Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN

TINDAKAN KEPERAWATAN

“HALUSINASI”

Nama kelompok :

1. Zulizah umami (1714201005)


2. Abdul Rahman ( 1714201007)
3. Anisa Oktavia ( 1714201010)
4. Putri Andini ( 1714201014)
5. Cabela Milanda ( 1714201023)

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

I. Kasus (Masalah Utama)

Pada salah satu rumah sakit terdapat pasien bernama Ny.B, pasien keseharian
nya tinggal seorang diri. Sudah beberapa hari ini pasien mengeluh mendengar
suara laki-laki yang mengejek nya namun suara itu terdengar ketika pasien
sedang dikamar atau seorang diri. Sesekali Ny.B berusaha mendengkatkan
telingan dari asal suara itu tetapi tiba-tiba suara itu hilang dan muncul lagi
sewaktu-waktu.
Core problem : Halusinasi Pendengaran

A. Pengertian

Halusinasi adalah penyerapan tanpa adanya rangsang apapun pada


panca indra sesorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun,
dasarnya mungkin organik, psikotik ataupun histerik (Maramis, 1998).
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari pancaindera tanpa
adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2001).Halusinasi
merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi.

II. Proses Terjadinya Masalah.

Etiologi, Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:


A. Faktor predisposisi
1). Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:
a). Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih
luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal
dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
b). Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan
dengan terjadinya skizofrenia.
c). Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak
klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel,
atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan
kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).

2). Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien.Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.

3). Sosial Budaya


Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.

B. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya.Penilaian individu terhadap stressor
dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan
(Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
1). Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak
yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.

2). Stress lingkungan


Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

3). Sumber koping


Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

C. Rentang Respon Halusinasi

Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang


berbeda rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005). Ini merupakan
persepsi maladaptive. Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu
mengidentifisikan dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi
yang diterima melalui panca indera (pendengaran, pengelihatan, penciuman,
pengecapan dan perabaan) klien halusinasi mempersepsikan suatu stimulus
panca indera walaupun stimulus tersebut tidak ada.Diantara kedua respon
tersebut adalah respon individu yang karena suatu hal mengalami kelainan
persensif yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya, yang
tersebut sebagai ilusi. Klien mengalami jika interpresentasi yang dilakukan
terhadap stimulus panca indera tidak sesuai stimulus yang
diterimanya,rentang respon tersebut sebagai berikut:

Respon adaptif Respon maladaptif

 Pikiran logis  Kadang-kadang  Waham


 Persepsi akurat proses pikir  Halusinasi
 Emosi konsisten terganggu (distorsi  Sulit berespons
dengan pikiran  Perilaku
pengalaman  Ilusi disorganisasi
 Perilaku sesuai  Menarik diri  Isolasi sosial
 Hubungan sosial  Reaksi emosi >/<
harmonis  Perilaku tidak biasa

D. Jenis Halusinasi

Menurut Stuart (2007), jenis halusinasi antara lain :


a. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara –
suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk
pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau
panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan
atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu
bau harum.Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan
dementia.
d. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari
tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis
dan menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau
feses.
f. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan
urine.
g. Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

E. Fase Halusinasi

Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2001):


a. Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang,
kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada
pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas.Di sini klien
tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa
suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik.
b. Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan
menakutkan.Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk
mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan.Disini
terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas
seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan
tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan
kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
c. Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap
halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar
berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu
mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang
sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang
lain.
d. Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien
mengikuti perintah halusinasi.Di sini terjadi perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang
kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang.Kondisi klien
sangat membahayakan.

III. A. Pohon Masalah


Akibat Resiko perilaku mencederai diri sendiri

Core Problem
Halusinasi pendengaran

Penyebab Isolasi Sosial

B. Masalah Keperawatan yang Perlu Dikaji

Kondisi klien

a. Data Subjektif :
- Klien mendengankan suara laki-laki yang mengejeknya.
- Klien mengatakan suara itu datang ketikasendiri di kamar.
b. Data objektif :
- Klien tampak terlihat sendiri
- Klien tampak terlihat mengarahkan telinganya ke suatu tempat.
- Klien tampak menutup telinganya sesaat.

IV. Diagnosa Keperawatan


Gangguan presepsi sensori : halusinasi pendengaran

V. Rencana Tindak Lanjut

a. Tujuan umum
Setelah dilakukan asuhan keperawatan jiwa, klien dapat mengatasi
masalah Gangguan Halusinasi.
b. Tujuan khusus
Setelah dilakukan asuhan keperawatan jiwa, klien dapat :
- Klien dapat membina hubungan saling percaya
- Klien dapat mengontrol halusinasi
DAFTAR PUSTAKA

Keliat BA, Ria UP, Novy H. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.Edisi 2.
Jakarta. EGC.

Maramis W. F.1998. Catatan Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta : EGC.

Residen bagian Psikiatri UCLA. 1990. Buku Saku Psikiatri. Jakarta: EGC

Stuart & Laraia. 2001. Principles and practice of psychiatric nursing.USA: Mosby
Company.

Stuart & Sudeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa .Edisi 3.Jakarta : EGC.

Stuart, G. W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa .Edisi 5. Jakarta. EGC.


STRATEGI PELAKSANAAN
SP-1 Pasien : Halusinasi pendengaran pertemuan ke-1
A. Kondisi klien

Pada salah satu rumah sakit terdapat pasien bernama Ny.B, pasien keseharian
nya tinggal seorang diri. Sudah beberapa hari ini pasienmengeluh mendengar
suara laki-laki yang mengejek nya namun suara itu terdengar ketika pasien
sedang dikamar atau seorang diri. Sesekali Ny.B berusaha mendengkatkan
telingan dari asal suara itu tetapi tiba-tiba suara itu hilang dan muncul lagi
sewaktu-waktu.
Data Subjektif :

- Klien mendengankan suara laki-laki yang mengejeknya.


- Klien mengatakan suara itu datang ketika sendiri di kamar.

Data objektif :

- Klien tampak terlihat sendiri


- Klien tampak terlihat mengarahkan telinganya ke suatu tempat.
- Klien tampak menutup telinganya sesaat.

B. Diagnosa keperawatan

Gangguan presepsi sensori : halusinasi pendengaran

VI. Rencana Tindak Lanjut

- Tujuan umum
Setelah dilakukan asuhan keperawatan jiwa, klien dapat mengatasi
masalah Gangguan Halusinasi.
- Tujuan khusus
Setelah dilakukan asuhan keperawatan jiwa, klien dapat :
- Klien dapat membina hubungan saling percaya
- Klien dapat mengontrol halusinasi.

VII. Tindakan keperawatan

a. Membina hubungan saling percaya.


b. Membantu pasien menyadari gangguan sensorik presepsi halusinasi.
c. Melatih pasien cara mengontrol halusinasi.

VIII. Strategi Komunikasi

1. Fase orientasi
a. Salam teraupetik
“ Assalamualaikum selamat pagi bu. Perkenalkan nama saya perawat
A, saya mahasiswa Universitas Muhammadiyah Tangerang. Hari ini
saya dinas pagi dari jam 7 sampai jam 2 siang. Saya akan merawat ibu
di RS ini. Nama ibu siapa?”
“Senangnya ibu dipanggil apa?”

b. Evaluasi /validasi
“Baiklah ibu R, bagaimana keadaan ibu hari ini?”

c. Kontrak
“Ibu R, bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang apa yang ibu
rasakan yang selama ini mengganggu ibu , dan cara bagaimana
mengontrol suara-suara yang menggagu tersebut. Apakah ibu
besedia?”
“Berapa lama ibu mau berbincang-bincang dengan saya?”
“Bagaimana kalau 20 menit?”
“Ibu mau berbincang-bincang dimana?”
“Baiklah bu, kita berbincang-bincang di sini saja ya bu?”

2. Fase kerja
“Apakah benar ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya?”
“Saya percaya ibu mendengar suara tersebut, tetapi saya sendiri tidak
mendengar suara itu, apa yang di katakan oleh suara yang ibu dengar?”
“Apakah ibu mendengan terus-menurus atau sewaktu-waktu?”
“Kapan ibu seringmendengar suara tersebut?”
“Berapa kali ibu mendengar suara tersebut?”
“Kemudian saat ibu mengdengar suara tersebut , apa yang ibu lakukan?”
“Apakah dengan suara tersebut suara itu hilang?”
“Baiklah bu, apa yang ibu alami itu halusinasi, halusinasi itu ada 4 cara
untuk mengotrol halusinasi tersebut yang ibu alami, yaitu menghardik,
meminum obat, bercakap-cakap, dan melakukan aktivitas. Hari ini
bagaimana kalau kita latihan cara yang pertama dulu, yaitu dengan
menghardik. Apakah ibu besedia?”
“Baiklah, kalau begitu kita mulai ya bu, saya akan mempraktikan terlebih
dahulu , baru ibu mempraktikan kembali apa yang telah saya lakukan ,
begini ya bu jika da suara itu muncul kembali, katakan dengan keras
“Pergiii...pergi... saya tidak mau mendengar kamu suara palsu” (sambil
menutup kedua telinga). Seperti ini ya bu, coba sekarang ibu lakukan apa
yang saya lakukan tadi”.
“Wah bagus sekali, ibu sudah mempratikan nya”.

3. Fase terminasi
a. Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tadi?”
b. Evaluasi objektif
“Baiklah bu, jika ada suara tersebut itu muncul kembali dan masih
mengejek ibu, ibu bisa pratikan seperti yang sudah kita pelajari dan
ibu lakukan sesuai dengan apa yang telah kita pratikan tadi”

c. Tindak lanjut
“Ibu lakukan itu sampai suara tidak terdengar lagi dan ibu lakukan
selama 3 al sehari atau disaat ibu mendengar suara tersebut. Apakah
ibu mengerti?”

d. Kontrak yang akan datang


“Baikalah bu, bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang
kembali tentang cara kedua yaitu dengan meminum obat untuk
mencegah suara-suara tersebut itu muncul, apakah ibu bersedia?”
“Ibu maunya jam berapa, bagaimana kalo jam 8?”
“Tempatnya di tempat tiduribu saja ya?”
“Baiklah bu, besok saya akan kembali sesuai dengan jam kontrak ya
bu. Saya permisi dulu ya bu, wassalamualaikum”

Anda mungkin juga menyukai