari 2 meter);
d. struktur batuan tersusun dengan bidang diskontinuitas atau struktur retakan;
e. daerah yang dilalui struktur patahan (sesar);
f. adanya gerakan tanah; dan/atau
g. jenis tutupan lahan/vegetasi (jenis tumbuhan, bentuk tajuk, dan sifat
perakaran).
Laporan Akhir | 29
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Gambar 22. Tipologi zona berpotensi longsor berdasarkan hasil kajian hidrogeomorfologi
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.22/PRT/M/2007 , Pedoman Penataan Ruang
Kawasan Rawan Bencana Longsor, Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal
Penataan Ruang
a. Zona Tipe A
Zona berpotensi longsor pada daerah lereng gunung, lereng pegunungan, lereng
bukit, lereng perbukitan, dan tebing sungai dengan kemiringan lereng lebih dari
40%, dengan ketinggian di atas 2000 meter di atas permukaan laut.
b. Zona Tipe B
Zona berpotensi longsor pada daerah kaki gunung, kaki pegunungan, kaki bukit,
kaki perbukitan, dan tebing sungai dengan kemiringan lereng berkisar antara 21%
sampai dengan 40%, dengan ketinggian 500 meter sampai dengan 2000 meter di
atas permukaan laut.
c. Zona Tipe C
Zona berpotensi longsor pada daerah dataran tinggi, dataran rendah, dataran, tebing
sungai, atau lembah sungai dengan kemiringan lereng berkisar antara 0% sampai
dengan 20%, dengan ketinggian 0 sampai dengan 500 meter di atas permukaan laut.
Laporan Akhir | 30
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
a. Faktor KondisiAlam
1) Lereng relatif landai dengan kemiringan 21% hingga 40%;
2) Lereng pegunungan tersusun dari tanah penutup setebal kurang dari 2 (dua)
meter, bersifat gembur dan mudah lolos air (misalnya tanah- tanah residual),
menumpang di atas batuan dasarnya yang lebih padat dan kedap (misalnya
andesit, breksi andesit, tuf, napal dan batu lempung);
3) Lereng tebing sungai tersusun oleh tanah residual, tanah kolovial atau batuan
sedimen hasil endapan sungai dengan ketebalan kurang dari 2 (dua) meter;
4) Kondisi tanah (batuan) penyusun lereng umumnya merupakan lereng yang
tersusun dari tanah lempung yang mudah mengembang apabila jenuh air (jenis
montmorillonite);
5) Curah hujan mencapai 70 mm per jam atau 100 mm per hari dengan curah
hujan tahunan lebih dari 2500 mm, atau kawasan yang rawan terhadap gempa;
6) Sering muncul rembesan air atau mata air pada lereng, terutama pada bidang
kontak antara batuan kedap air dengan lapisan tanah yang lebih permeable;
7) Vegetasi terbentuk dari tumbuhan berdaun jarum dan berakar serabut;
8) Lereng pada daerah yang rawan terhadap rawan gempa.
Laporan Akhir | 31
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Selain faktor-faktor fisik alami di atas, faktor manusia berupa tindakan (ulah)
manusia dalam memperlakukan lahan yang dapat memicu terjadinya tanah longsor (R.
Dikue et, al 1996 dalam Tedy 2005). Dengan bertambahnya jumlah penduduk
(Kepadatan penduduk) sementara lahan yang tersedia terbatas dalam mendukung
kegiatan penduduk seperti; pertanian dan permukiman (Karnawati, 2001).
Laporan Akhir | 32
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 33
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
5. Analisa Data
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
Sistem Informasi Geografi (SIG) yaitu teknik overlay. Overlay merupakan teknik
penggabungan beberapa data (peta) menjadi satu sehingga memberikan
informasi baru yang berisi data-data yang telah digabungkan. Dalam penelitian
ini data atau peta yang dioverlay meruapakan parameter dari kerawanan
longsor, baik faktor fisik maupun faktor manusia. Parameter tersebut mengacu
pada Peraturan Menteri Nomor 22 Tahun 2017. Dalam peraturan tersebut juga
telah ditentukan bobot dan persentasinya dari setiap parameter. Dari hasil
overlay kemudian dihitung jumlah bobot total untuk mencari tingkat kerawanan
longsor. Berikut kelas kerawanan longsor berdasarkan jumlah total bobot.
Laporan Akhir | 34
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
6. Hasil Penelitian
Merupakan tahapan penyusunan laporan akhir dan konsultasi yang
dilakukan peneliti dan dituangkan dalam bentuk Peta Kerawanan Longsor
(1:25.000). Analisis dan pengolahan data yang dilakukan pada penelitian ini
meliputi analisis dan pengolahan data primer serta sekunder. Parameter yang
teramati dapat dilihat pada tabel berikut.
Laporan Akhir | 35
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 36
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 37
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 38
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 39
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 40
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Gambar 25. Peta Batuan Penyusun Lereng Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo
Laporan Akhir | 41
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 42
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 43
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 44
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Gambar 27. Peta Tata Air Lereng Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo
Laporan Akhir | 45
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
4.6. KEGEMPAAN
Berdasarkan peta tingkat kegempaan, Kecamatan Pulung masuk ke dalam zona
kuning (sedang), Penelitian ini merupakan hasil dari analisis risiko Kerawanan (hazard),
Kerentanan (vulnerability) dan Kapasitas (Capacity) yang sudah tertuang dalam
Earthquake Risk Map Indonesia, BNPB tahun 2011.
Secara spasial, kegempaan Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo dapat
dilihat dalam gambar berikut ini.
Laporan Akhir | 46
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 47
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
4.7. VEGETASI
Tipe vegetasi pada Kecamatan Pulung dapat dibagi menjadi tiga tingkat, yaitu
tipe vegetasi dengan tingkat tinggi, sedang dan rendah.
Tipe vegetasi tingkat tinggi dapat dijumpai pada Desa Pomahan, Kesugihan,
Serag, Wayang, Munggung, Bekiring, Wagir Kidul, Plunturan, Wotan, Patik, Singgahan,
Tegalrejo, Bedrug dan Pulung Merdiko. Vegetasi tipe ini alang-alang, rumput-rumputan,
tumbuhan semak, hutan heteorgen,pinus, durian.
Sementara, untuk tipe vegetasi dengan tingkat sedang dijumpai pada Desa
Banaran. Vegetasi tipe ini berupa tumbuhan berdaun jarum seperti pinus, jati,durian,
jambu mete kelapa, cengkeh).
Tipe vegetasi dengan tingkat rendah dijumpai pada Desa Sidoharjo, Pulung,
Pulung Merdiko, Swrag, Wayang, Munggung, Banaran dan Karangpatian. Tipe vegetasi
ini berupa tumbuhan berakar tunjang dengan perakaran menyebar seperti kemiri,
laban, dlingsem, selain itu ada durian,pinus, kayuputih, jati, durian)
Secara spasial, vegetasi Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo dapat dilihat
dalam gambar berikut ini.
Laporan Akhir | 48
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 49
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 50
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 51
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 52
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Gambar 29. Peta Penggalian dan Pemotongan Lereng Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo
Laporan Akhir | 53
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 54
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 55
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
4.11. DRAINASE
Berdasarkan peta kondisi drainasenya, kondisi drainase Kecamatan Pulung ini
dapat dibedakan menjadi dua kondisi, yaitu kondisi drainase tinggi dan kondisi drainase
sedang.
Kondisi drainase tinggi dijumpai pada wilayah timur laut atau di sekitar Desa
Banaran. Kondisi drainase tinggi ini dicirikan dengan sistem drainase yang tidak
memadai dan tidak terdapat usaha-usaha untuk memperbaiki drainase tersebut.
Pada bagian tengah dan barat daya kecamatan ini, dijumpai drainase dengan
kondisi yang sedang. Kondisi drainase dapat dikategorikan sedang apabila sisten
drainasenya agak memadai dan terdapat usaha-usaha untuk memperbaiki drainase
tersebut.
Secara spasial, drainase Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo dapat dilihat
dalam gambar berikut ini.
Laporan Akhir | 56
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 57
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 58
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 59
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 60
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 61
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 62
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 63
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Berdasarkan tujuh aspek alami yang ada di atas, maka didapat tiga tingkat
kerawanan longsor yaitu kerawanan tingkat rendah, tingkat sedang dan tingkat tinggi.
Secara spasial, hasil pembobotan dan analisa factor fisik alami kerawanan
bencana longsor Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo dapat dilihat dalam gambar
berikut ini.
Laporan Akhir | 64
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Gambar 37. Peta Kawasan Rawan Longsor (faktor alami) Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo
Laporan Akhir | 65
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Berdasarkan tujuh aspek aktivitas manusia yang ada di atas, maka didapat satu
tingkat kerawanan longsor yaitu kerawanan tingkat sedang.
Secara spasial, hasil pembobotan dan analisa factor aktivitas manusia
kerawanan bencana longsor Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo dapat dilihat
dalam gambar berikut ini.
Laporan Akhir | 66
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Gambar38. Peta Kawasan Rawan Longsor (aktivitas manusia) Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo
Laporan Akhir | 67
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 68
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Gambar 39. Peta Kawasan Rawan Longsor Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo
Laporan Akhir | 69
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan serta analisa dan kajian yang telah
dilakukan , maka faktor-faktor primer penyebab longsor di Desa Banaran Kecamatan
Pulung Kabupaten Ponorogo ini adalah : kemiringan lereng, kondisi tanah, tata air
lereng, dan pola tanam.
Longsor Banaran terjadi di daerah dengan kemiringan lereng sedang
(kemiringan 31%-35%) dengan bobot penilaian 2 dan nilai bobot tertimbang 0,6.
Kondisi tanah dengan sensitivitas kerawanan tinggi, yaitu tanah dengan kondisi umum
tersusun oleh tanah lempung yang mampu menyimpan air dan mudah mengembang
(montmorillonite) dengan bobot penilaian 3 dan nilai bobot tertimbang 0,45. Kondisi
tata air lereng dengan sensitivitas terhadap kerawanan tinggi yaitu sering muncul
rembesan-rembesan air atau mata air pada lereng terutama pada bidang kontak antara
batuan kedap air dengan lapisan tanah yang permeable dengan nilai bobot 3 dan nilai
bobot tertimbang 0,21. Pola tanam dengan sensitivitas terhadap kerawanan yang tinggi
yaitu daerah lereng dengan pola tanam yang tidak tepat dan sangat sensitif, misal
ditanami tanaman berakar serabut , dimanfaatkan sebagai sawah atau ladang, dalam
hal ini ladang tanaman jahe yang banyak ditanam di lereng-lereng dengan bobot
penilaian 3 dan nilai bobot tertimbang 0,3.
Rekomendasi wilayah pemukiman disarankan dilakukan pada daerah dengan
nilai yang rendah di sekitar Banaran yang memiliki lereng rendah (lereng dengan
kemiringan kurang dari 21-30%), kondisi tanah dengan sensitivitas tingkat kerawanan
sedang (lereng tersusun oleh jenis tanah lempung yang mudah mengembang namun
tidak ada bidang kontras dengan batuan di bawahnya. Kondisi tata air lereng yang
sedang (jarang muncul rembesan-rembesan air atau mata air pada lereng, terutama
pada bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan batuan permeabel, pola tanam
yang baik dengan tanaman - tanaman kuat yang sesuai untuk perkuatan lereng.
Berdasarkan hasil skoring kerawanan longsor dari faktor alami dan manusia
maka diperoleh wilayah yang sesuai untuk permukiman di kawasan Wagir Kidul
dengan tiga lokasi yang tersebar. Hasil ini diperoleh dari skoring/pembobotan sesuai
Peraturan menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2007 serta hasil modifikasi.
Modifikasi yang dilakukan dengan pertimbangan bahwa faktor kelerengan merupakan
faktor penting dalam penentuang kawasan longsor, sehingga dalam hal ini bobot factor
kelerengan yang semula 25% menjadi 40%.
Laporan Akhir | 70
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Gambar 40. Peta Penajaman Lokasi Rawan Longsor Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo
Laporan Akhir | 71
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Dari modifikasi tersebut, maka lokasi yang sesuai untuk permukiman dipilih
dengan nilai skor lokasi sebesar 3,67 - 4,5 yang merupakan kawasan rawan longsor tipe
B dengan tingkat kerawanan sedang, serta skor lokasi sebesar <3,67, yang merupakan
kawasan rawan longsor tipe B dengan tingkat kerawanan rendah.
Gambaran kondisi wilayah untuk ketiga (3) zona sebagai berikut :
1. Zona berpotensi longsor Tipe B dengan tingkat kerawanan Tinggi
Kemiringa lereng antara 31% hingga 40%. Lereng di sebagian wilayah desa
Serag, Wayang, Munggung dan Bekiring tersusun oleh jenis tanah liat dan
berpasir yang mudah mengembang dan terdapat bidang kontras dengan batuan
dibawahnya, untuk sebagian wilayah di Desa Banaran lereng tersusun oleh jenis
tanah lempung yang mudah mengembang tetapi tiak ada bidang kontras
dengan batuan di bawahnya.
Batuan penyusun di wilayah desa Serag, Wayang, Munggung dan Bekiring
tersusun oleh breksi gunungapi berfragmen batuapung dan dijumpai adanya
struktur geologi, untuk wilayah di Desa Banaran lereng tersusun batuan breksi
gunungapi dan tidak dijumpai adanya struktur geologi.
Curah hujan berkisar antara 1000-2500mm/tahun. Kondisi tata air lereng di
wilayah desa Serag, Wayang, Munggung dan Bekiring sering muncul rembesan-
rembesan air atau mata air pada lereng, terutama pada bidang kontak antara
batuan kedap dengan lapisan tanah yang lebih permeable, di wilayah Desa
Banaran sisi Timur laut jarang muncul rembesan-rembesan air atau mata air
pada lereng, terutama pada bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan
tanah yang lebih permeable.
Tingkat kegempaan untuk wilayah Kecamatan Pulung termasuk sedang dimana
frekuensi gempa terjadi antara 1 hingga 2 kali pertahun. Kondisi vegetasi di
wilayah desa Serag, Wayang, Munggung dan Bekiring terdiri dari alang-alang,
rumput, tumbuhan semak perdu dan tanaman-tanaman semusim, sedangkan di
wilayah Banaran bagian Timur laut banyak dijumpai tumbuhan berakar
tunjang.
Pola tanam di wilayah desa Serag, Wayang, Munggung dan Bekiring sebagian
lereng ditanami dengan pola tanam yang tepat dan sangat intensif seperti
tanaman berakar tunjang, sedangkan sebagian lagi ditanami dengan pola tanam
yang tidak tepat dan sangat sensitive seperti tanaman berakar serabut ataupun
dimanfaatkan sebagai sawah/ladang. Wilayah Banaran di sisi Timur laut
Laporan Akhir | 72
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
ditanami dengan pola tanam yang tepat dan tidak intensif seperti tanaman
berakar tunjang. di Banaran sisi Barat laut ditanami dengan pola tanam yang
tidak tepat dan sangat sensitive seperti tanaman berakar serabut ataupun
dimanfaatkan sebagai sawah/lading.
Aktivitas penggalian dan pemotongan lereng untuk wilayah kecamatan Pulung
banyak dilakukan di sekitar jalan-jalan yang memotong tebing. Pembuatan
kolam-kolam untuk genangan air ataupun budidaya perikanan di wilayah
kecamatan Pulung tidak begitu banyak dilakukan tetapi perlu diwaspadai untuk
menjaga agar tidak terjadi rembesan-rembesan ke dalam tanah yang
berlebihan. Sistem drainase di wilayah Banaran sisi Timur laut tidak dijumpai,
air permukaan lebih banyak mengalir melalui saluran-saluran alam berupa
sungai-sungai, sedangkan untuk wilayah Banaran sebelah Barat Daya dan di
wilayah desa Serag, Wayang, Munggung dan Bekiring walaupun tidak banyak
tetapi sudah dijumpai adanya saluran-saluran drainase untuk mengatur arah
aliran air permukaan.
Kerapatan bangunan di wilayah kecamatan Pulung masih tergolong kecil hingga
sedang dengan konstruksi bangunan yang dijumpai belum melampaui daya
dukung tanah. Kepadatan penduduk kurang dari 50 jiwa/ha. Usaha –usaha
mitigasi untuk wilayah kecamatan Pulung sudah dilakukan berupa himbauan,
arahan dan informasi sedangkan mitigasi berupa bangunan-bangunan pencegah
belum banyak dilakukan.
Laporan Akhir | 73
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Tingkat kegempaan untuk wilayah Kecamatan Pulung termasuk sedang dimana
frekuensi gempa terjadi antara 1 hingga 2 kali pertahun. Kondisi vegetasi di
wilayah desa Serag, Wayang, Munggung, Wagir kidul, Banaran dan Bekiring
terdiri dari alang-alang, rumput, tumbuhan semak perdu dan tanaman-tanaman
semusim, sedangkan di sisi timur laut vegetasi yang dijupai berupa cemara,
pinus dan tanaman perdu serta beberapa wilayah merupakan lahan pertanian
jahe dan tanaman tegalan.
Pola tanam di wilayah desa Kesugihan, Wagir Kidul, Banaran, Serag, Wayang,
Munggung dan Bekiring sebagian lereng ditanami dengan pola tanam yang tepat
dan sangat intensif seperti tanaman berakar tunjang, sedangkan sebagian lagi
ditanami dengan pola tanam yang tidak tepat dan sangat sensitive seperti
tanaman berakar serabut ataupun dimanfaatkan sebagai sawah/ladang.
Aktivitas penggalian dan pemotongan lereng untuk wilayah kecamatan Pulung
banyak dilakukan di sekitar jalan-jalan yang memotong tebing. Pembuatan
kolam-kolam untuk genangan air ataupun budidaya perikanan di wilayah
kecamatan Pulung tidak begitu banyak dilakukan tetapi perlu diwaspadai untuk
menjaga agar tidak terjadi rembesan-rembesan ke dalam tanah yang
berlebihan. Sistem drainase di wilayah desa Kesugihan, Wagir Kidul, Banaran,
Serag, Wayang, Munggung dan Bekiring walaupun tidak banyak tetapi sudah
dijumpai adanya saluran-saluran drainase untuk mengatur arah aliran air
permukaan.
Kerapatan bangunan di wilayah kecamatan Pulung masih tergolong kecil hingga
sedang dengan konstruksi bangunan yang dijumpai belum melampaui daya
dukung tanah. Kepadatan penduduk kurang dari 50 jiwa/ha. Usaha –usaha
mitigasi untuk wilayah kecamatan Pulung sudah dilakukan berupa himbauan,
arahan dan informasi sedangkan mitigasi berupa bangunan-bangunan pencegah
belum banyak dilakukan.
Laporan Akhir | 74
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Curah hujan berkisar antara 1000-2500mm/tahun. Kondisi tata air lereng di
wilayah desa Singgahan, Bedrug, Wagir Kidul, Tegalrejo, Patik, Munggung dan
Bekiring sering muncul rembesan-rembesan air atau mata air pada lereng,
terutama pada bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan tanah yang
lebih permeable, di wilayah yang lain tidak terdapat rembesan air atau mata air.
Tingkat kegempaan untuk wilayah Kecamatan Pulung termasuk sedang dimana
frekuensi gempa terjadi antara 1 hingga 2 kali pertahun. Kondisi vegetasi di
wilayah desa Plunturan, Wotan, Pulung Merdiko, Tegalrejo, Bedrug, Sanggahan,
Wagir Kidul, Patik, Munggung dan Bekiring terdiri dari alang-alang, rumput,
tumbuhan semak perdu dan tanaman-tanaman semusim, sedangkan di wilayah
Sidoharjo Dn Karangpatihan dijumpai tumbuhan perkebunan dan tegalan.
Pola tanam di wilayah desa Pomahan, Plunturan, Wotan, Patik, Singgahan,
Bedrug, Wagir kidul, Tegalrejo, Pulung merdiko, Munggung dan Bekiring di
dominsi dengan pola tanam yang tidak tepat dan sangat sensitif seperti berakar
serabut ataupun dimanfaatkan sebagai sawah/lading, di wilayah Sidoharjo
ditanami dengan pola tanam yang tepat dan tidak intensif seperti tanaman
berakar perkebunan, di wilayah Karangpatihan ditanami dengan pola tanam
yang tepat dan tidak intensif.
Aktivitas penggalian dan pemotongan lereng untuk wilayah kecamatan Pulung
banyak dilakukan di sekitar jalan-jalan yang memotong tebing. Pembuatan
kolam-kolam untuk genangan air ataupun budidaya perikanan di wilayah
kecamatan Pulung tidak begitu banyak dilakukan tetapi perlu diwaspadai untuk
menjaga agar tidak terjadi rembesan-rembesan ke dalam tanah yang
berlebihan. Sistem drainase di wilayah ini walaupun tidak banyak tetapi sudah
dijumpai adanya saluran-saluran drainase untuk mengatur arah aliran air
permukaan.
Kerapatan bangunan di wilayah kecamatan Pulung masih tergolong kecil hingga
sedang dengan konstruksi bangunan yang dijumpai belum melampaui daya
dukung tanah. Kepadatan penduduk kurang dari 50 jiwa/ha. Usaha –usaha
mitigasi untuk wilayah kecamatan Pulung sudah dilakukan berupa himbauan,
arahan dan informasi sedangkan mitigasi berupa bangunan-bangunan pencegah
belum banyak dilakukan.
Laporan Akhir | 75
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | 76
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Ponorogo
Gambar 41. Peta overlay zona kerawanan longsor dan sebaran pemukiman eksisting di Kecamatan Pulung
Laporan Akhir | 77
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | x
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Laporan Akhir | xi
KAJIAN TINGKAT KERAWANAN
ZONA POTENSI LONGSOR PASCA BENCANA LONGSOR
DI KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2017
Gambar 42. Peta overlay zona kerawanan longsor dan sebaran pemukiman eksisting di
Kecamatan Pulung
DAFTAR PUSTAKA