Anda di halaman 1dari 39

1

KONTRIBUTOR MATERI:

dr Muhdar Abubakar, SpAn, KAP


dr Bambang Suryono, SpAn, KIC, KNA, KAO
dr Pandit Sarosa, SpAn (K)
dr I Gusti Ngurah Artika, SpAn, KAKV
Dr. dr Sri Rahardjo SpAn, KNA, KAO
dr Yusmein Uyun, SpAn, KAO
DR. Med. dr Untung W, SpAn,KIC
dr Calcarina FRW, SpAn, KIC
dr Bhirowo Yudo P, SpAn, KAKV
Dr.dr Sudadi, SpAn, KNA
dr Yunita Widyastuti, SpAn, KAP, M.Kes, Ph. D
dr Djayanti Sari, SpAn, KAP, M.Kes
dr Akhmad Yun Jufan, SpAn, M.Sc
dr Mahmud SpAn, M.Sc
dr Ratih Kumala FA, SpAn, M.Sc
dr Juni Kurniawati SpAn, M.Sc

Editor: dr Bowo Adiyanto, SpAn, M.Sc

Dilarang memperbanyak buku ini tanpa seizin


Departemen Anestesiologi dan Terapi intensif FK
UGM Yogyakarta

2
DAFTAR ISI

I. CODE BLUE SYSTEM (Aktivasi emergency, strategi


pencegahan dan resusitasi kejadian henti jantung di
rumah sakit
A. Pendahuluan.........................................................4
B. Definisi Code Blue System………………………………….5
C. Tujuan ………………………………………………….…..……….6
D. Komponen tim……………………………………………………7
E. Kriteria Aktivasi.…………………….…………………….…….8

II. LANGKAH-LANGKAH BANTUAN HIDUP DASAR…….9

III. ALUR AKTIVASI CODE BLUE RUMAH SAKIT


A. Aktivasi code blue henti jantung-napas…………….31
B. Aktivasi code blue kegawatan medis…………..……37

IV DAFTAR PUSTAKA..................................................39

3
I. CODE BLUE SYSTEM
(Strategi pencegahan kejadian henti
jantung, aktivasi emergency dan resusitasi
kejadian henti jantung di rumah sakit)

A. Pendahuluan
Suatu kejadian henti jantung dapat terjadi
di mana dan kapan saja di rumah sakit, kejadian
ini dapat menimpa pasien, keluarga pasien,
maupun petugas rumah sakit sendiri. Henti
jantung apabila tidak ditangani dengan cepat
akan menyebabkan terjadinya kematian.
Pertolongan pertama harus dapat dilakukan
oleh seluruh komponen rumah sakit, baik
tenaga medis (dokter dan perawat) dan tenaga
non medis.
Diperlukan suatu sistem atau strategi
pencegahan kejadian henti jantung di rumah
sakit dan aktivasi emergency yang efektif
sehingga tindakan bantuan hidup dasar dan
4
lanjut dapat dilakukan dengan optimal. Sistem
ini melibatkan sumber daya manusia yang
terlatih, peralatan, obat-obatan yang lengkap
dengan standar operasional prosedur yang
baku, yang disebut dengan code blue system.
Peran tenaga non medis pada saat kejadian
henti jantung cukup penting mengingat
kejadian henti jantung di rumah sakit dapat
terjadi pada korban yang lokasinya jauh dari
petugas medis. Resusitasi jantung paru (RJP)
yang efektif diikuti dengan aktivasi sistem untuk
mendatangkan tim bantuan hidup lanjut
diharapkan dapat mencegah kematian akibat
henti jantung mendadak di rumah sakit.

B. Definisi
Code Blue System merupakan strategi
pencegahan kejadian henti jantung, aktivasi
sistem emergency dan resusitasi kejadian henti
jantung di rumah sakit, yang melibatkan
5
seluruh komponen sumber daya manusia
(medis dan non medis), sarana (peralatan dan
obat-obatan), sistem serta mekanisme kontrol
dan evaluasi. Sistem ini termasuk aktivasi
sistem kegawatdaruratan di rumah sakit dengan
1 nomor telepon aktivasi code blue (contoh:
999) yang langsung terhubung dengan tim
medis dengan kemampuan bantuan hidup
lanjut.

C. Tujuan
1. Melakukan usaha-usaha pencegahan
kejadian henti jantung di rumah sakit
2. Memastikan tindakan bantuan hidup dasar
dan lanjut dilakukan secara cepat dan
efektif pada korban henti jantung
3. Perawatan paska henti jantung yang
optimal.

6
D. Komponen Tim Code Blue:
Semua komponen rumah sakit terlibat
dalam proses resusitasi sehingga bantuan hidup
dasar dan hidup lanjut, dapat dilakukan secara
simultan dan efektif. Tim code blue terdiri dari:
1. Petugas Non medis terlatih: merupakan
petugas non medis dengan keterampilan
bantuan hidup dasar dan aktivasi sistem
code blue
2. Tim Primer: merupakan petugas medis
dengan kemampuan bantuan hidup dasar
dan lanjut (merupakan personel/tim medis
yang pertama kali menjumpai melakukan
resusitasi pada korban kritis/henti napas
atau henti jantung)
3. Tim sekunder: merupakan petugas medis
dengan komponen dokter dan perawat
dengan kemampuan bantuan hidup dasar
dan lanjut dan didukung dengan peralatan
yang lebih lengkap (termasuk peralatan
7
jalan napas definitif), obat-obatan
emergency termasuk penggunaan
defibrillator.
E. Kriteria Aktivasi sistem Code Blue( telepon
999/atau pemanggilan tim medis terdekat)

1. Pasien kritis atau potensial kritis (TERSEDAK


BERAT, obstruksi jalan napas, jika pasien
SESAK NAPAS (RR > 36 kali atau < 5
kali/menit, jika Nadi > 140 kali/menit atau <
40 kali/menit, Jika tekanan darah sistole >
220 mmHg atau < 80 mmHg, PINGSAN,
PENURUNAN KESADARAN, ATAU KEJANG

2. Pasien henti napas atau henti jantung


(terutama kasus-kasus di mana angka
harapan keberhasilan tindakan resusitasi
jantung paru tinggi (reversible))

8
II. LANGKAH-LANGKAH BANTUAN
HIDUP DASAR KORBAN DEWASA

MENGENALI KEJADIAN HENTI JANTUNG


DENGAN SEGERA

Pada saat menemui korban dewasa yang tidak


sadar, atau mendadak kolaps:
 Pastikan lingkungan aman
 Cek respon korban, penolong menepuk
atau mengguncang korban dengan hati-hati
pada bahunya dan bertanya dengan keras :
“ Bapak... Apakah anda baik-baik saja ?
Pada saat bersamaan penolong melihat
apakah pasien tidak bernapas atau
bernapas tidak normal (contoh: gasping).
 Jika pasien tidak menunjukkan respon dan
tidak bernapas atau bernapas tidak normal
(gasping) maka penolong harus
mengasumsikan bahwa pasien mengalami
HENTI JANTUNG.
9
Pak..Pak..! Cek respon
Apakah anda korban
baik-baik saja..?

Pastikan apakah korban bernapas atau


bernapas tidak normal

10
2. MENGAKTIFKAN SISTEM RESPON
EMERGENCY RUMAH SAKIT (AKTIVASI
CODE BLUE RUMAH SAKIT)
 Jika pasien tidak menunjukkan respon
dan tidak bernapas atau bernapas tidak
normal (gasping) maka jika penolong
tidak sendirian, orang lain harus segera
memanggil bantuan orang lain dan
aktifkan sistem code blue rumah sakit
(telepon: 999/atau sistem emergency
setempat : contoh 118).
 Informasikan secara jelas identitas
penelepon, lokasi kejadian kondisi dan
jumlah korban, dan jenis kegawatannya.
 Segera setelah dipastikan korban tidak
sadar dan aktivasi code blue rumah sakit,
pastikan bahwa korban terbaring
terlentang diatas permukaan yang keras
dan datar agar RJP efektif.

11
Tolong bantu Panggil bantuan
saya… aktifkan
code blue
rumah sakit
telp 999 !!

Panggil / Aktifkan sistem emergency


(code blue) rumah sakit (999)

12
LAKUKAN 30 KALI KOMPRESI DADA
(Siklus 30 kompresi dan 2 bantuan
napas)

 Posisi penolong berjongkok dengan lutut di


samping korban sejajar dengan dada korban.
 Letakkan pangkal salah satu tangan pada dada
korban, letakkan tangan yang lain di atas tangan
yang pertama, jari-jari ke dua tangan dalam
posisi mengunci. Jaga lengan penolong dalam
posisi lurus.
 Posisikan penolong vertikal di atas dinding dada
korban, berikan tekanan ke arah bawah,
sekurang-kurangnya 5 cm, tetapi tidak lebih dari
6 cm, dengan kecepatan minimal 100x/menit
tetapi tidak lebih dari 120x/menit
 Pada anak kompresi dada dapat dilakukan
dengan 1 tangan dengan kedalaman kompresi
1/3 ketebalan dinding dada

Tekan kuat Tekan cepat


minimal 5 cm 13 ( minimal
(korban dewasa) 100x/menit
Perbandingan
kompresi
dada dan
bantuan
napas 30:2

Kompresi dada yang


efektif
14
BUKA JALAN NAPAS DAN BERIKAN
BANTUAN PERNAPASAN

Buka jalan napas dengan menengadahkan


kepala dan mengangkat dagu
Ambil napas secara normal, dan letakkan
mulut penolong pada mulut korban, dan
pastikan kerapatan antara mulut korban
dengan mulut penolong.
Berikan bantuan napas pada mulut pasien
sambil melihat pengembangan dada,
pertahankan posisi kepala.
Ambil napas kembali secara normal, dan
berikan pernapasan bantuan sekali lagi
sehingga tercapai pemberian napas
bantuan sebanyak 2 kali.
Teknik lain pemberian napas bantuan
adalah dengan menggunakan masker
ventilasi.
Buka Jalan napas 15
Berikan Bantuan
pernapasan

CEK IRAMA JANTUNG, LAKUKAN


DEFIBRILASI
16 (SHOCK) JIKA
DIPERINTAHKAN ALAT AED
Defibrilasi merupakan tindakan kejut
listrik dengan tujuan untuk menormalkan
kembali irama jantung. Terapi listrik otomatis
(AED) adalah alat yang aman dan efektif dan
dapat digunakan oleh penolong awam terlatih
dan petugas medis, sebelum tim bantuan hidup
lanjut datang. Menunda defibrilasi dengan alat
AED akan menurunkan harapan hidup.

17
Jika tidak terdapat alat defibrilasi otomatis,
maka tindakan defibrilasi hanya dapat dilakukan
secara manual oleh tenaga medis terlatih (tim
sekunder/tim bantuan hidup lanjut)
Langkah-langkah penggunaan AED (Alat kejut
jantung otomatis).
1. Segera setelah alat AED datang. Nyalakan
AED. Ikuti perintah, pasang kabel dan
tempelkan elektroda pads pada dada
korban. Yang pertama pada garis sedikit di
bawah ketiak, dan tempatkan elektroda
pads yang kedua di sedikit di bawah tulang
clavicula kanan. Jika penolong lebih dari 1
orang, persiapan AED sambil tetap
melakukan RJP.
2. Ikuti lanjutan perintah suara/visual dari
alat AED untuk analisis irama jantung,
Pastikan bahwa RJP dihentikan dan tidak
ada orang yang menyentuh korban.

18
Pasang
Elektroda

19
Stop RJP
Pastikan tidak ada yang menyentuh
saat analisis irama jantung

3. Ikuti lanjutan perintah suara/visual: Jika


terdapat perintah untuk shock. Pastikan
tidak ada seorangpun yang menyentuh
korban. Tekan tombol shock.
20
4. Segera lakukan kembali RJP 30:2 seperti
yang diperintahkan oleh perintah
suara/visual alat AED
Jika shock tidak diindikasikan, lakukan
segera RJP 30:2, sesuai dengan perintah
suara/visual,

5. Lakukan RJP 30 kompresi: 2 ventilasi,


tunggu perintah lanjutan dari alat AED.
Ikuti langkah-langkah tindakan sesuai yang
diperintahkan alat hingga penolong
profesional datang dan mengambil alih RJP
atau korban mulai sadar: bergerak,
membuka mata dan bernapas normal.

21
Tekan tombol shock
pastikan tidak ada
yang menyentuh
korban

Lanjutkan RJP 30: 2


sesuai perintah
suara/visual alat
AED.

22
POSISI PULIH

 Posisi pulih (recovery) digunakan pada


korban dewasa yang tidak respon,
dengan pernapasan dan fungsi jantung
yang sudah adekuat.

 Posisi ini bertujuan untuk


mempertahankan terbukanya jalan napas
dan mengurangi resiko sumbatan jalan
napas dan aspirasi.

 Posisi pulih memungkinkan pengeluaran


cairan dari mulut dan mencegah lidah
jatuh ke belakang dan menyebabkan
sumbatan jalan napas.

23
1

24
Langkah-langkah:
Jika tidak ada bukti trauma letakkan korban
dengan posisi miring pada posisi pulih.
Diharapkan dengan posisi ini jalan napas dapat
terbuka.
1. Berjongkok di samping korban dan luruskan
lutut pasien, letakkan tangan yang dekat
dengan penolong pada posisi salam (90
derajat dari axis panjang tubuh) tempatkan
tangan yang lain di di dada. Dekatkan tubuh
penolong di atas tubuh korban, tarik ke atas
lutut dan tangan yang lain memegang bahu
pasien.
2. Gulingkan korban ke arah penolong dalam
satu kesatuan bahu dan lutut pasien secara
perlahan
3. Atur posisi kaki seperti terlihat di gambar,
letakkan punggung tangan pada pipi pasien
untuk mengatur posisi kepala

25
4. Tindakan selanjutnya adalah melakukan
evaluasi secara kontinyu nadi dan
pernapasan korban, sambil menunggu
bantuan datang. Jika terjadi henti jantung
posisikan pasien kembali terlentan dan
lakukan RJP kembali.

Posisi Pulih
4 Mencegah sumbatan
napas

26
SUMBATAN BENDA ASING JALAN NAPAS
Sumbatan jalan napas, meskipun
kejadiannya jarang dapat menyebabkan
kematian pada korban. Sumbatan jalan napas
bisa terjadi secara parsial atau komplit. Gejala
yang ditimbulkan dapat bervariasi akibat
sumbatan ringan dan sumbatan berat seperti
yang terlihat pada tabel.

Tabel : Perbedaan antara sumbatan benda


asing pada jalan napas ringan dan berat

Tanda Obstruksi Obstruksi berat


ringan
Apakah kamu Ya Tidak dapat
tersedak ? berbicara
Tanda lain Tidak dapat Tidak dapat
berbicara, batuk berbicara, napas
dan bernapas mengi , tidak dapat
membatukkan,
penurunan
kesadara
27
Gambar : Back blow

Langkah-langkah penatalaksanaan sumbatan


benda asing jalan napas.
1. Lakukan pemeriksaan terhadap
kemungkinan terjadinya sumbatan benda
asing pada jalan napas (tanda umum saat
makan, korban mungkin akan memegangi
lehernya).
2. Nilai derajat berat ringannya sumbatan
jalan napas, tentukan apakah terjadi
sumbatan jalan napas berat (batuk tidak
efektif) atau obstruksi ringan (batuk efektif)
(lihat tabel ).
28
3. Jika terjadi obstruksi berat , korban tidak
sadar dan dijumpai tanda-tanda henti
jantung lakukan RJP. Aktifkan sistem
emergency, Jika pasien masih sadar lakukan
5 kali back blows dan dilanjutkan 5 kali
abdominal thrust jika tidak berhasil.

Gambar : Abdominal thrust

4. Jika terjadi obstruksi ringan, minta pasien


untuk membatukkan secara kuat, secara
29
kontinyu dilakukan pemeriksaan untuk
menilai keefektifan batuk korban, makin
memburuk menjadi obstruksi berat atau
membaik.

5. Jika terjadi obstruksi ringan, minta pasien


untuk membatukkan secara kuat, secara
kontinyu dilakukan pemeriksaan untuk
menilai keefektifan batuk korban, makin
memburuk menjadi obstruksi berat atau
membaik.

30
ALUR AKTIVASI CODE BLUE
RUMAH SAKIT

Kriteria aktivasi:
A. KEJADIAN HENTI JANTUNG/NAPAS
B. KEGAWATAN MEDIS

A. KORBAN HENTI JANTUNG


1. Petugas non medis yang menemukan
korban (pasien, keluarga, pengunjung atau
petugas) dengan henti jantung segera
memberikan pertolongan Bantuan Hidup
Dasar sambil berteriak minta tolong orang
lain untuk membantu memberikan
pertolongan bantuan hidup dasar dan
mengaktivasi sistem code blue (telepon code
blue sistem (999) /atau langsung menuju ke
petugas medis terdekat).
31
32
Telepon secara jelas menyebutkan lokasi
kejadian, jumlah korban, kasus anak atau
dewasa.

a) Telepon dari petugas awam (999) akan


diterima oleh tim sekunder dan secara
simultan sambil menyiapkan peralatan
resusitasi, tim sekunder akan mengaktifkan
(via telepon) perawat terdekat (tim primer)
dengan lokasi korban untuk membantu
bantuan hidup dasar penolong awam.

b) Jika penolong awam langsung meminta


bantuan tim primer (tidak via telepon) Tim
code blue primer secara simultan datang
memberikan bantuan hidup dasar dan
mengaktifkan tim sekunder (via telepon
code blue sistem 999)

33
2. Resusitasi jantung paru harus dilakukan
dengan kualitas tinggi, Bantuan hidup dasar
dengan kualitas tinggi dilakukan terus
sambil menunggu tim sekunder datang.
(Respon maksimal tim sekunder adalah 5
menit untuk seluruh area rumah sakit)

3. Tim Sekunder datang dengan personel


dokter dan perawat terlatih bantuan hidup
lanjut dengan membawa peralatan
resusitasi termasuk defibrillator. Tim
sekunder bekerja simultan bersama tim
primer melakukan bantuan hidup lanjut
termasuk pemberian obat-obatan dan
penggunaan defibrillator apabila
diindikasikan.

4. Jika resusitasi jantung paru berhasil,


ditandai dengan kembalinya fungsi sirkulasi
34
dan pernapasan korban, maka korban akan
di transport menuju ke ruang intensif
dengan peralatan monitoring (HCU/ICU)
untuk selanjutnya dilakukan
penatalaksanaan yang sesuai untuk pasien
dengan paska henti jantung termasuk
kemungkinan rujukan ke rumah sakit lain
untuk perawatan Intensif.

35
36
B. KORBAN/PASIEN DENGAN KEGAWATAN
MEDIS
1. Jika pasien menunjukkan tanda-tanda
kegawatan Pasien kritis atau potensial kritis
(obstruksi jalan napas, jika RR > 36 kali atau
< 5 kali/menit, jika Nadi > 140 kali/menit
atau < 40 kali/menit, Jika tekanan darah
sistole > 220 mmHg atau < 80 mmHg,
Penurunan kesadaran dan Kejang, maka
petugas medis akan menelepon code blue
sistem 999 untuk memanggil tim sekunder.

Untuk petugas awam terlatih: maka keluhan


korban dengan Tersedak berat, sesak
napas, penurunan kesadaran,
pingsan, kejang merupakan kriteria untuk
dapat mengaktifkan sistem code blue.
37
2. Tim sekunder akan memberikan arahan
penatalaksanaan pasien, sambil
menunggu tim sekunder datang,
bebaskan jalan napas pasien, berikan
oksigenasi dan ventilasi yang optimal dan
pasang jalur intravena.

3. Tim sekunder datang (respon maksimal


10 menit) dengan membawa peralatan
emergency (obat-obatan dan
defibrillator), melakukan assessmen awal
pada pasien dan melakukan resusitasi
apabila diperlukan

4. Jika kondisi pasien sudah membaik dan


layak transport maka pasien akan
dipindahkan ke ruang HCU untuk
dilakukan monitoring yang lebih ketat

38
termasuk kemungkinan proses merujuk
ke rumah sakit yang lebih sesuai.

5. Tim sekunder melaporkan kondisi pasien


kepada dokter penanggung jawab pasien.

Referensi:

1. American Heart Association (2010), Adult Basic


Life Support: Guidellines for Cardiopulmonary
Resuscitation and Emergency Cardiovasculare
care , Circulation, 122; 685- 705
2. American Heart Association (2015), Guidellines for
Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency
Cardiovasculare care
3. European Resuscitation Council (ERC), (2010),
Guidelines for Resuscitation, Resuscitation, 81,
1219–1276
4. Colquhoun, M.C., Handley, A.J., Evans, T.R.
(2004), ABC of Rescucitation, fifth edition, BMJ
Publishing Group, London.

39

Anda mungkin juga menyukai