Anda di halaman 1dari 110

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sustainable Development Goals (SDG’s) merupakan

pembaharuan tujuan dan indikator target universal dari Negara

anggota PBB yang akan membingkai setiap agenda dan kebijakan

politik Negara selama 15 tahun kedepan. Terdapat tujuh belas poin

SDGs yang dijadikan sebagai indikator keberhasilan suatu Negara di

dunia. Salah satunya pada poin yang ketiga yaitu menjamin kehidupan

yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua orang di segala

usia.

Agar poin yang ketiga tersebut dapat terlaksana dengan baik

tentunya dibutuhkan lebih banyak upaya untuk memberantas berbagai

penyakit dan mengatasi berbagai masalah kesehatan. Salah satu yang

menjadi masalah kesehatan khususnya pada persediaan logistik di

instalasi farmasi rumah sakit terdapat 4 isu penting yang berkaitan

dengan manajemen logistik di negara berkembang yaitu sumber

pembiayaan, mekanisme supervisi, pendistribusian serta monitoring

dan evaluasi yang berkesinambungan (Manbso, 2013).

Menurut WHO (World Health Organization) di negara

berkembang, biaya obat sebesar 24-66% dari total biaya kesehatan.

Belanja obat yang demikian besar tentunya harus dikelola dengan

efektif dan efisien. Dengan demikian pengelolaan obat perlu untuk


2

dilakukan untuk mencegah terjadinya kekurangan obat (stock out),

kelebihan obat (over stock) ( Satrianegara, 2018).

Keberadaan obat merupakan pokok yang sangat penting dan

harus terjaga, dimana biaya anggaran belanja obat pada Negara

berkembang merupakan anggaran kedua terbesar setelah gaji, yaitu

sekitar 40%dari seluruh anggaran unit pelayanan kesehatan. Secara

nasional biaya untuk obat sekitar 40%-50% dari seluruh biaya

operasional kesehatan. Sehingga ketidakefisienan dalam pengelolaan

obat akan berdampak negatif baik secara medis maupun medik

(Kemenkes RI, 2008).

Sarana produksi dam distribusi di Indonesia juga masih

menunjukkan adanya ketimpangan dalam hal persebaran jumlah.

Sebagian besar sarana produksi maupun distribusi berlokasi di Pulau

Sumatera dan jawa sebesar 94,7% sarana produksi dan 77,0% sarana

distribusi, Ketersediaan ini terkait dengan sumber daya yang dimiliki

dan kebutuhan pada wilayah setempat. Kondisi ini dapat dijadikan

sebagai salah satu acuan dalam kebijakan untuk mengembangkan

jumlah sarana produksi dan distribusi kefarmasian dan alat kesehatan

di wilayah Indonesia lainnya, sehinggah terjadi pemerataan jumlah

sarana tersebut diseluruh Indonesia. Selain itu, hal ini bertujuan untuk

membuka akses keterjangkauan masyarakat terhadap sarana

kesehatan di bidang kefarmasian dan alat kesehatan. Jumlah sarana

produksi pada tahun 2015 sebesar 2.166 sarana. Provinsi dengan


3

jumlah sarana produksi terbanyak adalah Jawa Barat, yaitu sebesar

504 sarana. Hal ini dapat disebabkan karena Jawa Barat memiliki

populasi yang besar dan wilayah yang luas (Kemenkes RI, 2016).

Menurut Permenkes 2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah

Sakit Umum menyebutkan bahwa sebuah rumah sakit umum harus

melaksanakan beberapa fungsi dan di antaranya adalah pelayanan

farmasi. Pelayanan farmasi merupakan pelayanan penunjang

sekaligus revenue center bagi rumah sakit, mengingat lebih dari 90%

pelayananan kesehatan menggunakan perbekalan farmasi dan 50%

dari seluruh pemasukan rumah sakit berasal dari perbekalan farmasi.

Adapun menurut Ketua Umum PBIF (Pengurus Besar Ikatan

Farmakologi Indonesia) pada presentasinya dalam Sosialisasi

Formularium Nasional Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian di

Yogyakarta tahun 2013 menyatakan bahwa lebih dari 15.000 formulasi

obat yang beredar adalah duplikasi. Misalnya, terdapat 139 nama

dagang dari paracetamol atau 48 nama dagang amoxicillin.

Menurutnya, di Indonesia banyak obat yang sangat mahal dengan

outcome klinik terbatas, sehingga tidak cost effective (Fedrini, 2015).

Berdasarkan dat Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan

mengenai provinsi yang melakukan pengelolaan obat dan vaksin

sesuai standar, sebagian besar provinsi telah memenuhi target 55%,

yaitu 23 provinsi (67,65%) tetapi masih terdapat 11 provinsi yang

belum mencapai target renstra 2015, yaitu Papua (51,72%), Papua


4

Barat (46,15%), Sulawesi Barat (45,45%), Sulawesi Selatan (40,00%),

Maluku (27,27%), Maluku Utara (20,00%), Sulawesi Tengah (16,67%),

Kalimantan Selatan (12,50%), Sumatera Utara (12,12%), Aceh

(4,325%), dan DKI Jakarta (0,00%). Rencana strategis (Renstra)

Kementerian Kesehatan juga memantau instalasi farmasi

kabupaten/kota yang melakukan manajemen pengelolaan obat dan

vaksin sesuai standar. Pada tahun 2015 di Indonesia terdapat 57,34%

instalasi farmasi kabupaten/ kota yang telah melakukan manajemen

pengelolaan obat dan vaksin sesuai standard an 42,66% belum sesuai

dengan standar (Kemenkes Ri,2016)

Berdasarkan data Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2017

mengenai instalasi farmasi kabupaten/ kota yang telah melakukan

manajemen pengelolaan obat dan vaksin sesuai target, sebagian

besar provinsi telah memenuhi target 60%, yaitu 26 provinsi, tetapi

masih terdapat 8 provinsi yang belum mencapai target Renstra 2016

diantaranya Maluku, NTT, Banten, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara,

Papua Barat, Sulawesi Barat dan DKI Jakarta. Provinsi yang paling

rendahialah DKI Jakarta dengan 53,67% (Satrianegara, 2018).

Berdasarkan Data Profil Kesehatan Sulawesi Barat tahun 2017

jumlah rumah sakit di provinsi Sulawesi barat ada 12 Rumah Sakit,

diantaranya satu rumah sakit umum Kabupaten Majene, empat rumah

sakit umum Polewali Mandar, dua rumah sakit Mamasa,tiga rumah

sakit umum Kabupaten Mamuju, satu rumah sakit umum Mamuju


5

Utara, dan khusus kabupaten/ kota Mamuju Tengah hanya terdapat

satu rumah sakit yaitu Rumah sakit Umum Daerah Mamuju Tengah

yang dulunya dikenal dengan Rumah Sakit Satelit Tobadak dengan

tipe rumah sakit yaitu rumah sakit tipe D (Dinkes, 2017).

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara awal dengan

kepala Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah,

ditemukan masalah bahwa dari 13 jumlah tenaga kefarmasian di

Rumah Sakit tersebut ada beberapa tenaga kesehatan yang namanya

terdaftar tetapi belum bekerja di instalasi farmasi tersebut, juga sering

terjadi kekosongan obat diakibatkan penggunaan e-katalog dan sering

terjadi keterlambatan untuk pengiriman dimana batas kadaluwarsa

untuk obat maksimal 2 tahun bahkan ada beberapa obat yang batas

kadaluwarsanya 1 tahun setengah.

Kebutuhan/ penggunaan obat juga dipengaruhi oleh dokter

yang bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah karena

belum ada dokter spesialis yang bekerja tetap di Rumah Sakit tersebut

dan setiap dokter biasanya berbeda penentuan penggunaan obatnya,

sedangkan untuk sarana dan prasarana masih kurang serta untuk

gudang penyimpanan obat masih sempit sehingga ada beberapa obat

yang disimpan diluar ruangan, selain itu, untuk pendistribusian obatnya

masih banyak obat yang dikeluarkan tanpa melalui resep dokter

sehingga ada beberapa obat yang habis dan pasien terpaksa membeli
6

obatnya diluar apotek rumah sakit serta jumlah apotek rumah sakitnya

hanya ada satu dan lokasinya jauh dari rawat inap.

Berdasarkan data sekunder yang diperoleh di instalasi farmasi,

pengendalian obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah

Mamuju Tengah belum berjalan dengan baik yang ditandai dengan

kekosongan obat pada bulan juni tahun 2015 yaitu Amoxicillin 500 mg

situp, Betametason zalf, Dextrosa 10% inf, Gentamycin salep mata,

Ketorolac 1%, OBH sirup, Paracetamol 500 mg, Ranitidine inj. Pada

tahun 2017 kekosongan obat terjadi pada bulan maret yaitu

Amoxycillin syrup 125/ 250 mg, Asam Mefanamat 500 mg tab, Asam

Ascorbad 50 mg tab dan Ferocus Sulfas 300 mg tab.

Berdasarkan masalah tersebut peneliti tertarik untuk meneliti

dan mencari informasi lebih dalam mengenai bagaimana manajemen

obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah

tahun 2019.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perencanaan logistik obat di Rumah Sakit Umum

Daerah Mamuju Tengah Tahun 2019 ?

2. Bagaimana penganggaran logistik obat di Rumah Sakit Umum

Daerah Mamuju Tengah Tahun 2019 ?

3. Bagaimana pengadaan logistik obat di Rumah Sakit Umum Daerah

Mamuju Tengah Tahun 2019 ?


7

4. Bagaimana penyimpanan logistik obat di Rumah Sakit Umum

Daerah Mamuju Tengah Tahun 2019 ?

5. Bagaimana pendistribusian logistik obat di Rumah Sakit Umum

Daerah Mamuju Tengah Tahun 2019 ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk memperoleh informasi mendalam tentang manajemen

logistik obat di instalasi farmasi Rumah Sakit Umum Daerah

Mamuju Tengah Tahun 2019.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk memperoleh informasi mendalam tentang perencanaan

obat yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju

Tengah Tahun 2019.

b. Untuk memperoleh informasi mendalam tentang penganggaran

obat yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju

Tengah Tahun 2019.

c. Untuk memperoleh informasi mendalam tentang pengadaan

obat yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju

Tengah Tahun 2019.

d. Untuk memperoleh informasi mendalam tentang penyimpanan

obat yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju

Tengah Tahun 2019.


8

e. Untuk memperoleh informasi mendalam tentang pendistribusian

obat yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju

Tengah Tahun 2019.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Peneliti

Manfaat penelitian bagi peneliti adalah peneliti dapat

menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama kuliah dalam

realita masalah yang ditemukan ditempat meneliti.

2. Manfaat Teoritis

Rumah sakit dapat mengetahui kemampuan dalam

mengatur logistik obat di instalasi farmasi rumah sakit sesuai

dengan kebijakan yang telah ditentukan pemerintah sesuai dengan

klasifikasi rumah sakit,yang dapat dijadikan bahan evaluasi untuk

manajemen logistik yang lebih baik.

3. Manfaat Praktis

Menambah pengetahuan terkait kemampuan dalam bidang

manajemen logistik obat farmasi rumah sakit untuk proses

pengembangan.
9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Manajemen Logistik

Proses logistik erat kaitannya dengan aktivitas kehidupan

sehari-hari baik secara langsung maupun tidak langsung. Proses ini

tidak hanya berputar dengan kegiatan industri, juga mempunyai

peran penting dalam kehidupan bermasyarakat. Karena aktivitas ini

menyangkut kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan

masyarakat, organisasi, industri dan juga secara individu maka

diperlukan pengetahuan terkait bidang logistik secara khusus

manajemen logistik.

1. Pengertian Manajemen Logistik

a. Pengertian Manajemen

James A.F. Stoner dalam buku “Management” (1982)

menegmukakan “manajemen adalah proses perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha

para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya–sumber

daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan yang telah

ditetapkan”.

Management is decision making; manajemen adalah

pengambilan keputusan, yang dapat diartikan bagaimana

pemimpin harus mengambil keputusan untuk menentukan

misalnya pengembangan produk baru, memperluas usaha


10

dengan membuat pabrik baru, dan lain-lain membuat strategi

pemasaran bahkan dalam menerima ataupun mengeluarkan

karyawan, melakukan hubungan dengan mitra bisnisnya, juga

dengan pelanggan potensial dan berbagai pekerjaan yang lain

(dapat dikatakan bahwa untuk mencapai tujuan organisasi yang

telah ditetapkan akan menggunakan bantuan melalui orang

lain).

Manajemen adalah suatu proses kegiatan yang terdiri dari

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan

dengan memadukan penggunaan ilmu dan seni untuk mencapai

tujuan organisasi (definisi dari George R.Terry).

b. Pengertian Logistik

Menurut Tunggal,A,W, 2010 Proses logistik berhubungan

erat dengan aktivitas kehidupan sehari-hari baik secara

langsung maupun tidak langsung. Proses ini tidak hanya

berputar di sekitar aktivitas pabrik, juga mempunyai peranan

penting dalam kehidupan bermasyarakat.

Menurut Adiatma,T,Y (2003) Logistik merupakan suatu ilmu

pengetahuan atau seni serta proses mengenai perencanaan

dan penentuan kebutuhan pengadaan, penyimpanan,

penyaluran, dan pemeliharaan serta penghapusan matrial / ala-

alat.
11

c. Pengertian Manajemen Logistik

Manajemen persediaan adalah jantung dari sistem

persediaan obat. (Waluyo, 2006). Persediaan timbul disebabkan

tidak sinkronnya permintaan dan penyediaan, serta waktu yang

digunakan untuk memproses bahan baku. Empat faktor fungsi

persediaan menurut Yamit (2003) adalah faktor waktu,

ketidakpastian waktu datang, ketidakpastian penggunaan, dan

ekonomis.

Manajemen logistik adalah suatu ilmu pengetahuan dan

atau seni serta proses mengenai perencanaan dan penentuan

kebutuhan pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan

pemeliharaan serta penghapusan material/ alat-alat (Subagya,:

1994).

Manajemen logistik di rumah sakit merupakan salah satu

aspek penting di rumah sakit. Ketersediaan obat saat ini

menjadi tuntutan pelayanan kesehatan. Manajemen logistik obat

di rumah sakit yang meliputi tahap-tahap yaitu perencanaan,

pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penghapusan,

evaluasi dan monitoring yang saling terkait satu sama lain,

sehingga harus terkoordinasi dengan baik agar masing-masing

dapat berfungsi secara optimal. Ketidakterkaitan antara masing-

masing tahap akan mengakibatkan tidak efisiennya sistem

suplai obat yang ada, ini juga memberikan dampak negatif


12

terhadap rumah sakit baik secara medis maupun ekonomis

(Quick et al, 1997).

Manajemen logistik merupakan suatu proses pengelolaan

yang strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan barang,

suku cadang dan barang jadi dari para supplier, di antara

fasilitas perusahaan dan kepada para pelanggan (Bowersox,

2006). Selain itu, manajemen logistik juga merupakan

sekumpulan fungsi yang dinamis, dan fleksibel sesuai dengan

kondisi lingkungan serta kendala yang dihadapi (Rushton, et al.,

2010). Tujuan manajemen logistik adalah untuk menjamin

ketersediaan barang atau bahan dalam jumlah yang tepat

dengan kualitas dan mutu yang terjamin, mengoptimalkan

penggunaan sumber daya dan biaya dalam rangka menjamin

pelaksanaan seluruh kegiatan manajemen logistik (Subagya,

1994).

2. Kegiatan, Tujuan, dan Fungsi Logistik Rumah Sakit

Kegiatan logistik adalah pengembangan operasi yang

terpadu dari kegiatan pengdaan atau pengumpulan bahan,

pengangkutan atau transportasi dari pengumpulan bahan tersebu,

kemudian penyimpanan bahan yang baru dating maupun utuk

kebutuhan (Febriawati,2013).
13

a. Kegiatan Logistik

1. Pemilihan lokasi, penempatan bahan baku, suku cadang,

barang jadi.

2. Penggunaan fasilitas yang tersedia dari organisasi yang

bersangkutan.

3. Penyimpanan transportasi serta alat pengangkutan barang.

4. Maslah pembukuan dan pencatatan.

5. Pelaksanaan komunikasi yang bersuasif sebagai

penyampaiyan ide konsep, gagasan, informasi dari individu

satu atau bagian-bagian lain dalam organisasi perusahaan.

6. Kegiatan pengurusan sebagai kegiatan untuk mengelola

bahan baku, suku cadang, barang jadi yang disesuaikan

dengan jenis spesifikasi.

7. Kegiatan penyimpanan sebagai kegiatan untuk menahan

bahan baku suku cadang, serta barang sampai pada batas

waktu tertentu tanpa mengurangi kualitas barang yang

bersangkutan.

b. Kegiatan Logistik Mempunyai Tiga Tujuan,yaitu:

1) Tujuan Operasional

Agar tersedianya barang serta bahan dalam jumlah

yang tepat dan mutu yang memadai.


14

2) Tujuan Keuangan

Upaya opersional dapat terlaksana dengan biaya yang

serendah-rendahnya. Nilai persediaan yang sesungguhnya

dapat tercermin di dalam sistem akuntansi.

3) Tujuan Pengamanan

Agar persediaan tidak terganggu oleh kerusakan,

pemborosan, pengangguran tanpa hak, pencurian, dan

penyusutan yang tidak wajar lainnya.

Sedangkan menurut H.Subagya MS (1994) tujuan

manajemen logistik adalah menyampaikan barang jadi dan

bermacam-macam material dalam jumlah yang tepat, pada

waktu yang dibutuhkan, dalam keadaan yang dapat dipakai, ke

lokasi dimana dibutuhkan, dengan total biaya terendah. Melalui

proses logistik inilah material mengalir ke perusahaan yang

sangat luas dari Negara industri dan produk-produk yang

didustribusikan melalui saluran-saluran distribusi untuk

konsumsi.

c. Fungsi-Fungsi Manajemen Logistik Rumah Sakit

Fungsi-fungsi manajemen logistik sebenarnya sama dengan

fungsi manajemen pada umumnya, hanya karena untuk

kepentingan tujuan logistik maka fungsi manajemen logistik adalah

sebagai berikut (Tjandra Yoga Aditama, 2003):


15

1) Fungsi Perencanaan dan penentuan kebutuhan

Fungsi perencanaan mencakup aktivitas dalam menetapkan

sasaran-sasaran, pedoman, pengukuran penyelenggaraan

bidang logistik. Penentuan kebutuhan merupakan perincian

(detailering) dari fungsi perencanaan, bila mana perlu semua

faktor yang mempengaruhi penentuan kebutuhan harus

diperhitungkan.

2) Fungsi Penggaraan

Fungsi ini merupakan usaha-usaha untuk merumuskan

perincian penentuan kebutuhan dalam suatu skala standar,

yakni skala mata uang dan jumlah biaya dengan memperhatikan

pengarahan dan pembatasan yang berlaku terhadapnya.

3) Fungsi Pengadaan

Fungsi ini merupakan usaha dan kegiatan untuk memenuhi

kebutuhan operasional yang telah digariskan dalam fungsi

perencanaan dan penetuan kepada instansi-instansi pelaksana.

4) Fungsi Penyimpanan dan Penyaluran

Fungsi ini merupakan penerimaan, penyimpanan dan

penyaluran perlengkapan yang telah diadakan melalui fungsi-

fungsi terdahulu untuk kemudian disalurkan kepada instansi-

instansi pelaksana.
16

5) Fungsi Pemeliharaan

Fungsi ini adalah usaha atau peroses kegiatan untuk

mempertahankan kondisi teknis, daya guna dan daya hasil

barang inventaris.

6) Fungsi Penghapusan

Fungsi ini adalah berupa kegiatan dan usaha pembebasan

barang dari pertanggung jawaban yang berlaku. Dengan kata

lain, fungsi penghapusan adalah usaha untuk menghapys

kekayaan (asset) karena kerusakan yang tidak dapat diperbaiki

lagi, dinyatakan sudah tua dari segi ekonomis maupun teknis,

kelebihan, hilang, susut, dan arena hal-hal lain menurut

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7) Fungsi Pengendalian

Fungsi ini merupakan fungsi inti dari pengelolaan perlengkapan

yang meliputi usaha untuk memonitor dan mengamankan

keseluruhan pengelolahan logistik. Dalam fungsi ini diantaranya

terdapat kegiatan pengendalian inventarisasi (inventory control),

yang merupakan unsur-unsur utamanya.

B. Tinjauan Umum Siklus Logistik Rumah Sakit

Siklus logistik adalah proses dari sebelum terjadinya

kegiatan logistik sampai kegiatan itu dapat dievaluasi. Diawali

dengan perencanaan sampai proses pengawasan dan


17

pengendalian, yang melibatkan semua unsur organisasi meulai dari

pimpinan tingkat atas sampai tingkat pemakai (user).

Siklus pengelolaan perbekalan sediaan farmasi yakni terdiri

dari perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,

pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, serta administrasi

yang berisi pencatatan dan pelaporan (Peraturan Menteri

Kesehatan No. 58 Tahun 2014).

Perencanaan

Penghapusan Penganggaran

Pemeliharaan Pemeliharaan

Pendistribusian Pengadaan

Penyimpanan dan
penyaluran

Gambar 2.1 Siklus Logistik Rumah Sakit

(Peraturan Menteri Kesehatan No. 58 Tahun 2014)


18

No Variabel Standar Pengelolaan Obat


1 Seleksi Menentukan jenis obat yang akan digunakan/
dibeli sesuai dengan formularium nasional.
Berdasarkan pola penyakit
Mempertimbangkan mutu dan harga obat
Mempertimbangkan sediaan dipasaran
2 Perencanaan Perencanaan obat disesuaikan dengan anggaran
yang tersedia
Mempertimbangkan sisa persediaan
Berpedoman pada pemakaian periode yang lalu
3 Pengadaan Membeli obat dengan jumlah yang tepat
Memperoleh harga yang serendah mungkin
Obat yang dibeli dapat dipastikan memenuhi
standar kualitas obat
4 Penyimpanan Penyimpanan obat disesuaikan dengan sifat obat
Menyimpan obat sesuai dengan bentuk sendiaan,
anjad, dan waktu kadaluwarsa (bila ada)
Pencatatan harian untuk obat yang didistribusikan
dalam buku register harian
Pencatatan kartu stok untuk setiap jenis obat
5 Pendistribusian Penerimaan obat dari gudang obat disesuaikan
dengan amprahan obat
Mendistribusikan obat kepada pasien sesuai
dengan permintaan dari resep dokter melalui rawat
inap, rawat jalan dan IGD
6 Pengawasan Membuat laporan penerimaan dan pemakaian
obat setiap bulan
Melakukan evaluasi obat yang jarang digunakan
(slow moving)
Melakukan evaluasi obat yang tidak digunakan
selama tiga bulan berturut-turut (death stock)
Stock opname dilakukan secara periodik dan
berkala
Table 2.1 Standar Pengelolaan Obat Rumah Sakit

Sumber : (Permenkes RI Nomor 58, 2014)

Pengelolaan obat dirumah sakit merupakan satu aspek

manajemen yang penting. Oleh karena ketidakefisiensinya akan

memberi dampak yang negatif terhadap rumah sakit baik secara medis

maupun ekonomis.
19

Pengelolaan obat di rumah sakit meliputi tahap-tahap

perencanaan, penganggaran, pengadaan, penyimpanan dan

pendistribusian, pemeliharaan, serta penghapusan yang saling terkait

satu sama lainnya, sehingga harus terkoordinasi dengan baik agar

masing-masing dapat berfungsi secara optimal. Ketidakketerkaitan

antara masing-masing tahap akan mengakibatkan tidak efisiennya

sistem suplai dan penggunaan obat yang ada. Obat sebagai salah satu

unsur penting bagi pengobatan, mempunyai kedudukan sangat

strategis dalam upaya penyembuhan dan operasional rumah sakit.

Satu hal yang dapat memotivasi kita untuk terus berusaha

mencari kesembuhan, adalah adanya jaminan dari Allah Ta’ala bahwa

seluruh penyakit yang menimpa seorang hamba pasti ada obatnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ِ ُ‫َما أَ ْن َز َل هللاُ دَا ًء إِال َّ أ َ ْن َزل لَه‬


‫شفَا ًء‬

“ Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan akan

menurunkan pula obat untuk penyakit tersebut ” (H.R. Bukhari).

Hadits ini menunjukkan bahwa seluruh jenis penyakit, memiliki

obat yang dapat digunakan untuk mencegah, menyembuhkan,

ataupun untuk meringankan penyakit tersebut. Hadits ini juga

mengandung dorongan untuk mempelajari pengobatan penyakit-

penyakit badan sebagaimana kita mempelajari obat untuk penyakit-

penyakit hati. Karena Allah Ta’ala telah menjelaskan kepada kita


20

bahwa seluruh jenis penyakit memiliki obat, sehingga kita hendaknya

berusaha mempelajari dan kemudian mempraktikkannya.

Berdasarkan penjelasan Rasulullah dalam hadits di atas, maka

apabila saat ini tidak ada obat yang mampu menyembuhkan suatu

penyakit, bukan berarti bahwa penyakit tersebut tidak ada obatnya.

Akan tetapi, hal itu terjadi karena ilmu pengetahuan manusia yang

belum mampu menemukan dan mengungkap obat dari penyakit

tersebut. Karena memang demikianlah ilmu manusia, secanggih

apapun ilmu kedokteran modern saat ini, hal itu sangat amat kecil

dibandingkan dengan ilmu AllahTa’ala yang sangat luas dan meliputi

segala sesuatu.

Di rumah sakit pengelolaan obat dilakukan oleh Instalasi Farmasi

Rumah Sakit (IFRS), Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) dan terkait erat

dengan anggaran rumah sakit. Pengelolaan obat terdiri dari beberapa

siklus kegiatan yaitu:

1. Perencanaan

Perencanaan kebutuhan farmasi merupakan proses

kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga pembekalan

farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk

menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang

dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang

telah ditemukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi


21

metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran

yang tersedia.

Menurut Moh. Anief (1997) dasar-dasar perencanaan

adalah sebagai berikut :

1. Ramalan (tahunan/ bulanan) dari permasaran.

2. Menghitung bahan-bahan yang dibutuhkan.

3. Menyusun daftar untuk bagian pembelian, antara lain memuat :

a. Bahan apa dengan spesifikasinya

b. Jumlah

c. Kapan diperlukan/ waktu diperlukan

Menurut H. Subagaya MS (1994) menyatakan bahwa

perencanaan untuk kebutuhan yang akan datang terkadang

dihadapkan kepada hal-hal atau masalah yang tidak pasti. Oleh

karena itu hendaknya perencanaan mempertimbangkan hal-hal

yang diluar kemampuan pengawasan.

Tujuan perencanaan pengadaan obat adalah untuk mendapatkan :

a. Prakiraan jenis dan jumlah obat dan pembekalan kesehatan yang

mendekati kebutuhan..

b. Menghindari terjadinya kekosongan obat.

c. Meningkatakan penggunaan obat secara rasional.

d. Meningkatakan efisiensi penggunaan obat.

Langkah-langkah dalam menghitung kebutuhan perbekalan farmasi :

1. Perhitungan jumlah kebutuhan setiap perbekalan farmasi.


22

2. Menghitung jumlah masing-masing perbekalan farmasi yang

diperlukan per penyakit.

3. Pengelompokan dan penjumlahan masing-masing perbekalan

farmasi.

4. Menghitung jumlah kebutuhan perbekalan farmasi yang akan

dating dengan mempertimbangkan peningkatan kunjungan dan

kemungkinan hilang, rusak dan kadaluwarsa.

5. Menghitung untuk kebutuhan periode yang akan datang dengan

mempertimbangkan lead time dan stock pengaman.

Tahapan prosedur perencanaan perbekalan farmasi rumah sakit

adalah sebagai berikut :

1. Masing-masing ruangan pelayanan/ user harus menyusun daftar

kebutuhan barang farmasi dengan memperhatikan data konsumsi,

data epidemiologi serta data/ jumlah stok yang ada.

2. Daftar kebutuhan tersebut dikirim ke kepala instalasi farmasi

dimana ruangan pelayanan/ user tersebut berada.

3. Kepala instalasi pelayanan merekap seluruh usulan ruangan-

ruangan yang ada dalam organisasinya menjadi daftar kebutuhan

instalasi.

4. Mengirim daftar usulah kebutuhan tersebut ke instalasi farmasi

5. Di instalasi farmasi usulan kebutuhan tersebut akan :

a. Dibandingkan dengan data pemakaian periode yang lalu.


23

b. Dikurangi jumlahnya dengan jumlah persediaan yang masih

ada.

c. Dihitung nilai uangnya, hal ini bertujuan untuk

memperkirakan alokasi anggaran yang diperlukan.

6. Diusulkan ke pengendali program (wadirpen untuk barang farmasi

rutin, wadirmed untuk barang farmasi non rutin).

7. Dari pengendali program usulan tersebut diteruskan ke pengendali

anggaran (wadirum).

8. Dibuat surat perintah untuk panitia penerimaan barang farmasi.

9. Panitia pembelian melaksanakan tender.

10. Pemenang tender mengirim barang ke panitia penerimaan barang

farmasi.

11. Barang yang tidak bermasalah dikirim ke gudang instalasi farmasi

untuk di simpan dan di salurkan.

12. Barang yang masih bermasalah dikirim ke gudang

transito/karantina.

Dalam perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi rumah sakit

setidaknya dikenal 3 metode perencanaan yaitu :

a. Metode Konsumsi

b. Metode Epidemiologi

c. Metode Kombinasi
24

1. Metode Konsumsi

Metode konsumsi ini didasarkan atas analisis data

konsumsi perbekalan farmasi periode sebelumnya dengan berbagai

penyesuaian dan koreksi. Langkah-langkah perencanaan dengan

menggunakan metode konsumsi, antara lain :

a. Langkah Evaluasi

1. Evaluasi rasional pola pengobatan periode lalu.

2. Evaluasi suplai obat periode lalu.

3. Evaluasi data stock, distribusi, dan penggunaan obat periode

lalu.

4. Pengamatan kerusakan dan kehilangan obat.

b. Estimasi jumlah kebutuhan obat periode mendatang dengan

memperhatikan :

1. Perubahan populasi cakupan pelayanan.

2. Perubahan pola morbiditas.

3. Perubahan fasilitas pelayanan.

c. Penerapan perhitungan

1. Penetapan periode konsumsi.

2. Perhitungan penggunaan tiap jenis obat periode lalu.

3. Lakukan koreksi terhadap kecelakaan dan kehilangan.

4. Lakukan koreksi terhadap stock out.

5. Hitung lead time untuk menetukan safety stock.


25

Rumus perencanaan perbekalan farmasi berdasarkan

Metode Konsumsi :

CT = (CA × T) + SS – Sisa Stock

Keterangan :

CT = Kebutuhan per periode waktu

CA = Kebutuhan rata-rata waktu (bulan)

T = Lama kebutuhan (bulan/tahun)

SS = Safety Stock

2. Metode Epidemiologi

Metode epidemiologi di dasarkan pada pola penyakit, data

jumlah kunjungan, frekuensi penyakit dan standar pengobatan yang

ada. Langkah-langkah perencanaan dalam metode ini adalah

sebagai berikut :

1. Susun daftar masalah kesehatan/ penyakit utama yang

terjadi.

2. Lakukan pengelompokkan pasien, missal : pengumpulan

data dan pengelolaan data dilakukan dengan cara :

a. Anak 0-4 tahun.

b. Anak 5-11 tahun.

c. Wanita 15-44 tahun.

d. Orang tua ≥45 tahun.

3. Prinsip penggolongan umur harus sesederhana mungkin

4. Tentukan frekuensi tiap penyakit per periode


26

5. Susun standar terapi rata-rata/ terapi ideal

6. Dengan mengetahui data epidemiologi, estimasikan tipe dan

frekuensi pengobatan yang diperlukan.

7. Contoh : untuk kasus diare, estimasikan :

a. 90% kasus diberi oral dehidrasi

b. 10% kasus diberikan cairan intervena

c. 5% kasus perlu metronidazole untuk amuba

d. 10% kasus perlu antibiotik untuk disentri,basiler dan

kolera

8. Susun daftar obat yang dikuantifikasikan

9. Hitung jumlah episode pengobatan untuk setiap penyakit

10. Hitung safety stock atau jumlah obat diperkirakan hilang

Rumus Metode Epidemiologi :


CT = (CE × T) + SS – Sisa Stock

Keterangan :

CT = Kebutuhan per periode waktu

CE = Perhitungan standar pengobatan

T = Lama kebutuhan (bulan/tahun)

SS = Safety Stock

3. Metode Kombinasi

Metode kombinasi merupakan kombinasi metode konsumsi

dan metode epidemiologi. Metode kombinasi berupa perhitungan

kebutuhan obat atau alat kesehatan yang mana telah mempunyai


27

data konsusmsi yang jelas namun kasus penyakit cenderung

berubah (naik atau turun). Gabung perhitungan metode konsumsi

dengan koreksi epidemiologi yang sudah dihitung dengan suatu

prediksi (boleh presentase kenaikan kasus atau analisis trend).

Metode kombinasi digunakan untuk obat dan alat kesehatan

yang terkadang fluktuatif, maka dapat menggunakan metode

konsumsi dengan koreksi-koreksi pola penyakit, perubahan, jenis/

jumlah tindakan, perubahan bola peresapan, perubahan kebijakan

pelayanan.

Rumus metode kombinasi

C kombinasi = (CA + CE) × T + SS – Sisa

Keterangan
stock :

CE = Perhitungan standar pengobatan

CA = Kebutuhan rata-rata waktu (bulan)

T = Lama kebutuhan (bulan/tahun)

SS = Safety Stock

Analisis perencanaan persediaan farmasi rumah sakit antara lain :

1. Analisis Activity Base Cost (ABC) atau Pareto Analysis

Pareto analysis dikembangkan pertama kali pada tahun 1907 oleh

seorang sosiologi-ekonomi Itali yang bernama Vilfredo pareto

(1848-1923). Pareto menyakinkan bahwa 80-85% dari jumlah uang

yang beredar di itali adalah hanya dimiliki oleh sebagian kecil

populasi yaitu sekitar 15-20% orang. Ultimatum 20-80 ini lah yang
28

kemudian dikenal dengan hokum Pareto. Dalam Manajemen

Inventory, hokum pareto ini kemudian di aplikasikan menjadi

metode analisis Activity Base Cost (ABC). Inti dari analisis Activity

Base Cost (ABC) adalah mengelompokkan item barang atau obat

ke dalam tiga jenis klasifikasi berdasarkan volume tahunan dalam

jumlah uang.

Prinsip utama analisis Activity Base Cost (ABC) adalah dengan

menempatkan jenis-jenis perbekalan farmasi ke dalam suatu urutan,

dimulai dengan jenis yang memakan anggaran terbanyak. Urutan

langkah sebagai berikut :

1. Kumpulkan kebutuhan perbekalan farmasi yang diperoleh dari

salah satu metode perencanaan, daftar harga perbekalan farmasi,

dan biaya yang diperlukan untuk tiap nama dagang. Kelompokkan

dalam jenis-jenis/kategori perbekalan farmasi.

2. Jumlahkan anggaran total, hitung masing-masing persentase jenis

perbekalan farmasi terhadap anggaran total.

3. Urutkan kembali perbekalan farmasi di atas mulai dari yang

memakan presentase biaya yang paling banyak.

4. Hitang presentase kumulatif, dimulai dengan urutan 1 dan

seterusnya.

5. Identifikasi perbekalan farmasi yang menyerap ± 70% anggaran

perbekalan total.

6. Perbekalan farmasi kategori A menyerap anggaran 70%


29

7. Perbekalan farmasi kategori B menyerap anggaran 20%

8. Perbekalan farmasi kategori C menyerap anggaran 10% (Depkes

RI 2008)

a. Butir persediaan kelompok A adalah persediaan yang jumlah

nilai uang per tahunnya tinggi (60-90%), tetapi biasanya

volumenya kecil.

b. Butir persediaan kelompok B adalah persediaan yang jumlah

nilai uang per tahunnya sedang (20-30%).

c. Butir persediaan kelompok C adalah persediaan yang jumlah

nilai uang per tahunnya rendah (10-20%), tetapi biasanya

volumenya besar (60-75%).

Dengan pengelompokkan tersebut maka cara pengelolaan

masing-masing akan lebih mudah sehingga peramalan,

pengendalian fisik, kehandalan pemasok dan pengurangan besar

stock pengaman dapat menjadi lebih baik.

2. Analisis VEN

Metode analisis VEN merupakan pengelompokan obat berdasarkan

kepada tiap jenis obat terhadap kesehatan. Semua jenis obat yang

direncanakan dikelompokan kedalam tiga kategori yakni (Maimun,

2008) :
30

a. Vital (V)

Obat-obat yang harus tersedia untuk melayani permintaan

guna penyelamatan hidup manusia, atau untuk pengobatan karena

penyakitnya tersebut dapat menyebabkan kematian (live saving).

b. Esensial (E)

Obat-obat yang banyak diminta digunakan dalam tindakan

atau pengobatan penyakit terbanyak yang ada disuatu daerah atau

rumah sakit.

c. Non-esensial (N)

Obat-obat pelengkap agar tindakan atau pengobatan

menjadi lebih baik. Instalasi farmasi rumah sakit harus menetapkan

kriteria pemilihan pemasok sediaan farmasi untuk rumah sakit.

Kriteria pemilihan pemasok sediaan farmasi untuk rumah sakit

adalah sebagai berikut: telah memenuhi persyaratan hokum yang

berlaku untuk melakukan produksi dan penjualan (telah terdaftar),

telah terakreditasi sesuai dengan persyaratan CPOB (Cara

Pembuatan Obat yang Baik dan Benar) dan ISO 9000, mempunyai

reputasi yang baik artinya tidak penah melakukan hal-hal yang

melanggar hokum, selalu mampu dan dapat memenuhi

kewajibannya sebagai pemasok produk obat yang selalu tersedia

dengan mutu yang tertinggi dan dengan harga yang terendah.

Penggolongan Obat Sistem VEN dapat digunakan untuk :


31

1. Penyesuaian rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana yang

tersedia.

2. Dalam penyusunan rencana kebutuhan obat yang masuk

kelompokvital agar diusahakan tidak terjadi kekosongan obat.

3. Untuk menyusun daftar VEN perlu ditentukan terlebih dahulu

kriteria penentuan VEN. Dalam penetuan kriteria perlu

mempertimbangkan kebutuhan masing-masing spesialisasi.

Langkah-langka menetukan VEN :

1. Menyusun kriteria menentukan VEN

2. Menyediakan data pola penyakit

3. Standar pengobatan

2. Pengangaran

Penganggaran merupakan salah satu mata rantai dari siklus

manajemen logistik yang dalam pelaksananaannya erat hubungannya

dengan perencanaan yang dibuat.

Dalam batas umum anggaran hakekatnya sebagai realisasi

pendanaan suatu kegiatan oprasional yang telah disesuaikan dengan

feedback dan perencanaan user dengan mengingat efisiensi dan

efektifitas.

Penganggaran adalah semua kegiatan dan usaha untuk

merumuskan perincian kebutuhan dalam suatu sekala standar tertentu,

yaitu sekala mata uang dan jumlah biaya (Subagya, 1994).


32

Dalam fungsi penganggaran, semua rencana fungsi perencanaan

dan penentuan kebutuhan dikaji lebih lanjut untuk kemudian disesuaikan

dengan besarnya dana yang tersedia. Dengan kata lain fungsi

penganggaran mempunyai hubungan timbal balik yang erat sekali dengan

fungsi perencanaan, oleh karena itu perencanaan harus disusun secara

realistis sesuai dengan pikiran, dan yang ada dan bila perencanaan sudah

disepakati ada kepastian bahwa anggaran untuk mendukungnya terjamin.

Dengan terbatasnya anggaran maka tidak jarang diperlukan feedback

kepada pihak perencanaan dan user untuk dilakukan penyesuaian.

Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam penysunan angggaran :

1. Peraturan-peraturan yang terkait.

2. Perkembangan politik dan situs ekonomi.

3. Situs social.

4. Kemajuan teknologi.

5. Anggaran atau dan yang tersedia.

6. Lain-lain yang ada hubunganya dengan penganggaran.

Menjabarkan perincian kebutuhan dalam ukuran uang dengan

berpegangan kepada ketentuan yang berlaku mengikat. Untuk rumah

sakit pemerintah ketentuannya adalah anggaran pemerintah (APBN,

APBD, Inpres, Banpres, dan lain-lain) sedangkan rumah sakit swasta

tergantung ketentuan masing-masing rumah sakit.


33

Dengan adanya hambatan dan keterbatasan dalam anggaran,

maka tidak jarang pada fungsi ini diperlukan feedback ke perencanaan

untuk dilakukan penyesuaian.

Penganggaran yang ditetapkan harus mencakup biaya :

1. Pembelian, umumnya anggaran pemerintah hanya terkonsentrasi

disini saja, hal ini bisa berlaku untuk barang yang habis pakai.

2. Perbaikan dan pemeliharaan / maintenance, mencakup orang yang

menjalankan alat,seperti CT scan,harus orang sudah detraining.

3. Penyimpanan dan penyaluran.

4. Penelitian dan pengembangan.

5. Penyempurnaan administrasi.

6. Pengawasan dan diklat personil.

Akan tetapi kelemahan di lembaga pemerintah adalah tidak

melakukan manajemen dengan baik karena anggaran diperoleh

subsidi, sehingga tidak mempengaruhi gaji dari karyawan (gaji tetap)

apabila ada barang yang hilang.

Anggaran-anggaran organisasional dapat dibedakan

menjadi dua macam, yaitu:

1. Anggaran Operasional

Tipe-tipe paling umum dari anggaran operasional sama

dengan tiga pusat tanggung jawab, yaitu anggaran biaya,

penghasilan, dan laba.

2. Anggaran Biaya.
34

Anggaran ini terdiri dari dua tipe, yaitu engineered cost

budgets dan discretionary cost budgets.

a) Engineered cost budgets digunakan khusus dalam pabrik

industri tetapi dapat digunakan juga oleh setiap satuan

organisasional dimana pengeluaran dapat diukur secara

tepat. Anggaran-anggaran tersebut biasanya

menggambarkan biaya bahan mentah dan tenaga kerja yang

ada dalam setiap pos produksi, seperti juga estimasi biaya-

biaya overhead. Anggaran ini dirancang untuk mengukur

efisigal, anggaran yang melebihi akan berarti bahwa biaya-

biaya operasi lebih tinggi daripada yang seharusnya.

b) Discretionary cost budgets khususnya digunakan untuk

administrasi, akuntansi, penelitian, dan macam departemen

lainnya dimana keluaran dapat diukur secara tepat.

Anggaran ini tidak digunakan untuk mengukur efisiensi,

karena standar pelaksanaan untuk biaya-biaya

”discretionary” sulit untuk dilaksanakan.

3. Anggaran penghasilan.

Anggaran ini dimaksudkan untuk mengukur efektivitas

pemasaran dan penjualan, yang terdiri dari kuantitas penjualan

yang diharapkan dikalikan dengan harga jual perunit untuk

setiap produk. Anggaran penghasilan ini merupakan bagian

paling kritis dari anggaran laba, malahan juga merupakan salah


35

satu dari yang paling tidak pasti, karena didasarkan pada

proyeksi penjualan akan datang.

4. Anggaran laba.

Anggaran ini memuat anggaran biaya dan penghasilan

dalam suatu laporan.Para manajer yang punya tanggung jawab

baik biaya-biaya maupun penghasilan satuan kerja, selalu

menggunakan anggaran tersebut. Anggaran laba ini kadang-

kadang disebut anggaran induk, terdiri dari seperangkat

proyeksi laporan keuangan dan jadwal-jadwal untuk tahun yang

akan datang. Anggaran laba punya tiga kegunaan pokok, yaitu :

1) Merencanakan dan mengkoordinasi seluruh kegiatan

perusahaan.

2) Menyediakan tanda sebagai ukuran yang berguna dalam

pertimbangan kelayakan dari anggaran-anggaran biaya.

Sebagai contoh, apabila anggaran ini menunjukkan bahwa

laba akan rendah, maka anggaran biaya dapat disesuaikan

menurun (diturunkan).

3) Membantu pemberian tanggung jawab kepada setiap

manajer dalam pembagian seluruh pelaksanaan kerja

organisasi.

5. Anggaran Finansial

Anggaran pembelanjaan modal, kas, pembelanjaan, dan

neraca mengintegrasikan perencanaan keuangan organisasi


36

dengan perencanan operasionalnya. Anggaran-anggaran

tersebut disiapkan dengan informasi yang dikembangkan dari

anggaran penghasilan, biaya dan anggaran operasional yang

mempunyai tiga tujuan utama, yaitu:

a) Menguji kelangsungan dari anggaran-anggaran operasional.

b) Persiapannya menunjukkan atau menampakkan tindakan-

tindakan keuangan yang harus dilakukan organisasi agar

pelaksanaan anggaran operasional dapat dimungkinkan.

c) Menunjukkan bagaimana rencana-rencana operasional

organisasi akan mempengaruhi tindakan-tindakan

keuangannya pada masa yang akan datang.

6. Anggaran Pembelanjaan Modal.

Anggaran ini menunjukkan rencana investasi dalam

gedung baru, tanah, peralatan dalam organisasi lainnya pada

masa yang akan datang dalam rangka memperbaharui dan

memperlukan kapasitas produktivitasnya. Formulasi anggaran

pembelanjaan modal ini menunjukkan proyek-proyek penting

organisasi yang akan dikerjakan dan keperluan kas yang

dibutuhkan organisasi di waktu yang akan datang.

7. Anggaran Kas.

Anggaran kas menyatukan estimasi-estimasi organisasi

dianggarkan tentang penghasilan, biaya dan pembelanjaan

modal baru. Penyusunan anggaran kas sering kali


37

menampakkan informasi mengenai tingkat aliran dana melalui

organisasi tersebut dan mengenai pola dari penerimaan dan

pengeluaran kas.

8. Anggaran Pembelanjaaan.

Anggaran ini disusun untuk meyakinkan adanya dana-

dana organisasi untuk memenuhi kebutuhan biaya diatas

penghasilan di dalam jangka pendek dan mengatur pinjaman

atau pembelanjaan jangka menengah dan panjang.

9. Anggaran Neraca.

Anggaran ini menyatukan semua anggaran lainnya untuk

memproyeksi bagaiman neraca tersebut akan tampak pada

akhir periode jika hasil-hasil nyata sesuai dengan hasil-hasil

yang direncanakan. Anggaran ini disebut juga “Neraca Pro

Forma”, dapat dimaksudkan sebagai pedoman akhir pada

program-program organisasi yang dibuat dengan kegiatan-

kegiatan organisasi.

3. Pengadaan

Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan

yang telah ditetapkan dan disetujui (anggarannya) dalam fungsi

sebelumnya. Pengadaan sangat teknis karena mengatur pihak luar

dan adalam penyelenggaraannya terikat oleh berbagai kebijakan

pemerintah/ owner rumah sakit/ direksi rumah sakit dalam berbagai

produk hokum.
38

Pengadaan pembekalan adalah proses untuk memperoleh

pasokan perbekalan kesehatan dari pemasok eksternal melalui

pembelian dari menufaktur, distribusi, atau pedagang besar farmasi.

Siklus pengadaan mencakup (Menkes RI,2004):

1. Pemilihan pengadaan perbekalan kesehatan dapat dilakukan

dengan 2 cara yaitu pembelian secara langsung melalui produksi

sendiri.

2. Penetapan / pemilihan pemasok.

3. Penetapan masa kontrak.

4. Pemantauan status pemesanan.

5. Penerimaan dan pemeriksaan perbekalan kesehatan.

6. Pembayaran.

7. penyimpanan.

8. Distribusi.

9. Pengumpulan informasi penggunaaan obat.

Menurut WHO, ada empat strategi dalam pengadaan obat yang baik:

1. Pengadaan obat-obatan dengan harga mahal dengan jumlah yang

tepat.

2. Seleksi terhadap supplier yang dapat dipercaya dengan produk

yang berkualitas.

3. Pastikan ketepatan waktu pengiriman obat.

4. Mencapai kemungkinan termurah dari harga total.


39

Menurut Dr.R.H.H.Nelwan pada kongres PERSI ke II 1984 proses

pengadaan obat yang memadai mempunyai ciri-ciri dan harus

memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Obat dalam daftar rumah sakit harus tersedia sepanjang tahun.

2. Obat dapat diperoleh dengan harga serendah-rendahnya.

3. Obat sepenuhnya memenuhi kualitas yang sudah ditentukan.

4. Obat dikemas sesuai dengan permintaan dan standar yang sudah

ditentukan.

5. Peningkatan permintaan obat dalam keadaan mendadak dapat

diatasi.

6. Hubungan kerja pada penganggaran obat merata sepanjang tahun.

7. Pelaksanaan yang tepat dari catatan mengenai persediaan obat.

Bila mana taraf pengadaan obat belum mencapai tingkat efisiensi

seperti yang dikatakan oleh Dr.R.H.H.Nelwan diatas, perlu di

identifikasi hambatan-hambatan yang akan muncul dalam hal ini antara

lain:

1. Kegagalan memperoleh dana yang cukup.

2. Cara pembelian obat yang kacau.

3. Kontrak pembelian yang kurang jelas dan terperinci.

4. Pemantauan pemesanan pembelian yang dilalaikan.

5. Penerimaan dan pengecekan yang tidak teliti.

6. Pembayaran yang terlambat.


40

Menurut Dr.dr. H. Sabarguna, MARS (2009) ada beberapa

masalah penting yang harus diperhatikan dalam perencanaan

pembelian/ pengadaan dalam hal ini obat, masalah tersebut antara

lain:

1. Kelengkapan dan mutu informasi

2. Standar penggunaan obat.

3. Terjadinya perubahan atau perkembangan diagnose selama pasien

dirawat serta kepatuhan terhadap standar terapi.

4. Konfirmasi penggunaan.

5. Cara perhitungan proyeksi kebutuhan obat.

6. Data awal persediaan obat.

7. Ketentuan persediaan obat.

8. Periode pengadaan.

9. Prioritas medis, ekonomi dan farmakologi.

10. Alokasi anggaran.

11. Strategi pengadaan.

Pengadaan perbekalan farmasi di rumah sakit dapat dilakukan

dengan cara:

1. Purchasing (membeli), umumnya untuk barang yang habis pakai.

2. Leasing (menyewa), alat kedokteran yang kecanggihannya dapat

berubah setiap saat. (pesat sekali) kini pada umumnya cukup

menyewa saja.

3. Meminjam.
41

4. Hibah/ pemberian( sumbangan), biasanya yang diinginkan adalah

sesuai dengan kebutuhan kita, sebab kalau tidak maka tidak

berguna.

5. Penukaran.

6. Produce/ membuat (membuat sendiri), biasanya produksi obat-

obatan.

7. Repair (memperbaiki) sebagian besar rumah sakit sudah memiliki.

4. Penyimpanan

Penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan

farmasi menurut persyaratan yang telah ditetapkan disertai dengan

sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan

farmasi sesuai kebutuhan. Tujuan dari manajemen penyimpanan obat

adalah untuk melindungi obat-obat yang disimpan dari kehilangan,

kerusakan, kecurian, terbuang sia-sia, dan untuk mengatur aliran

barang dari tempat penyimpanan ke penggunaan melaalui suatu

sistem yang terjangkau. Penggunaan informasi yang efektif merupakan

kunci untuk mencapai tujuan dari manajemen penyimpanan tersebut

(Siregar, 2004).

Penyimpanan perbekalan farmasi di gudang atau bagian

logistik farmasi dapat menggunanakan beberapa sistem penyimpanan

(Quick dkk, 1997). Macam-macam sistem penyimpanan tersebut

adalah :
42

a. Fixed Location

Sistem ini sangat mudah di dalam mengatur barang,karena masing-

masing item persediaan selalu di simpan dalam tempat yang sama

dan di simpan dalam rak yang spesifik, rak tertutup atau dalam rak

bertingkat. Sistem ini diibaratkan seperti rumah, dimana seluruh

penghuni dapat mengetahui semua letak barang.

b. Fluid Location

Dalam sistem ini, penyimpanan di bagi menjadi beberapa tempat

yang dirancang.masing-masing tempat ditandai sebuah kode.

Setiap item disimpan dalam suatu tempat yang disukai pada waktu

pengiriman. Sistem ini dirancang seperti hotel. Ruangan ditandai

hanya ketika barang datang.

Sistem fluid location membutuhkan sistem klasifikasi dimana

dialokasikan dengan kode yang khusus terhadap stok item yang

lain. Selain itu, untuk pelaporan stok beberapa batch dari beberapa

item harus selalu dilaporkan letaknya secara fisik dari setiap item

yang disimpan. Dalam sistem ini, batch yang berbeda dari setiap

item mungkin disimpan. Dalam sistem ini, batch yang berbeda dari

setiap item mungkin disimpan dalam beberapa tempat yang

berbeda.

c. Semi Fluid Location

Sistem ini merupakan kombinasi dari sistem kedua di atas. Sistem

ini diibaratkan seperti hotel yang digunakan oleh tamu. Setiap


43

barang selalu mendapatkan tempat yang sama. Barang yang

khusus diberikan tempat tersendiri. Dalam sistem ini, setiap item

ditandai dengan penempatan barang yang cocok supaya

mempermudah dalam mengambil stok. Saat menyediakan pesanan

karyawan harus mengetahui dimana letak setiap item, untuk

memudahkan dalam mengingat setiap item. Untuk barang yang

slow moving perlu dilakukan pemilihan lokasi dan penataan ulang.

Sistem ini tidak menghemat tempat seperti sistem fluid location.

Adapun keistimewaan sistem ini adalah ketika mengambil stok

selalu diperhatikan tempat yang sama. Tidak seperti sistem fixed

location, dimana resiko tertukar barang yang relatif lebih kecil.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan barang :

a. Lokasi gudang

Umumnya rumah sakit menyediakan sarana/ bagunan yang

memang digunakan untuk gudang, biasanya hanya menggunakan

ruangan kosong yang kemudian direnovasi menjadi gudang,

sehingga kapasitas gudang yang tersedia tidak dapat memuat

barang kebutuhan, selain itu alat pengangkut tidak dapat keluar

masuk dan sirkulasi udara juga tidak diperhatikan dan

diperhitungkan.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam memilih lokasi gudang :

1) Aksesibilitas

2) Utilitas
44

3) Komunikasi

4) Bebas banjir

5) Mampu menampung semua barang yang akan disimpan

6) Keamanan

7) Infra struktur

b. Desain gudang

c. Jenis barang

d. Prosedur penyimpanan

e. Pemakaian alat bantu

Setelah diperoleh gudang yang dikehendaki sesuai dengan hal-

hal diatas seluruh barang yang akan disimpan harus dikelompokan

dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Kelompok/ jenis barang

b. Kondisi yang diperlukan untuk menjaga kualitas

c. Ukuran berat

Barang yang berat harus diletakan dekat pintu keluar, sehingga

memudahkan pada saat pengambilan, apabila datang barang berat

yang baru maka tidak perlu diletakan dibelakang barang berat yang

lama, cukup diberi keterangan/ catatan “ambil kebelakang”.

d. Ukuran volume

Barang yang volumenya besar seperti kapas diletak didepan agar

pada saat pengambilan tidak mengalami kesulitan.


45

e. Fast or slow moving

Barang yang sering digunakan atau diminta diletak didepan/ dekat

pintu keluar.

f. Abjad

Setelah dikelompokan menurut jenis, ukuran dan kebutuhan maka

selanjutnya baru dilakukukan penyusunan barang berdasarkan

alphabet/ abjad.

g. FIFO (First In First Out)

Sistem pengambilan dimana barang yang pertama masuk, akan

dikeluarkan terlebih dahulu, tetapi sistem seperti ini tidak bisa

digunakan untuk barang farmasi/ obat-obatan yang memiliki tanggal

kadaluwarsa/ expired date, harus memperhatikan tanggal

kadaluwarsa, masa kadaluwarsa yang lebih cepat harus

dikeluarkan terlebih dahulu.

Tidak berdasarkan sistem FIFO ini, Stock Opname,

kegunaannya adalah untuk menghitung fisik yang ada, memeriksa

barang yang sudah rusak atau expire, memisahkan barang-barang

yang hampir kadaluwarsa untuk langsung digunakan terlebih dahulu/

diutamakan untuk dioprasionalkan.

Pengaturan penyimpanan obat dan persediaan menurut WHO

adalah sebagai berikut :

a. Simpan obat-obatan yang mempunyai kesamaan secara

bersamaan diatas rak. ’kesamaan’ berarti dalam cara pemberian


46

obat (luar, oral, suntikan) dan bentuk ramuannya (obat kering atau

cair).

b. Simpan obat sesuai tanggal kadaluwarsa dengan menggunakan

prosedur FEFO (First Expiry First Out). Obat dengan tanggal

kadaluwarsa yang lebih pendek ditempatkan didepan obat yang

berkadaluwarsa lebih lama. Bila obat mempunyai tanggal

kadaluwarsa sama, tempatkan obat yang baru diterima dibelakang

obat yang sudah ada.

c. Simpan obat tanpa tanggal kadaluwarsa dengan menggunakan

prosedur FIFO (First In First Out). Barang yang baru diterima

ditempatkan dibelakang barang yang sudah ada.

d. Buang obat yang kadaluwarsa dan rusak dengan dibuatkan catatan

pemusnahan obat, termasuk tanggal, jam, saksi, dan cara

pemusnahan.

5. Pendistribusian

Sistem distribusi obat dirumah sakit adalah tatanan jaringan sarana,

personel, prosedur dan jaminan mutu yang serasi, terpadu dan

berorientasi penderita dalam kegiatan penyampaian sediaan obat

beserta informasinya kepada penderita. Sistem distribusi obat

mencakup penghantaran sediaan obat yang telah di dispensing

instalasi farmasi ke daerah tempat perawatan penderita dengan

keamanan dan ketepatan obat,ketepatan penderita, ketepatan jadwal,


47

tanggal, waktu, metode pemberian, ketepatan personal pemberi obat

kepada penderita serta keutuhan mutu obat.

Bentuk-bentuk pendistribusian logistik farmasi rumah sakit

a. Sentralisasi

Penyimpanan dan pendistribusian semua obat/ barang farmasi

dipusatkan pada satu tempat. Seluruh kebutuhan obat/ barang

farmasi setiap unit perawatan/ pelayanan baik untuk kebutuhan

individu maupun kebutuhan dasar ruagan disuplai langsung dari

pusat pelayanan farmasi tersebut.

b. Bentuk desentralisasi

Pelayanan farmasi mempunyai cabang di dekat unit perawatan/

pelayanan sehingga penyimpanan dan pendistribusian kbutuhan

obat atau barang farmasi unit perawatan/ pelayanan tersebut baik

untuk kebutuhan inidividu maupun kebutuhan dasar ruangan tidak

lagi dilayani dari pusat pelayanan farmasi.

jenis sistem pendistribusian obat untuk penderita rawat inap :

a. Sistem distribusi obat resep individu.

Resep individual adalah resep yang ditulis dokter untuk tiap

penderita. Pada sistem ini, kebutuhan barang farmasi individu

pasien tidak tersedia di ruang perawatan, tetapi harus diambil/

ditembus ditempat pelayanan farmasi dengan membawa resep/

instruksi pengobatan dari dokter.


48

b. Sistem distribusi obat persediaan perlengkapan diruangan (floor

stok).

Pada sistem ini kebutuhan obat/ perbekalan farmasi dalam jumlah

besar baik untuk kebutuhan dasar ruangan maupun kebutuhan

individu pasien yang diperoleh dari tempat pelayanan farmasi baik

sentralisasi maupun desentralisasi, disimpan diruangan perawatan.

c. Sistem distribusi obat kombinasi resep individual dan persediaan

diruangan.

Rumah sakit yang menerapkan sistem ini, selain menerapkan

sistem distribusi resep/ order individual sentralisasi, juga

menerapkan distribusi persediaan diruangan yang terbatas. Jenis

dan jumlah obat yang tersedia diruangan (daerah penderita)

ditetapkan oleh PFT dengan masukan dari instalasi farmasi rumah

sakit dan dari pelayanan keperawatan.

d. Sistem distribusi obat dosis unit.

Obat dosis unit adalah obat yang diorder oleh dokter untuk

penderita, terdiri atas satu atau beberapa jenis obat yang masing-

masing dalam kemasan dosisi tunggal dalam jumlah persediaan

yang cukup untuk suatu waktu tertentu.

C. Tinjauan Umum Tentang Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

IFRS adalah suatu departemen atau unit atau bagian di suatu

rumah sakit di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh

beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan


49

perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional,

tempat atau fasilitas penyelenggaran yang bertanggung jawab atas

seluruh pekerjaan serta pelayanan paripurna, mencakup perencanaan,

pengadaan, produksi, penyimpanan perbekalan kesehatan/ sediaan

farmasi, dispending obat berdasarkan resep bagi penderita rawat

tinggal dan rawat jalan, pengendalian mutu, dan pengendalian

distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah

sakit, pelayanan farmasi klinik umum dan spesialis, mencakup

pelayanan langsung pada penderita dan pelayanan klinik merupakan

program rumah sakit secara keseluruhan (Siregar, 2004).

Instalasi farmasi adalah salah satu bagian/ unit/ devisi atau

fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan

pekerjaan kefarmasian yang ditunjukkan untuk keperluan rumah sakit

itu sendiri. Berdasarkan defenisi tersebut maka instalasi farmasi rumah

sakit secara umum dapat diartikan sebagai suatu departemen atau unit

bagian disuatu rumah sakit dibawah pimpinan seorang apoteker dan

dibantu oleh beberapa apoteker yang memenuhi persyaratan

perundang–undangan yang berlaku dan bertanggung jawab atas

seluruh pekerjaan serta pelayanan langsung kepada penderita baik

untuk penderita rawat inap, rawat jalan maupun semua unit termasuk

poliklinik rumah sakit (Rauf, 2018).

Farmasi rumah sakit sesuai SK Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No. 553/Menkes/SK/1994, merupakan salah satu bagian di


50

rumah sakit yang berada di bawah pengawasan dan koordinasi wakil

direktur penunjang medis dan instalasi. Instalasi ini merupakan fasilitas

untuk melakukan kegiatan peracikan, penyimpanan, dan penyaluran

obat-obatan, bahan kimia, alat kesehatan, gas medis.

Barang farmasi secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Barang farmasi rutin habis pakai, yang terdiri dari obat, bahan kimia,

reagensia, gas medic (N2O, O2 tabung cair), alat kesehatan

disposable (Spoit, film, radiologi, kassa, kapas, dll).

2. Barang farmasi non rutin adalah barang farmasi yang tidak habis

pakai, terdiri dari alat kedokteran dan alat perawatan.

Farmasi rumah sakit menurut Hilman, Silalahi, dan Syamsi

yang dikutip oleh Wambrauw mempunyai peran secara manajerial dan

professional dalam semua tahap formularium kegiatan rumah sakit

yaitu :

1. Tahap pembuatan kebijaksanaan (policy making) : secara

integrative disertakan bersama unsure lain dalam berbagai

kepanitian, khususnya PFT.

2. Tahap penyelenggaraan tugas bersama unsur lain dalam

kepanitian pengadaan dalam hal perencanaan, dan pembelian

obat-obatan, bahan kimia, alat kesehatan, dan gas medis.

3. Tahap pelaksanaan tugas meliputi :

a) Penyimpanan dan pendistribusian obat-obatan, bahan kimia,

alat kesehatan, dan gas medis;


51

b) Produksi sediaan farmasi tertentu sesuai rujukan;

c) Pendidikan dan pelatihan;

d) Penyuluhan informasi obat; dan

e) Menangani sterilisasi sentral.

4. Tahap pengawasan meliputi :

a) Pengawasan kualitas dan kuantitas obat-obatan saat

penerimaan dan penyimpanan;

b) Pengawasan lalu lintas dan distribusi obat ;

c) Cara menyimpan dan penggunaan obat di rumah sakit; dan

penyalahgunaan obat.

D. Tinjauan Umum Tentang Pelayanan Farmasi

Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh

dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang

bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat .

Pelayanan farmasi di rumah sakit menurut WHO terdiri dari

berbagai unsur, yang paling utama yaitu :

1. Usaha pengadaan, distribusi, dan pengawasan semua obat-obatan

yang digunakan dalam pelayanan tersebut

2. Evaluasi dan penyebaran informasi secara luas tentang obat-obatan

dan penggunaannya kepada staf rumah sakit dan pasien

3. Memantau dan menjamin kualitas penggunaan obat. Tugas dan

kegiatan profesional lainnya, seperti penyuluhan obat-obatan


52

kepada pasien dan tanggung jawa perawatan primer, dilaksanakan

secara bekerja sama dengan bagian lainnya di rumah sakit.

E. Tinjauan Umum Tentang Rumah Sakit

Menurut WHO (World Health Organization) 2010 rumah sakit

adalah bagain integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan

dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif),

penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif)

kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan proses pelatihan

bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik.

Berdasarkan Peaturan Menteri Kesehatan Nomor 56/ Menkes/

Per/ 2014 rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna

yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat

darurat.dalam rangka meningkatakan derajat kesehatan masyarakat

selain upaya promotif dan preventif, diperlukan upaya kuratif dan

rehabilitative.upaya kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitative

dapat diperoleh melalui rumah sakit yang juga berfungsi sebagai

penyedian pelayanan kesehatan rujukan.

Menurut undang-undang Republik Indonesi No. 44 Tahun 2009

tentang rumah sakit, yang dimaksudkan dengan rumah sakit adalah

institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.


53

Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 983/Menkes/SK/XI/1992 tentang pedoman

organisasi rumah sakit umum menyatakan bahwa rumah sakit adalah

yang memberikan pelayanan yang bersifat dasar, spesialistik, dan

subspesialistik sedangkan klasifikasinya didasarkan pada perbedaan

tingkat menurut kemampuan pelayanan kesehatan yang disediakan

yaitu rumah sakit tipe A, rumah sakit tipe B (pendidikan dan non

pendidikan), rumah sakit tipe C, dan rumah sakit tipe D.

Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai

kriteria sebagai berikut :

a. Klasifikasi Berdasarkan Kepemilikan

Klasifikasi berdasarkan kepemilikan terdiri atas Rumah Sakit

pemerintah; terdiri dari: Rumah Sakit yang langsung dikelola oleh

Departemen Kesehatan, Rumah Sakait pemerintah daerah, Rumah

Sakit militer, Rumah Sakit BUMN, dan Rumah Sakit swasta yang

dikelola oleh masyarakat.

b. Klasifikasi berdasarkan Jenis Pelayanan

Klasifikasi berdasarkan jenis pelayanan, rumah sakit terdiri

atas: Rumah Sakit Umum, memberi pelayanan kepada pasien

dengan beragam jenis penyakit dan Rumah Sakit Khusus, memberi

pelayanan pengobatan khusus untuk pasien dengan kondisi medik

tertentu baik bedah maupun non bedah. Contoh: rumah sakit

kanker, rumah sakit bersalin.


54

c. Klasifikasi Berdasarkan Lama Tinggal

Berdasarkan lama tinggal, rumah sakit terdiri atas rumah

perawatan jangka pendek yang merawat penderita kurang dari 30

hari dan rumah sakit perawatan jangka panjang yang merawat

penderita dalam waktu rata-rata 30 hari atau lebih.

d. Klasifikasi Kapasitas Tempat Tidur

Rumah sakit pada umumnya klasifikasi berdasarkan tempat

tidur sesuai pola berikut; dibawah 50 tempat tidur, 50-99 tempat

tidur, 100-199 tempat tidur, 200-299 tempat tidur, 300-399 tempat

tidur, 400-499 tempat tidur, 500 tempat tidur atau lebih.

e. Klasifikasi Berdasarkan Afilasi Pendidikan

Rumah sakit berdasarkan afilasi pendidikan terdiri dari atas

2 jenis, yaitu: Rumah sakit pendidikan, yaitu rumah sakit yang

menyelenggarakan program latihan untuk berbagai profesi dan

Rumah Sakit non pendidikan, yaitu rumah sakit yang tidak memiliki

hubungan kerjasama dengan universitas.

f. Klasifikasi Berdasarkan Status Akreditas

Berdasarkan status akreditas terdiri atas rumah sakit yang

telah di akreditas dan rumah sakit yang belum di akreditas. Rumah

sakit di akreditas adalah rumah sakit yang telah di akui secara

formal oleh suatu badan sertifikasi yang diakui, yang menyatakan

bahwa suatu rumah sakit telah memenuhi persyaratan untuk

melakukan kegiatan tertentu.


55

g. Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah

Rumah Sakit Umum Pemerintah pusat dan daerah di

klasifikasikan menjadi rumah sakit kelas A, B, C, dan D, klasifikasi

tersebut di dasarkan pada unsur pelayanan, ketenagaan, fisik, dan

pendataan.

Tugas rumah sakit umum sesuai dengan Kepmenkes RI

NO.983/Menkes/SK/XI/1992, tentang pedoman Organisasi Rumah

Sakit Umum adalah melaksanankan upaya kesehatan secara

berdaya guna dan berhasil dengan mengutamakan upaya

penyembuhan dan pemeliharaan yang di laksanakan secara serasi

dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta

pelaksanaan upaya rujukan.

Berdasarkan Undang-Undang RI NO. 44 tahun 2009

tentang Rumah Sakit di sebutkan bahwa rumah sakit mempunyai

fungsi sebagai berikut:

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan

sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan peroranganan melalui

pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga

kebutuhan medis.

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia

dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian

pelayanan kesehatan.
56

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan

teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan

kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang

kesehatan. Di Indonesia rumah sakit tertuang dalam Permenkes RI

NO. 159 B/Menkes/Per/1998, dalam Permenkes tersebut

dicantumkan bahwa fungsi rumah sakit adalah menyediakan dan

menyelenggarakan:

a) Pelayanan medik,

b) Pelayanan penunjang medik

c) Pelayanan rehabilitasi,

d) Pencegahan dan peningkatan kesehatan,

e) Sebagai tempat pendidikan dan pelatihan tenaga medik.

Rumah sakit memiliki tujuan dan sasaran yang

menjadi landasan dan acuan dalam pemberian layanan ke

masyarakat, yaitu :

a. Tujuan Rumah Sakit

Tujuan pengelolaan rumah sakit agar menghasilkan produk

jasa atau pelayanan kesehatan yang benar-benar menyentuh

kebutuhan dan harapan pasien dari berbagai aspek, menyangkut

mutu (medis dan non medis), jenis pelayanan, prosedur layanan,

harga, dan informasi yang dibutuhkan.


57

b. Sasaran Rumah Sakit

1) Masyarakat umum: golongan masyarakat yang bebas dan tidak

terikat oleh instansi apapun. Mereka bebas memilih pelayanan

rumah sakit manapun bila dikehendaki.

2) Masyarakat yang terkoordinasi: masyarakat dalam wadah

suatu organisasi, misalnya instansi, perkantoran, pabrik, hotel,

dan lain-lainnya. Dalam mencari pengobatan umumnya mereka

terikat peraturan-peraturan yang telah dibuat oleh perusahaan

tersebut. Oleh karena itu mereka tidak bebas menentukan

rumah sakit yang diinginkan. Golongan ini potensial menjadi

sasaran rumah sakit.

3) Masyarakat keluarga: masyarakat yang mempunyai langganan

seorang dokter keluarga. Umumnya golongan ini bila

memerlukan pelayanan rumah sakit selalu berkonsultasi

terlebih dahulu dengan dokter keluarga. Hubungan timbal balik

dokter keluarga dengan pihak rumah sakit dalam arti

komunikasi hasil rujukan.


58

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

A. Dasar Pemikiran Variable

Dasar pemikiran ini berangkat dari teori Subagya (1994).

Teori ini menyatakan terdapat enam komponen dalam siklus logistik

yang menyusun suatu manajemen logistik. Menurut Subagya

manajemen logistik adalah suatu ilmu pengetahuan dan seni serta

proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan,

pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan pemeliharaan serta

penghapusan material atau alat-alat. Komponen penyusun siklus

logistik yaitu:

1. Perencanaan

Fungsi ini mencakup aktifitas dalam menetapkan sasaran-

sasaran, pedoman-pedoman, pengukuran, penyelenggaraan

bidang logistik. Penentuan kebutuhan merupakan perincian

(detailering) dan fungsi perencanaan, bilamana perlu semua

faktor yang mempengaruhi penentuan kebutuhan harus

diperhitungkan.

2. Penganggaran

Penganggaran adalah semua kegiatan dan usaha untuk

merumuskan perincian penentuan kebutuhan dalam suatu

standar tertentu, yaitu skala mata uang dan jumlah biaya


59

dengan memperhatikan pengarahan dan pembatasan yang

berlaku baginya.

3. Pengadaan

Pengadaan merupakan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan

untuk memenuhi kebutuhan operasional yang telah ditetapkan

di dalam fungsi perencanaan, pemenuhan kebutuhan (dengan

peramalan yang baik), maupun penganggaran.

4. Penyimpanan

Suatu kegiatan pengaruran perbekalan farmasi menurut

persyaratan yang ditetapkan disertai dengan system informasi

yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai

kebutuhan.

5. Pendistribusian

Penyaluran atau distribusi merupakan kegiatan atau usaha

untuk mengelola pemindahan barang dari satu tempat ketempat

yang lainnya.

B. Kerangka Variable Yang Diteliti

Berdasarkan konsep berpikir seperti yang telah dikemukakan

sebelumnya, maka disusunlah pola pikir variabel yang diteliti

sebagai berikut:
60

a. Kerangka Konseptual

Perencanaan
a. Tahap Persiapan
b. Tahap Kebutuhan Obat

Penganggaran

Pengadaan
a. Pemilihan Metode
Manajemen
Pengadaan
logistik
b. Penentuan Waktu
diinstalasi
Pengadaan dan
farmasi
Kedatangan Obat
c. Penerimaan dan
Pemeriksaan Obat

Penyimpanan
a. Pengaturan Tata Ruangan
b. Penyusunan Stock Obat
c. Pencatatan Stock Obat
d. Pengamanan Mutu Obat

Pendistribusian
a. Mekanisme
b. Unit

Penghapusan

Sumber : (Mangindara, 2012).

Keterangan :

Variable yang diteliti

Variable yang tidak diteliti


61

C. Definisi Konseptual

1. Perencanaan

Perencanaan adalah metode yang digunakan untuk

menentukan langkah apa yang harus dilakukan untuk

mencapai pemenuhan kebutuhan obat di Instalasi Farmasi,

yang meliputi (tahap persiapan, pemakaian obat setiap

tahun, penyesuaian kebutuhan dan perencanaan, metode

perhitungan, dan kendala pada perencanaan).

2. Penganggaran

Penganggaran adalah cara untuk mengalokasikan

sumber anggaran dan perincian dalam biaya penentuan

kebutuhan obat, yang meliputi (asal anggaran, jumlah

anggaran yang dibutuhkan, usulan anggaran, dan kendala

pada penganggaran).

3. Pengadaan

Pengadaan merupakan cara untuk merealisasikan

kebutuhan obat berdasarkan metode, waktu pengadaan dan

obat dirumah sakit yang telah direncankan dan disetujui,

yang meliputi (metode pengadaan, penentuan waktu

pengadaan, ketepatan waktu, dan kendala pada

pengadaan).
62

4. Penyimpanan

Penyimpanan adalah usaha untuk melakukan

pengaturan tata ruang, penyusunan stock obat, dan

mekanisme penyimpanan obat, yang meliputi (pengaturan

tata ruang penyimpanan, penyusunan penyimpanan obat,

pencatatan obat, cara menjaga mutu obat).

5. Pendistribusian

Pendistrtibusian adalah kegiatan untuk mengelola

pemindahan obat dari satu tempat ketempat yang lainnya,

yang meliputi (mekanisme pendistribusian obat, unit

pendistribusian obat, dan kendala pada pendistribusian).


63

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif

melalui teknik in-depth interview (wawancara mendalam). Penelitian

ini bertujuan untuk mendeskripsikan peristiwa atau pengalaman

informan dengan mengutamakan pandangan dan informasi yang

diberikan. Dalam hal ini, peneliti menganalisis informasi yang

diperoleh dari informan dan memberikan arti dari informasi tersebut.

B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian bertempat di Instalasi Farmasi Rumah

Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah. Penelitian dilaksanakan

selama Bulan April Tahun 2019.

C. Teknik Penentuan Informan

1. Informan Kunci,Informan Biasa dan Informan Pendukung

Informan dalam penelitian ini terdiri atas informan

kunci informan biasa dan informan pendukung. Dimana

informan kunci yaitu Kepala Instalasi Farmasi, informan biasa

yaitu 13 petugas pengelola yang bekerja di setiap unit Instalasi

Farmasi dan informan pendukung yaitu pasien.


64

2. Kriteria Pengambilan Informan

Pemilihan informan dilakukan dengan menggunakan

tekhnik purposive sampling dengan melihat pertimbangan

tertentu. Dimana informan kunci, informan biasa dan informan

pendukung dipilih karena dianggap bisa dan mampu

memberikan data atau informasi yang lengkap.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk

mendapatkan data/ informasi pada penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Wawancara mendalam (in depth interview)

Wawancara mendalam dilakukan terhadap informan

yang dianggap mampu untuk menjaring data yang ada di lapangan

berkenaan dengan pertanyaan mengenai manajemen logistik

farmasi.

2. Pengamatan (observasi) secara partisipasif

Metode ini dilakukan dengan mengamati langsung

terhadap keseharian informan dalam melaksanakan tugasnya, di

mana metode ini dapat membantu menjelaskan data yang

didapatkan melalui teknik wawancara mendalam atau dengan kata

lain dilakukan sebagai suatu bentuk triangulasi guna menjamin

validitas data yang telah didapatkan.


65

3. Dokumen

Telaah dokumen yaitu mengkaji dokumen-dokumen baik

berupa buku referensi maupun peraturan atau pasal yang

berhubungan dengan penelitian ini guna melengkapi materi-materi

yang berhubungan dengan penelitian yang peneliti lakukan.

E. Pengelolaan Data dan Analisis Data

Data primer yang dikumpulkan pada penelitian ini, diolah

melalui prosedur sebagai berikut :

1. Pengelolaan data/ informasi

a. Pengelompokkan data/ informasi

b. Pengumpulan data

2. Analisis data /informasi

Data informasi yang diperoleh dari informan kunci,

selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode konstan

dalam tahapan sebagai berikut:

a. Mereduksi data, yakni dilakukan penyenderhanaan data,

penggolongan data, membuang data yang tidak perlu,

mengarahkan dan menggorganisasi data.

b. Mendisplay data, yakni menyajikan data yang telah dianalisis

pada alur pertama tadi untuk selanjutnya disajikan dalam bentuk

narasi.

c. Conclusion drawing (verifikasi), yakni penarikan kesimpulan

atau verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih


66

bersifat sementara dan akan berubah apabila tidak ditemukan

bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap

pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang

dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang

valid dan konsisten saat pengumpulan data kembali, maka

kesimpulan yang dikemukakan adalah kesimpulan yang

kredibel.

F. Teknik pengujian keabsahan data

Untuk menetapkan keabsahan data pada penelitian ini,

hanya digunakan dua triangulasi yaitu :

1. Tringulasi yang meliputi :

a. Tringulasi sumber :

1) Informan kunci

2) Informan biasa

3) Informan pendukung

b. Tringulasi metode meliputi

1) Wawancara mendalam

2) Observasi

3) Dokumen
67

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah Singkat Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah

Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah yang

sebelumnya dikenal dengan Rumah Sakit Satelit Tobadak. Rumah

Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah merupakan Rumah Sakit

Kelas tipe D milik Pemerintah Daerah Kabupaten Mamuju Tengah

yang terletak di Ibu kota Kabupaten Mamuju Tengah dengan luas

lahan 6000 m,Untuk menunjang operasional pelayanan di Rumah

Sakit, terdapat beberapa gedung penunjang dimana Dari seluruh

bangunan utama dengan luas seluruh bangunan 2870 m.Rumah

Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah diresmikan pada tanggal 20

Oktober 2014.

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Mamuju

Tengah sebagai salah satu komponen sistem pelayanan

kesehatan paripurna kepada masyarakat. Harapan kita semua

ialah produk Layanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Mamuju Tengah diharapkan mampu memberikan

pelayanan peningkatan kesehatan masyarakat.

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Mamuju

Tengah Berkedudukan Sebagai lembaga Teknis Daerah

berdasarkan Peraturan Bupati Mamuju Tengah Nomor 18 Tahun


68

2014 tentang organisasi dan tata cara kerja lembaga teknis

daerah pemerintah Kabupaten Mamuju Tengah mempunyai tugas

melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan yang

bersifat spesifik bidang pelayanan kesehatan yang menjadi

tanggung jawabnya berdasarkan kewenanangannya sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pencapaian terendah adalah pada tahun 2014

dimana Rumah sakit masih dalam proses pengembangan (rumah

sakit baru) dan pencapaian tertinggi pada tahun 2015 yaitu 17 %.

Saat ini BOR merupakan salah satu indikator penting dalam

menentukan kualitas dari sebuah RS di Indonesia. BTO

merupakan frekuensi pemakaian tempat tidur berapa kali dalam

setahun. BTO RSUD Mamuju Tengah Mamuju Tengah tahun

2014-2015 belum cukup ideal.

2. Visi, Misi, Dan Tujuan Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju

Tengah

a. Visi

Terwujudnya RSUD Mamuju Tengah menjadi Rumah

Sakit dengan pelayanan yang Bermutu, Paripurna, Mandiri dan

Berkeadilan Tahun 2022.


69

b. Misi

a) Peningkatan Pengembangan dan Pemeliharaan prasarana

dan alat kesehatan dalam rangka pelayanan yang

berkualitas.

b) Pemenuhan dan Peningkatan Sumberdaya Manusia

Kesehatan.

c) Pengelolaan Rumah sakit yang tertib mandiri dan

berkeadilan.

c. Tujuan

a) Memberikan pelayanan yang paripurna mandiri dan

berkeadilan kepada masyarakat Mamuju Tengah.

b) Ikut berpartsipasi dalam pembangunan daerah melalui

pembangunan Sumberdaya Manusia Kesehatan.

3. Letak Geografis Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah

a. Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah terletak

diwilayah Administrasi Pemerintah

Kota : Mamuju Tengah

Kecamatan : Tobadak

b. Posisi Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah

a) Sebelah utara berbatasan dengan Kantor DPR Mamuju

Tengah.

b) Sebelah timur berbatasan dengan gereja.

c) Sebelah selatan berbatasan dengan lahan perkebunan.


70

d) Sebelah barat berbatasan dengan lahan perkebunan.

B. Hasil Penelitian

Hasil pengumpulan data ini dilakukan di Instalasi

Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah, yang

berlangsung mulai tanggal 18 April sampai tanggal 30 April 2019.

Penelitian ini berorientasi pada proses Manajemen Logistik yang

ada di Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah yang

menyangkut proses Manajemen Logistik di Instalasi Farmasi dalam

mengatur perbekalan Farmasinya.

Informan penelitian yaitu Kepala Instalasi Farmasi

Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah selaku informan

kunci, Penanggung Jawab Gudang Farmasi, Penanggung Jawab

Ruang Apotek, Tenaga Teknis Kefarmasian, Pasien Rawat Inap

dan Pasien Rawat Jalan. Adapun karakteristik responden dalam

penelitian ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:


71

Tabel 5.1
Karakteristik Informan di Instalasi Farmasi Serta Pasien Rawat Inap
dan Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah
Tahun 2019
Kode Jenis Jenis Umur Pendidikan
No Jabatan
Informan Informan Kelamin (Tahun) Terakhir
1 AS Informan Lk 29 D3 Farmasi Plt.Kepala Instalasi
Kunci Farmasi
2 AEW Informan Pr 27 Apoteker Penanggung Jawab
Biasa Ruangan Apotek
3 Ib Informan Lk 30 Apoteker Penanggung Jawab
Biasa Gudang Farmasi
4 Hr Informan Pr 23 D3 Farmasi Tenaga Teknis
Biasa Kefarmasian
5 Mr Informan Pr 25 D3 Farmasi Tenaga Teknis
Biasa Kefarmasian
6 Ms Informan Pr 25 D3 Farmasi Asisten Apoteker
Biasa
7 AH Informan Lk 28 D3 Farmasi Tenaga Gudang
Biasa Kefarmasian
8 SR Informan Pr 28 Apoteker Tenaga Gudang
Biasa Kefarmasian
9 MU Informan Lk 37 SMP Pasien Rawat Jalan
Pendukung
10 Nh Informan Pr 30 SMA Pasien Rawat Jalan
Pendukung
11 NA Informan Pr 55 SMA Pasien Rawat Jalan
Pendukung
12 S Informan Pr 34 SMP Pasien Rawat Inap
Pendukung
13 S Informan Lk 40 SMP Pasien Rawat Inap
Pendukung
14 NH Informan Pr 35 SMA Pasien Rawat Inap
Pendukung
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan hasil wawancara,telaah dokumen dan

observasi tentang dimensi dan indikator penelitian maka diperoleh

hasil sebagai berikut :


72

1. Perencanaan

Perencanaan adalah metode yang digunakan untuk

menentukan langkah apa yang harus dilakukan untuk mencapai

pemenuhan kebutuhan obat di Instalasi Farmasi, yang meliputi

(tahap persiapan, pemakaian obat setiap tahun, penyesuaian

kebutuhan dan perencanaan, metode perhitungan, dan kendala

pada perencanaan).

a. Tahap persiapan perencanaan obat

Berdasarkan hasil wawancara mendalam (Indepth

Interview) di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah

Mamuju Tengah mengenai persiapan perencanaan obat

diperoleh informasi dari informan :

“Kalau kami sih disini masih prioritaskan yang


pertama (konsumsi) karena kalau yang kedua itu
(epidemiologi) masih susah diterapkan sepertinya itu
yang dimaksud dengan penyakit musiman kalau
kayak diare itukan penyakit musiman ada musim-
musim tertentu itu banyak oaring diare tapi susah
kami jadikan patokan itu karena musiman begitu itumi
perhitungannya susah kami masih pake konsumsi”
(AS, 29 tahun wawancara tanggal 18 april 2019).
Informasi tersebut lebih diperjelas lagi dari informasi

yang diperoleh dari informan:

“itu untuk saya adakan tahun depan rumusnya itu


saya harus tau berapa penggunaan ku tahun lalu
dalam satu tahun,jadi misalnya penggunaannya
dalam satu tahun itu obat A misalnya ee 20 box obat
dalam satu tahun maka itu akan dibagi perbulan jadi
12 bulan nanti akan mendapatkan hasil berapa terus
untuk perencanaan tahun kedepan itu kami
persiapkan untuk 18 bulan atau satu tahun setengah
kenapa demikian,karena satu tahun itu penggunaan
73

real perhitungannya kami” (AS, 29 tahun wawancara


tanggal 18 april 2019).
Sejalan dengan informasi dari informan diatas,

informasi juga diperoleh dari informan :

“Kalau disini kita diliat penggunaan tahun kemarin


sama yang rutinnya (konsumsi),Karena sesuai
dengan anggaran yang diterima dan yang ada .Kalau
disini di dana ji karena kalau rumah sakit sendirikan
biasanya kebutuhannya banyak biasanya
dianggarannya ji yang bermasalah” (Ms, 25 tahun
wawancara 18 april 2019) .
Berdasarkan pernyataan informan mengenai tahap

persiapan perencanaan obat diketahui bahwa Instalasi Farmasi

Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah menggunakan

metode kombinasi yaitu gabungan antara metode konsumsi dan

metode epidemiologi tetapi di Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Umum Daerah Mamuju Tengah lebih didominasikan ke metode

konsumsi, dengan melihat penggunaan tahun kemarin.

Berdasarkan hasil wawancara dan telaah dokumen

kendala atau masalah yang sering dihadapi dalam penyusunan

perencanaan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah

Mamuju Tengah diperoleh informasi dari informan :

“Biasa sih kelebihan biasa juga kekurangan ee tapi


itulah masih ada ji antisipasi kalau kelebihan yah itumi
seperti yang tadi musiman, seperti diare itu oralit
dipesan karena musim ini misalnya banyak sehingga
di pesan banyak dan tahun depan belum tentu
sebanyak itu akhirnya biasa berlebih sehinggah
expire,itu ji kendalanya apabila salah menentukan
yang musiman itu” (AS, 29 tahun wawancara
tanggal 18 april 2019)
74

Sejalan dengan informasi dari informan diatas,

informasi juga diperoleh dari informan :

“Oh ini,kan sekarang sudah pake e-kataloq terus tidak


semua obat-obat masuk dalam e-kalatoq, ada
beberapa jenis obat yang tidak masuk dalam e-
kataloq, kalau kayak rumah sakit yang bekerja sama
dengan BPJS itu pesan obatnya pake e-kataloq
kadang dari aplikasinya tapi tidak semua obat itu
masuk dalam e-kataloq itu” ( AEW, 27 tahun
wawancara tanggal 18 april 2019)
Sejalan dengan informasi dari informan diatas,

informasi juga diperoleh dari informan :

“Biasanya itu ji karena kalau habis kontrak dokternya


ganti lagi beda juga obatnya” (Hr, 23 tahun
wawancara tanggal 22 april 2019)

Berdasarkan pernyataan informan tersebut diketahui

bahwa kendala atau masalah dalam penyusunan perencanaan

obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju

Tengah adalah perhitungan perencanaan obat untuk penyakit

tertentu tidak sesuai sehingga menyebabkan expire dan ada

beberapa obat yang tidak tersedia di e-katalog, serta dokter

spesialis di Rumah Sakit tersebut belum ada yang bekerja tetap

maka apabila dokter tersebut habis kontrak maka kebutuhan

obatnya akan berubah tergantung dari apa yang diminta oleh

dokter tersebut.

b. Tahap perencanaan kebutuhan obat

Informasi mengenai tahap merencanakan kebutuhan

obat diperoleh dari informan :


75

“Kalau misalnya setiap jenis obat itu tergantung


dokternya sebelumnyakan ada, setiap rumah sakit itu
ada formularium rumah sakit mengacu dari
formularium nasional tapi kalau disini sementara
dalam tahap penyusunan” (AEW, 27 tahun
wawancara tanggal 18 april 2019)
Sejalan dengan informasi dari informan diatas,

informasi juga diperoleh dari informan :

“iya ada dek, tapi biasanya juga dokter meresepkan


diluar formularium, jadi itu obat kita ajukan ke direktur
untuk selanjutnya dimasukkan ke formularium rumah
sakit” (Ib, 30 tahun wawancara tanggal 26 april
2019)
Berdasarkan hasil wawancara mendalam di peroleh

informasi bahwa pemilihan obat disesuaikan dengan

formularium rumah sakit yang mengacu kepada formularium

nasional, jika ada obat yang tidak sesuai dengan formularium

Rumah Sakit maka obat tersebut diusulkan ke Direktur Rumah

Sakit untuk selanjutnya dimasukkan ke formularium rumah sakit.

2. Penganggaran

Penganggaran adalah cara untuk mengalokasikan

sumber anggaran dan perincian dalam biaya penentuan kebutuhan

obat, yang meliputi (asal anggaran, jumlah anggaran yang

dibutuhkan, usulan anggaran, dan kendala pada penganggaran).

Berdasarkan hasil wawancara tentang dari mana

sumber anggaran untuk pengadaan obat, didapatkan informasi dari

informan :

“Sumber anggarannya itu masih dari pemda” (AS, 29


tahun wawancara tanggal 18 april 2019).
76

Sejalan dengan informasi dari informan diatas,

informasi juga diperoleh dari informan :

“Sumber anggaran paling Cuma APBD saja ji” (AEW,


27 tahun wawancara tanggal 18 april 2019).
Berdasarkan penjelasan informan di atas dapat

diketahui bahwa sumber anggaran yang digunakan untuk

pengadaan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah

Mamuju Tengah adalah anggaran pemerintah daerah atau APBD.

Adapun mengenai siapa yang menetapkan jumlah

anggaran yang dibutuhkan farmasi untuk pengadaan obat,

didapatkan informasi dari informan :

“Masih yang bertangup jawab penuh pak direktur


rumah sakit” (AS, 29 tahun wawancara tanggal 18
april 2019).
Sejalan dengan informasi dari informan diatas,

informasi juga diperoleh dari informan :

“Oh yang tentukan itu pasti direktur rumah sakit “


(Ib, 30 tahun wawancara tanggal 26 april 2019).
Berdasarkan hasil wawancara yang diketahui bahwa

untuk penetapan jumlah anggaran yang dibutuhkan farmasi untuk

pengadaan obat ditetapkan olek Direktur Rumah Sakit.

Adapun mengenai cukup atau tidaknya alokasi dana

untuk pengadaan obat, diperoleh informasi dari informan :

“Itu tadi untuk obat kami usulkan juga itu sebenarnya


cukup dan apabila memang kurang langsung dikasi ki
ada ji itu di kasi di pertengahan artinyakan belum
kekurangan untuk obat pemerintah daerah masih
memprioritaskan” (AS,29 tahun wawancara tanggal
18 april 2019).
77

Sejalan dengan informasi dari informan diatas,

informasi juga diperoleh dari informan :

“kadang cukup tapi kadang juga tidak cukup dek” (SR,


28 tahun wawancara tanggal 23 april 2019).
Berdasarkan hasil wawancara yang dijelaskan

informan di atas dapat diketahui bahwa efisiensi anggaran tidak

selalu cukup terkadang mengalami kekurangan dana.

Adapun mengenai kendala yang dihadapi dalam

penganggaran diperoleh informasi dari informan :

“Kalau disini paling ini, kalau kita mintanya ke pemda


sekian biasanya nda langsung diterima jadi
menunggu ki lagi, tapi nda sampai lama ji” (Mr, 25
tahun wawancara tanggal 22 april 2019).
Berdasarkan hasil wawancara yang dijelaskan

informan di atas dapat diketahui bahwa kendala yang dihadapi

dalam penganggaran setiap pihak Instalasi Farmasi meminta

atau mengusulkan anggaran biasanya anggaran tersebut tidak

langsung diterima atau disetujui oleh Pemerintah Daerah.

3. Pengadaan

Pengadaan merupakan cara untuk merealisasikan

kebutuhan obat berdasarkan metode, waktu pengadaan dan obat

dirumah sakit yang telah direncankan dan disetujui, yang meliputi

(metode pengadaan, penentuan waktu pengadaan, ketepatan

waktu, dan kendala pada pengadaan).


78

a. Metode pengadaan obat

Proses pengadaan obat di Instalasi Farmasi Rumah

Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah diketahui melalui

wawancara mendalam terhadap informan :

“e-kataloq tapi ada juga beberapa non e-kataloq dia


melalui manual karena kenapa pertama dia tidak ada
di e-kataloq kedua di e-kataloqnya bermasalah artinya
kita pesan sudah berapa bulan dia datang akhirnya di
cancel ketiga obat permintaan khusus yang dari
dokter itu jelas tidak ada di e-kataloq keempat
keadaan emergency artinya tiba-tiba obat itu sangat
dibutuhkan dan harus datang besok langsung beli
manual supaya cepat datang karena kalau e-
kataloqkan biasa prosedurnya agak lama” (AS, 29
tahun wawancara tanggal 18 april 2019)
Sejalan dengan informasi dari informan diatas,

informasi juga diperoleh dari informan :

“Metode e-kataloq (BPJS),kalau disini sama


semua,karena disinikan tidak kita pisahkan obat
umum sama obat untuk pasien BPJS pokoknya sama
apa yang ada saja” (AEW, 27 tahun wawancara
tanggal 18 april 2019)
Berdasarkan informasi dari informan tersebut dapat

diketahui bahwa pengadaa obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Umum Daerah Mamuju Tengah menggunakan metode e-katalog

dan pemebelian manual.

b. Penentuan waktu pengadaan obat

Waktu pengadaan dan waktu kedatangan obat dari

berbagai sumber anggaran perlu ditetapkan berdasarkan hasil

analisis data. Penetuan waktu pengadaan obat di Instalasi


79

Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah dapat

diketahui dari pernyataan informan berikut :

“Biasa sesuai Prosedur ji 3 bulan kadang juga tiba-


tiba, jadi nda sesuai sebenarnya” (Ms, 25 tahun
wawancara tanggal 18 april 2019).
Sejalan dengan informasi dari informan diatas,

informasi juga diperoleh dari informan :

“pertriwulan itu, tidak boleh terlambat sebenarnya tapi


biasanya stok obat yang dipesan kosong dipenyedia
jadi harus pindah ke penyedia/ distributor lainnya”
(AH, 28 tahun wawancara tanggal 23 april 2019).
Penentuan waktu dan pengadaan obat di Instalasi

Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah dilakukan

pertriwulan tetapi jika ada kondisi dimana pihak Instalasi

Farmasi membutuhkan obat yang penting dan mendesak

langsung dibeli manual agar obat bisa tiba dengan cepat.

Informasi mengenai ketetapatan waktu pengadaan

obat diperoleh dari informan :

“Tepat waktunya tidak,nda sampai ji menyebrang


tahun hanya beberapa bulan yang janjinya katanya
1,2 bulan datang 4,5 bulan bahkan ada yang nda
datang-datang jadi di cancel” (AS, 29 tahun
wawancara tanggal 18 april 2019).
Sejalan dengan informasi dari informan diatas,

informasi juga diperoleh dari informan :

“Kadang ada yang tidak, tergantung ekspedidinya


juga disana,pernah ada yang sampai habis,di copy
resepki keluar obatnya di suruh beli di apotek
luar,karena sudah na butuhkan mi juga pasien” (Hr,
23 tahun wawancara tanggal 22 april 2019)
80

Pengadaan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Umum Daerah Mamuju Tengah terkadang tidak tepat waktu hal

ini disebabkan sering terjadi keterlambatan dalam proses

pengiriman dikarenakan jarak Rumah Sakit yang juga jauh dari

distributor sehingga sering menyebabkan kekosongan obat di

Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah.

Adapun mengenai kendala yang dihadapi pada

pengadaan obat diperoleh informasi dari informan :

“kendalanya kita walaupun juga manual tetapi diwaktu


pengiriman tidak semua manual itu bisa datang cepat
karena jaraknya kita ini bukan dikota jadi butuh waktu
terus kendala permintaan dokter terlalu banyak
permintaanya artinya begini mereka itu mau sesuai
dengan yang dikota yang dikotakan sepertinya
hampirmi semuanya ada jadi kita nda pernah
sanggup” (AS, 29 tahun wawancara tanggal 18 april
2019).
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan

tersebut dapat diketahui bahwa kendala yang dihadapi pada

pengadaan obat biasanya terkendala karena jarak dari distributor

yang jauh serta permintaan dokter yang banyak dan permintaannya

sesuai dengan yang tersedia diapotek yang terletak dikota

sedangkan pihak Rumah Sakit tidak sanggup untuk memenuhi

kebutuhan tersebut.

Peneliti juga melakukan wawancara dengan pasien

rawat jalan dan rawat inap untuk melihat ketersediaan obat yang

ada di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju


81

Tengah, jumlah pasien yang menjadi informan sebanyak 6 orang.

Adapun beberapa informasi dari pasien rawat jalan :

“kan saya disini rutin setiap bulan selalu pergi berobat


karena saya penyakit hipertensi, kalau masalah obat
itu tidak sering ji juga tidak ada, tapi pernah berapa
kali saya berobat biasa obatnya habis dirumah sakit
dan saya biasa beli diluar apotek rumah sakit mi
obatnya. Itumi biasa sampai siang ki menunggu
antrian baru ada ji juga obat yang harus dibeli di luar,
jadi mungkin pihak rumah sakit lebih memperbaiki lagi
toh masalah yang begitu jadi tidak beli diluar mi lagi
obat” (MU,37 tahun wawancara tanggal 24 april
2019).
Sejalan dengan informasi dari informan diatas,

informasi juga diperoleh dari informan :

“sudah banyak kali mi saya pergi berobat disini,


katanya dokter ada gangguan saraf. Obat ku itu biasa
dikasi ada 5 macam kayaknya resperidol sama
aprasolan itu semua. Tidak semuanya juga
obatnya,ada sebagian ku beli diluar kalau tidak ada di
apotek rumah sakit mau tidak mau harus ki beli diluar”
(Nh, 30 tahun wawancara tanggal 24 april 2019)
Informasi lain juga diperoleh dari informasi yang

diperoleh pasien rawat inap :

“3 hari ma disini,tapi pernah mi dulu masuk tahun lalu


terus masuk lagi 3 hari yang lalu, Iya ada resepnya
baru dibawa ke apotek mi.Alhamdulilah Iya ada ji
selama 3 hari ini, tapi yang tahun lalu ka masuk
pernah tidak ada jadi na suruh ki pergi beli diluar”
(Sl, 34 tahun wawancara 24 april 2019)
Bertolak belakang dengan informasi dari informan

diatas, informasi juga diperoleh dari informan :

“tidak sering ji juga dirawat, barusan ji ini dirawat inap,


biasa kalau sakit cuma pergi periksa saja tidak
dirawat ji tapi karena 2 hari ma muntah terus karena
maag jadi dikasi tinggal ma, tidak pernah ji beli obat
diluar, selalu ji ada dikasi selama saya tinggal” (NH,
35 tahun wawancara tanggal 24 april 2019)
82

Berdasarkan hasil wawancara dengan pasien rawat

jalan dan rawat inap yang berjumlah 6 orang didapatkan bahwa

adanya perbandingan 5:1 terkait masalah persediaan obat di

Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah 5

pasien menyatakan bahwa stok obat yang ada di Instalasi Farmasi

Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah terkadang tidak

tersedia, sehingga pasien harus membeli obat diluar. Berbeda

dengan 1 pasien menyatakan bahwa mereka tidak pernah membeli

obat diluar dikarenakan obat yang diresepkan untuk mereka selalu

tersedia.

4. Penyimpanan

Penyimpanan adalah usaha untuk melakukan

pengaturan tata ruang, penyusunan stock obat, dan mekanisme

penyimpanan obat, yang meliputi (pengaturan tata ruang

penyimpanan, penyusunan penyimpanan obat, pencatatan obat,

cara menjaga mutu obat).

a. Pengaturan tata ruangan

Pengaturan mengenai tata ruangan dimaksudkan

untuk mempermudah dalam mencari obat yang diperlukan

sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mencari.

Pengaturan penyimpanan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Umum Daerah Mamuju Tengah dijelaskan oleh informan :

“Kalau disini berbanjar ji kalau didalam,soalnyakan


ruangannya sempit,karena sebenarnya inikan gedung
83

masih baru,jadi sekarang itu masih dimaksimalkan


penuh satu ruangan itu,iya jadi digabungki gudang
dengan kantornya.Sekarang kan harusnya bentuk U
atau bentuk T tapi kita sekarang itu berbanjar” (AEW,
27 tahun wawancara tanggal 18 april 2019).
Informasi lain juga diperoleh dari informan yang lain,

yang menyatakan :

“itu diatur berdasarkan jenis obatnya dek, misalnya


obat oral, injeksi , dan obat luar itu dipisah, cuman
susunannya ji di gudang masih kurang rapi karena
sempit ki dan masih kurang juga rak, ini saja ada
beberapa yang raknya dibuat sama orang farmasi,
makanya banyak ini obat yang di simpan dilantai dan
ada juga yang diluar disimpan” (Ib, 30 tahun
wawancara tanggal 26 april 2019).
Berdasarkan penjelasan informan diperoleh informasi

bahwa pengaturan penyimpanan obat dilakukan digudang

dengan menyusun rak dan lemari obat secara berbanjar dan

melihat jenis obatnya seperti Obat oral , injeksi, obat luar, tablet

dan alat kesehatan.

Peneliti juga melakukan observasi di gudang

penyimpanan obat dan didapatkan bahwa gedung untuk gudang

penyimpanan obat digabung dengan kantor TU, Apotek, Kantor

Adminstrasi bahkan dengan kantor Direktur Rumah sakitnya

sehingga untuk gudang penyimpanan obat masih sempit dan

menyebabkan beberapa obat di simpan diluar ruangan, terdapat

obat yang tidak disimpan diatas pallet dan rak karena jumlah

obat yang banyak sedangkan pallet dan rak belum cukup. Atap

dan dinding dalam keadaan baik dan tidak bocor, lantai ruangan
84

dalam keadaan bersih tetapi masih ada beberapa fasilitas yang

tidak tersedia seperti alat bantu pemindahan obat (troli), dan

tidak tersedia alat pemadam kebakaran.

Sarana dan prasarana belum memadai dimana

tempat penyimpanan obat masih belum cukup karena rak

penyimpanan dan ruangan masih perlu diperluas.

Hal ini sesuai dengan informasi yang diperoleh dari

informan :

“Fasilitas masih kurang belum ada APAR (alat


pemadam kebakaran) inikan daerah rawan
kebakaran,seandainya dia lebih besar dan suhu
ruangan juga sudah lebih dingin terus tatanannya juga
lebih rapi,pake rak ji semua cuman terbatas ki semua
masih banyak obat yang nda masuk di rak terus palet
juga masih kurang” (AS, 29 tahun wawancara
tanggal 18 april 2019).
Sejalan dengan informasi dari informan diatas,

informasi juga diperoleh dari informan :

“masih butuh kulkas karena kulkas yang pake itu


masih kulkas rumah harusnyakan kulkasnya kek
bentuk meja begini (kulkas imunisasi) itu masih
diminta pengadaan dan sampai sekarang belum di
Acc, tapi kalau suhunyakan terjagaja ji suhunya” (Ib,
30 tahun wawancara tanggal 26 april 2019).
b. Penyusunan stok obat

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara

mendalam diketahui bahwa penyusunan obat di Instalasi

Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah dilakukan

berdasarkan Alfhabet/ abjad setelah dipisah berdasarkan jenis


85

dan fungsinya untuk memudahkan dalam mencari obat yang

dibutuhkan. Hal ini dijelaskan oleh informan :

“dipisah berdasarkan jenis dan fungsinya kemudian


disusunmi berdasarkan abjad supaya gampang
diambil” ( SR, 28 tahun wawancara tanggal 23 april
2019).
Pengambilan obat dilakukan meggunakan metode

FEFO dan FIFO, hal ini sesuai dengan pernyataan informan :

“dua-duanya tapi lebih prioritas ke FEFO karena


FEFO kan First Expire First Out jadi lebih diutamakan
yang expire kalau misalnya expirenya sama tentu
menggunakan lagi FIFO” (AS, 29 tahun wawancara
tanggal 18 april 2019)

c. Pencatatan stok obat

Berdasarkan hasil telaah dokumen didapatkan bahwa

pencatatan obat dilakukan setiap hari ketika ada perawat atau

pasien yang mengantar resep yang diberikan oleh dokter, obat

yang keluar atau diberikan oleh perawat atau pasien ditulis

dalam kartu stok kemudian dicatat obat yang dikeluarkan

maupun obat yang masuk atau diterima, hal tersebut sesuai

dengan informasi yang diperoleh dari informan :

“Ada kartu stoknya kalau disini ada kartu stoknya,


disinikan biasanya itu setiap resep,kalau digudang
juga kalau dikeluarkan ke apotek pasti ditulis di kartu
stok begitu juga disini dicatat kalau ada yang masuk
dari gudang terus keluar berapa dalam sehari” (AEW,
27 tahun wawancara tanggal 18 april 2019).
Sejalan dengan informasi dari informan diatas,

informasi juga diperoleh dari informan :

“kalau di apotek ada yang manual ada yang computer


karenakan dia pake resep, jadi kalau keluar obatnya
86

dalam sehari itu berapa langsung di stor tadi kertas-


kertas stoknya” (Hr, 23 tahun wawancara tanggal 22
april 2019).
d. Pengamanan mutu obat

Mutu obat yang disimpan akan mengalami perubahan

baik secara fisik maupun kimiawi. Berdasarkan hasil observasi

didapatkan untuk menjaga mutu obat dalam ruangan itu

disediakan termometer ruangan dan kulkas tetapi masih kurang.

Hal ini sesuai dengan informasi yang diperoleh dari informan :

“Paling kayak termolabil kekurangnan tapi katanya


sudah ada pengadaan, kalau sekarang sih ada cuman
kurang cuman ada satu” (AEW, 27 tahun wawancara
tanggal 18 april 2019).
Sejalan dengan informasi dari informan diatas,

informasi juga diperoleh dari informan :

“itu mi tadi kulkasnya satu ji disini itupun kulkas rumah


ji, tapi kalau suhunya pasti terjaga ji sama
alhamdulilah semua ruangn sudah ada mi Acnya
cuman ini masih mau di kasi dingi lagi karena
seharusnya ini suhunya 25 tapi secara umum ada
semua mi ACnya” ( Ib, 30 tahun wawancara tanggal
26 april 2019).
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dapat

diketahui bahwa selain menyediakan termometer ruangan dan

kulkas untuk menjaga mutu obat juga selalu diperiksa/ dicek

ulang. Pengambilan obat dilakukan dengan menggunakan

metode FEFO dan FIFO. Obat yang lebih cepat expired

didahulukan untuk dipake begitupula dengan obat yang lebih

cepat datang yang lebih cepat digunakan.


87

5. Pendistribusian

Pendistrtibusian adalah kegiatan untuk mengelola

pemindahan obat dari satu tempat/ satu unit pelayana ketempat/

unit pelayanan yang lainnya, yang meliputi (mekanisme

pendistribusian obat, unit pendistribusian, dan kendala pada

pendistribusian).

a. Mekanisme Pendistribusian

Informasi mengenai mekanisme pendistribusian obat

yang dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah

Mamuju Tengah diperoleh dari informan:

“Sentralisasi berpusat di gudang,jadi yang dari apotek


juga ambil disini ji,jadi obat nda langsung ke apotek
dia ke gudang dulu nanti apotek mengampra ke
gudang begitu juga laboratorium, radiologi, koperasi,
perawatan kalau butuh kesini semua. nanti keluarga
pasien yang datang kesini antri mau rawat inap mau
rawat jalan disini belum ada DEPO rawat inap yang
ada DEPO baru kamar operasi, terus untuk kartu antri
masih belum jalan,jadi belum ada nomor antrian jadi
masih manual masih sistem siapa dokumennya/
resepnya masuk di atas dia yang dipanggil duluan”
(AS, 29 tahun wawancara tanggal 18 april 2019).
Sejalan dengan informasi dari informan diatas,

informasi juga diperoleh dari informan :

“Sentralisasi ji, tapi untuk sekarang karena masih


kurang ki pegawainya ruangnanya juga urang jadi
belum bisa ki buat DEPO-DEPO. jadi untuk sekarang
semua pasien itu dari UGD semua Perawatan rawat
inap rawat jalan kesini semua kecuali OK karena
memang harus ada disana” (Hr, 23 tahun
wawancara tanggal 22 april 2019).
88

Dari hasil observasi, telaah dokumen dan pernyataan

informan tersebut diketahui bahwa mekanisme pendistribusian

obat menggunakan metode sentralisasi artinya semua berpusat

di gudang dari gudang kemudian diampra ke apotek dan semua

pasien yang memiliki resep dokter akan mengambil obatnya di

apotek baik itu pasien rawat jalan maupun rawat inap serta

perawatan lainnya semua berpusat di gudang dan apotek,

kemudian yang bertugas diruang pelayanan menerima resep

dan diperiksa resepnya apakah sudah tepat/ jelas/ lengkap,

kemudian di cek stoknya jika tidak tersedia maka diusulkan

untuk membeli di luar apotek atau diganti dengan obat yang lain

tetapi masih memiliki kesamaan fungsi/ efek.

a. Unit prioritas pendistribusian

Unit prioritas pendistribusian obat dijelaskan oleh

informan :

“Sebenarnya kalau berbicara prioritas pasti yang


prioritas UGD dengan kamar operasi, tapi kamar
operasi saya sudah buat DEPO jadi istilahnya di sana
sudah lebih terkendali, jadi ada obat-obat khusus
untuk OK dan sudah tersedia mi disana. jadi setiap
resep yang dari UGD kita prioritaskan. DPEO
sebenarnya sudah ada rencana cuman SDM ku yang
kurang dan juga gedungnya yang belum teratur” (AS,
29 tahun wawancara tanggal 18 april 2019).
Sejalan dengan informasi dari informan diatas,

informasi juga diperoleh dari informan :

“prioritas semuanya unit kita layani karena semua


membutuhkan, cuman diliat lagi yang mana yang
paling membutuhkan atau tingkat emergencynya yang
89

tinggi seperti OK itukan kalau tidak dilayani cepat kan


bahaya tapi disana sudah adami DEPOnya terus
kalau UGD kan kita liat mi dekatji UGD dari sini jadi
kalau mau dilayani bisa cepat karena dekat ji dan
kalau untuk pasien memang kalau rawat inap nda ada
pi DEPOnya jadi kadang saya kasian sama pasien
belum lagi kalau berat obat yang mereka bawah” (SR,
28 tahun wawancara tanggal 23 april 2019).
Berdasarkan informasi yang disampaikan informan

didapatkan bahwa semua unit di prioritaskan tetapi tetap

memperhatikan mana unit yang memiliki tingkat emergency

yang tinggi maka akan dilayani cepat tetapi secara umum

semuanya disamakan untuk pelayanannya, yang menjadi

masalah untuk rawat inap belum disediakan DEPO dikarenakan

instalasi farmasi masih kekurang SDM dan gedung yang belum

teratur.

Adapun mengenai kendala yang dihadapi pada

pendistribusian obat diperoleh informasi dari informan :

“Kalau kendala biasanya ada obat yang berat kayak

dalam bentuk cairan itu ji terus belum pi ada trolli,jadi

susah kalau diantar mi itu barang ke pelayanan yang

lain” (Mr, 25 tahun wawancara tanggal 22 april

2019).

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan

tersebut dapat diketahui bahwa kendala yang dihadapi pada

pendistribusian obat belum tersedia troli untuk membantu pihak


90

Instalasi Farmasi memindahkan obat terkhusus obat-obat yang

berat ke unit pelayanan yang ada di Rumah Sakit.

C. Pembahasan

1. Perencanaan

Perencanaan adalah metode yang digunakan untuk

menentukan langkah apa yang harus dilakukan untuk mencapai

pemenuhan kebutuhan obat di Instalasi Farmasi, yang meliputi

(tahap persiapan, pemakaian obat setiap tahun, penyesuaian

kebutuhan dan perencanaan, metode perhitungan, dan kendala

pada perencanaan).

a. Tahap Persiapan Perencanaan Obat

Pada Tahap persiapan obat peneliti mecari informasi

mendalam mengenai rangkaian kegiatan awal yang dilakukan

dalam pengelolaan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Umum Daerah Mamuju Tengah yaitu dalam tahap metode

perhitungan. Menurut pernyataan pihak Instalasi Farmasi

mengenai tahap persiapan obat Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Umum Daerah Mamuju Tengah untuk tahap persiapan

menggunakan metode kombinasi.

Metode perencanaan obat yang dilakukan Instalasi

Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah adalah

metode kombinasi yaitu gabungan antara metode konsumsi dan

metode morbiditas atau epidemiologi tetapi di Instalasi Farmasi


91

tersebut lebih didominasi ke metode konsumsi dengan melihat

pemakaian ditahun sebelumnya. Metode ini menurut standar

Depkes (2008) disesuaikan dengan kebijakan rumah sakit,

melihat pola penyakit di rumah sakit, anggaran yang tersedia,

penetapan prioritas, sisa persediaan, dan tata penggunaan

periode yang lalu.

Tahap persiapan juga melihat penentuan pemakaian

setiap jenis obat pertahunnya. Menurut pernyataan pihak

Instalasi Farmasi mengenai penentuan pemakaian setiap jenis

obat pertahunnya diketahui bahwa Instalasi Farmasi Rumah

Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah menentukan pemakaian

dengan melihat penggunaan tahun kemarin dikalikan dengan

jumalah bulan dalam satu tahun, tetapi di Instalasi Farmasi

Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah untuk jumlah

bulan dalam satu tahunnya mereka menetapkan dengan

mengkalikan 18 bulan hal tersebut mereka lakukan untuk

mencegah terjadinya kekurangan/ kekosongan stok.

Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan

Magindra dkk (2012) ada dua cara pendekatan yang digunakan

dalam perencanaan obat yaitu dengan mengetahui atau

menghitung kebutuhan yang telah dengan nyata dipergunakan

dalam periode waktu yang lalu dan dengan melihat program

kerja yang akan datang.


92

b. Tahap Perencanaan Kebutuhan Obat

Pada tahap perencanaan kebutuhan obat yang

dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah

Mamuju Tengah yaitu dengan mengacu kepada Formularium

Obat Rumah Sakit, dimana formularium tersebut setiap

tahunnya mengalami perubahan atau revisi dikarenakan kontrak

dokter spesialis yang habis yang menyebabkan penggunaan

obat setiap dokter berubah pula tetapi Rumah Sakit. Untuk

Formularium Obat di Rumah Sakit tersebut mengacu pada

Formularium Nasional (FORNAS) tetapi masih dalam tahap

penyusunan, formularium sangat membantu proses

perencanaan obat yang sesuai dengan kebutuhan Instalasi

Farmasi Rumah Sakit.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Jermias Sarwa, dkk (2017) bahwa penyusunan formularium

obat dapat mempengaruhi peningkatkan pengelolaan dan

penggunaan obat secara rasional serta memantau dan

menganalisa kerasionalan penggunaan obat, serta dapat

menyebabkan ketidak sesuaian pengadaan obat yang

mengakibat peresepan oleh dokter tidak terpenuhi. Selian itu

dengan adanya formularium obat diharapkan dokter lebih patuh

dalam penulisan resep dan mengurangi jumlah obat kadaluarsa


93

karena perencanaan obat yang berlebihan diluar formularium

obat.

Berdasarkan observasi dan informasi dari pihak

Instalasi Farmasi menyatakan Untuk evaluasi perencanaan

kebutuhan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah

Mamuju Tengah menggunakan dua analisa sekaligus tetapi

pihak Instalasi Farmasi Rumah Sakit lebih mendominasi ke

analisa VEN (Vital, Esensial, Non-Esensial) dan ada kondisi

tertentu mereka menggunakan analisa ABC. Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Jumriati Rauf, dkk (2018)

yang menyatakan bahwa setelah di anggarkan namun anggaran

tidak mencukupi kebutuhan obat di Instalasi Farmasi maka

memperhatikan lagi sistem Ven yaitu menetapkan prioritas

pengadaan obat dimana anggaran yang tidak sesuai dengan

kebutuhan.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti

untuk kendala dalam perencanaan obat adalah saat obat

mengalami kekosongan stock dari distributor, atau jenis obat

tersebut langka atau bahkan sudah tidak diproduksi lagi di e-

katalog, selain itu kekosongan obat diakibatkan kareana jarak

dari distributor dengan Rumah Sakit sangat jauh. Namun pihak

Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah

secepat mungkin mencari obat lain tetapi dengan isi atau jenis
94

yang sama dengan cara membeli manual agar obat yang

dibutuhkan bisa tiba lebih cepat tetapi sebelumnya dikonfirmasi

terlebih dahulu dengan dokter.

2. Penganggaran

Biaya penganggaran obat di Instalasi Farmasi Rumah

Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah bersumber dari anggaran

pemda/ anggaran APBD. Anggaran untuk pengadaan obat

ditentukan oleh Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju

Tengah. Dimana prosedur pengusulan penganggaran pengadaan

obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju

Tengah sudah sesuai dengan yang di usulkan ke Pemerintah

Daerah, dan kalaupun anggaran tersebut kurang maka akan

langsung diberikan di pertengahan sebelum anggaran tersebut

habis, karena untuk anggaran pengadaan obat di Instalasi Farmasi

tersebut Pemerintah Daerah masih sangat memprioritaskan.

Sedangkan untuk efisiensi anggaran pengadaan obat

sejauh ini juga sudah efisien karena pihak instalasi farmasi

menyesuaikan penyediaan obat dengan kebutuhan pasien.

Kendala yang dihadapi untuk pengusulan penganggaran obat

adalah setiap kali pihak Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum

Daerah Mamuju Tengah mengajukan penganggaran obat tidak

langsung diterima atau disetujui oleh Pemerintah Daerah.


95

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Mahmud Badaruddin (2015) yang menyatakan bahwa, Tidak

tersedianya anggaran tentunya dapat mempengaruhi dalam proses

pengelolaan obat. Jika terdapat barang gudang yang rusak, dapat

menghambat pekerjaan petugas dan petugas mejadi tidak bisa

menyelesaikan pekerjaannya. Belum lagi manajemen harus

memperbaiki barang rusak dan mengeluarkan biaya yang cukup

besar. Ini tentu akan menimbulkan kerugian ganda bagi rumah

sakit.

3. Pengadaan

Pengadaan merupakan usaha-usaha dan kegiatan-

kegiatan untuk memenuhi kebutuhan operasional yang telah

ditetapkan di dalam fungsi perencanaan, pemenuhan kebutuhan

(dengan peramalan yang baik), maupun penganggaran.

a. Metode Pengadaan Obat

Pengadaan/ permintaan obat di Instalasi Farmasi

Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah dilakukan untuk

memperoleh jenis dan jumlah obat dengan mutu yang tinggi,

menjamin tersedianya obat dengan cepat dan tepat waktu.

Pengadaan obat yang dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah

Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah disesuaikan dengan

perencanaan kebutuhan obat yang telah dibuat atau ditetapkan


96

oleh pihak Instalasi Farmasi sebelumnya dan disesuaikan pula

dengan permintaan penggunaan obat dokter.

Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Stella Herliantine Febreani, dkk (2016) yang menyatakan

bahwa Pengadaan obat yang terjadi diluar perencanaan

kebutuhan yang sudah ditetapkan yang mana belum memiliki

batas yang pasti. Sehingga hal tersebut dapat menyebabkan

terjadinya stagnant dan stockout obat akibat dari jumlah obat

yang diadakan berlebihan atau kurang. Oleh karena itu,

pengadaan/ permintaan obat harus memperhatikan dan

mempertimbangkan bahwa obat yang diminta/ diadakan sesuai

dengan jenis dan jumlah obat yang telah direncanakan.

Pada metode pengadaan obat di Instalasi Farmasi

Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah menggunakan

metode pengadaan obat melalui metode e-katalog dan E-

purchasing ataupun surat pesanan manual dalam melakukan

pemesanan obat. Di Instalasi Farmasi tersebut untuk

pemesanan sebagian besar obatnya dilakukan dengan metode

e-katalog tetapi digunakan metode-metode lainnya seperti E-

purchasing dan pemebelian manual sebagai alternative

pemesanan yang dilakukan oleh pihak Instalasi Farmasi

dikarenakan pemesanan yang dilakukan pada e-katalog tidak

selalu berjalan lancer seperti kurangnya ketersediaan obat yang


97

pada e-katalog dan sering terjadi keterlambatan untuk

pemesanannya.

b. Penentuan Waktu Pengadaan

Berdasarkan wawancara dengan pihak Instalasi

Farmasi diperoleh informasi bahwa dalam penentuan waktu

pengadaan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum

Daerah Mamuju Tengah dilakukan setiap pertahun, dengan

melihat data obat atau alat kesehatan 1 tahun terakhir kemudian

melakukan penganggaran yang dibutuhkan dengan proses

pengadaan obat. Akan tetapi dilakukan juga monitor setiap 3

bulannya untuk melihat persediaan stok obat.hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Mangindra, dkk (2012)

yang menyatakan bahwa pada penentuan waktu dan

kedatangan obat di puskesmas kampala diadakan setiap

triwulan tapi kadang kala kedatangan obatnya sesuai dengan

permintaan obat pada saat mendesak.

Pihak Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah

Mamuju Tengah juga melakukan pesanan bulanan jika

persediaan obat dibutuhkan dan sisa stok obat sudah hampir

habis sebelum waktu pemesanan. Khususnya rawat inap dan

rawat jalan dilakukan setiap hari dengan mengampra manual

tiap harinya ke gudang farmasi Rumah Sakit.


98

Ketepatan waktu pengadaan obat di Instalasi Farmasi

Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah terkadang tidak

tepat waktu. Hal ini disebabkan stok obat yang tidak tersedia

bahkan sampai kosong di distributor serta keterlambatan dalam

proses pengiriman dikarenakan jarak Rumah Sakit yang juga

jauh dari distributor sehingga sering menyebabkan kekosongan

obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju

Tengah.

Untuk proses pengadaan obat seringkali obat yang

dipesan datangnya tidak tepat waktu. Begitu juga yang dialami

oleh Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah dalam proses

pengadaan obat. Pemesanan obat biasa dijanjikan datang

dalam 1 atau 2 bulan setelah pemesanan tetapi barang yang

dipesan datangnya terlambat sampai 4 atau 5 bulan bahkan

pernah sampai pesanannya itu tidak datang dan akhirnya

dibatalkan oleh pihak Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Namun

pihak Instalasi Farmasi tetap memberikan solusi, misalnya

dengan melakukan pembelian secara manual, ketika melakukan

pemesanan selanjutnya dilakukan sebelum persediaan di

gudang farmasi habis/ kosong. Namun hasil dari penelitian yang

dilakukan oleh Jumriati Rauf, dkk (2018) menyatakan bahwa

perjanjian kontrak dilakukan setelah data-data yang akan dibeli

lengkap, kemudian melakukan kontrak dengan distributor


99

/pelaksana pekerjaan yang ditunjuk oleh penyedia.

Kesepakatan yang sudah ada menambahkan ketentuan-

ketentaun yangharus dipenuhi oleh kedua belah pihak.

sehingga saat terjadi keterlambatan obat dari distributor dan

ketidaksesuaian barang, maka pihak Rumah Sakit dapat

mengkonfirmasi kembali ke pihak pedagang besar farmasi.

Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah

Mamuju Tengah mengalami kendala terkait adanya kekosongan

stock obat dari distributor dan ada beberapa obat yang tidak

ada didalam e-katalog karena bahan baku yang digunakan

sudah tidak ada, tetapi pihak instalasi mengatasinya dengan

cara membeli ke distributor yang lain dengan cara manual agar

obatnya lebih cepat tiba meskipun dari segi harga pembelian

manual lebih mahal dan pihak Rumah Sakit juga mengantisipasi

dengan mengganti obat yang tidak tersedia dengan obat

dengan merek yang berbeda tetapi tetap memiliki fungsi yang

sama.

Ketersediaan Obat pada Instalasi Farmasi sangat

tergantung pada bagaimana proses pengelolaan obat di

Instalasi Farmasi. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan

kepada pasien rawat jalan dan rawat inap menyatakan bahwa di

Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah

ketersediaan obatnya masih sangat kurang dibuktikan dengan


100

banyak pasien yang ketika mengambil obat yang telah

diresepkan dari dokter itu terkadang tidak tersedia diapotek

Rumah Sakit sehingga pasien tersebut disuruh untuk membeli

obat di luar apotek Rumah Sakit tersebut.

4. Penyimpanan

Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengamanan

terhadap obat-obatan yang diterima agar aman (tidak hilang),

terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutu tetap

terjamin. Penyimpanan obat merupakan salah satu indikator

penting dalam pengelolaan obat. Penyimpanan obat yang tepat

sesuai dengan standar pengamanan yang telah ditetapkan akan

sangat membantu dalam menjaga stok obat yang telah di

persiapkan.

a. Pengaturan Tata Ruangan

Pengaturan tata ruangan dimaksudkan untuk

memaksimalkan keleluasan bagi petugas dalam bergerak mencari

obat dan juga untuk membantu dalam menjaga mutu obat.

Wawancara dan observasi yang dilakuakan di Instalasi Farmasi

Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah didapatkan beberapa

hal penting mengenai pengaturan tata ruanganya. Berdasarkan

hasil wawancara didapatakan informasi bahwa obat yang telah

sampai disusun berdasarkan jenis obatnya, dan penyusunan


101

raknya berbentuk banjar hal tersebut dikarenakan kondisi ruangan

yang sempit.

Hasil observasi yang dilakukan dapat dilihat bahwa di

Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah

ukuran gudang penyimpananya sempit karena satu gedung untuk

Instalasi Farmasi itu digunakan untuk beberapa kantor seperti

Apotek, kantor TU, Kantor Administrasi, bahkan sampai kantor

Direktur Rumah Sakit juga berada dalam satu gedung. Beberapa

obat diletakkan dilantai dikarenakan kekurangan rak dan pallet

sehingga obat disimpan dilantai bahkan ada beberapa yang

disimpan diluar ruangan. Namun untuk keadaan lantai, dinding, dan

atap Instalasi Farmasi dalam keadaan baik dan bersih gudang

farmasi juga memiliki ventilasi yang baik.

Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Novianne. E. R. Malinggas, dkk (2015) penyimpanan obat di

instalasi farmasi belum memenuhi standar pelayanan kefarmasian

sesuai dengan Permenkes 2014 khususnya penyimpanan obat

yang menyatakan bahwa persyaratan kefarmasian yang dimaksud

meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya,

kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis obat.

b. Penyusunan Stok Obat

Penyusunan obat yang ideal dilakukan berdasarkan

alfabetis sehingga akan memudahkan dalam mencari obat yang


102

dibutuhkan. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan

diperoleh bahwa stok obat yang ada di Instalasi Farmasi Rumah

Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah berdasarkan alfabetis dan hal

ini telah sesuai standar yang telah ditetapkan.

Hasil observasi dan telaah dokumen memperkuat

pernyataan yang dijelaskan pihak Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Umum Daerah Mamuju Tengah bahwa penyusunan stok obat di

Instalasi Farmasi tersebut berdasarkan abjad dan hal tersebut

dapat mempermudah pihak Instalasi Farmasi dalam mencari obat.

Metode yang digunakan dalam penyusunan obat di

Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah

yaitu FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expire First Out).

Penyusunan dilakukan dengan sistem FIFO (First In First Out)

untuk masing-masing obat, artinya obat yang datang pertama kali

harus dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang datang kemudian

dan FEFO (First Expire First Out) untuk masing-masing obat artinya

obat yang lebih awal kadaluwarsa harus dikeluarkan lebih dahulu

dari obat yang kadaluwarsa kemudian, tetapi di Instalasi Farmasi

Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah lebih dominasi ke

FEFO (First Expire First Out).

Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Muhammad Fais Satrianegara, dkk (2018) yang menyatakan

bahwa Penyimpanan obat digudang dilakukan dengan cara


103

memisahkan obat berdasarkan sumber dan jenisnya, suhu kamar

serta model penyimpanannya menggunakan sys-tem FIFO (First In

First Out), FEFO (First Expire First Out) dan sesuai abjad.

c. Pencatatan Stok Obat

Pencatatan stok obat di Instalasi Farmasi merupakan

rangkaian kegiatan dalam rangka penatalaksanaan obat-obatan

secara tertib, Baik obat-obatan yang diterima, disimpan,

didistribusikan dan digunakan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Umum Daerah Mamuju Tengah. Berdasarkan wawancara dengan

pihak Instalasi Farmasi didapatkan informasi bahwa pencatatan

stok obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju

Tengah dilakukan perhari maupun perbulan yang dicatat di kartu

stok obat. Hal tersebut dibuktikan dengan telaah dokumen yang

peneliti lakukan digudang Farmasi dan Apotek Rumah Sakit.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Mangindara (2012) yang menyatakan bahwa pencatatan stok obat

yang dilakukan perhari yaitu dengan mencatat obat yang

dikeluarkan kepada pasien dalam pelayanan tiap harinya dari resep

yang masuk.sedangkan pecatatan perbulannya dilakukan

berdasarkan lembar permintaan obat dimanfaatkan untuk analisis

peggunaan, perencanaan kebutuhan obat, pengendalian

persediaan dan pembuatan laporan pengelolaan obat.


104

d. Pengamanan Mutu Obat

Pengamanan mutu obat yang dilakukan dengan

memperhatikan berbagai macam faktor. Berdasarkan hasil

wawancara dan observasi didapatkan informasi bahwa

pengamanan mutu obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum

Daerah Mamuju Tengah dilakukan dengan menyediakan beberapa

fasilitas yang dibutuhkan dimana di Instalasi Farmasi tersebut

masih membutuhkan pendingin ruangan (AC), rak dan pallet namun

jumlahnya masih kurang, lemari pendingin (kulkas) yang hanya

berjumlah satu buah dengan kondisi belum sesuai dengan standar

yaitu menggunakan lemari pendingin imunisasi (berbentuk meja),

tidak tersedianya troli, alat pemadam kebakaran dan thermometer

ruangan.

5. Pendistribusian

Penyaluran/ distribusi adalah kegiatan pengeluaran

dan penyerahan obat secara merata dan teratur untuk memenuhi

kebutuhan sub-sub unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah

keja Rumah Sakit dengan jenis mutu, jumlah dan tepat waktu.

a. Mekanisme Pendistribusian

Mekanisme pendistribusian obat merupakan cara atau

langkah dalam menyalurkan obat ke unit-unit pelayanan Rumah

Sakit dengan tujuan yang sama yaitu memeriksakan pelayanan

kesehatan kepada pasien. Berdasarkan wawancara dengan


105

pihak Instalasi Farmasi, maka didapatkan informasi bahwa obat

didistribusikan secara sentralisasi yaitu berpusat di gudang jadi

semua pelayanan akan diamprakan dari gudang begitupun

untuk pasien akan berpusat di apotek karena di Rumah Sakit

tersebut belum disediakan DEPO yang ada hanya di OK

sehingga semua pasien baik rawat jalan maupun rawat inap

berpusat ke apotek, artinya sistem distribusi yang digunakan

adalah sistem perorangan untuk pasien yang telah diberikan

resep kemudian akan mengambil obatnya diapotek.

Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Muhammad Fais Satrianegara, dkk (2018) yang

menyatakan bahwa Distribusi memegang peranan penting

dalam penyerahan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang

diperlukan ke unit-unit disetiap bagian farmasi rumah sakit

terma-suk kepada pasien.

b. Unit Prioritas Pendistribusian

Untuk melakukan penyaluran obat dari Instalasi

Farmasi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terutama unit-

unit yang menjadi sasaran bagi pendistribusian obat. Berdasarkan

wawancara dengan pihak Instalasi Farmasi didapatkan informasi

bahwa di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju

Tengah tidak ada unit yang diprioritaskan akan tetapi tetap melihat

tingkat emergency seperti untuk kamar operasi tetapi di Rumah


106

Sakit tersebut telah disiapkan dan untuk UDG karena jaraknya

dekat dengan gudang farmasi maka mempermudah dalam

pendistribusian obatnya.

Salah satu yang menjadi kendala dalam

pendistribusian obat ke unit-unit pelayanan yang ada di Rumah

Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah adalah karena tidak

tersedianya alat bantu yang mempermudah pihak Instalasi Farmasi

dalam mendistribusikan obat seperti troli yang dapat digunakan

untuk membawa obat-obatan yang memiliki volume yang cukup

berat.

D. Keterbatasan Penelitian

Adapun hambatan-hambatan yang dialami oleh

peneliti antara lain sebagai berikut :

1. Kurangnya informan yang didapatkan untuk memberikan informasi

karena pergantian shift yang seharusnya setiap 2 hari, tetapi

selama peneliti melakukan penelitian tenaga kerja yang didapatkan

yang itu-itu saja.

2. Pada saat peneliti melakukan penelitian banyak hari yang

bertepatan dengan hari libur, sehingga memperlambat penelitian.


107

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Proses perencanaan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum

Daerah Mamuju Tengah menggunakan metode kombinasi

(gabungan metode konsumsi dan epidemiologi). Evaluasinya

menggunakan analisa VEN dan Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Umum Daerah Mamuju Tengah juga memiliki formularium yang

mengacu pada Fornas (Formularium Nasional) tetapi masih dalam

tahap penyusunan.

2. Proses penganggaran obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum

Daerah Mamuju Tengah bersumber dari anggaran Pemerintah

Daerah atau anggaran APBD. Anggaran untuk pengadaan obat

ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju

Tengah. Dimana usulan anggaran sudah sesuai dengan yang

diterima dari Pemerintah Daerah.

3. Proses pengadaan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum

Daerah Mamuju Tengah menggunakan metode e-katalog dan

pembelian manual walaupun terkadang terjadi keterlambatan dalam

waktu yang cukup lama tetapi instalasi farmasi segera

menanggulangi dengan membeli manual dengan tingkat

keterlambatan dan ketersediaan stok yang lebih cepat dan lengkap

tetapi dengan harga yang lebih mahal. Ketersediaan obat pada


108

Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Tengah

Proses obatnya masih sangat kurang dikarenakan banyak pasien

yang disuruh untuk membeli obat di luar apotek Rumah Sakit

tersebut.

4. Proses penyimpanan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum

Daerah Mamuju Tengah berdasarkan abjad dan jenisnya masing-

masing obat. Metode yang digunakan metode FIFO dan FEFO.

Namun masih ada beberapa standar penyimpanan yang tidak sesuai

seperti kurangnya rak dan pallet, kurangnya lemari pendingin, tidak

adanya troli, kurang termometer ruangan, tidak tersedianya alat

pemadam kebakaran dan kondisi gudang yang kecil dan sempit

dikarenakan dalam satu gedung digabung beberapa kantor yaitu

apotek, kantor TU, kantor Administrasi, bahkan kantor Direktur

Rumah Sakit.

5. Proses pendistribusian obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum

Daerah Mamuju dilakukan secara sentralisasi yaitu untuk unit-unit

pelayanan berpusat di gudang dan untuk pasien berpusat di apotek

dikarenakan belum tersedia DEPO di pelayanan rawat inap. Untuk

unit prioritas tidak ada penentuan khusus pendistribusian disamakan

untuk setiap unit kecuali OK karena sudah tersedia DEPO untuk OK.

B. Saran

1. Proses perencanaan obat instalasi farmasi sebaiknya lebih

memperhatikan agar menghindari kekosongan stock obat dengan


109

menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan lebih

meningkatkan komunikasi dengan distributor agar pihak instalasi

lebih mengetahui tentang obat mana yang sudah jarang diproduksi.

2. Proses penganggaran instalasi diharapkan mampu mengoptimalkan

sumber anggaran rumah sakit untuk pembayaran dalam proses

pengadaan obat.

3. Proses pengadaan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum

Daerah Mamuju Tengah perlu memperhatikan lagi kebutuhan obat di

setiap bulannya agar ketersediaan obat tetap terjaga dan sebaiknya

melakukan pemesanan sebelum persediaan digudang habis/ kosong

sehingga kalaupun terjadi keterlambatan dalam pemesanan dan

kedatangan obat yang dipesan pihak Instalasi Farmasi masih

memiliki persediaan cadangan. Dan diharapkan lebih

mengembangkan Pengelolaan obat agar dapat meminimalisir

terjadinya kekosongan obat sehingga pasien tidak mencari obat

diluar apotek lagi.

4. Proses penyimpanan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum

Daerah Mamuju Tengah lebih memperhatikan beberapa standar

terkait penyimpanan obat yang belum terselenggara dengan baik

seperti pengadaan rak dan pallet, lemari pendingin, troli, termometer

ruangan, alat pemadam kebakaran dan pembuatan gudang obat

yang lebih besar dan luas untuk tetap menjaga kualitas obat, agar

kinerja Instalasi Farmasi menjadi lebih maksimal.


110

5. Proses pendistribusian Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum

Daerah Mamuju Tengah perlu membuat DEPO dibeberapa unit

pelayanan yang dianggap sangat membutuhkan tersedianya obat

lebih cepat dan mempermudah khususnya pembuatan DEPO di

pelayanan rawat inap karena melihat jarak dari apotek ke pelayanan

rawat inap cukup jauh sehingga akan menyusahkan bagi pasien.

Anda mungkin juga menyukai